JURNAL PEMIKIRAN ISLAM
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/jpi
Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2021
Halaman: 135-150
KARAMAH DAN RABITAH MURSYID DALAM PERSPEKTIF
TAREKAT NAQSYANDIYAH
Faisal Muhammad Nur
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry Banda Aceh,
email:
[email protected]
Abstract
Karamah for the murshid of the tarekat serves to glorify the lovers of Allah, and to support
them in preaching according to the guidance of Islamic Shari'a, because the karamah comes
from the miracles of the Prophet Muhammad. The purpose of this study is to find out the
forms of karamah of the murshid of the tarekat and their practice in the naqsyabandiyah
tarekat. As a qualitative research, researchers collect data through literature review to find the
data needed for research purposes. The results of the study show that with the appearance of
karamah in murshid, it becomes a glory because of their faith and sincerity in implementing
Islamic Shari'a perfectly. The practice of rabitah murshid in the Naqshbandiyah congregation
is under the guidance of Islamic Shari'a and is not classified as shirk, because of the beliefs of
the followers of the Naqshbandiyah congregation do not have any authority in carrying out all
their activities but are based on the provisions of Allah SWT. Those provisions are what they
call karamah, and karamah is based on the will of Allah.
Keywords: Rabitah mursyid, karamah, tarekat naqsyabandiyah.
Abstrak
Karamah bagi para mursyid tarekat berfungsi untuk memualiakan para kekasih Allah Swt,
serta untuk mendukung mereka dalam berdakwah sesuai dengan tuntunan Syariat Islam,
sebab karamah itu bersumber dari mu’jizat Nabi Muhammad Saw. Tujuan penelitian ini ingin
mengetahui bentuk-bentuk karamah para mursyid tarekat dan pengamalan mereka dalam
tarekat naqsyabandiyah. Sebagai penelitian kualitatif, peneliti mengumpulkan data melalui
penelusuran kepustakaan guna menemukan data-data yang dibutuhkan untuk keperluan
penelitian. Adapun hasil penelitian yang didapatkan bahwa dengan munculnya karamah pada
diri para mursyid menjadi kemuliaan dikarenakan keimanan serta keihklasan mereka dalam
menjalankan Syariát Islam secara sempurna. Pengamalan rabitah mursyid dalam tarekat
naqsyabandiyah sesuai dengan tuntunan syariát Islam dan tidak tergolong dalam perbuatan
syirik, sebab keyakinan para penganut tarekat naqsyabandiyah tidak memiliki otoritas apapun
dalam melakukan segala aktifitas mereka melainkan berdasarkan pada ketentuan Allah Swt.
Ketentuan itu yang mereka namakan dengan karamah, dan karamah itu terjadi berdasarkan
kehendak Allah Swt.
Kata kunci: Rabitah mursyid, karamah, tarekat naqsyabandiyah.
A. Pendahuluan
Karamah merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dipahami oleh setiap
muslim sebab karâmahlah yang menjadi pembeda antara sihir dengan yang bukan sihir. Pada
masa kini banyak sekali terjadi keajaiban-keajaiban luar biasa muncul dari tangan orang135
JURNAL PEMIKIRAN ISLAM
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/jpi
Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2021
Halaman: 135-150
orang yang jauh dari jalan Allah Swt tapi mereka mengakui itu adalah karamah, sehingga
dengan mudahnya mereka meninggalkan perintah Allah dengan alasan telah mencapai ilmu
hakekat dan telah sampai pada Allah Swt.
Menurut syariát Islam kejadian yang luar biasa dapat terjadi bagi siapapun tergantung
pada tingkat spiritualitas seseorang dalam menjalankan perintah dan meninggalkan larangan
Allah Swt, bagi yang dapat menggapai tingkat ketakwaan akan muncul padanya kejadiankejadian luar biasa di luar rasionalitas manusia dengan izin Allah Swt baik berupa karamah
ataupun maúnah, karena keduanya merupakan hadiah dari Allah Swt untuk hambahambaNya yang saleh.
Karamah yang terjadi pada diri seorang waliyullah (mursyid) itu bukan atas kehendak
para mursyid itu sendiri, akan tetapi terjadi atas kehendak Allah Swt. Para mursyid tarekat
tidak
akan
mampu
mempublikasikan
kekaramahannya
di
tempat
umum
sebab
kekaramahannya itu terjadi berdasarkan kehendak dari Allah Swt dan wajib bagi para
mursyid untuk menyembunyikan kecuali kalau sudah dinampakkan oleh Allah Swt kepada
makhluk-Nya sebagai wujud kekuasaan-Nya.
Para mursyid tarekat tidak akan mampu merobek pagarnya takdir dalam mendahirkan
kekaramahannya sebab semua itu tergantung pada qudrah dan iradah Allah Swt,hal ini sesuai
dengan ungkapan Imam Ibnu Átaillah as-Sakandari dalam kitab Äl-Hikam”
(Al-Syarqawi, 2003)سوابق الهمم ال تخرق اصوار االقدار
B. Metode
Melihat pada kebutuhan data penelitian, maka peneliti cenderung memilih jenis
penelitian kualitatif (Deddy Mulyana, 2001). Jenis ini, peneliti anggap relevan dengan arah
penelitian karena dapat mengungkapkan fenomena dari suatu penelitian (Anselm Strauss &
Juliet Corbin, 2003). Untuk itu, jenis dan metode kualitatif diharapkan dapat digunakan untuk
mendeskripsikan pengamalan rabithah mursyid dalam tarekat naqsyabandiyah.
Sebagai penelitian pustaka, peneliti berusaha menelusuri sumber-sumber yang terkait
dengan bahan kajian yang akan dilakukan saat melaksanakan penelitian. Sumber pustaka
yang ditelusuri meliputi sumber yang tersedia di perpustakaan kampus, maupun sumbersumber yang tersedia pada media online. Sumber-sumber tersebut diharapkan dapat
membantu dan memenuhi data penelitian.
136
JURNAL PEMIKIRAN ISLAM
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/jpi
Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2021
Halaman: 135-150
Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan melalui teknik dokumentasi
(Hardanii, 2020). Data yang terdokumentasikan akan dianalisis berdasarkan sumber yang
didapatkan di perpustakaan, maupun sumber-sumber online, baik berupa buku, jurnal dan
hasil penelitian yang berkaitan dengan penelitian yang sedang dilakukan.
C. Karamah dan dalil-dalilnya
Karamah menurut etimologi berasal dari bahasa Arab yaitu -ألكرامة-, al-karamah yang
memiliki berbagai makna antara lain: kehormatan, kewibawaan, keluhuran, dan pengaruh
baik (Munawwir, 1997). Sementara secara terminologi, karamah menurut pendapat Maulana
Syaikh Muhammad Amin al-Kurdi adalah suatu peristiwa yang luar biasa yang terjadi pada
diri seseorang yang tidak menda’wahkan dirinya sebagai Nabi (bukan Rasul, mu’jizat, dan
irhas) akan tetapi suatu kejadian yang luar biasa terjadi pada diri hamba yang lahirnya
merupakan golongan orang saleh (Al-Irbili, 1995).
Para ulama mazhab empat berpendapat bahwa karamah itu terjadi pada diri orang
saleh, sebab para mursyid adalah ahli warisnya Nabi Muhammad Saw. Kedudukan para
mursyid tidaklah ma’sum (terbebas dari segala kesalahan) seperti para anbiya’ akan tetapi
mereka terpelihara dari segala maksiat (mahfudh), sikap para mursyid selalu mengikuti
sunnah Rasulullah Saw sebagai landasan kehidupan mereka.
Pensyarah kitab Jauhar al-Tauhid al-‘Allamah Syaikh Ibrahim al-Luqani menjelaskan
bahwa eksisitensi dari karamah dalam syari’at Islam merupakan suatu ketetapan yang harus
diyakini bagi setiap muslim, sebab karamah itu ada dan sering terjadi dalam kehidupan
sehari-hari (Al-Syaikh Ibrahim al-Luqani, 1995). Karamah dapat saja terjadi sewaktu para
mursyid masih hidup di dunia ataupun setelah wafat, namun munculnya karamah bagi
mursyid setelah wafat itu lebih utama disebabkan karena rohnya para mursyid telah suci dari
segala kekurangan sebab tidak berhubungan lagi dengan dunia fana ini.
Para ulama mazhab empat serta jumhur ahlu sunnah wal jama’ah telah bersepakat
tentang karamah yang dapat terjadi baik sewaktu-waktu pada diri mursyid di saat mereka
masih hidup maupun setelah wafat. Imam Sya’rani menjelaskan bahwa ada sebahagian
kekaramahan mursyid yang Allah Swt tugaskan seorang malaikat pada kubur mereka guna
menunaikan segala hajat dan terkadang dia sendiri yang keluar dari kuburnya untuk
menunaikan segala kebutuhan orang-orang yang membutuhkan pertolongannya (Al-Syaikh
Ibrahim al-Luqani, 1995).
137
JURNAL PEMIKIRAN ISLAM
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/jpi
Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2021
Halaman: 135-150
Adapun tentang keberadaan karama, beberapa dalil dapat diketahui berdasarkan pada
Alqurán, as-Sunnah, serta dari para sahabat Rasulullah Saw. Dalil-dalil tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Berdasarkan Alquran
Adapun dalil karamah berdasarkan Alquran itu terdapat dalam QS: 3:37 sebagai
berikut:
َ َفتَ َق َّبلَ َها َر ُّب َها ب َقبُول َح َسن َوأَۢنبَتَ َها َنبَاتًا َح َس ٗنا َو َك َّفلَ َها َز َكر َّياۖ ُُكَّ َما َد َخ َل َعلَ ۡي َها َز َكر َّيا ٱل ۡ ِم ۡح َر
اب
ٍ ِ
ِ
ِ
ٖ
َ
ۡ َ ُ ٓ َ َ َ ُ ُ ۡ َ َ َّ َّ َّ
َ ج َد ع
َ َو
ۡ َ ُ ۡ َ َ َ َ ِ َ َّن ل
َٰ َّ ِند َها ِر ۡز ٗقاۖ قَ َال َي َٰ َم ۡريَ ُم أ
ۡي
ِ ك هَٰذاۖ قالت هو مِن عِن ِد ٱّللِۖ إِن ٱّلل يرزق من يشاء بِغ
َ
٣٧ اب
ٍ حِس
Artinya: “Setiap Zakaria masuk untuk menemui Maryam di Mihrab, ia dapati makanan di
sisinya. Zakaria bertanya: “Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan)
ini?” Maryam menjawab: “Makanan itu dari sisi Allah Swt”, Sesungguhnya Allah
Swt memberi rizki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa usaha.”
Berdasarkan ayat di atas dapat dipahami bahwa hanya Nabi Zakaria a.s yang dapat
melayani segala kebutuhan sayyidah Maryam dan tidak boleh ada seorang pun yang boleh
masuk kedalam mihrab (tempat untuk melaksanakan shalat) tersebut melainkan Nabi Zakaria
a.s, setiap Nabi Zakaria a.s keluar dari mihrab selalu mengunci pintunya dengan baik, maka
tidak ada seorangpun yang bisa masuk ke dalam mihrab tersebut.
Makanan yang diperoleh oleh sayyidah Maryam a.s adalah tersedia dari berbagai
macam jenis makanan yang berlainan yaitu mulai dari buah-buahan yang ada di musim
dingin dapat ia dapati sewaktu berada di musim panas, buahan yang ada di musim panas ia
dapati di musim dingin (Al-Qurtubi, 2006). Inilah kekuasaan Allah Swt yang telah Allah Swt
berikan kepada hamba-Nya dengan tiada berusaha. Ini adalah merupakan suatu contoh
karamah dari sebahagian karamah para waliyullah yang telah dijelaskan oleh Alqur’ān.
Para waliyullah adalah orang yang mengenal Allah Swt dengan selalu melaksanakan
perintah dan menjauhi segala larangan-Nya. Mereka terpelihara dari segala kemaksiatan,
menjauhkan diri dari segala keinginan duniawi.
Adapun contoh karamah wali adalah seperti Asif ibn Barkhia yang membawa
Singasana ratu Balqis dalam sekejap mata. Ia termasuk dalam golongan orang-orang yang
benar (saleh) (Al-Irbili, 1995), usahanya untuk membawa singgasana ratu Balqis dari negeri
Yaman ke sisi Nabi Sulaiman a.s ditempuh dalam waktu sekejap mata singgasana Balqis
138
JURNAL PEMIKIRAN ISLAM
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/jpi
Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2021
Halaman: 135-150
sudah sampai di hadapan Nabi Sulaiman a.s. Peristiwa ini sebagaimana firman Allah Swt
dalam (QS: 27: 40) sebagai berikut:
َ َ َ
َّ َ َ
ََ َ ُ
ََ۠ َ ۡ َ ٞ ۡ ُ َ
َ َ َ
َ
َٰ
ب أنا َءاتِيك بِهِۦ ق ۡبل أن يَ ۡرت َّد إَِلۡك َط ۡرفكَۚ فل َّما َر َءاهُ ُم ۡستَقِ ًّرا
ِت
ك
ٱل
ِن
م
م
ِل
ع
ۥ
ه
ِند
ع
ِي
ٱَّل
قال
ِ
ُ ۡ َ َّ َ َ َ
َ َ َ َ َُ
ۡ
ُ ۡ َ َۡ ُ َۡ ٓ ََُۡ َ ۡ َ
سهِۖۦ َو َمن
ِ ِن َءأشك ُر أم أكف ُر ۖ َو َمن شك َر فإِن َما يشك ُر ِ َِلف
ِ عِندهۥ قال هَٰذا مِن فض ِل ر ِّب َِلبلو
ٞ ن َكر
ٞ َ َ َّ َ َ َ َ
٤٠ يم
ِ ِ كفر فإِن ر ِّب غ
Artinya: Berkatalah yang mempunyai ilmu dari Al-Kitab (kitab yang diturunkan kepada Nabi
Sulaiman a.s): “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu
berkedip, maka tatkala (Nabi Sulaiman a.s) melihat singgasana itu tergeletak
dihadapannya ia pun berkata ini termasuk karunia Tuhanku.”
Ayat ini menjelaskan tentang kejadian luar biasa (karāmah) yang Allah berikan
kepada orang saleh dari kalangan umat Nabi Sulaiman a.s, Dalam pandangan ulama, para
waliyullah hidup di kubur mereka secara barzakhiah yang berbeda dengan kondisi kehidupan
di alam dunia ini. Kehidupan barzakhiah lebih sempurna dari kehidupan di alam dunia ini,
sebab jiwa mereka telah bersih karena tidak berhubungan lagi dengan keinginan duniawi (A.S. J. M. A. al-Y. al-M. Al-Naqsyabandi, 2005). Mereka dapat memahami dan dapat pula
melakukan segala aktifitas yang mereka ingin kerjakan, namun semua pekerjaan itu tidak lagi
dihitung sebagai amal saleh sebab kehidupan mereka telah terputus dengan alam dunia.
Mereka mengetahui siapa yang menziarahinya, dan menjawab salam yang diberikan untuk
mereka serta saling bersilaturrahmi di antara sesama mereka dengan izin Allah Swt (AlIrbili, 1995).
2. Berdaskan as-Sunnah
Dalil karamah berdasarkan as-Sunnah sebagaimana diriwayatkan oleh Abi Hurairah
r.a:
ٌ
لم يتكلم في اْلهد إال ثَلثة عيس ى: عن أبى هريرة رض ي للا عن النبي صلى للا عليه وسلم قال
ُ ْ
ْ
ُ الَل ُه
ُ جلَ ُيق
ٌ َوكانَفيَبنيَإسرائيلَر
ََأ ِّج ُيبهاَأَ ْو:ََفقال،َكان َُيص ِّلىَفجاءَت ُهَأ ْم ُهَفدعت ُه،َجرْي ٌج:
ُ
ُ
ْ
ٌ
فتعرضت، َوكانَجري َج ف ي صومعته،أص ِّلى؟َفقالت اللهم ال تمته حتى تريه وجوه اْلومسات
ً
ٌ
، من جريج: فقالت، فولدت غَلما، فأتت راع ًيا فأمكنته من نفسها،له امرأة وتكلمته فأبى
ُّ وانزلوه،فأتوه فكسروا صومعته
من من أبوك يا: ث ًّم أتى الغَلم فقال، فتوضأ وصلى،وسبوه
ٌ
وكانت امرأة. إال من طين, ال: وقالوا نبني لك صومعتك من ذهب؟ قال، الراعي:غَلم؟ قال
139
JURNAL PEMIKIRAN ISLAM
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/jpi
Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2021
Halaman: 135-150
ً
، اللهم اجعل ابني مثله: فقالت، فمر بها رج ٌل راك ٌب ذو شارة،ترضع ابنا لها من بنى اسرائيل
ُّ ثم أقبل على ثديها ي، اللهم ال تجعلني مثله: فقال، وأقبل على الراك ٌب،فترك ثديها
قال.مصه
ُّ
اللهم: ثم مر بأمة فقالت،يمص إصبعه
كأني أنظر إلى النبي صلى َّللا عليه وسلم: ـأبو هريرة
: لم ذاك؟ فقال: فقالت، اللهم اجعلني مثلها: فترك ثديها فقال،ال تجعل ابني مثل هذه
(Al-‘Asqalāni, ) و لم تفعل، سرقت زنيت: وهذه األمة يقولون،الراك ٌب جب ٌار من الجبابرة
n.d.)
Artinya: Dari Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad Saw, bersabda: “Tidak berbicara dalam
buaian hanya tiga bayi yaitu: Isa, dan seorang laki-laki di antara Bani Israil yang
bernama Juraij, dia sedang melakukan shalat, maka ibunya datang kepadanya dan
memanggilnya, dan dia berkata dalam hatinya: haruskah saya menjawabnya, atau
haruskah saya meneruskan melakukan shalat? Ibunya berkata, " Ya Allah, jangan
Engkau matikan Juraij sebelum Engkau perlihatkan kepadanya kecantikan wanita
pezina (fitnah wanita pezina)”, beberapa waktu berselang, setelah peristiwa Juraij
dan ibunya tadi.Pada suatu saat ketika Juraij berada di tempat peribadatannya,
kemudian seorang wanita datang kepadanya dan berbicara dengannya, tetapi Juraij
menolaknya, ketika Juraij menolaknya maka perempuan tersebut mendatangi
pengembala serta menyerahkan dirinya, sehingga melahirkan seorang anak laki-laki,
maka pelacur tersebut mengatakan bahwa anak laki-laki tersebut adalah anaknya
Juraij, ketika berita itu tersebar maka datanglah orang-orang menghancurkan tempat
peribadatannya, dan mereka menjatuhkannya dan mengutuknya, kemudian Juraij
berwudhuk dan shalat (untuk meminta pertolongan dari Allah Swt). Setelah itu
Juraij mendatangi bayi yang dituduhkan perempuan tadi sebagai anak Juraij, seraya
berkata: Siapa ayahmu, nak? dia berkata: Sang Gembala. Setelah melihat keajaiban
tersebut orang-orang yang telah merobohkan tempat peribadatannya, mereka ingin
membangun kembali tempat peribadatannya yang terbuat dari emas, namun Juraij
menolaknya ia hanya menginginkan tempat peribadatannya dibuat seperti semula”.
Adapun bayi yang ketiga adalah: bayi seorang wanita yang sedang menyusui dari
kalangan Bani Israil, kemudian lewatlah seorang pemuda tampan dengan
mengenderai kuda, dia berkata: Ya, Allah jadikanlah anakku seperti dia, maka
anaknya tidak menyusui lagi (disebabkan karena doá ibunya) dengan mendekati
pemuda yang mengenderai kuda, kemudian dia berkata: Ya, Allah janganlah Engkau
jadikan aku seperti dia, kemudian dia kembali menyusui. Abu Hurairah berkata:
Seolah-olah saya melihat Nabi Muhammad Saw, mengisap jarinya. Kemudian
ibunya melewati budak perempuan dan ibunya berkata: Ya, Allah jangan Engkau
jadikan anakku seperti ini, maka anaknya kembali tidak menyusui dan anaknya
berkata: Ya, Allah jadikanlah akau seperti dia (budak perempuan), lantas kemudian
ibunya berkata: mengapa tidak?, kemudian anaknya berkata kepada ibunya: pria
tampan yang menuggangi kuda adalah seorang sosok figur yang sombong dan
keras, sedangkan budak perempuan ini telah difitnah oleh kaum Bani Israil, bahwa ia
telah mencuri dan berzina, padahal ia tidak pernah melakukan perbuatan keji
tersebut.
140
JURNAL PEMIKIRAN ISLAM
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/jpi
Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2021
Halaman: 135-150
Berdasarkan hadis di atas memperlihatkan bahwa karamah itu nyata terjadi pada
umat sebelumnya, Juraij terbebas dari tuduhan pencabulan dan penzinahan disebabkan karena
anak bayi hasil hubungan gelap antara pelacur dan pengembala dapat berbicara dengan jelas
siapa ayahnya yang sebenarnya dan ini adalah merupakan bagian dari karamah yang dimiliki
oleh Juraij sehingga terbebas dari segala tuduhan pencabulan dan penzinahan.
Begitu juga halnya dengan bayi yang selalu menolak doa ibunya ketika berdoa
untuk dijadikan seperi pemuda ganteng dan terkeren, padahal dia adalah seorang pembual
dan kasar, disebabkan karena ibunya hanya melihat secara fisik semata, sedangkan bayi
mampu melihat secara lahir dan batin serta mampu berbicara, ini adalah suatu kekaramahan
yang Allah berikan untuk ibunya dan dia.
3. Berdasarkan Karamah Para Sahabat Rasulullah Saw
Adapun dalil-dalil karamah berdasarkan para sahabat Rasulullah Saw antara lain:
a. Karamah Sayyidina Abu Bakar Ash-Siddiq r.a.
Diantara karamah yang dimiliki oleh Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq r.a, menurut
pandangan Imam Tajuddin al-Subki terdiri atas dua karamah yaitu: pertama, mampu
mengetahui hari kewafatannya ketika sakit. Kedua, mampu mengetahui bahwa anaknya
yang akan lahir adalah perempuan (An-Nabhani, n.d.).
b. Karamah Sayyidina Umar Ibn Khattab r.a.
Adapun diantara karamah yang dimiliki oleh Sayyidina Umar Ibn Khattab r.a adalah:
suara beliau mampu menjangkau jarak jauh (lintas negara) bagaikan satelit, serta dapat
memberi perintah komando secara langsung dengan tanpa alat komunikasi satelit, kepada
pimpinan pasukan yang terdesak musuh di arena pertempuran (Persia), sedangakan
Sayyidna Umar ibnu Khattab berada di Madinah al-Munawarah, beliau berhasil
memerintahkan kepada pasukan untuk menyingkir ke arah gunung supaya selamat dari
serangan musuh dan seluruh pasukan pertempuran mendengar perintah tersebut,
sehingga pasukan menyingkir ke arah gunug dan pertempuran dimenangkan oleh
pasukan muslim.
Bercermin dari peristiwa tersebut Sayyidna Umar ibnu Khattab r.a memiliki dua
karamah yaitu: kasyaf (mampu melihat kejadian antar negara) dan suaranya mampu
menjangkau antar negara (An-Nabhani, n.d.).
c). Karamah Sayyidina Ali Karamallahu Wajhahu.
141
JURNAL PEMIKIRAN ISLAM
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/jpi
Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2021
Halaman: 135-150
Karamah yang dimiliki oleh Sayyidina Ali Karamallahu Wajhahu, antara lain diketahui
ketika Nabi
Muhammad
Saw
menyuruh
Sayyidina
Abu
Dzar
r.a
untuk
memanggil Sayyidina Ali Karamallahu Wajhahu, sesampai di rumah Sayyidina Ali,
Sayyidina Abu Dzar melihat alat penggiling sedang menggiling gandum padahal tidak
ada seorang pun di sana.
Kejadian aneh yang dilihat oleh Sayyidina Abu Dzar r.a di rumah Ali kemudian
diceritakan kepada baginda Nabi Muhammad Swa, Beliau bersabda, "Wahai Abu Dzar!
Tahukah kamu bahwa Allah Swt memiliki Malaikat-malaikat yang berjalan-jalan di atas
bumi dan mereka diperintahkan untuk membantu keluarga Nabi Muhammad Saw (AnNabhani, n.d.).
d. Karamah Sayyidina Usman Ibnu Affan r.a.
Adapun karamah yang dimiliki oleh Sayyidina Usman Ibnu Affan r.a, antara lain
diketahui ketika pada suatu hari ada seorang laki-laki yang bertamu ke rumah beliau,
laki-laki tersebut baru saja bertemu dengan seorang perempuan di tengah jalan, lalu ia
menghayal akan kecantikannya.
Lantas ketika laki-laki tersebut masuk dalam rumah Sayyidina Utsman bin Affan
beliau berkata kepada laki-laki tersebut, "Aku melihat ada bekas zina di matamu", lantas
laki-laki itu bertanya, "Apakah masih ada wahyu setelah Rasulullah Saw wafat?,
Sayyidina Utsman bin Affan r.a menjawab: "Tidak, ini adalah firasat seorang mukmin".
Sayyidina Utsman bin Affan mengatakan hal tersebut pada laki-laki itu, untuk
mendidik dan menegur laki-laki itu supaya tidak mengulangi apa yang telah
dilakukannya di kemuadian hari.
D. Pembagian Karamah
Dalam perspektif para ulama sufi, karamah dapat di bagi dalam dua katagori yaitu
(Ibrahim, n.d.):
1. Karamah Mauhubah.
Dinamakan dengan karamah mauhubah karena karamah tersebut murni pemberian Allah
Swt untuk hamba-hambaNya yang saleh dengan tidak meminta kepada Allah Swt baik
dengan hatinya ataupun dengan keinginannya dan tidak pula dengan lisannya. Karamah
itu murni pemberian Allah Swt semata dengan tanpa usaha apapun, karamah semacam
ini sering dialami oleh para mursyid tanpa mereka disadari. Hal ini sesuai dengan firman
Allah Swt dalam (QS. 22: 38):
142
JURNAL PEMIKIRAN ISLAM
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/jpi
Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2021
Halaman: 135-150
ۗ ٰ
ان هَّللا يدافع عن الذين امنوا ان هَّللا ال يح ُّب كل خوان كفور
Artinya: Sesungguhnya Allah akan membela orang yang beriman. Sungguh, Allah tidak
menyukai setiap orang yang berkhianat dan kufur nikmat” (QS. 22: 38).
2. Karamah Maksubah.
Karamah maksubah adalah suatu karamah yang terjadi berdasarkan pada pemintaan
para mursyid baik dengan hatinya atau dengan lisannya, sehingga Allah Swt
mengabulkan semua permintaan doa para waliyullah. Sehingga ada ungkapan yang
terkenal dikalangan para mursyid tarekat yaitu: Allah Swt memiliki para kekasih_Nya,
ketika mereka menginginkan sesuatu, pasti Allah Swt akan mengabulkannya. Hal ini
sesuai dengan firman Allah Swt dalam (Q: S: 40: 60):
وقال رُّبكم ادعون ْٓي استجب لكم
Artinya: Dan Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku
perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau
menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina.” (Q: S:
40: 60).
E. Hikmah Munculnya Karamah Bagi Para Mursyid Tarekat
Adapun hikmah munculnya karamah bagi para mursyid tarekat adalah untuk
memualiakan para kekasihNya serta untuk mendukung mereka dalam berdakwah. Dengan
munculnya berbagai macam kejadian yang luar biasa pada diri para mursyid akan menjadi
suatu kemuliaan bagi mereka dikarenakan keimanan serta keihklasan mereka dalam
menjalankan Syariát Allah Swt secara sempurna lahir dan batin. Dengan adanya karamah
dapat mendukung jihad dalam menyebarkan dakwah serta dapat mempertebal keimanan
mereka kepada Allah Swt.
Bagi orang-orang yang mengingkari keberadaan karamah, mereka akan mengatakan
bahwa untuk mendukung penyebaran dakwah tidak dibutuhkan pada karamah para mursyd
tarekat, akan tetapi yang sangat dibutuhkan adalah pada pengkokohan dalil baik secara
empiris maupaun secara rasionalitas.
Tidak terbantahkan bahwa apa yang mereka debatkan dalam berdakwah tidak butuh
pada karamah, akan tetapi dengan bersifat fanatisme dalam menginggkari keberadaan
karamah adalah suatu hal yang tidak dapat dipahami oleh akal sehat sebab munculnya
karamah pada diri mursyid itu bertujuan untuk mendukung jihad mereka serta dapat
mempertebal keimanan kepada Allah Swt dalam berdakwah. Karamah para mursyid tarekat
143
JURNAL PEMIKIRAN ISLAM
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/jpi
Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2021
Halaman: 135-150
dalam menyebarkan dakwah itu bagaikan mu’jizat untuk para nabi a.s, sebab munculnya
karamah para mursyid tarekat dalam menyebarkan dakwah itu adalah bersumber dari
muk’jiat para nabi a.s (Isa, n.d.).
F. Rabitah Mursyid Dalam Perspektif Tarekat Naqsyabandiyah
Rabitah secara etimologi berasal dari bahasa arab
(Munawwir, 1997).
Dan
-))اْلرشد
- الرابطة- (hubungan dan ikatan)
- )penunjuk, pemimpin, pengajar, instruktur( (A.W.
Munawwir, 1997). Sedangkan menurut terminologi sebagaimana diterangkan oleh Maulana
Syaikh Muhammad Amin al-Kurdi adalah suatu upaya memelihara wajah mursyid dengan
penuh adab guna mendapatkan cahaya darinya (Al-Irbili, 1995). Menurut definisi lain
rabithah mursyid adalah menyatunya hati murid dengan hati mursyid dan bersiap untuk
mendapatkan barakah dari mursyid sehingga dia (murid) dekat dengan mursyidnya, beserta
barakah dari Rasulullah Saw hingga dia (murid) dekat dengan Rasulullah Saw dan pada
akhirnya dia (murid) juga dekat dengan Allah Swt disebabkan oleh barakah para mursyid
tarekat dan barakah dari Rasulullah Saw, berdasarkan pada qudrah dan iradah Allah Swt (AlIrbili, 2003).
Fungsi murid memelihara wajah mursyid dalam hayalan yang tertancapkan dalam hati
sanubari serta selalu memelihara hatinya supaya selalu menyatu dengan hati mursyidnya
dengan ketiadaan (“hulul” dan “Ittihad” ) adalah untuk dapat menghasilkan derajat fanā’ fi
al-mursyid (الشيخ
)الفناء في
karena mursyid menjadi tempat terpancarnya rahasia ilahi
(keberkahan) yang merupakan warisan dari amājid (para mursyid) hingga sampai kepada
baginda Rasulullah Saw. Fanā’ fi al-mursyid (الشيخ
untuk menggapai derajat fanā’ fi Allah Swt (للا
)الفناء فيmerupakan pintu pembuka
)الفناء في,
hal itu disebabkan karena,
mursyid merupakan tempat terpancarnya rahasia ilahi (keberkahan) yang merupakan warisan
dari amājid (para mursyid) bersambung sanad hingga sampai kepada baginda Rasulullah
Saw. Konsep ini sesuai dengan istilah yang sangat popular dikalangan para ulama tarekat
naqsyabandiyah adalah: (A.-‘Ārif bi A. M. S. M. ibn A. ibn M. al-K. al-K. Al-Naqsyabandi,
2003)
الفناء في الشيخ مقدمة الفناء في للا. Fana’ murid dalam pantaun mursyid itu adalah
144
JURNAL PEMIKIRAN ISLAM
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/jpi
Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2021
Halaman: 135-150
merupakan permulaan supaya sampai pada derajat fana’ diri murid berada dalam pantaun
Allah Swt.
Adapun fungsi murid berada pada derajat fanā’ fi al-mursyid
— الفنـاء فـي الشـيخ-
adalah supaya murid dapat menghiasi diri mereka dengan sifat-sifat terpuji yang terpancar
dari dalam diri mursyid dengan bercontoh pada mursyidnya (sehingga murid merasakan
selalu berada dalam pantauan mursyidnya) dan dengan keberkahan yang dimiliki oleh
mursyid murid dengan mudah mendapatkan hidayah dan rahmat dari Allah Swt, sebab
mursyid merupakan pewarisnya Nabi Muhammad Saw. Sedangkan fungsi murid berada pada
derajad fanā’ fi Allah Swt
- الفنـاء فـي للا- adalah suatu derajat ketika murid terekat sudah
terbebas dari segala hijab diri dari segala hijab nafsu, sehingga dapat melihat segala sesuatu
yang terjadi dalam alam semesta ini,itu terjadi hanya berdasarkan pada qudrah dan irdah
Allah Swt dengan ketiadaan “Hulul”dan Ïttihad”.
Ketika murid terekat sudah berada pada derajad fanā’ fi Allah Sw -
الفنـاء فـي للا- ,
maka mereka selalu merasa berada dalam pantauan Allah Swt dan selalu menghiasi diri
mereka (murid tarekat) dengan sifat-sifat terpuji, serta menjalankan semua perintah Allah Swt
dan meniggalkan semua larangan_Nya secara lahir dan batin, sehingga sampailah mereka
(murid tarekat) pada derajat tauhid dan inilah yang dinamakan dengan “Tauhid as-Sufi”.
Menghadirkan wajah mursyid (rabitah mursyid) itu adalah tidak berarti murid ingin
meminta sesuatu kepada mursyid, karena mursyid tidak memiliki otoritas apapun untuk dapat
diberikan kepada muridnya, hanyalah Allah Swt yang memiliki otoritas absolute untuk
memberikan sesuatu ataupun tidak memberikan sesuatu untuk murid mereka (mursyid).
Mereka (murid tarekat) berkeyakinan teguh bahwa yang memberikan sesuatu dan
menciptakan sesuatu hanyalah Allah Swt,(M. S. J. M. A. al-Y. al-M. Al-Naqsyabandi, 2005) -
-التأثير التخليق
Adapun syaikh (mursyid) merupakan sebab dari berbagai sebab supaya mudah untuk
mendapatkan limpahan rahmat dari Allah Swt sebab mursyid merupakan pewaris Nabi
Muhammad Saw. Hubungan mursyid dengan murid seperti seorang miskin yang berdiri di
145
JURNAL PEMIKIRAN ISLAM
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/jpi
Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2021
Halaman: 135-150
depan pintu rumah orang kaya untuk memperoleh bantuan darinya dengan keyakinan yang
kuat bahwa yang memberikan nikmat hanyalah Allah Swt.
Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt dalam (Q:S:85:20) adalah sebagai berikut :
ٓ
ُّ
ُ َّ َو
٢٠ ٱّلل مِن َو َرائ ِ ِهم ُّمِيُۢط
Artinya: “Padahal Allah Swt mengepung mereka dari belakang mereka (mereka tidak bisa
lolos dari kekuasaannya).” (QS. 85:20).
Berdasarkan ayat di atas, dapat dipahami bahwa setiap kejadian yang terjadi di dunia
ini itu terjadi berdasarkan qudrah dan iradah Allah Swt semata, ketika manusia diberi otoritas
oleh Allah Swt untuk melakukan sesuatu, itu merupakan oteritas sebab akibat saja
(sunnatullah) agar ketentuan Allah Swt dapat berjalan dengan baik di atas permukaan bumi
dan dikenal dengan otoritas majazi.
Pemahaman seperti ini selalu diajarkan oleh mursyid dalam setiap pembai’atan murid
(berjanji untuk selalu mengamalkan amal saleh dan menjauhi segala larangan secara
sempurna lahir dan batin) pada waktu penerimaan mahasiswa baru. Dengan keyakinan seperti
ini, maka tidak ada alasan lagi untuk mengkafirkan konsep rabithah mursyid yang
berkembang dalam pengamalan tarekat naqsyabandiyah seperti tuduhan yang dilakukan oleh
sebahagian komunitas muslim (Dahlan, n.d.).
G. Dalil-dalil Rabitah Mursyid
Terdapat beberapa dalil untuk mengetahui dan memahami rabithah mursyid, antara lain:
1. Berdasarkan Alquran
Ketika seorang murid bersungguh-sungguh menuntut ilmu dari mursyidnya dan
seorang mursyidpun dengan tulus ikhlas memberikan pendidikan spiritual dan
pengajaran kepada muridnya, hingga terjadilah hubungan yang harmonis antara
keduanya antara murid dan mursyid yang hubungan tersebut terus bersambung hingga
sampai pada Rasulullah Saw.
Murid yang mendapatkan ilmu pengetahuan dari mursyidnya akan memperoleh
keberkahan dan manfaat dalam hidupnya, sebab mendapatkan barakah dari mursyidnya
merupakan sarana dan upaya untuk memperoleh rahmat dan hidayah Allah Swt,
146
JURNAL PEMIKIRAN ISLAM
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/jpi
Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2021
Halaman: 135-150
hubungan antara murid dan mursyid itulah yang dinamakan dengan rabitah mursyid. Hal
ini senada dengan firman Allah Swt dalam (QS. 9:119).
َ
َ ِ ٱلص ِدق
َ ِين َء
َ َّ ْ امنُوا ْ َّٱت ُقوا
َٰ َّ ٱّلل َو ُكونُوا ْ َم َع
َ يََٰٓأ ُّي َها َّٱَّل
١١٩ ني
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah Swt, dan
hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (QS. 9:119).
Menurut pendapat Syaikh al-Akbar Maulana ‘Ubaidullah al-Ahrar bahwa konsep
bersama orang-orang benar
) )الصا دقنيyang telah di perintahkan oleh Allah Swt dalam
ayat di atas itu, terdiri dari dua konsep yaitu: Pertama, konsep kebersamaan secara
jasmaniah (lahiriah) dengan bersama-sama dalam satu majelis hingga terpancar sifat
mulia dari mereka (mursyid) kepada para muridnya. Kedua, adalah konsep kebersamaan
secara maknawiyah (ruhiah/jiwa) yang merupakan cikal bakal berkembangnya konsep
rabithah mursyid (Al-Irbili, 1995). Corak konsep kebersamaan yang kedua ini tidak
terbatas pada dimensi waktu dan ruang, karena konsep kebersamaan seperti ini lintas
dimensi waktu dan ruang dapat terjadi di manapun dan kapanpun,selama megikuti
metode yang telah ditetapkan oleh para mursyid tarekat naqsyabandiyah dengan
ketiadaan “hulul” dan “ittihad”. Oleh sebab itu, ilmu tarekat itu bukanlah ilmu yang
dapat dipelajari hanya melalui membaca kitab maupun buku para sufi, melaikan harus
didapatkan berdasarkan pada perasaan dan penghayatan yang tidak pernah bertentangan
dengan Alquran dan as-Sunnah melalui mursyid tarekat yang telah diizinkan oleh
mursyidnya untuk membimbing murid dan jelas sanad keilmuanya serta jelas sanad
tarekatnya sampai kepada Rasulullah Saw.
2. Berdasarkan Qiyas:
Adapun fungi kebersamaan dengan orang-orang yang benar (mursyid) itu adalah
untuk membangkitkan semangat dalam meningkatkan ketakwaan,ketaatan kepada Allah
Swt,hal ini disebabkan karena cayaha ilahi (limpahan rahmat dan hidayah-Nya) terpancar
dalam jiwa dan raga mursyid yang selalu bersifat dengan sifat terpuji, sebab sifat-sifat
terpuji bagi mereka sudah menjadi karakter dalam kehidupan keseharian mereka.
Konsep rabithah mursyid yang berkembang dalam tarekat naqsyabandiyah itu,pada
dasarnya bersumber dari Alqur’ān seperti halnya rabithah yang telah dilakukan oleh
Nabiyullah Yusuf a.s, di saat di ajak melakukan maksiat oleh Siti Zulaikha,akan tetapi
Nabiyullah Yusuf a.s dapat menghindarinya disebabkan karena pengaruh rabithah
147
JURNAL PEMIKIRAN ISLAM
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/jpi
dengan ayahandanya Nabiyullah
Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2021
Halaman: 135-150
Syu’ib a.s, sebagimana firman Allah Swt dalam
(QS.12:24) yaitu:
ۡ َولَ َق ۡد َه َّم
ُٱلس ٓو َء َوٱلۡ َف ۡح َشا ٓ َء إنَّهۥ
ُّ ت بهِۦ َو َه َّم ب َها ل َ ۡو ََلٓ أَن َّر َءا بُ ۡر َهَٰ َن َربهِۦ َك َذَٰل َِك ِلِ َ ۡۡص َف َع ۡن ُه
ِ َۚ
ۖ
َۚ
ِ
ِ
ِ
ِ
َ
َ م ِۡن عِبَادِنَا ٱل ۡ ُم ۡخلص
٢٤ ني
ِ
Artinya: “Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan
Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata
dia tidak melihat tanda (dari Tuhan-Nya). Demikianlah, agar kami memalingkan
dari padanya kemungkaran dan kejadian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk
hamba-hamba kami yang terpilih.” (QS.12:24).
Penjelasan Ibnu Katsir dalam tafsirnya tentang - برهان- adalah telah terjadi perbedaan
pendapat yang kontradiktif di kalangan ulama dalam menganalisis makna “burhan”
tersebut, seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan
“burhan” itu adalah melihat wajah (ayahandanya) Nabiyullah Ya’qub a.s. Nabiyullah
Ya’qub a.s (ayahandanya) seakan-akan sedang marah kepadanya. Sementara riwayat lain
menjelaskan (ayahandanya) Nabiyullah Ya’qub a.s memukul dada Nabi Yusuf a.s (AlImam al-Hāfīd Ismail ibn Kastir al-Dimasyqi, 2000).
Berdasarkan deskripsi interpretasi pendapat para ulama,tentang ayat di atas, jelaslah
bahwa faktor yang membuat Nabiyullah Yusuf a.s terlepas dari cengkraman kemaksiatan
itu adalah adanya rabithah (hubungan/ikatan) baik dengan melihat ayahandanya, suami
Zulaikha, malaikat ataupun tanda-tanda kebesaran Allah Swt lainya. Itu semua
merupakan dasar-dasar konsep rabithah mursyid yang berkembang dalam tarekat
naqsyabandiyah.
Adapun sebab-sebab ulama tarekat naqsyabandiyah melalukan rabithah dengan ahli
silsilah (para mursyid) dikarenakan menurut pandangan para ulama tarekat bahwa ruhaniyah
mursyid itu hidup di kuburnya dan dapat melakukan tindakan untuk mengatur (Munawwir,
1997)
)(الترصف
(A.-S. J. M. A. al-Y. al-M. Al-Naqsyabandi, 2005), dan dapat pula memberi
bantuan, pertolongan (Munawwir, 1997)
(( )الامدادAl-Irbili, 1995) layaknya seperti semasa
hidup di dunia dengan sebab barakah mereka itulah akan mendapatkan hidayah rahmat dari
Allah Swt.
Dalam tarekat naqsyabandiyah, rabithah mursyid merupakan salah satu metode yang
paling ampuh untuk mencapai kesempurnaan jiwa dan untuk lebih mudah dekat dengan
148
JURNAL PEMIKIRAN ISLAM
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/jpi
Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2021
Halaman: 135-150
Allah Swt. Sebab fungsi mursyid dalam tarekat naqsyabadiyah adalah penghubung dengan
Rasulullah Saw, dan Rasulullah Saw merupakan penghubung dengan Allah Swt, hal ini
bagaikan mata rantai yang saling berhubungan antara satu sama lain (A.-S. J. M. A. al-Y. alM. Al-Naqsyabandi, 2005).
Dengan demikian,menurut hemat penulis pengamalan rabitah mursyid yang telah
berkembang dalam tarekat naqsyabandiyah sesuai dengan tuntunan syariát Islam dan tidak
tergolong dalam perbuatan syirik, sebab pada keyakinan para penganut tarekat
naqsyabandiyah makhluk tidak memiliki otoritas apapun dalam melakukan segala aktifitas
mereka melainkan berdasarkan pada ketentuan Allah Swt, ketika mursyid mampu melakukan
suatu pekerjaan yang luar biasa yang dikenal dengan istilah karamah, kejadian karamah
itupun terjadi berdasarkan kehendak Allah Swt.
K. Kesimpulan
Setelah mengkaji dan meneliti dari berbagai sumber referensi yang ada, baik dari
sumber referensi primer maupun referensi sekunder yang berkaitan dengan karamah dan
rabitah mursyid, maka dapat penulis simpulkan antara lain sebagai berikut:
1. Karamah bagi para mursyid tarekat adalah berfungsi untuk memualiakan para kekasih
Allah Swt, serta untuk mendukung mereka dalam berdakwah dan sangat sesuai dengan
tuntunan Syariat Islam, sebab karamah itu muncul bersumber dari mu’jizat Nabi
Muhammad Saw. Dengan munculnya berbagai macam kejadian yang luar biasa (karamah)
pada diri para mursyid merupakan sebuah kemulian untuk mereka dikarenakan keimanan
mereka serta keihklasan mereka dalam menjalankan Syariát Islam secara sempurna.
2. Bertawassul dengan Nabi Muhammad Saw serta para mursyid tarekat yang telah wafat
tidak bertentangan dengan ajaran Islam, sebab pelaksanaan tawasul berlandaskan pada
pengajaran Alqur’an dan al-Sunnah dan bukan pula permasalahan baru dalam syari’at
Islam.
3. Pengamalan rabitah mursyid yang telah berkembang dalam tarekat naqsyabandiyah sesuai
dengan tuntunan syariát Islam dan tidak tergolong dalam perbuatan syirik, sebab pada
keyakinan para penganut tarekat naqsyabandiyah makhluk tidak memiliki otoritas apapun
dalam melakukan segala aktifitas mereka melainkan berdasarkan pada ketentuan Allah
Swt, ketika mursyid mampu melakukan suatu pekerjaan yang luar biasa yang dikenal
dengan istilah karamah, karamah itupun terjadi berdasrkan pada kehendak Allah Swt.
149
JURNAL PEMIKIRAN ISLAM
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/jpi
Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2021
Halaman: 135-150
DAFTAR PUSTAKA
A.W. Munawwir. (1997). Kamus Al-Munawwir. Pustaka Progressif.
Al-‘Asqalāni, I. al-H. A. bin A. bin H. (n.d.). Fath al-Bāry. Al-Maktabah al-Taufiqiyah.
Al-Imam al-Hāfīd Ismail ibn Kastir al-Dimasyqi. (2000). Tafsir al-Qur’ān al-‘Adim.
Maktabah Aulad al-Syaikh li al-Turast.
Al-Irbili, A.-‘Ārif bi A. M. S. M. A. al-K. (1995). Tanwīr al-Qulūb fi Mu’amalāt ‘Allam alGhuyub. Dar al-Fikr.
Al-Irbili, A.-‘Ārif bi A. M. S. M. A. al-K. (2003). Al-Ijābah al-Rabbāniyah. Dār al-Mustafa.
Al-Naqsyabandi, A.-‘Ārif bi A. M. S. M. ibn A. ibn M. al-K. al-K. (2003). Al-Bahjah alSaniyyah fi Adāb al-Thariqah al-‘Āliyah al-Khālidiyah al-Naqsyabandiyah. Dār alKutub al-‘Alamiyah.
Al-Naqsyabandi, A.-S. J. M. A. al-Y. al-M. (2005). Al-Nafahāt al-Judiyah. Dār al-Judiyah,
Syubra Khaimah.
Al-Qurtubi, A. A. M. ibn A. ibn A. B. (2006). Al-Jāmi’ li Ahkam al-Qur’an. Muassasah alRisālah.
Al-Syaikh Ibrahim al-Luqani. (1995). Syarah Tuhfah al-Murīd. Dār al-Kutub.
Al-Syarqawi, S. al-I. A. (2003). Al-Manh al-Qudsiyah ‘ala al-Hikam al-‘Atāiyah. Dār Hirā’ li
al-Kutub, al-Mahallah al-Kubra.
An-Nabhani, A.-S. Y. I. I. (n.d.). Jami’Karamat Auliya. al-Maktabah at-Taufiqiyah.
Anselm Strauss & Juliet Corbin. (2003). Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, Terj. Muhammad
Shodiq dan Imam Muttaqien. Pustaka Pelajar.
Dahlan, A.-S. Z. (n.d.). Fitnah al-Wahabiyah min al-Futuhāt al-Islamiyah.
Deddy Mulyana. (2001). Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu Komunikasi
dan Ilmu Sosial Lainnya. Rosda Karya.
Hardanii, D. (2020). Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif. CV Pustaka Ilmu Group.
Ibrahim, A.-I. M. Z. (n.d.). Ushul al-Wushul. Maktabah Nuyar.
Isa, A.-S. A. K. (n.d.). Haqaiqu al-Tasawuf. al-Muqattam.
Munawwir, A. W. (1997). Kamus Al-Munawwir. Pustaka Progressif.
150