Academia.eduAcademia.edu

Karamah dan Rabitah Mursyid dalam Perspektif Tarekat Naqsyandiyah

Jurnal Pemikiran Islam

Karamah for the murshid of the tarekat serves to glorify the lovers of Allah, and to support them in preaching according to the guidance of Islamic Shari'a, because the karamah comes from the miracles of the Prophet Muhammad. The purpose of this study is to find out the forms of karamah of the murshid of the tarekat and their practice in the naqsyabandiyah tarekat. As a qualitative research, researchers collect data through literature review to find the data needed for research purposes. The results of the study show that with the appearance of karamah in murshid, it becomes a glory because of their faith and sincerity in implementing Islamic Shari'a perfectly. The practice of rabitah murshid in the Naqshbandiyah congregation is under the guidance of Islamic Shari'a and is not classified as shirk, because of the beliefs of the followers of the Naqshbandiyah congregation do not have any authority in carrying out all their activities but are based on the provisions of Alla...

JURNAL PEMIKIRAN ISLAM https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/jpi Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2021 Halaman: 135-150 KARAMAH DAN RABITAH MURSYID DALAM PERSPEKTIF TAREKAT NAQSYANDIYAH Faisal Muhammad Nur Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry Banda Aceh, email: [email protected] Abstract Karamah for the murshid of the tarekat serves to glorify the lovers of Allah, and to support them in preaching according to the guidance of Islamic Shari'a, because the karamah comes from the miracles of the Prophet Muhammad. The purpose of this study is to find out the forms of karamah of the murshid of the tarekat and their practice in the naqsyabandiyah tarekat. As a qualitative research, researchers collect data through literature review to find the data needed for research purposes. The results of the study show that with the appearance of karamah in murshid, it becomes a glory because of their faith and sincerity in implementing Islamic Shari'a perfectly. The practice of rabitah murshid in the Naqshbandiyah congregation is under the guidance of Islamic Shari'a and is not classified as shirk, because of the beliefs of the followers of the Naqshbandiyah congregation do not have any authority in carrying out all their activities but are based on the provisions of Allah SWT. Those provisions are what they call karamah, and karamah is based on the will of Allah. Keywords: Rabitah mursyid, karamah, tarekat naqsyabandiyah. Abstrak Karamah bagi para mursyid tarekat berfungsi untuk memualiakan para kekasih Allah Swt, serta untuk mendukung mereka dalam berdakwah sesuai dengan tuntunan Syariat Islam, sebab karamah itu bersumber dari mu’jizat Nabi Muhammad Saw. Tujuan penelitian ini ingin mengetahui bentuk-bentuk karamah para mursyid tarekat dan pengamalan mereka dalam tarekat naqsyabandiyah. Sebagai penelitian kualitatif, peneliti mengumpulkan data melalui penelusuran kepustakaan guna menemukan data-data yang dibutuhkan untuk keperluan penelitian. Adapun hasil penelitian yang didapatkan bahwa dengan munculnya karamah pada diri para mursyid menjadi kemuliaan dikarenakan keimanan serta keihklasan mereka dalam menjalankan Syariát Islam secara sempurna. Pengamalan rabitah mursyid dalam tarekat naqsyabandiyah sesuai dengan tuntunan syariát Islam dan tidak tergolong dalam perbuatan syirik, sebab keyakinan para penganut tarekat naqsyabandiyah tidak memiliki otoritas apapun dalam melakukan segala aktifitas mereka melainkan berdasarkan pada ketentuan Allah Swt. Ketentuan itu yang mereka namakan dengan karamah, dan karamah itu terjadi berdasarkan kehendak Allah Swt. Kata kunci: Rabitah mursyid, karamah, tarekat naqsyabandiyah. A. Pendahuluan Karamah merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dipahami oleh setiap muslim sebab karâmahlah yang menjadi pembeda antara sihir dengan yang bukan sihir. Pada masa kini banyak sekali terjadi keajaiban-keajaiban luar biasa muncul dari tangan orang135 JURNAL PEMIKIRAN ISLAM https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/jpi Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2021 Halaman: 135-150 orang yang jauh dari jalan Allah Swt tapi mereka mengakui itu adalah karamah, sehingga dengan mudahnya mereka meninggalkan perintah Allah dengan alasan telah mencapai ilmu hakekat dan telah sampai pada Allah Swt. Menurut syariát Islam kejadian yang luar biasa dapat terjadi bagi siapapun tergantung pada tingkat spiritualitas seseorang dalam menjalankan perintah dan meninggalkan larangan Allah Swt, bagi yang dapat menggapai tingkat ketakwaan akan muncul padanya kejadiankejadian luar biasa di luar rasionalitas manusia dengan izin Allah Swt baik berupa karamah ataupun maúnah, karena keduanya merupakan hadiah dari Allah Swt untuk hambahambaNya yang saleh. Karamah yang terjadi pada diri seorang waliyullah (mursyid) itu bukan atas kehendak para mursyid itu sendiri, akan tetapi terjadi atas kehendak Allah Swt. Para mursyid tarekat tidak akan mampu mempublikasikan kekaramahannya di tempat umum sebab kekaramahannya itu terjadi berdasarkan kehendak dari Allah Swt dan wajib bagi para mursyid untuk menyembunyikan kecuali kalau sudah dinampakkan oleh Allah Swt kepada makhluk-Nya sebagai wujud kekuasaan-Nya. Para mursyid tarekat tidak akan mampu merobek pagarnya takdir dalam mendahirkan kekaramahannya sebab semua itu tergantung pada qudrah dan iradah Allah Swt,hal ini sesuai dengan ungkapan Imam Ibnu Átaillah as-Sakandari dalam kitab Äl-Hikam” (Al-Syarqawi, 2003)‫سوابق الهمم ال تخرق اصوار االقدار‬ B. Metode Melihat pada kebutuhan data penelitian, maka peneliti cenderung memilih jenis penelitian kualitatif (Deddy Mulyana, 2001). Jenis ini, peneliti anggap relevan dengan arah penelitian karena dapat mengungkapkan fenomena dari suatu penelitian (Anselm Strauss & Juliet Corbin, 2003). Untuk itu, jenis dan metode kualitatif diharapkan dapat digunakan untuk mendeskripsikan pengamalan rabithah mursyid dalam tarekat naqsyabandiyah. Sebagai penelitian pustaka, peneliti berusaha menelusuri sumber-sumber yang terkait dengan bahan kajian yang akan dilakukan saat melaksanakan penelitian. Sumber pustaka yang ditelusuri meliputi sumber yang tersedia di perpustakaan kampus, maupun sumbersumber yang tersedia pada media online. Sumber-sumber tersebut diharapkan dapat membantu dan memenuhi data penelitian. 136 JURNAL PEMIKIRAN ISLAM https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/jpi Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2021 Halaman: 135-150 Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan melalui teknik dokumentasi (Hardanii, 2020). Data yang terdokumentasikan akan dianalisis berdasarkan sumber yang didapatkan di perpustakaan, maupun sumber-sumber online, baik berupa buku, jurnal dan hasil penelitian yang berkaitan dengan penelitian yang sedang dilakukan. C. Karamah dan dalil-dalilnya Karamah menurut etimologi berasal dari bahasa Arab yaitu -‫ألكرامة‬-, al-karamah yang memiliki berbagai makna antara lain: kehormatan, kewibawaan, keluhuran, dan pengaruh baik (Munawwir, 1997). Sementara secara terminologi, karamah menurut pendapat Maulana Syaikh Muhammad Amin al-Kurdi adalah suatu peristiwa yang luar biasa yang terjadi pada diri seseorang yang tidak menda’wahkan dirinya sebagai Nabi (bukan Rasul, mu’jizat, dan irhas) akan tetapi suatu kejadian yang luar biasa terjadi pada diri hamba yang lahirnya merupakan golongan orang saleh (Al-Irbili, 1995). Para ulama mazhab empat berpendapat bahwa karamah itu terjadi pada diri orang saleh, sebab para mursyid adalah ahli warisnya Nabi Muhammad Saw. Kedudukan para mursyid tidaklah ma’sum (terbebas dari segala kesalahan) seperti para anbiya’ akan tetapi mereka terpelihara dari segala maksiat (mahfudh), sikap para mursyid selalu mengikuti sunnah Rasulullah Saw sebagai landasan kehidupan mereka. Pensyarah kitab Jauhar al-Tauhid al-‘Allamah Syaikh Ibrahim al-Luqani menjelaskan bahwa eksisitensi dari karamah dalam syari’at Islam merupakan suatu ketetapan yang harus diyakini bagi setiap muslim, sebab karamah itu ada dan sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari (Al-Syaikh Ibrahim al-Luqani, 1995). Karamah dapat saja terjadi sewaktu para mursyid masih hidup di dunia ataupun setelah wafat, namun munculnya karamah bagi mursyid setelah wafat itu lebih utama disebabkan karena rohnya para mursyid telah suci dari segala kekurangan sebab tidak berhubungan lagi dengan dunia fana ini. Para ulama mazhab empat serta jumhur ahlu sunnah wal jama’ah telah bersepakat tentang karamah yang dapat terjadi baik sewaktu-waktu pada diri mursyid di saat mereka masih hidup maupun setelah wafat. Imam Sya’rani menjelaskan bahwa ada sebahagian kekaramahan mursyid yang Allah Swt tugaskan seorang malaikat pada kubur mereka guna menunaikan segala hajat dan terkadang dia sendiri yang keluar dari kuburnya untuk menunaikan segala kebutuhan orang-orang yang membutuhkan pertolongannya (Al-Syaikh Ibrahim al-Luqani, 1995). 137 JURNAL PEMIKIRAN ISLAM https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/jpi Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2021 Halaman: 135-150 Adapun tentang keberadaan karama, beberapa dalil dapat diketahui berdasarkan pada Alqurán, as-Sunnah, serta dari para sahabat Rasulullah Saw. Dalil-dalil tersebut adalah sebagai berikut: 1. Berdasarkan Alquran Adapun dalil karamah berdasarkan Alquran itu terdapat dalam QS: 3:37 sebagai berikut: َ ‫َفتَ َق َّبلَ َها َر ُّب َها ب َقبُول َح َسن َوأَۢنبَتَ َها َنبَاتًا َح َس ٗنا َو َك َّفلَ َها َز َكر َّياۖ ُُكَّ َما َد َخ َل َعلَ ۡي َها َز َكر َّيا ٱل ۡ ِم ۡح َر‬ ‫اب‬ ٍ ِ ِ ِ ٖ َ ۡ َ ُ ٓ َ َ َ ُ ُ ۡ َ َ َّ َّ َّ َ ‫ج َد ع‬ َ ‫َو‬ ۡ َ ُ ۡ َ َ َ َ ِ َ ‫َّن ل‬ َٰ َّ ‫ِند َها ِر ۡز ٗقاۖ قَ َال َي َٰ َم ۡريَ ُم أ‬ ‫ۡي‬ ِ ‫ك هَٰذاۖ قالت هو مِن عِن ِد ٱّللِۖ إِن ٱّلل يرزق من يشاء بِغ‬ َ ٣٧ ‫اب‬ ٍ ‫حِس‬ Artinya: “Setiap Zakaria masuk untuk menemui Maryam di Mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakaria bertanya: “Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?” Maryam menjawab: “Makanan itu dari sisi Allah Swt”, Sesungguhnya Allah Swt memberi rizki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa usaha.” Berdasarkan ayat di atas dapat dipahami bahwa hanya Nabi Zakaria a.s yang dapat melayani segala kebutuhan sayyidah Maryam dan tidak boleh ada seorang pun yang boleh masuk kedalam mihrab (tempat untuk melaksanakan shalat) tersebut melainkan Nabi Zakaria a.s, setiap Nabi Zakaria a.s keluar dari mihrab selalu mengunci pintunya dengan baik, maka tidak ada seorangpun yang bisa masuk ke dalam mihrab tersebut. Makanan yang diperoleh oleh sayyidah Maryam a.s adalah tersedia dari berbagai macam jenis makanan yang berlainan yaitu mulai dari buah-buahan yang ada di musim dingin dapat ia dapati sewaktu berada di musim panas, buahan yang ada di musim panas ia dapati di musim dingin (Al-Qurtubi, 2006). Inilah kekuasaan Allah Swt yang telah Allah Swt berikan kepada hamba-Nya dengan tiada berusaha. Ini adalah merupakan suatu contoh karamah dari sebahagian karamah para waliyullah yang telah dijelaskan oleh Alqur’ān. Para waliyullah adalah orang yang mengenal Allah Swt dengan selalu melaksanakan perintah dan menjauhi segala larangan-Nya. Mereka terpelihara dari segala kemaksiatan, menjauhkan diri dari segala keinginan duniawi. Adapun contoh karamah wali adalah seperti Asif ibn Barkhia yang membawa Singasana ratu Balqis dalam sekejap mata. Ia termasuk dalam golongan orang-orang yang benar (saleh) (Al-Irbili, 1995), usahanya untuk membawa singgasana ratu Balqis dari negeri Yaman ke sisi Nabi Sulaiman a.s ditempuh dalam waktu sekejap mata singgasana Balqis 138 JURNAL PEMIKIRAN ISLAM https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/jpi Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2021 Halaman: 135-150 sudah sampai di hadapan Nabi Sulaiman a.s. Peristiwa ini sebagaimana firman Allah Swt dalam (QS: 27: 40) sebagai berikut: َ َ َ َّ َ َ ََ َ ُ ََ۠ َ ۡ َ ٞ ۡ ُ َ َ َ َ َ َٰ ‫ب أنا َءاتِيك بِهِۦ ق ۡبل أن يَ ۡرت َّد إَِلۡك َط ۡرفكَۚ فل َّما َر َءاهُ ُم ۡستَقِ ًّرا‬ ‫ِت‬ ‫ك‬ ‫ٱل‬ ‫ِن‬ ‫م‬ ‫م‬ ‫ِل‬ ‫ع‬ ‫ۥ‬ ‫ه‬ ‫ِند‬ ‫ع‬ ‫ِي‬ ‫ٱَّل‬ ‫قال‬ ِ ُ ۡ َ َّ َ َ َ َ َ َ َ َُ ۡ ُ ۡ َ َۡ ُ َۡ ٓ ََُۡ َ ۡ َ ‫سهِۖۦ َو َمن‬ ِ ‫ِن َءأشك ُر أم أكف ُر ۖ َو َمن شك َر فإِن َما يشك ُر ِ َِلف‬ ِ ‫عِندهۥ قال هَٰذا مِن فض ِل ر ِّب َِلبلو‬ ٞ ‫ن َكر‬ ٞ َ َ َّ َ َ َ َ ٤٠ ‫يم‬ ِ ِ ‫كفر فإِن ر ِّب غ‬ Artinya: Berkatalah yang mempunyai ilmu dari Al-Kitab (kitab yang diturunkan kepada Nabi Sulaiman a.s): “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip, maka tatkala (Nabi Sulaiman a.s) melihat singgasana itu tergeletak dihadapannya ia pun berkata ini termasuk karunia Tuhanku.” Ayat ini menjelaskan tentang kejadian luar biasa (karāmah) yang Allah berikan kepada orang saleh dari kalangan umat Nabi Sulaiman a.s, Dalam pandangan ulama, para waliyullah hidup di kubur mereka secara barzakhiah yang berbeda dengan kondisi kehidupan di alam dunia ini. Kehidupan barzakhiah lebih sempurna dari kehidupan di alam dunia ini, sebab jiwa mereka telah bersih karena tidak berhubungan lagi dengan keinginan duniawi (A.S. J. M. A. al-Y. al-M. Al-Naqsyabandi, 2005). Mereka dapat memahami dan dapat pula melakukan segala aktifitas yang mereka ingin kerjakan, namun semua pekerjaan itu tidak lagi dihitung sebagai amal saleh sebab kehidupan mereka telah terputus dengan alam dunia. Mereka mengetahui siapa yang menziarahinya, dan menjawab salam yang diberikan untuk mereka serta saling bersilaturrahmi di antara sesama mereka dengan izin Allah Swt (AlIrbili, 1995). 2. Berdaskan as-Sunnah Dalil karamah berdasarkan as-Sunnah sebagaimana diriwayatkan oleh Abi Hurairah r.a: ٌ ‫ لم يتكلم في اْلهد إال ثَلثة عيس ى‬: ‫عن أبى هريرة رض ي للا عن النبي صلى للا عليه وسلم قال‬ ُ ْ ْ ُ ‫الَل ُه‬ ُ ‫جلَ ُيق‬ ٌ ‫َوكانَفيَبنيَإسرائيلَر‬ َ‫َأ ِّج ُيبهاَأَ ْو‬:َ‫َفقال‬،‫َكان َُيص ِّلىَفجاءَت ُهَأ ْم ُهَفدعت ُه‬،‫َجرْي ٌج‬: ُ ُ ْ ٌ ‫ فتعرضت‬،‫ َوكانَجري َج ف ي صومعته‬،‫أص ِّلى؟َفقالت اللهم ال تمته حتى تريه وجوه اْلومسات‬ ً ٌ ،‫ من جريج‬:‫ فقالت‬،‫ فولدت غَلما‬،‫ فأتت راع ًيا فأمكنته من نفسها‬،‫له امرأة وتكلمته فأبى‬ ُّ ‫ وانزلوه‬،‫فأتوه فكسروا صومعته‬ ‫ من من أبوك يا‬:‫ ث ًّم أتى الغَلم فقال‬،‫ فتوضأ وصلى‬،‫وسبوه‬ ٌ ‫ وكانت امرأة‬.‫ إال من طين‬,‫ ال‬:‫ وقالوا نبني لك صومعتك من ذهب؟ قال‬،‫ الراعي‬:‫غَلم؟ قال‬ 139 JURNAL PEMIKIRAN ISLAM https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/jpi Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2021 Halaman: 135-150 ً ،‫ اللهم اجعل ابني مثله‬:‫ فقالت‬،‫ فمر بها رج ٌل راك ٌب ذو شارة‬،‫ترضع ابنا لها من بنى اسرائيل‬ ُّ ‫ ثم أقبل على ثديها ي‬،‫ اللهم ال تجعلني مثله‬: ‫ فقال‬،‫ وأقبل على الراك ٌب‬،‫فترك ثديها‬ ‫ قال‬.‫مصه‬ ُّ ‫ اللهم‬:‫ ثم مر بأمة فقالت‬،‫يمص إصبعه‬ ‫ كأني أنظر إلى النبي صلى َّللا عليه وسلم‬: ‫ـأبو هريرة‬ :‫ لم ذاك؟ فقال‬:‫ فقالت‬،‫ اللهم اجعلني مثلها‬:‫ فترك ثديها فقال‬،‫ال تجعل ابني مثل هذه‬ (Al-‘Asqalāni, )‫ و لم تفعل‬،‫ سرقت زنيت‬:‫ وهذه األمة يقولون‬،‫الراك ٌب جب ٌار من الجبابرة‬ n.d.) Artinya: Dari Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad Saw, bersabda: “Tidak berbicara dalam buaian hanya tiga bayi yaitu: Isa, dan seorang laki-laki di antara Bani Israil yang bernama Juraij, dia sedang melakukan shalat, maka ibunya datang kepadanya dan memanggilnya, dan dia berkata dalam hatinya: haruskah saya menjawabnya, atau haruskah saya meneruskan melakukan shalat? Ibunya berkata, " Ya Allah, jangan Engkau matikan Juraij sebelum Engkau perlihatkan kepadanya kecantikan wanita pezina (fitnah wanita pezina)”, beberapa waktu berselang, setelah peristiwa Juraij dan ibunya tadi.Pada suatu saat ketika Juraij berada di tempat peribadatannya, kemudian seorang wanita datang kepadanya dan berbicara dengannya, tetapi Juraij menolaknya, ketika Juraij menolaknya maka perempuan tersebut mendatangi pengembala serta menyerahkan dirinya, sehingga melahirkan seorang anak laki-laki, maka pelacur tersebut mengatakan bahwa anak laki-laki tersebut adalah anaknya Juraij, ketika berita itu tersebar maka datanglah orang-orang menghancurkan tempat peribadatannya, dan mereka menjatuhkannya dan mengutuknya, kemudian Juraij berwudhuk dan shalat (untuk meminta pertolongan dari Allah Swt). Setelah itu Juraij mendatangi bayi yang dituduhkan perempuan tadi sebagai anak Juraij, seraya berkata: Siapa ayahmu, nak? dia berkata: Sang Gembala. Setelah melihat keajaiban tersebut orang-orang yang telah merobohkan tempat peribadatannya, mereka ingin membangun kembali tempat peribadatannya yang terbuat dari emas, namun Juraij menolaknya ia hanya menginginkan tempat peribadatannya dibuat seperti semula”. Adapun bayi yang ketiga adalah: bayi seorang wanita yang sedang menyusui dari kalangan Bani Israil, kemudian lewatlah seorang pemuda tampan dengan mengenderai kuda, dia berkata: Ya, Allah jadikanlah anakku seperti dia, maka anaknya tidak menyusui lagi (disebabkan karena doá ibunya) dengan mendekati pemuda yang mengenderai kuda, kemudian dia berkata: Ya, Allah janganlah Engkau jadikan aku seperti dia, kemudian dia kembali menyusui. Abu Hurairah berkata: Seolah-olah saya melihat Nabi Muhammad Saw, mengisap jarinya. Kemudian ibunya melewati budak perempuan dan ibunya berkata: Ya, Allah jangan Engkau jadikan anakku seperti ini, maka anaknya kembali tidak menyusui dan anaknya berkata: Ya, Allah jadikanlah akau seperti dia (budak perempuan), lantas kemudian ibunya berkata: mengapa tidak?, kemudian anaknya berkata kepada ibunya: pria tampan yang menuggangi kuda adalah seorang sosok figur yang sombong dan keras, sedangkan budak perempuan ini telah difitnah oleh kaum Bani Israil, bahwa ia telah mencuri dan berzina, padahal ia tidak pernah melakukan perbuatan keji tersebut. 140 JURNAL PEMIKIRAN ISLAM https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/jpi Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2021 Halaman: 135-150 Berdasarkan hadis di atas memperlihatkan bahwa karamah itu nyata terjadi pada umat sebelumnya, Juraij terbebas dari tuduhan pencabulan dan penzinahan disebabkan karena anak bayi hasil hubungan gelap antara pelacur dan pengembala dapat berbicara dengan jelas siapa ayahnya yang sebenarnya dan ini adalah merupakan bagian dari karamah yang dimiliki oleh Juraij sehingga terbebas dari segala tuduhan pencabulan dan penzinahan. Begitu juga halnya dengan bayi yang selalu menolak doa ibunya ketika berdoa untuk dijadikan seperi pemuda ganteng dan terkeren, padahal dia adalah seorang pembual dan kasar, disebabkan karena ibunya hanya melihat secara fisik semata, sedangkan bayi mampu melihat secara lahir dan batin serta mampu berbicara, ini adalah suatu kekaramahan yang Allah berikan untuk ibunya dan dia. 3. Berdasarkan Karamah Para Sahabat Rasulullah Saw Adapun dalil-dalil karamah berdasarkan para sahabat Rasulullah Saw antara lain: a. Karamah Sayyidina Abu Bakar Ash-Siddiq r.a. Diantara karamah yang dimiliki oleh Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq r.a, menurut pandangan Imam Tajuddin al-Subki terdiri atas dua karamah yaitu: pertama, mampu mengetahui hari kewafatannya ketika sakit. Kedua, mampu mengetahui bahwa anaknya yang akan lahir adalah perempuan (An-Nabhani, n.d.). b. Karamah Sayyidina Umar Ibn Khattab r.a. Adapun diantara karamah yang dimiliki oleh Sayyidina Umar Ibn Khattab r.a adalah: suara beliau mampu menjangkau jarak jauh (lintas negara) bagaikan satelit, serta dapat memberi perintah komando secara langsung dengan tanpa alat komunikasi satelit, kepada pimpinan pasukan yang terdesak musuh di arena pertempuran (Persia), sedangakan Sayyidna Umar ibnu Khattab berada di Madinah al-Munawarah, beliau berhasil memerintahkan kepada pasukan untuk menyingkir ke arah gunung supaya selamat dari serangan musuh dan seluruh pasukan pertempuran mendengar perintah tersebut, sehingga pasukan menyingkir ke arah gunug dan pertempuran dimenangkan oleh pasukan muslim. Bercermin dari peristiwa tersebut Sayyidna Umar ibnu Khattab r.a memiliki dua karamah yaitu: kasyaf (mampu melihat kejadian antar negara) dan suaranya mampu menjangkau antar negara (An-Nabhani, n.d.). c). Karamah Sayyidina Ali Karamallahu Wajhahu. 141 JURNAL PEMIKIRAN ISLAM https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/jpi Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2021 Halaman: 135-150 Karamah yang dimiliki oleh Sayyidina Ali Karamallahu Wajhahu, antara lain diketahui ketika Nabi Muhammad Saw menyuruh Sayyidina Abu Dzar r.a untuk memanggil Sayyidina Ali Karamallahu Wajhahu, sesampai di rumah Sayyidina Ali, Sayyidina Abu Dzar melihat alat penggiling sedang menggiling gandum padahal tidak ada seorang pun di sana. Kejadian aneh yang dilihat oleh Sayyidina Abu Dzar r.a di rumah Ali kemudian diceritakan kepada baginda Nabi Muhammad Swa, Beliau bersabda, "Wahai Abu Dzar! Tahukah kamu bahwa Allah Swt memiliki Malaikat-malaikat yang berjalan-jalan di atas bumi dan mereka diperintahkan untuk membantu keluarga Nabi Muhammad Saw (AnNabhani, n.d.). d. Karamah Sayyidina Usman Ibnu Affan r.a. Adapun karamah yang dimiliki oleh Sayyidina Usman Ibnu Affan r.a, antara lain diketahui ketika pada suatu hari ada seorang laki-laki yang bertamu ke rumah beliau, laki-laki tersebut baru saja bertemu dengan seorang perempuan di tengah jalan, lalu ia menghayal akan kecantikannya. Lantas ketika laki-laki tersebut masuk dalam rumah Sayyidina Utsman bin Affan beliau berkata kepada laki-laki tersebut, "Aku melihat ada bekas zina di matamu", lantas laki-laki itu bertanya, "Apakah masih ada wahyu setelah Rasulullah Saw wafat?, Sayyidina Utsman bin Affan r.a menjawab: "Tidak, ini adalah firasat seorang mukmin". Sayyidina Utsman bin Affan mengatakan hal tersebut pada laki-laki itu, untuk mendidik dan menegur laki-laki itu supaya tidak mengulangi apa yang telah dilakukannya di kemuadian hari. D. Pembagian Karamah Dalam perspektif para ulama sufi, karamah dapat di bagi dalam dua katagori yaitu (Ibrahim, n.d.): 1. Karamah Mauhubah. Dinamakan dengan karamah mauhubah karena karamah tersebut murni pemberian Allah Swt untuk hamba-hambaNya yang saleh dengan tidak meminta kepada Allah Swt baik dengan hatinya ataupun dengan keinginannya dan tidak pula dengan lisannya. Karamah itu murni pemberian Allah Swt semata dengan tanpa usaha apapun, karamah semacam ini sering dialami oleh para mursyid tanpa mereka disadari. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt dalam (QS. 22: 38): 142 JURNAL PEMIKIRAN ISLAM https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/jpi Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2021 Halaman: 135-150 ۗ ٰ ‫ان هَّللا يدافع عن الذين امنوا ان هَّللا ال يح ُّب كل خوان كفور‬ Artinya: Sesungguhnya Allah akan membela orang yang beriman. Sungguh, Allah tidak menyukai setiap orang yang berkhianat dan kufur nikmat” (QS. 22: 38). 2. Karamah Maksubah. Karamah maksubah adalah suatu karamah yang terjadi berdasarkan pada pemintaan para mursyid baik dengan hatinya atau dengan lisannya, sehingga Allah Swt mengabulkan semua permintaan doa para waliyullah. Sehingga ada ungkapan yang terkenal dikalangan para mursyid tarekat yaitu: Allah Swt memiliki para kekasih_Nya, ketika mereka menginginkan sesuatu, pasti Allah Swt akan mengabulkannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt dalam (Q: S: 40: 60): ‫وقال رُّبكم ادعون ْٓي استجب لكم‬ Artinya: Dan Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina.” (Q: S: 40: 60). E. Hikmah Munculnya Karamah Bagi Para Mursyid Tarekat Adapun hikmah munculnya karamah bagi para mursyid tarekat adalah untuk memualiakan para kekasihNya serta untuk mendukung mereka dalam berdakwah. Dengan munculnya berbagai macam kejadian yang luar biasa pada diri para mursyid akan menjadi suatu kemuliaan bagi mereka dikarenakan keimanan serta keihklasan mereka dalam menjalankan Syariát Allah Swt secara sempurna lahir dan batin. Dengan adanya karamah dapat mendukung jihad dalam menyebarkan dakwah serta dapat mempertebal keimanan mereka kepada Allah Swt. Bagi orang-orang yang mengingkari keberadaan karamah, mereka akan mengatakan bahwa untuk mendukung penyebaran dakwah tidak dibutuhkan pada karamah para mursyd tarekat, akan tetapi yang sangat dibutuhkan adalah pada pengkokohan dalil baik secara empiris maupaun secara rasionalitas. Tidak terbantahkan bahwa apa yang mereka debatkan dalam berdakwah tidak butuh pada karamah, akan tetapi dengan bersifat fanatisme dalam menginggkari keberadaan karamah adalah suatu hal yang tidak dapat dipahami oleh akal sehat sebab munculnya karamah pada diri mursyid itu bertujuan untuk mendukung jihad mereka serta dapat mempertebal keimanan kepada Allah Swt dalam berdakwah. Karamah para mursyid tarekat 143 JURNAL PEMIKIRAN ISLAM https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/jpi Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2021 Halaman: 135-150 dalam menyebarkan dakwah itu bagaikan mu’jizat untuk para nabi a.s, sebab munculnya karamah para mursyid tarekat dalam menyebarkan dakwah itu adalah bersumber dari muk’jiat para nabi a.s (Isa, n.d.). F. Rabitah Mursyid Dalam Perspektif Tarekat Naqsyabandiyah Rabitah secara etimologi berasal dari bahasa arab (Munawwir, 1997). Dan -)‫)اْلرشد‬ - ‫ الرابطة‬- (hubungan dan ikatan) - )penunjuk, pemimpin, pengajar, instruktur( (A.W. Munawwir, 1997). Sedangkan menurut terminologi sebagaimana diterangkan oleh Maulana Syaikh Muhammad Amin al-Kurdi adalah suatu upaya memelihara wajah mursyid dengan penuh adab guna mendapatkan cahaya darinya (Al-Irbili, 1995). Menurut definisi lain rabithah mursyid adalah menyatunya hati murid dengan hati mursyid dan bersiap untuk mendapatkan barakah dari mursyid sehingga dia (murid) dekat dengan mursyidnya, beserta barakah dari Rasulullah Saw hingga dia (murid) dekat dengan Rasulullah Saw dan pada akhirnya dia (murid) juga dekat dengan Allah Swt disebabkan oleh barakah para mursyid tarekat dan barakah dari Rasulullah Saw, berdasarkan pada qudrah dan iradah Allah Swt (AlIrbili, 2003). Fungsi murid memelihara wajah mursyid dalam hayalan yang tertancapkan dalam hati sanubari serta selalu memelihara hatinya supaya selalu menyatu dengan hati mursyidnya dengan ketiadaan (“hulul” dan “Ittihad” ) adalah untuk dapat menghasilkan derajat fanā’ fi al-mursyid (‫الشيخ‬ ‫)الفناء في‬ karena mursyid menjadi tempat terpancarnya rahasia ilahi (keberkahan) yang merupakan warisan dari amājid (para mursyid) hingga sampai kepada baginda Rasulullah Saw. Fanā’ fi al-mursyid (‫الشيخ‬ untuk menggapai derajat fanā’ fi Allah Swt (‫للا‬ ‫ )الفناء في‬merupakan pintu pembuka ‫)الفناء في‬, hal itu disebabkan karena, mursyid merupakan tempat terpancarnya rahasia ilahi (keberkahan) yang merupakan warisan dari amājid (para mursyid) bersambung sanad hingga sampai kepada baginda Rasulullah Saw. Konsep ini sesuai dengan istilah yang sangat popular dikalangan para ulama tarekat naqsyabandiyah adalah: (A.-‘Ārif bi A. M. S. M. ibn A. ibn M. al-K. al-K. Al-Naqsyabandi, 2003) ‫الفناء في الشيخ مقدمة الفناء في للا‬. Fana’ murid dalam pantaun mursyid itu adalah 144 JURNAL PEMIKIRAN ISLAM https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/jpi Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2021 Halaman: 135-150 merupakan permulaan supaya sampai pada derajat fana’ diri murid berada dalam pantaun Allah Swt. Adapun fungsi murid berada pada derajat fanā’ fi al-mursyid —‫ الفنـاء فـي الشـيخ‬- adalah supaya murid dapat menghiasi diri mereka dengan sifat-sifat terpuji yang terpancar dari dalam diri mursyid dengan bercontoh pada mursyidnya (sehingga murid merasakan selalu berada dalam pantauan mursyidnya) dan dengan keberkahan yang dimiliki oleh mursyid murid dengan mudah mendapatkan hidayah dan rahmat dari Allah Swt, sebab mursyid merupakan pewarisnya Nabi Muhammad Saw. Sedangkan fungsi murid berada pada derajad fanā’ fi Allah Swt - ‫ الفنـاء فـي للا‬- adalah suatu derajat ketika murid terekat sudah terbebas dari segala hijab diri dari segala hijab nafsu, sehingga dapat melihat segala sesuatu yang terjadi dalam alam semesta ini,itu terjadi hanya berdasarkan pada qudrah dan irdah Allah Swt dengan ketiadaan “Hulul”dan Ïttihad”. Ketika murid terekat sudah berada pada derajad fanā’ fi Allah Sw - ‫ الفنـاء فـي للا‬- , maka mereka selalu merasa berada dalam pantauan Allah Swt dan selalu menghiasi diri mereka (murid tarekat) dengan sifat-sifat terpuji, serta menjalankan semua perintah Allah Swt dan meniggalkan semua larangan_Nya secara lahir dan batin, sehingga sampailah mereka (murid tarekat) pada derajat tauhid dan inilah yang dinamakan dengan “Tauhid as-Sufi”. Menghadirkan wajah mursyid (rabitah mursyid) itu adalah tidak berarti murid ingin meminta sesuatu kepada mursyid, karena mursyid tidak memiliki otoritas apapun untuk dapat diberikan kepada muridnya, hanyalah Allah Swt yang memiliki otoritas absolute untuk memberikan sesuatu ataupun tidak memberikan sesuatu untuk murid mereka (mursyid). Mereka (murid tarekat) berkeyakinan teguh bahwa yang memberikan sesuatu dan menciptakan sesuatu hanyalah Allah Swt,(M. S. J. M. A. al-Y. al-M. Al-Naqsyabandi, 2005) - -‫التأثير التخليق‬ Adapun syaikh (mursyid) merupakan sebab dari berbagai sebab supaya mudah untuk mendapatkan limpahan rahmat dari Allah Swt sebab mursyid merupakan pewaris Nabi Muhammad Saw. Hubungan mursyid dengan murid seperti seorang miskin yang berdiri di 145 JURNAL PEMIKIRAN ISLAM https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/jpi Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2021 Halaman: 135-150 depan pintu rumah orang kaya untuk memperoleh bantuan darinya dengan keyakinan yang kuat bahwa yang memberikan nikmat hanyalah Allah Swt. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt dalam (Q:S:85:20) adalah sebagai berikut : ٓ ُّ ُ َّ ‫َو‬ ٢٠ ‫ٱّلل مِن َو َرائ ِ ِهم ُّمِيُۢط‬ Artinya: “Padahal Allah Swt mengepung mereka dari belakang mereka (mereka tidak bisa lolos dari kekuasaannya).” (QS. 85:20). Berdasarkan ayat di atas, dapat dipahami bahwa setiap kejadian yang terjadi di dunia ini itu terjadi berdasarkan qudrah dan iradah Allah Swt semata, ketika manusia diberi otoritas oleh Allah Swt untuk melakukan sesuatu, itu merupakan oteritas sebab akibat saja (sunnatullah) agar ketentuan Allah Swt dapat berjalan dengan baik di atas permukaan bumi dan dikenal dengan otoritas majazi. Pemahaman seperti ini selalu diajarkan oleh mursyid dalam setiap pembai’atan murid (berjanji untuk selalu mengamalkan amal saleh dan menjauhi segala larangan secara sempurna lahir dan batin) pada waktu penerimaan mahasiswa baru. Dengan keyakinan seperti ini, maka tidak ada alasan lagi untuk mengkafirkan konsep rabithah mursyid yang berkembang dalam pengamalan tarekat naqsyabandiyah seperti tuduhan yang dilakukan oleh sebahagian komunitas muslim (Dahlan, n.d.). G. Dalil-dalil Rabitah Mursyid Terdapat beberapa dalil untuk mengetahui dan memahami rabithah mursyid, antara lain: 1. Berdasarkan Alquran Ketika seorang murid bersungguh-sungguh menuntut ilmu dari mursyidnya dan seorang mursyidpun dengan tulus ikhlas memberikan pendidikan spiritual dan pengajaran kepada muridnya, hingga terjadilah hubungan yang harmonis antara keduanya antara murid dan mursyid yang hubungan tersebut terus bersambung hingga sampai pada Rasulullah Saw. Murid yang mendapatkan ilmu pengetahuan dari mursyidnya akan memperoleh keberkahan dan manfaat dalam hidupnya, sebab mendapatkan barakah dari mursyidnya merupakan sarana dan upaya untuk memperoleh rahmat dan hidayah Allah Swt, 146 JURNAL PEMIKIRAN ISLAM https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/jpi Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2021 Halaman: 135-150 hubungan antara murid dan mursyid itulah yang dinamakan dengan rabitah mursyid. Hal ini senada dengan firman Allah Swt dalam (QS. 9:119). َ َ ِ ‫ٱلص ِدق‬ َ ‫ِين َء‬ َ َّ ْ ‫امنُوا ْ َّٱت ُقوا‬ َٰ َّ ‫ٱّلل َو ُكونُوا ْ َم َع‬ َ ‫يََٰٓأ ُّي َها َّٱَّل‬ ١١٩ ‫ني‬ Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah Swt, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (QS. 9:119). Menurut pendapat Syaikh al-Akbar Maulana ‘Ubaidullah al-Ahrar bahwa konsep bersama orang-orang benar )‫ )الصا دقني‬yang telah di perintahkan oleh Allah Swt dalam ayat di atas itu, terdiri dari dua konsep yaitu: Pertama, konsep kebersamaan secara jasmaniah (lahiriah) dengan bersama-sama dalam satu majelis hingga terpancar sifat mulia dari mereka (mursyid) kepada para muridnya. Kedua, adalah konsep kebersamaan secara maknawiyah (ruhiah/jiwa) yang merupakan cikal bakal berkembangnya konsep rabithah mursyid (Al-Irbili, 1995). Corak konsep kebersamaan yang kedua ini tidak terbatas pada dimensi waktu dan ruang, karena konsep kebersamaan seperti ini lintas dimensi waktu dan ruang dapat terjadi di manapun dan kapanpun,selama megikuti metode yang telah ditetapkan oleh para mursyid tarekat naqsyabandiyah dengan ketiadaan “hulul” dan “ittihad”. Oleh sebab itu, ilmu tarekat itu bukanlah ilmu yang dapat dipelajari hanya melalui membaca kitab maupun buku para sufi, melaikan harus didapatkan berdasarkan pada perasaan dan penghayatan yang tidak pernah bertentangan dengan Alquran dan as-Sunnah melalui mursyid tarekat yang telah diizinkan oleh mursyidnya untuk membimbing murid dan jelas sanad keilmuanya serta jelas sanad tarekatnya sampai kepada Rasulullah Saw. 2. Berdasarkan Qiyas: Adapun fungi kebersamaan dengan orang-orang yang benar (mursyid) itu adalah untuk membangkitkan semangat dalam meningkatkan ketakwaan,ketaatan kepada Allah Swt,hal ini disebabkan karena cayaha ilahi (limpahan rahmat dan hidayah-Nya) terpancar dalam jiwa dan raga mursyid yang selalu bersifat dengan sifat terpuji, sebab sifat-sifat terpuji bagi mereka sudah menjadi karakter dalam kehidupan keseharian mereka. Konsep rabithah mursyid yang berkembang dalam tarekat naqsyabandiyah itu,pada dasarnya bersumber dari Alqur’ān seperti halnya rabithah yang telah dilakukan oleh Nabiyullah Yusuf a.s, di saat di ajak melakukan maksiat oleh Siti Zulaikha,akan tetapi Nabiyullah Yusuf a.s dapat menghindarinya disebabkan karena pengaruh rabithah 147 JURNAL PEMIKIRAN ISLAM https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/jpi dengan ayahandanya Nabiyullah Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2021 Halaman: 135-150 Syu’ib a.s, sebagimana firman Allah Swt dalam (QS.12:24) yaitu: ۡ ‫َولَ َق ۡد َه َّم‬ ُ‫ٱلس ٓو َء َوٱلۡ َف ۡح َشا ٓ َء إنَّهۥ‬ ُّ ‫ت بهِۦ َو َه َّم ب َها ل َ ۡو ََلٓ أَن َّر َءا بُ ۡر َهَٰ َن َربهِۦ َك َذَٰل َِك ِلِ َ ۡۡص َف َع ۡن ُه‬ ِ َۚ ۖ َۚ ِ ِ ِ ِ َ َ ‫م ِۡن عِبَادِنَا ٱل ۡ ُم ۡخلص‬ ٢٤ ‫ني‬ ِ Artinya: “Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari Tuhan-Nya). Demikianlah, agar kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kejadian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba kami yang terpilih.” (QS.12:24). Penjelasan Ibnu Katsir dalam tafsirnya tentang -‫ برهان‬- adalah telah terjadi perbedaan pendapat yang kontradiktif di kalangan ulama dalam menganalisis makna “burhan” tersebut, seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan “burhan” itu adalah melihat wajah (ayahandanya) Nabiyullah Ya’qub a.s. Nabiyullah Ya’qub a.s (ayahandanya) seakan-akan sedang marah kepadanya. Sementara riwayat lain menjelaskan (ayahandanya) Nabiyullah Ya’qub a.s memukul dada Nabi Yusuf a.s (AlImam al-Hāfīd Ismail ibn Kastir al-Dimasyqi, 2000). Berdasarkan deskripsi interpretasi pendapat para ulama,tentang ayat di atas, jelaslah bahwa faktor yang membuat Nabiyullah Yusuf a.s terlepas dari cengkraman kemaksiatan itu adalah adanya rabithah (hubungan/ikatan) baik dengan melihat ayahandanya, suami Zulaikha, malaikat ataupun tanda-tanda kebesaran Allah Swt lainya. Itu semua merupakan dasar-dasar konsep rabithah mursyid yang berkembang dalam tarekat naqsyabandiyah. Adapun sebab-sebab ulama tarekat naqsyabandiyah melalukan rabithah dengan ahli silsilah (para mursyid) dikarenakan menurut pandangan para ulama tarekat bahwa ruhaniyah mursyid itu hidup di kuburnya dan dapat melakukan tindakan untuk mengatur (Munawwir, 1997) )‫(الترصف‬ (A.-S. J. M. A. al-Y. al-M. Al-Naqsyabandi, 2005), dan dapat pula memberi bantuan, pertolongan (Munawwir, 1997) (‫( )الامداد‬Al-Irbili, 1995) layaknya seperti semasa hidup di dunia dengan sebab barakah mereka itulah akan mendapatkan hidayah rahmat dari Allah Swt. Dalam tarekat naqsyabandiyah, rabithah mursyid merupakan salah satu metode yang paling ampuh untuk mencapai kesempurnaan jiwa dan untuk lebih mudah dekat dengan 148 JURNAL PEMIKIRAN ISLAM https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/jpi Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2021 Halaman: 135-150 Allah Swt. Sebab fungsi mursyid dalam tarekat naqsyabadiyah adalah penghubung dengan Rasulullah Saw, dan Rasulullah Saw merupakan penghubung dengan Allah Swt, hal ini bagaikan mata rantai yang saling berhubungan antara satu sama lain (A.-S. J. M. A. al-Y. alM. Al-Naqsyabandi, 2005). Dengan demikian,menurut hemat penulis pengamalan rabitah mursyid yang telah berkembang dalam tarekat naqsyabandiyah sesuai dengan tuntunan syariát Islam dan tidak tergolong dalam perbuatan syirik, sebab pada keyakinan para penganut tarekat naqsyabandiyah makhluk tidak memiliki otoritas apapun dalam melakukan segala aktifitas mereka melainkan berdasarkan pada ketentuan Allah Swt, ketika mursyid mampu melakukan suatu pekerjaan yang luar biasa yang dikenal dengan istilah karamah, kejadian karamah itupun terjadi berdasarkan kehendak Allah Swt. K. Kesimpulan Setelah mengkaji dan meneliti dari berbagai sumber referensi yang ada, baik dari sumber referensi primer maupun referensi sekunder yang berkaitan dengan karamah dan rabitah mursyid, maka dapat penulis simpulkan antara lain sebagai berikut: 1. Karamah bagi para mursyid tarekat adalah berfungsi untuk memualiakan para kekasih Allah Swt, serta untuk mendukung mereka dalam berdakwah dan sangat sesuai dengan tuntunan Syariat Islam, sebab karamah itu muncul bersumber dari mu’jizat Nabi Muhammad Saw. Dengan munculnya berbagai macam kejadian yang luar biasa (karamah) pada diri para mursyid merupakan sebuah kemulian untuk mereka dikarenakan keimanan mereka serta keihklasan mereka dalam menjalankan Syariát Islam secara sempurna. 2. Bertawassul dengan Nabi Muhammad Saw serta para mursyid tarekat yang telah wafat tidak bertentangan dengan ajaran Islam, sebab pelaksanaan tawasul berlandaskan pada pengajaran Alqur’an dan al-Sunnah dan bukan pula permasalahan baru dalam syari’at Islam. 3. Pengamalan rabitah mursyid yang telah berkembang dalam tarekat naqsyabandiyah sesuai dengan tuntunan syariát Islam dan tidak tergolong dalam perbuatan syirik, sebab pada keyakinan para penganut tarekat naqsyabandiyah makhluk tidak memiliki otoritas apapun dalam melakukan segala aktifitas mereka melainkan berdasarkan pada ketentuan Allah Swt, ketika mursyid mampu melakukan suatu pekerjaan yang luar biasa yang dikenal dengan istilah karamah, karamah itupun terjadi berdasrkan pada kehendak Allah Swt. 149 JURNAL PEMIKIRAN ISLAM https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/jpi Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2021 Halaman: 135-150 DAFTAR PUSTAKA A.W. Munawwir. (1997). Kamus Al-Munawwir. Pustaka Progressif. Al-‘Asqalāni, I. al-H. A. bin A. bin H. (n.d.). Fath al-Bāry. Al-Maktabah al-Taufiqiyah. Al-Imam al-Hāfīd Ismail ibn Kastir al-Dimasyqi. (2000). Tafsir al-Qur’ān al-‘Adim. Maktabah Aulad al-Syaikh li al-Turast. Al-Irbili, A.-‘Ārif bi A. M. S. M. A. al-K. (1995). Tanwīr al-Qulūb fi Mu’amalāt ‘Allam alGhuyub. Dar al-Fikr. Al-Irbili, A.-‘Ārif bi A. M. S. M. A. al-K. (2003). Al-Ijābah al-Rabbāniyah. Dār al-Mustafa. Al-Naqsyabandi, A.-‘Ārif bi A. M. S. M. ibn A. ibn M. al-K. al-K. (2003). Al-Bahjah alSaniyyah fi Adāb al-Thariqah al-‘Āliyah al-Khālidiyah al-Naqsyabandiyah. Dār alKutub al-‘Alamiyah. Al-Naqsyabandi, A.-S. J. M. A. al-Y. al-M. (2005). Al-Nafahāt al-Judiyah. Dār al-Judiyah, Syubra Khaimah. Al-Qurtubi, A. A. M. ibn A. ibn A. B. (2006). Al-Jāmi’ li Ahkam al-Qur’an. Muassasah alRisālah. Al-Syaikh Ibrahim al-Luqani. (1995). Syarah Tuhfah al-Murīd. Dār al-Kutub. Al-Syarqawi, S. al-I. A. (2003). Al-Manh al-Qudsiyah ‘ala al-Hikam al-‘Atāiyah. Dār Hirā’ li al-Kutub, al-Mahallah al-Kubra. An-Nabhani, A.-S. Y. I. I. (n.d.). Jami’Karamat Auliya. al-Maktabah at-Taufiqiyah. Anselm Strauss & Juliet Corbin. (2003). Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, Terj. Muhammad Shodiq dan Imam Muttaqien. Pustaka Pelajar. Dahlan, A.-S. Z. (n.d.). Fitnah al-Wahabiyah min al-Futuhāt al-Islamiyah. Deddy Mulyana. (2001). Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Rosda Karya. Hardanii, D. (2020). Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif. CV Pustaka Ilmu Group. Ibrahim, A.-I. M. Z. (n.d.). Ushul al-Wushul. Maktabah Nuyar. Isa, A.-S. A. K. (n.d.). Haqaiqu al-Tasawuf. al-Muqattam. Munawwir, A. W. (1997). Kamus Al-Munawwir. Pustaka Progressif. 150