Academia.eduAcademia.edu

4 Menyemai Gambut

2021, kemitraan

Mengambil 4 kasus untuk 4 model pengembangan ekonomi di desa peduli gambut, yaitu: 1. Paludikultur 2. Pertanian Adaptif 3. Kompensasi Langsung dan 4 Profit Sharing. Kasus diambil dari Program Desa Peduli Gambut yang dikelola oleh Kemitraan 2018-2020

EMPAT MENYEMAI GAMBUT PRAKTIK-PRAKTIK REVITALISASI EKONOMI DI DESA PEDULI GAMBUT Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan 2020 w w w.ke mitraan.or.id 1 EMPAT MENYEMAI GAMBUT PRAKTIK-PRAKTIK REVITALISASI EKONOMI DI DESA PEDULI GAMBUT w w w. ke m i t raa n.or.i d 2 EMPAT MENYEMAI GAMBUT PRAKTIK-PRAKTIK REVITALISASI EKONOMI DI DESA PEDULI GAMBUT Penulis: Iwan Kurniawan dan Wisnu Caroko Copyright 2020 w w w.ke mitraan.or.id i EMPAT MENYEMAI GAMBUT PRAKTIK-PRAKTIK REVITALISASI EKONOMI DI DESA PEDULI GAMBUT Empat Menyemai Gambut PRAKTIK-PRAKTIK REVITALISASI EKONOMI DI DESA PEDULI GAMBUT Penulis: Iwan Kurniawan dan Wisnu Caroko Cetakan: Pertama, Desember 2020 ISBN: 978-602-1616-88-8 Diterbitkan oleh Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan The Partnership for Governance Reform Jl. Taman Margasatwa No.26C Ragunan, Jakarta Selatan DKI Jakarta Province 12550 INDONESIA Phone: +62 21 2278 0580 Fax: +62 21 7812325 +62 21 722 4916 www.kemitraan.or.id Foto Cover : Cedharr Program dan Publikasi didukung oleh Copyright 2020 Kemitraan, The Partnership for Governance Reform All rights reserved Unless otherwise indicated, all materials on these pages are copyrighted by the Partnership for Governance Reform in Indoensia. All rights reserved. No part of these pages, either text or image may be used for any purpose other than personal use. Therefore, reproduction, modification, storage in a retrieval system or retransmission, in any form or by any means, electronic, mechanical or otherwise, for reasons other than personal use, is strictly prohibited without prior written permission w w w. ke m i t raa n.or.i d ii D A F TA R I S I Daftar Singkatan dan Istilah v Kata pengantar vii 1 11 BAB I Empat Model dari Kemitraan BAB II Perempuan Penganyam Purun 39 BAB IV Kecipak Patin di Kolam Buntoi 27 BAB III Dari Kopra untuk Pemadam Api 49 BAB V Harapan dari Tepi Sungai Betok BAB VI Penutup 59 Daftar Pustaka 63 w w w.ke mitraan.or.id iii EMPAT MENYEMAI GAMBUT PRAKTIK-PRAKTIK REVITALISASI EKONOMI DI DESA PEDULI GAMBUT w w w. ke m i t raa n.or.i d iv DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH BPD : Badan Permusyawaratan Desa BRG : Badan Restorasi Gambut BUMDes : Badan Usaha Milik Desa DPG : Desa Peduli Gambut EESL : Economic Empowerment and Sustainable Livelihood (Pengembangan Ekonomi dan Penghidupan Berkelanjutan) Hub : Penampung dan penyalur produk unggulan dari desa-desa sekitar ke pasar yang lebih luas ISPA : Infeksi Saluran Pernapasan Atas KPM : Kebun Pangan Mandiri KUBE : Kelompok Usaha Bersama MPA : Masyarakat Peduli Api MPT : Masyarakat Peduli Tabat MPG : Masyarakat Peduli Gambut Paludikultur : kegiatan pertanian berbasis lahan basah yang memanfaatkan komoditas dari lahan gambut secara lestari dan komoditas itu merupakan spesies “endemik” asli gambut PLG : Pengelolaan Lahan Gambut PKK : Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga PMU : Project Management Unit Pokmas : Kelompok Masyarakat w w w.ke mitraan.or.id v EMPAT MENYEMAI GAMBUT PRAKTIK-PRAKTIK REVITALISASI EKONOMI DI DESA PEDULI GAMBUT w w w. ke m i t raa n.or.i d vi KATA PENGANTAR Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi serial bencana yang terus menghantui desa-desa di dalam dan sekitar ekosistem gambut sepanjang tahun 1997, 2014, 2015 hingga terakhir di tahun 2019. Kerugian secara materil hingga keselamatan masyarakat desa menjadi ancaman dari bencana karhutla dan asap yang berkelanjutan di setiap periodenya. Penyelesaian tentang bencana karhutla sering kali masih dilakukan secara reaktif dan menekankan ke aspek penanggulangan daripada pencegahan. Upaya penanganan karhutla hanya diturunkan dari tingkat nasional ke tingka pemerintah daerah di Kabupaten atau Kota. Padahal “Desa” sebagai unit sosial dan unit administratif terkecil menjadi otoritas paling tapak yang berhadapan dengan ekosistem gambut dan risiko karhutla di hutan dan lahan gambut. Salah satu kebijakan terbesar pemerintah dalam upaya “menjaga” lahan gambut adalah dengan dibentuknya Badan Restorasi Gambut (BRG) pada awal tahun 2016 silam, dan upaya melibatkan desa sebagai perancang dan aktor utama pencegahan karhutla melalui restorasi gambut telah dilakukan sejak empat tahun terakhir. Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan (the Partnership for Governance Reform) telah terlibat secara intensif pada Program Desa Peduli Gambut dalam perbaikan w w w.ke mitraan.or.id vii EMPAT MENYEMAI GAMBUT PRAKTIK-PRAKTIK REVITALISASI EKONOMI DI DESA PEDULI GAMBUT tata kelola gambut di lokasi prioritas restorasi gambut yang ditargetkan oleh Badan Restorasi Gambut. Dengan pendekatan 3R, rewetting (pembasahan kembali), revegetation (penanaman kembali), dan revitalization (revitalisasi ekonomi), Program Desa Peduli Gambut melembagakan upaya restorasi gambut di tingkat desa. DPG adalah kerangka penyelaras untuk program– program pembangunan yang ada di perdesaan gambut, khususnya di dalam dan sekitar arealrestorasi gambut. Program DPG meliputi kegiatan fasilitasi pembentukan kawasan perdesaan, perencanaan tata ruang desa dan kawasan perdesaan, identifikasi dan resolusi konflik, pengakuan dan legalisasi hak dan akses, kelembagaan untuk pengelolaan hidrologi dan lahan, kerja sama antar desa, pemberdayaan ekonomi, penguatan pengetahuan lokal, hingga kesiapsiagaan masyarakat desa dalam menghadapi bencana karhutla dan asap di ekosistem gambut. Buku kisah pembelajaran Program DPG yang berjudul “Empat Menyemai Gambut” ini menceritakan salah satu pendekatan program dalam penyatuan paradigma pemberdayaan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan. Buku ini disusun bersama sebagian besar dari fasilitator desa yang menjadi bagian dari pendampingan Kemitraan di 159 desa gambut. Buku ini mengenalkan empat model revitalisasi ekonomi desa yang mendukung kelestarian gambut: 1) paludikultur; 2) pertanian adaptif yang berbasis gambut; 3) kompensasi langsung; dan w w w. ke m i t raa n.or.i d viii KATA PENGANTAR 4) pembagian keuntungan (profit sharing) yang berbasis non-gambut. Keempat model tersebut menjadi refleksi pembelajaran Kemitraan dalam implementasi revitalisasi ekonomi di desa gambut berbasis karakteristik penghidupan ekonomi lokal. Sebagaimana diketahui, pembangunan ekonomi pada ekosistem gambut yang ada di Indonesia sebelum tahun 2015 amat didominasi dengan pendekatan monokultur dan ekstensifikasi pertanian. Melalui buku ini, pembaca akan menyimak beberapa kisah perubahan atau praktik baik (best practices) tentang sistem penghidupan lokal yang ramah gambut, berbasis pengelolaan ekonomi desa yang terintegrasi dengan paradigma pencegahan karhutla, dan memaksimalkan komoditas unggulan di masing-masing desa. Aspek pencegahan karhutla dan pengarusutamaan Pengelolaan dan Perlindungan Ekosistem Gambut menjadi hal yang penting dalam memperkuat ekonomi masyarakat desa gambut di Indonesia hari ini, agar generasi Bangsa Indonesia tidak akan menjadi korban bencana asap dan karhutla di masa yang akan datang. Selamat Membaca ! Salam Hormat, Laode M Syarif, Ph.D Direktur Eksekutif Kemitraan w w w.ke mitraan.or.id ix EMPAT MENYEMAI GAMBUT PRAKTIK-PRAKTIK REVITALISASI EKONOMI DI DESA PEDULI GAMBUT w w w. ke m i t raa n.or.i d x PENDAHULUAN BAB I EMPAT MODEL DARI KEMITRAAN Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan, organisasi multipihak untuk mendorong reformasi di pemerintahan, mengembangkan program Desa Peduli Gambut (DPG). Program ini adalah pendekatan terpadu yang mendorong pengelolaan gambut secara berkelanjutan dan pemberdayaan ekonomi penduduk desa yang tinggal di dalam dan sekitar lahan gambut. Program ini sebenarnya menggabungkan dua pendekatan yang berbeda. Menurut Wisnu Caroko, tenaga ahli Pengembangan Ekonomi dan Penghidupan Berkelanjutan (EESL, Economic Empowerment and Sustainable Livelihood) Kemitraan, pendekatan pemberdayaan ekonomi (economic empowerment) secara konseptual digodok oleh lembaga pemberdayaan dan “sekolah” di Amerika Serikat dengan berfokus pada pada satu atau dua komoditas unggulan desa. “Ini tampak dalam pro- Semakin beragam sumber penghidupan masyarakat, maka semakin kuat daya lenting masyarakat desa tersebut w w w.ke mitraan.or.id 1 EMPAT MENYEMAI GAMBUT PRAKTIK-PRAKTIK REVITALISASI EKONOMI DI DESA PEDULI GAMBUT gram seperti one village, one product,” kata Wisnu (wawancara pribadi, 15 November 2020). Gerakan “satu desa, satu produk” diprakarsai prefektur Oita di Jepang pada 1979 dengan memilih satu produk unggulan yang dianggap paling strategis di setiap desa kemudian fokus untuk dikembangkan. Adapun penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood), kata Wisnu, dikembangkan oleh pegiat dan pemikir pemberdayaan di Eropa. Pendekatan ini berfokus pada upaya agar masyarakat desa lebih lenting dalam menghadapi perubahan. Kelebihan dari pendekatan ini adalah keragaman dalam memilih komoditas dan cara pengembangannya. Asumsinya, semakin beragam sumber penghidupan masyarakat, maka semakin kuat daya lenting masyarakat desa tersebut. Program DPG ini bagian dari kerja sama besar restorasi gambut yang dijalankan Badan Restorasi Gambut (BRG) dengan berbagai mitra kerja, termasuk Kemitraan, untuk mewujudkan target 1000 Desa Peduli Gambut. Hingga Oktober 2020, Kepala BRG Nazir Foead menyatakan jumlah Desa Peduli Gambut sudah mencapai 624 desa (Mahadi, 2020). Program Kemitraan ini dimulai sejak November 2017 dan telah berjalan di 154 desa di tujuh provinsi, yakni 12 desa di Riau, 12 di Jambi, 18 di Sumatera Selatan, 27 di Kalimantan Barat, 76 di Kalimantan Tengah, w w w. ke m i t raa n.or.i d 2 BAB I EMPAT MODEL DARI KEMITRAAN 6 di Kalimantan Selatan, dan 9 di Papua. Semua desa itu memiliki lahan gambut dan beberapa desa bahkan hampir seluruhnya berada di lahan gambut. Berbagai kebakaran di lahan gambut yang terjadi dalam lima tahun terakhir, baik akibat musim maupun ulah manusia, telah merusak gambut dan mengganggu kehidupan masyarakat di desa-desa tersebut. Salah satu dampaknya adalah gangguan pada perekonomian desa sehingga penguatan ekonomi dibutuhkan di sana agar desa dapat mandiri sekaligus menjaga kelestarian gambut. Dengan membantu dalam melindungi dan mengelola ekosistem gambut, penguatan bagi desa-Desa Peduli Gambut ini secara tidak langsung akan turut menurunkan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari lahan gambut yang terdegradasi atau terbakar. Program ini dijalankan dengan lima pendekatan utama, yang disebut “5 Pilar DPG”. Pertama, perencanaan dan regulasi desa partisipatif yang mendorong pembaruan rencana pembangunan jangka menengah desa, rencana kerja pemerintahan desa, anggaran pendapatan dan belanja desa. Kedua, pengembangan ekonomi perdesaan dengan memajukan usaha menengah, kecil, dan mikro serta budidaya peternakan dan pertanian di desa. Ketiga, revitalisasi budaya melalui penguatan kearifan lokal dan masyarakat adat untuk mendukung Keempat, rekonstruksi kelestarian gambut. dan konservasi gambut melalui pembasahan w w w.ke mitraan.or.id 3 EMPAT MENYEMAI GAMBUT PRAKTIK-PRAKTIK REVITALISASI EKONOMI DI DESA PEDULI GAMBUT dan penanaman kembali lahan gambut serta peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kelima, kepastian tenurial dengan menyelesaikan konflik dan pemetaan partisipatif masyarakat. Buku ini berfokus pada pilar kedua, yakni revitalisasi ekonomi desa yang mendukung kelestarian gambut. Kegiatan ini dilakukan dengan empat model revitalisasi ekonomi desa gambut yang dikembangkan Kemitraan yang berupaya menyatukan paradigma pemberdayaan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan. Empat model itu adalah paludikultur, pertanian adaptif yang berbasis gambut, kompensasi langsung, dan pembagian keuntungan (profit sharing) yang berbasis nongambut. Model paludikultur merupakan kegiatan revitalisasi ekonomi yang memanfaatkan komoditas dari lahan gambut secara lestari dan komoditas itu merupakan spesies “endemik” asli gambut. Model ini digunakan, misalnya, dalam pengelolaan anyaman purun oleh Kelompok Masyarakat (Pokmas) Berkat Ilahi di Desa Pulantani, Kecamatan Haur Gading, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, pengolahan sedotan purun ramah lingkungan oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Harapan Kita di Desa Tumbang Nusa, Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah; budidaya ikan gabus oleh BUMDes Do’a Suci di w w w. ke m i t raa n.or.i d 4 BAB I EMPAT MODEL DARI KEMITRAAN Desa Simpang Tiga, Kecamatan Tulung Selapan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan; dan pemanfaatan kayu galam oleh BUMDes Makaryo Sapodo Podo di Desa Sebangau Mulya, Kecamatan Sebangau Kuala, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Menurut Wisnu Caroko, model paludikultur umumnya dipandang sebagai model yang paling pas untuk menyelamatkan lahan gambut, terutama di mata kaum konservasionis. Sayangnya, “Komoditasnya kurang menarik dan terbatas pasarnya,” kata dia. Model pertanian adaptif memanfaatkan komoditas dari lahan gambut secara lestari, tetapi komoditasnya bukan spesies asli gambut tapi adaptif terhadap gambut. Model ini diterapkan, antara lain, pada unit usaha kopra putih oleh BUMDes Karya Pesisir di Desa Sarang Burung Kolam, Kecamatan Jawai, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Ada pula Kebun Pangan Mandiri (KPM) di beberapa desa gambut di Sumatera Selatan dan budidaya cabai merah di Desa Bagan Sinembah Timur, Kecamatan Bagan Sinembah Raya, Rokan Hilir, Riau dan Desa Pulau Damar, Kecamatan Banjang, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. Selain itu ada budidaya buah naga dilakukan di Desa Talio, Kecamatan Pandih Batu, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, dan masih banyak lagi. Sebagai pendekatan ekonomi bersama masyarakat desa gambut, Kebun Pangan Mandiri menjadi strategi w w w.ke mitraan.or.id 5 EMPAT MENYEMAI GAMBUT PRAKTIK-PRAKTIK REVITALISASI EKONOMI DI DESA PEDULI GAMBUT antisipatif terhadap rendahnya ketahanan pangan di level desa. Indikasi rendahnya ketahanan pangan di level desa terlihat dari adanya masyarakat desa yang masih membeli komoditas pangan, padahal mereka dapat menanam sendiri secara mandiri. Kebanyakan komoditas tersebut didatangkan dari jalur suplai berbasis transportasi dari kota ke desa; dan jika ada guncangan dan kendala dalam suplai maka ketahanan pangan desa tercapai. KPM berkembang dalam karakteristik bentang alam yang Gambar 1. Model Kebun Pangan Mandiri berbasis Vertikultur; (Sumber: Kemitraan, 2019) w w w. ke m i t raa n.or.i d 6 BAB I EMPAT MODEL DARI KEMITRAAN beragam di tiap desa gambut seperti berbasis vertikultur (teknik bercocoktanam vertikal di ruang sempit seperti pada pekarangan rumah), teknik ini dapat diadopsi dengan karakteristik pemukiman di ekosistem rawa dengan penggunaan rakit apung dan baluran pematang, kedua adalah teknik berbasis lahan baik itu di gambut atau non-gambut. Oleh karena itu, pendekatan KPM dapat menjadi upaya antisipasi komunitas desa terhadap beragam tekanan suplai pangan di desa baik itu disebabkan oleh kendala transportasi, bencana Covid-19 Model kompensasi langsung adalah kegiatan yang menghidupkan ekonomi desa melalui pemanfaatan komoditas bukan dari lahan gambut tapi kelompok masyarakat pengelolanya merupakan kelompok yang langsung berkontribusi terhadap pelestarian gambut, seperti Masyarakat Peduli Api (MPA) dan Masyarakat Peduli Tabat (MPT). Model ini antara lain diterapkan oleh MPA Desa Buntoi, Kecamatan Kahayan Hilir, Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah dengan budidaya ikan patin. Ada pula MPA Desa Kanamit Barat, Kecamatan Maliku, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah yang mengembangkan pakan ternak sapi. Model pembagian keuntungan diterapkan dengan mengembangkan komoditas yang bukan endemik di lahan gambut dan kelompok masyarakat penerima dana tidak mempunyai kontribusi langsung terhadap pelestarian gambut. Model ini juga mensyaratkan w w w.ke mitraan.or.id 7 EMPAT MENYEMAI GAMBUT PRAKTIK-PRAKTIK REVITALISASI EKONOMI DI DESA PEDULI GAMBUT adanya pembagian keuntungan rata-rata 10 persen dari kegiatan usaha untuk pelestarian gambut yang disalurkan ke kelompok semacam Masyarakat Peduli Gambut (MPG), Masyarakat Peduli Api (MPA), dan Masyarakat Peduli Tabat (MPT). Model ini diterapkan di Desa Peduli Gambut, seperti Desa Simpang Tiga Abadi, Kecamatan Tulung Selapan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan, yang mengembangkan budidaya ikan bandeng dan udang serta demonstration plot (demplot) kebun pangan dan produk olahan bandeng. Ada pula pengelolaan tambak udang dan bandeng di Desa Sungai Lumpur dan Desa Kuala Sungai Jeruju di Kecamatan Cengal, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Beberapa model peternakan baik ayam, bebek, kambing, dan sapi juga dikembangkan di enam provinsi menggunakan skema ini. Gambar 2. Model kebun berbasis Lahan di ekosistem gambut dan non-gambut. (Sumber: Kemitraan, 2019) w w w. ke m i t raa n.or.i d 8 Dalam dua tahun terakhir, Kemitraan telah menerapkan model-model tersebut di berbagai desa. Model diterapkan dengan menimbang kondisi desa, seperti komoditas unggulan di desa tersebut, dan satu desa bisa jadi diterapkan lebih dari satu model sesuai kebutuhan dan keadaannya. Model paludikultur telah diterapkan di 11 desa, pertanian adaptif di 55 desa, kompensasi langsung di tiga desa serta model pembagian keuntungan dari komoditas dari lahan gambut pada 41 desa, dan non-gambut pada 31 desa. Buku ini menggambarkan beberapa kisah perubahan atau praktik baik (best practices) dalam penerapan masing-masing model. Mereka hanyalah contoh yang bisa jadi terjadi di desa-Desa Peduli Gambut lain. Cerita-cerita ini menggambarkan bagaimana perubahan yang terjadi sebelum dan sesudah masyarakat menjalankan sistem pertanian yang ramah terhadap gambut, tidak membakar lahan gambut, dan memaksimalkan komoditas unggulan di masing-masing desa. Kisah ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi desadesa gambut lain dalam mewujudkan pertanian selaras alam yang ramah terhadap gambut. Dengan cara itu, perekonomian desa akan tetap berjalan dan bahkan meningkat sekaligus lahan gambut tetap terjaga kelestariannya. Semua ini akan berujung pada terjaganya lahan gambut dari kebakaran dan penggundulan yang secara nyata telah mengganggu kehidupan masyarakat dan menyumbang kerusakaan pada lapizan ozon kita. w w w.ke mitraan.or.id 9 EMPAT MENYEMAI GAMBUT PRAKTIK-PRAKTIK REVITALISASI EKONOMI DI DESA PEDULI GAMBUT w w w. ke m i t raa n.or.i d 10 BAB II PEREMPUAN PENGANYAM PURUN Kamis pagi, 19 November 2020, Iwan Hermawan keluar dari rumah kontrakannya di Desa Pulantani, Kecamatan Haur Gading, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. Pemuda asal Banjarmasin itu sudah menjadi fasilitator di desa tersebut sejak 2018. Dia kemudian melangkah ke rumah Siti Rahmah, Sekretaris Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Berkat Ilahi, yang terletak sekitar 200 meter dari rumahnya. Hari itu mereka berbincang soal persiapan pelatihan virtual dengan PT Karya Dua Anyam, perusahaan swasta di bidang seni dan kerajinan yang berbasis di Jakarta yang dikenal sebagai Du’Anyam. Berkat Ilahi telah lama bekerja sama dengan perusahaan itu untuk menjual produk anyaman purun dari Pulantani. Siti dan Iwan juga mengecek berbagai pesanan kerajinan purun, baik individu maupun perusahaan. Saat itu mereka harus memenuhi pesanan ratusan bakul dari beberapa orang di Badan Restorasi Gambut (BRG) dan Bambu Lestari. Du’Anyam sendiri memesan 450 bakul dari Desa Pulantani dan 450 bakul dari tetangga mereka, Desa Tambak Sari Panji. Pulantani kini memang menjadi pusat produksi w w w.ke mitraan.or.id 11 EMPAT MENYEMAI GAMBUT PRAKTIK-PRAKTIK REVITALISASI EKONOMI DI DESA PEDULI GAMBUT dan distribusi anyaman purun. “Produk dari desadesa sekitarnya dikirim ke sini untuk dijual keluar daerah,” kata Iwan Hermawan (wawancara pribadi, 20 November 2020). Berkat Ilahi berfokus pada pembuatan anyaman dari purun (Heleocharis dulcis), tanaman rumputrumputan yang menjadi spesies endemik di lahan gambut. Anyaman purun adalah kerajinan tradisional yang diwarisi warga Desa Pulantani, khususnya perempuan, dari nenek moyang mereka. Gambar 3. Komoditas Purun sebagai Tanaman Endemis di Ekosistem Gambut. Sumber: Kemitraan, 2019/Yohanes Prahara W Desa Pulantani terletak di antara Sungai Tabalong di sebelah timur dekat dengan permukiman dan Sungai w w w. ke m i t raa n.or.i d 12 BAB II PEREMPUAN PENGANYAM PURUN Barito di sebelah barat. Permukiman Desa Pulantani berada di sepanjang tepian Sungai Tabalong. Saat musim penghujan hampir seluruh wilayah desa menjadi perairan dan rawa, sedangkan di musim kering air akan surut dan wilayah daratannya menjadi lebih luas. Masyarakat kemudian membuat rumah panggung agar tidak tergenang air ketika musim penghujan tiba. Menurut Badan Restorasi Gambut (2019a), luas lahan gambut di Desa Pulantani sebesar 1517,61 hektare atau sekitar 89 persen dari total luas desa. Sebagian besar wilayah desa itu merupakan hamparan lahan gambut yang letaknya berada di sebelah barat desa, dari kawasan lahan purun hingga kawasan hutan yang berbatasan dengan Desa Taniran, Kecamatan Banua Lima, Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tengah. Desa Pulantani berada di kawasan dataran rendah rawa lebak dengan -ketinggian 3 sampai dengan 11 meter di atas permukaan laut. Jika hutan gambut dibuka atau ada kegiatan yang mengganggu fungsi lahan gambut, maka permukiman dan lahan pertanian masyarakat akan terendam dan tenggelam. w w w.ke mitraan.or.id 13 EMPAT MENYEMAI GAMBUT PRAKTIK-PRAKTIK REVITALISASI EKONOMI DI DESA PEDULI GAMBUT Pada musim penghujan kawasan rendah tersebut merupakan rawa yang digenangi air, masyarakat menyebut “padang”. Di musim kering, air rawa mengering dan berubah menjadi dataran yang digunakan masyarakat untuk lahan pertanian. Pada musim kering, oleh masyarakat dataran ini disebut “pahumaan”. Saat air surut, yang biasanya berlangsung sekitar empat bulan, itulah kaum lelaki desa menanam padi. Saat air pasang, mereka mencari ikan. Namun, musim sering berubah sehingga air pasang sebelum waktunya. Akibatnya, padi mereka puso sebelum tiba musim panen. Hal ini membuat budidaya padi semakin ditinggalkan dan mereka banting setir menjadi buruh di berbagai proyek pembangunan infrastruktur desa. Menurut BRG (2019a), selama beberapa dekade terakhir banyak terjadi peristiwa yang mengancam kelestarian ekosistem gambut di desa ini. Kebakaran lahan gambut cukup besar terjadi pada 1998 dan 2015. Akibatnya, produktivitas pertanian dan perkebunan desa menurun. Selain itu, banyak upaya perusahaan swasta, seperti perusahaan minyak hingga perkebunan kelapa sawit, yang ingin mengeksploitasi dan memanfaatkan lahan gambut di sekitar dan luar desa. Pembukaan dan pengalihan fungsi lahan gambut di wilayah tersebut dapat mengakibatkan peran hutan gambut sebagai pelindung utama kehidupan masyarakat desa akan berkurang atau bahkan hilang. Jika hutan gambut w w w. ke m i t raa n.or.i d 14 BAB II PEREMPUAN PENGANYAM PURUN dibuka atau ada kegiatan yang mengganggu fungsi lahan gambut, maka permukiman dan lahan pertanian masyarakat akan terendam dan tenggelam. Besarnya peran dan ancaman pada lahan gambut itu membuat Desa Pulantani menjadi salah satu desa prioritas restorasi oleh Badan Restorasi Gambut pada tahun 2018. Desa Pulantani berada di sekitar tiga kilometer dari ibu kota Kecamatan Haur Gading dan tujuh kilometer dari ibu kota Kabupaten Hulu Sungai Utara. Dari Banjarmasin, ibu kota Provinsi Kalimantan Selatan, desa itu dapat dicapai dengan transportasi umum seperti “travel” dan “kol” (taksi Mitsubishi L300) sejauh sekitar 170 kilometer yang dapat ditempuh dalam waktu lima jam. Sarana transportasi yang cukup memadai ini sebenarnya dapat memudahkan masyarakat desa mengirim produknya keluar desa. Selain bertani, pendapatan lain penduduk desa berasal dari anyaman purun yang umumnya dilakukan kaum perempuan. Meski pendapatan dari kegiatan ini kurang menguntungkan tapi tetap mereka lakukan karena sudah menjadi kebiasaan turun temurun. Mereka dilatih orang tua mereka menganyam sejak kecil tapi keterampilannya tak berkembang dan jenis anyamannya pun tak bertambah. Namun, di masa paceklik, pendapatan dari anyaman ini menjadi harapan untuk mengasapi dapur. w w w.ke mitraan.or.id 15 EMPAT MENYEMAI GAMBUT PRAKTIK-PRAKTIK REVITALISASI EKONOMI DI DESA PEDULI GAMBUT Gambar 4. Kegiatan pengambilan purun di lahan gambut oleh perempuan di desa gambut. Sumber: Kemitraan, 2019/Yohanes Prahara w w w. ke m i t raa n.or.i d 16 BAB II PEREMPUAN PENGANYAM PURUN Menurut BRG (2019a), tanah gambut di wilayah Desa Pulantani dan sekitarnya termasuk gambut ombrogen. Tanaman ini tumbuh di dataran rawa, mempunyai ketebalan 0,5-6 meter, yang terbentuk dari sisa tumbuhan hutan dan rumput rawa serta hampir selalu tergenang air. Sebagian penduduk desa memiliki kebun purun yang luasnya 87,11 hektare. Letak kebun terdekatnya sekitar 2-3 kilometer dari perkampungan. Menurut Iwan, sekitar sewindu lalu, masyarakat mudah memperoleh purun karena tanaman itu bahkan tumbuh hingga di belakang rumah. Hal ini memudahkan para perajin purun untuk mengumpulkan tanaman tersebut. Ketika kebakaran besar lahan gambut terjadi pada 2015-2017, lahan dekat kampung itu dikuasai gulma, seperti enceng gondok, ayapu, dan susupan gunung. Purun tersingkir dan menjauh dari permukiman. Warga desa harus bersampan yang didorong dengan sebatang tongkat panjang selama sekitar satu jam untuk menemukan tanaman purun terdekat yang terletak sekitar tiga kilometer dari rumah mereka. Ini karena perahu harus melewati rawa-rawa yang banyak rumput dan kayu. Bila menggunakan perahu motor, rumput-rumput itu akan merusak balingbaling mesin. Purun itu mereka kumpulkan dan dijual ke pengrajin dalam bentuk “dapung”, sebutan untuk gulungan purun basah setebal cengkeraman dua tangan. Harganya Rp 5.500 per dapung. Oleh pengrajin, purun basah itu kemudian dipotong, dijemur, lalu ditumbuk agar rata. Potongan purun w w w.ke mitraan.or.id 17 EMPAT MENYEMAI GAMBUT PRAKTIK-PRAKTIK REVITALISASI EKONOMI DI DESA PEDULI GAMBUT itu biasanya dianyam menjadi tikar dan bakul. Tikar dijual ke pengepul seharga Rp 3.500 selembar dan sebuah bakul seharga Rp 1.250 untuk ukuran kecil, Rp 1.600 ukuran sedang, dan Rp 2.000 ukuran besar. Keuntungan pengrajin, kata Iwan, sebetulnya sangat kecil, sekitar Rp 500 sampai Rp 2.700 untuk kerja 4-5 hari. “Mereka tetap melakukan dengan alasan untuk menjaga nini datu bahari, warisan nenek moyang,” kata dia. Masalah lain adalah ketergantungan pada pengepul karena sistem ijon. Pengrajin mendapat utang dari pengepul yang harus dikembalikan dalam bentuk anyaman. “Mereka tak punya pilihan,” kata Iwan. Peluang untuk mengubah kondisi ini muncul ketika Kepala Desa Pulantani Ibnu Atilah berniat untuk mewariskan sesuatu yang bermakna setelah menjabat selama dua periode. Iwan mengusulkan agar pemerintah desa mengembangkan kerajinan purun. Ibnu pun menyambutnya. Pemerintah desa mengucurkan dana Rp 7 juta untuk pelatihan pembuatan dompet dan tas bermotif dari anyaman purun pada Maret 2019. Pesertanya 19 pengrajin muda. Mereka inilah yang menjadi pemrakarsa pendirian Kelompok Usaha Bersama Berkat Ilahi yang disahkan melalui Surat Keputusan Kepala Desa Pulantani Nomor 12/SKKD/PLTN-HG/ VI/2019 pada 4 Juni 2019. Pada mulanya, kelompok ini beranggotakan 19 orang, lalu meningkat menjadi 23 orang dan pada w w w. ke m i t raa n.or.i d 18 BAB II PEREMPUAN PENGANYAM PURUN kini bertambah menjadi 53 orang. Semuanya perempuan, kecuali Ahmad Baihaqi yang menjadi ketua kelompok ini dan memang pandai menganyam. Pengurusnya agak berbeda dari umumnya organisasi. Mereka adalah Siti Rahmah sebagai sekretaris, Rahmawati bendahara, dan Rusmina pengendali mutu. Kelompok ini juga membentuk grup WhatsApp untuk memudahkan koordinasi antar-anggota dan pengurus. Setelah kelompok usaha terbentuk, pengurus kemudian mencari peluang pasar ke berbagai tempat, termasuk ke kantor-kantor pemerintah. Di sana mereka memperkenalkan produk dan membagi selebaran untuk promosi. Pesanan pertama akhirnya datang tiga bulan kemudian. Rumah Sakit Umum Daerah Pambalah Batung di Kota Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara membeli 60 buah tempat air mineral dari purun. Harganya Rp 9.000 per buah. Lalu Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Selatan memesan 400 dompet purun seharga Rp 5.500 per buah. Dukungan revitalisasi ekonomi di Desa Pulantani melalui Program Desa Peduli Gambut dimulai pada tahun 2019. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan, organisasi multipihak untuk mendorong reformasi di pemerintahan, yang bekerja sama dengan Badan w w w.ke mitraan.or.id 19 EMPAT MENYEMAI GAMBUT PRAKTIK-PRAKTIK REVITALISASI EKONOMI DI DESA PEDULI GAMBUT Restorasi Gambut. Anggota Berkat Ilahi mendapat pelatihan anyaman purun dengan desain modern sehingga mereka bisa membuat lebih banyak produk, seperti sandal dan tempat pensil, dan bermacammacam desain dengan mengkombinasikan purun dan kain. Mereka juga mendapat mesin jahit datar yang cocok untuk menggabungkan anyaman purun dan kain. Mesin juga bermanfaat ketika pandemi Covid-19 datang dan pemerintah desa memesan 550 masker kain. Ada pula bantuan akses pasar dan promosi ke kantor-kantor, hotel, dan lembaga lain. Mereka bahkan mengembangkan sayap pemasaran Gambar 5. Produk Anyaman Komunitas Lokal di Desa Pulantani. Sumber: Kemitraan, 2019/Iwan Hermawan w w w. ke m i t raa n.or.i d 20 BAB II PEREMPUAN PENGANYAM PURUN hingga ke online market place seperti Shopee dan Bukalapak. Belakangan pada tahun 2020, mereka berkenalan dengan Du’Anyam untuk perluasan pasar. Inovasi produk ini membuat nilai anyaman mereka menjadi lebih tinggi. Misalnya, harga tas purun biasanya Rp 17 ribu per buah. Ketika tas itu dikombinasikan dengan kain, harganya menjadi Rp 35 ribu per buah. Ketika tas itu dilapisi kain di dalam dan ditambah lis sasirangan, kain tradisional khas Kalimantan Selatan, harganya menjadi Rp 55 ribu. Kelompok ini menyisihkan 10 persen keuntungan untuk keberlanjutan usaha dan kini jumlahnya berkembang menjadi 20 persen. Setelah mendapat bantuan dari Kemitraan, mereka mengalokasikan 10 persen keuntungan untuk kegiatan restorasi gambut. Dana terakhir ini diserahkan ke kelompok Masyarakat Peduli Api (MPA) yang rutin mengawasi lahan gambut untuk mencegah kebakaran dan pemadaman kebakaran. “Penanaman ini juga untuk melawan mitos bahwa purun yang baik itu dari lahan yang terbakar,” kata Iwan. Sebagai bagian program Desa dari Penanaman ini juga untuk melawan mitos bahwa purun yang baik itu dari lahan yang terbakar. Peduli w w w.ke mitraan.or.id 21 EMPAT MENYEMAI GAMBUT PRAKTIK-PRAKTIK REVITALISASI EKONOMI DI DESA PEDULI GAMBUT Gambut, kelompok ini juga menjaga kelestarian gambut. Pada November 2020, dengan bantuan Du’Anyam mereka menanam purun di lahan seluas 1 hektare di dekat permukiman. Penanaman ini untuk menjamin ketersediaan pasokan bahan baku purun dalam jangka waktu lama dan memulihkan lahan gambut yang pernah terbakar. Pengembangan kerajinan anyaman purun di Desa Pulantani termasuk model revitalisasi ekonomi paludikultur. Model yang dikembangkan Kemitraan ini memanfaatkan komoditas dari lahan gambut, baik budidaya atau pemungutan, secara lestari dan komoditas tersebut merupakan spesies “endemik” gambut. Model ini, misalnya, diterapkan Desa Tumbang Nusa di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah yang juga memanfaatkan purun untuk membuat sedotan ramah lingkungan. Desa lain, seperti Desa Simpang Tiga, Kecamatan Tulung Salapan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan mengembangkan budidaya ikan sepat, betok, betik, dan gabus. Adapun Desa Sebangau Mulya, Kecamatan Sebrangan Kuala, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah memanfaatkan kayu galam, tumbuhan endemik di sana. Desa Pulantani kini menjadi pusat pengembangan ekonomi berbasis purun. Berkat Ilahi juga menularkan pengetahuan mereka mengenai organisasi, produksi, dan pemasaran anyaman purun ke desa- w w w. ke m i t raa n.or.i d 22 BAB II PEREMPUAN PENGANYAM PURUN desa tetangga, seperti Tuhuran, Tambak Sari Panji, dan Murung Panggang. Anyaman dari desa-desa itu dikirim ke Pulantani untuk didistribusikan ke berbagai pemesan. Dengan cara ini, Pulantani berpotensi menjadi hub, yakni penampung dan penyalur produk unggulan dari desa-desa sekitar ke pasar yang lebih luas. Dalam acara bincang-bincang mengenai restorasi ekosistem gambut di Kalimantan Tengah di Radio Nirwana pada Senin, 5 Oktober 2020, Siti Rahmah memaparkan berbagai kerja yang dilakukan Berkat Ilahi. Untuk memperluas usaha, kata dia, mereka menjalin kerja sama dengan kelompok-kelompok masyarakat di Desa Peduli Gambut, seperti kelompok masyarakat di Desa Sungai Cabang dan Desa Tuhuran serta desa yang berada di sekitar lokasi project Desa Peduli Gambut. Bentuk kerja sama itu antara lain adalah menjadi instruktur pada pelatihan yang digelar dengan dana desa bersangkutan, mengirim pesanan produk, dan membantu memasarkan produk desa itu. Siti mengakui bahwa ada perubahan perilaku positif yang bisa dirasakan dan dilihat masyarakat setelah mengembangkan usaha kerajinan purun. Perubahan itu, misalnya, bila dulu para pengrajin bersifat individual, kini mereka berkelompok sehingga tercipta ikatan moral yang kuat dan saling peduli antara satu sama lain serta terjalinnya silaturahmi antar-anggota kelompok. Selain itu, bila w w w.ke mitraan.or.id 23 EMPAT MENYEMAI GAMBUT PRAKTIK-PRAKTIK REVITALISASI EKONOMI DI DESA PEDULI GAMBUT dulu tanaman purun di lahan gambut dibiarkan tanpa dipelihara dan dijaga kelestariannya, kini pandangan tersebut berubah. Tanaman purun kini dipelihara karena pengrajin menyadari bahwa purun adalah modal dan bahan baku dalam membuat anyaman yang sekarang harganya lebih tinggi. Pandangan bahwa purun yang terbakar berkualitas baik—yang menyebabkan penduduk membakar lahan gambut—telah ditinggalkan karena muncul kesadaran dari para pengrajin dan masyarakat bahwa tanpa terbakar pun kualitas purun itu tinggi bila dipelihara dan dibersihkan dari gulma-gulma yang menempel di batangnya. Menurut Iwan, kunci keberhasilan usaha semacam kerajinan purun adalah pada prinsip tidak menolak pesanan dan menjalankan setidaknya tiga hal. Pertama, respons cepat. Bila ada pesanan datang, pengrajin harus segera menangani dan mengirimkan pesanan itu. “Bila produk lambat dikirim, pelanggan bisa lari,” katanya. Kedua, ketepatan waktu pengiriman pesanan. Ketiga, kendali mutu. Untuk yang terakhir itulah mengapa kelompok usaha bersama Berkat Ilahi memiliki struktur unik karena punya pengurus yang menjabat sebagai pengendali mutu. Dialah yang memastikan bahwa produk yang dikirim sudah memenuhi standar. w w w. ke m i t raa n.or.i d 24 w w w.ke mitraan.or.id 25 EMPAT MENYEMAI GAMBUT PRAKTIK-PRAKTIK REVITALISASI EKONOMI DI DESA PEDULI GAMBUT w w w. ke m i t raa n.or.i d 26 BAB III DARI KOPRA UNTUK PEMADAM API Azan Isya belum lama berlalu ketika Kepala Desa Sarang Burung Kolam Ardi melangkah menuju kantor Karya Pesisir, awal Maret 2020. Kantor badan usaha milik desa itu menempati sebuah rumah sewa di sebelah kantor desa, yang terletak di tengah Desa Sarang Burung Kolam, Kecamatan Jawai, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Dari arah lain datang Direktur Karya Pesisir Usa Maliki, pengawas BUMDes Masraji, ketua Badan Permusyawaratan Desa Musliman, fasilitator desa Syafari, dan sejumlah perwakilan masyarakat desa. Mereka berduyun-duyun mendatangi kantor itu untuk menghadiri rapat BUMDes Karya Pesisir yang rutin membahas berbagai masalah. Pertemuan 24 orang di ruang tamu kantor tersebut ditemani kopi, kue, bakwan, dan gorengan. Usa Maliki memimpin rapat yang diawali dengan membahas perkembangan unit usaha distribusi bahan bakar minyak. Usaha ini sudah dirancang lama. Karya Pesisir bahkan sudah mendirikan tempat usaha dan menyiapkan segala keperluannya. Namun, mereka terbentur masalah perijinan. Penjualan minyak jenis w w w.ke mitraan.or.id 27 EMPAT MENYEMAI GAMBUT PRAKTIK-PRAKTIK REVITALISASI EKONOMI DI DESA PEDULI GAMBUT Pertalite membutuhkan ijin dari Pertamina. Ijin itulah yang belum turun. Rapat juga membahas perkembangan unit usaha kopra putih. Usaha ini sudah berkembang dan memberi banyak manfaat kepada warga desa tapi membutuhkan dana tambahan dari Karya Pesisir untuk membeli kelapa dari petani dan perluasan tempat penyimpanan. Pembahasan mengenai dana tambahan ini pada mulanya berjalan agak alot tapi berakhir dengan baik. Setelah semua pihak menyampaikan pendapat dan Ardi menyetujui, maka Karya Pesisir diijinkan menyalurkan Rp 50 juta dari total modalnya yang kini berjumlah Rp 150 juta untuk pengembangan usaha kopra. Namun, dari jumlah itu, sebesar Rp 20 juta diambil dari alokasi dana usaha distribusi bahan bakar minyak yang belum berjalan sehingga unit usaha kopra nanti harus mengembalikan dana tersebut. “Pembahasan mengenai dana untuk kopra ini pada awalnya agak berat tapi akhirnya disetujui,” kata Syafari (wawancara pribadi, 19 November 2020). Rapat pun berakhir menjelang tengah malam dengan prospek cerah bagi usaha kopra. Desa Sarang Burung Kolam berada di bagian barat Kabupaten Sambas, persis di pesisir Laut Natuna, Laut Cina Selatan. Desa ini terdiri atas tiga dusun, yaitu Dusun Matang Batu, Dusun Buluh Perindu, dan Dusun Matang Tangkit. Penduduk desa dapat w w w. ke m i t raa n.or.i d 28 BAB III DARI KOPRA UNTUK PEMADAM API mencapai ibu kota Kecamatan Jawai, yang terletak sejauh 12 kilometer, dengan mobil atau sepeda motor selama sekitar 40 menit. Kota Sambas, ibu kota Kabupaten Sambas, terletak sejauh 230 kilometer dan dapat mereka capai melalui jalur darat dan menyeberangi Sungai Tebas Kuala dengan menggunakan feri atau motor air kelotok. Desa ini mengalami puncak kejayaannya di era 1960-an. Ia menjadi pusat perbelanjaan, hiburan, olahraga, dan pendidikan dengan sekolah rakyat, madrasah, dan sekolah orang Cina. Kemajuan desa ini disebabkan karena banyaknya etnis Cina yang hidup berdampingan dengan etnis Melayu di sana (BRG, 2019b). Namun, ketika pecah peristiwa Gerakan 30 September pada 1965 dan gerakan Pasukan Gerilya Rakyat Serawak/Partai Rakyat Kalimantan Utara pada 1967, Pemerintah Kecamatan Jawai mengungsikan kaum Cina, yang menjadi sasaran gerakan tersebut, ke Desa Sentebang. Sejak itu mereka tak pernah kembali. Menurut BRG (2019b), jenis tanah yang terdapat di desa ini adalah “Kalau kami ke hutan, rasanya tenang sekali, enak sekali. Ia jadi tempat kami menenangkan diri,” Hendri, Ketua MPA Desa Sarang Burung w w w.ke mitraan.or.id 29 EMPAT MENYEMAI GAMBUT PRAKTIK-PRAKTIK REVITALISASI EKONOMI DI DESA PEDULI GAMBUT mineral dan gambut. Tanah gambut terletak di Dusun Matang Tangkit dengan kedalaman 0,5 meter hingga tiga meter. Lahan ini tergolong gambut mesotrofik, yang agak subur karena memiliki kandungan mineral dan basa-basa sedang, dan gambut oligotrofik, yang tidak subur karena miskin mineral dan basa-basa. Lahan gambut di Batang Tangkit telah mulai dibuka masyarakat desa sejak 1978. Menurut Ketua Masyarakat Peduli Api (MPA) Desa Sarang Burung Kolam Hendri, sebelum kebakaran besar pada 2015, hutan gambut dekat desa mereka masih dipenuhi pohon-pohon besar dan burungburung masih banyak. “Kalau kami ke hutan, rasanya tenang sekali, enak sekali. Ia jadi tempat kami menenangkan diri,” katanya dalam acara Kongkow Virtual Intip Desa pada 28 Agustus 2020 (Kemitraan Indonesia, 2020). Sebelum tahun itu, kata Hendri, kebakaran memang kerap terjadi di lahan gambut tapi skalanya masih kecil dan masyarakat masih mampu memadamkan dan mengamankannya dengan cara memarit sekitar api sehingga api tak menjalar ke kebun. Menurutnya, ada beberapa aspek mengapa lahan gambut bisa terbakar. Pertama, faktor cuaca. Kalau musim panas, lahan rawan terbakar. Kedua, faktor ekonomi. Masyarakat masih terbiasa membakar lahan dengan bakar karena murah sedangkan pembukaan lahan tanpa bakar memerlukan banyak biaya sehingga. Ketiga, aspek sosial budaya. Masyarakat kurang w w w. ke m i t raa n.or.i d 30 BAB III DARI KOPRA UNTUK PEMADAM API mengerti tentang bahaya lahan yang dibakar dan belum dilatih mengenai hal tersebut. Terakhir, faktor adat. Dari dulu di zaman nenek moyang mereka sampai sekarang, cara mengolah lahan gambut memang dengan teknik ladang berpindah dalam skala kecil di tingkat rumah tangga (kurang dari 2 hektar) dan dibantu penggunaan sekat bakar. Kebakaran besar terjadi di lahan gambut ini pada tahun 2015 yang antara lain karena musim kemarau yang panjang yang membuat lahan gambut kering dan mudah terbakar. “Penyebabnya mungkin ulah manusia. Kami tidak tahu siapa yang membakarnya. Hutan habis. Kami jadi susah mencari kayu,” kata Hendri. Kebakaran lahan ini terjadi di lokasi yang sama setiap tahun sejak 2015. Pada Maret 2019, kebakaran lahan kembali terulang dengan 1 titik api. Namun, hingga saat ini belum ada data mengenai korban kebakaran dan kabut asap di desa. Sepanjang sejarah kebakaran hutan dan lahan di sana tidak pernah menimbulkan korban jiwa maupun warga desa terserang penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) dan sesak napas (BRG, 2019b). Namun, kebakaran dan kabut asap telah merugikan secara finansial karena banyak kebun dan bahkan pondok Legalitas membuat kegiatan lebih optimal w w w.ke mitraan.or.id 31 EMPAT MENYEMAI GAMBUT PRAKTIK-PRAKTIK REVITALISASI EKONOMI DI DESA PEDULI GAMBUT penduduk yang hangus terbakar. Bencana inilah yang mendorong BRG menetapkan Desa Sarang Burung Kolam sebagai prioritas dalam program restorasi gambut. Masyarakat desa lalu mendirikan MPA pada 2018. Menurut Syafari, langkah pertama yang dia lakukan adalah memastikan legalitas MPA dengan menyusun anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya. “Kalau sudah ada legalitas, kalau masyarakat akan menganggarkan kegiatannya ke anggaran pendapatan dan belanja desa akan lebih enak. Kalau kelompok itu akan melakukan kegiatan, misalnya untuk pengembangan aspek ekonomi agar lebih mandiri, adanya legalitas membuat kegiatannya lebih bagus,” kata dia. Gambar 6. Upaya pencegahan karhutla melalui patroli Masyarakat Peduli Api di Kalimantan Barat. Sumber: Kemitraan, 2019/Syafari w w w. ke m i t raa n.or.i d 32 BAB III DARI KOPRA UNTUK PEMADAM API Komoditas utama desa ini adalah kelapa, yang ditanam di tanah mineral atau dalam kampung yang sebagian besar telah berumur hingga 100 tahun. Kelapa yang ditanam di lahan gambut baru berumur sekitar lima tahun dengan siklus dua bulan pemeliharaan dan tiga bulan sekali panen. Sekitar 60 persen wilayah desa berpenduduk sekitar tiga ribu jiwa itu adalah kebun kelapa. Selama ini, petani menjual kelapanya secara sendirisendiri ke cangkau atau pengepul kelapa seharga Rp 800-1000 per butir. Pada Januari 2020, harganya naik menjadi Rp 1.800-2.200 per butir. Buah tropis itu dibeli secara “ropel” alias gelondongan oleh cangkau. Unit usaha kelapa dan kopra kini menjadi bisnis baru Karya Pesisir sejak 2019. “Usaha ini merupakan pemberdayaan ekonomi oleh Kemitraan di desa gambut berdasarkan komoditas unggulan desa,” kata Syafari. Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan, organisasi multipihak untuk mendorong reformasi di pemerintahan, yang bekerja sama dengan Badan Restorasi Gambut dalam program Desa Peduli Gambut menggelontorkan dana hibah sebesar hampir Rp 60 juta untuk usaha ini. Program ini dilakukan agar masyarakat tak lagi menanam kelapa atau membuka lahan gambut. “Dulu masyarakat masih menanam kelapanya di lahan gambut,” kata Syafari. w w w.ke mitraan.or.id 33 EMPAT MENYEMAI GAMBUT PRAKTIK-PRAKTIK REVITALISASI EKONOMI DI DESA PEDULI GAMBUT Unit usaha Karya Pesisir ini membeli kelapa dari petani dengan harga sedikit di atas harga pengepul, yakni antara Rp 850-1.050 per butir. Ini tentu lebih menguntungkan petani. Tapi, “Sempat ada sedikit masalah karena petani merasa tidak enak dengan pengepul,” kata Syafari. Selain itu, kata dia, masyarakat juga curiga atas program tersebut karena dikelola oleh BUMDes yang notabene milik banyak orang. Untuk itu, kata dia, transparansi program dan pengelolaan dana adalah syarat yang harus dipenuhi oleh BUMDes. Kelapa yang tergolong bagus atau “peringkat A” dijual langsung ke pedagang kelapa. Adapun kelapa yang tergolong kurang bagus atau “peringkat B” diolah menjadi kopra hitam dan putih. Unit usaha ini merekrut enam penduduk dari keluarga miskin sebagai pekerja tetap. Merekalah yang melakukan “nyuek” atau mengupas sabutnya, “nampan” atau membelah kelapa, menjemurnya di rumah kaca selama sekitar tiga hari, dan memasaknya di oven pengering semalaman. Proses ini akan menghasilkan kopra hitam. Kelapa perlu ditambah belerang untuk menjadi kopra putih. Rata-rata empat kilogram kelapa akan menghasilkan satu kilogram kopra putih. Dengan kapasitas ruang oven pengering sebesar satu ton, maka Unit Usaha Karya Pesisir dapat mengolah empat ton kelapa setiap hari dan siap menjualnya pada hari keenam. w w w. ke m i t raa n.or.i d 34 BAB III DARI KOPRA UNTUK PEMADAM API Dengan kondisi ini, dalam lima pekan, mereka mampu menghasilkan 5-7 ton kopra siap jual. “Usaha kopra putih ini sudah ada kerja sama dengan PT Kerambil Ijo untuk pemasaran ke Serawak, Malaysia,” kata Usa Maliki pada Desember 2019 lalu (Syafari, 2019). “Selain kopra putih, untuk ke depannya (kami akan menghasilkan) bentuk produk turunan lain dari kelapa, seperti arang, briket, nata de coco, sabut, dan minyak kelapa.” Pada November 2020, mereka sudah mulai mengolah batok kelapa limbah kopra menjadi arang. Residu kelapa mengandung karbon ini dijual seharga Rp 3.000 per kilogram. Sesuai komitmen sebagai Desa Peduli Gambut, Unit Usaha Karya Pesisir mengalokasikan 10 persen keuntungan per tahun dari usaha ini untuk restorasi gambut. Dana itu diserahkan ke kelompok Masyarakat Peduli Api (MPA) untuk digunakan dalam memelihara sekat kanal serta pencegahan dan penanganan kebakaran lahan gambut. Pengolahan kelapa menjadi kopra ini merupakan revitalisasi ekonomi dengan model pertanian adaptif. Kegiatan ekonomi dalam model ini memanfaatkan komoditas dari lahan gambut secara lestari namun komoditasnya bukan asli gambut tapi adaptif terhadap gambut. Model ini diterapkan, antara lan, dalam membangun Kebun Pangan Mandiri di beberapa desa gambut di Sumatera Selatan; budidaya buah naga di Desa Talio, Kecamatan w w w.ke mitraan.or.id 35 EMPAT MENYEMAI GAMBUT PRAKTIK-PRAKTIK REVITALISASI EKONOMI DI DESA PEDULI GAMBUT Pandih Batu, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah; pembukaan tanpa bakar untuk budidaya padi di Bahaur Tengah, Kecamatan Kahayan Kuala, Pulang Pisau, Kalimantan Tengah dan Desa Rantau Lurus, Kecamatan Tulung Salapan, Ogan Kemering Ilir, Sumatera Selatan; budidaya jagung di Desa Wonoagung dan Garantung di Kecamatan Maliku, Pulang Pisau, Kalimantan Tengah; dan pengolahan kopi dari lahan gambut di Desa Talio Hulu dan dan Gandang Barat di Kecamatan Pandih Batu, Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Selain itu, anggota MPA Desa Sarang Burung Kolam juga punya kelompok masyarakat (Pokmas) Sinar Timur, yang kegiatannya juga bertujuan untuk menggerakkan perekonomian desa dan dananya digunakan untuk membangun sekat kanal di lahan gambut secara swadaya. Kelompok ini membangun tempat pembibitan melalui program Kebun Bibit Desa. Menurut Syafari, mereka telah mendapat 40 ribu bibit tanaman, termasuk petai, jengkol, matoa, dan langsat, untuk kebun tersebut pada pertengahan Desember 2019. “Hasil penanaman tersebut diharapkan dapat jadi pemasukan bagi anggota MPA agar mereka jadi mandiri dan menjadi pendapatan resmi pemerintahan desa yang nantinya digunakan untuk penanaman kembali lahan gambut,” kata dia. w w w. ke m i t raa n.or.i d 36 BAB III DARI KOPRA UNTUK PEMADAM API Gambar 7. Upaya pencegahan Karhutla yang didukung dengan kegiatan ekonomi Pokmas Sinar Timur Desa Sarang Burung Kolam menjadi sarana untuk keberlanjutan MPA Desa Sarang Burung Kolam. Sumber: Kemitraan, 2019/Syafari Sejak program Desa Peduli Gambut dari Kemitraan dan BRG dijalankan di desa ini, masyarakat mulai memahami mengenai kerawanan lahan gambut terhadap api. Menurut Hendri, sekarang warga desa sudah tahu ada undang-undang yang melarang pembakaran lahan gambut dan mengerti tentang pengolahan lahan tanpa bakar. “Mereka kini sudah tahu bahaya dari lahan gambut yang terbakar,” kata dia. w w w.ke mitraan.or.id 37 EMPAT MENYEMAI GAMBUT PRAKTIK-PRAKTIK REVITALISASI EKONOMI DI DESA PEDULI GAMBUT w w w. ke m i t raa n.or.i d 38 BAB IV KECIPAK PATIN DI KOLAM BUNTOI Pada suatu siang yang terik di akhir Oktober 2020 lalu, tim evaluasi program Desa Peduli Gambut (DPG) Kemitraan-the Partnership for Governance Reform menyambangi Desa Buntoi, Kecamatan Kahayan Hilir, Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah. Mereka adalah Koordinator Project Management Unit (PMU) Kemitraan Kalimantan Tengah, Andi Kiki dan Project Manager Kemitraan untuk program DPG Yesaya Hardyanto serta dua anggota tim evaluasi, Trias Utomo dan Bediono Pilipus. Mereka disambut Ketua Masyarakat Peduli Api (MPA) Desa Buntoi Tupik Rahman, Sekretaris Yandra, Bendahara Mustafa, dan Fasilitator Desa Tribuyeni di kantor desa. Rombongan itu kemudian menengok dua kolam ikan patin yang luasnya masing-masing 8x6 meter. Kolam ini menghasilkan sekitar satu ton ikan senilai sekitar Rp 16 juta. Kolam ini dibangun dari kucuran dana Kemitraan dan BRG untuk masyarakat peduli gambut desa itu. Mereka menebar pakan ikan di kolam tersebut. Air berkecipak kencang ketika ribuan patin mengerubutinya. “Wah, bisa panen ini,” kata Andi. w w w.ke mitraan.or.id 39 EMPAT MENYEMAI GAMBUT PRAKTIK-PRAKTIK REVITALISASI EKONOMI DI DESA PEDULI GAMBUT Tema, demikian Tupik biasa disapa, tertawa. “Sabar, bulan Desember nanti kolam ini baru panen,” kata Tema. Desa Buntoi terletak di tepi Sungai Kahayan. Aliran air dari sungai itu pula yang menjadi sumber pengairan lahan pertanian dan perkebunan serta kebutuhan mandi dan mencuci masyarakat. Jarak desa itu lebih kurang 15 kilometer dari Pulang Pisau, ibu kota Kecamatan Kahayan Hilir sekaligus ibu kota Kabupaten Pulang Pisau, yang dapat ditempuh selama setengah jam dengan kendaraan bermotor. Akses menuju desa melalui jalan darat dapat menggunakan mobil atau bus. Ongkos bus dari Palangkaraya, ibu kota provinsinya, menuju Buntoi sebesar sekitar Rp 65 ribu. Luasnya 18 ribu hektare atau sedikit lebih kecil dari Kota Depok, Jawa Barat. Desa Buntoi masuk ke dalam Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) dan separuh lebih daerahnya adalah lahan gambut. Kalimantan Tengah adalah provinsi yang memiliki lahan gambut terluas di Indonesia, yaitu 2,65 juta hektare dari total luas gambut di negeri ini yang mencapai 14,9 juta hektare. Kerugian akibat kerusakan gambut di provinsi ini berada pada peringkat ketiga dengan nilai sekitar US$ 2.464 juta atau hampir Rp 40 triliun. Pemerintah mengucurkan dana sekitar Rp 86 miliar untuk program Badan Restorasi Gambut di provinsi ini, termasuk Desa Buntoi, untuk rewetting (pembasahan kembali), revegetation (penanaman w w w. ke m i t raa n.or.i d 40 BAB IV KECIPAK PATIN DI KOLAM BUNTOI kembali), dan economic revitalization (revitalisasi ekonomi) bagi masyarakat desa yang berada di wilayah gambut. Menurut Badan Restorasi Gambut (2018a), di desa ini masih terdapat kubah gambut yang berdekatan dengan Kawasan Perhutanan Sosial, Hutan Desa tapi keadaannya sekarang sudah tidak sempurna sejak Presiden Soeharto menerapkan kebijakan Pengembangan Lahan Gambut (PLG) Satu Juta Hektare pada 1996 dengan tujuan swasembada beras. Kebijakan ini diwujudkan dengan pembukaan lahan gambut secara besar-besaran di berbagai daerah. Pada saat itu pemerintah membangun kanal-kanal yang membelah kubah gambut di Buntoi. Akibatnya, kubah gambut, yang berfungsi sebagai penahan air, kehilangan sebagian besar kemampuannya. Kandungan airnya dalam waktu cepat menyusut sehingga gambut menjadi kering pada musim kemarau dan menjadi langganan kebakaran. Lahan gambut itu terletak di sekitar empat kilometer dari permukiman Desa Buntoi. Kebakaran besar terjadi di sana pada September hingga Desember 2019. Api memang tidak mencapai perumahan tapi asapnya membuat sesak napas warga desa. Tak ada korban meninggal dalam kebakaran itu. Anggota Masyarakat Peduli Api bersama warga desa berjibaku memadamkan api. Di tengah kepanikan w w w.ke mitraan.or.id 41 EMPAT MENYEMAI GAMBUT PRAKTIK-PRAKTIK REVITALISASI EKONOMI DI DESA PEDULI GAMBUT mereka berusaha menjinakkan api dengan segala cara. Namun, dengan sarana dan prasarana yang terbatas mereka kesulitan untuk segera menjinakkan si jago merah. Beberapa orang bahkan terpaksa menyiram api dengan air di ember yang diciduk dari sungai. Ada pula yang memakai alat penyemprot pestisida untuk menyemburkan air ke api. Gambar 8. Upaya warga memadamkan api dengan peralatan alakadarnya di tengah karhutla Kalimantan Tengah. Sumber: Kemitraan, 2019/Catharina Indirastuti Api itu begitu besar dan melahap lahan gambut yang memang mudah terbakar. Besarnya kebakaran w w w. ke m i t raa n.or.i d 42 BAB IV KECIPAK PATIN DI KOLAM BUNTOI tidak mampu mereka tangani sehingga Tema memutuskan untuk menghubungi dan meminta bantuan kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah Pulang Pisau, Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat alias polisi desa atau Bhabinkamtibmas, dan Tim Satuan Tugas Kebakaran Hutan dan Lahan Pulang Pisau. Penanganan yang terlambat membuat kerusakan menjadi parah. Total luas lahan gambut yang terbakar saat itu mencapai 700 hektare atau 40 persen dari seluruh luas kawasan hutan. Kondisi itu diperparah oleh penebangan kayu di hutan oleh masyarakat dan pembukaan hutan oleh perusahaan perkebunan yang sudah berlangsung lama. Hal ini mengakibatkan berkurangnya keanekaragaman hayati serta gangguan terhadap perekonomian dan kesehatan masyarakat. Kebakaran ini mendorong masyarakat untuk memperkuat Masyarakat Peduli Api (MPA), yang dibentuk pada 2016 setelah kebakaran lahan gambut pada 2015. Anggota MPA berjumlah 10 orang dan bekerja sebagai petani, pedagang, penyadap karet, dan pekerja di perusahaan swasta. Karena tak ada dukungan dana, selama ini kegiatan mereka vakum. Mereka hanya turun ketika kebakaran terjadi. Penggunaan dana untuk penanggulangan bencana kebakaran sebenarnya bisa diklaim ke pemerintah w w w.ke mitraan.or.id 43 EMPAT MENYEMAI GAMBUT PRAKTIK-PRAKTIK REVITALISASI EKONOMI DI DESA PEDULI GAMBUT tapi syaratnya dianggap rumit, seperti menyerahkan foto lokasi kebakaran, jumlah bensin yang digunakan untuk pompa, dan koordinat titik api. Belum lagi biaya lain yang dikeluarkan masyarakat secara pribadi, seperti bensin untuk kendaraan bermotor menuju lokasi kebakaran. Pada 2019, Musyawarah Desa menetapkan anggaran MPA untuk kegiatan tahun 2020 sebesar Rp 10 juta. Kemitraan dan BRG mengucurkan dana yang digunakan untuk revitalisasi ekonomi masyarakat Desa Peduli Gambut. Model yang dipilih adalah kompensasi langsung, yakni kegiatan yang menghidupkan ekonomi desa melalui pemanfaatan komoditas bukan dari lahan gambut tapi kelompok masyarakat pengelolanya merupakan kelompok yang langsung berkontribusi terhadap pelestarian gambut, seperti Masyarakat Peduli Api (MPA) dan Masyarakat Peduli Tabat (MPT). Kompensasi diberikan kepada mereka agar bisa mandiri secara ekonomi. Model ini antara lain diterapkan oleh MPA Desa Kanamit Barat, Kecamatan Maliku, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah yang mengembangkan pakan ternak sapi dan MPA Sebangau Jaya, Kecamatan Sebangun Kuala, Pulang Pisau, Kalimantan Tengah yang membudidayakan ayam kampung. “Pelaksanaannya kontekstual, sesuai kondisi daerah masing-masing,” kata Wisnu Caroko, tenaga ahli ekonomi pengembangan w w w. ke m i t raa n.or.i d 44 BAB IV KECIPAK PATIN DI KOLAM BUNTOI ekonomi dan penghidupan berkelanjutan (EESL) Kemitraan. Menurut Laporan Pemetaan Sosial Desa Buntoi (BRG, 2018a), lahan gambut yang terdapat di Desa Buntoi memiliki potensi untuk pengembangan budidaya ikan. Selain menambah pendapatan masyarakat, budidaya perikanan juga dapat menjaga kelestarian lingkungan. Pada 2018, menurut laporan itu, seorang pembudidaya ikan patin dapat memproduksi satu ton ikan patin per tahun. Komoditas tersebut sangat bermanfaat bagi warga desa untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya maupun dijual. Saat itu, kendala yang dihadapi adalah sulitnya menemukan konsumen atau pembeli. MPA Desa Buntoi menggunakan dana Kemitraan dan BRG untuk membuat kolam ikan. Sebelumnya mereka memang pernah membudidayakan patin tapi hanya untuk konsumsi keluarga. Pada mulanya baru dua kolam ikan patin yang dibikin pada Oktober 2018. Setelah usaha berkembang, mereka membuat kolam-kolam baru dengan komoditas beragam, seperti ikan nila dan gurame. Kemitraan kemudian mengucurkan hibah sebesar sekitar Rp 20 juta untuk pakan ikan. “Kini mereka punya enam kolam dan masih akan menambahnya hingga menjadi 10 kolam sehingga setiap anggota MPA nanti punya satu kolam,” kata Tribuyeni (wawancara pribadi, 19 November 2020). w w w.ke mitraan.or.id 45 EMPAT MENYEMAI GAMBUT PRAKTIK-PRAKTIK REVITALISASI EKONOMI DI DESA PEDULI GAMBUT Kolam itu rata-rata menghasilkan 1,5 ton ikan patin dan satu ton gurame setiap bulan yang dijual dengan nilai total Rp 24 juta. “Dari sejumlah desa di sini, hanya Buntoi yang berhasil dalam budidaya ikan darat,” kata perempuan asal Dayak Kahayan, Palangkaraya itu. Hasil dari penjualan ikan, kata Tribuyeni, dibagi tiga, yakni untuk modal membeli bibit ikan, tabungan untuk membuat kolam ikan baru, dan penanganan lahan gambut. Dana terakhir ini untuk berbagai kegiatan, seperti pembasahan untuk mencegah lahan terbakar di musim kemarau dan biaya operasional kelompok MPA untuk pemeliharan sumur bor agar siap digunakan bila kebakaran terjadi. Kelompok ini kini bertugas untuk memelihara lahan gambut seluas 364 hektare. “Program ini telah membantu kegiatan, terutama di bidang infrastruktur pembasahan dan bagaimana cara pencegahan kebakaran,” kata Tema. “Kami bisa mandiri sekarang. Kami bisa bikin sumur bor sendiri dan mengecek kondisinya.” w w w. ke m i t raa n.or.i d 46 w w w.ke mitraan.or.id 47 EMPAT MENYEMAI GAMBUT PRAKTIK-PRAKTIK REVITALISASI EKONOMI DI DESA PEDULI GAMBUT w w w. ke m i t raa n.or.i d 48 BAB V HARAPAN DARI TEPI SUNGAI BETOK Matahari telah tenggelam ketika Nasrul Hadi naik ke getek, sebutan bagi perahu bermotor yang populer di Sumatera Selatan, dari rumah Sekretaris Desa Simpang Tiga Abadi Imam Choiri di tengah desa pada 28 Oktober 2020 lalu. Mesin getek menderu ketika menyusuri Sungai Betok, “jalan” utama desa ini. Nasrul, fasilitator desa ini, bermaksud menyambangi rumah Kepala Desa Samri. Di tengah jalan, getek berhenti beberapa kali untuk menjemput beberapa orang, termasuk Sri Ngatoyah, anggota kelompok masyarakat Bintang Ratu, dan Ruse, anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Mereka kemudian menapaki tangga rumah panggung Samri. Malam itu adalah malam terakhir Nasrul bertugas setelah dua tahun mendampingi masyarakat desa. Sekitar 20-an orang berkumpul di sana. “Saat itu saya mohon pamit dan menyerahkan semua program yang kami kembangkan di sana kepada pemerintah desa,” kata Nasrul (wawancara pribadi, 23 November 2020). Nasrul dikontrak Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan, organisasi multipihak untuk mendorong reformasi di pemerintahan, yang w w w.ke mitraan.or.id 49 EMPAT MENYEMAI GAMBUT PRAKTIK-PRAKTIK REVITALISASI EKONOMI DI DESA PEDULI GAMBUT bekerja sama dengan Badan Restorasi Gambut untuk melakukan revitalisasi ekonomi desa ini. Ia mendampingi masyarakat untuk mengembangkan budidaya ikan bandeng dan udang serta demontration plot (demplot) kebun pangan dan produk olahan bandeng. “Pemerintah desa menyatakan siap melanjutkan berbagai usaha yang telah dikembangkan,” kata dia. Nasrul berharap kegiatan itu nanti ditangani Badan Usaha Milik Desa agar bisa berkelanjutan. Desa Simpang Tiga Abadi berada di Kecamatan Tulung Selapan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Provinsi Sumatera Selatan. Bekas Dusun Tiga Sungai Betok ini ditetapkan menjadi desa melalui Peraturan Daerah Kabupaten OKI Nomor 13 Tahun 2011 tentang Pembentukan 11 Desa Definitif dan Peningkatan Status 20 Desa Persiapan Menjadi Desa Definitif. Wilayahnya mencakup tiga dusun dengan luas total 9.937 hektare yang seluruhnya merupakan lahan gambut. Menurut BRG (2018b), gambut desa ini tergolong gambut hemik (setengah matang) yang dangkal dengan kedalaman 40 sentimeter. Tipologi lahan gambut ini basah pada saat pasang dan kering pada saat permukaan air surut. Pada 2015, terjadi kebakaran besar di lahan gambut desa yang bahkan mencapai kawasan permukiman penduduk. Kebakaran itu telah mengganggu kesehatan dan kegiatan masyarakat desa. Badan w w w. ke m i t raa n.or.i d 50 BAB V HARAPAN DARI TEPI SUNGAI BETOK Restorasi Gambut lantas menjalankan program rewetting (pembasahan kembali), revegetation (penanaman kembali), dan economic revitalization (revitalisasi ekonomi) bagi masyarakat desa yang berada di wilayah gambut, termasuk Simpang Tiga Abadi. Menurut Nasrul, program pembasahan telah dilakukan dengan membangun sembilan sumur bor dan penyediaan alat pemadam kebakaran. Untuk revegetasi belum dilakukan tapi pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir menyatakan akan menanam vegetasi bakau di lahan gambut tersebut. Pada mulanya, kata dia, masyarakat sempat menolak revegetasi dengan alasan mengapa lahan gambut yang telah ditebas itu malah ditanam kembali. Kemitraan memilih mo-del pembagian keun-tungan (profit sharing) untuk revitalisasi ekonomi desa ini. Dalam model ini, dana hibah digunakan untuk mengembangkan komoditas yang bukan endemik di lahan gambut dan kelompok masyarakat penerima dana tidak mempunyai kontribusi langsung terhadap pelestarian gambut. Model ini juga mensyaratkan ada pembagian keuntungan minimal 10 persen dari kegiatan usaha untuk pelestarian gambut yang disalurkan ke kelompok semacam Masyarakat Peduli Gambut, Masyarakat Peduli Tabat, atau melalui mekanisme desa lainnya. Model ini, misalnya, berupa pengelolaan tambak udang dan bandeng di Desa Sungai Lumpur dan Kuala w w w.ke mitraan.or.id 51 EMPAT MENYEMAI GAMBUT PRAKTIK-PRAKTIK REVITALISASI EKONOMI DI DESA PEDULI GAMBUT Sungai Jeruju di Kecamatan Cengal, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Kemitraan juga memperkenalkan sistem pertanian yang ramah gambut dengan pembukaan lahan tanpa bakar. Warga Desa Simpang Tiga Abadi bersepakat untuk membangun tambak udang dan ikan bandeng percontohan yang dikelola oleh kelompok masyarakat Jaya Sentosa. Kemitraan mengucurkan dana hibah pertama pada Mei 2019. Namun, tanah yang bermasalah dan iklim membuat tambak kebanjiran dan banyak ikan stres dan mati. “Bisa dibilang 80 persen panen gagal,” kata Nasrul. Hanya udang yang masih memberikan pemasukan. Pendapatan kecil dari panen ini pun hanya cukup untuk membeli bibit lagi. Selain tambak, warga desa yang tergabung dalam Kelompok Masyarakat Bintang Ratu membuat Kebun Pangan Mandiri yang ditanam sayur mayur untuk kebutuhan sehari-hari. Pada April 2019, anggota kelompok ini— semua 12 perempuan—mendapat pelatihan pertanian alami, seperti membuat pupuk dan pestisida organik. Produk desa yang justru moncer adalah bandeng presto. Bintang Ratu memanfaatkan ikan bandeng dari tambak untuk membuat bandeng presto. Dana Kemitraan digunakan untuk membeli kompor, blender, dan peralatan lain. Mereka mendapat pelatihan untuk pembuatan bandeng presto ini w w w. ke m i t raa n.or.i d 52 BAB V HARAPAN DARI TEPI SUNGAI BETOK pada Agustus 2019. Salah satu yang aktif adalah Sri Ngatoyah. Anggota Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) desa ini sebenarnya pernah menjajal pembuatan berbagai jenis makanan olahan, seperti coconut crispy dan kripik paris. Itu sebabnya dia sangat antusias ketika Bintang Ratu mengembangkan bandeng presto. Produksi pertama bandeng presto mereka keluar pada Agustus 2019. Jumlahnya 50 pak dan setiap pak berisi tiga ekor ikan. Dia dijual dengan harga Rp 23 ribu per pak ke hub atau pusat distribusi produk yang berada di Desa Pulau Beruang, yang lebih dekat ke Kota Palembang. Hub lalu menjualnya ke konsumen dengan harga Rp 33 ribu per pak karena memasukkan biaya pengepakan dan pengiriman. Anggota Bintang Ratu bersukacita atas keberhasilan. “Kalau bisa uang (hasil penjualan) ini dibingkai saja,” kata Nasrul menirukan celoteh salah satu anggota. Hingga November 2020, mereka sudah lima kali produksi dan semuanya berjalan lancar. Bandeng presto itu kini bahan sudah punya sertifikat Produk Industri Rumah Tangga dan sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia. “Ibu-ibu ini seperti emas terpendam yang tidak terangkat,” kata Nasrul. Prospek cerah usaha ini membuat para perempuan anggota Bintang Ratu bersemangat untuk melanjutkannya. Namun, menurut Nasrul, alat w w w.ke mitraan.or.id 53 EMPAT MENYEMAI GAMBUT PRAKTIK-PRAKTIK REVITALISASI EKONOMI DI DESA PEDULI GAMBUT produksi presto saat ini masih terbatas. Mereka hanya punya sebuah dandang yang digunakan untuk memasak ikan. Sekali masak butuh waktu 5-6 jam sehingga hanya bisa menghasilkan sekitar 60 ekor ikan presto dalam sebulan. Bila pesanan nanti banyak berdatangan, maka mereka butuh dandang yang lebih besar atau lebih banyak. Juga kompor dan alat lainnya. Kelompok masyarakat ini juga berencana untuk membuat abon bandeng. Untuk itu mereka membutuhkan berbagai peralatan seperti dandang, spinner, es batu untuk pengawetan, dan sebagainya. Tentu ini membutuhkan modal yang kini belum mencukupi. Gambar 9. Produk Hub yang dihasilkan oleh komunitas desa gambut di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan dikontribusikan keuntungannya sebesar 10% untuk pengelolaan ekosistem gambut. Sumber: Kemitraan, 2019/Amir Faisal w w w. ke m i t raa n.or.i d 54 BAB V HARAPAN DARI TEPI SUNGAI BETOK Menurut Nasrul, masyarakat berkomitmen untuk menyalurkan 10 persen keuntungan usahanya ke kegiatan restorasi gambut. Namun, karena tambak ikan dan udang gagal panen dan penghasilan dari bandeng presto masih minim, mereka belum bisa mengalokasikannya. Lagi pula usaha ini belum genap berjalan setahun sejak dana Kemitraan mengucur dan baru tumbuh. Namun, komitmen itu tetap mereka jaga. “Kemasan bandeng presto tetap mencantumkan logo “10 persen untuk gambut”. Ini untuk mengingatkan terus akan komitmen mereka,” kata Nasrul. w w w.ke mitraan.or.id 55 EMPAT MENYEMAI GAMBUT PRAKTIK-PRAKTIK REVITALISASI EKONOMI DI DESA PEDULI GAMBUT Desa Simpang Tiga Abadi berada di pelosok dan dekat pantai. Desa ini jauh dari ibu kota kecamatan, kabupaten, dan provinsi. Jarak tempuh dari desa ke ibu kota Kecamatan Tulung Selapan sekitar 38,4 kilometer. Sarana yang tersedia adalah transportasi air berupa speed boat yang membutuhkan waktu sekitar tiga jam. Adapun alternatifnya adalah menggunakan getek yang menghabiskan waktu lebih lama, yaitu sekitar lima jam. Adapun Kayu Agung, ibu kota Kabupaten Ogan Komering Ilir, berada 72,4 kilometer dari desa. Untuk mencapainya dapat menggunakan transportasi air berupa speed boat dan dilanjutkan dengan mobil menghabiskan yang semuanya menghabiskan waktu 6-7 jam. Palembang, ibu kota provinsi ini, lebih jauh lagi, sekitar 216 kilometer. Palembang dapat dicapai dengan naik speed boat dan disambung dengan mobil yang menghabiskan waktu sekitar 10 jam. Dengan kata lain, desa ini jauh dari akses pasar. Untuk itu, mereka mengembangkan hub sebagai penampung dan penyalur produk. Saat ini mereka punya hub di Desa Pulau Beruang Kecamatan Selapan Kabupaten Ogan Komering Ilir. Hub ini tidak cuma menampung produk dari Desa Simpang Tiga Abadi tapi juga desa-desa lain di sekitarnya. Dari sana, produk dikirim ke Palembang untuk dipasarkan hingga ke luar provinsi. Cara lain untuk mengakses pasar adalah menggunakan online marketplace w w w. ke m i t raa n.or.i d 56 BAB V HARAPAN DARI TEPI SUNGAI BETOK seperti Shopee dan promosi di media sosial seperti Facebook. Produk bandeng presto Desa Simpang Tiga Abadi kini sudah cukup populer dan punya nama. Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir sudah mempromosikannya sebagai produk unggulan daerah itu. “Waktu pameran di kabupaten, bandeng presto terjual Rp 1,2 juta,” kata Nasrul. w w w.ke mitraan.or.id 57 EMPAT MENYEMAI GAMBUT PRAKTIK-PRAKTIK REVITALISASI EKONOMI DI DESA PEDULI GAMBUT w w w. ke m i t raa n.or.i d 58 BAB VI PENUTUP Berbagai model revitalisasi ekonomi yang dikembangkan Kemitraan telah menunjukkan tanda-tanda keberhasilan. Setidaknya masyarakat sejumlah desa telah mengakui manfaat program Desa Peduli Gambut ini. Wisnu Caroko berharap berbagai usaha yang telah dikembangkan masyarakat ini tetap berlanjut bila program sudah berakhir. Untuk itu, kata dia, pengembangan usaha ini seharusnya berada di tangan pemerintah desa, terutama Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagai lembaga ekonomi yang dapat menjamin keberlangsungan usaha tersebut. Kemitraan sudah menyodorkan skema sinergi antara Pokmas dan BUMDes dalam pengembangan ekonomi desa, dengan BUMDes menjalankan fungsi-fungsi pendukung agar pokmas bisa bekerja secara optimal di sektor produksi. BUMDes bisa berperan, misalnya, dalam pemasaran bersama, pembiayaan, penyediaan saprodi, penyedian mekanisasi dan teknologi dan masih banyak lagi. BUMDes dan Pokmas bisa berjalan seiring, bukan justru bersaing. w w w.ke mitraan.or.id 59 EMPAT MENYEMAI GAMBUT PRAKTIK-PRAKTIK REVITALISASI EKONOMI DI DESA PEDULI GAMBUT Wisnu juga mencatat bahwa usaha BUMDes dan kelompok masyarakat ini akan makin berkembang bila mereka bekerja sama dengan BUMDes dan kelompok masyarakat di desa-desa lain dengan membangun jaringan penampungan dan distribusi atau hub bagi produk mereka. Hanya dengan cara itu produk yang dihasilkan di desa-desa yang kebanyakan berada di pelosok dan jauh dari pusat pemerintahan kabupaten atau provinsi itu dapat menjangkau pasar yang lebih luas. Bila jaringan ini telah terbangun, maka imbal hasil yang diperoleh masyarakat dan BUMDes tersebut akan semakin tinggi dan menjamin keberlangsungan usaha mereka. Namun, kata Wisnu, sejumlah desa kadang menghadapi kendala karena kerja sama antardesa itu harus melintasi batas wilayah administratif kecamatan atau kabupaten padahal desa-desa itu secara geografis berdekatan atau tak terlalu jauh dan memiliki, misalnya, komoditas serupa yang dapat digabungkan. “Hanya dengan produk skala besar masyarakat petani dapat memaksimalkan perekonomiannya,” kata dia. Hal inilah yang kini menjadi pekerjaan rumah masing-masing desa karena pembangunan hub membutuhkan dukungan di pemerintahan tingkat kabupaten dan bahkan provinsi. Wisnu juga melihat masih ada kepala desa yang dominan dalam menentukan arah usaha Badan Usaha Milik Desa dan bahkan menempatkan w w w. ke m i t raa n.or.i d 60 BAB VI PENUTUP keluarga atau saudaranya untuk memimpin badan tersebut. Hal-hal semacam ini seringkali membuat masyarakat curiga terhadap usaha-usaha yang dikembangkan badan tersebut dan dapat berujung pada kurangnya dukungan masyarakat terhadap usaha yang dikembangkannya. Pemecahannya, kata Wisnu, adalah transparansi dan pelibatan masyarakat desa dalam penentuan kebijakan badan tersebut. w w w.ke mitraan.or.id 61 EMPAT MENYEMAI GAMBUT PRAKTIK-PRAKTIK REVITALISASI EKONOMI DI DESA PEDULI GAMBUT w w w. ke m i t raa n.or.i d 62 DAFTAR PUSTAKA Badan Restorasi Gambut (2018a). Profil Desa Peduli Gambut: Desa Buntoi, Kecamatan Kahayan Hilir, Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah. Kedeputian Bidang Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan BRG: Jakarta Badan Restorasi Gambut (2018b). Profil Desa Peduli Gambut: Desa Simpang Tiga Abadi, Kecamatan Tulung Selapan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Kedeputian Bidang Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan BRG: Jakarta Badan Restorasi Gambut (2019a). Profil Desa Peduli Gambut: Desa Pulantani, Kecamatan Haur Gading, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Provinsi Kalimantan Selatan. Kedeputian Bidang Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan BRG: Jakarta Badan Restorasi Gambut (2019b). Profil Desa Peduli Gambut: Desa Sarang Burung Kolam, Kecamatan Jawai, Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat. Kedeputian Bidang Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan BRG: Jakarta Kemitraan Indonesia (2020, 28 Agustus). Kongkow virtual w w w.ke mitraan.or.id 63 EMPAT MENYEMAI GAMBUT PRAKTIK-PRAKTIK REVITALISASI EKONOMI DI DESA PEDULI GAMBUT intip desa - Sarang Burung Kolam, Kalimantan Barat [File Video]. Diakses dari https://www.youtube. com/watch?v=LczhXBVGccQ Mahadi, Tendi (2020, 28 Oktober). Dorong restorasi lahan gambut, BRG genjot peran milenial. Kontan.co.id, diakses pada 27 November 2020 dari https:// nasional.kontan.co.id/news/dorong-restorasilahan-gambut-brg-genjot-peran-milenial Syafari (2019, 13 Desember). Merintis usaha melalui potensi. Mitra Gambut. Diakses pada 27 November 2020 dari http://mitragambut.id/berita/detail/392 w w w. ke m i t raa n.or.i d 64 w w w.ke mitraan.or.id 65 EMPAT MENYEMAI GAMBUT PRAKTIK-PRAKTIK REVITALISASI EKONOMI DI DESA PEDULI GAMBUT Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan Jl. Taman Margasatwa No. 26c Kelurahan Ragunan, Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan 12550 T: +62 21-22780580 F:+62-21-7812325 www.kemitraan.or.id w w w. ke m i t raa n.or.i d 66