Academia.eduAcademia.edu

Kelompok V Politik Hukum

KONSEP IMPLEMENTASI OMNIBUS LAW PADA SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA Ditujukan Untuk Memenuhi Nilai Kelompok V Mata Kuliah Politik Hukum Disusun Oleh NAMA NPM Pratiwi Perucha P19 4301 027 Wawan Purnawarman P20 4301 006 Agus Bara P20 4301 011 Nelvia P20 4301 012 Winny P20 4301 013 Prasetya Bintang Dirgantara P20 4301 019 Wigan Kurniawan P20 4301 022 Dosen Dr. Marojahan JS Panjaitan, S.H., M.H. SEKOLAH TINGGI HUKUM BANDUNG 2020 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Omnibus Law dikenal di Indonesia setelah Presiden RI menyampaikannya dalam pidato kenegaraan pada pelantikannya sebagai Presiden di hadapan sidang MPR pada 20 Oktober 2019. Omnibus law menjadi fokus presiden dengan tujuan agar dapat menyelesaikan permasalahan tumpang tindihnya regulasi dan birokrasi. Harapannya dengan adanya omnibus law tersebut dapat memberikan pelayanan yang baik bagi masyarakat dan menarik investor asing berinvestasi di Indonesia. Omnibus law telah menyita perhatian masyarakat karena tujuan dari omnibus law untuk menggantikan undang-undang yang ada sebelumnya dengan undang-undang baru. Undang-undang baru tersebut dibuat sebagai payung hukum untuk semua ketentuan hukum yang terkait dan sifatnya bisa lintas sektor. Jokowi melontarkan model omnibus law dalam menata regulasi didasarkan pada suatu kenyataan bahwa saat ini di Indonesia terlalu banyak peraturan perundang-undangan, sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi dan investasi. Melalui data yang diperolah dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, jumlah peraturan perundang-undangan hingga tahun 2019 mencapai 42 733, yang terdiri dari:1 Tabel 1.1 Jenis dan Jumlah Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia No. Jenis Peraturan Perundang-Undangan Jumlah 1. Undang-Undang 1687 2. PERPPU 180 3. Peraturan Pemerintah 4554 4. Peraturan Presiden 2006 1 Data diambil dan diakses dari http://peraturan.go.id/ Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, diakses 27 November 2020. 5. Peraturan Menteri 14620 6. Peraturan Lembaga 3721 7. Peraturan Daerah 15.965 Jumlah Keseluruhan 42.733 Sumber : Marojahan JS Panjaitan, Omnibus Law: Sebagai Kaidah Penuntun Dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0. 2020. Hal 1. Peraturan perundang-undangan sebagaimana disebut di atas, jika ditelisik ada beberapa peraturan perundang-undangan mengatur hal yang sama, aturan tersebut ada yang tumpang tindih, baik dalam hirarkhi yang sama maupun dengan peraturan pelaksanaannya ada yang saling bertentangan, dan tidak harmonis satu dengan yang lain. Dalam berinvestasi yang berkaitan dengan sektor Sumber Daya Alam misalnya diatur oleh beberapa peraturan, yakni: UU. No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU. No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU. No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU. No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, ditambah dengan Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, dan Peraturan Daerah. Banyaknya peraturan yang mengatur investasi menyebabkan pengelolaan sumber daya alam menjadi terhambat. 2 Dalam rangka meningkatkan minat berinvestasi itulah maka presiden Joko Widodo melakukan banyak gebrakan perubahan terhadap peraturan yang menghambat dalam berinvestasi. Selain itu pemerintah juga mempersingkat prosedur-prosedur perizinan dengan mempermudah dan mempercepat proses perijinan dalam berusaha. Selama ini dalam mengurus izin usaha selalu mengalami kendala waktu dan kepastian, lamanya pengurusan perizinan suatu usaha tidak bisa diprediksikan, serta tidak jelasnya peraturan dan saling berbenturannya prosedur perijinan usaha selalu menjadi kendala dalam berusaha. Di samping persoalan sebagaimana dikemukakan di atas, Omnibus law juga diperlukan dalam menghadapi Revolusi Industry 4.0., Society 5.0., Digigital Human 5.0, Web 5.0, serta ekonomi global yang bergerak cepat dari satu negara ke negara lain secara bebas. Perkembangan ini tidak hanya berpotensi luar biasa 2 Marojahan JS Panjaitan, Omnibus Law: Sebagai Kaidah Penuntun Dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0. 2020. hlm 2. dalam merombak industri, tetapi juga mengubah berbagai berbagai aspek kehidupan manusia. Muhammad Yahya misalnya mengatakan bahwa Revolusi Industri 4.0 sebagai fase revolusi teknologi mengubah cara beraktivitas manusia dalam skala, ruang lingkup, kompleksitas, dan transformasi dari pengalaman hidup sebelumnya.3 Astrid Savitri juga mengatakan bahwa pada tingkat fundamental, Industri 4.0 dapat menyatukan dunia digital dan fisik serta menawarkan peluang baru untuk mengumpulkan dan menggunakan informasi. Hal ini berpotensi meningkatkan efisiensi dan mendorong inovasi dalam skala besar.4 Biarpun ada yang tidak setuju menggunakan metode omnibus law dalam menata regulasi, namun langkah tersebut patut didukung. Tetapi, penggunaan omnibus law tetap harus mengacu kepada asas-asas dalam pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana telah disebut dalam Pasal 5 dan 6 UU. No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah dengan UU. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan UU. No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Disamping itu, perlu pula dipikirkan bagaimana kedudukan UU omnibus law itu dalam sistem hukum nasional. Dalam hal ini, tentang kedudukan omnibus law dalam hirarkhi perundang-undangan sebagaimana di atur dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011. Begitu juga dengan kedudukan UU yang digantikan itu, apakah masih berlaku atau tidak setelah terbitnya UU omnibus law tersebut. Hal itu menjadi perhatian mengingat bahwa UU omnibus law itu akan mengganti beberapa norma hukum dalam beberapa UU. 5 Berdasarkan permasalahan di atas maka kami tertarik untuk menulis makalah dengan judul “KONSEP IMPLEMENTASI OMNIBUS LAW PADA SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA”. 3 H. Muhammad Yahya, Era Industri 4.0: Tantangan dan Peluang Perkembangan Pendidikan Kejuruan Indonesia, Pidato Pengukuhan Penerimaan Jabatan Profesor Tetap dalam Bidang Ilmu Pendidikan Kejuruan Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar, (Makassar: UNM, 2018), hlm. 6. 4 Astrid Savitri, Revolusi Industri 4.0 Mengubah Tantangan Menjadi Peluang di Era Disrupsi 4.0 (Yogyakarta: Genesis, 2019), hlm. 66. 5 Marojahan JS Panjaitan, Omnibus Law: Sebagai Kaidah Penuntun Dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0. 2020. hlm 5. B. Identifikasi Masalah 1. Bagaimana implementasi Omnibus Law dalam sistem perundang- undangan Republik Indonesia? 2. Bagaimana kelebihan dan kekurangan pembentukan perundang-undangan dengan metode omnibus law? BAB II PEMBAHASAN A. Implementasi Omnibus Law dalam Sistem Perundang-Undangan Republik Indonesia Kata omnibus law berasal dari Bahasa latin yang maknanya satu untuk semua. Disamping istilah Omnibus law juga ada istilah lain, yakni: omnibus bill, dan omnibus Rull. omnibus law ataupun omnibus bill adalah merupakan sebuah metode dalam membentuk dan mengubah undang-undang, dalam satu rancangan undang-undang yang subtansinya lebih dari satu masalah digabung ke dalam satu RUU, diajukan ke legislatif untuk disahkan menjadi UU. Berdasarkan pengertian ini, omnibus law merupakan peraturan yang bersifat menyeluruh dan konprehensif yang tidak terikat pada satu rezim pengaturan semata, tetapi di dalamnya tercakup beberapa persoalan yang diatur dalam satu bentuk aturan. Mirza Satria Buana mengatakan bahwa konsep omnibus law dapat dianggap sebagai UU ‘sapu jagat’ yang dapat digunakan untuk mengganti beberapa norma hukum dalam beberapa UU.6 Model membentuk dan mengubah UU dengan cara Omnibus law ini ditempuh karena dianggap lebih cepat serta biaya ringan. Omnibus law ini terutama diperuntukkan untuk mengubah berbagai aturan yang mengatur hal yang sama, tumpang tindih dan tidak harmonis satu dengan yang lain. Mirza Satria Buana mengatakan bahwa dalam konteks sejarah dan tradisi hukum common law, omnibus law dapat ditafsirkan sebagai ikhtiar reformasi perundang-undangan untuk mengubah, menolak dan kemudian memunculkan norma hukum baru yang bertujuan untuk menegasikan norma-norma hukum sebelumnya beberapa UU hanya lewat satu UU. Firman Freaddy Busroh juga mengatakan bahwa dengan konsep omnibus law maka peraturan yang dianggap tidak relevan atau bermasalah 6 Mirza Satria Buana, Menakar Konsep Omnibus Law dan Consolidation Law untuk Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan Indonesia: Pendekatan Perbandingan Hukum Tata Negara, dalam Prosiding Nasional Hukum Tata Negara ke-4 Penataan Regulasi di Indonesia, UPT Penerbitan Universitas Jember, (Jember: UNEJ, November 2017), hlm. 311. dapat diselesaikan secara cepat.7 Begitu juga dengan Gayus Lumbuun mengemukakan bahwa gagasan omnibus law merupakan pilihan kebijakan pemerintah untuk melakukan konsolidasi peraturan perundang-undangan, terutama agar peraturan perundang-undangan harmonis baik secara vertikal maupun horizontal.8 Basuki Rekso Wibowo juga mengatakan bahwa omnibus law merupakan metode atau konsep pembuatan peraturan yang menggabungkan beberapa aturan yang substansi pengaturannya berbeda, menjadi satu peraturan besar yang berfungsi sebagai “undang-undang payung (umbrella act).9 Berdasarkan pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 yang memperbaiki Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 disebutkan bahwa jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri dari:10 - Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; - Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; - Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; - Peraturan Pemerintah - Peraturan Presiden; - Peraturan Daerah Provinsi; dan - Peraturan Daerah Kabupaten / Kota Terhadap hierarki tersebut, Jimly Ashidqie berpendapat bahwa Peraturan daerah (Perda) itu laksana Undang-Undang ditingkat Nasional, atau dikenal sebagai local statute atau locale wet. Karena itu Perda bisa disebut sebagai Undang-Undang bersifat lokal, jika dilihat dari organ yang membentuknya, yaitu eksekutif dan legislatif ditingkat Pemerintah daerah.11 Firman Freaddy Busroh, “Konseptualisasi Omnibus Law dalam Menyelsaikan Permasalahan Regulasi Pertanahan,” Jurnal, Arena Hukum Vol. 10 No. 2 (Agustus 2017), hlm. 242. 8 Gayus Lumbuun, Pemikiran Tentang Omnibus Law, Makalah disampaikan dalam rangka HUT ke-7 IKANOT UNDIP diselenggarakan oleh Yayasan Komunitas Cendikiawan Hukum Indonesia, (Jakarta: Januari 2020), hlm.1. 9 Basuki Rekso Wibowo, Omnibus Law: Sebagai Kebijakan Politik & Hukum, Makalah disampaikan dalam FGD dalam rangka HUT ke-7 IKANOT UNDIP diselenggarakan oleh Yayasan Komunitas Cendikiawan Hukum Indonesia, (Jakarta: Januari 2020), hlm.1. 10 Bambang Sadono, 2019, Penataan Sistem Ketatanegaraan, Jakarta: Badan Pengkajian MPR RI, hlm. 223-224. 11 Achmad Teguh Wahyudin, Konsep Implementasi Omnibus Law pada sistem perundang-undangan, hlm. 10. 7 Di dalam hierarki / tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia sebagaimana diatur di dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, belum memasukkan konsep Omnibus Law sebagai salah satu asas dalam sumber hukum. Tetapi harmonisasi peraturan perundang-undangan di Indonesia terus menerus dilakukan untuk meminimalkan konflik peraturan perundang-undangan. Sistem hukum Indonesia yang menganut sistem Civil Law menjadi salah satu penyebab belum dikenalnya konsep Omnibus Law. Omnibus Law bukanlah hal baru di dunia ilmu hukum secara global, hanya saja untuk di Indonesia sudah sangat diperlukan untuk membenahi tumpang tindih peraturan perundang-undangan. Proses harmonisasi peraturan perundangundangan selain hambatan diatas juga memakan waktu yang lama. Dengan konsep Omnibus Law maka peraturan yang dianggap tidak relevan atau bermasalah dapat diselesaikan secara cepat. Tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia sudah harus direvisi dan memberikan ruang untuk menerapkan konsep Omnibus Law. Apalagi kondisi saat ini pengambil kebijakan dapat dengan mudah dikriminalisasikan oleh aparat penegak hukum. Pemahaman ilmu hukum aparat penegak hukum mayoritas memakai kacamata positivisme hukum, sehingga sulit memberikan ruang pengambil kebijakan dalam hal ini pejabat untuk melakukan diskresi. Seringkali diskresi yang dilakukan oleh pejabat pengambil kebijakan berujung pidana karena didakwa melakukan tindak pidana korupsi.12 Hal tersebut merupakan sebuah ironi dimana Indonesia sebagai negara hukum dengan segala perangkatnya bertujuan untuk melindungi hak asasi manusia dan memberikan keadilan bagi sebagian besar warganya yang sangat mendesak sekarang “membawa keadilan kepada rakyat” (to bring justice to the people) dengan menyelesaikan secara baik persoalan-persoalan yang oleh rakyat dianggap harus diselesaikan secara hukum. Persoalan lain bilamana perbuatan itu tidak disukai atau dibenci oleh masyarakat karena merugikan atau menimbulkan korban. Dengan kata lain, sejauh mana persoalan atau perbuatan tersebut bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat dan masyarakat 12 Ibid, hlm. 11 menganggap patut atau tidak patut dihukum dalam rangka menyelenggarakan kesejahteraan dan keamanan masyarakat.13 Mencermati sistem perundang-undangan di Indonesia, Undang-Undang yang nantinya dihasilkan dari konsep Omnibus Law bisa mengarah sebagai Undang-Undang Payung karena mengatur secara menyeluruh dan kemudian mempunyai kekuatan terhadap aturan yang lain. Akan tetapi di Indonesia justru tidak menganut Undang-Undang Payung karena posisi seluruh Undang-Undang adalah sama. Persoalan yang muncul bila dikaji dari perspektif teori peraturan perundang-undangan mengenai kedudukannya, sehingga kedudukannya harus diberikan legitimasi dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus diamandemen. Dalam praktik pembentukan undang-undang di Indonesia selama ini, sebenarnya teknik omnibus ini sudah biasa diterapkan, tetapi sama sekali tidak disebut dengan istilah omnibus. Dengan variasi yang berbeda, kadang-kadang praktik pembentukan undang-undang yang dimaksud dikaitkan dengan istilah kodifikasi, padahal sebenarnya lebih tepat disebut omnibus seperti yang diterapkan di banyak negara common law. Banyak contoh yang dapat diperlihatkan mengenai apa yang disebut sebagai praktik omnibus law itu dalam pengalaman Indonesia, misalnya undang-undang di bidang kepemiluan. UndangUndang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum 14 dibentuk dengan maksud untuk mengubah dan menggabungkan tiga undang-undang sekaligus, yaitu: 1) UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden; 2) UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum; 3) UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Dalam konsideran UU Nomor 7 Tahun 2017 tersebut jelas dinyatakan bahwa “Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum, dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan 13 14 Ibid. LNRI Tahun 2017 Nomor 182, TLNRI Nomor 6109. Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah perlu disatukan dan disederhanakan menjadi satu undang-undang sebagai landasan hukum bagi pemilihan umum secara serentak”. Dengan penggabungan ketiga undang-undang tersebut, UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menjadi sangat tebal, yaitu mencakup 573 pasal dan meliputi 466 halaman yang terdiri atas 317 halaman UU, 116 halaman penjelasan, dan 33 halaman Lampiran UndangUndang. 15 Begitu juga dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang berdampak pada 4 Undang-Undang yang telah ada sebelumnya yaitu mencabut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah dan Undang-Undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 16 Menyimak uraian di atas, tampak bahwa omnibus law di beberapa negara dunia telah banyak dipraktekkan, termasuk di Indonesia. Hanya, kalau di Indonesia tidak disebut secara tegas dengan omnibus law, tetapi modelnya mirip sama. Cara itu ditempuh karena prosesnya dianggap cepat dan tidak memakan biaya yang besar. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Lapangan Kerja merupakan perundang-undangan yang dibentuk dengan metode omnibus law dan dianggap sebagai Undang-Undang pertama di Indonesia yang dibentuk dengan menggunakan metode omnibus law. Total halaman undang-undang tersebut berjumlah 1.187 halaman yang terdiri dari substansi tentang peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha; ketenagakerjaan; kemudahan, perlindungan dan pemberdayaan koperasi dan UMKM; kemudahan berusaha; kebijakan fiskal nasional; dukungan riset dan inovasi. Dalam pertimbangan UU tersebut dinyatakan bahwa UU CIpta Kerja "diharapkan mampu menyerap tenaga kerja Indonesia yang seluas-luasnya di tengah persaingan yang semakin 15 Jimly Asshiddiqie, Omnibus Law dan Penerapannya di Indonesia. Jakarta: 2020. Hal. 69. 16 Lihat Gayus Lumbuun, op.cit, hlm.3-4. kompetitif dan tuntutan globalisasi ekonomi". UU Cipta Kerja memuat 11 klaster, 15 bab, 186 pasar, dan merevisi 77 undang-undang.17 B. Kelebihan dan Kekurangan Pembentukan Perundang-Undangan dengan Metode Omnibus Law Tentang penolakan berbagai pihak terhadap penggunaan omnibus law dalam membentuk dan mengubah UU bisa dipahami. Apalagi seperti Indonesia sebagai penganut rezim positivisme hukum. Namun, kita tidak bisa menapikan adanya kelebihan dari omnibus law ini. Jimly Asshiddiqie menyebut beberapa kelebihan dan kekurangan omnibus law sebagai berikut: Kelebihan: 1. Lebih fleksibel karena sekaligus dapat mengubah banyak Undang-Undang, meskipun bukan mengenai materi yang saling berkaitan; 2. Produktifitas penyusunan UU dapat lebih meningkat dengan lebih efisien; 3. Memudahkan sosialisasi untuk kepentingan dan implementasinya di lapangan; 4. Dlsb. Kekurangan 1. Naskah UU mengatur pelbagai materi yang secara selintas tidak saling berkaitan, sehingga struktur naskah UU nampak seperti tidak sistematis; 2. Jika UU dibuat ringkas dan mempengaruhi banyak UU lain secara lintas sektoral, maka untuk memahaminya diperlukan dukungan sistem audit norma hukum yang lebih rumit, sehingga membutuhkan kecanggihan teknologi pendukung untuk melakukan audit norma hukum yang saling berkaitan; 3. Memerlukan dukungan keahlian professional auditor hukum yang banyak yang didukung oleh tambahan mata kuliah audit hukum di dunia Pendidikan hukum; 4. Dlsb. 18 17 Era.id, Diteken Jokowi, Omnibus Law UU Cipta Kerja Sah Menjadi UU Nomor 11 Tahun 2020. Dalam: https://era.id/nasional/42459/diteken-jokowi-omnibus-law-uu-cipta-kerjasah-menjadi-uu-nomor-11-tahun-2020 .Diakses pada 27 November 2020. 18 Jimly Asshiddiqie, Kelebihan dan Kekurangan Sistem Kodifikasi dan Omnibus Law Serta Komninasi Keduanya, Makalah disampaikan sebagai masukan untuk para pejabat penentu Adang Daradjatun dengan mengkaitkannya dengan omnibus law Cipta Lapangan Kerja, juga menyebut kelebihan dan kekurangan omnibus law sebagai berikut : Kelebihan omnibus law Cipta Lapangan Kerja : 1. 2. 3. 4. Pembahasannya bersifat multisektoral dan menggabungkan banyak undang-undang sehingga waktu pembahasan yang diperlukan lebih cepat dibandingkan dengan mengubah undang-undang tesebut satu persatu. Omnibus law cocok diterapkan di negara yang regulasinya saling tumpang tindih, hyper regulasi, & disharmoni. Tujuan penerapan Omnibus Law adalah untuk menjawab dua hal sekaligus yaitu efisiensi hukum dan harmonisasi hukum. Karena menggabungkan banyak undang-undang untuk dibahas dari satu RUU, maka Efesiensi Anggaran Negara Dalam Proses Penyusunan Undang-Undang dapat tercapai. Omnibus law Cipta Lapangan Kerja harus menciptakan instrumen kemudahan berusaha tidak hanya menguntungkan investor, baik asing maupun dalam negeri, namun juga para wirausaha yang baru tumbuh, yang sesuai dengan arus perkembangan generasi baru yang lebih memilih menjadi wiraswasta mandiri (startup). Kekurangan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja : 1. 2. 3. 19 Bila diterapkan di Indonesia dikhawatirkan tidak sejalan dengan sistem hukum Indonesia yang menganut civil law system, mengingat konsep omnibus law lebih dikenal penerapannya di negara yang menganut common law system. Dengan sifat pembahasan yang cepat dan merambah banyak sektor Omnibus Law dikhawatirkan akan mengenyampingkan pedoman tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan yang demokratis yaitu memungkinkan mempersempit keterbukaan dan partisipasi publik dalam pembentukan undang-undang. Memungkinkan dipangkasnya kewenangan DPR sebagai pembentuk UU yang demokratis serta hasil dari pembahasan tersebut rentan mengalami uji materi (judicial review) karena sifatnya yang cendrung tidak memperhatikan prinsip kehati-hatian dalam proses pembentukan dan sangat singkat.19 Adang Daratun, Menyikapi Omnibus Law dalam Perpektif Legislasi, Makalah yang disampaikan dalam Seminar “Menyikapi Omnibus Law Pro and Kontra RUU Cipta Lapangan Kerja” yang diselenggarakan oleh Djokosoetono Research Center, (Jakarta: UI, 2020), hlm. 2. BAB III PENUTUP A. Simpulan 1. Omnibus law adalah sebuah produk Undang-Undang yang bisa mencabut atau mengubah beberapa undang-undang yang ada yang berlaku yang bisa tersebar dalam beberapa peraturan, kemudian dirampingkan dalam satu Undang-undang agar lebih tepat sasaran yang menjadi sebuah solusi atas konflik antara penyelenggara pemerintah dengan peraturan perundang-undangan dengan tujuan tertentu untuk meningkatkan iklim investasi dan sebagai jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pengambil kebijakan. Di dalam hierarki / tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia belum memasukkan konsep Omnibus Law sebagai salah satu asas dalam sumber hukum, tetapi harmonisasi peraturan perundang-undangan di Indonesia terus menerus dilakukan untuk meminimalkan konflik peraturan perundang-undangan. UndangUndang yang nantinya dihasilkan dari konsep Omnibus Law bisa mengarah sebagai Undang-Undang Payung karena mengatur secara menyeluruh dan kemudian mempunyai kekuatan terhadap aturan yang lain. Akan tetapi di Indonesia justru tidak menganut Undang-Undang Payung karena posisi seluruh Undang-Undang adalah sama, sehingga kedudukannya harus diberikan legitimasi dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 perlu diamandemen. Sebelum Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Lapangan Kerja, konsep omnibus law pernah dilaksanakan di Negara kita yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang dengan adanya hal tersebut bisa dijadikan contoh untuk pemerintah dalam mengambil langkah konsep ini. 2. Bahwa dengan praktik RUU Omnibus, memang banyak mengandung kelemahan yang merugikan proses demokrasi dan negara hukum, khususnya berkenaan dengan prinsip due process of lawmaking. Dampak negative dari praktik omnibus bills ini diantaranya proses pembahasan di forum parlemen dalam arti teknis mengalami penurunan kualitas dan derajat keterpercayaan, kualitas partisipasi public menurun, kualitas perdebatan substantif di forum parlemen atas setiap isu kebijakan yang berhubungan dengan kepentingan umum rakyat juga sangat menurun, perdebatan di ruang publik melalui diskursus publik menjadi tidak focus dan tidak terarah. Semua ini merupakan faktor-faktor yang menetukan proses demokrasi berkembang dari sekedar demokrasi formlistik dan prosedural menjadi demokrasi substantif yang lebih berkualitas dan integrasi. B. Saran 1. Metode Omnibus legislative technique ini masih sangat baru disadari pentingnya di Indonesia. Pasti banyak kelemahan yang harus diantisipasi dan pasti terbuka peluang untuk di salahgunakan oleh penguasa atau siapapun yang sedang menduduki kekuasaan, tetapi sebagai metode pembangunan, pembaharuan dan penataan system hukum dan peraturan perundang-undangan negara hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, metode hukum omnibus ini penting untuk terus dikembangkan baik dalam dunia teori atau praktik. DAFTAR PUSTAKA Daratun Adang, Menyikapi Omnibus Law dalam Perpektif Legislasi, Makalah yang disampaikan dalam Seminar “Menyikapi Omnibus Law Pro and Kontra RUU Cipta Lapangan Kerja” yang diselenggarakan oleh Djokosoetono Research Center, Jakarta: UI, 2020, Panjaitan JS Marojahan, Omnibus Law: Sebagai Kaidah Penuntun Dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0. 2020. Yahya H. Muhammad, Era Industri 4.0: Tantangan dan Peluang Perkembangan Pendidikan Kejuruan Indonesia, Pidato Pengukuhan Penerimaan Jabatan Profesor Tetap dalam Bidang Ilmu Pendidikan Kejuruan Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar, (Makassar: UNM, 2018), Savitri Astrid, Revolusi Industri 4.0 Mengubah Tantangan Menjadi Peluang di Era Disrupsi 4.0 (Yogyakarta: Genesis, 2019),. Panjaitan JS Marojahan, Omnibus Law: Sebagai Kaidah Penuntun Dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0. 2020. Buana Mirza Satria, Menakar Konsep Omnibus Law dan Consolidation Law untuk Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan Indonesia: Pendekatan Perbandingan Hukum Tata Negara, dalam Prosiding Nasional Hukum Tata Negara ke-4 Penataan Regulasi di Indonesia, UPT Penerbitan Universitas Jember, (Jember: UNEJ, November 2017), Busroh Firman Freaddy, “Konseptualisasi Omnibus Law dalam Menyelsaikan Permasalahan Regulasi Pertanahan,” Jurnal, Arena Hukum Vol. 10 No. 2 (Agustus 2017), Lumbuun Gayus, Pemikiran Tentang Omnibus Law, Makalah disampaikan dalam rangka HUT ke-7 IKANOT UNDIP diselenggarakan oleh Yayasan Komunitas Cendikiawan Hukum Indonesia, (Jakarta: Januari 2020), Wibowo Basuki Rekso, Omnibus Law: Sebagai Kebijakan Politik & Hukum, Makalah disampaikan dalam FGD dalam rangka HUT ke-7 IKANOT UNDIP diselenggarakan oleh Yayasan Komunitas Cendikiawan Hukum Indonesia, (Jakarta: Januari 2020), Sadono Bambang, Penataan Sistem Ketatanegaraan, Jakarta: Badan Pengkajian MPR RI, 2019 Wahyudin Achmad Teguh, Konsep Implementasi Omnibus Law pada sistem perundang-undangan, Asshiddiqie Jimly, Omnibus Law dan Penerapannya di Indonesia. Jakarta: 2020. Asshiddiqie Jimly, Kelebihan dan Kekurangan Sistem Kodifikasi dan Omnibus Law Serta Komninasi Keduanya, Makalah disampaikan sebagai masukan untuk para pejabat penentu Data diambil dan diakses dari http://peraturan.go.id/ Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, diakses 27 November 2020. Era.id, Diteken Jokowi, Omnibus Law UU Cipta Kerja Sah Menjadi UU Nomor 11 Tahun 2020. Dalam: https://era.id/nasional/42459/ditekenjokowi-omnibus-law-uu-cipta-kerja-sah-menjadi-uu-nomor-11tahun-2020 .Diakses pada 27 November 2020.