MAKALAH KEUANGAN NEGARA
BAB V
“PENERIMAAN NEGARA”
Dosen Pengampu :
Dr. Wirmie Eka Putra, S.E., M.Si., CIQnR.,
CSRS.
Disusun Oleh :
Gofran Dwi Raihan
B1B121117
Leny Mastora
PMM2200050
Nurul Adinda Agustina
B1B121113
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS JAMBI
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat tuhan yang maha esa atas segala limpahan rahmat, taufik
dan hidayahnya juga memudahkan penyusunan makalah ini dalam bentuk dan isi yang
sangat sederhana.semoga makalah ini dapat digunakan sebagai acuan dan pedoman yang
mempermudah kita semua dalam memahami mata kuliah keuangan negara dengan
pembahasan terkait anggaran pendapatan dan belanja daerah desa.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan,
pengalaman dan pemahaman kita tentang keuangan negara. Kami sangat mengerti bahwa
makalah ini mempunyai banyak kekurangan karena pengalaman kami yang masih sangat
terbatas. Oleh karena itu, kami berharap para pembaca memberikan kontribusi yang
bersifat konstruktif untuk kesempurnaan makalah ini.
Jambi, 16 November 2022
Kelompok 8
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................................. 1
1.3 Tujuan Masalah .................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................... 3
2.1 Sumber-sumber Penerimaan Negara ................................................................................. 3
2.2 Distribusi Beban Negara ................................................................................................... 4
2.3 Sistem Perpajakan dan Politik Pajak ............................................................................... 12
2.4 Pergeseran Beban Pajak .................................................................................................. 14
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 12
3.1 Kesimpulan...................................................................................................................... 12
3.2 Saran ................................................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 17
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Keuangan negara adalah ilmu yang mempelajari penerimaan dan pengeluaran negara
beserta dengan seluruh akibatnya. Keuangan negara didefinisikan juga berdasar objeknya yang
meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan
dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan
seperti uang dan barang yang dapat dijadikan milik negara. Dari sisi proses, keuangan negara
mencakup seluruh kegiatan yang berkaitan dengan objek keuangan negara mulai dari
perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungan jawabnya.
(Mulia Nasution, Februari 2004), lihat juga UU Keuangan Negara. Ilmu keuangan negara
merupakan bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari tentang kegiatan-kegiatan pemerintah
dalam bidang ekonomi yang terkait dengan penerimaan dan pengeluaran pemerintah beserta
dengan pengaruh-pengaruhnya di dalam perekonomian tersebut. Keuangan. negara membahas
dampak dari realisasi anggaran penerimaan dan belanja negara terhadap perekonomian,
terutama terhadap . pencapaian tujuan-tujuan kegiatan ekonomiseperti pertumbuhan ekonomi,
stabilitas harga, distribusi penghasilan, peningkatan efisiensi " serta penciptaan kesempatan
kerja.
Jadi ilmu keuangan negara itu membahas tentang apayang seharusnya atau merupakan
ilmu ekonomi normatif, sedangkan ilmu ekonomi yang mempelajari tentang apa adanya
disebut ekonomi positif. Misalnya kita ingin mencapaitujuan tertentu seperti pertumbuhan
ekonomi atau distribusi penghasilan yang lebih merata, maka harus ditentukan kebijakan yang
bagaimanakah yang harus dijalankan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Masalah yang
menyangkut berbagai macam kebijakan beserta akibat-akibatnya akan dibahas pada bab-bab
berikut. Setiap negara berusaha meningkatkan taraf hidup bangsanya.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja sumber-sumber Penerimaan Negara?
2. Apa yang dimaksud dengan Distribusi Negara?
3. Apa itu Sistem Perpajakan dan Politik Pajak?
4. Apa yang dimaksud dengan Pergeseran Beban Pajak?
1
1.3 TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahui apa saja sumber-sumber Penerimaan Negara.
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Distribusi Negara.
3. Untuk mengetahui apa itu Sistem Perpajakan dan Politik Pajak.
4. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Pergeseran Beban Pajak.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 SUMBER-SUMBER PENERIMAAN NEGARA
Penerimaan negara diartikan sebagai penerimaan pemerintah da- lam arti yang seluasluasnya yaitu meliputi penerimaan pajak, penerimaan yang diperoleh dari hasil penjualan
barang dan jasa yang dimiliki dan dihasilkan oleh pemerintah, pinjaman pemerintah,
mencetak uang, dan sebagainya. Dalam kenyataannya tidak dapat ditarik suatu batas yang
tegas terhadap macam-macam sumber penerimaan negara tersebut. Walaupun demikian
sumber-sumber penerimaan negara ataupun cara-cara yang dapat ditempuh negara untuk
mengumpulkan uang sebagai penerimaannya pada intinya dapat digolongkan sebagai
berikut:
a.
Pajak. Yang dimaksud dengan pajak ialah pembayaran iuran oleh rakyat kepada negara
yang dapat dipaksakan dan tanpa balas jasa yang secara langsung bisa ditunjuk.
Misalnya: Pajak kendaraan bermotor, pajak penjualan barang mewah, pajak bumi dan
bangunan, dan lain sebagainya.
b.
Retribusi. Yang dimaksud dengan retribusi ialah suatu pemba- yaran dari rakyat kepada
negara di mana kita dapat melihat adanya hubungan antara balas jasa yang langsung
diterima dengan adanya pembayaran retribusi tersebut. Misalnya: uang kuliah, uang
langganan air minum, uang langganan listrik, retribusi pasar dan sebagainya.
c.
Keuntungan dari Perusahaan-perusahaan Negara. Penerimaan yang berasal dari sumber
ini merupakan penerimaan negara dari hasil penjualan (harga) barang-barang yang
dihasilkan oleh per- usahaan-perusahaan negara.
d.
Denda dan perampasan yang dilakukan oleh pemerintah.
e.
Sumbangan masyarakat untuk jasa-jasa yang diberikan oleh ne- gara seperti
pembayaran biaya-biaya perizinan (lisensi), toll atau pungutan sumbangan pada jalan
raya tertentu seperti di Jagorawi.
f.
Pencetakan Uang Kertas. Karena sifat dan fungsinya, maka ne- gara memiliki
kekuasaan yang tidak dimiliki oleh para individu da- lam masyarakat. Negara
mempunyai kekuasaan untuk mencetak uang kertas sendiri atau meminta kepada Bank
Sentral guna memberikan pinjaman kepada negara walaupun tanpa suatu deking.
Apabila pencetakan uang itu dijalankan dengan kurang ha- ti-hati, maka akibatnya akan
kurang baik yaitu cenderung untuk menimbulkan inflasi. Inflasi mempunyai pengaruh
3
4
g.
seperti halnya dengan pajak. Oleh karena itu seringkali inflasi disebut sebagai pajak
yang tidak kentara (invisibletax), karena konsumen dengan jumlah uang yang sama
akan dapat memperoleh barang dan jasa yang semakin sedikit jumlahnya berhubung
dengan turunnya nilai uang.
h.
Hasil dari Undian Negara. Dengan undian negara, negara akan mendapatkan dana yaitu
perbedaan antara jumlah penerimaan dari lembaran surat undian yang dapat dijual
dengan semua pe- ngeluaran-pengeluarannya termasuk hadiah yang diberikan kepada
pemenang dari undian negara tersebut. Undian negara ini adalah baik sifatnya karena
harga surat undiannya adalah sangat murah, sehingga mereka yang membelinya tidak
begitu merasakan rugi kalau tidak memperoleh kemenangan, tetapi sekedar menyumbang kepada pemerintah, sedangkan yang menang akan sung- guh-sungguh
merasa senang. Tetapi seringkali usaha-usaha me- ngumpulkan dana melalui sistem
undian ini membawa akibat yang kurang baik terhadap kehidupan rakyat kecil karena
mereka ini kemudian berlomba dalam mencari kemenangan, tanpa melihat
kemampuannya serta kurang perhitungan. Hal ini memang masuk akal karena bila
mereka menang, status sosialnya akan meningkat dengan cepat sekali.
i.
Pinjaman. Pinjaman atau utang negara ini dapat berasal dari luar negeri maupun dari
dalam negeri. Pada umumnya negara-negara sedang berkembang mengandalkan
pembiayaan pembangunannya sebagian besar pada pinjaman ini.
j.
Hadiah. Sumber dana jenis ini dapat terjadi seperti pemerintah pusat memberikan
hadiah kepada pemerintah daerah, atau dari swasta kepada pemerintah dan dapat pula
terjadi dari pemerin tah suatu negara kepada pemerintah negara lain. Penerimaan negara
dari sumber ini sifatnya adalah volunter atau suka rela tanpa balas jasa baik langsung
maupun tidak langsung.
2.2 DISTRIBUSI BEBAN NEGARA
Hal penting dalam menentukan sumber-sumber keuangan negara adalah pemecahan
masalah mengenai prinsip-prinsip yang harus di- tempuh untuk mendistribusikan beban
keuangan negara kepada para anggota masyarakatnya. Kita mulai dengan sumber penerimaan
negara yang berasal dari pajak karena pajak adalah sumber penerimaan negara yang terbesar
bagi semua negara mana pun juga.
Pajak mempunyai fungsi ganda di samping sebagai sumber peneri. maan negara yang
utama (fungsi budget budgetary function) juga = mempunyai fungsi lain yaitu sebagai alat
5
untuk mengatur dan meng- awasi kegiatan-kegiatan swasta maupun masyarakat pada
umumnya di dalam perekonomian (fungsi pengatur regulatory function). Sebagai instrumen
anggaran pajak digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatankegiatan pemerintah, terutama kegiat an-kegiatan yang bersifat rutin seperti pembayaran gaji
pegawai negeri.
Pajak dalam fungsinya sebagai pengatur (regulatory), dimaksudkan terutama untuk
mengatur perekonomian guna menuju pada per- tumbuhan ekonomi yang lebih cepat,
mengadakan redistribusi penghasilan serta stabilisasi ekonomi. Tetapi pengertian ini diperluas
yaitu untuk mengatur kegiatan-kegiatan baik kegiatan produsen maupun konsumen dalam
mencapai tujuannya masing-masing. Dengan melalui sistem perpajakan negara dapat
menghalangi dihasilkannya barang- barang tertentu yang tidak dikehendaki oleh pemerintah,
dan dapat pula negara mencegah konsumsi barang-barang tertentu yang diperkirakan akan
mengganggu kesehatan atau dianggap kurang penting oleh pemerintah. Sebaliknya dengan
meringankan beban pajak atau meng- hapus pajak pemerintah atau negara dapat memajukan
suatu kegiatan ekonomi tertentu. Pemerintah Indonesia memberi insentif dengan membebaskan
bea masuk impor mesin-mesin pengolah limbah demi lingkungan yang bersih.
A. Smith’s Cannons
Dalam mendistribusikan beban negara atau dengan kata lain karena kegiatan negara
sebagian besar dibiayai oleh penerimaan dari pajak, maka berarti ada masalah
bagaimana pengenaan atau pembebanan pajak kepada wajib pajak.
Dalam pengenaan pajak itu, Adam Smith telah mengajukan. beberapa prinsip bagi
pengenaan pajak yang baik yang disebut dengan "Smith's Canons", yaitu:
1.
Prinsip keadilan (equity)
Artinya ialah bahwa beban pajak harus sesuai dengan kemampuan relatif dari
setiap wajib pajak. Perbedaan dalam tingkat penghasilan harus digunakan
sebagian dasar di dalam distribusi beban pajak itu, sehingga bukan beban pajak
dalam arti uang yang penting tetapi beban riil dalam arti kepuasan yang hilang
juga harus diperhatikan.
2.
Prinsip kepastian (certainty)
Pajak hendaknya tegas, jelas dan pasti bagi setiap wajib pajak, sehingga mudah
dimengerti oleh mereka dan juga akan memudahkan administrasi negara
sendiri.
3.
Prinsip kecocokan/kelayakan (convenience)
6
Pajak jangan sampai terlalu menekan seorang wajib pajak, sehingga wajib
pajak akan dengan suka dan senang hati melakukan pembayaran pajak kepada
pemerintah.
4.
Prinsip ekonomi (economy)
Pajak hendaknya menimbulkan kerugian yang minimal dalam arti jangan
sampai biaya pemungutannya lebih besar daripada jumlah penerimaan
pajaknya.
Smith's Canons ini masih dilengkapi oleh sarjana lain dengan satu prinsip lagi yaitu
yang disebut dengan prinsip ketepatan (ade-quate) Pajak hendaknya dipungut tepat pada
waktunya dan jangan sampai mempersulit posisi anggaran belanja pemerintah.
B. Benefit Approach dan Ability To Pay Approach
Di samping prinsip-prinsip di atas guna menuju sistem perpajakan yang baik ada
pendekatan lain yang disebut dengan "ability to pay approach" dan "benefit approach".
1.
Benefit approach dengan kata lain adalah prinsip pengenaan pajak berdasarkan
atas manfaat yang diterima oleh seorang wajib pajak dari pembayaran
pajaknya itu kepada pemerin tah. Hal ini seolah-olah disamakan dengan
pembelian suatu barang atau jasa oleh seorang pembeli yaitu bahwa harga yang
harus dibayar sesuai dengan manfaat yang dapat dinik- mati oleh seorang
pembeli barang/jasa tersebut. Kalau me- mang manfaat yang diperoleh dan
dinikmati oleh seorang pembeli dalam hal ini adalah seorang pembayar pajak
dapat diukur dengan pasti, maka tidak akan ada kesulitan untuk menggunakan
pendekatan ini. Sayang sekali kita atau negara tidak dapat mengukur secara
objektif manfaat barang-be- rang dan jasa-jasa yang diterima dari negara
dengan adanya pembayaran pajak itu karena kontra prestasinya tidak dapat
diterima secara langsung oleh seorang wajib pajak.
2.
Ability to pay approach, sering pula disebut sebagai prinsip kemampuan untuk
membayar atau berdasarkan atas daya pikul seorang wajib pajak. Jadi yang
dimaksud ialah bahwa seorang wajib pajak akan dikenai beban pajak sesuai
dengan kemampuannya untuk membayar pajak. Wajib pajak yang memiliki
kemampuan membayar yang sama dikenai pajak yang sama bebannya
(horizontal equity), dan wajib pajak yang ke- mampuannya berbeda dikenai
pajak yang berbeda pula be- bannya (vertical equity). Kemampuan untuk
membayar pajak ini dapat diketahui dengan melihat besarnya penghasilan baik
yang berasal dari tenaga kerja maupun yang berasal da- ri kekayaan serta dapat
7
dilihat pula dari besarnya penge- luaran seorang wajib pajak setelah
pengeluaran konsumsi esensial. Sebenarnya untuk mengukur kemampuan
seseorang untuk membayar pajak juga masih sukar tetapi relatif lebih mudah
daripada kita harus mengukur manfaat yang diterima dari pembayaran pajak.
Segi positif dari pendekatan ke- mampuan untuk membayar ini adalah bahwa
pengorbanan atau beban riil wajib pajak sebagai akibat pembayaran pajak
dapat diperkirakan dengan lebih tepat.
Kedua pendekatan di atas adalah pendekatan berdasarkan prinsip kesamaan
(equity) di mana prinsip kemanfaatan (benefit principle) berdasarkan atas
kesamaan manfaat yang diterima oleh wajib pajak sesuai dengan pajak yang
dibayarnya, sedangkan prinsip kemampuan membayar (ability to pay principle)
berdasar- kan atas kesamaan pengorbanan yang sesuai dengan kemampuan
seorang wajib pajak untuk membayar pajak.
C. Konsep Equal Sacrifice
Sehubungan dengan prinsip kemampuan untuk membayar pajak berdasarkan
atas kesamaan, maka yang dimaksud dengan "sama" di sini adalah pembayaran dalam
arti beban riil (real burden) yang diderita atau yang dirasakan seorang wajib pajak.
Beban riil ini diukur dengan besarnya kepuasan atau guna (utility) yang hilang karena
pembayaran pajak tersebut.
Berhubung untuk mengukur kemampuan membayar pajak da pat dilihat dari
tingkat penghasilan seorang wajib pajak, make kita akan menggunakan anggapan
bahwa pengorbanan yang di serahkan oleh wajib pajak sebagai individu dapat diukur
sebagai fungsi dari penghasilan yang dibayarkan kepada pemerintah, Jadi jelasnya
ialah bahwa kepuasan/guna itu merupakan fungsi dari besarnya penghasilan
seseorang.
Prinsip atas dasar pengorbanan (sacrifice principle) ini dapat kita golongkan
menjadi 3 macam yaitu:
1.
Kesamaan pengorbanan absolut (equal absolute sacrifice) ialah bahwa pajak
hendaknya dibebankan kepada wajib pajak sedemikian rupa sehingga beban riil
atau kepuasan yang hilang dari masing- masing pembayar pajak itu adalah sama
besarnya.
2.
Untuk kesamaan pengorbanan yang proporsional (equal propor- tional sacrifice)
berarti pajak hendaknya didistribusikan kepada wajib pajak sedemikian rupa
sehingga jumlah kepuasan/guna yang hilang yang diderita masing-masing wajib
8
pajak itu sebanding atau proporsional terhadap seluruh kepuasan/guna total
yang dimiliki oleh masing-masing wajib pajak yang diperoleh dari jumlah
penghasilan yang dimilikinya.
3.
Prinsip kesamaan pengorbanan batas (equal marginal sacrifice) menghendaki
agar pajak itu didistribusikan sedemikian rupa di antara wajib pajak sehingga
masing-masing akan memiliki sejum- lah penghasilan setelah dikenai pajak,
yang dapat memberikan guna batas (marginal utility) yang sama. Atau dengan
perkataan lain jumlah pengorbanan dalam arti kepuasan yang hilang bagi
seluruh wajib pajak dalam perekonomian itu adalah yang paling minimum
(minimum aggregate sacrifice)
Seperti telah diketahui bila perbedaan penghasilan antara dua individu (A dan
B) lebih kecil daripada pajak yang ingin dipu- ngut negara dan negara ingin
menerapkan konsep kesamaan pe ngorbanan batas (equal marginal sacrifice), maka
pajak tersebut harus didistribusikan sedemikian rupa sehingga masing-masing
wajib pajak akan menerima penghasilan bersih (setelah kena pajak) yang
menghasilkan guna batas (marginal utility) yang sama tingginya.
Jadi kalau negara ingin menarik pajak sebesar CE (lihat Gambar 5.5.) maka
pajak itu mula-mula harus dikenakan pada B sebanyak DE dan kemudian sisanya
yaitu CE- DE CD dibagikan sama besar antara A dan B. Atau CD dibagi dua
kemudian dibe- bankan pada A dan juga pada B. Akhirnya pajak yang dibayar oleh
B adalah BH atau EJ dan A membayar pajak sebesar AH atau CJ.
Terlihat bahwa jumlah penghasilan mereka masing-masing setelah kena pajak
adalah sama yaitu sebesar OH dan membe- rikan guna batas (marginal utility) yang
sama terhadap masing- masing wajib pajak.
Tetapi kalau pajak yang ingin dikumpulkan negara lebih kecil daripada
perbedaan penghasilan antara dua wajib pajak A dan B, maka untuk memenuhi
konsep equal marginal sacrifice atau yang disebut juga sebagai konsep minimum
aggregate sacrifice, sebaiknya seluruh pajak tersebut dibebankan kepada wajib
pajak B saja. Jadi B dikenai pajak sebesar BK atau FG. Setelah pajak, penghasilan
B tinggal sebesar OK dan guna batasnya sebesar KL, sedangkan penghasilan A
(tetap bebas dari pajak) yaitu sebesar OA dengan guna batas setinggi AM. Dalam
sistem perpajakan kita di Indonesia juga dikenal penghasilan tidak kena pajak
(PTKP). Dalam kasus ini guna batas (marginal utility) tidak mungkin sama karena
9
yang dikumpulkan negara ma- sih-lebih-kecil daripada perbedaan penghasilan
antara wajib pajak A dan wajib pajak B.
Pada keadaan di mana pajak yang akan dikumpulkan sebesar CE yaitu lebih
besar daripada perbedaan penghasilan para wajib pajak dan seandainya seluruhnya
dibebankan pada B yang berpen- dapatan lebih tinggi, maka jumlah pengorbanan
riil seluruhnya yang diderita oleh masyarakat adalah sebesar trapesium NBQP.
Tetapi kalau sebagian pajak (CJ) dibebankan kepada A dan kepada B sebesar JE,
maka pengorbanan riil seluruh masyarakat adalah lebih kecil yaitu sebesar (luas
trapesium HBQI) + (luas trapesium HAMI) daripada (luas trapesium HBQI) (luas
trapesium NHIP). Jadi (luas HBQI+ luas HAMI) (luas HBQI + luas NHIP) atau
(luas HBQI+ luas HAM!) luas NBQP sebab luas HAMI CLUBS NHỊP
Untuk keadaan yang kedua juga sama yaitu bila pajak yang dipungut sebesar
FG yaitu lebih kecil daripada perbedaan penghasilan para wajib pajak. Seandainya
sebagian pajak sebesar FR atau KS diambil dari B dan dibebankan kepada A, maka
A memikul pajak sebesar AH di mana AH = FR = KS. Dari sini dapat kita lihat
bahwa jumlah pengorbanan riil apabila pajak itu dipecahkan antara A dan B adalah
sebesar (luas trapesium HAM!. +(luas trapesium SBQT), Jelas di sini bahwa jumlah
beban riil tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan apabila seluruh pajak itu
dibebankan pada B saja di mana jumlah beban riil secara kese- luruhan adalah (luas
trapesium KSTL) + (luas trapesium SBQT).
Karena luas HAMI > luas KSTL. maka dari hal tersebut di atas terbukti bahwa
seluruh masyarakat memikul beban minimum bila seluruh pajak itu dibebankan
pada B (orang kaya) saja daripada kalau pengenaan pajak itu dipecah antara A dan
B. Contoh perhitungan beban pajak untuk lebih jelasnya uraian mengenai konsep
pengorbanan riil (sacrifice principles) ini, marilah didekati dengan contoh perhitungan berikut:
Diketahui: MU = 20-0,10Y
YA = US$ 30.000 Y₁ = US$ 20.000
Tx = US$ 3,000
di mana:
MU adalah marginal utility
Y adalah penghasilan individu A
Ya adalah penghasilan individu B
Tx adalah jumlah pajak yang dikenakan pada individu A.
10
Anggapan yang dipakai adalah fungsi MU, MUs artinya fungsi guna batas untuk kedua
wajib pajak itu sama dan linear sifatnya. Ditanyakan: Berapa pajak yang harus dikenakan pada
B bila dikehendaki adanya sistem perpajakan yang mengikuti prinsip-prinsip di bawah ini:
a. Kesamaan pengorbanan absolut (equal absolute sacrifice).
b. Kesamaan pengorbanan proportional (equal proportional sacrifi ce).
c. Kesamaan pengorbanan batas (equal marginal sacrifice), dengan catatan negara ingin
mengumpulkan penerimaan pajak sebesar US$ 8.000, dan bagaimana pula jika negara
ingin mengumpulkan penerimaan pajak sebesar US$ 12.000.
Ada beberapa pertimbangan tentang dipergunakannya tes bentuk benar salah sebagai
alat ukur hasil belajar peserta didik. Pertimbangan- pertimbangan yang dimaksud mendasarkan
diri pada alasan-alasan (Ebel, 1979 111) bahwa: (1) pencapaian hasil belajar yang esensial
adalah penguasaan pengetahuan verbal. (2) semua pengetahuan verbal dapat diekspresikan
dalam bentuk proposisi, (3) proposisi aadalah sebentuk penyataan (kalimat) yang dapat
dinyatakan secara benar atau salah, dan (4) pengetahuan peserta didik dalam suatu bidang dapat
diukur dengan kemampuannya menilal proposisi yang berkaitan dengan bidang yang
bersangkutan.Berdasarkan alasan-alasan tersebut tes benar salah tentunya juga dapat dipakai
untuk mengukur hasil belajar yang meliputi kompetensi dasar, indikator, atau bahan ajar
tertentu. Berikut dikemukakan beberapa contoh.
B-S Bahasa Indonesia termasuk rumpun Austronesia. B-S WS Rendra dikenal sebagai
seorang penyair dan dramawan yang kritis dan suka mengritik berbagai penyimpangan
terhadap kebenaran. B-S Kalimat "Disebabkan oleh karena belum menyelesaikan tugas, ia
tidak berani masuk sekolah" mengandung gejala pleonasme. B-S Salah satu jenis puisi lama
yang terdiri dari empat baris dengan baris pertama kedua sampiran, sedang baris ketiga dan
keempat isi adalah syair.
Penggunaan tes benar-salah memunyai beberapa keuntungan, namun sebaliknya, juga
memunyai beberapa kelemahan. Kelebihan dan kele- mahan yang dimaksud antara lain sebagai
berikut: Kelebihan. (1) Berhubung pertanyaan singkat, tes benar salah dapat mencakup bahan
yang luas; (2) Penyusunan tes benar salah mudah dilakukan; (3) Peserta didik dengan cepat
dapat memahami petunjuk pengerjaan soal; dan (4) Guru dapat memeriksa pekerjaan peserta
didik dengan cepat dan objektif. Kelemahan (1) Pernyataan yang kurang tepat akan
membingungkan peserta didik; (2) Jawaban yang benar atau salah kadang-kadang mudah
ditebak; (3) Kemungkinan adanya peserta didik yang bersikap untung-untungan cukup besar,
(4) Penyusunan butir soal yang mengukur kompetensi berpikir proses dan jenjang tinggi tidak
mudah dilakukan. Saran Penyusunan Tes Benar Salah. Jika kita bermaksud menulis soal tes
11
yang berbentuk benar salah, beberapa saran di bawah ini perlu diperhatikan. Saran-Saran yang
dimaksudkan antara lain sebagai berikut.
(1) Pernyataan jangan terlalu kompleks dengan berisi beberapa konsep sekaligus yang
mungkin kurang berkaitan. Pernyataan yang kompleks bisa saja dipergunakan asal
kaitan antara konsep-konsep yang ada jelas dan mudah diikuti. Contoh:
Karena sajak-sajaknya menunjukkan adanya perloncatan isi dan bentuk, baik yang
mencakup ketepatan bentuk, arti, bunyi dan gaya bahasa, serta imaji-imaji yang
ditimbulkannya dari sajak para penyair sebelumnya, Khairil Anwar diakui sebagai
pelopor angkatan 45. Karena penulisan sajak-sajaknya baik yang menyangkut
bentuk maupun isi menunjukkan adanya penolakan dari penyair sebelumnya,
Khairil Anwar diakui sebagai pelopor angkatan 45.
(2) Pernyataan
hendaknya
tidak
mempergunakan
kata-kata
tertentu
yang
memungkinkan untuk mudah ditebak atau yang dapat menim- bulkan perdebatan.
Misalnya, kata-kata seperti semua, selalu, tidak pernah, tidak mungkin, dan
sebagainya. Penggunaan dua tanda negatif juga perlu dihindarkan Contoh:
Semua roman angkatan Balai Pustaka tidak ada yang beralur flash back. (Salah) Roman karya
angkatan Balai Pustaka pada umumnya beralur progresif. (Benar)
(3) Pernyataan jangan mengutip apa adanya (kutipan secara verbatim) dari buku
Penggunaan pernyataan yang dikutip secara verbatim
Ini berarti pula bahwa dengan prinsip equal proportional sacrifice, sistem pajak itu
menjadi lebih bersifat progresif dari- pada dengan prinsip equal absolute sacrifice. Dengan
tingkat penghasilan yang sama seperti pada soal di atas, dengan prinsip equal proportional
sacrifice, B kena pajak yang lebih ringan (US$ 1.950,) daripada dengan prinsip equal absolute
sacrifice (US $2.850).
c. Konsep kesamaan pengorbanan batas (equal marginal sacrifice)
Konsep kesamaan pengorbanan batas (equal marginal sacrifice) Untuk konsep
kesamaan pengorbanan batas (equal marginal so- crifice) atau konsep pengorbanan total yang
minimum (minimum aggregate sacrifice) harus diketahui terlebih dahulu berapa be- sarnya
penerimaan pajak yang ditargetkan oleh pemerintah. Apa- bila jumlah pajak itu lebih kecil
daripada perbedaan penghasilan, maka seluruh pajak itu dibebankan pada wajib pajak yang
peng- hasilannya tinggi, sedangkan yang penghasilannya rendah bebas dari pembayaran pajak
Jadi seperti dikehendaki, negara ingin mengumpulkan pajak sebesar US $8.000, sebagai
12
penerimaan ne- gara, maka pajak seluruhnya akan dibebankan pada A, dan B be- bas pajak.
Sedangkan kalau pajak yang ingin dikumpulkan sebesar US $ 12.000, maka A akan kena pajak
sebesar US $11.000 dan B hanya kena pajak sebesar US $1.000 karena perbedaan penghasilan mereka US $10.000 sehingga sisa pajak US $2.000 harus dibagi 2 antara A dan B. Jelas
di sini bahwa prinsip equal marginal sacrifice atau prinsip minimum aggregate sacrifice itu
jouh bersifat lebih progresif daripada prinsip equal proporsional sacrifice dan lebih-lebih
dibending dengan prinsip equal absolut sacrifice.
2.3 SISTEM PERPAJAKAN DAN POLITIK PAJAK
Setiap pajak terdiri dari sasaran atau objek pajak (tax base) dan tarif pajak (tax rate). Objek
pajak adalah segala sesuatu yang dapat dikenai pajak yang dapat berupa penghasilan, barang,
kekayaan dari juga perpindahan hak milik atas barang. Adapun jumlah penerimaan pajak
adalah sama dengan dasar pajak kali tarif pajak atau T = B x R, di mana T adalah penerimaan
pajak, B adalah dasar pajak dan R adalah tarif pajak.
Dengan membandingkan antara beban pajak dari setiap macam pajak dengan seluruh jumlah
penghasilan ditambah dengan nilai seluruh kekayaan setelah dikurangi dengan kebutuhan
pokok (esensial) dari seorang wajib pajak, maka kita dapat menggolongkan beberapa struktur
pajak sebagai berikut:
a.
Pajak dikatakan progresif apabila pajak itu dikenakan dengan persentase yang semakin
tinggi dengan semakin tingginya kemampuan membayar pajak (taxable capacity). Jadi
kenaikan taxable capacity akan diikuti dengan kenaikan pembayaran pajak dengan persentase
yang lebih besar. Dengan kata lain tarif pajak ratarata (average tax rate) meningkat dengan
semakin tingginya dasar pajak (tax base), dan tarif pajak marginal (marginal tax rate) lebih
tinggi daripada tarif pajak rata-rata").
Sebagai contoh perhatikan tingkat penghasilan sebagai dasar pengenaan pajak seperti pada
Tabel 5.1. Pada penghasilan setinggi US $ 1.000 pajak yang dipungut setinggi US $100 atau
sama dengan 10% dari total penghasilan. Kemudian jika penghasilan sebesar US $1.500 pajak
yang dikenakan sebesar US $200 atau sama dengan 13,3% dari besarnya penghasilan, dan pada
penghasilan US $2.000, pajak yang dikenakan setinggi US $300 atau 15% dari penghasilan.
a. Pajak dikatakan proporsional apabila pajak itu dikenakan dengan persentase yang
sebanding dengan perkembangan penghasilan setelah dikurangi dengan kebutuhan-
13
kebutuhan esensial. Apabila kemampuan membayar pajak (taxable capacity) naik
10% maka akan dikenakan pajak yang besarnya juga 10% lebih tinggi dari semula.
Dengan kata lain besarnya persentase pajak terhadap setiap tingkat penghasilan
adalah tetap atau dapat dikatakan tarif pajak rata-rata sama dengan tarif pajak
marginal.
b. Pajak dikatakan regresif apabila pajak dikenakan dengan perkembangan yang
kurang dari sebanding dengan perkembangan taxable capacity. Jadi dengan kata
lain, dengan bertambahnya taxable capacity persentase pajak yang harus dibayar
menjadi semakin kecil.
Berdasarkan atas berbagai pengertian di atas, maka dapat dikatakan bahwa pajak
penghasilan dan pajak kekayaan biasanya lebih bersifat progresif dan pajak penjualan lebih
bersifat regresif. Hal ini disebabkan oleh usaha negara mengurangi kesenjangan dalam
distribusi penghasilan, sehingga sistem pajak yang progresif hanya dapat diterapkan pada
penghasilan sebagai objek pajak, dan bukan pada transaksi penjualan. Di lain pihak pajak
penjualan bersifat regresif karena setiap transaksi yang sama dikenakan tarif pajak penjualan
yang sama, sehingga walaupun ada orang yang penghasilannya tinggi tetap dikenai pajak yang
sama besarnya dengan orang yang penghasilannya rendah ketika mereka mengadakan transaksi
yang sama besar nilainya.
Walaupun demikian, dalam praktik pembedaan tersebut ti daklah dapat dipisahkan dengan
tegas. Misalnya pajak radio. Dulu antara tahun 1970 tahun 1990-an semua pesawat radio
dikenai pajak yang sama besarnya, meskipun dimiliki oleh orang-orang yang mempunyai
taxable capacity yang berbeda-beda. Sama halnya bagi kendaraan bermotor dan kendaraan
tidak bermotor. Jadi sebenarnya kalau besar pajak itu dibandingkan dengan besarnya taxable
capacity dari masing-masing pemilik barang tersebut akan tampak bahwa pajak itu bersifat
regresif. Ini berarti bahwa pajak-pajak yang bersifat regresif, tidak hanya pajak penjualan,
tetapi pajak pertambahan nilai, pajak bumi dan bangunan, pajak kendaraan bermotor dan masih
banyak lagi.
14
2.4 PENGGESERAN BEBAN PAJAK
Masalah lain yang juga sangat menarik dalam pembicaraan mengenai sistem
perpajakan ialah bahwa seringkali terjadi suatu jumlah pajak yang dibayarkan oleh seorang
wajib pajak bukan merupakan beban yang ditanggung oleh wajib pajak tersebut, melainkan
pihak lain yang menjadi pemikul beban pajak itu. Dengan kata lain wajib pajak tidak sama
dengan pemikul beban pajak. Dalam hal ini wajib pajak menggeserkan sebagian atau seluruh
beban pajak itu kepada orang lain. Jadi ada masalah distribusi beban pajak (incidence of
taxation) yaitu masalah mengenai siapa sebenarnya yang memikul beban pajak yang terakhir
setelah terjadi penggeseran beban pajak tersebut. Dalam pengertian ekonomi masalah dapat
atau tidaknya beban pajak itu digeserkan membawa konsekuensi mengenai macam sifat pajak.
Pajak yang bebannya dapat digeserkan disebut dengan pajak tidak langsung, sedangkan pajak
yang bebannya tidak dapat digeserkan kepada pihak lain disebut pajak langsung.
Pajak-pajak yang bebannya dapat digeserkan biasanya adalah pajak penjualan, cukai,
pajak pertambahan nilai dan sebagainya. Cukai tembakau misalnya dikumpulkan oleh
produsen atau pabrik rokok, tetapi yang memikul beban pembayaran cukai itu adalah
konsumen rokok. Cara menggeserkan beban pajak tersebut ialah dengan menaikkan harga
rokok yang terkena pajak atau cukai. Di sini dikatakan bahwa ada penggeseran beban pajak ke
depan (forward shifting). Seandainya produsen rokok itu tidak berhasil menaikkan harga jual
rokoknya setelah pengenaan cukai tembakau, maka ia akan berusaha untuk menggeser beban
pajak itu ke belakang yaitu dengan menekan harga pembelian inputnya (dalam hal ini
tembakau) dari penjual tembakau (petani misalnya).Jelasnya perbuatan penggeseran beban
pajak adalah perbuatan penghindaran diri dari pembayaran beban pajak yang sifatnya lunak,
artinya tidak ada sanksi hukumnya dan banyak orang tidak mempersoalkannya. Oleh
karenanya perbuatan penggeseran beban pajak itu tidak dapat dikatakan melanggar hukum.
Sebenarnya proses penggeseran beban pajak dapat diperinci dalam empat tahap, yaitu:
a. Tahap kesatu, beban pajak terletak pada orang (wajib pajak) yang mengadakan
perhitungan pembayaran dengan negara. Ini berhubungan langsung dengan
pengenaan pajak bagi orang yang membayar pajak di kantor pajak dan disebut
dengan "impact of taxation".
b. Tahap kedua berupa penggeseran beban pajak, ini merupakan proses antara yaitu
pemindahan beban pajak dari pembayar pajak kepada pemikul beban pajak. Tahap
ini disebut dengan "the shifting of taxation'.
15
c. Tahap ketiga, timbulnya beban moneter yang terakhir setelah terjadi penggeseran
dan beban pajak tidak akan digeserkan lagi. Ini disebut dengan "incidence of
taxation
d. Tahap keempat. yaitu adanya konsekuensi-konsekuensi ekonomis dengan adanya
"incidence of taxation' yang disebut dengan "effect of taxation". Misalnya ada
kesenjangan yang semakin lebar dalam distribusi penghasilan dalam arti riil setelah
pajak tersebut dikenakan". Kemudian perlu diketahui bagaimanakah terjadinya
penggeseran beban pajak itu dan berapakah beban pajak yang dapat digeserkan oleh
wajib pajak dan berapa pula yang harus ditanggungnya sendiri. Dalam hal ini kita
berhubungan dengan masalah "shifting of taxation" (penggeseran beban pajak).
4.1 Forward Shifting
Sebagai kesimpulan umum dapat dinyatakan bahwa semakin tidak elastis kurva
permintaan maka akan semakin tinggi kenaikan harganya; akibat penggeseran beban pajak.
Selanjutnya apabila diteliti lebih jauh lagi, akan terbukti bahwa proporsi beban pajak itu akan
sebanding dengan proporsi antara elastisitas permintaan dan elastisitas penawaran.
4.2 Backward Shifting
Yaitu jumlah atau besarnya pungutan pajak. Kasus lain penggeseran beban pajak ialah
seandainya pajak itu dibebankan pada produsen bahan mentah dan bukannya pada konsumen.
Dalam hal ini diambil contoh produsen rokok membeli tembakau dari petani dan produsen
rokok itu dalam hal ini bertindak sebagai konsumen produk pertanian tembakau dari para
petani. Oleh karena itu kalau produsen rokok berusaha menggeser beban pajak kepada petani,
maka tidak akan terjadi pergeseran dalam kurva penawaran tembakau ke kiri melainkan
pergeseran di dalam kurva permintaan tembakau ke kiri.
Mari kita misalkan dalam hal produsen rokok dibebani cukai per unit barang yang
dihasilkannya dan ia tidak dapat menggeserkan beban pajak itu ke depan kepada konsunen
dengan menaikkan harga rokoknya. Hal ini mungkin sekali terjadi apabila permintaan terhadap
rokok itu bersifat elastis sempurna.Apabila demikian, maka wajib pajak tersebut akan berusaha
· menggeser beban cukainya tidak ke depan lagi melainkan ke belakang yaitu dengan menekan
harga pembelian tembakau yang dibelinya dari petani. Dalam hal ini akan ada penggeseran
beban pajak ke belakang (backward shifting).
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Penerimaan negara diartikan sebagai penerimaan pemerintah da- lam arti yang seluas-luasnya
yaitu meliputi penerimaan pajak, penerimaan yang diperoleh dari hasil penjualan barang dan jasa yang
dimiliki dan dihasilkan oleh pemerintah, pinjaman pemerintah, mencetak uang, dan sebagainya. Hal
penting dalam menentukan sumber-sumber keuangan negara adalah pemecahan masalah mengenai
prinsip-prinsip yang harus di- tempuh untuk mendistribusikan beban keuangan negara kepada para
anggota masyarakatnya. Kita mulai dengan sumber penerimaan negara yang berasal dari pajak karena
pajak adalah sumber penerimaan negara yang terbesar bagi semua negara mana pun juga. Pajak-pajak
yang bersifat regresif, tidak hanya pajak penjualan, tetapi pajak pertambahan nilai, pajak bumi
dan bangunan, pajak kendaraan bermotor dan masih banyak lagi. Pajak-pajak yang bebannya
dapat digeserkan biasanya adalah pajak penjualan, cukai, pajak pertambahan nilai dan
sebagainya.
3.2 SARAN
Kami sangat menyadari penyusunan makalah ini terdapat banyak kesalahan dan
kekukarangan, namun kami berharap sepenuh hati makalah ini dapat membantu menambah
pengalaman pembaca sekalian. Adapun kelak, kami akan terus melakukan perbaikan terkait
ketidaksempurnaan penyusunan makalah ini berpegang kepada sumber yang bisa
dipertanggungjawabkan, oleh karenanya kami terbuka kepada kritik, pendapat dan saran dari
pembaca yang bersifat membangun mengenai makalah ini.
16
DAFTAR PUSTAKA
Buku Keuangan Negara “Dalam Teori dan Praktik” Edisi Keenam oleh M. Suparmoko.
https://osf.io/awj3p/download
https://staff.blog.ui.ac.id/r.nasrudin/files/2012/11/EksternalitasBarangpublik.pdf
Adam Gilford Jr. dan Gary T. Santanj. Public Economics, The Dryden Press Illinois.1979
Haroid M. Groves, op.cit., halaman 25 - 27.
Adam Gifford Jr. dan Gary J. Santoni, Public Economics, The Dryden Press, Illinois,
1979, hal 174 – 1975
E.R.A. Seligman, "Introduction to the Shifting and Incidence of Taxation". dalam
Musgrave. Richard A and Shoup. Carts. editors, Readings in the Economics of
Taxation.
The American Economic Association. Richard D. Irwin. Inc., Homword. Illionis. 1959,
hat 202 - 213
17