Academia.eduAcademia.edu

Hukum Tata Negara Kelompok

OPINI Calon Anggota DPR atau DPRD Yang Berstatus Sebagai Mantan Terpidana Disusun oleh: 1. Mohammad Farhan Maulana 1312200311 2. Arya Bagus Pratama 1312200305 3. Rizal Adriansyah 1312200342 4. Lilisya Tri Nur M. 1312200310 MATA KULIAH HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS HUKUM Dosen pengampu : Dr Tomy Michael, S.H., M.H., UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA Negara hukum merupakan suatu pedoman yang paradigmanya adalah Negara dan alat kekuasaan, yakni pemerintah, tidak boleh lari dari kekuasaan sendirian. Melainkan harus berdasarkan kebenaran hukum Indonesia (hukum positif). Peraturan dimana suatu bagian dinyatakan dengan jelas sebagai pengganti berlakunya peraturan yang dibuatnya. Aturannya adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (Winarno, 2013). Negara Indonesia adalah pemerintahan atau sering disebut sebagai negara hukum non-pemerintah Kekuatan Machstaast. Ciri-ciri negara hukum antara lain adalah perpecahan atau pemisahan kekuasaan untuk menjamin hak asasi manusia, berdasarkan peraturan (Wetmatigheid Van Bestuur) dan perlindungan yang ada terhadap hak asasi manusia (M.D., 2000). Indonesia bukan hanya negara hukum, tetapi juga negara demokrasi. Secara konstitusional dalam negara demokrasi, pemilihan umum, termasuk pemilihan gubernur daerah, merupakan cara untuk menggunakan hak warga negara untuk menentukan nasib sendiri dan berperan aktif dalam proses tersebut. Implementasi di dalam negeri (Respaño, 2013). Negara mengikuti prinsip kedaulatan rakyat mengakui adanya pemilihan universal dan diadakan di semua tingkat politik di kedua system. Di wilayah umum, pemilihan parlemen dipandang sebagai tolok ukur dan simbol sistem populis negara. Bagian dari pembentukannya adalah pemilihan parlemen di negara Indonesia pemerintahan yang demokratis melalui sistem yang adil dan jujur. Dalam Pasal 28(D).Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (1945) menyatakan bahwa setiap orang memiliki kesempatan yang sama dalam pemerintahan. adalah cara untuk menggunakan hak warga negara untuk menentukan nasib sendiri dan mengambil peran aktif di dalamnya Implementasi di dalam negeri (Respaño, 2013). Negara mengikuti prinsip kedaulatan rakyatmengakui adanya pemilihan universal dan diadakan di semua tingkat politik di kedua system. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (1945) menyatakan bahwa setiap orang memiliki kesempatan yang sama dalam pemerintahan Selain itu, larangan KPU di atas dinilai bertentangan Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Warga negara yang mantan napi, termasuk pada kasus korupsi, memiliki hak politik yang sama dengan warga negara lain adalah hak yang dijamin secara konstitusional. KPU mengeluarkan aturan tersebut Nomor 20 Panitia Pemilihan Umum 2018 mengusulkan calon anggota DPRD Wakil Kerajaan/Kota, Anggota DPR, dan Anggota DPRD Provinsi pada Pemilihan Umum Tahun 2019. PKPU ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi KPU dalam melakukan tahapan pencalonan anggota DPR tahun 2019. Standar ini diturunkan dari ketentuan Pasal 71 Huruf H menunjukkan bahwa yang bersangkutan bukan mantan pengedar narkoba yang dihukum karena kejahatan seksual terhadap anak-anak atau korupsi. Badan Pemilihan Umum sebagai lembaga organisasi Saat pemilihan parlemen pada April 2018, keinginan untuk melarang mantan narapidana diungkapkan, korupsi sebagai legislator DPD dan DPR adalah kerugian dan keuntungan Masalah ini muncul di lingkungan pemantau pemilu, peneliti, strata masyarakat dan partai politik. Dalam menentukan siapa yang mempunyai wewenang mewakili rakyat maka dilakukanlah yang namanya pemilihan umum. Pemilu merupakan bagian dari proses demokrasi dalam menentukan wakil rakyat yang akan mewakili masyrakat yang akan duduk di suatu lembaga perwakilan dari rakyat dan bagian dari pelayanan hak asasi suatu warga negara pada bidang politik (Syarbaini, 2002). Pemilu diinginkan para wakil rakyat yang dipilih benar-benar mewakili keinginan dari rakyat, aspirasi dan keragaman yang memilihnya.Pada proses pencalonan angota dewan perwakilan rakyat dan dewan perwakilan rakyat daerah bermula dari suatu partai politik. Partai politiklah yang memiliki kriteria bagi calon anggota akan diajukan selanjutnya apabila kriteria dapat dipenuhi bagi peserta anggota oleh sebab itu pesertaanggota itu sah dan bisa dijadikan kandidat ataupun komponen oleh suatu peserta dari ParPol. Tahap lanjutnya dengan kandidat menjadi calon anggota legislatif ataupun bakal dari calon anggota dewan perwakilan rakyat, dalam undang-undang republik Indnesia nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum pada pasal 20 ayat 1 harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. Telah berumur 21 tahun atau lebih. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dapat membaca, berbicara dan/atau menulis dalam Bahasa Indonesia. Berpendidikan sangat kecil ialah tamat SMA, Madrasah Aliyah, SMK, Madrasah Aliyah Kejuruan atau perguruan yang lainnya yang segolongan. 6. Setia kepada pancasila, negara kesatuan republik Indonesia, bhinneka tunggal ika, dan undangundang dasar negara republik Indonesia. 7. Belum sempat ditahan berlandaskan vonis majelis hukum dimana sudah meperoleh kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan narapidana. 8. Stabil fisik, jiwa serta leluasa pada penyelewengan narkotika. 9. Tercatat menjadi pemilih. 10. Sanggup berkarya dengan banyak durasi. 11. Menangguhkan diri dari bagian peserta kepala daerah, wakil kepala daerah, ASN, anggota TNI, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, direksi, komisaris, dewan pengawas serta pegawai dalam BUMN dan/atau BUMD, atau badan usaha lainnya dimana pendanaannya berasal pada finansial negara, dimana dijelaskan dalam nota penangguhan diri dimana belum bisa dicabut lagi. 12. Sanggup akan tidak bekerja dalam hal akuntan publik, advokat, notaris, PPAT, atau menangguhkan kegiatan fasilitator muatan dan pelayanan dimana berkaitan dalam pendanaan negara dan bahkan kegiatan berbeda dimana bisa membangkitkan konfrontasi relevansi bersama tanggung jawab, kedaulatan, serta kebebasan selaku peserta dari DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sejalan terhadap ketetapan perundang-undangan yang berlaku. 13. Sanggup akan tidak mempunyai pangkat lebih dari satu menjadi pemangku negara seperti direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan dalam BUMN dan/atau BUMD bahkan badan usaha lainnya dimana pendanaanya berasal pada finansial negara. 14. Menjabat peserta Parpol anggota Pemilu. 15. dikaderkan pada satu institusi perwakilan, dan 16. dikaderkan pada satu daerah pemilihan. Implikasi Narapidana Korupsi Mencalonkan Diri Sebagai Calon Anggota Legislatif Penentuan bakal calon legislatif baik DPR maupun DPRD berawal pada proses internal partai politik peserta pemilihan umum. Pada partai politiklah yang diusulkan yang akan menjadi calon dalam setiap wilayah pemilihan walaupun Undangundang mengatur persyaratan formal yang mesti dipenuhi seseorang yang menjadi benih peserta. Akan sulitnya merubah lembaga legislatif jika seorang yang dicalonkan oleh partai politik mempunyai track record yang banyak masalah. Data melihatkan tidak sedikit mantan narapidana khususnya korupsi banyak mengajukan diri dan maju pada pemilu legislatif di tahun 2019. Majunya mantan narapidana korupsi sebagai peserta anggota dewan belum terlepas pada Putusan Mahkamah Agung dimana telah memvonis uji materi yang terdapat pada ketentuan pasal 4 ayat (3) PKPU nomor 20 Tahun 2018 mengenai pencalonan DPR dan DPRD kabupaten/kota atas ketetapan Undang-undang nomor 7 Tahun 2017 mengenai Pemilihan Umum. Akan calon legislatif narapidana korupsi menjadi MS (Memenuhi Syarat). Ini artinya, mantan narapidana korupsi diberikan untuk maju menjadi calon legislatif. Dari putusan Mahkamah Agung tersebut dimungkinkan banyaknya calon legislatif mantan narapidana korupsi yang awalnya tidak lolos oleh KPU karena adanya peraturan komisi pemilihan umum Nomor 20 Tahun 2018 pasal 4 ayat (3) akan dapat lolos menjadi bakal calon legislative. Mantan napi korupsi memiliki hak yang sama dengan warga masyarakat yang lainnya dengan syarat-syarat hukum positif di Negara Indonesia satupun belum terdapat yang menyimpang dalam halbelum didapatkannya eks terpidana korupsi sebagai peserta dewan. Dalam undang-undang no. 39 tahun 1999 bab I ketentuan umum dalam pasal 1 ayat (1) menyebutkan makna hak asasi manusia merupakan seperangkat hak yang melekat pada keberadaan dan hakikat manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Esa serta merupakan anugerah-Nya yang wajib dilindungi, dihormati dan dijunjung tinggi oleh Negara hukum serta setiap orangnya demi kehormatan serta perlindungan martabat dan harkat kemanusiaan itu. Tiap individu pada aturannya ialah sudah melakoni penahanan dikarenakan oleh perilakunya wajib dibalikkan semua kemerdekaan yang dipunyainya. Sebab mantan seorang narapidana juga mempunyai perlakuan dan hak yang sama oleh negara serta tidak terbatas pada apapun seperti pada Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung no. 46 P/HUM/2018 menyatakan bahwa mantan narapidana dapat mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Setiap perorangan dibantu sebab semesta kebebasan dimana menempel pada keleluasaa, kepemilikan bahkan hidup. Hal ini ialah merupakan kepunyaan tiap perorangan serta belum bisa dilepaskan pada negara. Bantuan pengawasan daripada kewenangan dimana belum bisa dilepaskan tersebut diberikan terhadap negara lewat perjanjian kemasyarakatan. Dari adanya ketetapan MA nomor 46 P/HUM/2018 tentang adanya pemulihan kembali kebebasan dan hak seseorang yang sudah menjalani masa hukuman tidak membatasi hak konstitusional dijadikan maksud oleh struktur sosialisasi beralaskan atas Ketetapan Peraturan Perundang-undangan nomor 12 tahun 1995 mengenai Pemasyarakatan. Pengembalian ulang kebebasan dan haknya berikut dimaksudkan supaya individu dimana telah melaksanakan proses penahanan turut berlaku pada pembentukan serta bisa tumbuh dengan lumrah menjadi masyarakat yang bagus serta bertanggungjawab. Dapat disimpulkan bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki hak yang sama untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, termasuk mantan narapidana. Ketika mencalonkan diri lagi sebagai anggota DPR dan atau DPRD, maka harus secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan narapidana, serta dituntut untuk bertanggungjawab.