Academia.eduAcademia.edu

PERUBAHAN KONSEP RUMAH TINGGAL

Suatu kelompok masyarakat akan memunculkan sistem budaya dalam menata tatanan interaksi sosialnya, ini terjadi sebagai akibat dari tuntutan persoalan yang muncul secara berulang dari generasi ke generasi yang memunculkan kesepakatan baik termaktubkan dalam aturan ataupun hanya sebagai suatu kesepakatan bersama. Konvensi tersebut merupakan sebuah folklore yakni sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri khas yang unik sehingga dapat dibedakan dengan kelompok lainnya. Folklor diwariskan secara turun-temurun secara lisan dengan isyarat. Salah satu bentuk follore adalah ciri khas rumah yang merupakan salah satu faktor diakuinya suatu kelompok masyarakat memiliki eksistensi sebagai satu suku bangsa yang punya kekhasan.

PERUBAHAN KONSEP RUMAH TINGGAL MASYARAKAT SUNDA PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Suatu kelompok masyarakat akan memunculkan sistem budaya dalam menata tatanan interaksi sosialnya, ini terjadi sebagai akibat dari tuntutan persoalan yang muncul secara berulang dari generasi ke generasi yang memunculkan kesepakatan baik termaktubkan dalam aturan ataupun hanya sebagai suatu kesepakatan bersama. Konvensi tersebut merupakan sebuah folklore yakni sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri khas yang unik sehingga dapat dibedakan dengan kelompok lainnya. Folklor diwariskan secara turun-temurun secara lisan dengan isyarat. Salah satu bentuk follore adalah ciri khas rumah yang merupakan salah satu faktor diakuinya suatu kelompok masyarakat memiliki eksistensi sebagai satu suku bangsa yang punya kekhasan. Problematika yang muncul sekarang adalah dengan adanya fenomena pergeseran dan perubahan sosial budaya. Perubahan sosial budaya merupakan sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat termasuk berpengaruh terhadap folklore masyaraakat tersebut. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan. Perubahan sosial budaya adalah perubahan dalam masyarakat yang mempengaruhi sistem sosial, nilai, sikap, dan pola perilaku individu dalam kelompoknya. Perubahan budaya adalah perubahan yang terjadi dalam sistem ide yang dimiliki bersama dalam berbagai bidang kehidupan dalam masyarakat yang bersangkutan. Agar dapat bertahan, setiap budaya di dunia selalu mengalami perubahan. Perubahan dapat cepat ataupun lambat. Teknologi dan penemuan membawa perubahan terhadap budaya, meskipun tidak semua orang terbuka terhadap perubahan.www.wikipedia.com Salah satu bentuk folklore yang terimbas oleh perubahan dan pergeseran tatanan kehidupan yakni sistem budaya rumah. Rumah sudah menjadi kebutuhan yang penting bagi manusia. Selain tempat berteduh, rumah pun dijadikan tempat bersosialisasi seluruh anggota keluarga. Selain menjadi bagian terpenting bagi kehidupan, bentuk dan gaya pun sengaja dibuat untuk menambah keindahan. Bahkan dijadikan identitas suatu suku atau komunitas di suatu tempat. Indonesia yang terdiri atas berbagai suku, tentunya mempunyai bentuk dan nama rumah adat sendiri. Masing-masing rumah adat mempunyai fungsi dan manfaat yang hampir sama, yaitu sebagai tempat tinggal, namun ada pula yang dijadikan tempat keramat. Bahan bangunan yang digunakan untuk membuat rumah adat, baik di Jawa Barat maupun di daerah lainnya, umumnya terdiri atas bahan alami, seperti kayu, bambu, ijuk, daun kepala, sirap, batu maupun tanah. Selain itu, bangunan rumah adat pun biasanya jarang langsung menempel ke tanah (berlantai tanah), kecuali rumah adat di daerah Jawa Tengah, Yogyakarta, maupun Papua. Sedangkan di daerah lainnya di Indonesia, termasuk rumah adat di Jawa Barat, biasanya dibangun berbentuk panggung. Hal ini untuk sirkulasi angin, juga menghindari binatang (binatang buas maupun melata). Bentuk rumah suatu komunitas merupakan pilihan dan keputusan dari berbagai pertimbangan seperti geografis, iklim, material dan teknologi yang ada, seni, pandangan hidup dan kosmologi berdasarkan sistem kepercayaan yang dianut. Ciri-ciri umum suatu gaya dapat dikenali lewat rupa yang terlihat seperti bentuk atap, pemakaian material, arah orentasi, pembagian ruang serta caranya dihubungkan dengan tanah, ornamen dan sebagainya yang semuanya memberi identitas bangunan sekaligus kebudayaan dari komunitas yang menciptakannya. Seperti rumah gaya Sunda adalah model dengan ciri sama yang terus-menerus dibangun pada masanya, menjadi tradisi dan menjadi identitas rumah orang Sunda. Rumusan Permasalahan Apakah terdapat folklore bentuk rumah di Desa Bojong Genteng Kab. Sukabumi? Apakah terdapat folklore bagian-bagian dari rumah di Desa Bojong Kab. Sukabumi? Apakah terjadi pergeseran bentuk rumah tradisional ke bentuk yang modern? Tujuan dan Manfaat Penelitian Memperoleh hasil kajian berupa folklor, khususnya dalam dalam bentuk rumah tradisional pada masyarakat Desa Bojong Genteng. Memperoleh hasil berupa deskripsi bentuk rumah tradisional Sunda dewasa ini yang masih terdapat di Desa Bojong Genteng. Dengan kajian ini didapatkan sebuah konsepsi bentuk rumah tradisional Sunda dalam sebuah komunitas masyarakat Desa Bojong Genteng Sekarang. Metodologi Penelitian Peneitian ini akan menggunakan metode deskripsi dengan pendekatan kualitatif. Alasan menggunakan metode deskriptif ini adalah untuk menggambarkan sifat-sifat individu, kelompok, dan keadaan atau situasi kehidupan sosial budaya. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara, yaitu wawancara mendalam dan observasi objek penelitian. Dalam penelitian ini wawancara yang digunakan adalah wawancara tak bersruktur. Wawancara tak berstruktur mirip dengan percakapan informal yang bersifat luwes, susunan pertanyaan atau kata kata dapat diubah saat wawancara dilaksanakan, disesuikan dengan kebutuhan dan kondisi informan yang duhadapi. Agar penelitian yang dilakukan langsung menjurus kepada permasalahan, maka akan dilakukan langkah-langkah penelitian sebagai berikut: Skema Penelitian Pendekatan Teoritis Pengertian Folklore Kata Folklor jika ditinjau secara etimologis merupakan kata majemuk yang berasal dari dua kata yaitu Folk dan Lore. Folklor merupakan terjemahan dari bahasa Inggris (Folklore). Folk merupakan istilah kolektif yaitu sekompok orang yang memiliki cirri-ciri pengenal fisik, social dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok social lainnya. Lore adalah tradisi yang sebagaimana kebudayaan yang diwariskan turun temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat bantu pengingat. Dengan kata lain, lore adalah suatu tradisi, kebudayaan kesenian yang diwariskan secara turun temurun diantara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarkat atau alat Bantu pengingat (Danandjaja,1984:1-2). Folklore dapat digolongkan dalam 3 kelompok besar berdasarkan tipenya yaitu: Folklor Lisan Yaitu folklore yang memang murni lisan Folklor sebagian lisan yaitu folklore yang bentuknya merupakan campuran unsure lisan dan bukan lisan Folklor bukan lisan yaitu folklore yang bentuknya bukan lisan. Fungsi folklore ada 4 yaitu: Sebagai system proyeksi yakni mencerminkan organ-organ kelompok. Sebagi alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga kebudayaan. Sebagai alat pendidik anak. Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat dipatuhi. Fungsi folklore mempunyai arti bahwa folklore sebagai bagian dari kehidupan masyarakat, kedudukan atau fungsi folklore yang telah mejadi bagian dari kehidupan masyarkarat. Rumah Adat Sunda Secara tradisional rumah orang Sunda berbentuk panggung yang tingginya 0,5 m - 0,8 m atau 1 meter di atas permukaan tanah. Pada rumah-rumah yang sudah tua usianya, tinggi kolong ada yang mencapai 1,8 meter, karena digunakan untuk tempat mengikat binatang-binatang peliharaan seperti sapi, kuda atau untuk menyimpan alat-alat pertanian seperti cangkul, bajak, garu dan sebagainya. Untuk menaiki rumah disediakan tangga yang disebut Golodog terbuat dari kayu atau bambu, biasanya tidak lebih dari tiga anak tangga. Golodog berfungsi pula untuk membersihkan kaki sebelum naik ke dalam rumah. http//uun-halimah blogspot.com// Sekalipun rumah orang Sunda berbentuk panggung, akan tetapi tidak berarti sebutan rumah orang Sunda adalah rumah panggung, sebab di hampir seluruh provinsi di Indonesia secara tradisional berbentuk panggung, dan itu merupakan sebutan yang khas. Rumah-rumah orang Sunda memiliki nama yang berbeda-beda tergantung pada bentuk atap dan pintu rumahnya. Secara tradisional ada atap yang bernama suhunan jolopong, tagong anjing, badak heuay, perahu kemureb dan jubleg nangkub dan buka pongpok. Suhunan Jolopong dikenal juga dengan sebutan Suhunan Panjang Jolopong artinya tergolek lurus. Bentuk Jolopong merupakan bentuk yang cukup tua, karena bentuk ini ternyata terdapat pada bentuk atap bangunan saung (dangan) yang diperkirakan bentuknya sudah sangat tua. Bentuk Jolopong memiliki dua bidang atap. Kedua bidang atap ini dipisahkan oleh jalur suhunan di tengah bangunan rumah. Batang suhunan sama panjangnya dan sejajar dengan kedua sisi bawah bidang atap yang sebelah menyebelah. Sedangkan lainnya lebih pendek dibanding dengan suhunan dan memotong tegak lurus di kedua ujung suhunan itu. Atap rumah bentuk badak heuay, biasanya bentuk atapnya mirip bentuk atap rumah tagog anjing, tapi di bagian atas suhunan-nya ada tambahan atau atap belakang dan depan yang menyerupaibadakmenguap. Atap rumah parahu kumureb/nangkub, yakni potongan bentuk atap yang mirip perahu terbalik (lihat gunung tangkubanperahu). Di daerah Tomo, Kab. Sumedang, bentuk rumah seperti ini disebut juga jubleg nangkub. Sedangkan atap rumah bentuk capit gunting, yakni atap rumah yang setiap ujungnya dihiasi kayu mirip gunting yang siap nyapit. Bentuk ini sering juga disebut srigunting. Sementara atap julang ngapak, dilihat dari depan, suhunan kiri kanannya mirip sayap burung yang terentang. Sedangkan julang-suhunanna sebanyak empat penjuru menyambung dari sisi turun ke bawah. Sambungan bagian tengah menggunakan tambahan mirip gunting muka di bagian puncaknya. Julang ngapak bentuknya mirip burung yang sedang terbang. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak di Desa Bojong Genteng Kecamatan Bojong Genteng Kabupaten Sukabumi. Kabupaten Sukabumi terletak antara 106º49 samapi 107º Bujur Timur 60º57 - 70º25 Lintang selatan dgn batas wilayah administrasi sebagai berikut : sebelah Utara dengan Kab. Bogor, sebelah Selatan dgn samudera Indonesia, sebelah Barat dgn Kab. Lebak, disebelah timur dgn Kab. Cianjur. Kabupaten Sukabumi terletak antara 106 derajat 49 sampai 107 derajat Bujur Timur dan 60 derajat 57 sampai 70 derajat 25 Lintang Selatan dengan batas wilayah administratif sebagai berikut : disebelah Utara dengan Kabupaten Bogor, disebelah Selatan dengan Samudera Indonesia, disebelah Barat dengan Kabupaten Lebak, disebelah Timur dengan Kabupaten Cianjur. Batas wilayah tersebut 40 % berbatasan dengan lautan dan 60% merupakan daratan.Wilayah Kabupaten Sukabumi memiliki areal yang cukup luas yaitu ± 419.970 ha. Pada Tahun 1993 Tata Guna Tanah di wilayah ini, adalah sebagai berikut : Pekarangan/perkampungan 18.814 Ha (4,48 %), sawah 62.083 Ha (14,78 %), Tegalan 103.443 Ha (24,63 %), perkebunan 95.378 Ha (22, 71%) , Danau/Kolam 1. 486 Ha (0, 35 %) , Hutan 135. 004 Ha (32,15 %), dan penggunaan lainnya 3.762 Ha (0,90 %). Kondisi wilayah Kabupaten Sukabumi mempunyai potensi wilayah lahan kering yang luas, saat ini sebagaian besar merupakan wilayah perkebunan, tegalan dan hutan. Kabupaten Sukabumi mempunyai iklim tropik dengan tipe iklim B (Oldeman) dengan curah hujan rata-rata tahunan sebesar 2.805 mm dan hari hujan 144 hari. Suhu udara berkisar antara 20 - 30 derjat C dengan kelembaban udara 85 - 89 persen. Curah hujan antara 3.000 - 4.000 mm/tahun terdapat di daerah utara, sedangkan curah hujan ant4ra 2.000 - 3.000 mm/tahun terdapat dibagian tengah sampai selatan Kabupaten Sukabumi. FOLKLOR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DI DESA BOJONG GENTENG KABUPATEN SUKABUMI SEBAGAI PERUBAHAN KONSEP RUMAH TINGGAL MASYARAKAT SUNDA. Rumah dalam kebudayaan dan pandangan orang Sunda melihat modelnya yang sesungguhnya sangat sederhana itu adalah tempat berlindung dari alam seperti hujan, angin, malam, dan binatang. Bukan dari musuh berupa manusia. Manusia lain sejak dahulu diperlakukan dengan penuh penghargaan dan hal ini tercermin dari pandangan hidup dalam menghadapi tamu, yaitu sikap hade ka semah (bersikap baik pada tamu). Bentuk rumah tradisional di Desa Bojong Genteng telah banyak mengalami pergeseran baik dari bentuk maupun bahan bangunan yang dipergunakan. Bentuk-bentuk rumah pada umumnya sudah berubah sesuai dengan tren perkembangan gaya rumah yakni mengarah pada bentuk modern permanen yang banyak ditemukan pada masyarakat pada umumnya. Sedangkan rumah tradisional itu sendiri sudah mulai ditinggalkan baik gaya maupun bentuknya, ini terlihat dari tidak terdapatnya pembangunan baru rumah bentuk tradisional yang adapun itu hanya menunggu waktu si pemili rumah memiliki modal untuk merenovasinya menjadi rumah dalam bentuk modern. Bentuk-bentuk rumah tradisional yang masih tersisa pada umumnya merupakan rumah panggung dengan sebagian besar bahan bangunanya dari kayu dan bambu. Atap pada umumnya berbentuk parahu kumereb dengan dinding bilik dan berlantaikan palupuh. Rumah tradisional ini terdapat bagian-bagian yang penting yang pada umumnya terdapat di semua jenis rumah tradisional ini diantaranya Bale-bale (bangku), Golodog (pijakan masuk), Goah (gudang), dan Hawu (Kompor kayu). Penggunaan bahan dari bambu sangat mendominasi bahan bangunan rumah tradisional ini baik dinding, lantai maupun atap. Sedangkan interior rumah terdiri dari 2-3 kamar tidur dengan ukuran rata-rata 3 m x 2,5 m yang ditempatkan berderet, ruang tamu, ruang tengah, dan dapur. Kamar mandi pada umumnya sudah ditempatkan dalam rumah atau sudah menjadi bagian dari rumah, yang pada awalnya kamar mandi/WC ditempatkan jauh terpisah dari bangunan rumah. Denah ruang rumah tradisional dapat diamati pada gambar berikut. Namun sayang bentuk dan gaya rumah adat Sunda ini sudah sangat jarang ditemui, khususnya di daerah perkotaan yang sudah ganti dengan nama dan gaya dari Barat. Tentunya hal ini bukan tanpa alasan. Kemajuan zaman dan adanya serangan budaya dari bangsa lain, membuat banyak bentuk rumah orang Sunda lebih bergaya modern. Perkembangan jaman telah memberi pengaruh pada perubahan rumah di masyarakat Sunda. Lebih-lebih pengaruh dari luar dan hadirnya teknologi yang lebih baru, seperti mulai dikenalnya batu bata dan genteng yang secara luar biasa telah merubah bentuk rumah orang Sunda. Pendekatan akademis terhadap hunian yang berangkat dari pendekatan fungsional juga sedikit banyak telah merubah pembagian ruang rumah. Kamar mandi dan dapur yang secara tradisional ditempatkan di belakang karena dianggap area kotor, dengan pendekatan modern dan hasil studi perilaku penghuni, mengalami perubahan. Kamar mandi dimasukkan ke rumah dan sering dekat dengan kamar tidur. Dengan teknologi memasak yang baru seperti kompor minyak tanah, kompor gas dan listrik, telah merubah pola dan tata cara di dapur. Perubahan merupakan suatu kata yang akan dialami oleh suatu budaya, tetapi perubahan bukan artian menghilangkan budaya. Budaya harus tetap dijaga dan dilestarikan sebagai khasanah kekayaan intelektual masyarakat dengan cara yang bijak dan bertanggung jawab. PENUTUP Berdasarkan uraian di atas, maka ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi sebagai simpulan, adalah sebagai berikut. Sekelompok masyarakat yang memiliki ciri-ciri khas yang unik sehingga dapat dibedakan dengan kelompok lainnya. Folklor diwariskan secara turun-temurun secara lisan dengan isyarat. Salah satu bentuk folklore adalah ciri khas rumah yang merupakan salah satu faktor diakuinya suatu kelompok masyarakat memiliki eksistensi sebagai satu suku bangsa yang punya kekhasan. Dalam era globalisasi dewasa ini yang selalu menuntut perubahan maka menimbulkan pergeseran budaya, khususnya suatu folklore masyarakat. Masyarakat secara sadar ataupun tidak sudah meninggalkan folklore yang telah diwariskan oleh orangtuanya. Masyarakat melakukan hal ini bukan tanpa alasan, mereka dituntut untuk melakukan perubahan seiring pergeseran nilai, kebutuhan, dan tentunya tren yang ada. Rumah tradisional Sunda yang merupakan objek penelitian mengalami perubahan yang signifikan dimana masyarakat Sunda di Bojong Genteng Kabupaten Sukabumi secara massive berusaha untuk merubah dan merenovasi rumah tradisinya menjadi rumah permanen modern, hal ini dianggap sebagai suatu keharusan yang harus mereka jalani untuk memenuhi kebutuhan dan tren yang ada. Dan kalaupun yang masih tinggal di rumah tradisional hal tersebut dikarenakan belum mampunya si pemilik untuk merenovasi rumahnya. Gejala ini dapat dilihat juga dari sangat jarangnya masyarakat untuk membangun rumah yang mempunyai ciri ketradisian atau folklore tertentu. Perlu menjadi pemikiran bersama dalam menyelamatkan nilai-nilai budaya yang mulai ditinggalkan oleh masyarakatnya sendiri. Budaya tradisional janganlah menjadi termaginalkan oleh derasnya globalisasi dan informasi yang nota bene bukanlah tradisi yang terlahir dari budaya kita. Masyarakat harus mempunyai kesadaran akan pentingnya menjaga tradisi khususnya folklore dalam tetap menjaga eksistensi budaya bangsa Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Hardjasaputra, Sobana, Dr. 2008. Jurnal Penelitian. Bandung: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. http//uun-halimah blogspot.com// 2009. Rumah Adat Sunda www.gogle.com. 2009. “Kebudayaan Indonesia” 16