BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan Data Kependudukan melalui Pendaftaran Penduduk, Pencatatan Sipil, pengelolaan informasi Administrasi Kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain.
Informasi administrasi kependudukan memiliki nilai strategi bagi penyelenggara pemerintahan, pembangun dan pelayanan kepada masyarakat sehingga perlu pengelolaan informasi administrasi kependudukan secara terkordinasi dan berkesinambungan, sehingga untuk menjamin akan stabilitas pelayanan kepada masyarakat dibidang kependudukan sehingga pemerintah menetapkan kebjiakan akan sistem informasi administrasi kependudukan dan akta catatan sipil.
Administrasi Kependudukan dari Aspek Hak Keperdataan Gagasan menyusun suatu sistem administrasi yang menyangkut seluruh masalah kependudukan, yang meliputi pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan data-informasi kependudukan, patut menjadi perhatian untuk mewujudkannya. Karena sampai saat ini, peraturan perundang-undangan yang mendukungnya masih terpisah-pisah, berjalan sendiri-sendiri tanpa ada kaitan satu dengan lainnya. Perwujudan suatu sistem memang sangat didambakan oleh masyarakat. Bahkan sebagai ciri dari penyelenggaraan negara yang modern khususnya bidang pelayanan masyarakat.
Pencatatan sipil merupakan hak dari setiap warga negara dalam arti hak memperoleh akta autentik dari pejabat negara. Masih jarang penduduk menyadari betapa pentingnya sebuah akta bagi dirinya dalam menopang perjalanannya dalam "mencari kehidupan". Betapa tidak ! Anak lahir tanpa akta kelahiran, ia akan memperoleh kesulitan pada saat ia memasuki pendidikan. Demikian pula dalam masalah perkawinan, kematian, dan status anak. Banyak manfaat yang membawa akibat hukum bagi diri seseorang. Sebuah akta perkawinan yang diterbitkan oleh pejabat Kantor Catatan Sipil, memiliki arti yang sangat besar di kemudian hari, manakala terjadi sesuatu. Misalnya untuk kepentingan menentukan ahli waris, menentukan dan memastikan bahwa mereka adalah mukrimnya, atau dapat memberi arah ke pengadilan mana ia mengajukan cerai dan lain-lain yang tanpa disadari akta-akta tersebut sangat penting artinya bagi kehidupan sesseorang.
Pengertian pendafataran penduduk dan pencatatan sipil adalah tidak dapat disangkal bahwa sistem administrasi kependudukan merupakan sistem yang mengatur seluruh administrasi yang menyangkut masalah kependudukan pada umumnya. Dalam hal ini terkait tiga jenis pengadministrasian, yaitu pertama pendaftaran penduduk, kedua pencatatan sipil, dan ketiga pengelolaan informasinya. Ketiga sub sistem tersebut masing-masing memiliki pengertian dan definisi yang mampu memberikan gambaran tentang seluruh kegiatannya.
Pengertian pendaftaran penduduk sebagaimana yang tertuang dalam Keputusan Menteri Dalam Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk, disebut bahwa pendaftaran penduduk adalah kegiatan pendaftaran dan atau pencatatan data penduduk beserta perubahannya, perkawinan, perceraian, kematian, dan mutasi penduduk, penerbitan nomor induk kependudukan, nomor induk kependudukan sementara, kartu keluarga, kartu tanda penduduk dan akta pencatatan penduduk serta pengelolaan data penduduk dan penyuluhan. Sedangkan penduduk adalah setiap Warga Negera Indonesia yang selanjutnya disingkat WNI dan Warga Negara Asing yang selanjutnya disingkat WNA pemegang ijin tinggal tetap di wilayah negara Republik Indonesia. Jadi dari definisi tersebut, jelas yang dimaksudkan penduduk adalah setiap WNI dan WNA pemegang ijin tinggal tetap. Untuk itu guna administrasinya diselenggarakan pendaftaran penduduk.
Oleh karenanya dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakatnya perlu diupayakan segera pembaharuan hukum , khususnya dalam hal perlindungan hak melalui penerbitan akta perkawinan dan perceraian, disamping untuk kelahiran, pengangkatan anak dan status anak. Upaya-upaya tersebut dapat dilakukan berupa :
1. Menciptakan pembaharuan hukum yang sesuai dengan jiwa UUD 1945 yang menjamin hak-hak warga negaranya, sebagai pengganti peraturan perundang-undangan yang telahusang.
2. Melakukan kajian kritis terhadap seluruh pranata hukum produk kolonial dengan mengeyamping ketentuan-ketentuan yang sudah tidak relevan.
3. Melakukan penyusunan naskah akademis tentang pencatatan sipil .
4. Mengakomodasi Yurisprudensi Mahkamah Agung yang telah memutuskan terhadap perkawinan atas dasar beda agama dan perkawinan antar penganut Kong Hucu.
B. Pokok Permasalahan
Pemerintah kabupaten/kota harus segera meninjau Perda yang telah dibuat dan merubahnya agar pelaksanaan pelayanan kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil pelayanan diperpendek dengan pusat pelayanan pembuatan dilaksanakan ditempat kecamatan.
Pemerintah Kabupaten/kota perlu memikirkan tentang pengurangan biaya/retribusi kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil dan jika perlu, pelayanan dan retribusi ditiadakan, atau digratiskan terutama kepada warga yang kurang mampu.
Pemerintah kabupaten dalam menetapkan Perda tentang kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil perlu adanya sangsi yang tegas dan jelas jika seseorang tidak memiliki kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil.
Dalam setiap pelayanan kebutuhan masyarakat agar pemerintah harus menjadikan kartu tanda penduduk sebagai syarat dalam pelayanan urusan dan kebutuhan masyarakat yang dilayani.
BAB II
PEMBAHASAN
Informasi administrasi kependudukan memiliki nilai strategi bagi penyelenggara pemerintahan, pembangun dan pelayanan kepada masyarakat sehingga perlu pengelolaan informasi administrasi kependudukan secara terkordinasi dan berkesinambungan, sehingga untuk menjamin akan stabilitas pelayanan kepada masyarakat dibidang kependudukan sehingga pemerintah menetapkan kebjiakan akan sistem informasi administrasi kependudukan dan akta catatan sipil.
Dari pelaksanaan pelayanan pemberian kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil tersebut yang dilaksanakan secara terpusat di tingkat kabupaten/kota menimbulkan dampak masalah bagi masyarakat yang membutuhkannya sebagai berikut:
Warga masyarakat enggan untuk mengurus kartu tanda penduduk karena pelayanan terlalu jauh
Biaya terlalu tinggi karena transpor dari desa, kecamatan ke Ibu kota kabupaten
Memberikan peluang bagi calo-calo dalam pengurusan KTP dan akta catatan sipil.
Urusan/kebutuhan masyarakat kadang-kala terhambat akibat KTP dan akta catatan sipil, karena tidak memiliki KTP dan akta kelahiran.
Pendapatan daerah dari ritribusi KTP dan akta catatan sipil tidak maksimal
Melihat dari masalah tersebut di atas apabila tidak mendapat penanganan dan perhatian oleh pemerintah dan aparat terkait, maka persoalan ini akan berlangsung terus menerus sehingga masyarakat tidak ada lagi yang memiliki kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil (akta kelahiran) dan pendapatan asli daerah di sektor KTP dan akta catatan sipil akan menurun bahkan tidak ada.
Dari masalah yang dikemukakan ini sudah berlangsung beberapa tahun lamanya sehingga masyarakat banyak yang tidak memiliki kartu tanda penduduk dan akta kelahiran, dan juga mempengaruhi pendapatan asli daerah yang tidak pernah tercapai sesuai target.
A. Proses Pelayanan Ktp Dan Akta Kelahiran
Kartu tanda penduduk (KTP) dan akta catatan sipil sangat penting bagi kedudukan hukum seseorang dalam segala aspek baik hubungan keperdataan maupun pidana sehingga masalah kependudukan dan pencatatan sipil ini sungguh sangat penting dalam kehidupan kemasyarakatan, selain dari pembinaan terhadap aspek legalitas dari kependudukan dan pencatatan sipil dimaksud, juga sasaran penting lainnya adalah peningkatan asli daerah melalui pungutan retribusi kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil sebagai salah satu sumber pendapatan untuk pembiayaan dalam rangka pelaksanaan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan.
Karena pentingnya kartu tanda penduduk tersebut dan akta catatan sipil tersebut dimiliki oleh setiap penduduka karena kartu tanda penduduk (KTP) adalah kartu alat bukti diri sebagai legitimasi penduduk yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang dan dalam pelaksanaan pelayanan pemberian tersebut mempunyai proses yang telah ditentukan sesuai dengan Perda sebagai berikut:
(+) Kartu tanda penduduk
Pengantar dari kepala desa/lurah
Usia wajib 17 tahun atau sudah nikah
Kartu tanda penduduk berlaku 5 tahun
Biaya retribusi
Setiap penduduk hanya diperbolehkan memiliki 1 (satu) KTP.
(+) Akta catatan sipil (akte kelahiran)
Pengantar dari kepala desa/lurah
Kartu keluarga
Foto copy surat nikah Ibu/bapak
Data diri bapak/ibu
Biaya retribusi untuk usia 5 tahun ke atas
Melihat dari beberapa manfaat dan kegunaan kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil, bagi warga masyarakat serta manfaat bagi pemerintah dalam memacu pendapatan asli daerah dan pelaksanaan persyaratan pelayanan dan pembuatannya, serta dampak negatif yang ditimbulkan maka pemerintah menetapkan kebijakan dalam bentuk peraturan daerah yang mengatur masalah masalah pembuatan pelayanan dan retribusi biaya kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil (akta kelahiran).
Kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil (akta kelahiran) merupakan suatu hal yang mendasar yang sangat dibutuhkan oleh semua penduduk, namun tidak semua penduduk dapat memiliki kartu tanda penduduk (KTP) dan akta catatan sipil (akta kelahiran) terutama kepada keluarga yang kurang mampu karena tingginya biaya dalam pengurusan KTP dan akta catatan sipil.
Masalah pembuatan dan retribusia KTP dan akta catatan sipil sudah merupakan perhatian yang sangat mendasar bagi publik di Kabupaten Bulukumba, karena menyusahkan masyarakat, yang berdampak tidak memiliki KTP bertahun-tahun bahkan sejak lahir hingga akhir hayatnya tidak memiliki KTP dan akta catatan sipil.
Masalah ini tidak teratasi oleh pihak pemerintah akibat dalam menjalankan peraturan daerah pelayanan kurang maksimal, aturan atau Perda ada akan tetapi pemerintah tidak mampu melaksanakan dengan baik karena:
Sarana dan prasarana kurang tersedia
Sumber daya manusia belum memadai
Kurangnya kesadaran bagi aparat akan tanggungjawabnya.
B. Alternatif Kebijakan
Dari beberapa masalah-masalah yang dijelaskan pada bab terdahulu mengenai pelaksanaan pembikinan/pembuatan dan penggantian retribusi kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil yang timbul dan dirasakan oleh masyarakat maka untuk mengatasi hal-hal tersebut ada beberapa alternatif yang harus dilakukan oleh pemerintah sebagai berikut:
Pemerintah harus memperpendek alur pelayanan pemberian pembuatan kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil dengan pusat pelayanan pada tingkat kecamatan masing-masing, sehingga pelayanan pemberian kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil dapat maksimal.
Pemerintah kabupaten perlu melaksanakan aturan/Perda yang telah ditetapkan secara tegas, dan mengaktualisasi implementasi pelaksanaannya.
Pemerintah seharusnya menggalakkan sosialisasi tentang akan pentingnya kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil lainnya.
Memberikan pemahaman/pelatihan kepada aparat pelaksana pelayanan kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil, agar dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat.
Dengan memusatkan pelayanan pemberian kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil pada tingkat kecamatan disamping mempermudah/ mempercepat pelayanan juga mengurangi beban biaya melalui transport ke tingkat kabupaten.
Untuk memaksimalkan alternatif tersebut perlu adanya pemantauan yang lebih ketat dari pemerintah kabupaten dan tingkat kecamatan, demi terwujudnya pelayanan prima dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah, serta perlunya laporan pemantauan dalam pelaksanaan pelayanan tersebut, sehingga kita dapat memastikan berjalan tidaknya aturan yang diterpakan serta alternatif yang dipilih dalam pelaksanaan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah.
C. Administrasi Kependudukan dari Aspek Hak Keperdataan
Gagasan menyusun suatu sistem administrasi yang menyangkut seluruh masalah kependudukan, yang meliputi pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan data-informasi kependudukan, patut menjadi perhatian untuk mewujudkannya. Karena sampai saat ini, peraturan perundang-undangan yang mendukungnya masih terpisah-pisah, berjalan sendiri-sendiri tanpa ada kaitan satu dengan lainnya. Perwujudan suatu sistem memang sangat didambakan oleh masyarakat. Bahkan sebagai ciri dari penyelenggaraan negara yang modern khususnya bidang pelayanan masyarakat.
Sejak kemerdekaan 66 tahun yang lalu, masalah administrasi kependudukan masih dirasakan tumpang tindih, tidak ada keterkaitan dalam administrasi antara keberadaan penduduk dengan kebutuhan lain yang sebetulanya atas dasar kependudukan itu sendiri.
Masing-masing masih mementingkan kepentingan sektoralnya dari pada lebih memperhatikan kepentingan bersama secara koordinatif. Sebagai contoh konkrit saja, kita dapat merasakan data pencatatan perkawinan bagi yang beragama Islam, mandeg di KUA hanya sebagai laporan data ke Departmen Agama. Sedangkan Kantor Catatan Sipil di wilayah yang sama tidak memiliki akses dan tidak memperoleh data sama sekali dari KUA. Sehingga fungsi Kantor Catatan Sipil seolah-olah hanya berlaku bagi bukan yang beragama Islam.
Demikian pula masalah perceraian yanng diputus baik oleh Pengadilan Agama (bagi yang beragama Islam) maupun Pengadilan Negeri (bagi yang beragama lain). Data dari kedua pengadilan tersebut tidak ditransfer secara otomatis kepada Kantor Catatan Sipil. Oleh karenanya adalah wajar kalau data dari dinas kependudukan dengan BPS tidak sama.
Pencatatan sipil merupakan hak dari setiap warga negara dalam arti hak memperoleh akta autentik dari pejabat negara. Masih jarang penduduk menyadari betapa pentingnya sebuah akta bagi dirinya dalam menopang perjalanannya dalam "mencari kehidupan". Betapa tidak ! Anak lahir tanpa akta kelahiran, ia akan memperoleh kesulitan pada saat ia memasuki pendidikan. Demikian pula dalam masalah perkawinan, kematian, dan status anak. Banyak manfaat yang membawa akibat hukum bagi diri seseorang. Sebuah akta perkawinan yang diterbitkan oleh pejabat Kantor Catatan Sipil, memiliki arti yang sangat besar di kemudian hari, manakala terjadi sesuatu. Misalnya untuk kepentingan menentukan ahli waris, menentukan dan memastikan bahwa mereka adalah mukrimnya, atau dapat memberi arah ke pengadilan mana ia mengajukan cerai dan lain-lain yang tanpa disadari akta-akta tersebut sangat penting artinya bagi kehidupan seseorang.
Pengertian pendafataran penduduk dan pencatatan sipil adalah tidak dapat disangkal bahwa sistem administrasi kependudukan merupakan sistem yang mengatur seluruh administrasi yang menyangkut masalah kependudukan pada umumnya. Dalam hal ini terkait tiga jenis pengadministrasian, yaitu pertama pendaftaran penduduk, kedua pencatatan sipil, dan ketiga pengelolaan informasinya. Ketiga sub sistem tersebut masing-masing memiliki pengertian dan definisi yang mampu memberikan gambaran tentang seluruh kegiatannya.
Pengertian pendaftaran penduduk sebagaimana yang tertuang dalam Keputusan Menteri Dalam Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk, disebut bahwa pendaftaran penduduk adalah kegiatan pendaftaran dan atau pencatatan data penduduk beserta perubahannya, perkawinan, perceraian, kematian, dan mutasi penduduk, penerbitan nomor induk kependudukan, nomor induk kependudukan sementara, kartu keluarga, kartu tanda penduduk dan akta pencatatan penduduk serta pengelolaan data penduduk dan penyuluhan. Sedangkan penduduk adalah setiap Warga Negera Indonesia yang selanjutnya disingkat WNI dan Warga Negara Asing yang selanjutnya disingkat WNA pemegang ijin tinggal tetap di wilayah negara Republik Indonesia. Jadi dari definisi tersebut, jelas yang dimaksudkan penduduk adalah setiap WNI dan WNA pemegang ijin tinggal tetap. Untuk itu guna administrasinya diselenggarakan pendaftaran.
Sedangkan nomenklatur tentang "pencatatan penduduk" seperti yang disebutkan dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 1999 tersebut, sesungguhnya tidak tepat kalau diartikan sama dengan "pencatatan sipil".
Pencatatan penduduk artinya data-data sebagai penduduk yang dicatatkan. Tetapi kalau "pencatatan sipil" artinya status sipilnya yang dicatatkan, karena adanya perubahan pada diri seseorang. Misalnya pencatatan atas kelahiran, artinya atas perubahan status sipilnya dari yang sebelumnya belum ada di dunia tetapi karena akibat kelahirannya ia menjadi mempunyai status dan berhak atas hak sipilnya. Demikian pula bagi pencatatan perkawinan adalah seseorang yang karena perubahan status sipilnya dari lajan menjadi berstatus kawin yang membawa akibat hukum karenanya. Sebaliknya pencatatan perceraian, ia merubah status kawin menjadi status janda atau duda yang juga membawa akibat-akibat hukum. Termasuk pencatatan kematian, akan membawa akibat dalam hubungan hukum antara yang meninggal dunia dengan anak-anak, suami atau istri dengan orang tua maupun saudara-saudaranya, dalam hal ini sering disebut-sebut sebagai ahli warisnya yang akan menerima segala warisan baik yang positif maupun yang negatif.
Keanekaragaman peraturan perundang-undangan sebagai warisan hukum Pemerintah Belanda dengan sistem Kolonial yang membagi penduduk di dalam 3 (tiga) golongan besar (Eropa, Tionghoa, dan Bumi Putera) benar-benar mengancam perpecahan bagi persatuan bangsa. Menurut penyusun kodifikasi Kitab Undang-undang Perdata (Prof. Drs. CST Kansil, SH dan Christine SF Kansil SH, MH, 2001), bahwa dewasa ini KUHP Perdata memerlukan penyempurnaan sehubungan dengan perkembangan Hukum Perdata di Indonesia selama lebih 150 tahun berlaku di tanah air, yaitu dengan Buku Kesatu tentang Orang. Oleh karenanya adalah wajar dan sudah saatnya para penyelenggara negara digugah "masa tidurnya" selama ini, guna disadarkan bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur seluk beluk pencatatan, baik saat kelahiran, perkawinan, kematian dan status hukum seseorang adalah usang yang justru rawan terhadap disintegrasi bangsa.
Kalau ditelusuri sebab-sebabnya, tentunya kembali kepada kesadaran para penyelenggara negara itu sendiri yang mungkin tidak memiliki kepekaan dan tenggalam dalam rutinitasnya sehari-hari. Oleh karenanya dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakatnya perlu diupayakan segera pembaharuan hukum, khususnya dalam hal perlindungan hak melalui penerbitan akta perkawinan dan perceraian, disamping untuk kelahiran, pengangkatan anak dan status anak. Upaya-upaya tersebut dapat dilakukan berupa :
Menciptakan pembaharuan hukum yang sesuai dengan jiwa UUD 1945 yang menjamin hak-hak warga negaranya, sebagai pengganti peraturan perundang-undangan yang telah usang.
Melakukan kajian kritis terhadap seluruh pranata hukum produk kolonial dengan mengeyamping ketentuan-ketentuan yang sudah tidak relevan.
Melakukan penyusunan naskah akademis tentang pencatatan sipil yang dilanjutka menyusun draf Rancangan Undang-undang baru.
Mengakomodasi Yurisprudensi Mahkamah Agung yang telah memutuskan terhadap perkawinan atas dasar beda agama dan perkawinan antar penganut Kong Hucu, sebagai suatu ketentuan lex spesialis.
Agar memperoleh dorongan masyarakat luas, perlu sosialisasi baik mengenai permasalahannya salama ini dan bagaimana mengatasinya
Mendesak Pemerintah agar bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat memperhatikan masalah administrasi kependudukan guna mewujudkan peraturan perundang-undangan yang sangat didambakan selama ini.
Melakukan sosialisasi tentang pentingnya Catatan Sipil, agar setiap perkawinan menjadi sah menurut hukum negara.
Merevisi Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, khususnya pasal 2 ayat 2 harus ditambah kalimat, "Tiap-tiap perkawinan sebagaimana dimaksud ayat 1, wajib dicatatkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku"
Memasukkan amar putusan Mahkamah Agung ke dalam materi draf Rancangan Undang-undang tentang Catatan Sipil yang memungkinkan dilangsungkannya perkawinan dari pasangan yang berbeda agama atau antara pasangan yang menganut Kong Hucu.
(Disari dari Makalah Ny. Lies Sugondo, SH, Ketua Konsorsium Catatan Sipil dalam Konperensi Nasional Pengembangan Pelayanan Publik di Bidang Kependudukan, Mei 2002) 28 September 2004 |Dibaca 1161 kali |Kirim ke TemanCetak
D. Dari Penduduk untuk Penduduk
Penataan sistem administrasi kependudukan makin bernilai penting, apalagi setelah ada berbagai masalah dalam daftar pemilih tetap (DPT) dalam pemilihan anggota legislatif dan presiden. Ditambah dengan adanya peristiwa bom di Hotel J.W. Marriott dan hotel The Ritz-Carlton pada 17 Juli, yang ditengarai tersangka otak pemboman warga Malaysia Noordin M.Top dapat dengan bebas mengganti identitasnya dari satu daerah ke daerah lainnya dalam rangka membina sel-sel terornya.Arti penting kartu tanda penduduk (KTP) makin signifikan sebagai identitas seorang warga negara.
Acuan hukum untuk penerapan nomor induk kependudukan (NIK) sudah ada dalam bentuk undang-undang (UU) dan bahkan telah diperjelas dengan sebuah Peraturan Presiden (Perpres). Pasal 13 UU No 23 Tahun 2009 tentang Administrasi Kependudukan telah mengamanatkan bahwa setiap warga negara wajib memiliki NIK (Ayat 1), berlaku seumur hidup (Ayat 2), dan dicantumkan dalam setiap Dokumen kependudukan dan dijadikan dasar penerbitan paspor, surat izin mengemudi, nomor pokok wajib pajak, polis asuransi, sertifikat hak atas tanah, dan penerbitan dokumen identitas lainnya (Ayat 3).
Dengan demikian NIK harus dapat digunakan dikantor-kantor penerbitan dokumen resmi yang tersebut di atas. Dasar hukum ini menekankan pentingnya NIK yang betul-betul valid dan terverifikasi beserta seluruh data-data penunjangnya. Pasal 6 Perpres Nomor 26 Tahun 2009 menjabarkan lagi bahwa blangko KTP berbasis NIK itu harus memuat kode keamanan dan rekaman elektronik yang digunakan sebagai alat verifikasi jati diri dalam pelayanan publik. Dalam pasal berikutnya (Pasal 7), diterangkan lebih lanjut bahwa rekaman elektronik yang dimaksud adalah biodata, pas foto, dan sidik jari seluruh jari tangan penduduk yang bersangkutan.
E. Smart Card
Agar lebih mendetail, perlu ditelaah satu persatu ketentuan Perpres ini. Tentang biodata, mungkin dapat dilihat di Pasal 60 UU No. 23 bahwa biodata paling tidak (paling kurang) mengandung keterangan tentang nama, tempat dan tanggal lahir, alamat, dan jati diri lainnya secara lengkap, serta perubahan dan peristiwa penting yang pernah dialami. Ini bisa diperkirakan memerlukan 1 kilobyte (kb) memori.
Kemudian untuk pas foto, menurut standar ICAO (International Civil Aviation Organization), menggunakan ISO/EIC CD 19794-5, untuk 35 x 45 mm diperkirakan akan memerlukan 8-15kbytes. Untuk sidik jari dapat diperkirakan satu sidik jari memerlukan 1 kb. Seluruh jari membutuhkan 10 kbyte. Jadi totalnya kebutuhan memori EEPROM (Electrically Erasable Programmable Read Only Memory) kira-kira 32 kb. Sebagai perbandingan, kartu identitas Malaysia (MyKad) sebelum 2002 juga mempunyai 32 kb dan setelah 2002 ditambah menjadi 64 kb.
Di dalam praktiknya, national ID card yang berbentuk smart card bisa digolongkan atas dua macam berkaitan dengan pembacaan datanya oleh mesin. Bentukyang pertama adalah contact smart card yang menggunakan pada kontak dari emas yang terlihat di atas kartu. Bentuknya hampir mirip seperti SIM card yang biasa digunakan di telepon seluler. Bentuk yang kedua adalah contactless (nirkontak), yang biasanya menggunakan RFID (radio frequency identification) di dalamnya terdapat antena khusus.
Industri dalam negeri, jika mengikuti ketentuan Perpres 13 Tahun 2009 yaitu jumlah sidik jari yang harus diambil adalah semua jari, kartu identitas elektronik Indonesia haruslah memiliki EEPROM yang cukup besar (minimal 32 kb).
Kemudian pilihan apakah nanti kartu identitas ini berbentuk kartu kontak langsung atau contactless tentu harus memperhatikan situasi di lapangan dan melalui survei yang saksama, tidak hanya dari studi literatur. Kalau kita ingin menerapkan penggunaan kartu identitas elektronik ini di semua lembaga pelayanan publik nantinya, kurang praktis jika kita memerlukan kunci keamanan yang terlalu rumit atau bahkan jika harus menggunakan pin seperti kartu bank saat mengambil uang.
Sebelumnya sempat disinggung tentang MyKad yang menjadi proyek nasional Malaysia. Proyek ini dilaksanakan oleh IRIS, sebuah perusahaan hi-tech Malaysia yang berkedudukan di Kuala Lumpur. Perusahaan ini menurut data yang tertera di laman webnya memiliki 570 karyawan dan fasilitas seluas 330.000 kaki persegi. Malaysia berhasil mengembangkan kemampuannya dalam teknologi smart card dari skala riset hingga skala pasar dengan memanfaatkan momentum kartu identitas nasional elektronik yang proyeknya bernilai 276 juta ringgit Malaysia atau Rp 768 miliar. Penduduk Malaysia tidak sebanyak penduduk Indonesia, kira-kira hanya seperdelapannya. Dapat dibayangkan betapa "basah" proyek kartu identitas elektronik nasional ini.
e-KTP ini proyek vital karena menyangkut kepentingan sehari-hari rakyat, menghindari kejahatan akibat perpindahan warga yang tak terkontrol, dan mengetahui apakah data pajak dan data jaminan sosial dapat diperbarui setiap saat. Sekali lagi, ini vital. Pasar Indonesia jauh lebih besar daripada pasar Malaysia, perputaran modal di dalamnya juga jauh lebih besar.
Industri dalam negeri, terutama industri manufaktur elektronika haruslah dilibatkan dalam sebagian besar pengerjaannya. Kemungkinan keterlibatan vendor asing tentu tidak perlu dihindari, tapi harus bekerjasama dengan vendor lokal. Industri nasional memiliki kemampuan desain chip, perancangan sistem operasi, pembuatan kartu, pembuatan mesin pembaca, dan lain-lain.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan Dan Rekomendasi
Kesimpulan
Dari uraian yang telah disebutkan pada pembahasan di atas maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa:
Dalam peraturan daerah nomor 04 tahun 2006 tentang pembuatan dan retribusi biaya cetak kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil yang diberlakukan oleh pemerintah belum berjalan sesuai dengan keinginan pemerintah.
Pemberian pelayanan kartu tanda penduduk tidak akan maksimal dan terjumlah kepada semua penduduk jika proses pembuatan pelayanannya tidak disederhanakan.
Masalah pelayanan pemberian kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil sudah menjadi masalah yang harus mendapatkan perhatian dari pemerintah kabupaten/kota.
Pemerintah hanya mampu membuat dan mengesahkan peraturan daerah, tapi belum bisa mendalami tentang efektif tidaknya pelaksanaan Perda yang dibuat tersebut terhadap masyarakat.
Perubahan status kewarganegaraan dari Warga Negara Indonesia menjadi warga negara asing di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang telah mendapatkan persetujuan dari negara setempat wajib dilaporkan oleh Penduduk yang bersangkutankepada Perwakilan Republik Indonesia.
Rekomendasi
Pemerintah kabupaten/kota harus segera meninjau Perda yang telah dibuat dan merubahnya agar pelaksanaan pelayanan kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil pelayanan diperpendek dengan pusat pelayanan pembuatan dilaksanakan ditempat kecamatan.
Pemerintah Kabupaten/kota perlu memikirkan tentang pengurangan biaya/retribusi kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil dan jika perlu, pelayanan dan retribusi ditiadakan, atau digratiskan terutama kepada warga yang kurang mampu.
Pemerintah kabupaten dalam menetapkan Perda tentang kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil perlu adanya sangsi yang tegas dan jelas jika seseorang tidak memiliki kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil.
Dalam setiap pelayanan kebutuhan masyarakat agar pemerintah harus menjadikan kartu tanda penduduk sebagai syarat dalam pelayanan urusan dan kebutuhan masyarakat yang dilayani.
Data Penduduk yang dihasilkan oleh Sistem Informasi Administrasi Kependudukan dan tersimpan di dalam database kependudukan dimanfaatkan untuk kepentingan perumusan kebijakan di bidang pemerintahan dan pembangunan.
DAFTAR PUSTAKA
UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
PP No. 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
http://www.kependudukancapil.go.id/
http://www.adminduk.depdagri.go.id/
16