Academia.eduAcademia.edu

Jurnalis Sebagai Juru Dakwah

Jurnal Jurnalisa

Menjamurnya media saat ini menjadi salah satu tantangan masyarakat dalam menjaga kondisi lingkungan yang lebih harmonis. Sebagaimana diketahui bahwa media banyak mengambil peran dalam memengaruhi perilaku masyarakat. bukan hanya memberikan pengaruh positif, tetapi juga pengaruh negative yang banyak mengancam keharmonisan di lingkungan masyarakat. sebagai bagian dari media, jurnalis diharapkan mampu menjadi bagian utama dari terciptanya lingkungan yang harmonis melalui berita-berita yang disajikan kepada khalayak. Dengan adanya kesamaan antara jurnalis dan juru dakwah, yakni sama-sama menyebarkan informasi kepada khalayak luas. Sehingga jurnalis akan lebih mudah melakukan peran ganda sebagai jurnalis dan juga juru dakwah. Tentu dengan menyajikan berita-berita yang mengandung nilai-nilai dakwah yakni mengajak pada kebaikan, kedamaikan dan memiliki nilai-nilai kegembiraan bagi masyarakat. Selain itu, jurnalis juga diharapkan mampu memberikan cerminan diri yang baik dari perilakuka di l...

Qudratullah Rustam [Jurnalis Sebagai Juru Dakwah] JURNALIS SEBAGAI JURU DAKWAH Oleh: Qudratullah Rustam STAI Yapnas Jeneponto Email :[email protected] Abstrak Menjamurnya media saat ini menjadi salah satu tantangan masyarakat dalam menjaga kondisi lingkungan yang lebih harmonis. Sebagaimana diketahui bahwa media banyak mengambil peran dalam memengaruhi perilaku masyarakat. bukan hanya memberikan pengaruh positif, tetapi juga pengaruh negative yang banyak mengancam keharmonisan di lingkungan masyarakat. sebagai bagian dari media, jurnalis diharapkan mampu menjadi bagian utama dari terciptanya lingkungan yang harmonis melalui berita-berita yang disajikan kepada khalayak. Dengan adanya kesamaan antara jurnalis dan juru dakwah, yakni sama-sama menyebarkan informasi kepada khalayak luas. Sehingga jurnalis akan lebih mudah melakukan peran ganda sebagai jurnalis dan juga juru dakwah. Tentu dengan menyajikan berita-berita yang mengandung nilainilai dakwah yakni mengajak pada kebaikan, kedamaikan dan memiliki nilai-nilai kegembiraan bagi masyarakat. Selain itu, jurnalis juga diharapkan mampu memberikan cerminan diri yang baik dari perilakuka di lapangan ketika menjalankan tugasnya. Seruan kepada kebaikan dan seruan menjahi kemungkaran oleh seorang jurnalis sudah sepantasnya dilakukan sebagai bagian dari terciptanya kondisi masyarakat yang harmonis. Kata kunci: Jurnalis, dakwah, juru dakwah, informasi. Jurnalisa Vol 04 Nomor 2/ November 2018 166 Qudratullah Rustam [Jurnalis Sebagai Juru Dakwah] A. PENDAHULUAN Perkembangan zaman saat ini salah satunya ditandai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang kini banyak digunakan masyarakat. Salah satu buktinya adalah informasi yang semakin menjadi kebutuhan masyarakat. Informasi kini bukan lagi sebatas perbincangan semata, tetapi juga memiliki peran dan pengaruh yang besar dalam kelompok masyarakat . Informasi dapat dijadikan alat untuk membentuk pendapat publik (public opinion) yang memengaruhi dan mengendalikan pikiran, sikap, dan perilaku manusia sehingga selalu terdapat dampak yang ditimbulkan. Dampak yang dimaksud bisa saja dampak positif maupun negatif. Dari sisi positif, informasi mampu memberikan motivasi baik kepada komunikan maupun untuk komunikator sendiri. Tapi di sisi negatif, informasi bisa mendatangkan bencana jika mengandung ujaran kebencian ataupun sesuatu yang tidak memiliki fakta yang akurat. Pengaruh yang kuat ditimbulkan informasi menuai anggapan bahwa sumber baru kekuasaan saat ini adalah „informasi di tangan banyak orang‟ (the new source of power is information in the hand of many), dan siapa yang menguasai media massa maka dialah pengendali atau penguasa dunia.1 Hal tersebut jelas terjadi saat ini. Di mana informasi yang bermunculan bukanlah informasi yang semata-mata hanya dikehendaki masyarakat tetapi jurnalis yang menjadi produsen informasi. Jurnalis dengan mudahnya memilih informasi yang akan disebarkan melalui media sesuai denga alasan yang melatar belakangi, baik itu untuk propaganda, aspek ekonomi atau murni disampaikan untuk diketahui khalayak. Pemandangan konflik yang kian menjadi-jadi saat ini tidak bisa dipungkiri merupakan dampak dari keberadaan media massa Jurnalis menjadi pemeran utama dalam proses penyampaian informasi hingga dampak-dampak yang terjadi karena tulisannya. Banyak media kini hadir merepresentasikan maksud keberadaannya dengan wujud informasi yang disajikan kepada khalayak. Hal tersebut tentu memiliki tujuan-tujua tertentu yang tidak terlepas dari target keuntungan bagi media itu sendiri. Bagi masyarakat, mungkin saja berpikiran bahwa keberadaan media yang beragam akan memberikan kemudahan dalam mengakses informasi yang juga semakin beragam. Hanya saja hal tersebut akan semakin memekankan khalayak untuk selalu berhati-hati dalam menerima informasi yang belum jelas kebenarannya. Khalayak dituntuk untuk selalu memfilter informasi-informasi yang diperoleh. 1 Romly, Jurnalistik Dakwah; Visi dan Misi Dakwah bil Qalam, (Bandung: Remadja Rosdakarya, 2003), h. 13 Jurnalisa Vol 04 Nomor 2/ November 2018 167 Qudratullah Rustam [Jurnalis Sebagai Juru Dakwah] Bukan hanya khalayak, jurnalis juga dituntut untuk melakukan filter informasi yang diperoleh sebelum ditulis dan disebarluaskan kepada khalayak. Hingga nantinya jurnalis juga tidak menjadika khalayak sebagai korban informasi yang disebarkan. Oleh karena itu peran dakwah sangat diperlukan untuk dapat meminimalisir kejadian-kejadian yang tidak diinginkan melalui penyebaran informasi dari tangan para jurnalis. Jurnalis saat ini bukan semata-mata hanya berperan sebagai penyampai informasi kepada khayalak. Mengingat banyaknya konflik bermunculan dalam kelompok masyarakat dan juga berita-berita hoaks yang tidak terkendali menjadi alasan bahwa jurnalis harus berperan sebagai juru dakawah yang juga turut dalam memanggil, mengajak, dan menyeru kepada kebaikan. Informasi-informasi yang disebarkan oleh jurnalis harus mengandung unsure-unsur kebaikan kedamaian dan kebenaran sehingga tercipta kehidupan yanh harmonis di kalangan masyarakat. Oleh karena itu, penulis membahas bagaimana peran jurnalis sebagai juru dakwah. B. PEMBAHASAN 1. Pengertian Jurnalistik Secara etimologis, jurnalistik berasal dari kata journ. Dalam bahasa Perancis, journ berarti catatan atau laporan harian. Secara sederhana jurnalistik diartikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan atau pelaporan setiap hari. Jurnalistik bukanlah pers, bukan pula massa. Jurnalistik adalah kegiatan yang memungkinkan pers atau media massa bekerja dan diakui eksistensinya dengan baik.2 Dalam Kamus Besar Indonesia disebutkan hahwa jurnalistik adalah pekerjaan mengumpulkan, menulis, mengedit dan menerbitkan berita di surat kabar dan sebagainya, yang menyangkut kewartawanan dan persuratkabaran.3 Sedangkan dalam kamus jurnalistik diartikan sebagai kegiatan untuk menyiapkan, mengedit, dan menulis untuk surat kabar, majalah, atau berkala lainnya.4 Selain itu, Ensiklopedi Indonesia mengemukakan bahwa jurnalistik adalah bidang profesi yang mengusahakan penyajian informasi tentang kejadian dan atau 2 Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia, (Cet. 3; Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), h._ Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia , (Cet. III; Jakarta: Balai Pustaka, 2003),h 482-483. 4 Djafar Assegaff, Jurnalistik Masa Kini, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), h. 9. 3 Jurnalisa Vol 04 Nomor 2/ November 2018 168 Qudratullah Rustam [Jurnalis Sebagai Juru Dakwah] kehidupan sehari-hari (pada hakikatnya dalam bentuk penerangan, penafsiran, dan pengkajian) secara berkala, dengan menggunakan sarana-sarana penerbitan yang ada.5 Beberapa ahli juga mengungkapkan pengertian jurnalistik. Di antaranya Junaedhie yang mengemukakan bahwa jurnalistik adalah suatu kegiatan dalam komunikasi yang dilakukan dengan cara menyiarkan berita atau ulasan mengenai berbagai hal atau peristiwa sehari-hari yang bersifat umum dan hangat, dalam waktu yang secepat-cepatnya. Lebih lanjut dikemukakan bahwa jurnalistik adalah suatu bidang profesi yang menyajikan informasi tentang kejadian sehari-hari, secara berkala dengan menggunakan sarana media massa yang ada. 6 Sedangkan Onong U. Effendi mengemukakan bahwa jurnalistik merupakan mengelolah berita sejak dari mendapatkan bahan sampai pada menyebarluaskannya kepada khalayak. Pada mulanya jurnalistik hanya mengelola hal-hal yang sifatnya informatif saja. Itu terbukti pada Acta Diurma sebagai peroduk jurnalistik pertama pada zaman Romawi kuno ketika kaisar Julius Caesar berkuasa.7 Melihat beberapa pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa jurnalistik merupakan kegiatan mencari, memperoleh, mengelola dan menyebarluaskan informasi kepada khalayak melalui saluran media dalam bentuk laporan tulisan, audio, dan audio visual. Budyatma dalam Widyartono mengungkapkan syarat-syarat bagi jurnalisme yang bertanggung jawab pada masyarakat adalah sebagai berikut. 1. Media harus menyampaikan berita/informasi sehari-hari yang dapat dipercaya, lengkap, cerdas, dan bermakna. Artinya informasi yang disampaikan dalam media tidak boleh berbohong, harus dapat memisahkan antara fakta dan opini serta teruji kebenarannya. 2. Media dapat berperan sebagai forum untuk pertukaran komentar dan kritik. Media merupakan milik masyarakat dan sumber informasinya pun untuk masyarakat. Segala 5 Kustadi Suhandang, Public Relation Perusahaan, (Bandung: Nuansa, 2004), h. 22. Junaedhie Kurniawan, Ensiklopedi Pers Indonesia,(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1991), h. 116117 7 Onong U Effendy, Dimensi-dimensi komunikasi (Bandung: Alumni, 1984), h. 124. 6 Jurnalisa Vol 04 Nomor 2/ November 2018 169 Qudratullah Rustam [Jurnalis Sebagai Juru Dakwah] sesuatu sumber informasi yang disampaikan dalam media adalah untuk kepentingan dan memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk masyarakat. 3. Media mampu menjadi wakil menyampaikan informasi anggota kelompok masyarakat. Artinya informasi kolektif yang dapat memberikan manfaat pada masyarakat harus di sugguhkan dengan jelas. Ia harus mencangkup aspirasi-aspirasi kelompok, tetapi media tidak boleh mengungkapkan kelemahan dan kekurangan anggota kelompok. 4. Media mampu menyajikan dan menjelaskan tujuan-tujuan dan nilai-nilai masyarakat. Informasi yang disampaikan harus mampu mendidik dan menyampaikan nilai-nilai budaya, seni, pengetahuan yang dapat dipertanggungjawabkan. 5. Media selalu terbuka untuk mengakses perubahan-perubahan yang berkembang dalam masyarakat.8 2. Fungsi dan Kode Etik Jurnalistik 1. Fungsi Jurnalistik Penyebaran informasi atau berita merupakan fungsi utama jurnalistik dalam keberadaannya di tengah kehidupan masyarakat. Kebutuhan akan informasi ini amat sangat penting, karena dengan adanya informasi tersebut maka akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia baik dari segi ilmu pengetahuan dan tekhnologi maupun spritual. Dengan adanya informasi ini, akan memberikan arah dan langkah dalam mengarungi kehidupan. Seorang politikus dapat memperoleh informasi tentang kejadian-kejadian yang melanda suatu negara juga kebijakan-kebijakan politik suatu negara, begitu juga seorang pedagang akan mengetahui informasi tentang harga-harga yang ada di pasar dan sebagainya. Tetapi jika informasi itu tidak ada maka akan membawa kepada kebuntuan dalam kehidupan. Di samping fungsi informasi tersebut jurnalistik memiliki fungsi-fungsi lain dalam masyarakat, yaitu ; (a) fungsi mendidik, (b) fungsi meng hibur, (c) fungsi sebagai penyalur dan 8 Widyartono, Pujiono, dan Susandi, Bahasa Indonesia Keilmuan Berbasis Pendekatan Komunikatif. (Malang: Indus Nesus Pv, 2008), h. 3. Jurnalisa Vol 04 Nomor 2/ November 2018 170 Qudratullah Rustam [Jurnalis Sebagai Juru Dakwah] pembentuk pendapat umum, (d) fungsi kontrol sosial. 9 Untuk memahami fungsifungsi tersebut maka penulis akan menjelaskan satu persatu sebagai berikut : a) Pemberi informasi. Pemberi informasi atau menyiarkan informasi kepada pembaca (publik). Informasi yang disajikan melalui karya-karya jurnalistik, seperti berita (straight news), feature, reportase dan lainnya, memang sesuatu yang sangat diharapkan publik pembaca, ketika membaca, membeli dan berlangganan media pers. Informasi yang disampaikan pun beragam jenisnya. Tidak hanya sebatas informasi yang berkaitan dengan suatu peristiwa, tetapi juga bersifat ide, gagasan-gagasan, pendapat atau pikiran-pikiran orang lain yang memang layak untuk disampaikan ke publik pembaca. b) Pendidik masyarakat. Dalam pengertian yang luas, pers berkewajiban mendidik masyarakat pembacanya dengan memberikan beragam pengetahuan yang bisa bermanfaat bagi peningkatan nilai kehidupan. Sajian-sajian karya jurnalistiknya haruslah mencerahkan dan memberikan tambahan pengetahuan serta wawasan yang luas, sehingga masyarakat memperoleh pemahaman atau pengertian baru tentang kehidupan yang lebih maju dibanding sebelumnya c) Pemberi hiburan. Menghibur dalam kaitan meredakan atau melemaskan keteganganketegangan pikiran karena kesibukan aktivitas kehidupan. Jadi, informasi yang disajikan media pers tidak hanya berita-berita serius atau berita-berita berat (hard news), tapi juga berita-berita atau karya jurnalistik lainnya yang mampu membuat pembaca tersenyum, dan melemaskan otot-otot pikirannya. Karyakarya menghibur itu bias ditemukan dalam bentuk karya fiksi, seperti cerpen, cerita bersambung, cerita bergambar, karikatur, gambar-gambar kartun, bahkan juga tulisan-tulisan yang bersifat human interest. d) Pemberi kontrol (alat kontrol sosial) Sebagai media penyampai informasi, media pers tidak hanya sebatas menyampaikan atau memberikan informasi yang berkaitan dengan suatu 9 Ahmad Y. Samantho, Jurnalistik Islam, (Jakarta: penerbit harakah,2002) h .64. Jurnalisa Vol 04 Nomor 2/ November 2018 171 Qudratullah Rustam [Jurnalis Sebagai Juru Dakwah] peristiwa, akan tetapi berkewajiban juga menyampaikan gagasan-gagasan maupun pendapat yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat luas. Bila ada suatu kebijakan, baik dari pemerintah maupun lembaga-lembaga tertentu, yang dipandang tidak sesuai atau berlawanan dengan kepentingan masyarakat, media pers punya kewajiban untuk mengingatkan. Cara mengingatkannya dilakukan melalui tulisan di tajuk rencana maupun karya jurnalistik lainnya.10 Fungsi jurnalistik harus betul-betul berjalan sesuai dengan prakteknya di lapangan. Jurnalis diharapkan mampu menerapkan fungsi-fungsi jurnalistik dengan baik sehingga masyarakat mampu mendapatkan dampak positif dari keberadaan para jurnalis. c. Kode Etik Juranastik Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas, serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik: 11 Pasal 1 Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Pasal 2 Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik. Pasal 3 Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. Pasal 4 Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. 10 Sam Abede Paremo, Manajemen Berita Antara Idealisme dan Realita, (Surabaya: Papyrus, 2003), h. 122. Persatuan Wartawan Indonesia Sulawesi Selatan, Kode Etik Jurnalistik, (Makassar: PWI Sulsel, 2006), h. 2-4. 11 Jurnalisa Vol 04 Nomor 2/ November 2018 172 Qudratullah Rustam [Jurnalis Sebagai Juru Dakwah] Pasal 5 Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan. Pasal 6 Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. Pasal 7 Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan. Pasal 8 Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani. Pasal 9 Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik. Pasal 10 Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa. Pasal 11 Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional. Beberapa poin tersebut merupakan sebuah pedoman yang mengatur perilaku para jurnalis dalam menjalankan tugas-tugasnya. Kode etik tersebut mengatur hak dan kewajiban para jurnalis untuk mencari hingga menyebarkan informasi kepada khalayak. Jurnalisa Vol 04 Nomor 2/ November 2018 173 Qudratullah Rustam [Jurnalis Sebagai Juru Dakwah] Hal tersebut sangat penting dan dianggap sebagai jaminan jurnalis dapat bekerja secara ideal dalam menjalankan profesinya tanpa bebas melakukan sesuatu sesuka hata dengan mencelakai dan mengorbankan orang lain. Bukan hanya itu, keberadaan kode etik juga digunaka untuk menjaga para jurnalis agar tidak menyalahgunakan kewenangannya sebagai produsen informasi yang disebarkan kepada khalayak. Dasar Hukum dan Metode Dakwah Secara etimologis, kata dakwah merupakan bentuk masdar dari kata yad‟u (fi‟il mudhari‟) dan da‟a (fi‟il madli) yang artinya adalah memanggil (to call), mengundang (to invite), mengajak (to summer), menyeru (to propo), mendorong (to urge) dan memohon (to prray). Selain kata “dakwah”, al-Qur‟an juga menyebutkan kata yang memiliki pengertian yang hampir sama dengan “dakwah”, yakni kata “tabligh” yang berarti penyampaian, dan “bayan” yang berarti penjelasan.12 Beberapa ahli juga mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian dakwah. Di antaranya M. Quraish Shihab yang mngemukakan dakwah sebagai seruan atau ajakan kepada keinsyafan atau usaha mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat.13 Sedangkan M. Munir dan Wahyu Ilaihi menyebutkan dakwah adalah aktivitas menyampaikan ajaran Islam, menyuruh berbuat baik dan mencegah perbuatan mungkar, serta memberi kabar gembira dan peringatan bagi manusia.14 Tujuan Dakwah Tujuan merupakan sesuatu yang dicapai melalui tindakan, perbuatan atau usaha. Dalam kaitannya dengan dakwah, maka tujuan dakwah sebagaimana dikatakan Ahmad Ghasully adalah membimbing manusia untuk mencapai kebaikan dalam rangka merealisir kebahagiaan. Sementara itu, Ra‟uf Syalaby mengatakan bahwa tujuan dakwah adalah meng-Esakan Allah SWT, membuat manusia tunduk kepada-Nya, mendekatkan diri kepada-Nya dan intropeksi terhadap apa yang telah diperbuat.15 12 Awaluddin Pimay, Paradigma Dakwah Humanis: Strategi dan Metode Dakwah Prof KH Syaifudin Zuhri, (Semarang: Rasail, 2005), h. 2. 13 Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Amzah, 2009), h. 4. 14 Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2006), h. 17. 15 Awaluddin Pimay, Metodologi Dakwah, (Semarang: Rasail, 2006), h. 9. Jurnalisa Vol 04 Nomor 2/ November 2018 174 Qudratullah Rustam [Jurnalis Sebagai Juru Dakwah] Terjemahnya: "Dan hendaklah ada diantara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung.”16 Pada ayat 104 ini, Allah memerintahkan untuk menempuh jalan yang berbeda, yaitu menempuh jalan yang luas dan lurus serta mengajak orang lain menempuh jalan kebajikan dan makruf, dan mencegah mereka dari yang munkar yaitu dari yang nilai buruk lagi di ingkari oleh akal sehat masyarakat. Manusia dan masyarakat perlu selalu di ingatkan dan diberi keteladanan inilah inti dakwah islamiah dari sini pula terlihat keterkaitannya dengan tuntunan yang lalu. Orang-orang yang memindahkan tuntunan diatas dan yang sungguh tinggih lagi jauh martabat kedudukannya itulah orang-orang yang beruntung mendapatkan apa yang mereka dambakan dalam dunia kehidupan dan akhirat.17 ْ menurut sebagian pandangan ulama mengandung dua macam Kata (‫)ْ ِمنْ ُكم‬ perintah kepada seluruh umat islam agar membentuk dan menyiapkan satu kelompok khusus yang bertugas melaksanakan dakwah. Kelompok khusus itu untuk melaksanakan dakwah kepada kebajikan makruf serta mencegah kemunkaran. Namun tafsir ini lebih tepat memahami kata mingkum dalam arti sebagian kamu. Tafsir ini mengaitkan al-khair dengan mengajak, al-ma;ruf dengan memerintah dan al-munkar dengan melarang.18 Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan terjemahan, (Bandung: Diponegoro, 2017) M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, h. 40. 18 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, h. 42. 16 17 Jurnalisa Vol 04 Nomor 2/ November 2018 175 Qudratullah Rustam [Jurnalis Sebagai Juru Dakwah] Terjemahnya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik (pula). Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalanNya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”19 Muhammad, serulah, yakni lanjutkan usahamu untuk menyeru semua yang engkau sanggup seru, kepada jalan yang ditunjukkan Tuhanmu, yakni ajaran Islam, dengan hikmah dan pengajaran yang baik dan bantahlah mereka, yakni siapa pun yang menolak atau meragukan ajaran Islam, dengan cara yang terbaik. Itulah tiga cara berdakwah yang hendaknya engkau tempuh menghadapi manusia yang beraneka ragam peringkat dan kecenderungannya; jangan hiraukan cemoohan, atau tuduhan-tuduhan tidak berdasar kaum musyrikin, dan serahkan urusanmu dan urusan mereka pada Allah karena sesungguhnya Tuhanmu yang selalu membimbing dan berbuat baik kepadamu Dia-lah sendiri yang lebih mengetahui dari siapa pun yang menduga tahu tentang siapa yang bejat jiwanya sehingga tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah saja juga yang lebih mengetahui orang-orang yang sehat jiwanya sehingga mendapat petunjuk.20 Menurut beliau, sementara ulama‟ memahami bahwa ayat ini menjelaskan tiga macam metode dakwah yang harus disesuaikan dengan sasaran dakwah. Terhadap cendikiawan yang memiliki intelektual tinggi diperintahkan menyampaikan dakwah dengan hikmah, yakni berdialog dengan kata-kata bijak sesuai dengan tingkat kepandaian mereka.Terhadap kaum awam diperintahkan untuk menerapkan mau‟izhah, yakni memberikan nasihat dan perumpamaan yang menyentuh jiwa sesuai dengan taraf pengetahuan mereka yang sederhana. Sedang, terhadap Ahl al-kitab dan penganut agamaagama lain yang diperintahkan menggunakan jidal ahsan/perdebatan dengan cara yang terbaik, yaitu dengan logika dan retorika yang halus, lepas dari kekerasan dan umpatan.21 Selanjutnya beliau menjabarkan kata al-hikmah dalam ayat tersebut, berikut ini penjabarannya. Kata (‫ )حكمة‬hikmah antara lain berarti yang paling utama dari segala Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan terjemahan, (Bandung: Diponegoro, 2017) M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Cet. IV; Jilid. 6; Jakarta: LenteraHati, 2011), h. 774. 21 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, h. 774. 19 20 Jurnalisa Vol 04 Nomor 2/ November 2018 176 Qudratullah Rustam [Jurnalis Sebagai Juru Dakwah] sesuatu, baik pengetahuan maupun perbuatan. Ia adalah pengetahuan atau tindakan yang bebas dari kesalahan atau kekeliruan. Hikmah juga diartikan sebagai sesuatu yang bila digunakan/diperhatikan akan mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan yang besar atau lebih besar serta menghalangi terjadinya mudharat atau kesulitan yang besar atau lebih besar. Makna ini ditarik dari kata hakamah, yang berarti kendali, karena kendali menghalangi hewan/kendaraan mengarah ke arah yang tidak di inginkan atau menjadi liar. Memilih perbuatan yang terbaik dan sesuai adalah perwujudan dari hikmah. Memilih yang terbaik dan sesuai dari dua hal yang buruk pun dinamai hikmah, dan pelakunya dinamai hakim (bijaksana). Siapa yang tepat dalam penilaiannya dan dalam pengaturannya, dialah yang wajar menyandang sifat ini atau dengan kata lain dia yang hakim. Thahir Ibn „Asyur menggaris bawahi bahwa hikmah adalah nama himpunan segala ucapan atau pengetahuan yang mengarah kepada perbaikan keadaan dan kepercayaan manusia secara bersinambung. Thabathaba‟i mengutip ar-Raghib alAshfihani yang menyatakan secara singkat bahwa hikmah adalah sesuatu yang mengena kebenaran berdasar ilmu dan akal. Dengan demikian, menurut Thabathaba‟i, hikmah adalah argumen yang menghasilkan kebenaran yang tidak diragukan, tidak mengandung kelemahan tidak juga kekaburan.22 C. Peran Jurnalis sebagai Juru Dakwah Jurnalis sebaga salau satu profesi yang kini tidak asing lagi di dengar di telinga masyarakat. Berkat keberadaan jurnalis, informasi semakin mudah diperoleh dengan pilihan media yang beragam untuk mengakses informasi. kebutuhan informasi khalayak semakin besar seiring perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. masyarakat dituntut lebih berhatihati dalam menerima dan menyebarluaskan informasi yang diperoleh. Sebagai sumber informasi, jurnalis adalah pihak yang paling dituntut dalam memilah informasi-informasi yang akan di sebebarkan kepada khalayak. Hal tersebut dilakukan agar tidak terjadi konflik karena dalmpak dari sebuah informasi yang disebarkan jurnalis. Sebagai profesi yang dekat dengan berbagai lapisan masyarakat, jurnalis juga dapat diartikan sebagai seoarang juru dakwah. Memberikan informasi-informasi yang benar, 22 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, h. 774. Jurnalisa Vol 04 Nomor 2/ November 2018 177 Qudratullah Rustam [Jurnalis Sebagai Juru Dakwah] mengandung nilai-nilai moralitas, kedamaian dan kegembiraan untuk masyarakat. menasehati mealui karya jurnalistik yang dibuatnya juga dapat dikatan sebagai bagian dari dakwah. Nilainilai kebaikan yang dilakukan seorang jurnalis bisa saja dikatan sebagai proses dakwah asalkan masih berada pada koridor yang sesuai dengan kode etik profesinya dan juga sejalan dengan tujuan-tujuan dakwah. Tidak hanya melalui karya jurnalistik, jurnalis juga dapat berdakwah melalui perilakunya di lapangan ketika mengemban tugas. Perilaku moralitas perlu dicerminkan kepada masyarakat sehingga jurnalis tidak serta-merta dilabeli hal-hal yang negatif. Selama ini kita ketahui bahwa citra jurnalis sering kali dikenal negatif seperti pelabelan „jurnalis amplop‟. Hal tersebut tentu perlu dihindari dan dibuktikan dengan jalan dakwah yang dapat memberikan dampak positif terhadap citra jurnalis di lapangan. Jurnalis sebaiknya memilah-milah berita yang akan disajikan kepada khayalak. Hindari berita-berita provokatif dan sensasional semata hanya karena tujuan keuntungan media. Jurnalis perlu memikirkan hal positif apa yang akan diterima khalayak dengan berita yang disajikannya. Pengaruh seorang jurnalis cukup besar di masyarakat. Oleh karena itu seorang jurnalis juga sebaiknya menuliskan pesan-pesan yang mengajak pada kebajikan dan menghindari hal-hal yang munkar agar tercipta kondisi yang lebih harmonis dan produktif di lingkungan masyarakat. D. PENUTUP Kesimpulan Jurnalis menjadi salah satu profesi yang dekat dengan masyarakat. Pengaruh yang ditimbulkan melalui larya jurnalistiknya sangatlah besar. Dalam tulisan ini, penulis melihat ada kesamaan antara pekerjaan sebagai jurnalis dan juru dakwah. Di mana keduanya ada menyampaikan informasi kepada khalayak. Dengan begitu, terdapat kemudah-kemudahan yang dilakukan jurnalis dalam menyampaikan informasi dan juga pesan dakwah kepada khayalak. Dengan berprofesi sebagai seroang journalis, isi-isi beria yang disajikan dapat disajikan dengan hal-hal yang memberikan pengajaran yang baik kepada khalayak. Mengajak, menyeru dan memanggil khalayak dalam kegiatan-kegiatan yang positif, produktif sehingga menciptakan kehidupan yang harmonis. Seiring besarnya dampak negarif media terhadap persatuan bangsa, jurnalis diharapkan dapat mengambil peran untuk melerai dan berusaha meredam dengan cara-cara dakwah islamiyah. Isi berita Jurnalisa Vol 04 Nomor 2/ November 2018 178 Qudratullah Rustam [Jurnalis Sebagai Juru Dakwah] yang disajikan tidak lagi mengandung unsur-unsur provokatif tetapi mengandung unsureunsur kegembiraan dan keharmonisan serta ajakan ke jalan kebaikan. Jurnalisa Vol 04 Nomor 2/ November 2018 179 Qudratullah Rustam [Jurnalis Sebagai Juru Dakwah] DAFTAR PUSTAKA Amin, Samsul Munir. Ilmu Dakwah. .Jakarta. Amzah. 2009. Assegaff, Djafar. Jurnalistik Masa Kini. .Jakarta. Ghalia Indonesia. 1983. Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cet. III. Jakarta. Balai Pustaka. 2003. Effendy, Onong U. Dimensi-dimensi komunikasi .Bandung. Alumni. 1984. Kementrian Agama Republik Indonesia. Al-Qur’an dan terjemahan. .Bandung. Diponegoro. 2017. Kurniawan, Junaedhie. Ensiklopedi Pers Indonesia..Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. 1991. Munir dan Wahyu Ilahi. Manajemen Dakwah. .Jakarta. Prenada Media. 2006. Paremo, Sam Abede. Manajemen Berita Antara Idealisme dan Realita. .Surabaya. Papyrus. 2003. Persatuan Wartawan Indonesia Sulawesi Selatan. Kode Etik Jurnalistik. .Makassar. PWI Sulsel. 2006. Pimay, Awaluddin. Metodologi Dakwah. .Semarang. Rasail. 2006. Pimay, Awaluddin. Paradigma Dakwah Humanis. Strategi dan Metode Dakwah Prof KH Syaifudin Zuhri. Semarang. Rasail. 2005. Romly. Jurnalistik Dakwah. Visi dan Misi Dakwah bil Qalam. .Bandung. Remadja Rosdakarya. 2003. Samantho, Ahmad Y. Jurnalistik Islam. .Jakarta. penerbit harakah.2002. Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Mishbah. Pesan. Kesan dan Keserasian al-Qur’an. .Cet. IV. Jilid. 6. Jakarta. Lentera Hati. 2011. Suhandang Mustadi. Public Relation Perusahaan. .Bandung. Nuansa. 2004. Sumadiria, Haris. Jurnalistik Indonesia. .Cet. 3. Bandung. PT Remaja Rosdakarya. 2008. Widyartono, Pujiono dan Susandi. Bahasa Indonesia Keilmuan Berbasis Pendekatan Komunikatif. .Malang. Indus Nesus Pv. 2008. Jurnalisa Vol 04 Nomor 2/ November 2018 180