Qudratullah Rustam
[Jurnalis Sebagai Juru Dakwah]
JURNALIS SEBAGAI JURU DAKWAH
Oleh: Qudratullah Rustam
STAI Yapnas Jeneponto
Email :
[email protected]
Abstrak
Menjamurnya media saat ini menjadi salah satu tantangan masyarakat dalam menjaga kondisi
lingkungan yang lebih harmonis. Sebagaimana diketahui bahwa media banyak mengambil peran
dalam memengaruhi perilaku masyarakat. bukan hanya memberikan pengaruh positif, tetapi
juga pengaruh negative yang banyak mengancam keharmonisan di lingkungan masyarakat.
sebagai bagian dari media, jurnalis diharapkan mampu menjadi bagian utama dari terciptanya
lingkungan yang harmonis melalui berita-berita yang disajikan kepada khalayak. Dengan
adanya kesamaan antara jurnalis dan juru dakwah, yakni sama-sama menyebarkan informasi
kepada khalayak luas. Sehingga jurnalis akan lebih mudah melakukan peran ganda sebagai
jurnalis dan juga juru dakwah. Tentu dengan menyajikan berita-berita yang mengandung nilainilai dakwah yakni mengajak pada kebaikan, kedamaikan dan memiliki nilai-nilai kegembiraan
bagi masyarakat. Selain itu, jurnalis juga diharapkan mampu memberikan cerminan diri yang
baik dari perilakuka di lapangan ketika menjalankan tugasnya. Seruan kepada kebaikan dan
seruan menjahi kemungkaran oleh seorang jurnalis sudah sepantasnya dilakukan sebagai
bagian dari terciptanya kondisi masyarakat yang harmonis.
Kata kunci: Jurnalis, dakwah, juru dakwah, informasi.
Jurnalisa Vol 04 Nomor 2/ November 2018
166
Qudratullah Rustam
[Jurnalis Sebagai Juru Dakwah]
A. PENDAHULUAN
Perkembangan zaman saat ini salah satunya ditandai dengan perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi yang kini banyak digunakan masyarakat. Salah satu buktinya
adalah informasi yang semakin menjadi kebutuhan masyarakat. Informasi kini bukan lagi
sebatas perbincangan semata, tetapi juga memiliki peran dan pengaruh yang besar dalam
kelompok masyarakat . Informasi dapat dijadikan alat untuk membentuk pendapat publik
(public opinion) yang memengaruhi dan mengendalikan pikiran, sikap, dan perilaku manusia
sehingga selalu terdapat dampak yang ditimbulkan. Dampak yang dimaksud bisa saja
dampak positif maupun negatif.
Dari sisi positif, informasi mampu memberikan motivasi baik kepada komunikan maupun
untuk komunikator sendiri. Tapi di sisi negatif, informasi bisa mendatangkan bencana jika
mengandung ujaran kebencian ataupun sesuatu yang tidak memiliki fakta yang akurat.
Pengaruh yang kuat ditimbulkan informasi menuai anggapan bahwa sumber baru
kekuasaan saat ini adalah „informasi di tangan banyak orang‟ (the new source of power is
information in the hand of many), dan siapa yang menguasai media massa maka dialah
pengendali atau penguasa dunia.1 Hal tersebut jelas terjadi saat ini. Di mana informasi yang
bermunculan bukanlah informasi yang semata-mata hanya dikehendaki masyarakat tetapi
jurnalis yang menjadi produsen informasi. Jurnalis dengan mudahnya memilih informasi
yang akan disebarkan melalui media sesuai denga alasan yang melatar belakangi, baik itu
untuk propaganda, aspek ekonomi atau murni disampaikan untuk diketahui khalayak.
Pemandangan konflik yang kian menjadi-jadi saat ini tidak bisa dipungkiri merupakan
dampak dari keberadaan media massa Jurnalis menjadi pemeran utama dalam proses
penyampaian informasi hingga dampak-dampak yang terjadi karena tulisannya. Banyak
media kini hadir merepresentasikan maksud keberadaannya dengan wujud informasi yang
disajikan kepada khalayak. Hal tersebut tentu memiliki tujuan-tujua tertentu yang tidak
terlepas dari target keuntungan bagi media itu sendiri. Bagi masyarakat, mungkin saja
berpikiran bahwa keberadaan media yang beragam akan memberikan kemudahan dalam
mengakses informasi yang juga semakin beragam. Hanya saja hal tersebut akan semakin
memekankan khalayak untuk selalu berhati-hati dalam menerima informasi yang belum jelas
kebenarannya. Khalayak dituntuk untuk selalu memfilter informasi-informasi yang diperoleh.
1
Romly, Jurnalistik Dakwah; Visi dan Misi Dakwah bil Qalam, (Bandung: Remadja Rosdakarya, 2003), h. 13
Jurnalisa Vol 04 Nomor 2/ November 2018
167
Qudratullah Rustam
[Jurnalis Sebagai Juru Dakwah]
Bukan hanya khalayak, jurnalis juga dituntut untuk melakukan filter informasi yang
diperoleh sebelum ditulis dan disebarluaskan kepada khalayak. Hingga nantinya jurnalis juga
tidak menjadika khalayak sebagai korban informasi yang disebarkan. Oleh karena itu peran
dakwah sangat diperlukan untuk dapat meminimalisir kejadian-kejadian yang tidak
diinginkan melalui penyebaran informasi dari tangan para jurnalis.
Jurnalis saat ini bukan semata-mata hanya berperan sebagai penyampai informasi kepada
khayalak. Mengingat banyaknya konflik bermunculan dalam kelompok masyarakat dan juga
berita-berita hoaks yang tidak terkendali menjadi alasan bahwa jurnalis harus berperan
sebagai juru dakawah yang juga turut dalam memanggil, mengajak, dan menyeru kepada
kebaikan. Informasi-informasi yang disebarkan oleh jurnalis harus mengandung unsure-unsur
kebaikan kedamaian dan kebenaran sehingga tercipta kehidupan yanh harmonis di kalangan
masyarakat. Oleh karena itu, penulis membahas bagaimana peran jurnalis sebagai juru
dakwah.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Jurnalistik
Secara etimologis, jurnalistik berasal dari kata journ. Dalam bahasa Perancis,
journ berarti catatan atau laporan harian. Secara sederhana jurnalistik diartikan
sebagai kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan atau pelaporan setiap hari.
Jurnalistik bukanlah pers, bukan pula massa. Jurnalistik adalah kegiatan yang
memungkinkan pers atau media massa bekerja dan diakui eksistensinya dengan
baik.2 Dalam Kamus Besar Indonesia disebutkan hahwa jurnalistik adalah pekerjaan
mengumpulkan, menulis, mengedit dan menerbitkan berita di surat kabar dan
sebagainya, yang menyangkut kewartawanan dan persuratkabaran.3
Sedangkan dalam kamus jurnalistik diartikan sebagai kegiatan untuk
menyiapkan, mengedit, dan menulis untuk surat kabar, majalah, atau berkala
lainnya.4 Selain itu, Ensiklopedi Indonesia mengemukakan bahwa jurnalistik adalah
bidang profesi yang mengusahakan penyajian informasi tentang kejadian dan atau
2
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia, (Cet. 3; Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), h._
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia , (Cet. III; Jakarta: Balai Pustaka,
2003),h 482-483.
4
Djafar Assegaff, Jurnalistik Masa Kini, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), h. 9.
3
Jurnalisa Vol 04 Nomor 2/ November 2018
168
Qudratullah Rustam
[Jurnalis Sebagai Juru Dakwah]
kehidupan sehari-hari (pada hakikatnya dalam bentuk penerangan, penafsiran, dan
pengkajian) secara berkala, dengan menggunakan sarana-sarana penerbitan yang
ada.5
Beberapa ahli juga mengungkapkan pengertian jurnalistik. Di antaranya
Junaedhie yang mengemukakan bahwa jurnalistik adalah suatu kegiatan dalam
komunikasi yang dilakukan dengan cara menyiarkan berita atau ulasan mengenai
berbagai hal atau peristiwa sehari-hari yang bersifat umum dan hangat, dalam waktu
yang secepat-cepatnya. Lebih lanjut dikemukakan bahwa jurnalistik adalah suatu
bidang profesi yang menyajikan informasi tentang kejadian sehari-hari, secara
berkala dengan menggunakan sarana media massa yang ada. 6 Sedangkan Onong U.
Effendi mengemukakan bahwa jurnalistik merupakan mengelolah berita sejak dari
mendapatkan bahan sampai pada menyebarluaskannya kepada khalayak. Pada
mulanya jurnalistik hanya mengelola hal-hal yang sifatnya informatif saja. Itu
terbukti pada Acta Diurma sebagai peroduk jurnalistik pertama pada zaman Romawi
kuno ketika kaisar Julius Caesar berkuasa.7
Melihat beberapa pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa jurnalistik
merupakan kegiatan mencari, memperoleh, mengelola dan menyebarluaskan
informasi kepada khalayak melalui saluran media dalam bentuk laporan tulisan,
audio, dan audio visual.
Budyatma dalam Widyartono mengungkapkan syarat-syarat bagi jurnalisme
yang bertanggung jawab pada masyarakat adalah sebagai berikut.
1. Media harus menyampaikan berita/informasi sehari-hari yang dapat dipercaya,
lengkap, cerdas, dan bermakna. Artinya informasi yang disampaikan dalam media
tidak boleh berbohong, harus dapat memisahkan antara fakta dan opini serta teruji
kebenarannya.
2. Media dapat berperan sebagai forum untuk pertukaran komentar dan kritik. Media
merupakan milik masyarakat dan sumber informasinya pun untuk masyarakat. Segala
5
Kustadi Suhandang, Public Relation Perusahaan, (Bandung: Nuansa, 2004), h. 22.
Junaedhie Kurniawan, Ensiklopedi Pers Indonesia,(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1991), h. 116117
7
Onong U Effendy, Dimensi-dimensi komunikasi (Bandung: Alumni, 1984), h. 124.
6
Jurnalisa Vol 04 Nomor 2/ November 2018
169
Qudratullah Rustam
[Jurnalis Sebagai Juru Dakwah]
sesuatu sumber informasi yang disampaikan dalam media adalah untuk kepentingan
dan memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk masyarakat.
3. Media mampu menjadi wakil menyampaikan informasi anggota kelompok
masyarakat. Artinya informasi kolektif yang dapat memberikan manfaat pada
masyarakat harus di sugguhkan dengan jelas. Ia harus mencangkup aspirasi-aspirasi
kelompok, tetapi media tidak boleh mengungkapkan kelemahan dan kekurangan
anggota kelompok.
4. Media mampu menyajikan dan menjelaskan tujuan-tujuan dan nilai-nilai
masyarakat. Informasi yang disampaikan harus mampu mendidik dan menyampaikan
nilai-nilai budaya, seni, pengetahuan yang dapat dipertanggungjawabkan.
5. Media selalu terbuka untuk mengakses perubahan-perubahan yang berkembang
dalam masyarakat.8
2. Fungsi dan Kode Etik Jurnalistik
1. Fungsi Jurnalistik
Penyebaran informasi atau berita merupakan fungsi utama jurnalistik dalam
keberadaannya di tengah kehidupan masyarakat. Kebutuhan akan informasi ini amat
sangat penting, karena dengan adanya informasi tersebut maka akan meningkatkan
kualitas sumber daya manusia baik dari segi ilmu pengetahuan dan tekhnologi
maupun spritual. Dengan adanya informasi ini, akan memberikan arah dan langkah
dalam mengarungi kehidupan. Seorang politikus dapat memperoleh informasi
tentang kejadian-kejadian yang melanda suatu negara juga kebijakan-kebijakan
politik suatu negara, begitu juga seorang pedagang akan mengetahui informasi
tentang harga-harga yang ada di pasar dan sebagainya. Tetapi jika informasi itu tidak
ada maka akan membawa kepada kebuntuan dalam kehidupan. Di samping fungsi
informasi tersebut jurnalistik memiliki fungsi-fungsi lain dalam masyarakat, yaitu ;
(a) fungsi mendidik, (b) fungsi meng hibur, (c) fungsi sebagai penyalur dan
8
Widyartono, Pujiono, dan Susandi, Bahasa Indonesia Keilmuan Berbasis Pendekatan Komunikatif.
(Malang: Indus Nesus Pv, 2008), h. 3.
Jurnalisa Vol 04 Nomor 2/ November 2018
170
Qudratullah Rustam
[Jurnalis Sebagai Juru Dakwah]
pembentuk pendapat umum, (d) fungsi kontrol sosial.
9
Untuk memahami
fungsifungsi tersebut maka penulis akan menjelaskan satu persatu sebagai berikut :
a) Pemberi informasi.
Pemberi informasi atau menyiarkan informasi kepada pembaca (publik).
Informasi yang disajikan melalui karya-karya jurnalistik, seperti berita (straight
news), feature, reportase dan lainnya, memang sesuatu yang sangat diharapkan
publik pembaca, ketika membaca, membeli dan berlangganan media pers.
Informasi yang disampaikan pun beragam jenisnya. Tidak hanya sebatas
informasi yang berkaitan dengan suatu peristiwa, tetapi juga bersifat ide,
gagasan-gagasan, pendapat atau pikiran-pikiran orang lain yang memang layak
untuk disampaikan ke publik pembaca.
b) Pendidik masyarakat.
Dalam pengertian yang luas, pers berkewajiban mendidik masyarakat
pembacanya dengan memberikan beragam pengetahuan yang bisa bermanfaat
bagi peningkatan nilai kehidupan. Sajian-sajian karya jurnalistiknya haruslah
mencerahkan dan memberikan tambahan pengetahuan serta wawasan yang luas,
sehingga masyarakat memperoleh pemahaman atau pengertian baru tentang
kehidupan yang lebih maju dibanding sebelumnya
c) Pemberi hiburan.
Menghibur dalam kaitan meredakan atau melemaskan keteganganketegangan pikiran karena kesibukan aktivitas kehidupan. Jadi, informasi yang
disajikan media pers tidak hanya berita-berita serius atau berita-berita berat (hard
news), tapi juga berita-berita atau karya jurnalistik lainnya yang mampu
membuat pembaca tersenyum, dan melemaskan otot-otot pikirannya. Karyakarya menghibur itu bias ditemukan dalam bentuk karya fiksi, seperti cerpen,
cerita bersambung, cerita bergambar, karikatur, gambar-gambar kartun, bahkan
juga tulisan-tulisan yang bersifat human interest.
d) Pemberi kontrol (alat kontrol sosial)
Sebagai media penyampai informasi, media pers tidak hanya sebatas
menyampaikan atau memberikan informasi yang berkaitan dengan suatu
9
Ahmad Y. Samantho, Jurnalistik Islam, (Jakarta: penerbit harakah,2002) h .64.
Jurnalisa Vol 04 Nomor 2/ November 2018
171
Qudratullah Rustam
[Jurnalis Sebagai Juru Dakwah]
peristiwa, akan tetapi berkewajiban juga menyampaikan gagasan-gagasan
maupun pendapat yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat luas. Bila ada
suatu kebijakan, baik dari pemerintah maupun lembaga-lembaga tertentu, yang
dipandang tidak sesuai atau berlawanan dengan kepentingan masyarakat, media
pers punya kewajiban untuk mengingatkan. Cara mengingatkannya dilakukan
melalui tulisan di tajuk rencana maupun karya jurnalistik lainnya.10
Fungsi jurnalistik harus betul-betul berjalan sesuai dengan prakteknya di
lapangan. Jurnalis diharapkan mampu menerapkan fungsi-fungsi jurnalistik
dengan baik sehingga masyarakat mampu mendapatkan dampak positif dari
keberadaan para jurnalis.
c. Kode Etik Juranastik
Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk
memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan
moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga
kepercayaan publik dan menegakkan integritas, serta profesionalisme. Atas dasar
itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik: 11
Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang
akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional
dalam
melaksanakan tugas jurnalistik.
Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara
berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta
menerapkan asas praduga tak bersalah.
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
10
Sam Abede Paremo, Manajemen Berita Antara Idealisme dan Realita, (Surabaya: Papyrus, 2003), h. 122.
Persatuan Wartawan Indonesia Sulawesi Selatan, Kode Etik Jurnalistik, (Makassar: PWI Sulsel, 2006), h.
2-4.
11
Jurnalisa Vol 04 Nomor 2/ November 2018
172
Qudratullah Rustam
[Jurnalis Sebagai Juru Dakwah]
Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban
kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku
kejahatan.
Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima
suap.
Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang
tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai
ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai
dengan kesepakatan.
Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan
prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku,
ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan
martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan
pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita
yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada
pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara
proporsional.
Beberapa poin tersebut merupakan sebuah pedoman yang mengatur perilaku para
jurnalis dalam menjalankan tugas-tugasnya. Kode etik tersebut mengatur hak dan
kewajiban para jurnalis untuk mencari hingga menyebarkan informasi kepada khalayak.
Jurnalisa Vol 04 Nomor 2/ November 2018
173
Qudratullah Rustam
[Jurnalis Sebagai Juru Dakwah]
Hal tersebut sangat penting dan dianggap sebagai jaminan jurnalis dapat bekerja secara
ideal dalam menjalankan profesinya tanpa bebas melakukan sesuatu sesuka hata dengan
mencelakai dan mengorbankan orang lain. Bukan hanya itu, keberadaan kode etik juga
digunaka untuk menjaga para jurnalis agar tidak menyalahgunakan kewenangannya
sebagai produsen informasi yang disebarkan kepada khalayak.
Dasar Hukum dan Metode Dakwah
Secara etimologis, kata dakwah merupakan bentuk masdar dari kata yad‟u (fi‟il
mudhari‟) dan da‟a (fi‟il madli) yang artinya adalah memanggil (to call), mengundang
(to invite), mengajak (to summer), menyeru (to propo), mendorong (to urge) dan
memohon (to prray). Selain kata “dakwah”, al-Qur‟an juga menyebutkan kata yang
memiliki pengertian yang hampir sama dengan “dakwah”, yakni kata “tabligh” yang
berarti penyampaian, dan “bayan” yang berarti penjelasan.12
Beberapa ahli juga mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian dakwah. Di
antaranya M. Quraish Shihab yang mngemukakan dakwah sebagai seruan atau ajakan
kepada keinsyafan atau usaha mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik dan
sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat.13 Sedangkan M. Munir dan Wahyu
Ilaihi menyebutkan dakwah adalah aktivitas menyampaikan ajaran Islam, menyuruh
berbuat baik dan mencegah perbuatan mungkar, serta memberi kabar gembira dan
peringatan bagi manusia.14
Tujuan Dakwah
Tujuan merupakan sesuatu yang dicapai melalui tindakan, perbuatan atau usaha.
Dalam kaitannya dengan dakwah, maka tujuan dakwah sebagaimana dikatakan Ahmad
Ghasully adalah membimbing manusia untuk mencapai kebaikan dalam rangka
merealisir kebahagiaan. Sementara itu, Ra‟uf Syalaby mengatakan bahwa tujuan dakwah
adalah meng-Esakan Allah SWT, membuat manusia tunduk kepada-Nya, mendekatkan
diri kepada-Nya dan intropeksi terhadap apa yang telah diperbuat.15
12
Awaluddin Pimay, Paradigma Dakwah Humanis: Strategi dan Metode Dakwah Prof KH Syaifudin
Zuhri, (Semarang: Rasail, 2005), h. 2.
13
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Amzah, 2009), h. 4.
14
Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2006), h. 17.
15
Awaluddin Pimay, Metodologi Dakwah, (Semarang: Rasail, 2006), h. 9.
Jurnalisa Vol 04 Nomor 2/ November 2018
174
Qudratullah Rustam
[Jurnalis Sebagai Juru Dakwah]
Terjemahnya:
"Dan hendaklah ada diantara kalian segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar,
merekalah orang-orang yang beruntung.”16
Pada ayat 104 ini, Allah memerintahkan untuk menempuh jalan yang berbeda,
yaitu menempuh jalan yang luas dan lurus serta mengajak orang lain menempuh jalan
kebajikan dan makruf, dan mencegah mereka dari yang munkar yaitu dari yang nilai
buruk lagi di ingkari oleh akal sehat masyarakat. Manusia dan masyarakat perlu selalu di
ingatkan dan diberi keteladanan inilah inti dakwah islamiah dari sini pula terlihat
keterkaitannya dengan tuntunan yang lalu. Orang-orang yang memindahkan tuntunan
diatas dan yang sungguh tinggih lagi jauh martabat kedudukannya itulah orang-orang
yang beruntung mendapatkan apa yang mereka dambakan dalam dunia kehidupan dan
akhirat.17
ْ menurut sebagian pandangan ulama mengandung dua macam
Kata ()ْ ِمنْ ُكم
perintah kepada seluruh umat islam agar membentuk dan menyiapkan satu kelompok
khusus yang bertugas melaksanakan dakwah. Kelompok khusus itu untuk melaksanakan
dakwah kepada kebajikan makruf serta mencegah kemunkaran. Namun tafsir ini lebih
tepat memahami kata mingkum dalam arti sebagian kamu. Tafsir ini mengaitkan al-khair
dengan mengajak, al-ma;ruf dengan memerintah dan al-munkar dengan melarang.18
Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan terjemahan, (Bandung: Diponegoro, 2017)
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, h. 40.
18
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, h. 42.
16
17
Jurnalisa Vol 04 Nomor 2/ November 2018
175
Qudratullah Rustam
[Jurnalis Sebagai Juru Dakwah]
Terjemahnya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang
baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik (pula). Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalanNya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”19
Muhammad, serulah, yakni lanjutkan usahamu untuk menyeru semua yang
engkau sanggup seru, kepada jalan yang ditunjukkan Tuhanmu, yakni ajaran Islam,
dengan hikmah dan pengajaran yang baik dan bantahlah mereka, yakni siapa pun yang
menolak atau meragukan ajaran Islam, dengan cara yang terbaik. Itulah tiga cara
berdakwah yang hendaknya engkau tempuh menghadapi manusia yang beraneka ragam
peringkat dan kecenderungannya; jangan hiraukan cemoohan, atau tuduhan-tuduhan tidak
berdasar kaum musyrikin, dan serahkan urusanmu dan urusan mereka pada Allah karena
sesungguhnya Tuhanmu yang selalu membimbing dan berbuat baik kepadamu Dia-lah
sendiri yang lebih mengetahui dari siapa pun yang menduga tahu tentang siapa yang bejat
jiwanya sehingga tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah saja juga yang lebih mengetahui
orang-orang yang sehat jiwanya sehingga mendapat petunjuk.20
Menurut beliau, sementara ulama‟ memahami bahwa ayat ini menjelaskan tiga
macam metode dakwah yang harus disesuaikan dengan sasaran dakwah. Terhadap
cendikiawan yang memiliki intelektual tinggi diperintahkan menyampaikan dakwah
dengan hikmah, yakni berdialog dengan kata-kata bijak sesuai dengan tingkat kepandaian
mereka.Terhadap kaum awam diperintahkan untuk menerapkan mau‟izhah, yakni
memberikan nasihat dan perumpamaan yang menyentuh jiwa sesuai dengan taraf
pengetahuan mereka yang sederhana. Sedang, terhadap Ahl al-kitab dan penganut agamaagama lain yang diperintahkan menggunakan jidal ahsan/perdebatan dengan cara yang
terbaik, yaitu dengan logika dan retorika yang halus, lepas dari kekerasan dan umpatan.21
Selanjutnya beliau menjabarkan kata al-hikmah dalam ayat tersebut, berikut ini
penjabarannya. Kata ( )حكمةhikmah antara lain berarti yang paling utama dari segala
Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan terjemahan, (Bandung: Diponegoro, 2017)
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Cet. IV; Jilid. 6;
Jakarta: LenteraHati, 2011), h. 774.
21
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, h. 774.
19
20
Jurnalisa Vol 04 Nomor 2/ November 2018
176
Qudratullah Rustam
[Jurnalis Sebagai Juru Dakwah]
sesuatu, baik pengetahuan maupun perbuatan. Ia adalah pengetahuan atau tindakan yang
bebas dari kesalahan atau kekeliruan. Hikmah juga diartikan sebagai sesuatu yang bila
digunakan/diperhatikan akan mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan yang besar
atau lebih besar serta menghalangi terjadinya mudharat atau kesulitan yang besar atau
lebih besar. Makna ini ditarik dari kata hakamah, yang berarti kendali, karena kendali
menghalangi hewan/kendaraan mengarah ke arah yang tidak di inginkan atau menjadi
liar. Memilih perbuatan yang terbaik dan sesuai adalah perwujudan dari hikmah. Memilih
yang terbaik dan sesuai dari dua hal yang buruk pun dinamai hikmah, dan pelakunya
dinamai hakim (bijaksana). Siapa yang tepat dalam penilaiannya dan dalam
pengaturannya, dialah yang wajar menyandang sifat ini atau dengan kata lain dia yang
hakim. Thahir Ibn „Asyur menggaris bawahi bahwa hikmah adalah nama himpunan
segala ucapan atau pengetahuan yang mengarah kepada perbaikan keadaan dan
kepercayaan manusia secara bersinambung. Thabathaba‟i mengutip ar-Raghib alAshfihani yang menyatakan secara singkat bahwa hikmah adalah sesuatu yang mengena
kebenaran berdasar ilmu dan akal. Dengan demikian, menurut Thabathaba‟i, hikmah
adalah argumen yang menghasilkan kebenaran yang tidak diragukan, tidak mengandung
kelemahan tidak juga kekaburan.22
C. Peran Jurnalis sebagai Juru Dakwah
Jurnalis sebaga salau satu profesi yang kini tidak asing lagi di dengar di telinga
masyarakat. Berkat keberadaan jurnalis, informasi semakin mudah diperoleh dengan pilihan
media yang beragam untuk mengakses informasi. kebutuhan informasi khalayak semakin besar
seiring perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. masyarakat dituntut lebih berhatihati dalam menerima dan menyebarluaskan informasi yang diperoleh. Sebagai sumber informasi,
jurnalis adalah pihak yang paling dituntut dalam memilah informasi-informasi yang akan di
sebebarkan kepada khalayak. Hal tersebut dilakukan agar tidak terjadi konflik karena dalmpak
dari sebuah informasi yang disebarkan jurnalis.
Sebagai profesi yang dekat dengan berbagai lapisan masyarakat, jurnalis juga dapat
diartikan sebagai seoarang juru dakwah. Memberikan informasi-informasi yang benar,
22
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, h. 774.
Jurnalisa Vol 04 Nomor 2/ November 2018
177
Qudratullah Rustam
[Jurnalis Sebagai Juru Dakwah]
mengandung nilai-nilai moralitas, kedamaian dan kegembiraan untuk masyarakat. menasehati
mealui karya jurnalistik yang dibuatnya juga dapat dikatan sebagai bagian dari dakwah. Nilainilai kebaikan yang dilakukan seorang jurnalis bisa saja dikatan sebagai proses dakwah asalkan
masih berada pada koridor yang sesuai dengan kode etik profesinya dan juga sejalan dengan
tujuan-tujuan dakwah.
Tidak hanya melalui karya jurnalistik, jurnalis juga dapat berdakwah melalui perilakunya
di lapangan ketika mengemban tugas. Perilaku moralitas perlu dicerminkan kepada masyarakat
sehingga jurnalis tidak serta-merta dilabeli hal-hal yang negatif. Selama ini kita ketahui bahwa
citra jurnalis sering kali dikenal negatif seperti pelabelan „jurnalis amplop‟. Hal tersebut tentu
perlu dihindari dan dibuktikan dengan jalan dakwah yang dapat memberikan dampak positif
terhadap citra jurnalis di lapangan.
Jurnalis sebaiknya memilah-milah berita yang akan disajikan kepada khayalak. Hindari
berita-berita provokatif dan sensasional semata hanya karena tujuan keuntungan media. Jurnalis
perlu memikirkan hal positif apa yang akan diterima khalayak dengan berita yang disajikannya.
Pengaruh seorang jurnalis cukup besar di masyarakat. Oleh karena itu seorang jurnalis juga
sebaiknya menuliskan pesan-pesan yang mengajak pada kebajikan dan menghindari hal-hal yang
munkar agar tercipta kondisi yang lebih harmonis dan produktif di lingkungan masyarakat.
D. PENUTUP
Kesimpulan
Jurnalis menjadi salah satu profesi yang dekat dengan masyarakat. Pengaruh yang
ditimbulkan melalui larya jurnalistiknya sangatlah besar. Dalam tulisan ini, penulis
melihat ada kesamaan antara pekerjaan sebagai jurnalis dan juru dakwah. Di mana
keduanya ada menyampaikan informasi kepada khalayak. Dengan begitu, terdapat
kemudah-kemudahan yang dilakukan jurnalis dalam menyampaikan informasi dan juga
pesan dakwah kepada khayalak. Dengan berprofesi sebagai seroang journalis, isi-isi beria
yang disajikan dapat disajikan dengan hal-hal yang memberikan pengajaran yang baik
kepada khalayak. Mengajak, menyeru dan memanggil khalayak dalam kegiatan-kegiatan
yang positif, produktif sehingga menciptakan kehidupan yang harmonis. Seiring besarnya
dampak negarif media terhadap persatuan bangsa, jurnalis diharapkan dapat mengambil
peran untuk melerai dan berusaha meredam dengan cara-cara dakwah islamiyah. Isi berita
Jurnalisa Vol 04 Nomor 2/ November 2018
178
Qudratullah Rustam
[Jurnalis Sebagai Juru Dakwah]
yang disajikan tidak lagi mengandung unsur-unsur provokatif tetapi mengandung unsureunsur kegembiraan dan keharmonisan serta ajakan ke jalan kebaikan.
Jurnalisa Vol 04 Nomor 2/ November 2018
179
Qudratullah Rustam
[Jurnalis Sebagai Juru Dakwah]
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul Munir. Ilmu Dakwah. .Jakarta. Amzah. 2009.
Assegaff, Djafar. Jurnalistik Masa Kini. .Jakarta. Ghalia Indonesia. 1983.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cet. III. Jakarta. Balai
Pustaka. 2003.
Effendy, Onong U. Dimensi-dimensi komunikasi .Bandung. Alumni. 1984.
Kementrian Agama Republik Indonesia. Al-Qur’an dan terjemahan. .Bandung. Diponegoro.
2017.
Kurniawan, Junaedhie. Ensiklopedi Pers Indonesia..Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. 1991.
Munir dan Wahyu Ilahi. Manajemen Dakwah. .Jakarta. Prenada Media. 2006.
Paremo, Sam Abede. Manajemen Berita Antara Idealisme dan Realita. .Surabaya. Papyrus.
2003.
Persatuan Wartawan Indonesia Sulawesi Selatan. Kode Etik Jurnalistik. .Makassar. PWI Sulsel.
2006.
Pimay, Awaluddin. Metodologi Dakwah. .Semarang. Rasail. 2006.
Pimay, Awaluddin. Paradigma Dakwah Humanis. Strategi dan Metode Dakwah Prof KH
Syaifudin Zuhri. Semarang. Rasail. 2005.
Romly. Jurnalistik Dakwah. Visi dan Misi Dakwah bil Qalam. .Bandung. Remadja Rosdakarya.
2003.
Samantho, Ahmad Y. Jurnalistik Islam. .Jakarta. penerbit harakah.2002.
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Mishbah. Pesan. Kesan dan Keserasian al-Qur’an. .Cet. IV. Jilid.
6. Jakarta. Lentera Hati. 2011.
Suhandang Mustadi. Public Relation Perusahaan. .Bandung. Nuansa. 2004.
Sumadiria, Haris. Jurnalistik Indonesia. .Cet. 3. Bandung. PT Remaja Rosdakarya. 2008.
Widyartono, Pujiono dan Susandi. Bahasa Indonesia Keilmuan Berbasis Pendekatan
Komunikatif. .Malang. Indus Nesus Pv. 2008.
Jurnalisa Vol 04 Nomor 2/ November 2018
180