AKUNTANSI SYARIAH
“SUMBER HUKUM ISLAM”
DISUSUN OLEH:
INDAH PERMATA SARI
NIM : C1F018001
KELAS : R005
DOSEN PENGAMPU:
WIRMIE EKA PUTRA, S.E,M.Si
MATA KULIAH:
AKUNTANSI SYARIAH
PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadiran Allah SWT yang kerena anugerah dari-Nya saya dapat
menyelesaikan makalah tentang “SUMBER HUKUM ISLAM”. Sholawat dan salam senantiasa
tercurahkan kepada junjungan besar kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan
kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi anugerah
serta rahmat bagi seluruh alam semesta.
Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini penulis benar benar menyadari akan
banyaknya kekurangan dalam segi susunan kalimat maupun dari segi materinya sehingga saran
dan kritik dari semua pihak yang sifatnya membangun akan senaantiasa penulis harapkan demi
perbaikan makalah yang sederhana ini.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang setinggitingginya kepada:
1. Allah SWT, dan kedua orangtua yang sudah memberkan bantuan dalam bentuk do’a
maupun materi.
2. Bapak WIRMIE EKA PUTRA,S.E,M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan dan bantuan dalam menyelesaikan penulisan makalah ini.
3. Serta teman-teman dan rekan, yang tak mungkin disebutkan satu persatu. Yang dengan
penuh semangat persahabatan dan kekeluargaan senantiasa mendorong dan membantu
penulis untuk menyelesaikan makalah ini, hasil nya penulis mengharapkan semoga
makalah ini akan dapat memberikan manfaat bagi kita semua, Aamiin.
Jambi , 27 Februari 2021
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..........................................................................................
i
DAFTAR ISI ........................................................................................................
ii
BAB I : PENDAHULUAN ..................................................................................
1
A. LATAR BELAKANG .........................................................................
1
B. RUMUSAN MASALAH .....................................................................
2
C. TUJUAN..............................................................................................
2
D. MANFAAT..........................................................................................
2
BAB II : PEMBAHASAN ....................................................................................
3
A. SUMBER HUKUM ISLAM ...............................................................
3
B. JENIS DAN DEFINISI SUMBER HUKUM ISLAN .........................
4
C. URUTAN PENGAMBILAN HUKUM ISLAM .................................
6
D. MU’JIZAT AL-QUR’AN ...................................................................
6
E. FUNGSI AS-SUNNAH .......................................................................
8
F. FUNGSI QIYAS.................................................................................
8
G. FUNGSI IJMA’...................................................................................
10
BAB III: PENUTUP .............................................................................................
12
1. KESIMPULAN ...................................................................................
12
2. SARAN ................................................................................................
12
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................
13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sumber ajaran Islam yang pokok adalah al-Qur’an dan hadis. Keduanya memiliki
peranan yang sangat penting dalam kehidupan umat Islam. Walaupun terdapat perbedaan
dari segi penafsiran dan aplikasi, namun setidaknya ulama sepakat bahwa keduanya harus
dijadikan rujukan. Dari keduanya ajaran Islam diambil dan dijadikan pedoman utama.
Oleh karena itu, kajian-kajian terhadapnya tidak pernah keruh bahkan terus berjalan dan
berkembang seiring dengan kebutuhan umat Islam. Akan tetapi terdapat perbedaan yang
mendasar antara alQur’an dan Hadis. Untuk al-qur’an, semua periwayatan ayata-yatnya
berlangsung secara mutawatir, sedangkan untuk hadis sebagian periwayatannya
berlangsung secara mutawatir dan sebagian berlangsung secara ahad. Selain itu al-Qur’an
sudah ditulis sejak zaman Rasulullah saw dan dilakukan oleh sekretaris resmi yang di
tugaskan langsung oleh Rasulullah. Sedangkan, secara keseluruhan hadis belum ditulis di
zaman Nabi Muhammad saw, bahkan beliau dalam suatu kesempatan melarang sahabat
yang menulis hadis. Namun, upaya sahabat dalam menulis hadis sudah ada sejak masa
Rasulullah saw.
Hadis, yaitu ucapan-ucapan dan tindakan- tindakan nabi. Tidak diragukan lagi
bahwa nabi adalah utusan Allah yang paling baik dalam memahami maksud-maksud
kitab suci, Rasulullah saw dapat secara tepat menafsirkan ayat-ayat tersebut dan bertindak
sesuai dengan apa yang diperintahkannya. Rasulullah saw juga seorang petunjuk par
excellence bagi umat Islam. Umat Islam akan datang kepada nabi dan bertanya tentang
perbagai persoalan dan mencari petunjuk di hampir semua masalah. Nabi memberikan
petunjuk langsung kepada mereka, atau menunggu wahyu dari Allah. Ketika dia berkata
atau bertindak sesuatu, hal itu secara hati-hati dicatat dan kata-katanya dihafal untuk
disampaikan kepada orang lain.
1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu sumber hukum islam ?
2. Apa saja jenis sumber hukum islam ?
3. Bagaimana fungsi as-sunnah,ijma dan qiyas ?
C. TUJUAN
Untuk mengetahui bagaimana sumber hukum di dalam islam secara mendasar dan
untuk memahami bagaimana jenis hukum yang ada dalam sumber hukum islam yang di
gunakan dalam syariat islam serta melihat bagaimana fungsi as-sunnah,ijma dan qiyas.
D. MANFAAT
1. Memenuhi tugas perkuliahan akuntansi syariah
2. Menambah wawasan terkait sumber hukum islam
3. Mengetahui sasaran dan tujuan sumber hukum islam
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. SUMBER HUKUM ISLAM
Kata “Sumber Hukum Islam’ merupakan terjemahan dari lafal Mashâdir alAhkâm. Kata-kata tersebut tidak ditemukan dalam literatur hukum Islam klasik maupun
ushul fikih klasik. Untuk menjelaskan arti ‘sumber hukum Islam’, periode klasik
menggunakan
istilah al-adillah
al-Syar'iyyah,
sedangkan
yang
dikehendaki
dengan mashâdir al-Ahkâm yang digunakan oleh ulama kontemporer sekarang ini juga
sesuai
dengan
istilah al-Adillah
al-Syar’iyyah.
Kemudian,
yang
dimaksud
dengan Masâdir al-Ahkâm adalah dalil-dalil hukum syariat yang diambil (diistimbathkan)
daripadanya untuk menentukan sebuah hukum.
Sumber
hukum
islam
menurut
sunni
adalah
mekanisme
penentuan
hukum dalam Islam harus berlandaskan pada sumber-sumber hukum yang telah
dipaparkan ulama. Dalam penentuannya, di sana banyak terjadi perbedaan disebabkan
banyak faktor. Salah satu faktor tersebut adalah sumber-sumber yang dijadikan landasan
hukum tidak disepakati bersama, semisal yang terjadi antara Sunni dan Syi'ah. Oleh
kalangan internal Sunni sendiri sumber-sumber ini ada yang disepakati dan ada yang
masih diperdebatkan. Ada dua sumber hukum yang disepakati
ulama
Sunni;
Alquran dan Sunnah (Hadis nabi). Sedangkan perdebatan terjadi pada 11 sumber hukum;
Sunnah, Ijmak, Qiyas, Ijtihad, Istihsan, Urf, Istishhab, Maslahah al-Mursalah, Syadd alDzara`i', Syar'u Man Qablana dan Qaul al-Shahabi.
Sumber hukum adalah rujukan dasar atau asal muasal. Sumber yang baik adalah
sumber yang memiliki sifat dinamis dan tidak pernah mengalami kemandegan. Sumber
yang benar bersifat mutlak, artinya terhindar dari nilai kefanaan.Ia menjadi pangkal,
tempat kembalinya sesuatu. Ia menjadi pusat termpat mengalirnya sesuatu. Ia menjadi
sentral dari tempat bergulirnya suatu percikan. Ia juga menjadi pokok dari pencahnya
partikel-partikel yang berserakan.Adapun yang menjadi hukum Islam, yaitu Al Quran,
hadis, dan ijtihad.
3
B. JENIS DAN DEFINISI SUMBER HUKUM ISLAM
1. Al Quran
Al Quran adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad
SAW. Tulisannya berbahasa Arab dengan perantaraan Malaikat Jibril. Al Quran juga
merupakan hujjah atau argumentasi kuat bagi Nabi Muhammad SAW dalam
menyampaikan risalah kerasulan dan pedoman hidup bagi manusia serta hukumhukum yang wajib dilaksanakan. Hal ini untuk mewujudkan kebahagian hidup di
dunia dan akhirat serta untuk mendekatkan diri kepada Allah .
Dalam surat Al Isra ayat 88, Allah berfirman:
َ ض
ظ ِه ْي ًرا
ِ َقُ ْل لَّ ِٕى ِن اجْ ت َ َمع
ُ علٰٓى ا َ ْن يَّأْت ُ ْوا بِمِثْ ِل هذَا ْالقُ ْرا ِن َْل يَأْت ُ ْونَ بِمِثْل ِٖه َولَ ْو َكانَ بَ ْع
ِْ ت
ٍ ض ُه ْم ِلبَ ْع
ُ اْل ْن
َ س َو ْال ِج ُّن
Katakanlah, "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang
serupa (dengan) Al-Qur'an ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa
dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain."
2. Hadits
Seluruh umat Islam telah sepakat dan berpendapat serta mengakui bahwa
sabda,
perbuatan
adalah sumber
dan
persetujuam
Rasulullah
Muhammad
SAW
tersebut
hukum Islam yang kedua sesudah Al Quran. Banyak ayat-ayat di
dalam Al Quran yang memerintahkan untuk mentaati Rasulullah SAW seperti firman
Allah SWT dalam Q.S Ali Imran ayat 32:
٢٣ - َّٰللا َْل يُحِ بُّ ْالكف ِِريْن
َّ ّٰللا َو
َ قُ ْل اَطِ ْيعُوا ه
َ الرسُ ْولَ ۚ فَا ِْن ت ََولَّ ْوا فَا َِّن ه
Katakanlah (Muhammad), "Taatilah Allah dan Rasul. Jika kamu berpaling, ketahuilah
bahwa Allah tidak menyukai orang-orang kafir."
Al Hadits sebagai sumber hukum yang kedua berfungsi sebagai penguat, sebagai
pemberi keterangan, sebagai praktisi keumuman, dan membuat hukum baru yang
ketentuannya tidak ada di dalam Al Quran. Hukum-hukum yang ditetapkan oleh
4
Rasulullah Muhammad SAW ada kalanya atas petunjuk (ilham) dari Allah SWT, dan
adakalanya berasal dari ijtihad.
3. Ijma
Imam Syafi'i memandang ijma sebagai sumber hukum setelah Al Quran dan
sunah Rasul. Dalam moraref atau portal akademik kementerian agama bertajuk
pandangan Imam Syafi'i tentang Ijma sebagai sumber penetapan hukum islam dan
relevansinya dengan perkembangan. Hukum Islam Ijma' adalah salah satu metode
dalam menetapkan hukum atas segala permasalahan yang tidak didapatkan di dalam
Al-Quran dan Sunnah. Sumber hukum Islam ini melihat berbagai masalah yang timbul
di era globalisasi dan teknologi modern.
Ijma dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu ijma sharih dan ijma sukuti. Ijma
sharih atau lafzhi adalah kesepakatan para mujtahid baik melalui pendapat maupun
perbuatan terhadap hukum masalah tertentu. Ijma sharih ini juga sangat langka terjadi,
bahkan jangankan yang dilakukan dalam suatu majelis, pertemuan tidak dalam forum
pun sulit dilakukan.
Bentuk ijma yang kedua dalah ijma sukuti yaitu kesepakatan ulama melalui
cara seorang mujtahid atau lebih mengemukakan pendapatanya tentang hukum satu
masalah dalam masa tertentu kemudian pendapat itu tersebar luas serta diketahui orang
banyak. Tidak ada seorangpun di antara mujtahid lain yang menggungkapkan
perbedaan pendapat atau menyanggah pendapat itu setelah meneliti pendapat itu.
4. Qiyas
Sumber hukum Islam selanjutnya yakni qiyas (analogi). Qiyas adalah bentuk
sistematis dan yang telah berkembang fari ra'yu yang memainkan peran yang amat
penting. Sebelumnya dalam kerangka teori hukum Islam Al- Syafi'i, qiyas menduduki
tempat terakhir karena ia memandang qiyas lebih lemah dari pada ijma.
5
C. URUTAN PENGAMBILAN HUKUM ISLAM
Imam Syafi'i merujuk pada
sumber-sumber hukum Islam yakni Alquran,
hadits, ijma, qiyas, aqwal shahabah, istihab, dan al-akhz bi aqalli ma qila dalam setiap
perkara pengambilan keputusan yang terjadi,dimana hal ini sesuai urutan yang ada dan
sesuai kesepakatan para ulama.
D. MU’JIZAT AL-QUR’AN
Dalam bahasa Arab berasal dari kata Qara'a artinya “membaca”. Bentuk
mashdarnya artinya “bacaan” dan “apa yang tertulis padanya” seperti tertuang dalam ayat
Al-Qur'an. Secara istilah Al-Qur'an adalah Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad, tertulis dalam mushhaf berbahasa Arab, yang sampai kepada kita dengan
jalan mutawatir, bila membacanya mengandung nilai ibadah, dimulai dengan surat AlFatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas. 1.
Hukum-hukum yang terkandung dalam Alqur'an, meliputi:
- Hukum-hukum I'tiqadiyyah Yaitu hukum yang berhubungan dengan keimanan kepada
Allah SWT, kepada Malaikat, kepada Kitab-kitab, para Rasul Allah dan kepada hari
akhirat.
- Hukum-hukum Khuluqiyyah Yaitu hukum yang berhubungan dengan akhlak. manusia
wajib berakhlak yang baik dan menjauhi prilaku yang buruk.
- Hukum-hukum Amaliyah Hukum yang berhubungan dengan perbuatan manusia.
Hukum amaliyah ini ada dua; Mengenai Ibadah dan Mengenai muamalah dalam arti yang
luas.
Fungsi Al-Quran yaitu :
-Sebagai “Al Huda” (Petunjuk) Alquran bisa dijadikan sebagai petunjuk bagi orang-orang
yang bertakwa dan juga beriman. Tidak hanya itu, namun Alquran juga bisa dijadikan
sebagai petunjuk bagi manusia yang hidup di dunia.
- Sebagai “Al Furqon” (Pemisah) Alquran berperan juga sebagai pemisah antara mana
yang haq dan mana yang batil. Artinya, Alquran bisa dijadikan sebagai pembeda antara
mana yang benar dan mana yang salah. Dalam Alquran dijelaskan mana yang buruk yang
tidak boleh dilakukan dan mana hal yang baik dan boleh dilakukan.
6
- Sebagai “Asy Syifa” (Obat) Alquran bisa dijadikan sebagai obat untuk penyakit mental
dan juga penyakit hati. Dalam hal ini, isi dari dalam Alquran seperti halnya petunjuk di
dalamnya sebaiknya diamalkan agar bisa memberikan pencerahan bagi mereka yang
menjalankannya.
- Sebagai “Al Mau‟izah” (Nasehat) Alquran juga berperan sebagai nasehat yang di
dalamnya terdapat nasihat, pengajaran, peringatan mengenai kehidupan untuk orangorang yang beriman dan berjalan di jalan Allah.
Adapun nasehat yang terdapat di dalam Alquran biasanya memiliki kaitan dengan
peristiwa yang bisa dijadikan sebagai pelajaran untuk manusia yang hidup setelahnya.
Tiga Peranan Al-Quran
- Sebagai petunjuk bagi umat manusia Manusia yang ada di dunia cukup beragam, maka
dari itu Al-Quran tidak hanya berperan sebagai pedoman untuk hidup, namun juga berisi
dengan ilmuilmu yang bermanfaat di dalamnya.
Hingga sekarang, Alquran masih terjaga keasliannya dan dibukukan ke dalam
Bahasa Arab. Meski demikian, Alquran juga sudah diterjemahkan ke dalam berbagai
bahasa. Sebagai pedoman dalam menjalankan kehidupan, Alquran memiliki peran yang
cukup beragam bagi kehidupan manusia, seperti yang berikut ini:
-
Menjelaskan masalah yang terjadi pada umat sebelumnya
-
Penyempurnaan dari kitab-kitab sebekumnya
-
Memantapkan Iman Islam
-
Tuntunan dalam menjalankan kehidupan.
Dengan peran di atas, Alquran bisa dijadikan sebagai pedoman agar umat bisa
kembali ke jalan yang benar dan jauh dari kegelapan.
- Sebagai sumber ilmu Berperan juga sebagai sumber ilmu seperti yang berikut ini:
- Ilmu tauhid
- Ilmu hukum
- Ilmu sejarah islam
- Ilmu tentang ajaran agama islam.
7
E. .FUNGSI AS-SUNNAH
Menurut ulama hadits Sunnah adalah, “Apa-apa yang datang dari Nabi saw.
berupa perkataan, perbuatan, persetujuan, sifat-sifat beliau baik sifat jasmani ataupun
sifat akhlaq. Sunnah merupakan sumber syariat Islam setelah Al Quran. Sunnah berfungsi
merinci garis besar Al Quran, menjelaskan yang musykil, membatasi yang muthlak, dan
memberikan penjelasan hukum. Sementara fungsi As-Sunnah terhadap al Qur‟an adalah:
As-Sunnah berfungsi sebagai penguat (ta‟qid) atas apa yang dibawa al Qur‟an
As-Sunnah sebagai penjelas (tabyin) atas apa yang terdapat dalam al Qur‟an
As-Sunnah sebagai mustaqillah atau menetapkan hukum yang belum ada hukumnya
dalam al Qur‟an.
F. FUNGSI QIYAS
Secara bahasa qiyas berarti mengkur, menyamakan, dan menghimpun atau
ukuran, skala, bandingan, analogi. Adapun pengertian qiyas secara istilah, banyak sekali
definisi yang dapat dijumpai. Adapun mayoritas ulama syafi’iyah mendefinisikan qiyas
dengan:
حمل معلوم على معلوم فى اثبات حكم لهما او نفيه عنهما بأمر جامع بينهما من اثبات حكم أو صفة لهما أو نفيهما
عنهما
“membawahukum yang (belum) diketahuikepada (hukum) yang diketahui dalam rangka
menetapkan hokum bagi keduanya, atau meniadakan hokum bagi keduanya, disebabkan
sesuatu yang menyatukan keduanya, baik hokum maupun sifat”.
Para ulama ushul fiqih menyatakan bahwa qiyas dapat di bagi dari beberapa segi, antara
lain sebagai berikut:
1. Dilihat dari kekuatan illat yang terdapat dalam furu’, dibandingkan dengan yang
terdapat pada ashl.Dari segi ini qiyas dibagi menjadi tiga macam, yaitu; qiyas alaulawi, qiyas al-musawi, qiyas al-adna.
8
2. Dari segi kejelasan illat yang terdapat pada hukum, qiyas dibagi kepada dua macam,
yaitu; qiyas al-jaly, danqiyas al-khafy.
3. Dilihat dari keserasian illat dengan hukum, qiyas dibagi atas dua bentuk yaitu; qiyas
al-mu’atstsirdanqiyas al-mula’id.
4. Dilihat dari segi kejelasan atau tidaknya illat apa pada qiyas tersebut, qiyas dapat di
bagi pada tiga bentuk, yaitu; qiyas al-ma’na, qiyas al-‘illat, danqiyas al-dalalah.
5. Dilihat dari segi metode (masalik) dalam menemukan illat, qiyas dapat di bagi; qiyas
al-ikhalah, qiyasasy-syabah, qiyas as-sabr, dan qiyasath-athard.
Fungsi al-qiyas dalam mengungkapkan hukum dari al-Qur’an atau as-Sunnah,
dikemukakannya:
واذا لم يكن فيه:كل ما نزل بمسلم ففيه حكم ْلزم اوعلى سبيل الحق فيه دْللة موجودة وعليه اذا كان بعينه حكم اتباعه
بعينه طلب الدْل لة على سبيل الحق فيه با ْل جتهاد واْلجتهادالقياس.
“semua peristiwa yang terjadi dalam kehidupan orang islam, pasti terdapat ketentuan
hukumnya atau indikasi yang mengacu pada adanya ketentuan hukumnya. Jika ketentuan
hokum itu disebutkan maka haruslah dicari indikasi mengacu pada ketentuan hokum
tersebut dengan berijtihad. Ijtihad itu adalah al-qiyas.”.
Pernyataan tersebut, menegaskanbahwafungsi al-qiyas itu sangat penting dalam
mengungkapkan hokum dari dalilnya (al-qur’an atau as- sunnah) guna menjawab
tantangan peristiwa yang dihadapi kaum muslimin yang tidak secara tegas disebutkan
dalam al-Qur’an atau as-Sunnah. Di sini terlihat pula wawasan Imam Syafi’i yang
berjangkauan jauh kedepan, bahwa kaum muslimin di dalam hidupnya senantiasa akan
menghadapi berbagai peristiwa baru yang secara tegas yang secara hukumnya dalam alqur’an atau as-sunnah. Oleh Karena setiap peristiwa tersebut tidak terlepas dari ketentuan
hokum tetapi tidak dijelaskan al-qur’an atau as-sunnah, maka harus di cari dalam alqur’an atau as-sunnah dengan menggunakan al-qiyas.Jadi al-qiyas dalam pandangan
Imam Syafi’I berperan besar dalam penggalian hokum bagi peristiwa baru yang dihadapi
kaum muslimin.
9
Baik dari pernyataannya tentang adanya ketentuan hukum bagi setiap peristiwa maupun
pernyataannya tentang fungsi al-qiyas, terungkap ketegasannya, bahwa:
a. Al-qur’an berisi petunjuk yang lengkap tentang hokum segala peristiwa yang
dihadapi kaum muslimin, baik peristiwa tersebut sudah terjadi, sedang terjadi maupun
yang belum dan yang akan terjadi. Petunjuk al-qur’an tentang hokum itu ada yang
tersurat (literal, eksplisit, lafdziyah, sharih) tetapi ada pula yang tersirat (implisit,
ma’nawiyah, dengan illah) yang dapat digali (istinbat) dengan memperhatikan
indikasi atau isyarat (tentanga dan hukum) yang menjadi landasan al qiyas. Oleh
karena
itu,
hukum
Allah
itu
dapat
diketahui
melalui
dua
jalur:
jalur
lafdziyahyaitunash yang sharih dan jalurma’nawiyah, yaitu al qiyas.
Kemungkinan al-qiyas sebagai pengembangan hukum, ialah karena dalam kenyataan
objektif dari nash-nash al-qur’an dan as-sunnah ada yang menegaskan illat
hukumnya atau sekurangnya dapat dilacak motivasi hukumnya. Ayat-ayat yang
seperti ini bias disebut sebagai ayat-ayat yang ma’qulah al-ma’na. hal itu sesuai
dengan kenyataan bahwa setiap ketetapan hokum itu mengandung tujuan yang
kembali kepada kemaslahatan umat manusia.
b.
Al-qiyas merupakan metode ijtihad dan sarana penggalian (istinbat) hokum bagi
peristiwa yang tidak disebut secara tegas (sharih) dalam nash. Al-qiyas berfungsi dan
berperan sangat penting dalam mengungkapkan hokum peristiwa yang tidak
disebutkan al-nash.
E. FUNGSI IJMA
Ijma secara etimologi berasal dari kalimat ajma’a yujmi’u Ijma’an dengan
isim maf’ul mujma yang memiliki dua makna. Pertama. Ijma’ secara etimologi bisa
bermakna tekad yang kuat. Oleh karena itu, jika dikatakan “ajma’a fulan ‘ala safar”,
berarti bila ia telah bertekad kuat untuk safar dan telah menguatkan niatnya,
sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’alal : … فَأ َ ْج ِمعُوا أ َ ْم َركُ ْم َوش َُركَا َء ُك ْمKarena itu
10
bulatkanlah
keputusanmu
dan
(kumpulkanlah)
sekutu-sekutumu
(untuk
membinasakanku.
Ijma menurut para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan makna
Ijma’ menurut arti istilah. Ini dikarenakan perbedaan mereka dalam meletakkan
kaidah dan syarat Ijma’. Namun definisi Ijma’ yang paling mendekati kebenaran
adalah kesepakatan para ulama ahli ijtihad dari kalangan umat Muhammad setelah
wafatnya beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada masa tertentu atas suatu perkara
agama. Penjelasan Definisi Ini Sebagai Berikut : Para ulama ahli ijtihad terlibat
dalam kesepakatan tersebut, baik dalam bentuk keyakinan,ucapan dan perbuatan.
Penyebutan kata “para ulama ahli ijtihad” dalam definisi ini memberikan makna
kesepakatan kalangan awam tidak termasuk ijma’. Karena kesepakatan dan
perbedaan mereka tidak perlu diperhitungkan begitu juga kesepakatan sebagian para
ulama juga tidak bisa dianggap ijma.
Ijma’ mempunyai fungsi hujjah syar’iyyah sangat kuat dalam menetapkan
hukum-hukum yang bersifat ijtihadiyah setelah nash-nash agama; karena Ijma’
bersandar pada dalil syar’i, baik secara eksplisit maupun implisit. Bahkan jumhur
ulama berpandangan, Ijma’ merupakan hujjah syar’iyyah yang wajib diaplikasikan.
Demikian itu, tidak hanya berlaku untuk Ijma’ para sahabat saja, tetapi juga Ijma’
para ulama pada setiap generasi dan masa, karena umat Islam telah mendapat
jaminan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk tidak bersepakat berada di atas
kesesatan. Penolakan dan penentangan terhadap masalah ini tidak perlu
diperhitungkan keberadaannya, karena para ulama Islam telah sepakat untuk
menjadikan Ijma’ sebagai hujjah syar’i dalam menetapkan hukum-hukum syariat.
Yang demikian itu berdasarkan pada Al-Qur`ân, Sunnah dan logika.
11
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Dengan adanya beberapa penjelasan di atas maka dapat kita ambil
kesimpulan bahwa pentingnya memahami sumber hukum islam,karen islam
adalah agama kita dan kita harus melandasi setiap tingkah laku dan perbuatan
yang sesuai ajaran islam. Dalam hal ini kita harus benar-benar memahami betapa
pentingnya dasar ajaran islam dalam kehidupan yaitu berdasarkan alquran,hadis,as-sunnah,dan ijma. Dan disini kita juga harus mengerti tujuan dan
sasaran utama islam adalah untuk mencapai falah bagi setiap umat dalam
kehidupan. Maka dari itu di perlukan kesadaran dari individu untuk memperbaiki
kemaslahatan umat.
2. SARAN
Kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk perbaikan makalah ini
sangat kami harapkan agar tercipta suatu kesempurnaan dalam isi makalah saya,
besar harapan saya pembaca tidak hanya cukup untuk membaca makalah ini,
setidaknya bisa menjadi wawasan serta dapat menerapkan di kehidupan seharihari demi terciptanya islam yang sesuai dengan syariat yang sesungguhnya yang
benar-benar positif yang sesuai dengan agama .
12
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghazali, Abu Hamid., Al-Mustasyfa Min UshulilFiqh, Juz II, Al-Amiriyah,
Kairo, 1322 H.
Al-San’ani, Muhammad bin Isma’il al-Kailani., Subulus Salam, jilid III, Musthafa
al-Babi al-Halabi, Mesir, 1960
Khalid As-Siba’i ‘Alami, ZuhairSyafiq Al-Kubbi., TahqiqAr-Risalah Lil Imam
AbiAbdillah Muhammad bin IdrisAsy-Syafi’i, DarulKitab Al-‘Arobi, Beirut, 2004
https://id.wikipedia.org/wiki/Sumber-sumber_hukum_Islam
https://inspiring.id/sumber-hukum-islam/
https://news.detik.com/berita/d-5216687/4-sumber-hukum-islam-yang-disepakatiulamahttps://alquranmulia.wordpress.com/2014/10/07/sumber-hukum-dalam-fiqih/
https://www.republika.co.id/berita/qaphzh430/cara-imam-syafii-menempatkan-sumberhukum-islam-1
http://inpasonline.com/mukjizat-al-quran-ditinjau-dari-kebahasaan/
https://doi.org/10.33367/tribakti.v27i1.255
https://almanhaj.or.id/2944-peran-ijma-dalam-penetapan-hukum-islam.html
https://ahmadrajafi.wordpress.com/2011/02/24/qiyas/
13