Academia.eduAcademia.edu

Makalah Kewajiban Jangka Pendek

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul "Konsep dan Pencatatan dari Kewajiban Jangka

MAKALAH “KONSEP DAN PENCATATAN DARI KEWAJIBAN JANGKA PENDEK BERUPA UTANG PAJAK PENGHASILAN, UTANG PINJAMAN, UTANG ATAS SEWA, WESEL SERTA DIVIDEN” Dosen Pengampu: Wirmie Eka Putra, S.E., M.Si. Gandy Wahyu Maulana Zulma, M.S.Ak. Disusun oleh: Safira Salsabila (C0C018046) FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS JAMBI TAHUN 2020 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep dan Pencatatan dari Kewajiban Jangka Pendek berupa Utang Pajak Penghasilan, Utang Pinjaman, Utang atas Sewa, Wesel serta Dividen”. Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Allah SWT dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini. Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini. Akhira kata penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca. Jambi, November 2020 Penulis DAFTAR ISI Contents KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii BAB I 1 PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 1 1.3 Tujuan 1 1.4 Manfaat 1 BAB II 3 PEMBAHASAN 3 2.1 Akuntansi Utang Pajak PPh Pasal 21 atas Pembayaran Gaji Karyawan 3 2.2 Akuntansi Utang Pajak PPh Pasal 23 atas Bunga Pinjaman 5 2.3 Akuntansi Utang Pajak PPh Pasal 23 atas Sewa 7 2.4 Akuntansi Utang Pajak PPh Pasal 26 Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) 8 2.5 Akuntansi Utang Pajak atas Wesel dan Dividen 10 BAB III 12 PENUTUP 12 3.1 Kesimpulan 12 3.2 Saran 13 DAFTAR PUSTAKA 14 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kewajiban jangka pendek merupakan kewajiban yang diharapkan akan dilunasi dalam satu tahun atau satu siklus operasi normal perusahaan yang lebih lama. Kewajiban jangka pendek mencakup utang bank, utang usaha, utang pajak, biaya yang masih harus dibayar, utang dividen, utang wesel, dan pendapatan diterima dimuka. Rumusan Masalah Bagaimana akuntansi utang pajak PPh Pasal 21 atas pembayaran gaji karyawan? Bagaimana akuntansi utang pajak PPh Pasal 23 atas bunga pinjaman? Bagaimana akuntansi utang pajak PPh Pasal 23 atas sewa? Bagaimana akuntansi utang pajak PPh Pasal 26 SPLN? Bagaimana akuntansi utang pajak atas wesel dan dividen? Tujuan Menjelaskan akuntansi utang pajak PPh Pasal 21 atas pembayaran gaji karyawan. Menjelaskan akuntansi utang pajak PPh Pasal 23 atas bunga pinjaman. Menjelaskan akuntansi utang pajak PPh Pasal 23 atas sewa. Menjelaskan akuntansi utang pajak PPh Pasal 26 SPLN. Menjelaskan akuntansi utang pajak atas wesel dan dividen. Manfaat Tulisan ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah wawasan para pembaca, khususnya para mahasiswa jurusan akuntansi, agar nantinya dapat lebih memahami serta mendalami tentang materi konsep dan pencatatan dari kewajiban jangka pendek berupa utang pajak penghasilan, utang pinjaman, utang atas sewa, wesel serta dividen. BAB II PEMBAHASAN Akuntansi Utang Pajak PPh Pasal 21 atas Pembayaran Gaji Karyawan Jurnal PPh 21 adalah pencatatan potongan pajak atas penghasilan pasal 21. Penghasilan tersebut berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri. Tarif Pemotongan PPh Pasal 21 Besaran tarif pemotongan PPh Pasal 21 yang berlaku adalah:  Penghasilan Kena Pajak (PKP) Tarif PPh 21 Pasal 17 Sampai dengan (s/d) Rp50 juta 5 % Rp50 juta s.d. Rp250 juta 15 % Rp250 juta s.d. Rp500 juta 25 % Di atas Rp500 juta 30% Pemotongan PPh Pasal 21 untuk Jurnal PPh 21 Pihak yang berwenang dan wajib melakukan pemotongan pajak penghasilan ini bukan karyawan, melainkan bendahara pemerintah atau perusahaan. Dalam sebuah perusahaan, pemotongan pajak dilakukan oleh pihak yang bertugas atas pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lainnya. Pemotongan pajak penghasilan ini pun hanya pada transaksi yang merupakan penghasilan bagi penerimanya, seperti gaji dan sejenisnya, baik bersifat final maupun bukan final.  Pencatatan Jurnal PPh 21 Pada pencatatan dalam jurnal PPh 21, pencatatan pemotongan pajak penghasilan ini dibedakan sesuai posisi wajib pajak, yaitu pemberi kerja dan penerima kerja. Pemberi Kerja Jika dicatat dari posisi pemberi gaji, gaji maupun sejenisnya yang menjadi penghasilan karyawan merupakan beban biaya bagi perusahaan (expense). Pembebanan gaji untuk mendapatkan penghasilan kena pajak dilakukan dengan cara akrual basis. Artinya, gaji bulan Desember yang dibayarkan pada bulan Januari tahun berikutnya menjadi biaya bulan Desember. Contoh: Aldi merupakan karyawan PT Sukses Sejahtera dengan status TK/0, mendapat gaji kotor beserta tunjangan dan penghasilan lainnya selama setahun sebesar Rp180,000,000. Dari informasi penghasilan ini, diketahui potongan PPh Pasal 21 sebesar Rp22,000,000. Maka, pencatatannya adalah sebagai berikut: Jurnal PPh 21 Gaji Rp 180.000.000 Kas/Bank Rp 158.000.000 Utang PPh 21 Rp 22.000.000 Utang pajak penghasilan pada jurnal di atas harus dilunasi oleh pemberi kerja tanpa dilakukan penghitungan atau jurnal dengan pajak lainnya. Saat menyetor PPh 21 ke Negara Utang PPh 21 Rp 22.000.000 Kas/Bank Rp 22.000.000 Jurnal PPh 21 yang pertama dibuat pada saat gaji tersebut diberikan pada karyawan. Lalu pada bulan selanjutnya, pemberi kerja menyetorkan pajak penghasilan tersebut sehingga dibuatlah jurnal kedua untuk menyesuaikan utang pajak menjadi Rp 0,- Penerima Kerja Jika dicatat dari posisi penerima kerja, gaji karyawan dan sejenisnya diakui sebagai penghasilan sebesar nilai kotor atau belum dikenakan dengan pajak penghasilan dalam jurnal PPh 21. Mari lihat contoh soal berikut ini. Contoh: Aldi merupakan karyawan PT Sukses Sejahtera dengan status TK/0, mendapat gaji kotor beserta tunjangan dan penghasilan lainnya selama setahun sebesar Rp180,000,000. Dari informasi penghasilan ini, diketahui potongan PPh Pasal 21 sebesar Rp22,000,000. Maka, pencatatan jurnal PPh 21 sebagai berikut: Jurnal PPh 21 Kas/Bank Rp 158.000.000 Piutang PPh 21 Rp 22.000.000 Gaji Rp 180.000.000 Selanjutnya, penerima kerja membuat jurnal penyesuaian untuk pph 21 yang menjadi piutang. Penyesuaiannya dilakukan setelah karyawan menerima bukti potong setoran pph 21 yang dilakukan oleh pemberi kerja, dalam hal ini perusahaan tempatnya bekerja. Setelah menyetor PPh 21 ke Negara Piutang PPh 21 Rp 22.000.000 Kas/Bank Rp 22.000.000 Hitung, Setor, Lapor PPh 21 Dua pencatatan di atas merupakan contoh pencatatan transaksi yang umum ada dalam perusahaan. Pencatatan tersebut akan berbeda jika karyawan berstatus tetap dan tidak tetap, serta jenis-jenis tunjangan yang masuk ke dalam komponen gaji.   Besaran potongan PPh 21 pada masing-masing karyawan akan berbeda, tergantung pada nominal penghasilan serta komponen-komponen upah lainnya pembentuk gaji. Akuntansi Utang Pajak PPh Pasal 23 atas Bunga Pinjaman Berdasarkan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (4), bunga yang bukan merupakan objek PPh adalah bunga yang diterima bank karena dimasukkan sebagai penghasilan bank. Tarif pajak seperti yang dijelaskan pada pasal ini, kepada pemegang Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah 15 % untuk dividen, royalti, bunga, hadiah dan penghargaan, dan 2 % untuk objek pajak lainnya sehubungan imbalan jasa dan sewa, kecuali tanah dan bangunan. Jika tanpa NPWP, maka dikenakan biaya lebih 100 % atau dua kali lipat dari tarif standar, dengan demikian tarif menjadi 30 % untuk dividen, royalti, bunga, hadiah dan penghargaan, serta 4 % untuk yang lainnya. Nilai potongan yang akan dikenakan pada angka ini, adalah jumlah bruto sebelum PPN (Pajak Pertambahan NILAI - PPN). Contoh: Pada bulan April 2012 PT. Wisata membayar bunga pinjaman kepada Bank Mandiri Rp70.000.000 dan kpada PT. Sinar (memiliki NPWP) sebesar Rp40.000.000. PPh yang harus dipotong, disetorkan dan dilaporkan atas: Bunga ke Bank Mandiri tidak dipotong PPh 23 karena bunga yang diterima Bank bukanlah objek PPh 23. Sementara itu, bunga ke PT. Sinar dipotong PPh 23 sebesar 15% x Rp40.000.000 = Rp6.000.000. Jurnal bagi PT. Wisata: Tanggal Keterangan Debit Kredit Apr-12 Biaya bunga 110.000.000 - Utang PPh 23 - 6.000.000 Kas/Bank - 104.000.000 Jurnal bagi PT. Sinar: Tanggal Keterangan Debit Kredit Apr-12 Kas/Bank 34.000.000 - PPh 23 dibayar dimuka 6.000.000 - Pendapatan bunga - 40.000.000 PPh 23 atas bunga dapat dikreditkan oleh PT. Sinar. Akuntansi Utang Pajak PPh Pasal 23 atas Sewa Mulai 1 Januari 2009 sewa kendaraan angkutan darat dan sewa harta lainnya dikenakan PPh 23 sebesar 2%. Sementara itu, untuk tahun 2007 dan 2008 (PER-70/PJ./2007), sewa kendaraan angkutan darat dengan persentase penghasilan neto sebesar 10% dari penghasilan bruto. Sewa harta lainnya dengan persentase penghasilan neto sebesar 30% dari penghasilan bruto. Persewaan tanah dan/atau bangunan dikecualikan dari PPh 23 karena telah dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) sesuai dengan PP 5 Tahun 2002 jo. KMK-120/KMK.03/2002 jo. Kep-227/PJ/2002. Contoh: PT. Winnie menyewakan bus kepada PT. Pooh untuk jangka waktu 6 bulan dengan biaya sewa per bulan Rp10.000.000 pada 1 Mei 2012. Berikut ini adalah jurnal yang dilakukan oleh kedua perusahaan. Jurnal PT. Winnie: Tanggal Keterangan Debit Kredit 1 Mei 2012 Kas/Bank 64.800.000 - PPh 23 dibayar dimuka 1.200.000 - Pajak keluaran - 6.000.000 Pendapatan sewa - 60.000.000 Jurnal PT. Pooh: Tanggal Keterangan Debit Kredit 1 Mei 2012 Sewa dibayar di muka 60.000.000 - Pajak masukan 6.000.000 - Utang PPh 23 - 1.200.000 Kas/Bank - 64.800.000 (pada saat dilakukan pemotongan PPh 23) Tanggal Keterangan Debit Kredit 10 Juni 2012 Utang PPh 23 1.200.000 - Kas/Bank - 1.200.000 (pada saat dilakukan penyetoran PPh 23) Akuntansi Utang Pajak PPh Pasal 26 Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) Dari UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, bisa disimpulkan bahwa yang menentukan seorang individu atau perusahaan sebagai Wajib Pajak Luar Negeri, yaitu: Seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang mengoperasikan usahanya melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak melalui menjalankan usaha melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia. Kebijakan Tarif PPh Pasal 26 PPh Pasal 26 mengatur tentang kebijakan tarif sebesar 20% (final) atas jumlah bruto dari pendapatan yang diperoleh dari: Dividen. Bunga, termasuk premium, diskonto, insentif yang terkait dengan jaminan pembayaran pinjaman. Royalti, sewa, dan pendapatan lain yang terkait dengan penggunaan aset. Insentif yang berkaitan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan. Hadiah dan penghargaan. Pensiun dan pembayaran berkala. Premi swap dan transaksi lindung lainnya. Perolehan keuntungan dari penghapusan utang. Selain pajak atas pendapatan (omzet), Wajib Pajak Luar Negeri yang terkena PPh Pasal 26 juga terkena kebijakan tarif pajak dari laba bersih. Tarif 20% (final) dari laba bersih dikenakan bagi yang memiliki penghasilan dari: Pendapatan dari penjualan aset di Indonesia. Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung ataupun melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri. Ketentuan tarif 20 % mengikuti kriteria sebagai berikut: Tarif 20% (final) dari laba bersih juga berlaku atas penjualan atau pengalihan saham perusahaan yang didirikan atau bertempat di negara yang memberikan perlindungan pajak, termasuk dalam BUT di Indonesia. Tarif 20% yang dipungut dari penghasilan kena pajak setelah dikurangi dengan pajak termasuk di dalamnya dalam BUT di Indonesia. Tidak berlaku bagi Wajib Pajak yang penghasilannya tersebut ditanamkan kembali di Indonesia. Tax Treaty atau P3B antara Indonesia dan negara-negara lain yang berada dalam perjanjian bisa saja berbeda satu sama lain. Tarifnya biasanya bisa untuk mengurangi tingkat dari tarif biasa yang sebesar 20% dan beberapa mungkin memiliki tarif 0%. Contoh: PT ABC memiliki perwakilan di luar negeri dan mengasuransikan bangunan bertingkat ke perusahaan asuransi di luar negeri dengan membayar jumlah premi pada tahun 1995 sebesar Rp1 miliar. Dengan demikian, penghitungan PPh Pasal 26-nya adalah sebagai berikut: Perkiraan penghasilan = 50% x Rp1.000.000.000 = Rp500.000.000,- PPh Pasal 26 = 20% x Rp500.000.000 = Rp100.000.000 (10% x Rp1.000.000.000) Sering kali untuk memudahkan proses, PT ABC bisa saja ikut asuransi melalui perusahaan yang ada di Indonesia, misal PT XYZ, dengan membayar jumlah premi yang sama sebesar Rp1 miliar. PT XYZ mengikutkan (reasuransi) perusahaan tersebut ke perusahaan asuransi di luar negeri, misalnya PT KLM, dengan membayar premi sebesar Rp500 juta. Maka ketentuan PPh Pasal 26-nya adalah: Perkiraan penghasilan neto = 10% x Rp500.000.000 = Rp50.000.000 PPh Pasal 26 PT ABC = 20% x Rp50.000.000 = Rp10.000.000 (2% x Rp500.000.000) Akuntansi Utang Pajak atas Wesel dan Dividen Utang Wesel Utang wesel merupakan suatu surat utang yang disertai dengan dokumen perjanjian. Utang wesel ini dapat muncul akibat utang usaha yang tidak dibayar pada jatuh tempo sehingga muncul perjanjian atau kesepakatan maupun dikeluarkan untuk mendapatkan pinjaman. Wesel harus selalu dicatat sebesar nominalnya dan apabila terdapat bunga (diskonto) harus dicatat terpisah. Contoh: Pada tanggal 5 Mei 2007 PT. Dolly meminjam uang dari bank dengan menyerahkan promes dengan nominal Rp8.000.000, bunga diskonto 15% dan jangka waktu 12 bulan, berikut penjelasannya: Tanggal Keterangan Debit Kredit 5 Mei 2007 Bank 8.000.000 - Wesel bayar - 8.000.000 31 Des 2007 Biaya bunga 800.000 - Diskonto wesel bayar - 800.000 Saldo laba 800.000 - Biaya bunga - 800.000 Pada saat pelunasan Wesel bayar 8.000.000 - Bank - 8.000.000 Untuk transaksi di atas, diskonto wesel bayar merupakan penghasilan bagi bank. Penghasilan ini karena merupakan penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank maka sesuai UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (4) bukanlah termasuk penghasilan yang harus dipotong PPh 23 oleh pihak yang wajib membayarkan. Utang Dividen Pengumuman pembagian laba akan menimbulkan utang dividen, tetapi apabila pembagian laba dilakukan tanpa diumumkan terlebih dahulu, maka tidak akan menimbulkan utang dividen. Terutangnya dividen akan menimbulkan kewajiban pemotongan PPh 23 sebesar 15% dari jumlah bruto apabila penerima dividen adalah WP dalam negeri dan BUT sebesar 20% atau sesuai dengan ketentuan Tax Treaty dari jumlah bruto apabila penerima dividen adalah WP luar negeri selain BUT di Indonesia. Sedangkan untuk WP dalam negeri orang pribadi dikenakan potongan PPh Pasal 17 ayat (2c) sebesar 10% yang bersifat fnal, sesuai dengan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 17 ayat (2c) jo. PP 19 Tahun 2009. Namun, dividen atau bagian yang diterima/diperoleh PT sebagai WP dalam negeri, koperasi, BUMN/D, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia melalui syarat-syarat sebagai berikut. Dividen berasal dari cadangan saldo laba; dan Kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah adalah 25% dari jumlah modal saham. Dividen yang diterimanya bukanlah objek pajak sesuai dengan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (3). BAB III PENUTUP Kesimpulan Jurnal PPh 21 adalah pencatatan potongan pajak atas penghasilan pasal 21. Pemotongan pajak penghasilan ini pun hanya pada transaksi yang merupakan penghasilan bagi penerimanya, seperti gaji dan sejenisnya, baik bersifat final maupun bukan final. Pada pencatatan dalam jurnal PPh 21, pencatatan pemotongan pajak penghasilan ini dibedakan sesuai posisi wajib pajak, yaitu pemberi kerja dan penerima kerja. Besaran potongan PPh 21 pada masing-masing karyawan akan berbeda, tergantung pada nominal penghasilan serta komponen-komponen upah lainnya pembentuk gaji. Berdasarkan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (4), bunga yang bukan merupakan objek PPh adalah bunga yang diterima bank karena dimasukkan sebagai penghasilan bank. Mulai 1 Januari 2009 sewa kendaraan angkutan darat dan sewa harta lainnya dikenakan PPh 23 sebesar 2%. Sementara itu, untuk tahun 2007 dan 2008 (PER-70/PJ./2007), sewa kendaraan angkutan darat dengan persentase penghasilan neto sebesar 10% dari penghasilan bruto. Sewa harta lainnya dengan persentase penghasilan neto sebesar 30% dari penghasilan bruto. Dari UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, bisa disimpulkan bahwa yang menentukan seorang individu atau perusahaan sebagai Wajib Pajak Luar Negeri, yaitu: (i) seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang mengoperasikan usahanya melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, dan (ii) seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak melalui menjalankan usaha melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia. Utang wesel merupakan suatu surat utang yang disertai dengan dokumen perjanjian. Utang wesel ini dapat muncul akibat utang usaha yang tidak dibayar pada jatuh tempo sehingga muncul perjanjian atau kesepakatan maupun dikeluarkan untuk mendapatkan pinjaman. Wesel harus selalu dicatat sebesar nominalnya dan apabila terdapat bunga (diskonto) harus dicatat terpisah. Pengumuman pembagian laba akan menimbulkan utang dividen, tetapi apabila pembagian laba dilakukan tanpa diumumkan terlebih dahulu, maka tidak akan menimbulkan utang dividen Saran Bagi pemakalah selanjutnya disarankan untuk lebih banyak menggunakan referensi buku ataupun jurnal-jurnal tentang konsep dan pencatatan dari kewajiban jangka pendek berupa utang pajak penghasilan, utang pinjaman, utang atas sewa, wesel serta dividen. DAFTAR PUSTAKA Agoes, Sukrisno dan Estralita Trisnawati. 2016. Akuntansi Perpajakan, Edisi 3. Jakarta: Salemba Empat. Online-pajak.com. (2019, 1 November). Jurnal PPh 21: Ketahui Contoh Pencatatan Transaksi & Pemotongannya. Diakses pada 18 November 2020, dari https://www.online-pajak.com/seputar-pph21/contoh-jurnal-pph-21 Cermati.com. (2016, 19 Oktober). PPh Pasal 26, Inilah Penjelasan dan Perhitungannya. Diakses pada 18 November 2020, dari https://www.cermati.com/artikel/pph-pasal-26-inilah-penjelasan-dan-perhitungannya 2