Academia.eduAcademia.edu

Makalah Aspek Keperilakuan pada Perecanaan Anggaran dan Laba

izin dan rahmatnya kami dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul "AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA PERENCANAAN LABA DAN PENGANGGARAN"ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat dan salam kami haturkan kepada Junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Dan saya ucapkan terimakasih kepada bapak Wirmie Eka Puta, S.E., M.Si sebagai dosen pada mata kuliah Akuntansi Keperilakuan.

MAKALAH ASPEK KEPERILAKUAN PADA PERENCANAAN LABA DAN PENGANGGARAN Dosen Pengampu: Wirmie Eka Putra, SE., M.Si Disusun Oleh: R.M.Ardian Cholik C1C018158 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS JAMBI 2020 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT. Karena atas izin dan rahmatnya kami dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul “AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA PERENCANAAN LABA DAN PENGANGGARAN”ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat dan salam kami haturkan kepada Junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Dan saya ucapkan terimakasih kepada bapak Wirmie Eka Puta, S.E., M.Si sebagai dosen pada mata kuliah Akuntansi Keperilakuan. Pada penulisan makalah ini, kami menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan yang kami sajikan, baik itu yang berkaitan dengan pemaparan materi dan cara kami menulis. Namun, ini adalah hasil yang telah kami lakukan sendiri dan kami telah berusaha semaksimal mungkin. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan bisa menambah wawasan bagi kami dan kepada para pembaca yang budiman. Kritik dan saran dari pembaca sangat membantu kami dalam membangun tulisan yang lebih baik lagi. Jambi, 30 Oktober 2020 Penulis DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii BAB I 1 PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 2 1.3 Tujuan Umum 2 BAB II 3 PEMBAHASAN 3 2.1 Berbagai Fungsi dan Perencanaan Laba dan Anggaran 3 2.2 Pandangan Perilaku Terhadap Proses Penyusunan Anggaran 4 2.3 Konsekuensi Disfungsional dari Proses Penyusunan Anggaran 6 2.4 Relevansi Konsep Ilmu Keperilakuan Dalam Lingkungan Perencanaan 9 2.5 Konsep-konsep Keperilakuan yang Relevan dalam Proses Penyusunan Anggaran 11 BAB III 18 PENUTUP 18 3.1 Kesimpulan 18 3.2 Saran 19 DAFTAR PUSTAKA 19 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam akuntansi keprilakuan aspek perilaku yang terkait dengan anggaran mengakibatkan manusia membatasi tindakannya. anggaran pula yang menyebabkan kinerja manajer selalu dan secara kontinyu dipantau serta dibandingkan. Hal ini pula yang mengakibatkan timbulnya tekanan. Manajer seringkali menghadapi permasalahan akibat adanya anggaran kemudian dianggap sebagai sesuatu yang dapat menghambat atau mengancam karir. Manajemen harus selalu menyadari bahwa dimensi manusia dalam penganggaran merupakan faktor kunci. Manajemen harus mengetahui maksud penyusunan anggaran adalah memotivasi karyawan dan mengkoordinasi aktivitas. Untuk mendorong orang supaya bertanggungjawab terhadap penyusunan anggaran dan terhadap implementasi anggaran untuk mencapai tujuan organisasi yang efektif dan efisien, perusahaan perlu mempertimbangkan aspek etika dan perilaku dalam penganggaran. Anggaran merupakan proses negoisasi , yang artinya bahwa dalam penyusunannya terdapat pertimbangan akan tujuan perusahaan dan tujuan karyawannya. Penelitian dalam bidang akuntansi mengenai pemahaman hubungan antara partisipasi penaganggaran dengan kinerja telah banyak dilakukan . Selain menjadi alat pengendalian, anggaran dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur sejauh mana performance dari setiap manajer. Anggaran juga dapat menjadi alat untuk memotivasi kinerja anggota organisasi, anggaran sebagai alatyang dapat digunakan atasan untuk menyelaraskan,mengkoordinasikan dan memotivasi bawahan dan alat untuk mendelegasikan wewenang atasan kepada bawahan. Selain hal tersebut diatas pengertian anggaran yang lebih luas juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur orang-orang dalam organisasi. Dengan demikian penyusunan anggaran menjadi kompleks karena akanberdampak kepada fungsional atau disfungsional suatu sikap dan perilakuanggota organisasi yang ditimbulkannya. Untuk menghindari terjadinyadisfungsional prilaku anggaran di dalam organisasi perlu diikutsertakan manajemen pada level yang lebih rendah dalam proses penyusunan anggaran. Para bawahan yang ikut dilibatkan di dalam penyusunan anggaran mempunyai tanggung jawab dan konsekuensi moral serta pengetahuan mengenai usaha yang akan dilakukan untuk meningkatkan kinerja sesuai dengan yang telah ditagetkan. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah, sebagai berikut: Apa saja fungsi dari perencanaan laba dan anggaran? Bagaimana pandangan perilaku terhadap proses penyusunan anggaran? Apa saja konsekuensi disfungsional dari proses penyusunan anggaran? Bagaimana relevansi konsep ilmu keperilakuan dalam lingkungan perencanaan? Apa saja konsep-konsep keperilakuan yang relevan dalam proses penyusunan anggaran? Tujuan Umum Adapun tujuan penulisan, sebagai berikut: Untuk mengetahui Berbagai fungsi dari perencanaan laba dan anggaran. Untuk mengetahui pandangan perilaku terhadap proses penyusunan anggaran. Untuk mengetahui konsekuensi disfungsional dari proses penyusunan anggaran. Untuk mengetahui Relevansi konsep ilmu keperilakuan dalam lingkungan perencanaan. Untuk mengetahui Konsep-konsep keperilakuan yang relevan dalam proses penyusunan anggaran. BAB II PEMBAHASAN Berbagai Fungsi dan Perencanaan Laba dan Anggaran Akuntansi pertanggungjawaban (responsibility accounting) merupakan istilah yang digunakan dalam menjelaskan akuntansi perencanaan serta pengukuran dan evaluasi kinerja organisasi sepanjang garis pertanggungjawaban. Garis pertanggungjawaban ini meliputi pendapatan, serta biaya-biaya yang diakumulasikan dan dilaporkan oleh pusat pertanggungjawaban. Pusat pertanggungjawaban merupakan bagian dalam organisasi yang diakumulasikan secara menyeluruh untuk kepentingan pencatatan. Dapat diasumsikan bahwa seseorang pada pusat pertanggungjawaban mempunyai pengendalian terhadap seluruh catatan-catatan tersebut. Anggaran merupakan perencanaan manajerial untuk tindakan yang dinyatakan dalam istilah-istilah keuangan. Anggaran merupakan rencana laba jangka pendek yang komprehensif, yang membuat tujuan dan target manajemen dilaksanakan. Anggaran adalah alat manajerial yang memastikan pencapaian target organisasional dan memberikan pedoman yang rinci untuk operasi harian. Jika suatu perusahaan menetapkan tujuan untuk memperoleh pangsa pasar yang lebih besar, meningkatkan laba, dan memperbaiki citra perusahaan di antara pelanggan, maka anggaran perusahaan tersebut seharusnya membuat komitmen atas sumber data yang diperlukan untuk mencapai tujuan ini. Anggaran sebaiknya mencerminkan tambahan biaya iklan dan promosi yang diperlukan untuk meningkatkan penjualan dan memperbaiki citra perusahaan. Anggaran sebaiknya memasukkan estimasi arus kas yang juga mempertimbangkan waktu penagihan kas dari pelanggan, pembayaran kas kepada pemasok, dan peningkatan yang diantisipasi dalam berbagai beban. Singkatnya, anggaran sebaiknya menjadi cetak biru keuangan mengenai bagaimana perusahaan diharapkan untukberoperasi. Ada beberapa fungsi anggaran, yaitu: Anggaran merupakan hasil akhir dari proses perencanaan perusahaan. Sebagai hasil negosiasi antara anggota organisasi yang dominan, anggaran mencerminkan consensus organisasional mengenai tujuan operasi untuk masa depan. Anggaran merupakan cetak biru perusahaan untuk bertindak, yang mencerminkan prioritas manajemen dalam alokasi sumber daya organisasi. Anggaran menunjukan bagaimana beragam subunit organisasi harus bekerja untuk mencapaitujuan perusahaan secara keseluruhan. Anggaran bertindak sebagai suatu alat komunikasi internal yang menghubungkan beragam departemen atau divisi organisasi antara yang satu dengan yang lainnya dan dengan manajemen puncak. Arus informasi dari departemen ke departemen berfungsi untuk mengoordinasikan dan memfasilitasi aktivitas organisasi secara keseluruhan. Dengan menetapkan tujuan dalam kriteria kinerja yang dapat diukur, anggaran berfungsi sebagai standar terhadap mana hasil operasi actual dapat dibandingkan. Hal ini merupakan dasar untuk mengevaluasi kinerja dari manajer pusat biaya dan laba. Anggaran berfungsi sebagai alat pengendalian yang memungkinkan manajemen untuk menemukan bidang-bidang yang menjadi kekuatan atau kelemahan perusahaan. Hal ini memungkinkan manajemen untuk menentukan tindakan korektif yang tepat. Anggaran mencoba untuk memengaruhi dan memotivasi baik manajer maupun karyawan untuk terus bertindak dengan cara yang konsisten dengan operasi yang efektif dan efisien serta selaras dengan tujuan organisasi. Anggaran telah menjadi alat manajemen yang diterima untuk merencanakan dan mengendalikan aktivitas organisasi. Pandangan Perilaku Terhadap Proses Penyusunan Anggaran Ada tiga tahapan utama dalam proses penyusunan anggaran, yaitu: Penetapan tujuan Implementasi Pengendalian dan Evaluasi Kinerja Untuk menyusun suatu anggaran atau rencana laba, terdapat langkah-langkah tertentu yang perlu diambil, yaitu: Manajemen puncak harus memutuskan apa yang menjadi tujuan jangka pendek perusahaan dan strategi mana yang akan digunakan untuk mencapainya. Tujuan harus ditetapkan dan sumber daya dialokasikan. Suatu anggaran atau rencana laba yang komprehensif harus disusun, kemudian disetujui oleh manajemen puncak. Setelah disetujui, anggaran harus dikomunikasikan kepada penyelia dan karyawan yang kinerjanya dikendalikan. Anggaran digunakan untuk mengendalikan biaya yang menentukan bidang-bidang masalah dalam organisasi tersebut dengan membandingkan hasil kinerja actual dengan tujuan yang telah dianggarkan secara periodik. Tahap Penetapan Tujuan Aktivitas perencanaan dimulai dengan menerjemahkan tujuan organisasi yang luas kedalam tujuan-tujuan aktivitas yang khusus. Untuk menyusun rencana yang realistis dan menciptakan anggaran yang praktis, interaksi yang ekstensif diperlukan antara manajer lini dan manajer staf organisasi. Dalam suatu perusahaan, direktur perencanaan memainkan peranan kunci dalam proses manusia dari penyusunan anggaran ini. Sebagai karyawan staf bertanggungjawab menginisiasi dan melakukan administrasi atas proses penyusunan anggaran serta membantu karyawan lini, jika diperlukan dalam melaksanakan berbagai tugas perencanaan. Jika sesuai dengan struktur organisasi dan gaya kepemimpinan, maka manajer tingkat bawah dan karyawan sebaiknya diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses penetapan tujuan karena mereka aka lebih mungkin menerima tujuan yang turut mereka formulasikan. Tujuan realisitis yang ditetapkan melalui partisipasi yang berarti akan mempengaruhi tingkat aspirsi manajer dan karywan secara menguntungkan. Kurangnya partisipasi atau hanya berbicara tanpa berbuat terhadap masalah itu, dapat menimbulkan efek samping berupa berbagai perilaku disfungsional. Konsep utama perilaku yang berpengaruh terhadap tahapan penetapan tujuan adalah proses perencanaan yang meliputi partisipasi, kesesuaian tujuan dan komitmen. Tahap Implementasi Pada tahap implementasi, rencana formal tersebut digunakan untuk mengkomunikasikan tujuan dan strategi organisasi, serta untuk memotivasi orang secara positif dalam organisasi. Hal ini dicapai dengan menyediakan target kinerja terinci bagi mereka yang bertanggungjawab untuk mengambil tindakan. Agar rencana tersebut berhasil, maka rencana itu harus dikomunikasikan secera efektif. Kesalahpahaman sebaiknya dideteksi dan diselesaikan dengan segera. Hanya setelah itu baru rencana formal kemungkinan akan menerima kerja sama penuh dari berbagai kelompok yang ingin dimotivasi olehnya. Konsep ilmu keperilakuan utama yang memengaruhi tahap implementasi adalah komunikasi, kerja sama, dan koordinasi. Tahap Pengendalian dan Evaluasi Kinerja Setelah anggaran diimplementasikan, maka anggaran tersebut berfungsi sebagai elemen kunci dalam system pengendalian. Anggaran menjadi tolak ukur terhadap mana kinerja actual dibandingkan dan berfungsi sebagai suatu dasar untuk melakukan manajemen berdasarkan pengecualian. Sebenarnya untuk menjaga efisiensi dalam operasi, baik kinerja di atas standar maupun dibawah standar harus diakui dan diinvestigasi Dalam bagian-bagiannya, akan didiskusikan mengenai siapa yang sebaiknya memberikan input untuk pengambilan keputusan dalam tahap perencanaan, menyetujui rencana tersebut, mengimplementasikan anggaran, bertanggung jawab atas penyusunan laporan kinerja, mengevaluasi varians, dan tanggung jawab untuk menyarankan tindakan perbaikan dengan segera. Konsekuensi Disfungsional dari Proses Penyusunan Anggaran Berbagai fungsi anggaran seperti penetapan suatu tujuan, pengendalian, dan mekanisme evaluasi kinerja dapat memicu berbagai konsekuensi disfungsional, seperti rasa tidak percaya, resistensi, konflik internal, dan efek samping lainnya yang tidak diinginkan. Rasa Tidak Percaya Suatu anggaran terdiri atas seperangkat tujuan-tujuan tertentu. Walaupun anggaran tersebut dapat disesuaikan untuk kejadian-kejadian yang tidak diantisipasi, anggaran menampilkan kesan infleksibilitas. Anggaran merupakan suatu sumber tekanan yang dapat menimbulkan rasa tidak percaya, rasa permusuhan, dan mengarah pada kinerja yang menurun. Alasan dari rasa tidak percaya ini didasarkan pada keyakinan penyelia bahwa: Anggaran cenderung untuk terlalu menyederhanakan atau mendistorsi situasi ‘’riil’’ dan gagal untuk memungkinkan dimasukkannya variasi dalam faktor-faktor eksternal. Anggaran mencerminkan variable-variabel kualitatif, seperti pengetahuan mengenai tenaga kerja, kualitas bahan baku, dan efisiensi mesin, secara tidak mencukupi. Anggaran hanya mengonfirmasikan apa yang telah diketahui oleh penyelia. Anggaran sering kali digunakan untuk memanipulasi penyelia sehingga ukuran kinerja yang diindikasikan dicurigai. Laporan anggaran menekankan pada hasil, bukan pada alasan. Anggaran mengganggu gaya kepemimpinan penyelia. Anggaran cenderung untuk menekan pada kegagalan. Resistensi Walaupun anggaran telah digunakan secara luas dan manfaatnya sangat didukung, anggaran masih ditolak oleh banyak partisipan dalam suatu organisasi. Salah satu alasan utama untuk hal itu adalah bahwa anggaran menandai dan membawa perubahan, sehingga merupakan suatu ancaman terhadap status quo. Adalah suatu tantangan bagi manajemen untuk mengatasi resistensi untuk berubah ini dan untuk berhasil memperkenalkan invovasi yang meningkatkan kinerja organisasi. Alasan lain dari resistensi anggaran adalah bahwa proses anggaran memerlukan waktu dan perhatian yang besar. Mereka sering kali takut untuk mengakuinya atau tidak mau cukup mempelajari mengenai proses perencanaan dan penyusunan anggaran guna memberikan kontribusi yang berarti. Akhirnya, banyak manajer dan penyelia kurang memahami seluk-beluk dari penyusunan anggaran. Terdapat banyak alasan untuk resistensi ini. ‘’mengapa saya harus membuat anggaran? Saya bekerja dengan baik-baik saja.’’ ‘’Anda tidak dapat memprediskikan masa depan dengan tingkat kepastian mana pun, jadi mengapa membuat perencanaan?’’. Alasan-alasan tersebut merupakan wujud nyata dari penolakan mereka terhadap anggaran. Konflik Internal Anggaran memerlukan interaksi antara orang-orang pada berbagai tingkatan organisasi yang berbeda. Konflik internal dapat berkembang sebagai akibat dari interaksi ini, atau sebagai akibat dari laporan kinerja yang membandingkan satu departemen dengan departemen lainnya. Gejala-gejala umum dari konflik adalah ketidakmampuan untuk mencapai kerja sama antarpribadi dan antarkelompok selama penyusunan anggaran. Konflik internal menciptakan suatu lingkungan kerja yang kompetitif dan bermusuhan. Konflik dapat menyebabkan orang berfokus pada kebutuhan departemennya sendiri secara eksklusif daripada kebutuhan dari organisasi secara total. Situasi ini menyebabkan keselarasan tujuan menjadi lebih sulit, jika tidak mungkin, untuk dicapai. Kemudian, tindakan untuk menghilangkan konflik internal dan mengembalikan hubungan kerja yang harmonis dan produktif dapat dimulai. Efek Samping Lain yang Tidak Diinginkan Anggaran barang kali menghasilkan pengaruh lain yang tidak diinginkan. Salah satu dari hal ini adalah terbentuknya kelompok-kelompok informal yang kecil, yang bekerja menentang tujuan dari anggaran. Kelompok-kelompok karyawan ini biasanya dibentuk untuk melawan konflik internal dan tekanan yang diciptakan oleh anggaran tersebut. Tujuan mereka adalah untuk mengurangi ketegangan. Tetapi, tujuan mereka dapat berlawanan dengan tujuan organisasi, dan dampak yang tidak diinginkan dari aktivitas mereka bisa juga berlawanan dengan tujuan yang mereka maksudkan sebelumnya, yaitu untuk mengurangi ketegangan. Anggaran sering kali dipandang sebagai alat tekanan manajerial. Oarng-orang merasakan tekanan ketika manajemen puncak berusaha untuk memperbaiki efisiensi dengan cara memperoleh lebih banyak output dari tingkat input yang ada (atau lebih rendah). Tekanan yang berlebihan dapat dihubungkan dengan frustasi, emosi yang meningkat, dan penyakit fisik yang ditimbulkan oleh stress. Efek samping lainnya yang tidak diinginkan yang dapat berkembang adalah penekanan yang berlebihan pada kinerja departemental dan kurang menekankan pada kinerja organisasi secara keseluruhan. Anggaran juga dapat menghambat inisiatif individual dan inovasi yang efektif biaya, karena metode bisnis yang telah ada dengan probabilitas keberhasilan yang diketahui lebih dipilih dibandingkan dengan metode baru dengan peluang keberhasilan yang belum terbukti. Dengan demikian, individu sering kali tidak berani berinovasi. Untuk membuat anggaran berhasil, karyawan harus dibuat untuk menyadari bahwa fungsi anggaran sebagai wahana yang positif untuk operasi organisasi yang mulus. Daripada memandang anggaran sebagai cara yang mengerikan untuk memeras keringat karyawan sampai ke titik penghabisan, orang harus belajar untuk memandang anggaran sebagai alat untuk menciptakan keselarasan tujuan dan sebagai standar kinerja yang dimaksudkan untuk memberikan manfaat kepada seluruh karyawan perusahaan. Relevansi Konsep Ilmu Keperilakuan Dalam Lingkungan Perencanaan Dampak dari Lingkungan Perencanaan Sebelum konsep ilmu keperilakuan yang memengaruhi proses perencanaan atau penyusunan anggaran dapat dibahas dengan berarti, adalah perlu untuk memperkenalkan faktor-faktor yang menimbulkan variasi dalam lingkungan perencanaan. Lingkungan perencanaan mengacu pada struktur, proses, dan pola-pola interaksi dalam penetapan kerja. Hal tersebut kadang kala disebut dengan budaya penerimaan manajemen puncak terhadap ide-ide baru, prosedur dan perangkat untuk membuat agar pekerjaan dilakukan, perasaan identifikasi dengan organisasi, tingkat kohesi dari tenaga kerja, dan seterusnya. Ukuran dan struktur, gaya kepemimpinan, jenis system pengendalian, dan stabilitas lingkungan dari suatu organisasi merupakan beberapa factor yang memengaruhi lingkungan kerja dimana perencanaan terjadi. Lingkungan kerja atau budaya organisasi memengaruhi perilaku dan oleh karena itu juga memengaruhi proses perencanaan. Perilaku manusia bersifat adaptif dan berbeda dari satu tindakan tertentu oleh manajemen puncak dapat mendorong perilaku dan hasil anggaran yang menguntungkan, sementara tindakan yang sama di lingkungan yang berbeda dapat mendorong perilaku yang tidak diinginkan dan hasil anggaran yang disfungsional. Ukuran dan Struktur Organisasi Ukuran dan struktur dari suatu organisasi memengaruhi perilaku manusia dan pola interaksi dalam tahap penetapan tujuan, implemetasi, dan pengendalian serta evaluasi terhadap proses perencanaan. Ukuran organisasi mungkin dipandang sebagai jumlah karyawan, nilai dollar dari pabrik fisik, volume penjualan, jumlah kantor cabang, atau ukuran kuantitatif lainnya yang membedakan organisasi. Di perusahaan-perusahaan kecil, struktur perencanaan dan pengendalian adalah relative sederhana karena aktivitas organisasi hanya dilaksanakan oleh sedikit orang. Aktivitas dapat dengan mudah dikendalikan dan masalah keselarasan tujuan dapat dengan cepat dibahas. Sebaliknya, perusahaan-perusahaan besar harus mengembangkan struktur birokrasi yang kompleks untuk berurusan dengan administrasi dari berbagai fungsi organisasi. Wewenang didelegasikan dan disebarkan dari atas. Pekerjaan dan tugas karena kebutuhan dibagi menjadi bidang-bidang tanggung jawab kecil, yang menciptakan kebutuhan akan koordinasi yang lebih ketat dan pengendalian formal di sepanjang garis penyelia/bawahan. Dalam struktur manajemen birokratis semacam itu, penyusunan anggaran yang efektif dianggap lebih sulit karena potensi inefisiensi dalam komunikasi di dalam organisasi, kurangnya keselarsan tujuan, dan ketidakmampuan dari banyak orang untuk melihat hubungan antara peran kerja mereka dengan tujuan organisasi secara keseluruhan Ukuran dan kompleksitas dari beberapa organisasi menimbulkan masalah besar dalam perencanaan, implementasi, dan pengendalian. Ukuran organisasi mengacaukan proses anggaran dengan cara-cara lain. Misalnya, manajer pada berbagai tingkatan organisasi dapat menyaring informasi dan meneruskan ke atas atau ke bawah hanya informasi yang menguntungkan bagi mereka. Manajer atau penyelia dapat melaksanakan hanya bagian tanggung jawab mereka yang konsisten dengan tujuan dan kepentingan mereka sendiri. Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan juga memengaruhi lingkungan perencanaan organisasi. Teori X dari Mc. Gregor menjelaskan gaya kepemimpinan yang otoriter dan dikendalikan secara ketat, dimana kebutuhan akan efisiensi dan pengendalian mengharuskan pendekatan manajerial tersebut untuk berurusan dengan bawahannya. Untuk memantau kinerja bawahan, para pemimpin ini menugaskan staf mereka untuk mengumpulkan informasi yang memungkinkan dilakukannya pengwasan secara tidak langsung. Filosofi untuk mendorong perilaku bawahan yang diinginkan adalah: “gaji mereka dengan baik dan awasi mereka dengan ketat”. Teori X mengimplikasikan bahwa anggaran akan disusun oleh manajemen puncak (kontroler atau direktur perencanaan) dan dikenakan pada manajemen tingkat bawah. Dengan demikian, dalam gaya kepemimpinan otoriter, anggaran dipandang sebagai alat pengendalian manajemen yang didesain untuk memastikan kepatuhan karyawan terhadap harapan dari manajemen puncak. Gaya kepemimpinan otoriter secara nyata memfasilitasi koordinasi dan pengendalian atas aktivitas, khususnya ketika tanggung jawab atas tugas tersebut tidak jelas. Gaya kepemimpinan ini terutama efisien dalam kasus perbedaan bahasa atau budaya. Tetapi, gaya kepemimpinan ini tidak mendorong partisipasi dan dapat menimbulkan tekanan anggaran yang berlebihan, kegelisahan, dan rusaknya motivasi. Teori Y dari Mc. Gregor dan gaya kepemimpinan demokratis Likert mendorong tingkat keterlibatan dan partisipasi karyawan dalam penentuan tujuan dan pengambilan keputusan. Gaya kepemimpinan demokratis memungkinkan fleksibilitas dalam proses penyusunan anggaran dan memberikan peluang kepada karyawan untuk terlibat dalam perancangan arah organisasi, mengekspresikan ide-ide mereka tentang bagaimana perusahaan sebaiknya beroperasi, dan memanfaatkan bakat mereka secara efektif. Dengan pendekatan partisipatif, dibutuhkan waktu yang lebih banyak untuk menyelesaikan anggaran karena adanya komunikasi dan negosiasi bolak-balik antar-departemen. Tetapi, riset telah mengungkapkan bahwa orang mengidentifikasikan dirinya lebih dekat dengan anggaran dan melakukan usaha yang lebih besar guna mencapai tujuan yang dinyatakan ketika mereka berpartisipasi dalam menetapkan tujuan ini. Stabilitas Lingkungan Organisasi Factor lainnya yang memengaruhi lingkungan perencanaan adalah lingkungan eksternal. Lingkungan tersebut meliputi iklim politik dan ekonomi, ketersediaan pasokan, struktur industri yang melayani organisasi, hakikat persaingan, dan lain sebagainya. Lingkungan yang stabil mengenakan resiko yang terbatas dan memungkinkan proses penetapan tujuan menjadi demokratis dan partisipatif. Lingkungan yang berubah dengan cepat menghasilkan situasi yang beresiko tinggi. Perubahan yang dramatis dalam tingkat bunga, fluktuasi nilai tukar mata asing, dan semakin meningkatnya persaingan dari luar negeri adalah beberapa kasus di antaranya. Untuk menghadapi perubahan semacam itu, keputusan harus dibuat dengan cepat dan tegas. Penyesuaian tujuan dan/ atau strategi yang sering mungkin diperlukan. Konsep-konsep Keperilakuan yang Relevan dalam Proses Penyusunan Anggaran Sekarang mari aligkan perhatian dari faktor-faktor yang memengaruhi perilaku dalamlingkungan perencanaan ke konsep yang memengaruhi perilaku pada tahap penetapan tujuan. Adalah penting untuk diingat bahwa orang-orang di dalam organisasi beratnggung jawab untuk menentukan sasaran dan menetapkan tujuan. Orang-orang dalam organisasi juga bertanggung jawab atas pencapaian sasaran dan tujuan tersebut. Dengan demikian, fase penetapan tujuan dari perencanaan penuh dengan kekurangan dalam perilaku. Tujuan organisasi sangat diperngaruhi oleh tujuan dari anggota organisasi yang dominan, yang secara kolektif mempunyai kendali yang mencukupi atas sumber daya organisasi untuk membuat komitmen atasnya kea rah tertentu atau untuk menahannya dari yang lain. Tujuan dipandang sebagai suatu kesepakatam yang kompleks, yang kadang kala mencerminkan kebutuhan individual dan tujuan pribadi yang saling bertentangan dari anggota organisasi yang dominan. Tujuan organisasi ditentukan melalui negosiasi. Keselarasan Tujuan Masalah utama yang dijumpai dalam tahap penetapan tujuan adalah mencapai suatu tingkat keselarasan tujuan atau kompatibilitas yang mungkin di antara tujuan-tujuan organisasi, subunit-subunitnya (divisi atau departemen), dan anggota-anggotanya yang berpartisipasi. Keselarasan tujuan atau kompatibilitas akan terjadi ketika individu memandang bahwa kebutuhan pribadinya dapat dipenuhi dengan mencapai tujuan organisasi. Jika tujuan organisasi dipandang sebagai alat untuk mencapai tujuan pribadi atau untuk memenuhi kebutuhan pribadi, maka tujuan organisasi akan memotivasi karyawan untuk menyelesaikan tindakan yang diinginkan. Jika keselarasan tujuan tidak diterapkan, maka berbagai masalah dapat berkembang. Manajer dari subunit yang berbeda mungkin bekerja untuk tujuan yang saling bersaing, semangat persaingan dapat menggantikan semangat untuk bekerja sama, atau perasaan putus asa dapat menyerap ke dalam tingkatan manajerial. Partisipasi Partisipasi dalam proses penyusunan anggaran diklaim oleh sebagian besar orang sebagai obat mujarab untuk memenuhi kebutuhan akan harga diri dan aktualisasi diri dari para anggota organisasi. Partisipasi adalah suatu “proses pengambilan keputusan bersama oleh dua bagian atau lebih pihak di mana keputusan tersebut akan memilik dampak masa depan terhadap mereka yang membuatnya.” Dengan kata lain, pekerja dan manajer tingkat bawah memiliki suara dalam proses manajemen. Ketika diterapkan kepada perencanaan, partisipasi mengacu pada keterlibatan manajer tingkat menengah dan bawah dalam pengambilan keputusan yang mengarah pada penentuan tujuan operasional dan penetapan sasaran kinerja. Keterlibatan tersebut dapat bervariasi dari hanya sekedar hadir pada pertemuan-pertemuan anggaran sampai pada partisipasi dalam diskusi yang berkaitan dengan kewajaran dari kuota penjualan dan target produksi dan pada hak untuk melakukan negosiasi dalam menetapkan sasaran dari orang itu sendiri. Hampir semua studi mengenai partisipasi dalam proses manajemen menyimpulkan bahwa partisipasi menguntungkan organisasi. Partisipasi telah menunjukkan dampak positif terhadap sikap karyawan, meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi, dan meningkatkan kerja sama diantara manajer. Namun, Becker dan Green menemukan bahwa ketika hal tersebut diterapkan dalam situasi yang salah, partisipasi dapat menurunkan motivasi dan usaha karyawan untuk mencapai tujuan organisasi. Banyak studi mengenai pengambilan keputusan secara partisipatif tidak menyetujui suatu format eksklusif yang diinginkan untuk partisipasi karyawan yang akan bekerja di semua organisasi. Terdapat relative sedikit diskusi atau kesepakatan mengenai kedalaman, lingkup, atau bobot partisipasi. Yaitu, tidak ada pandangan yang seragam mengenai siapa yang sebaiknya berpartisipasi (kedalaman), jenis keputusan dimana mereka sebaiknya berpartisipasi (lingkup), atau tingkat kekuasaan partisipan dalam keputusan akhir (bobot). Dalam pengertian yang lebih luas, partisipasi merupakan inti dari proses demokratis dan oleh karena itu tidaklah alamiah jika diterapkan dalam struktur organisasi yang otoriter. Dengan demikian, dalam organisasi besar dan birokratis yang dikelola secara sentral, partisipasi dalam menentukan tujuan dan menetapkan sasaran akan berdasarkan definisi terbatas pada sekelompok eksklusif puncak. Perusahaan dengan gaya kepemimpinan demokratis dan/atau organisasi yang terdesentralisasi memungkinkan partisipasi manajemen yang lebih besar dalam keputusan penetapan anggaran. Banyak dari perusahaan ini mendorong baik manajer tingkat bawah maupun karyawan untuk memberikan kontribusi kepada proses perencanaan. Salah satu alasannya adalah bahwa orang bereaksi secara berbeda terhadap kemungkinan untuk berperan dalam menetapkan standar kinerja mereka sendiri. Karyawan yang otoriter dan/atau sangat bergantung dapat merasa terancam oleh kemungkinan untuk menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan. Mereka akan merasa lebih nyaman jika mereka menerima instruksi yang jelas dan tegas mengenai batas pengeluaran dan standar kinerja. Di pihak lain, orang dengan independensi yang kuat dan kebutuhan akan harga diri akan maju ketika diperbolehkan untuk berpartisipasi dalam memformulasikan sasaran kinerja mereka sendiri. Alasan lain mengapa partisipasi mungkin tidak berhasil adalah bahwa tidak ada usaha serius yang dibuat untuk menjamin partisipasi dan kerja sama dari para manajer tingkat bawah dan karyawan. Manfaat Partisipasi Salah satu manfaat dari partisipasi yang berhasil adalah bahwa partisipan menjadi terlibat secara emosi dan bukan hanya secara tugas dalam pekerjaan mereka. Patisipasi dapat meningkatkan moral dan mendorong inisiatif yang lebih besar pada semua tingkatan manajemen. Partisipasi yang berarti juga meningkatkan rasa kesatuan kelompok, yang pada gilirannya cenderung untuk meningkatkan kerja sama antar anggota kelompok dalam penetapan tujuan. Tujuan organisasi yang dibantu penetapannya oleh orang-orang tersebut kemudian akan dipandang sebagai tujuan yang selaras dengan tujuan pribadi mereka. Proses ini disebut dengan internalisasi tujuan. Partisipasi yang berarti juga berkaitan dengan penurunan tekanan dan kegelisahan yang berkaitan dengan anggaran. Hal ini disebablan karena orang yang berpartisipasi dalam penetapan tujuan mengetahui bahwa tujuan tersebut wajar dan dapat dicapai. Partisipasi juga dapat menurunkan ketidakadilan yang dipandang ada dalam alokasi sumber daya organisasi antara subunit organisasi, serta reaksi negative yang dihasilkan dari persepsi semacam itu. Batasan dan Permasalahan Partisipasi Partisipasi dalam penetapan tujuan mempunyai keterbatasannya tersendiri. Proses partisipasi memberikan kekuasaan kepada para manajer untuk menetapkan isi dari anggaran mereka. Kekuasaan ini bisa digunakan dengan cara yang memiliki konsekuensi disfungsional bagi organisasi itu. Sebagai contoh, para manajer bisa memasukkan “slack organisasional” ke dalam anggaran mereka. Slack adalah selisih antara sumber daya yang sebenarnya diperlukan untuk secara efisien menyelesaikan suatu tugas dan jumlah sumber daya yang lebih besar diperuntukkan bagi tugas tersebut. Dengan kata lain, slack adalah penggelembungan anggaran. Beberapa orang beragumentasi bahwa sejumlah kecil slack diperlukan karena mengurangi sebagian tekanan dan memungkinkan berpadunya tujuan pribadi dan organisasi, sehingga membuat keselarasan tujuan lebih mungkin terjadi. Tetapi, slack yang berlebihan jelas merugikan kepentingan organisasi. Slack yang berlebihan membuat batas pengeluaran, kuota produksi, dan standar kinerja menjadi tidak berarti. Masalah slack yang berlebihan dapat diatasi jika manajemen puncak menetapkan prosedur yang efektif untuk tinjauan mendalam selama proses penyusunan anggaran. Jika tujuan anggaran terlalu mudah untuk dicapai karena adanya slack atau factorfaktor lain yang ditimbulkan dari partisipasi dalam proses penyusunan anggaran, maka manfaat motivasional menjadi minimal atau tidak ada sama sekali. Jika di lain pihak, tujuan dianggarkan terlalu sulit untuk dicapai dan kinerja actual mulai menyimpang secara tidak menguntungkan dari standar, orang akan mencoba memperbaiki kinerja mereka pada awalnya. Akan tetapi, jika penyimpangan anggaran menjadi semakin besar, maka orang pada akhirnya akan menjadi kecil hati dan menyerah untuk memperbaiki situasi tersebut. Jelas bahwa bukanlah kepentingan perusahaan untuk membuat orang menjadi begitu kecil hati. Intinya, anggaran yang terlalu ketat atau terlalu longgar atau disusun dengan slack yang berlebihan atau tanpa slack sama sekali dapat menciptakan tanggapan keperilakuan yang berlawanan dengan kepentingan perusahaan. Tahap Implementasi Setelah tujuan organisasi ditetapkan, direktur perencanaan mengonsolidasikannnya ke dalam anggaran formal yang komprehensif. Cetak biru untuk tindakan ditingkat perusahaan ini kemudian disetujui oleh presiden direktur atau dewan komisaris. Anggaran tersebut kemudian diimplementasikan melalui komunikasi karyawan kunci dalam organisasi. Hal ini mengimformasikan kepada mengenai harapan manajemen, alokasi sumber daya, kuota produksi, dan tenggang waktu. Untuk membuat anggaran bekerja, semua karyawan harus belajar untuk melihatnya sebagai wahana positif untuk tindakan organisasi dan sebagai perbaikan dan bukan sebagai beban atau senjata manajemen. Mereka harus belajar untuk mempertimbangkan anggaran sebagai alat perencanaan dan pengendalian aktifitas organisasi. Tanpa pemahaman, bahkan proses penyusunan anggaran yang palig canggih secara tekhnis sekalipun dapat menjadi pemborosan bagi dana perusahaan dan gagal untuk memperbaiki efisiensi operasional. Pengomunikasian Anggaran Kontroler atau direktur perencanaan bertanggung jawab untuk mnimplementasikan anggaran. Hal ini dapat dicapai dengan mengomunikasikan sasaran operasional yang disetujui kepada orang-orang di tingkat organisasi yang lebih rendah. Hal ini kadang kala disebut sebagai “menjual” anggaran kebawah. Banyak masalah komunikasi yang kompleks dapat berkembang dalam tugas menjual ini karena pesan tersebut harus dipahami oleh orang yang memiliki latar belakang dan pelatihan yang beragam serta yang bekerja ditingkatan organisasi yang berbeda. Untuk menghilangkan beberapa dari masalah potensial, kontroler harus menerjemahkan sasaran organisasi secara keseluruhan kedalam sasaran yang dapat dipahami bagi setiap subunit organisasi. Sasaran tersebut dapat dikomunikasikan dengan sangat efektif jika dijelaskan secara pribadi dan dilengkapi dengan pedoman tertulis atau diskusi tindak lanjut informal dengan subbagian. Yaitu, direktur perencanaan sebaiknya menjelaskan dasar-dasar dari proses penyusunan anggaran yang menghasilkan jumlah anggaran akhir. Jika tingkat inflasi, misalnya, harus dipertimbangkan ketika anggaran disusun, kemudian direktur perencanaan sebaiknya mengidentifikasikan mengapa tingkat tertentu digunakan. Selain bertujuan untuk menginformasikan manajer tingkat bawah mengenai tingkat bawah mengenai tanggung jawab mereka, komunikasi atas sasaran anggaran juga dimaksudkan untuk menenangkan kepercayaan diri karyawan tingkat bawah. Kerja Sama dan Koordinasi Implementasi anggaran yang berhasil membutuhkan kerja sama dari orang-orang dengan beraneka ragam keterampilan dan bakat. Setiap dimensi dari rencana tersebut harus dijelaskan dengan sangat hati-hati kepada mereka yang bertanggung jawab untuk mengambil tindakan guna mengembangkan dalam diri mereka suatu persaan akan keterlibatan dan nilai penting mereka sendiri dalam konteks anggaran keseluruhan. Hal ini juga memperlihatkan tugas-tugas yang saling berhubungan yang menyusun seluruh aktivitas organisasi dan mengungkapkan peran yang dimainkan oleh masing-masing subunit. Direktur perencanaan sebaiknya mempertimbangkan sepenuhnya bahwa konflik yang muncul dalam kelompok dapat mengurangi kerja sama antar-subunit. Koordinasi adalah seni menggabungkan secara efektif seluruh sumber daya organisasi. Dari sudut pandang keperilakuan, hal ini berarti menggabungkan bakat dan kekuatan dari setiap partisipan organisasi dan membuatnya berjuang untuk mencapai tujuan yang sama. Untuk melaksanakan ini, pelaksana harus berhasil mengomunikasikan bahwa bagaimana pekerjaan setiap orang memberikan kontribusi pada pencapaian tujuan organisasi. Lebih dari itu direktur perencanaan sebaiknya mengidentifikasikan departemen mana yang bertanggung jawab untuk aspek tertentu dan pekerjaan yang harus dilakukan, dimana individu-individu dalam departemen tersebut bertanggung jawab, dan ke mana mereka dapat meminta tujuan. Tahap Pengendalian dan Evaluasi Kinerja Tujuan-tujuan yang dianggarkan jarang dicapai tanpa memantau kemajuan karyawan secara kontinu terhadap pencapaian tujuan mereka. Dalam tahap pengendalian dan evaluasi kinerja, kinerja aktual dibandingkan dengan standar yang dianggarkan guna menentukan bidang-bidang permasalahan dalam organisasi tersebut dan menyarankan tindakan yang sesuai untuk memperbaiki kinerja yang dibawah standar. Perbandingan antara biaya aktual dan biaya yang dianggarkan juga akan mengindikasikan kinerja diatas anggaran. Laporan-laporan Kinerja Untuk mempertahankan kendali atas biaya dan untuk menjaga agar karyawan termotivasi kearah pencapaian sasaran, laporan kinerja sebaiknya disusun dan didistribusikan paling tidak secara bulanan. Pentingnya komunikasi berkala atas hasil kinerja telah berulang kali ditunjukan dalam studi-studi empiris. Penerbitan laporan kinerja yang tepat waktu memiliki dampak mendorong pada moral karyawan. Kurangnya umpan balik kinerja mencegah orang mengetahui tingkat pencapaian nyata dan dapat merugikan tingkat aspirasi mereka berikutnya. “Tingkat aspirasi” adalah standar yang dikenakan sendiri yang dituju oleh orang tersebut. Tingkat aspirasi adalah sasaran yang bahkan jika hampir dicapai mengarah pada perasaan berhasil yang subyektif dan bila tidak, mengarah pada perasaan yang gagal secara subyektif. Evaluasi dan umpan balik kinerja yang berkala akan meningkatkan efisiensi organiasi dengan mengidikasikan sasaran yang harus direvisi untuk siklus perencanaan yang berikutnya. Dengan demikian, umpan balik kinerja secraa periodic memicu perasaan subjektif akan keberhasilan atau kegagalan. Laporan kinerja juga dapat mendorong karyawan untuk merasakan tekanan, kegelisahan, iri hati, kemarahan, kecil hati, penyesalan, kegembiraan dan seterunya. Harus ditekankan bahwa perasaan sukses atau gagal yang dipicu oleh laporan kinerja tersebut adalah, pada kenyataannya, ‘’subjektif’’. BAB III PENUTUP Kesimpulan Penyusunan anggaran merupakan suatu tugas yang bersifat teknis. Aspek keperilakuan dari penganggaran mengacu pada perilaku manusia yang muncul dalam proses penyusunan anggaran dan perilaku manusia yang didorong ketika manusia mencoba untuk hidup dengan anggaran. Anggaran sering kali dipandang sebagai penghalang atau ancaman birikratis terhadap kemajuan karir. Struktur organisasi, budaya organisasi, gaya kepemimpinan, tingkat partisipasi karyawan dalam pengambilan keputusan, jumlah slack yang diperbolehkan, dan tingkat tekanan yang akan didorong oleh anggaran tersebut adalah beberapa faktor yang akan mempengaruhi jawabannya. Meskipun tidak ada jawaban definitif yang dapat diterapkan di semua organisasi, terdapat beberapa aturan umum yang berlaku. Partisapasi angkatan kerja dalam pengambilan keputusan telah ditunjukan memiliki dampak psikologis positif terhadap angkatan kerja dan meningkatkan kuantitas maupun kualitas dari output pekerja. Saran Saran penyusunan terhadap makalah yang berjudul “Aspek Keperilakuan Pada Perencanaan Laba dan Penganggaran” yakni masih banyaknya teori-teori yang berkaitan, sehingga penulis menyarankan untuk mencari lagi teori-teori tersebut. Selain itu penulis juga mengharapkan masukan terhadap makalah ini agar lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat menambah wawasan pembaca mengenai “Aspek Keperilakuan Pada Perencanaan Laba dan Penganggaran”. DAFTAR PUSTAKA Ikhsan, Arfan dan Muhammad Ishak. 2008. Akuntansi Keperilakuan. Jakarta: Salemba Empat. Lubis, Arfan Ikhsan. 2010. Akuntansi Keperilakuan. Jakarta: Salemba Empat. ?