INTERVENSI PERKEMBANGAN BAHASA DAN SITUMULASI,
PERKEMBANGAN BAHASA YANG TERTINGGAL, DAN
PENGEMBANGAN KETERBAKATAN
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok Mata Kuliah
Pemerolehan Bahasa
Dosen Pengampu
Prof. Dr. Agustina, M.Hum
Kelompok IV
1.
2.
3.
4.
Fathia Roifah
Jennyfer Puji Lestari Woi
Willa Sisti M
Yolani Erawati
19174007
19174040
19174034
19174035
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah menganugerahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
Pemerolahan Bahasa. Penulisan makalah ini adalah salah satu upaya untuk
melengkapi tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Pemerolehan
Bahasa, Prof. Dr. Agustina, M.Hum.
Kami ucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Agustina, M.Hum. selaku dosen
pengampu mata kuliah Pemerolehan Bahasa. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada teman-teman dan pihak-pihak lain yang telah membantu dalam pembuatan
makalah ini. Tanpa ada bantuan dari dosen dan teman-teman makalah ini tidak akan
selesai.
Kami menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan, masih terdapat banyak
kekurangan meskipun sudah dikerjakan dengan sungguh-sungguh. Maka kami
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak agar makalah ini
dapat lebih baik dari sebulumnya.
Padang, 2 April 2020
Kelompok IV
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
A. Intervensi Perkembangan Bahasa dan Stimulasi ..........................................1
1. Intervensi perkembangan bahasa dan bicara ..................................................2
2. Klasifikasi communication and language disorder pada anak ........................4
3. Tujuan neurologis Xavier Tan ........................................................................6
4. Differential diagnosis......................................................................................7
5. Prinsip penanganan .........................................................................................7
6. Konsep perkembangan berbahasa dan bicara .................................................8
7. Faktor pendukung ...........................................................................................9
8. Prinsip penanganan pada fase awal verbal .....................................................9
9. Terapi wicara fase verbal ..............................................................................10
10. Tujuan dan perangkat ...................................................................................11
11. Ergotherapy...................................................................................................11
B. Perkembangan Berbahasa yang Tertinggal
1. Berbagai akibat perkembangan bahasa dan bicara yang tertinggal ..............11
2. Rendahnya respons panggilan akibat hiperfokus .........................................12
3. Tertinggalnya perkembangan sosial .............................................................14
4. Kekurangan dalam hal fleksibilitas .............................................................14
5. Kekurangmampuan fantasi dan imajinasi .....................................................15
6. Terkembangnya rasa takut dan faalangst negatif .........................................15
7. Kekurangmampuan adaptasi terhadap lingkungan dan perubahan ..............15
8. Keadaan gangguan konsentrasi.....................................................................16
9. Anxiety dan perilaku seperti paranoia ..........................................................16
10. Perkembangan sensoris yang terlalu hebat ..................................................16
11. Perkembangan motorik .................................................................................17
12. Perkembangan sosial emosional ...................................................................17
13. Gangguan belajar dan bimbingannya ...........................................................17
C. Pengembangan Keberbakatan
1. Bakat, apakah Itu? .......................................................................................20
2. Model pendidikannya ...................................................................................23
3. Peranan orangtua ..........................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................36
ii
A. INTERVENSI PERKEMBANGAN BAHASA DAN STIMULASI
Sebagai orang tua kita tak pernah menyangka jika anak kita yang ceria dan
lucu itu memerlukan penanganan yang serius, hati-hati dan kesabaran yang luar
biasa. Pasti akan kebingungan ketika anaknya yang
mendapatkan diagnosa
mengenai keterlambatan bicara. Berbagai diagnosa yang berganti-ganti dan
membutuhkan terapi yang berganti-ganti sehingga menghabiskan uang untuk
ukurannya pasti harus ditempuh oleh para orang tua, yang penting anaknya dapat
bicara dan bergaul dengan anak lain dan menjadi anak normal. Padahal hal tersebut
tergantung seberapa besar gangguan dan bagaimana bentuk gangguannya,
Bagaimana perkembangan intelegensi nya yang dapat digunakan sebagai dasar
mempertimbangkan prognosanya.
Banyak orangtua yang bisa mendapatkan bacaan apakah itu autisme,
ADD/ADHD, terlambat bicara, ataukah gifted. Kebingungan tersebut diperparah
dengan ketidaktahuan orang tua mengenai Al tersebut. Lebih sulit lagi tidak semua
profesional yang dapat dihubungi mempunyai kedalaman ilmu yang baik apalagi
multidisiplin serta mempunyai kesepakatan akan berbagai hal yang menyangkut
dengan intervensi dan stimulasinya. Sehingga jika membaca semua itu justru
kondisi gangguan itu akan cocok ke berbagai diagnosa. Akhirnya tidak tahu lagi
intervensi yang mana terlebih dahulu yang dapat dikerjakan.
Beberapa hal yang dipetik oleh penulis sepanjang pengalamannya yaitu:
1) Banyak membaca dan berdiskusi
2) Membangun kerjasama yang baik antar tenaga profesi dan guru.
3) Mencari bantuan kepada kelompok atau komunitas yang mempunyai masalah
yang sama.
4) Langkah-langkah intervensi yang perlu kita ambil adalah dengan melihat
prioritas dengan dasar tumbuh kembang anak yang kita bandingkan dengan
pola normal untuk melihat seberapa besar perbedaan yang terjadi. Kemudian
diteruskan dengan pencarian bagaimana pola tumbuh kembang anak.
1
Dalam melakukan intervensi penulis tidak melakukan pendekatan perbaikan
melalui perbaikan biologis yang sangat populer di masyarakat yaitu defeat autism
now (DAN). Terapinya antara lain yaitu diet gluten dan kasein, megadosis vitamin,
food Supplement, chelation dan sebagainya. Begitu juga dengan terapi
sensomotorik, yaitu terapi yang dirancang tahun 1970 oleh Jean Ayres. Terapi ini
menawarkan perbaikan sistem kerja otak melalui stimulasi dari luar seperti sentuhan
gerakan bodywellness cahaya dan suara.
Secara teoritis dengan jumlah stimulasi terhadap sensorik diharapkan akan
meningkatkan kerja otak dalam memproses stimulasi yang masuk melalui organ
sensoris tadi. Para neurolog melihat gejala gangguan perkembangan sensoris
bukanlah sebuah indikator spesifik dari gangguan neurodevelopmental termasuk
autisme, ADD/ADHD, dan gangguan lainnya. Karena begitu banyaknya dokter
anak di Amerika yang mengirim anak-anak main yang dilakukan sensory
integration therapy maka berbagai himpunan profesi melakukan penelitian
efektivitas dari terapi ini yang menunjukkan bahwa terapi tersebut memang tidak
ada
efektivitasnya.
Konsensus
internasional
tentang
anak-anak
gangguan
perkembangan menjelaskan bahwa dibutuhkan penanganan yang multidisiplin.
Penanganan tersebut maksudnya mulai dari deteksi dini, observasi dan asesmen,
penegakan diagnosa, interferensi dan pendidikan, selalu membutuhkan pendekatan
multidisiplin.
1. Intervensi perkembangan bahasa dan bicara, pure dysphatic development,
apakah itu?
Anak-anak yang terlambat dalam perkembangan bahasa dan bicara harus
mendapatkan intervensi. Intervensi yang cocok yaitu Pure dysphatic development,
selain dari petunjuk-petunjuk secara garis besar dari beberapa ahli seperti
orthopedagog psikolog dokter tumbuh kembang dan guru sekolah. Orang tua
mempunyai tugas terberat ya itu harus kreatif dalam mencari berbagai bentuk
intervensi. Karena perkembangannya bisa sangat cepat tiba-tiba dalam kapasitas
yang besar yang harus segera ada perubahan taktik intervensi. Ini bukanlah tugas
yang ringan karena orang tua harus terlibat sepanjang 24 jam sehari.
2
Pure dysphatic development, sebenarnya bukanlah suatu diagnosa tetapi
terminologi yang digunakan bagi sekumpulan gejala atau sindrom dari bentuk
speech and language disorder yang tampak secara klinis beberapa saat dalam suatu
perkembangan seorang anak sehingga perkembangan itu terlihat tidak normal.
Maksudnya bahwa gejala-gejala yang ditampilkan itu tidak akan terdapat pada
seorang anak yang normal. Dikatakan bukan diagnosa karena gangguan
perkembangan berbahasa dan bicara adalah suatu gejala ikutan dari suatu kondisi
lain yang menjadi diagnosa nya.
Pure dysphatic development, juga berbeda dengan dyspasia, sekalipun istilah
dyspatic diambil dari dyspasia juga. Aphasia adalah keadaan di mana seseorang
mengalami gangguan kehilangan kemampuan berbicara yang disebabkan karena
traumatic brain injury atau cerebral palsy akibat kecelakaan, tumor, dan pendarahan
otak yang disebabkan oleh brain injury. Kondisi dysphatic disebabkan
perkembangan neurologis yang tidak seperti biasanya, lebih ke arah karena genetik,
karena itu digunakan istiilah pure dysphatic development seperti yang dijelaskan
oleh Charles Njiokiktjjien, dalam Tijdschrift Kindergeneeskundige tahun 1989
Dalam buku Dysfatische Ontwikkeling, theory-diagnostiek-behandeling
(2005), Njiokiktjjien lebih menjelaskan lagi apa yang dimaksud dengan disfatische
Ontwikkeling atau dysphatic development. Menurutnya pure dysphatic development
sebagai core dari permasalahan, bisa mengalami komorbiditas dengan bentukbentuk gangguan perkembangan kemampuan fonologis, oral motor dan reseptif
sehingga menyebabkan gangguan yang lebih parah, begitu juga kelaknya saat masa
verbal yang pada akhirnya menyebabkan gangguan pada gramatika (sintak),
gangguan pengertian bahasa (semantik), dan gangguan penggunaan bahasa
(pragmatik). Namun anak-anak yang murni mengalami dysphatic development ini
saat masa preverbal tidak mengalami gangguan fonologis, oral motor, maupun
gangguan reseptif, hanya mengalami kesulitan ekspresif, dan sangat mampu
berbahasa simbolis. Ia juga tidak mengalami keterlambatan (delay speech), artinya
perkembangan bahasanya sesuai jadwal, namun selanjutnya mengalami perlambatan
perkembangan. Saat fase verbal, anak-anak ini dalam masa perkembangannya juga
3
mengalami kesulitan. Pada anak-anak ini dalam masa perkembangannya juga
didapatkan
adanya
komplikasi
dyspraxia
(berbahasa
planet)
akibat
ketidakharmonisan oral motor. Namun menurutnya, bentuk disphatic seperti ini
mempunyai prognosa yang sangat baik, dan tidak pernah terjadi pada anak-anak
yang mengalami gangguan perkembangan autisme. Karena itu dalam penegakan
diagnosa gangguan perkembangan bahasa harus benar-benar dilakukan secara hatihati dengan cara memberikan differential diagnosis yang rinci.
2. Klasifikasi communication and language disorder pada anak
a. Developmental language disorder (gangguan perkembangan berbahasa).
1) Hanya mengalami gangguan ekspresif dengan pemahaman normal dengan
sedikit atau tanpa komorbiditas gangguan lain yang menyertainya.
2) Gangguan campuran antara perkembangan bahasa ekspresif dan reseptif.
Sering kali terjadi adanya deskrepansi yang bermakna antara skor tes verbal
IQ dengan performance IQ, di mana skor verbal IQ mencapai skor yang
sangat rendah.
b. Gangguan bahasa reseptif: di luar definisi dysphasia development, karena
pemahaman bahasa lebih jelek daripada bahasa ekspresif.
1) Kemampuan reseptif dan ekspresif sangat rendah sering kali diikuti dengan
gangguan nonverbal. Dalam bentuk yang parah didapatkan asymbolic mental
retradation atau mute autistic”
2) Verbal auditory agnosia atau congential word deafness
3) Cortical deafness, total auditory agnosia
4) Gangguan sensoris pendengaran yang parah
c. Gangguan semantik pragmatic
Gangguan bahasa semantik (pengertian) pragmatik (penggunaan) sering
dimulai dengan bahasa dengan echolalia yang banyak.
d. Gangguan semantik pragmatik
e. Mutisme selektif
4
f. Miskin bahasa karena kurang stiimulasi
g. Gangguan artikulasi dengan gangguan perkembangan bahasa dan bicara.
Gangguan perkembangan bicara dan bahasa karena sebab-sebab lain: (1) Chid
afasia (disebabkan karena traumatis tumor, infeksi); (2) Landau kleffner syndrom
(gejala mirip pembagian B); dan (3) Kemunduran perkembangan bahasa dan
bicara dengan penyebab tak diketahui, sering terjadi pada Autisme Spectrum
Disorder (ASD)
Perhatian terhadap kelompok anak yang mengalami dysphatic perlu
diperhatikan oleh kelompok psikiater atau neurolog yang tergabung dalam
Dysfatisch Institut Amsterdam sejak beberapa tahun terakhir. Penelitian yang minim
mengenai gejala ini menyebabkan perlunya tindakan yang lebih lanjut dan teliti.
Gejala klinis yang tampak akan berbeda-beda tergantung dari usia anak tersebut.
Xavier Tan dkk, dalam bukunya yang ditulis bersama dengan kolega lainnya antara
lain dengan Charles Njiokikitjien: Dysfatisch ontwikkeling (2005), menjelaskan
definisi dari Dysphatic Development. Dysphatic Development adalah gangguan
berbahasa dan bicara akibat dari gangguan perkembangan neurologi. Ia bukan
penyakit tetapi sebuah dimensi gangguan perkembangan dalam bentuk sekumpulan
gejala dan dapat diikuti dengan gejala ikutan lainnya. Gejala utama sebagai berikut:
1) Pemahaman bahasa mempunyai tingkatan yang lebih tinggi daripada produksi
bahasa.
2) Komunikasi dialog akan lebih sulit daripada berbicara spontan, sebab
komunikasi dialog berada di bawah situasi perintah.
3) Terganggunya kelancaran bicara terutama yang menyangkut words finding.
4) Mengalami kesulitan membangun kalimat dan bentuk kata-kata
Dijelaskan juga kelompok anak-anak ini mempunyai intelegensia yang baik,
namun terdapat perbedaan atau deskrepansii profil IQ, dimana verbal IQ lebih
rendah dari performance IQ yang juga ditulis menjadi v/P. ISTILAH Dysphatic
pertama kali digunakan oleh van Uden tahun 1960. kelompok anak-anak ini
memiliki pendengaran yang buruk, ada juga yang baik namun tidak bisa berbicara.
Memiliki perkembangan intelegensia yang baik, namun diikuti dengan (verbal)
5
dysphasia. Uden membangun suatu metode yang memanfaatkan memori visual
guna mengatasi kelemahan auditifnya. Metode yang disebut “komunikasi global”
sebuah komunikasi yang dilakukan dengan balon-balon yang bisa bicara.
Analisanya memperjelas struktur kata, melkukan dikte secara visual, atau dengan
menggunakan kartu0kartu bergambar dan alfabet. Penerus van Uden, T Jansen
(1979) mengkhususkan diri pada anak-anak yang bisa mendengar dengan
komplikasi dyspraxia, prinsip terapnya adalah multidisipliner. Sedangkan
Sodenbergh (1981) dari Swedia menggunakan prinsip dari van Uden, yaitu
menggunakan metode global visual.
3. Tujuan Neurologis Xavier Tan
Melalui eksperimen yang dilakukan Dennis Molfese seorang neurologis
Amerika, tahun 1972 Xavier menjelaskan fenomena anak-anak yang mengalami
gangguan bahasa. Eksperimen bernama AERP (Auditory Even Related Evoked
Potential) menstimulus bayi dengan berbagai bunyian, seperti kata-kata, musik dan
suara gaduh. Hasilnya memperlihatkan bunyi pada bayi reaksi akan terjadi pada
otak sebelah kanan jika diberi bunyian berupa bunyian musik dan suara gaduh.
Artinya menurut Xavier perkembangan otak bayi memang tidak simetris.
Secara perlahan otak kiri akan berkembang, dimana otak kiri memiliki fungsi kerja
yang berkaitan dengan visual atau penglihatan. Kondisi asimetris ini bisa mencapai
minggu ke 29 usia bayi. Disusia sekitar 6 tahun dominasi otak akab berubah dari
kanan ke kiri, sehingga anak menguasai bicara dengan kemampuan auditori yang
diatur oleh otak kiri. Diusia 10 tahun pergerakan ini akan berakhir. Dan masa krisis
berakhir.
Xavier
Tann
mengatakan
hubungan
perkembangan
otak
dan
perkembangan berbahasa dan bicarqa disebut metamorphose. Gejala pada
kelompok anak ini perlu diberi terapi berupa stimulasi tergantung usia dan
perkembangann anak. Kseuliitan pada terapi seprti ini diukur melalui alat ukur
objek (kuantitatif).
Di akhir program, evaluasi lebih bersifat kualitatif daripada pengukuran dalam
bentuk kuantitatif, yaitu:
6
1) apakah sesi yang diberikan menyenangkan?
2) tes untuk melihat kemajuan perkembangan bernahasa lebih dinilai secara
terintegrasi dengan berbagai perkembangan lainnya.
3) bagaimana perkembangan rasa percaya diri, dan bagaimana kenyamanan
berbincang-bincang.
4) apakah komunikasi berlangsung lebih mudah.
5) apakah lebih dimengerti oleh teman bercakap-cakap.
4. Differential Diagnosis
Untuk membedakan antara anak yang mengalami gangguan berbahasa dan
bicara menurut Njiokiktijen dapat dilihat dari tabel pembagian gangguan
perkembangann bahasa fan bicara di atas. Perbedaan bentuk gangguan berbahasa
pure dysphatic development (PDD) tidak diikuti dengan masalah motorik dan juga
tidak diikuti dengan gangguan oada kemampuan berbahasa nonverbal yang dapat
menyebabkan gangguan sosial. Sekalipun ditemukan gangguan artikulasi pada anak
kecil. Mereka memiliki tingkat pemahaman yang normal bahkan tinggi. Dalam
berbagai penelitian menunjukkan anak-anak ini tidak ditemukan cacat neurologik.,
namun mengalami komorbidalitas dengan gangguan yang lebih parah. Anak-anak
yang mengalami (PDD) yang cerdas umumnya mempunyai kemampuan reseptif
yang normal atau tinggi dari anak-anak sebayanya. Karena itulah anak-anak ini
tidak dapat mengaktualisasikan potensinya secara maksimal. Terkadang anak-anak
ini juga dapat mengalami komplikasi disleksia akibat tumbuh kembangnya,
sehingga
membutuhkan
pendekatan
khusus
yang
sesuai
dengan
bentuk
perkembangannya.
5. Prinsip Penanganan
Xavier Tan menjelaskan untuk menangani anak-anak ini bukan menggunakan
program training namun dengan melakukan pendekatan semua aspek tumbuh
kembanga seseorang anak, yang dari hari ke hari berbeda. Kita perlu menggunakan
konsep metamorphose melakukan kerja sama antara guru dan orang tua.
7
Penanganan yang simultan yang dengang berbagai aspek tumbuh kembangnya. Jika
anak memiliki komorbidalitas dengan gangguan yang lain maka perlu bimbingan
individual. Namun (PDD) di mana anak memiliki kemampuan reseptif yang baik,
mampu bersosialisa dan tidak ada gangguan berbahasa simbolis, anak-anak ini
memerlukan situasi sosial yang baik, yaitu berkembang dengan kelompok anak
sebayanya.
6. Konsep Perkembangan Berbahasa dan Bicara, Fase Preverbal
Tetap berpegang pada konsep perkembangan berbahasa dan bicara yaitu
konsep metamorphose. Fase preverbal diatur oleh belahan otak kanan, yang artinya
bahasa dan bicara ,merupakan bentuk visual-glonal, serta pencandraan multisensori.
Proses senso-motoris adanya hubungan interaksi antara ayah dan ibunya yang selalu
berbiicara padanya. Sejalan dengan berjalannya waktu kata dan kalimat yang
diucapkan menjadi bentuk yang bisa dipahaminya sebagai hasil dari abstraksinya.
Pergeseran aktivitas otak kanan ke kiri membuat anak mampu membuat kalimat.
Perkembangan morfologis dan sintaksis akan tegantung dari kematangan
perkembangan belahan otak kiri. Sedangkan belahan otak kanan akan tetap aktif
dalam mengatur aspek prosodi saat bicara dan juga berbahasa informal, seperti
puisi.
Dengan mengacu pada konsep ini penanganan berupa stimulasi dan terapi
akan tergantung pada fase perkembangan bagian-bagian otak. Secara ringkas bahwa
dalam rangka memberikan stimulasi dan terapi pada anak kita perlu memanfaatkan
perkembangan emosi, gerak, ayunan dan musik. Pengembangan dan penyentuhan
emosi perlu diresonansikan dalam bentuk nyanyian dan cakap-cakap pendek,
dengan gerakan dan ayunan. Dalam hal ini perlu dihindari bentuk komunikasi
komando yaitu anak harus menjawab pertanyaan, karena hal ini merupakan suatu
kelemahan.
8
7. Faktor Pendukung
Beberapa faktor yang perlu mendapat perhatian sebagai faktor pendukung
perkembangan bahasa dan bicara anaka-anak dengan pure disphatic development:
1) faktor relasi emosi
2) kontak fisik
3) faktor motoric
4) faktor imitasi
5) faktor permainan sebagai alat bantu
8. Prinsip Penanganan pada Fase Awal Verbal
Dalam fase ini Instituut Dysfatisch Ontwikkeling menggunakan metode yang
dinamakan Tan-Soederbergh Metode yang sudah diujicobakan sejak tahun 1986.
prtinsipnya memanfaatkan perkembangan otak yang dominan pada anak. Otak
sebelah kanan yang dominan berfungsi mengatur fungsi visual, seperti logo-logo,
lebih cepat membaca melalui berbagai logo dan alfabet, maka dari itu dimanfaatkan
untuk mengembangkan kemampuan verbal yang tertinggal. Metode ini digunakan
untuk anak (DPP) usia 3-4 tahun, saat di mana anak-anak sudah mulai berbicara.
Kegiatan perkelompok antara 4-5 orang anak dilakukan secara simultan dan
terpadu di rumah orang tua. Sehingga diperlukan kerja sama antara orang tua dan
guru. Perkembangan individual juga diperhatikan sesuai dengan minat anak. Pada
dasarnya metode ini mengajarkan berbicara dan berbahasa dengan menggunakan
berbagai kata-kata yang menjadi perhatian si anak. Huruf dan kata-kata yang
menjadi perhatiannya kita kembangkan menjadi hal yang menjelaskan sesuatu.
Misalnya kata kapal jelaskan bentuk kapal itu seperti apa, di mana dapat ditemukan,
bagaimana membuantnya dan seterusnya.
Soderbergh juga menjelaskan bahwa mulailah dengan nama-nama anggota
keluarga, papa, mama, adik, kakak, dan seterusnya melalui skema gambar, foto, arti
mama dan papa serta anggota keluarga lainnya. Memanfaatkan berbagai benda yang
dapat menjelaskan figur-figur tadi. Sedangkan Xavier Tan lebih mengembangkan
apa yang sudah diperkenalkan oleh Soedenbergh, Tan mengembangkan dengan
9
pendekatan menggambar dan menulis. Apa yang dipikirkan dan dirsakan oleh anak
diharapkan dapat dikeluarkan melalui gambar. Sekali lagi Xavier Tan menegaskan
bahwa metode ini bukan program training, program yang dilakukan secara simultan
tegantung pada perkembangan seorang anak, dan hanya diberikan pada anak-anak
yang memiliki kemampuan reseptif baik.
9. Terapi Wicara Fase Verbal
Xavier Tan dan Njiokiktjien menekankan pada pelatihan berbicara dan
perbaikan gejala-gejala gangguan bicara, dan cognitive linguistik. Tujuan terapi
wicara seperti training keterampilan misalnya memperbanyak vokabulari dan
melakukan imitasi struktur kalimat. Ada lima bentuk dalam penekanan pada terapi
wicara.
a. Penekanan pada faktor verbal. Sebelum tahun 1970 dilakukan latihan
prasyarat bicara, yaitu senso-motorik, pencandraan secara umum. Setelah
tahun 1970 stimulasi dan program pengayaan bahasa dikembangkan lebih luas
lagi guna meningkatkan kualitas pelayanan.
b. Penekanan pada faktor semantik-syntaxis. Dalam
hal ini diarahkan pada
memberi pelajaran struktur syntax (gramatika). terapis memberikan layanan
disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak berdasarkan hasil dari analisa
yang dibandingkan dengan rata-rata anak seusianya. Dari sini kemudian
dilakukan latihan dengan cara mengikuti program imitasi.
c. Penekanan pada faktor semantik kognitif. Anak diarahkan agar mempuyai
kemampuan pengertian bahasa, hal ini berkaitan langsung dengan pemrosesan
bahasa. Dalam terapi nak diajak untuk memahami kata-kata, hubungan satu
kata dan lainnya, kaitan dengan tata ruang atau dimensi, waktu dan
sebagainya. Terapis banyak bertanya dan anak menjawab, Soedenbergh Tan
mengkritik bagian ini karena merupakan kelemahan anak-anak (DPP)
d. Penekanan pada faktor pragmatic. Anak diarahkan agar mempunyai
kemam[uan penguasaan bahasa, dan bagaimana penggunaan bahasa yang
baik. Komunikasi timbal balik dan interaksi sosial merupakan pusat perhatian.
10
e. Penekanan pada faktor komunikasi. Anak diarahkan bagaimana bentuk
komunikasi yang cocok untuk anak-anak dan dewasa bila kemampuan verbal
tidak lagi dikuasai.
10. Tujuan dan perangkat
Tujuan penanganan ini adalah untuk meningkatkan perkembangan bahasa dan
bicara terutama produksi bahasa dengan cara bagaimana anak dapat mengeluarkan
berbagai ide yang ada dikepalanya dalam bentuk kata-kata, serta perluasan
penguasaan berbahasa. Sekalipun pendekatannya adalah agar anak dapat
mengeluarkan berbagai ide dalam bentuk bahasa, namun dalam bentuk imitasi pun
akan mendapatkan penghargaan secara positif. Struktur gramatika juga perlu
senantiasa dilatih. Bentuk tanya jawab juga perlu difasilitasi. Pada akhirnya
diupayakan agar anak dapat berbahasa dan berbicara dengan lancar. Anak dapat
belajar mengatasi words finding secara cepat, untuk kemudian agar dapat mudah
memformulasi dan bercerita. Kemampuan berbahasa inne) distimulasi agar mampu
ditunjukkan secara eksplisit.
11. Ergotherapy
Ergotherapy adalah terapi gerak dan sensoris dalam hal ini lebih ditujukan
untuk melatih jika anak mempunyai masalah dalam pengucapan (dyspraxia) yang
disebabkan karena gangguan pada motorik dasar, indra, terlalu sensitif, serta
ganggua fisik lainnya. Tujuannya untuk mengatasi aspek gangguan secara spesifik
yang dibutuhkan dalam mendukung perbaikan bahasa dan bicara.
B. PERKEMBANGAN BERBAHASA YANG TERLAMBAT
1. Berbagai akibat perkembangan bahasa dan bicara yang tertinggal
Karena ketertinggalan bahasa dan bicara, Johan hanya mengenai
perkembangan bahasa verbal, sedangkan ia mampu berbahasa nonverbal, maka
sejak usia tiga tahun itu diharapkan orang tua dan sekolahnyalah yang melakukan
11
stimulasi perkembangannya sambil menunggu perkembangannya kelak menjelang
ia masuk ke sekolah dasar.
Stimulasi perkembangan bahasa dan bicara dengan pendekatan individual
baik di rumah dan di sekolah. Di rumah dilakukan dengan mengajaknya membaca
buku, mendengarkan musik, bernyanyi, bermain bersama, mengajaknya berjalanjalan ke supermarket, taman dan hutan. Di sekolah dilakukan oleh ibu guru
melakukan roplaying bersama teman lain yang telah baik perkembangan bahasanya,
memberinya peranan agar terjadinya kontak yang baik dan mampu merangsang
terciptanya komunikasi dua arah antarmereka. Ia juga menunjukkan berkembangnya
bahasa yang didasari pada kekuatan visualnya, yaitu tidak menyebutkan nama-nama
benda tetapi lebih menjelaskan bentuk atau gambar yang dilihatnya (akibat dari
visual learner) yang tertera pada benda tersebut. Misalnya usianya yang keempat ia
selalu menyebut stroberi untuk lemonade (sirop) karena di botol sirop tersebut
tertera gambar stroberi. Kesulitan mengingat nama-nama benda sering kali
membuatnya frustasi dan memunculkan marah, karena baik orang tua, teman, dan
guru sering kali tidak mengerti apa yang dimaksud. Karena itu ditekankan pula
untuk merangsangnya mengingat berbagai nama benda yang ada di sekitarnya dan
ditemuinya setiap hari.
Gejala lain yang ada, ia juga akan menjawab secara melompat dalam
persoalan yang dihadapinya, misalnya bila ditanya “Apa yang harus kita lakukan
jika kita sedang berjalan lalu ada mobil yang datang dari muka?” maka jawaban
yang diberikanya adalah: “ Cepat pergi ke rumah sakit, cari dokter, kalau tidak kita
bisa mati.” Padahal jawaban yang benar adalah: “ Kita harus minggir.”
Perkembangan bahasa yang seperti ini sering kali menyebabkan gangguan
komunikasi bersama teman-temamnya.
2. Rendahnya respons panggilan akibat hiperfokus
Dalam berbagai tes yang telah dilakukan, Johan menunjukkan gangguan
processing auditive yang ditunjukkan dengan rendahnya digit span test, kemampuan
reseptif yang baik namun kemampuan ekspresif yang kurang, serta berbahasa pasif.
12
Kondisi ini menyebabkan ia kurang merespons panggilan terlebih saat ia melakukan
konsentrasi yang dalam saat bermain, ia mengalami hiperfokus. Ia juga tak bisa
diajak berkomunikasi jika dilatarbelakangi oleh kebisingan, namun, ia akan sangat
mudah
diajak
berkomunikasi
jika
suasananya
sangat
tenang,
kesulitan
mempertahankan informasi mondeling namun akan sangat ingat dengan informasi
visual, sering kali tersasar ke kegiatan lain saat sesi komunikasi atau cepat
berpindah pokok pembicaraan karena ketertarikan secara visual ke arah lain, tidak
memberikan jawaban segera jika ditanya tetapi lebih memaksakan kehendaknya
agar orang yang dihadapi menjawab terlebih dahulu apa yang tengah dipikirkannya.
Begitu juga dalam tes yang dilakukan oleh seorang speech patolog ia
menunjukkan kemampuan
digit span test rendah, yang berakibat pada sulit
mengingat kembali kata-kata tanpa arti (kesulitan menghafal) serta kesulitan
mencari kata-kata yang tepat dalam suatu komunikasi. Untuk ini semua dilakukan
bimbingan baik oleh orang tua maupun speech patalog yang pada dasarnya adalah
hal-hal seperti yang dijelaskan oleh Nijenhuis tahun 2003 dalam buku kecilnya yang
berjudul Kinderen met Luisterproblemen.
a. Prosodytraining yaitu membedakan ritme dan melodi
b. Auditive discriminationtraining yaitu membedakan berbagai suara yang
ditemui sehari-hari dan membedakan bunyian ucapan.
c. Auditive synthesis and analysis yaitu latihan pemahaman bacaan dengan
cara membedakan berbagai cerita dan memintanya mengulanginya
kembali cerita-cerita tersebut serta melatih membuat cerita dari berbagai
gambar-gambar tanpa teks.
d. Auditive memory training yaitu melakukan latihan memori verbal dalam
berbagai tingkatan, sehingga item yang harus diingatnya akan semakin
luas dan banyak.
Latihan ini berupa latihan menghafal kata-kata yang tak ada artinya, dan
kalimat pendek hingga kalimat panjang yang mudah hingga yang sulit.
13
3. Tertinggalnya perkembangan sosial
Masalah tertinggalnya perkembangan ini yang lebih disebabkan karena
tertinggalnya perkembangan bahasa, bimbingan dilakukan oleh orang tua dan guru
di sekolah dengan cara lebih banyak memberikan kesempatan untuk bermain
bersama dengan teman sebaya, memberikan peranan agar turut aktif alam berbagai
kegiatan yang dilakukan bersama. Ketertinggalan perkembangan sosial emosional
ini bagi anak gifted yang merupakan kelompok anak berisiko seperti halnya Johan
dapat menyebabkan berbagai hal gangguan lain yang lebih berat seperti timbulnya.
a. Depresi dan ancaman bunuh diri
b. Faalangst dan perfeksionis
c. rasa takut, obsesi, dan fobi
d. isolasi sosial
e. keluhan sakit perut (biasanya pada gadis) dan agresi keluar (biasanya
anak laki-laki)
f. drop out dan tidak lagi mampu berfungsi di sekolah.
4. Kekurangan dalam hal fleksibilitas dan adanya kekakuan
Akibat dari perfeksionisnya menyebabkan ia menjadi anak yang kurang
fleksibel dan kaku. Kadang ia bisa fleksibel namun banyak hal pula yang ia tidak
bisa fleksibel. Hal ini berakibat pada pemilihan berbagai hal dengan variasi yang
sangat sempit, sulit menerima adanya perubahan bentuk, perubahan rasa, dan
perubahan warna. Selain itu, akibat dari perfeksionis, kuatnya memori jangka
panjang, dan kurang fleksibelnya itu, juga terjadi apa yang diterimanya pertama kali
akan bertahan lama bahkan seolah menetap dan sulit untuk mengubahnya kembali
(dalam bahasa Belanda digunakan istilah blift hangen).
Blift hangen atau keadaan yang menetap untuk pengucapan kata yang ternyata
salah penggunaan sering pula pembawaannya pada perkelahian dengan teman
bermainnya. Misalnya, temannya yang bernama Sander selalu dipanggilnya
Salamander, karena kata Salamander telah diterimanya terlebih dahulu daripada
kata Sander.
14
5. Kekurangmampuan fantasi dan imajinasi
Kekurangan fantasi diajarkan apa artinya pura-pura, bagaimana bermain purapura (tamu-tamuan, dokter-dokteran, dan sebagainya) bermain peran (menjadi
monyet, buaya, ular) membacakan buku-buku cerita yang penuh dengan dongeng
fantasi, memberikan video kartun dengan dongeng fantasi dan imajinasi. Pad
akhirnya juga ia mengerti apa artinya bohong, dipermainkan temannya, berpurapura, bermain tonil, dan seterusnya dengan kualitas yang tidak jauh berbeda dengan
teman-teman sekelasnya.
6. Terkembangnya rasa takut dan faalangst negatif
Faalangst negatif adalah suatu perasaan takut gagal yang berlebihan yang
sebenarnya ia mampu. Gejala yang ditampilkan antara lain adalah suatu bentuk rasa
takut yang berpengaruh terhadap prestasi. Faktor faalangst sendiri dibutuhkan
dalam upaya mempertimbangkan efektivitas pencapaian tujuan, namun jika
berlebihan justru akan berakibat buruk. Timbulnya faalangst adalah karena sifat si
anak yang sangat perfeksionis dengan begitu ia menuntut hasil yang terbaik namun
berbagai hal yang ada pada dirinya belum menunjang.
7. Kekurangmampuan adaptasi terhadap lingkungan dan adaptasi terhadap
perubahan
Kekurangmampuan beradaptasi terhadap perubahan yang sangat cepat akan
tampak sekali jika ia harus bermain bola kaki atau bola basket, di mana dalam
permainan seperti ini sering kali bola tak terduga disepak atau ditendang kemanamana. Ia akan merasa nyaman dalam olahraga yang sifatnya tidak bekerja sama,
seperti gimastik atau naik sepeda. Namun olahraga lari dan jalan santai justru juga
akan membuatnya bosan. Meski ia di masa belitanya tidak fleksibel, lambat laun
perilaku ini juga berubah, selain melalui diskusi, ia juga bisa membaca gelagat
secara umum.
15
8. Keadaan gangguan konsentrasi
Sering kali anak-anak seperti ini terdiagnosa ADHD yang menunjukkan
dengan segala hiperaktif, tidak bisa diam, dan gangguan konsentrasi. Namun,
ADHD adalah suatu gejala perilaku bermasalah dan gangguan konsentrasi atau
pemusatan perhatian di semua setting.
9. Anxiety dan perilaku seperti paranoia
situasi seperti ini adang terjadi jika ia melakukan pemikiran-pemikiran yang
sifatnya sangat analisis jauh dan meletakkan hubungan satu dengan lainnya, namun
belum tentu benar. Dengan kata lain, ia mengalami ketidakseimbangan
perkembangan kognitifnya yang bisa berakibat pada bentuk perilaku yang sulit.
Perkembangan analisis dan kreativitas berfikirnya terlalu maju, namun belum
disertai dengan pengetahuan tentang realitas, yang kesemuanya akan menyebabkan
ia maerasa bingung, frustasi, dan depresi. Hal-hal yang menyebabkan kefrustasian
dan depresi pada umumnya yang lebih menyangkut kepada masalah kemanusiaan,
hidup, mati dan sakit. Gejala seperti ini mulai tampak saat ia berusia sekitar lima
tahun, di mana sering kali juga diikuti dengan rasa ketakutan terhadap hal-hal yang
ia bayangkan.
10. Perkembangan sensoris yang terlalu hebat (taktil/raba, auditori, visual,
pengecapan dan penciuman)
Rasa geli tak enak terhadap kancing baju, merek baju di pundak, retsliting,
atau baju yang kasar menyebabkan ia selalu memilih baju tanpa kancing, tanpa
retsliting, merek harus digunting, dan bahan yang halus. Kepekaa tektil/raba justru
menyebabkan ia selalu ingin meraba berbagai benda yang ada di sekitarnya.
Pendengaran yang sangat kuat, saat bayi ia selalu terkejut, mudah terbangun dan
kesulitan tidur. Sekitar usia dua hingga tiga tahun mengalami kesulitan masuk ke
dalam tidur sehingga memerlukan menggunaan kop telinga dengan musik ringan,
selain agar ia tidak terganggu dengan bunyian di sekitarnya juga memberikan
16
konsentrasi pada musik dan ketenangan. Perkembangan visual yang sangat hebat ini
menyebabkan ia mudah sekali beralih perhatian kepada benda-benda yang bergerak
dan sebagainya. Selain itu, kuatnya penciuman dan pengecapan menyebabkan ia
sangat mudah mengenali perubahan rasa makanan, yang berakibat pada penolakan
makanan jika ada perbedaan rasa sekalipun hanya sedikit.
11. Perkembangan motorik, tidak sinkron antara motorik kasar dan motorik
halus
Hiperaktif yang banyak gerak lebih banyak menggunakan motorik kasar,
namun motorik halus dan letaralisasi tangan kiri dan tangan kanan yang masih
tertinggal akan tampak sangat menjadi masalah saat ia harus makan di meja makan.
Badannya cenderung tidak bisa diam, bergerak-gerak, pantat maju mundur, kaki
menyepak-nyepak, namun tangan harus memegang sendok dan garpu yang tidak
cakap, menyebabkan ia mudah frustasi, dan cenderung tidak mau menyelesaikan
makan serta meninggalkan meja dalam keadaan nasi terlempar ke mana-mana.
Banyak anak-anak visual learner dengan kemampuan analisis tinggi justru
mengalami gangguan motorik kasar, bukan karena bergangguan motorik secara
neurologis, tetapi hanya karena ia mengalami faalangst negatif.
12. Perkembangan sosial emosional, terlalu sensitif dan jaga imej
Terlalu sensitif adalah salah satu bentuk yang menyebabkan kesulitan dalam
perkembangan sosial emosionalnya. Ia sebagai anak yang introver dan perfeksionis,
sebagaimana juga penjelasan Linda Silverman, bahwa anak-anak ini selalu jaga
imej.
13. Gangguan Belajar dan Bimbingannya
Specific learning disabilities adalah keadaan seseorang yang hampir normal
namun mengalami gangguan dalam satu atau lebih area inteligensi yag berakibat
pada gangguan belajar (menulis, membaca, dan berhitung). Tempat pendidikan
yang cocok untuk anak-anak specific learning disabilities sebagaiman seruan dari
17
Unesco dalam Deklarasi Salamanca 1994 adalah dalam pendidikan yang disebut
Inclusive Education, yaitu suatu pendidikan yang menghormati hak asasi setiap
anak untuk mendapatkan pendidikan yang sebaik-baiknya, yang memperhatikan
bahwa setiap anak adalah unik, menggunakan pendekatan didaktif dan competence
base curriculum bukan lagi content base curriculum.
a. Membaca, mengeja dan dikte
Pada usia tiga tahun, pengatahuannya tentang berbagai simbol telah
membawanya pada kemampuan membaca dengan sistem simultan. Ia bisa membaca
banyak kata-kata tetapi tidak bisa mengeja dan dikte yang membutuhkan
kemampuan auditif, di mana informasi yang masuk adalah secara sekuensial.
Berbagai karakteristik simbol kata yang disimpannya melalui memori visual,
menyulitkannya saat ia harus mengubah cara belajar membaca yang menggunakan
sistem eja (spelling) dengan begitu berakibat juga ia mengalami kesulitan menulis.
Namun, apabila ia dibiarkan membaca dengan cara yang dimilikinya (secara
simultan akibat visual learning-nya ) ia akan mengalami kesulitan membaca sebab
ia harus menghafalkan kata-kata yang telah dillihatnya. Ia tidak akan bisa membaca
berbagai kata-kata baru yang belum dikenalnya. Gangguan sepeti ini akan berakibat
juga akan mengganggu presentasinya pada pelajaran-pelajaran lain.
b. Menulis
Gangguan menulis sebetulnya bukan merupakan learning disabilities jika
gangguannya disebabkan hanya karena motorik halus seperti yang dikemukakan
oleh Role de Groot dan J. Paagman, namun jika gangguan motorik ini tidak
ditanggulangi akan menyebabkan gangguan menulis yang bisa seperti gangguan
diklesia dan disgrafia, atau juga menumbuhkan faalangst dan konsep diri negatif.
Gangguan menulis yang termasuk learning disabilities adalah jika terdapat
gangguan koordinasi mata tangan yang termasuk dalam pemrograman motorik.
Maksudnya ia melihat simbol, huruf dan kata dengan mata atau mendengarkan
bunyian ucapan yang lalu diproses menjadi simbol dalam otak, otak memerintah
otot-otot tangn untuk menuliskan simbol-simbol tdai berupa huruf-huruf yang harus
disusunnya satu per satu. Bila terjadi gangguan dalam proses ini, berupa gangguan
18
penulisan yang terbalik-balik (p menjadi d, atau b menjadi d), huruf konsonan yang
berdempet-dempet beberapa buah, disebut diklesia. Pada anak-anak yang visual
learner mempunyai resiko untuk mengalami gangguan diklesia sekaligus disgrafia,
sebab cara berpikirnya bukan word learner.
c. Berhitung
Seseorang yang diklesia sering kali diikuti dengan gangguan berhitung,
disebut dengan diskalkulia. Istilah ini sebetulnya merupakan istilah medic,
sedangkan learning disabilities merupakan istilah pendidikan. Karena itum seorang
pendidik memerlukan informasi dari seorang dokter setidaknya seorang neurologi
untuk masalah seperti ini, agar arahan penanganannya bisa tepat. Namun seorang
dokter juga memerlukan informasi dari seorang psikolog perkembangan anak untuk
mengetahui bagaimana perkembangan inteligensianya, setidaknya untuk melihat
gangguan berhitung ini diperlukan informasi tentang perkembangan inteligensia
yang menyangkut kemampuan pandang ruang, logika analisis, dan kreativitas.
Selain metode penanganannya oleh para pendidik, juga untuk melihat rekaan
prognosanya.
Umumnya yang mempunyai kemampuan pandang ruang, logika analisis dan
kreativitas yang sangat baik sebagaimana halnya anak-anak gifted ini, mempunyai
prognosa yang juga sangat baik. Sebab dengan adanya potensi ini akan dengan
mudah menyerap berbagai latihan untuk mengatasi kekurangannya. Secara kreatif ia
juga harus mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya. Namun apabila
kondisi ini tidak terdeteksi sejak awal, dikhawatirkan justru akan menimbulkan
masalah baru lainnya.
Pada anak-anak visual learner yang mempunyai kemampuan pandang ruang,
logika analisis dan kreativitas yang rendah, akan memerlukan pendekatan yang
berbeda. Sebab belajar berhitung terutama matematika memerlukan kemampuan
pandang ruang, logika analisis, dan kreativitas yang tinggi. Namun pada anak-anak
visual learner yang mempunyai gangguan pemrosesan auditif akan mengalami
kesulitan menghafal (akibat short term memory yang lemah). Karena itu pada anakanak visual learner yang sekalipun ia mampu mengerjakan tes IQ dan mempunyai
19
kemampuan performance yang sangat baik, sering kali mendapatkan angka
pelajaran berhitung sederhana yang kurang baik. Ia selalu harus terus-menerus
menggunakan jari-jari atau abacus. Karena itulah sekalipun anak-anak ini
mempunyai performance IQ yang tinggi, namun di kelas-kelas sekolah dasar yang
masih membutuhkan pelajaran menghafal ia mengalami underachiever yang bisa
berakibat pada masalah lainnya, kefrustrasian dan masalah perilaku.
C. PENGEMBANGAN KETERBAKATAN
1. Bakat, Apakah Itu?
Untuk anak gifted bakat dilakukan dengan pendekatan nature dan nurture, di
mana masalah nature biologis adalah potensi bawaan seseorang yang sifatnya
adalah genetik dan akan senantiasa menjadi blue print perkembangannya.
Sedangkan narture adalah upaya-upaya yang dilakukan agar potensi itu dapat
terwujud dalam bentuk prestasi. Sedangkan teori Gardner lebih menekankan bahwa
faktor terbesar dalam pengembangan bakat adalah faktor bimbingan (nurture),
sehingga menurutnya faktor nature adalah sangat kecil. Ahli keberbakatan
mainstream tetap berpatokan pada pengertian bahwa keberbakatan adalah potensi
bawaan yang harus mendapatkan bimbingan pengembangan.
Sedangkan Gardner tidak membicarakan masalah ini, namun mengutamakan
bagaimana mengembangkan bakat yang disebutnya sebagai inteligensia seorang
anak. Semua anak akan mendapatkan kesempatan yang sama agar dapat berlatih dan
meraihnya. Inteligensia dan bakat dapat deprogram melalui serangkaian latihan.
Karenanya banyak kritik yang dikemukakan terhadap Gardner adalah jika
memberikan model ini tanpa melihat berbagai keragaman kondisi anak, artinya
sebagai orang tua hanyalah bermain trial and error terhadap anak, dan sudah
menyimpang dari banyak temuan-temuan ilmiah. Karena teori Gardner masih dalam
bentuk pemikiran filosofis, tidak ada alat ukur bagaimana menentukan inteligensia
ganda yang dikemukakan itu, pada akhirnya terjadi variasi yang besar di lapangan,
tergantung guru dan orang tua bagaimana cara yang dirasanya fun dalam
mengembangkannya. Bahkan bisa terjadi stimulasi yang berlebihan karena tak tahu
20
dasar dan batasnya lagi kapan harus berhenti melakukan stimulasi. Sementara itu
stimulasi yang berlebihan hasilnya akan sama saja dengan jika seorang anak tidak
dilakukan stimulasi atau bimbingan.
Perkembangan otak manusia yang tidak simetris sebagaimana teori dari
Geschwind & Galaburda tentang teori dominasi dan lateralisasi pada otak. Beberapa
hal yang penting dari teori ini adalah:
a. Perkembangan normal otak manusia justru mempunyai struktur yang
asimetris.
b. Kekuatan tangan kanan dan dominasi bahasa diatur oleh belahan otak
sebelah kiri adalah kondisi bawaan yang diturunkan secara genetik,
dengan kata lain bahwa secara normal belahan otak kiri berkembang
secara dominan dan akan mengatur perkembangan bahasa dan kebiasaan
penggunaan tangan kanan. Sedangkan belahan otak kanan akan mengatur
kemampuan dimensi.
c. Tidak adanya pola dominasi ini menurut Geschwind & Galaburda
merupakan keadaan penyimpangan dominasi yang dapat disebabkan saat
kehamilan adanya pengaruh penekanan kerja dari hormone testoteron.
d. Keadaan anatomi yang asimetris ini merupakan hal yang genetik, yang
pembentukannya saat berada di dalam kandungan. Penggunaan tangan kiri
lebih banyak pada laki-laki, diperkirakan karena faktor perbedaan jenis
kelamin. Keadaan otak dari kelompok diklesia ini mempunyai otak yang
simetris sama besar.
e. Sementara itu produksi testoteron juga dipengaruhi oleh faktor eksternal,
sedangkan terjadinya pola yang menyimpang karena adanya faktor yang
menghambat kerja hormon testoteron.
Dalam pengembangan keberbakatan menurut Monk guru besar psikologi ahli
anak gifted menjelaskan bahwa keberbakatan (giftedness) adalah suatu potensi
bawaan yang memerlukan pembinaan guna mencapai prestasi sesuai dengan
potensinya, bisa merupakan kombinasi dari beberapa bidang di bawah ini, setiap
21
anak gifted akan mempunyai beberapa atau kombinasi dari bidang keterampilan
tersebut:
a. Bidang kognitif atau prestasi intelektual;
b. Bidang kreativitas atau produktivitas;
c. Bidang artistik (seni dan musik); dan
d. Bidang sosial (kemampuan kepemimpinan).
Menurutnya bahwa kreativitas dan motivasi banyak dipengaruhi oleh
lingkungan. Bagaimana lingkungan dapat memahami tumbuh kembang, pola
perilaku, dan berbagai karakteristik personalitas seorang anak gifted, semuanya akan
memengaruhi seorang anak gifted dalam rangka mengembangkan kreativitasnya,
serta mendorong motivasi internalnya agar mencapai apa yang diminati dan dicitacitakan. Sedangkan potensi bidang keterampilan (misalnya inteligensia, musik, seni,
kepemimpinan) dengan kapasitas tinggi yang dimiliki seorang anak lebih banyak
dipengaruhi oleh faktor internal anak itu sendiri, yaitu faktor bawaan atau genetik.
Menurut Monks untuk mengenali bahwa anak adalah seorang anak gifted,
bagaimana minat dan bakatnya, masih belum cukup jika hanya menggunakan
identifikasi secara umum. Untuk itu memerlukan in-depth individual diagnosis
karena hal ini akan menyangkut bukan saja kemampuannya di bidang intelektual
atau kognitifnya, area inteligensia yang kuat dan yang lemah, tetapi juga
menyangkut berbagai hal lainnya, yaitu karakteristik personalitasnya, minat dan
cita-citanya, bagaimana situasi sosialnya dalam penerimaan seorang anak gifted
dalam mengembangkan keberbakatannya. Tak ditinggalkan pula faktor minoritas
dan masalah gender.
Dalam mengasuh anak, pendekatan yang digunakan dalam pendidikan anak
yang diatur oleh kementerian pendidikan adalah menggunakan pendekatan
multifaktor yang dikemukakan oleh Renzuli dan Monk dalam Tiel (2015, 353) yang
dinamakan Triadik dari Renzulli-Monks.
22
Sekolah
Keluarga
Motivasi
Kreativitas
Kemampuan
Luar Biasa
Lingkungan
Keberbakatan
Andai salah satu faktor di atas luput dari perhatian dan tidak menjadi
pendukung pengembangan keberbakatan, menurut Monks, prestasi keberbakatan itu
juga tidak akan terwujud.
2. Model Pendidikannya
a. Masuk dalam Sekolah Reguler
We zijn samen weer naar school (kita kembali bersama ke sekolah) adalah
inovasi sistem pendidikan di Belanda dalam menanggapi kebutuhan pendidikan
yang memerhatikan bahwa setiap anak mempunyai keunikan masing-masing
(omgaan met verschillen) dengan pendekatan sistem pendidikan yang adaptif, yang
artinya bahwa pendidikan yang ditawarkan harus mampu diterima oleh setiap
murid. Bentuk ini merupakan reaksi terhadap keadaan yang dirasa semakin kurang
menguntungkan terhadap anak-anak yang mempunyai kebutuhan khusus dalam
pendidikan dengan cara memisahkannya dari komunitas anak-anak yang disanggup
normal dalam sekolah-sekolah khusus atau luar biasa (special onderwijs).
Pemisahan dimulai sejak pascaperang dunia yang pada akhirnya menghasilkan
bentuk yang semakin beragam, maka sejak tahun 1963 sistem pendidikan seperti ini
mulai dirasa kurang menguntungkan bagi perkembangan anak, di samping itu
dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dalam deteksi anak-anak
bermasalah mengakibatkan jumlah anak bermasalah menjadi semakin meningkat
23
yang menyebabkan bangku sekolah khusus yang disediakan tidak seimbang lagi
dengan kebutuhan. Sejak itu adanya bentuk sekolah reguler (umum) dapat
menerima anak-anak yang membutuhkan perhatian ekstra. Dan pada tahun 1990
ditetapkanlah adanya bentuk sekolah ini yang kemudian disebut We zijn samen weer
naar school.
We zijn samen weer naar school yang merupakan bentuk sekolah dalam
sistem reguler ini awalnya menerima anak-anak yang normal tetapi sekaligus juga
dapat menerima anak-anak yang mengalami gangguan belajar spesifik (pesific
learning disabilities) yaitu diklesia, disgrafia, dan diskalkulia. Namun pada tahun
2000 sekolah-sekolah reguler ini menerima anak-anak gifted baik yang mempunyai
prestasi maupun yang mengalami prestasi rendah (underachiever) dan bermasalah.
Anak-anak dengan ADD/ADHD dapat diterima tahun 2000. Pada tahun 2002
kemudian dapat menerima anak-anak dengan ASD (Autistic Spectrum Disorder)
dengan batasan inteligensia normal ke atas.
Anak-anak dengan berbagai gangguan lainnya (gangguan inteligensia yang
berat; cacat primer, seperti buta, tuli dan cacat fisik lainnya; serta gangguan mental)
tidak dimasukkan dalam sekolah reguler. Sehingga model sekolah inklusif Belanda
(di mana sekolah umum/reguler dapat menerima anak dengan kebutuhan khusus)
berbeda dengan model sekolah inklusif yang dikembangkan oleh Unesco yang
inovasinya didasari Deklarasi Samalanca tahun 1994 bahwa setiap anak mempunyai
hak untuk mendapatkan pendidikan yang sebaik-baiknya serta pendidikan perlu
memerhatikan keunikan setiap individu, mode inklusif yang dikembangkan oleh
Unesco adalah bentuk sekolah reguler yang terbuka untuk berbagai anak
berkebutuhan khusus, sehingga negara yang menggunakan model ini tidak lagi
memerlukan adanya sekolah-sekolah khusus (SLB).
Dalam pelaksanaan ini diadakan kerja sama dan pengembangan secara lintas
program antar sekolah-sekolah reguler dan sekolah khusus. Sebagian anak-anak
yang dirasa sudah dapat dipindah ke sekolah reguler, tidak perlu lagi ke sekolah
khusus atau sebaliknya. Jika yang dipreritaskan adalah mengatasi permasalahan
yang disandang oleh seorang murid bisa dipindahkan ke sekolah khusus. Masuknya
24
anak-anak gifted ke sekolah refuler inklusif Belanda sebagai kelompok anak yang
membutuhkan perhatian khusus ini juga diperlukan keputusan bersama antar
Menteri Kesehatan dan Menteri Pendidikan. Yang memberlakukan bahwa dalam
melihat kebutuhan pendidikan anak-anak gifted diperlukan dua aspek pandangan
yang sama pentingnya, yaitu (Ministrie van Onderwijs, Cultuur en Wetenschappen,
2001):
1) Aspek permasalahan yang disandang anak-anak gifted yang dapat
menyebabkan
anak-anak
ini
mengalami
prestasi
yang
rendah
(underachiever);
2) Aspek pengembangan potensi keberbakatan.
Istilah gifted di Belanda lebih dikenal dengan sebutan hoogbegaafd (potensi
tinggi) yang dalam penggunaan bahasa Inggris lebih dikenal dengan istilah high
ability yang pengertiannya lebih mengacu pada potensi yang dimiliki setiap anak
gifted, daripada produk atau prestasi yang dihasilkan. Istilah high ability ini kini
lebih banyak digunakan dan menjadi istilah resmi di beberapa negara Eropa. Dalam
kerja sama pendidikan anak-anak gifted di Eropa berbagai negara bersatu dan
membentuk sebuah lembaga konsil dengan nama ECHA (European Council for
High Ability). Sementara Amerika masih menggunakan istilah Gifted Center.
Perbedaan dasar teori dua belahan benua antara Eropa dan Amerika ini juga
membawa dampak pada debat teoretis tentang anak-anak gifted yang membutuhkan
pendekatan dan waktu yang tidak sedikit. Debat teoretis yang belum selesai ini akan
membawa pada tidak pernah selesainya perundang-undangan tentang pendidikan
anak-anak gifted yang tidak berprestasi, bermasalah, serta yang bergangguan
perkembangan di Amerika yang sebetulnya model pendekatannya kemudian banyak
ditiru oleh banyak negara yang mengacu pada pendidikan model Amerika.
b. Adaptive Education dan Psycohoeducational Assesment
Masalah anak-anak gifted umumnya muncul saat mereka berusia di bawah
lima tahun dan saat-saat sekolah dasar. Di sekolah lanjutan pada umumnya berbagai
masalah yang ada sudah dapat diatasinya, serta perberdaan tingkat perkembangan
25
anak-anak di usia sekolah lanjutan sudah tidak terlalu mengalami kesenjangan yang
besar. Para ahli melaporkan, bahwa hal ini disebabkan bukan hanya karena masalah
disikronitas perkembangannya, tetapi juga gaya berpikir yang berbeda dengan anakanakn umumnya.
Gaya berpikir yang gestalt (global dan analisis) menyebabkan ia tidak bisa
menerima pendidikan konvensional yang membutuhkan gaya berpikir sekuensial.
Karena itu jika materi pendidikan tidak diberikan sesuai dengan gaya berpikir dan
minatnya, hal ini akan membawanya ke bentuk prestasi rendah yang bisa berlanjut
pada kefrustasian dan masalah prilaku lainnya. Dalam menanggapi kebutuhan anak
gifted serta anak-anak berkebutuhan khusus lainnya, materi yang diberikan dalam
pendidikan regular di sekolah dasar dapat dilakukan dengan memberikan kurikulum
berdeferensial dan metode yang sesuai dengan karakteristik setiap anak didik.
Pendekatan ini lebih dikenal sebagai adaptive onderwijs (pendidikan yang adaptif).
Usia wajib sekolah dimulai umur empat tahun hingga usia sekolah lanjutan,
dan guna memberikan pendidikan yang berdiferensiasi dengan competence –basedcurriculum. Pada anak-anak ini sejak dini sudah dilakukan psycoeducational
assessment. Psycoeducational assessment, yaitu saat pendidikan di usia empat tahun
di taman kanak-kanak, yang dilakukan oleh dokter sekolah, dinas bimbingan
pedagodi, speech pathologist, dan seterusnya dibantu oleh guru dan konselor.
Kelompok profesi ini merupakan profesi yang bekerja secara regional dalam
tingkatan desa atau kecamatan. Bila diperlukan untuk diakses lebih lanjut makan
dikirim ke pusat-pusat asesmen yang lebih tinggi.
Usia 4-6 tahun bukan saja sebagai tempat untuk pengembangan intelektual,
tetapi lebih merupakan pusat tumbuh kembang, baik intelektual, fisik, psikologi,
sosial, motoric, bahasa, dan wicara. Karena itu pendidikan di usia ini dikaitkan
dengan program kesehatan yang dilakukan oleh dokter sekolah dipantau oleh dinas
kesehatan. Dokter sekolah membawahi beberapa sekolah dan bertanggungjawab
terhadap kesehatan dan tumbuh kembangnya anak-anak disekolah mulai taman
kanak-kanak hingga sekolah lanjutan. Selain itu, ia juga melakukan penyuluhanpenyuluhan baik kepada murid dan orang tua.
26
Guna pelayanan yang maksimal terhadap anak-anak gifted, apabila ada hal-hal
baru dalam metode pengajaran anak gifted, untuk itu para guru mendapat pelatihan
atau tambahan pendidikan di pusat-pusat pendidikan guru untuk anak gifted.
Psycoeducational assessment adalah salah satu penunjang sistem pendidikan adaptif
berbasis kompetensi yang sangat penting. Apabila seorang anak mendapatkan
catatan dari dokter tumbuh kembang bahwa ia mempunyai perkembangan yang
memerlukan perhatian,
dokter sekolah akan segera melakukan
berbagai
pemeriksaan dan mengirimnya ke schoolbelgeleidingdienst dengan referral melalui
dokter keluarga untuk dilakukan psycoeducational assessment.
c. Diagnostik dan Portfolio
Apabila ada catatan dari dokter, seorang anak yang dating ke sekolah tidak
lagi akan membawa diagnose dokter dan psikolog, tetapi diagnose dari seorang
pedagog ataupun othopedagog. Oleh psikolog beserta pedagog di lembaga
schoolbegeleidingdienst, diagnosi dokter tersebut dan akan segera diterjemahkan
menjadi orthopedagogiagnostik dengan cara melakukan kembali berbagai tes yang
diarahkan pada bagaimana cara-cara bimbingan yang sesuai untuk seorang anak.
Pada dasarnya diagnositik prasyarat kemampuan anak menerima pelajaran
dengan vara melakukan berbagai pemeriksaan dan tes baik kulaitatif maupun
kuantitatif yang ditunjukkan kepada:
1) Kondisi internal murid:
a) Gangguan perkembangan biologis;
b) Gangguan perkembangan psikologis: (1) intelektual; (2) motivasi dan
emosi; (3) perkembangan bahasa dan wicara; (4) perkembangan
motorik; (5) perkembangan sosial; (6) pengetahuan umum; (7)
kemampuan; (8) perilaku belajar; dan (9) strategi pemecahan masalah.
2) Kondisi eksternal murid, seperti keluarga, peergroup, sekolah, dan
budaya
Guna perencanaan pengelolaan di dalam kelas dilakukan pemeriksaan yang
dikenal sebagai pedagogisch-didactisch onderzoek. Pemeriksaan ini merupakan
27
lanjutan
dari
pemeriksaan-pemeriksaan
sebelumnya,
dan
dilakukan
oleh
schoolbegeleider, otrhopedagog, interne begeleider, dan guru berpengalaman.
Dengan pemeriksaan ini akan diperoleh informasi bagaimana setiap anak dapat
berfungsi dalam beragam permainan, pelajaran, dan situasi kerja. Bidang-bidang
yang diamati adalah berbagai aktifitas yang dikerjakan murid dalam rangka
pengasuhan dan pembelajaran. Kesimpulan ditarik terhadap semua facet
perkembangan baik dalam situasi di sekolah maupun di rumah. Observasi tersebut
adalah terhadap bidang-bidang perkembangan:
1) Orientasi pandang ruang
2) Motorik
3) Pengenalan anggota badan
4) Orientasi waktu
5) Pengenalan lingkungan, bahasa, dan gaya berpikir
6) Kemampuan membaca dan menulis
7) Hitungan sederhana, dan lain-lain
Semua hasil pemeriksaan, laporan guru, orang tua, hasil kerja anak
dikumpulkan dalam satu map yang kemudian disebut portfolio. Dari berbagai
catatan inilah guru dibantu oleh konselor sekolah untuk menarik kesimpulan apa
yang harus diberikan pada seorang anak bimbingnya. Portfolio akan menyertai anak
hingga ia menyelesaikan studinya sejak taman kanak-kanak hingga akhir sekolah
dasar. Portfolio ini akan terus bertambah dan sewaktu-waktu digunakan kembali
untuk bahan evaluasi.
Sinyal giftedness atau keberbakatan yang perlu mendapatkan perhatian adalah
seperti yang dijelaskan oleh van Gerven, dalam bukunya adalah : cepat dalam
pemahaman, mempunyai bidang minatan yang luas, kemampuan belajar dengan
tempo sangat panjang, kemampuan bahasa yang tinggi, kemampuan pemecahan
masalah secara cepat, kemampuan analitik yang tinggi, sangat kreatif dan sangat
orisinal, kematangan jiwa, menyenangi pekerjaan yang sulit dan menantang,
mempunyai memori yang sangat baik, mempunyai ketahan kerja yang tinggi,
28
perfeksionis, menyukai bekerja secara mandiri, mempunyai kekuatan dalam
beberapa bidang tertentu, dapat berpikir secara intuitif, mempunyai kebutuhan untuk
melakukan kontak dengan yang lebih dewasa.
d. Kompetensi di dalam Kelas
Dengan pendekatan competence based curriculum, artinya tidak ada lagi
anak yang disebut anak bodoh atau anak pandai, tetapi setiap anak membawa
keunikannya masing-masing dan duduk di dalam kompetensinya. Dalam hal ini di
dalam kelas juga tidak ada sebutan sebagai anak gifted, tetapi sebagai anak maju
daripada anak lain di dalam kelas. Setiap anak seringkali tidak merata dalam
kecepatan menempuh setiap mata pelajaran, maka anak tersebut bisa saja dalam
pelajaran membaca buku di kompetensi yang lemid daripada pelajaran lainnya.
Tujuan pelajarn yang ditetapkan menjadi sangat fleksibel, bisa ditempun sesuai
dengan kemampuan dan tempo menempuh pelajaran.
Anak yang tidak mampu mencapai minimum kompetensi yang ditetapkan
oleh pihak sekolah akan dievaluasi kembali (psikodiagnostik) untuk mengetahui
berbagai hal yang menghambat kegiatan belajarnya. Apabila diperlukan ia bisa
dipindahkan ke sekolah khusus agar mendapatkan perhatian ekstra dan metode yang
lebih khusus. Apabila masa kana-kana (grup 1 dan 2) merupakan pusat tumbuh
kembang anak, maka grup tiga dan seterusnya sudah merupakan masa-masa belajar
yang sesungguhnya, dimana pendidikan berbasis kompetensi dimulai.
Saat ia menyelesaikan pendidikan sekolah dasar, maka setiap anak akan
membawa kompetensinya masing-masing. Bagi anak-anak yang mempunyai
kompetensi intelektual yang tinggi dalam bidang sains dan teknologi, akan
dipersiapkan masuk ke sekolah yang disebut gymnasium, lyseum, atenium untuk
selanjutnya ke perguruan tinggi yang akan lebih mengarah pada pengembangan
ilmu. Kepada yang mempunyai kapasitas intelektual baik dan terampil diarahkan
masuk ke sekolah menengah profesi dipersiapkan ke perguruan profesi. Kepada
yang mempunyai keterampilan yang baik diarahkan ke sekolah kejuruan, dan
29
sisanya masuk ke sekolah lanjutan menengah untuk kemudian dapat menjadi tenaga
menengah.
e. Progam Pelayanan Keberbakatan
Anak-anak gifted ditempatkan di sekolah-sekolah regular. Sebagaimana
anak –anak yang membutuhkan kebutuhan khusus, anak-anak gifted membutuhkan
materi lebih sekaligus membutuhkan remedial teraphy. Pelayanan terhadap
pengembangan keberbakatan adalah dengan cara pemberian tugas-tugas percepatan,
pengayaan, dan pendalaman. Percepatan (akselerasi) adalah meloncatkan anak ke
tingkatan kelas yang lebih tinggi, dengan mempertimbangkan; (1) kapasitas
intelektual; (2) tingkat kemampuan didaktik; (3) perkembangan sosial dan
emosional. Selain itu, Percepatan juga bisa diberikan di dalam kelas dengan
mengambilkan bahan-bahan di kelas atasnya.
Pengayaan adalah memberi kesempatan anak didik mempelajari hal-hal lain
sesuai minatnya di luar materi yang ditawarkan oleh pihak sekolah. Hal ini untuk
memberi kesempatan menyalurkan dorongan internal untuk memecahkan persoalan
yang lebih menantang. Program pengayaan juga menyangkut perluasan dan
pendalaman materi. Materi tugas pengayaan dan pendalaman dapat secara kreatif
dan dikembangkan oleh guru bersama orang tua dengan mencarikan mentor-mentor
yang ada di dekat sekolah atau orang tua yang dapat membantu mengembangkan
ide-ide kreatifitas siswa.
f. Bentuk Pendidikan Sekolah Dasar Lain
Di samping sekolah dasar regular yang diselenggarakan pemerintah,terdapat
bentuk sekolah dasar lain yang diselenggarakan oleh pihak swasta menggunakan
metode pendekatan yang berbeda, yang dalam sistem pendidikan Belanda disebut
dengan Vrije School (sekolah bebas). Pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan adaptif, namun memberikan kebebasan setiap individu sekolah agar bias
mengembangkan bakat seluas-luasnya. Sehingga setiap anak secara bebas dapat
memilih mata pelajaran apa yang menjadi minatnya untuk dikembangkan sebebasbebasnya tanpa memberi batasan sampai mana yang bias ia capai.
30
3. Peran Orang Tua
a. Apa yang Perlu Diketahui?
Apabila dalam psikodiagnostik menunjukkan bahwa anak tersebut mempunyai
potensi giftedness, maka segera orang tua mendapatkan kewajiban dari pemerintah
untuk mengikuti kursus-kurusu, menerima buku wajib sebagai bahan bacaan, harus
selalu membangun kontak dengan para profesional, interne begeleider, dan guru
kelas. Para orang tua juga diwajibkan untuk mengikuti kelompok orang tua anak
gifted yang dibangun untuk menampung keluhan, mencari informasi, dan sekaligus
bimbingan dari tenaga ahli. Pertemuan diadakan secara rutin guna mencari ide-ide
dan pengembangan serta masukan kepada pemerintah guna peningkatan pelayanan
anak berbakat.
Orang tua memiliki peranan besar dalam pengembangan berbagai bakat yang
dimiliki anak selain bakat intelektual. Hal yang harus dilakukan orang tua adalah
selalu siap menyediakan waktu jika anak menanyakan sesuatu dan menginginkan
sesuatu. Bagi anak yang visual leaner dan banyak gerak, orang tua bisa
mengupayakan agar sering ke luar ke tempat-tempat yang baginya menarik
perhatian, misalnya kebun binatang dan museum. Anak yang visual leaner dan
banyak gerak, masa-masa balitanya tampak sekali jika hanya ingin berlari keluar,
atau disebut juga outdoor child. Ia sangat tertarik pada lingkungan dan alam.
Binatang dan manusia adalah objek perhatian yang selalu menjadikan inspirasi
menggambarnya.
Pada usianya yang ke- 10, ia sudah mampu bersosialisasi dengan baik, mampu
berbahasa dan berbicara dengan baik, berkumpul dengan teman-teman sekolah dan
tetangganya untuk bermain bersama atas prakarsa dirinya. Dalam perkembangan
seperti ini, bisa dipahami bahwa ia tidak mampu mengembangkan segala sesuatu
secara bersamaan. Selalu ada prioritas tanpa mengurangi prestasi yang sudah
dicapainya. Aldenkamp (dalam Tiel, 2015, 367) mengatakan bahwa anak-anak yang
mengalami keterlambatan kematangan perkembangan pada saat menjelang masa
puber akan mengalami perkembangan yang membaik, terjadi normalisasi
perkembangan.
31
b. Pengembangan Kreativitas dan Bakat
Kreativitas adalah salah satu komponen yang mendukung keberbakatan. Tanpa
adanya kreativitas, keberbakatan tidak bisa berkembang, sekalipun hal-hal lain
seperti dukungan keluarga, sekolah, dan adanya potensi luar biasa. Renzuli (dalam
Tiel, 2015: 367) menjelaskan bahwa kreativitas atau produksi kreatif secara definitif
tidak tergantung pada psikometrik (IQ), tetapi kreatifitas adalah suatu kemampuan
berpikir yang orisinal, yang sangat fleksibel penuh dengan temuan baru dalam
melakukan pemecahan masalah. Begitu pula dengan kemandirian dan keingintahuan
dalam rangka melihat dan memecahkan berbagai masalah, semuanya akan berkaitan
dengan kreatifitas. Karena itu, kreatifitas adalah kemampuan yang sangat unik,
suatu kemampuan berpikir dalam memecahkan masalah secara serentak/simultan,
atau divergen. Seorang anak yang berbakat (gifted) haruslah selalu menunjukkan
kreatifitas yang dimiliki dalam mencapai prestasi di bidang yang diminatinya.
Menurut Renzulli (dalam Tiel, 2015: 368), orang-orang yang mempunyai kreatifitas
tinggi adalah seorang yang berbakat (gifted). Tapi sebaliknya, orang yang
mempunyai intelegensia tinggi tidak otomatis memiliki kreatifitas yang tinggi.
c. Anak Bertalenta, cerdas, berbakat?
Anak bertalenta sering juga disebut dengan anak berbakat, tetapi bukan anak
gifted. Terhadap anak bertalenta, tidak membahas potensi intelektual pada dirinya.
Artinya, tidak membicarakan seberapa tinggi IQ anak tersebut. Hal yang dibahas
pada anak bertalenta adalah tentang kemampuan kreatifitas yang mampu
ditunjukkannya berupa produksi kreatifnya yang luar biasa yang dapat melebihi
rata-rata.
Anak cerdas adalah anak-anak yang dalam upaya mencapai prestasi belajar
melalui upaya belajar yang tahap bertahap. Anak-anak ini justru sangat
menyenangkan karena selalu tertib, rajin, sangat cerdas, mudah menerima pelajaran
dan disiplin. Anak cerdas mempunyai perbedaan kemampuan analisa-sintesa dalam
berpikir logis bila dibandingkan dengan anak gifted yang potensi terkuatnya adalah
dalam hal ini. Potensi terkuat anak cerdas adalah mampu mengopi dengan cepat.
32
Anak berbakat (gifted) mempunyai potensi bakat diberbagai bidang. Memiliki
banyak ide-ide kreatif, selalu memulai pekerjaan baru, sebelum pekerjaan itu selesai
ia sudah memiliki ide baru, dan apa yang dikerjakannya menurutnya sudah kuno.
Sehingga apa yang dikerjakannya sering tidak selesai, atau belum selesai ia sudah
memulai sesuatu yang baru lainnya.
Perbedaan anak cerdas dengan anak gifted
Anak Cerdas
Anak Gifted
Mengetahui jawaban
Selalu bertanya
Pandai karena menghafal
Selalu coba-coba
Tertarik pada objek
Peneliti yang sangat ingin tahu
Sangat pemerhati dan terfokus
Terlibat secara fisik dan mental, kadang
karenanya ia melamun
Menyukai logika sederhana
Terdorong pada komplesitas
Menyukai kata-kata
Seringkali menggunakan kata-kata yang tidak
umum
Mempunyai ide-ide yang baik
Mempunyai ide-ide gila, cepat, dan inosens
Pekerja keras
Coba-coba dan mencari batas
Menjawab pertanyaan
Mendiskusikan secara detail, kritis, dan
mencoba-coba mengubah peraturan
Berprestasi di atas rata-rata kelas
Dapat diatas, rata-rata, dan di bawah rata-rata
Mendengarkan dengan perhatian
Menunjukkan perasaan dan opini yang kuat
Mudah belajar
Seringkali justru sudah mengetahui
6-8 kali mengulang untuk menjadi Kemahiran setelah reperisi 2 kali
mahir
Memahami ide-ide
Menciptakan ide-ide
Menyenangi persahabatan
Mencari teman yang lebih tua
Memahami tujuan dan arti
Meneliti persamaan
Menyelesaikan tugas
Selalu memulai suatu proyek
33
Mengopi secara sempurna
Mengkreasi hal-hal baru
Menyukai sekolah
Menyenangi belajar
Teknikus
Penemu
Gembira dengan hasil belajar
Sangat kritis terhadap diri sendiri
d. Pengembangan Bakat Intelektualitas
Cara mengembangkan bakat intelektualitas adalah dengan sesalu berdiskusi
dengan guru untuk melihat bagian mana yang menjadi bagian terkuat dan bagian
terlemah dari anak tersebut. Kerja sama ini memang merupakan suatu tuntutan yang
tidak mungkin bisa dielakkan. Kedua belah pihak, antara gutu dan orang tua perlu
ada keterbukaan dan berlapang dada serta salong memercayai. Guru akan
senantiasan perlu memercayai laporan-laporan orang tua tentang berbagai hal saat
anak berada di rumah, begitu juga sebaliknya.
Anak-anak visual-spatial learner akan mempunyai keunggulan dalam
melakukan pencandraan dengan matanya. Oleh karena itu dalam pendidikannya
juga lebih banyak diupayakan memanfaatkan kemampuan visuak-spatial-nya, yaitu
buku dan banyak gambar. Contoh dalam mata pelajaran matematika bisa
menggunakan matematika realistik dan berbagai permainan sampai berbagai
hitungan rendah hafalan itu melekat dalam ingatannya secara kuat. Selain dengan
matematika realistik, untuk memperkuat kemampuan berhitung yang lebih didasari
oleh kemampuan menghafal, misalnya perkalian yang harus bisa dijawab secara
otomatis hafal di luar kepala dengan cara lain, yaitu dengan memberikan berbagai
cara-cara menghafal dengan menggunakan berbagai permainan dengan kartu,
gambar, puzzle, dan sebagainya.
e. Pengembangan Keterampilan Motorik
Perkembangan motorik anak gifted sejak baru lahir mempunyai perkembangan
yang luar biasa. Selain kemaunnya yang besar untuk menggapai berbagai benda, ia
juga sangat cepat selalu bergerak kesana kemari. Cara yang dapat dilakukan adalah
misalnya dengan memasukkannya ke dalam klub olahragagimnastik diusianya yang
34
keempat tahun. Bentuk olahraga yang membutuhkan kerja sama, seperti bola basket
dan sepak bola baginya sangat telalu sulit. Selain kesulitan karena karakteristik
perfeksionisnya yang membawanya sangat sulit bermain fleksibel yang akhirnya
berlanjut pada ketidakpuasan, marah, frustasi, dan menangis. Selain itu hal lain yang
dapat membantu pengembangan minat dalam produksi kreatif yang perlu dukungan
motoric halus adalah seperti permainan kontruksi bangunan. Selain melatih motoric
halusnya, permainan
tersebut
juga memberikan kesenangan anak dalam
mengembangkan ide-idenya.
f. Pengembangan Bakat Seni
Dalam upaya mengembangkan keberbakatan anak, upaya yang dapat dilakukan
adalah dengan melihat potensi yang bisa dikembangkan dari anak tersebut, namun
juga perlu mendukung kekurangannya.
35
DAFTAR PUSTAKA
Tiel, J. M. V., 2007. Anakku Terlambat Bicara. Jakarta: Prenada.
36