Academia.eduAcademia.edu

Intervensi Perkembangan Bahasa

INTERVENSI PERKEMBANGAN BAHASA DAN SITUMULASI, PERKEMBANGAN BAHASA YANG TERTINGGAL, DAN PENGEMBANGAN KETERBAKATAN Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok Mata Kuliah Pemerolehan Bahasa Dosen Pengampu Prof. Dr. Agustina, M.Hum Kelompok IV 1. 2. 3. 4. Fathia Roifah Jennyfer Puji Lestari Woi Willa Sisti M Yolani Erawati 19174007 19174040 19174034 19174035 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2020 KATA PENGANTAR Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah menganugerahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Pemerolahan Bahasa. Penulisan makalah ini adalah salah satu upaya untuk melengkapi tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Pemerolehan Bahasa, Prof. Dr. Agustina, M.Hum. Kami ucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Agustina, M.Hum. selaku dosen pengampu mata kuliah Pemerolehan Bahasa. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman dan pihak-pihak lain yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini. Tanpa ada bantuan dari dosen dan teman-teman makalah ini tidak akan selesai. Kami menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan, masih terdapat banyak kekurangan meskipun sudah dikerjakan dengan sungguh-sungguh. Maka kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak agar makalah ini dapat lebih baik dari sebulumnya. Padang, 2 April 2020 Kelompok IV i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................ i DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii A. Intervensi Perkembangan Bahasa dan Stimulasi ..........................................1 1. Intervensi perkembangan bahasa dan bicara ..................................................2 2. Klasifikasi communication and language disorder pada anak ........................4 3. Tujuan neurologis Xavier Tan ........................................................................6 4. Differential diagnosis......................................................................................7 5. Prinsip penanganan .........................................................................................7 6. Konsep perkembangan berbahasa dan bicara .................................................8 7. Faktor pendukung ...........................................................................................9 8. Prinsip penanganan pada fase awal verbal .....................................................9 9. Terapi wicara fase verbal ..............................................................................10 10. Tujuan dan perangkat ...................................................................................11 11. Ergotherapy...................................................................................................11 B. Perkembangan Berbahasa yang Tertinggal 1. Berbagai akibat perkembangan bahasa dan bicara yang tertinggal ..............11 2. Rendahnya respons panggilan akibat hiperfokus .........................................12 3. Tertinggalnya perkembangan sosial .............................................................14 4. Kekurangan dalam hal fleksibilitas .............................................................14 5. Kekurangmampuan fantasi dan imajinasi .....................................................15 6. Terkembangnya rasa takut dan faalangst negatif .........................................15 7. Kekurangmampuan adaptasi terhadap lingkungan dan perubahan ..............15 8. Keadaan gangguan konsentrasi.....................................................................16 9. Anxiety dan perilaku seperti paranoia ..........................................................16 10. Perkembangan sensoris yang terlalu hebat ..................................................16 11. Perkembangan motorik .................................................................................17 12. Perkembangan sosial emosional ...................................................................17 13. Gangguan belajar dan bimbingannya ...........................................................17 C. Pengembangan Keberbakatan 1. Bakat, apakah Itu? .......................................................................................20 2. Model pendidikannya ...................................................................................23 3. Peranan orangtua ..........................................................................................31 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................36 ii A. INTERVENSI PERKEMBANGAN BAHASA DAN STIMULASI Sebagai orang tua kita tak pernah menyangka jika anak kita yang ceria dan lucu itu memerlukan penanganan yang serius, hati-hati dan kesabaran yang luar biasa. Pasti akan kebingungan ketika anaknya yang mendapatkan diagnosa mengenai keterlambatan bicara. Berbagai diagnosa yang berganti-ganti dan membutuhkan terapi yang berganti-ganti sehingga menghabiskan uang untuk ukurannya pasti harus ditempuh oleh para orang tua, yang penting anaknya dapat bicara dan bergaul dengan anak lain dan menjadi anak normal. Padahal hal tersebut tergantung seberapa besar gangguan dan bagaimana bentuk gangguannya, Bagaimana perkembangan intelegensi nya yang dapat digunakan sebagai dasar mempertimbangkan prognosanya. Banyak orangtua yang bisa mendapatkan bacaan apakah itu autisme, ADD/ADHD, terlambat bicara, ataukah gifted. Kebingungan tersebut diperparah dengan ketidaktahuan orang tua mengenai Al tersebut. Lebih sulit lagi tidak semua profesional yang dapat dihubungi mempunyai kedalaman ilmu yang baik apalagi multidisiplin serta mempunyai kesepakatan akan berbagai hal yang menyangkut dengan intervensi dan stimulasinya. Sehingga jika membaca semua itu justru kondisi gangguan itu akan cocok ke berbagai diagnosa. Akhirnya tidak tahu lagi intervensi yang mana terlebih dahulu yang dapat dikerjakan. Beberapa hal yang dipetik oleh penulis sepanjang pengalamannya yaitu: 1) Banyak membaca dan berdiskusi 2) Membangun kerjasama yang baik antar tenaga profesi dan guru. 3) Mencari bantuan kepada kelompok atau komunitas yang mempunyai masalah yang sama. 4) Langkah-langkah intervensi yang perlu kita ambil adalah dengan melihat prioritas dengan dasar tumbuh kembang anak yang kita bandingkan dengan pola normal untuk melihat seberapa besar perbedaan yang terjadi. Kemudian diteruskan dengan pencarian bagaimana pola tumbuh kembang anak. 1 Dalam melakukan intervensi penulis tidak melakukan pendekatan perbaikan melalui perbaikan biologis yang sangat populer di masyarakat yaitu defeat autism now (DAN). Terapinya antara lain yaitu diet gluten dan kasein, megadosis vitamin, food Supplement, chelation dan sebagainya. Begitu juga dengan terapi sensomotorik, yaitu terapi yang dirancang tahun 1970 oleh Jean Ayres. Terapi ini menawarkan perbaikan sistem kerja otak melalui stimulasi dari luar seperti sentuhan gerakan bodywellness cahaya dan suara. Secara teoritis dengan jumlah stimulasi terhadap sensorik diharapkan akan meningkatkan kerja otak dalam memproses stimulasi yang masuk melalui organ sensoris tadi. Para neurolog melihat gejala gangguan perkembangan sensoris bukanlah sebuah indikator spesifik dari gangguan neurodevelopmental termasuk autisme, ADD/ADHD, dan gangguan lainnya. Karena begitu banyaknya dokter anak di Amerika yang mengirim anak-anak main yang dilakukan sensory integration therapy maka berbagai himpunan profesi melakukan penelitian efektivitas dari terapi ini yang menunjukkan bahwa terapi tersebut memang tidak ada efektivitasnya. Konsensus internasional tentang anak-anak gangguan perkembangan menjelaskan bahwa dibutuhkan penanganan yang multidisiplin. Penanganan tersebut maksudnya mulai dari deteksi dini, observasi dan asesmen, penegakan diagnosa, interferensi dan pendidikan, selalu membutuhkan pendekatan multidisiplin. 1. Intervensi perkembangan bahasa dan bicara, pure dysphatic development, apakah itu? Anak-anak yang terlambat dalam perkembangan bahasa dan bicara harus mendapatkan intervensi. Intervensi yang cocok yaitu Pure dysphatic development, selain dari petunjuk-petunjuk secara garis besar dari beberapa ahli seperti orthopedagog psikolog dokter tumbuh kembang dan guru sekolah. Orang tua mempunyai tugas terberat ya itu harus kreatif dalam mencari berbagai bentuk intervensi. Karena perkembangannya bisa sangat cepat tiba-tiba dalam kapasitas yang besar yang harus segera ada perubahan taktik intervensi. Ini bukanlah tugas yang ringan karena orang tua harus terlibat sepanjang 24 jam sehari. 2 Pure dysphatic development, sebenarnya bukanlah suatu diagnosa tetapi terminologi yang digunakan bagi sekumpulan gejala atau sindrom dari bentuk speech and language disorder yang tampak secara klinis beberapa saat dalam suatu perkembangan seorang anak sehingga perkembangan itu terlihat tidak normal. Maksudnya bahwa gejala-gejala yang ditampilkan itu tidak akan terdapat pada seorang anak yang normal. Dikatakan bukan diagnosa karena gangguan perkembangan berbahasa dan bicara adalah suatu gejala ikutan dari suatu kondisi lain yang menjadi diagnosa nya. Pure dysphatic development, juga berbeda dengan dyspasia, sekalipun istilah dyspatic diambil dari dyspasia juga. Aphasia adalah keadaan di mana seseorang mengalami gangguan kehilangan kemampuan berbicara yang disebabkan karena traumatic brain injury atau cerebral palsy akibat kecelakaan, tumor, dan pendarahan otak yang disebabkan oleh brain injury. Kondisi dysphatic disebabkan perkembangan neurologis yang tidak seperti biasanya, lebih ke arah karena genetik, karena itu digunakan istiilah pure dysphatic development seperti yang dijelaskan oleh Charles Njiokiktjjien, dalam Tijdschrift Kindergeneeskundige tahun 1989 Dalam buku Dysfatische Ontwikkeling, theory-diagnostiek-behandeling (2005), Njiokiktjjien lebih menjelaskan lagi apa yang dimaksud dengan disfatische Ontwikkeling atau dysphatic development. Menurutnya pure dysphatic development sebagai core dari permasalahan, bisa mengalami komorbiditas dengan bentukbentuk gangguan perkembangan kemampuan fonologis, oral motor dan reseptif sehingga menyebabkan gangguan yang lebih parah, begitu juga kelaknya saat masa verbal yang pada akhirnya menyebabkan gangguan pada gramatika (sintak), gangguan pengertian bahasa (semantik), dan gangguan penggunaan bahasa (pragmatik). Namun anak-anak yang murni mengalami dysphatic development ini saat masa preverbal tidak mengalami gangguan fonologis, oral motor, maupun gangguan reseptif, hanya mengalami kesulitan ekspresif, dan sangat mampu berbahasa simbolis. Ia juga tidak mengalami keterlambatan (delay speech), artinya perkembangan bahasanya sesuai jadwal, namun selanjutnya mengalami perlambatan perkembangan. Saat fase verbal, anak-anak ini dalam masa perkembangannya juga 3 mengalami kesulitan. Pada anak-anak ini dalam masa perkembangannya juga didapatkan adanya komplikasi dyspraxia (berbahasa planet) akibat ketidakharmonisan oral motor. Namun menurutnya, bentuk disphatic seperti ini mempunyai prognosa yang sangat baik, dan tidak pernah terjadi pada anak-anak yang mengalami gangguan perkembangan autisme. Karena itu dalam penegakan diagnosa gangguan perkembangan bahasa harus benar-benar dilakukan secara hatihati dengan cara memberikan differential diagnosis yang rinci. 2. Klasifikasi communication and language disorder pada anak a. Developmental language disorder (gangguan perkembangan berbahasa). 1) Hanya mengalami gangguan ekspresif dengan pemahaman normal dengan sedikit atau tanpa komorbiditas gangguan lain yang menyertainya. 2) Gangguan campuran antara perkembangan bahasa ekspresif dan reseptif. Sering kali terjadi adanya deskrepansi yang bermakna antara skor tes verbal IQ dengan performance IQ, di mana skor verbal IQ mencapai skor yang sangat rendah. b. Gangguan bahasa reseptif: di luar definisi dysphasia development, karena pemahaman bahasa lebih jelek daripada bahasa ekspresif. 1) Kemampuan reseptif dan ekspresif sangat rendah sering kali diikuti dengan gangguan nonverbal. Dalam bentuk yang parah didapatkan asymbolic mental retradation atau mute autistic” 2) Verbal auditory agnosia atau congential word deafness 3) Cortical deafness, total auditory agnosia 4) Gangguan sensoris pendengaran yang parah c. Gangguan semantik pragmatic Gangguan bahasa semantik (pengertian) pragmatik (penggunaan) sering dimulai dengan bahasa dengan echolalia yang banyak. d. Gangguan semantik pragmatik e. Mutisme selektif 4 f. Miskin bahasa karena kurang stiimulasi g. Gangguan artikulasi dengan gangguan perkembangan bahasa dan bicara. Gangguan perkembangan bicara dan bahasa karena sebab-sebab lain: (1) Chid afasia (disebabkan karena traumatis tumor, infeksi); (2) Landau kleffner syndrom (gejala mirip pembagian B); dan (3) Kemunduran perkembangan bahasa dan bicara dengan penyebab tak diketahui, sering terjadi pada Autisme Spectrum Disorder (ASD) Perhatian terhadap kelompok anak yang mengalami dysphatic perlu diperhatikan oleh kelompok psikiater atau neurolog yang tergabung dalam Dysfatisch Institut Amsterdam sejak beberapa tahun terakhir. Penelitian yang minim mengenai gejala ini menyebabkan perlunya tindakan yang lebih lanjut dan teliti. Gejala klinis yang tampak akan berbeda-beda tergantung dari usia anak tersebut. Xavier Tan dkk, dalam bukunya yang ditulis bersama dengan kolega lainnya antara lain dengan Charles Njiokikitjien: Dysfatisch ontwikkeling (2005), menjelaskan definisi dari Dysphatic Development. Dysphatic Development adalah gangguan berbahasa dan bicara akibat dari gangguan perkembangan neurologi. Ia bukan penyakit tetapi sebuah dimensi gangguan perkembangan dalam bentuk sekumpulan gejala dan dapat diikuti dengan gejala ikutan lainnya. Gejala utama sebagai berikut: 1) Pemahaman bahasa mempunyai tingkatan yang lebih tinggi daripada produksi bahasa. 2) Komunikasi dialog akan lebih sulit daripada berbicara spontan, sebab komunikasi dialog berada di bawah situasi perintah. 3) Terganggunya kelancaran bicara terutama yang menyangkut words finding. 4) Mengalami kesulitan membangun kalimat dan bentuk kata-kata Dijelaskan juga kelompok anak-anak ini mempunyai intelegensia yang baik, namun terdapat perbedaan atau deskrepansii profil IQ, dimana verbal IQ lebih rendah dari performance IQ yang juga ditulis menjadi v/P. ISTILAH Dysphatic pertama kali digunakan oleh van Uden tahun 1960. kelompok anak-anak ini memiliki pendengaran yang buruk, ada juga yang baik namun tidak bisa berbicara. Memiliki perkembangan intelegensia yang baik, namun diikuti dengan (verbal) 5 dysphasia. Uden membangun suatu metode yang memanfaatkan memori visual guna mengatasi kelemahan auditifnya. Metode yang disebut “komunikasi global” sebuah komunikasi yang dilakukan dengan balon-balon yang bisa bicara. Analisanya memperjelas struktur kata, melkukan dikte secara visual, atau dengan menggunakan kartu0kartu bergambar dan alfabet. Penerus van Uden, T Jansen (1979) mengkhususkan diri pada anak-anak yang bisa mendengar dengan komplikasi dyspraxia, prinsip terapnya adalah multidisipliner. Sedangkan Sodenbergh (1981) dari Swedia menggunakan prinsip dari van Uden, yaitu menggunakan metode global visual. 3. Tujuan Neurologis Xavier Tan Melalui eksperimen yang dilakukan Dennis Molfese seorang neurologis Amerika, tahun 1972 Xavier menjelaskan fenomena anak-anak yang mengalami gangguan bahasa. Eksperimen bernama AERP (Auditory Even Related Evoked Potential) menstimulus bayi dengan berbagai bunyian, seperti kata-kata, musik dan suara gaduh. Hasilnya memperlihatkan bunyi pada bayi reaksi akan terjadi pada otak sebelah kanan jika diberi bunyian berupa bunyian musik dan suara gaduh. Artinya menurut Xavier perkembangan otak bayi memang tidak simetris. Secara perlahan otak kiri akan berkembang, dimana otak kiri memiliki fungsi kerja yang berkaitan dengan visual atau penglihatan. Kondisi asimetris ini bisa mencapai minggu ke 29 usia bayi. Disusia sekitar 6 tahun dominasi otak akab berubah dari kanan ke kiri, sehingga anak menguasai bicara dengan kemampuan auditori yang diatur oleh otak kiri. Diusia 10 tahun pergerakan ini akan berakhir. Dan masa krisis berakhir. Xavier Tann mengatakan hubungan perkembangan otak dan perkembangan berbahasa dan bicarqa disebut metamorphose. Gejala pada kelompok anak ini perlu diberi terapi berupa stimulasi tergantung usia dan perkembangann anak. Kseuliitan pada terapi seprti ini diukur melalui alat ukur objek (kuantitatif). Di akhir program, evaluasi lebih bersifat kualitatif daripada pengukuran dalam bentuk kuantitatif, yaitu: 6 1) apakah sesi yang diberikan menyenangkan? 2) tes untuk melihat kemajuan perkembangan bernahasa lebih dinilai secara terintegrasi dengan berbagai perkembangan lainnya. 3) bagaimana perkembangan rasa percaya diri, dan bagaimana kenyamanan berbincang-bincang. 4) apakah komunikasi berlangsung lebih mudah. 5) apakah lebih dimengerti oleh teman bercakap-cakap. 4. Differential Diagnosis Untuk membedakan antara anak yang mengalami gangguan berbahasa dan bicara menurut Njiokiktijen dapat dilihat dari tabel pembagian gangguan perkembangann bahasa fan bicara di atas. Perbedaan bentuk gangguan berbahasa pure dysphatic development (PDD) tidak diikuti dengan masalah motorik dan juga tidak diikuti dengan gangguan oada kemampuan berbahasa nonverbal yang dapat menyebabkan gangguan sosial. Sekalipun ditemukan gangguan artikulasi pada anak kecil. Mereka memiliki tingkat pemahaman yang normal bahkan tinggi. Dalam berbagai penelitian menunjukkan anak-anak ini tidak ditemukan cacat neurologik., namun mengalami komorbidalitas dengan gangguan yang lebih parah. Anak-anak yang mengalami (PDD) yang cerdas umumnya mempunyai kemampuan reseptif yang normal atau tinggi dari anak-anak sebayanya. Karena itulah anak-anak ini tidak dapat mengaktualisasikan potensinya secara maksimal. Terkadang anak-anak ini juga dapat mengalami komplikasi disleksia akibat tumbuh kembangnya, sehingga membutuhkan pendekatan khusus yang sesuai dengan bentuk perkembangannya. 5. Prinsip Penanganan Xavier Tan menjelaskan untuk menangani anak-anak ini bukan menggunakan program training namun dengan melakukan pendekatan semua aspek tumbuh kembanga seseorang anak, yang dari hari ke hari berbeda. Kita perlu menggunakan konsep metamorphose melakukan kerja sama antara guru dan orang tua. 7 Penanganan yang simultan yang dengang berbagai aspek tumbuh kembangnya. Jika anak memiliki komorbidalitas dengan gangguan yang lain maka perlu bimbingan individual. Namun (PDD) di mana anak memiliki kemampuan reseptif yang baik, mampu bersosialisa dan tidak ada gangguan berbahasa simbolis, anak-anak ini memerlukan situasi sosial yang baik, yaitu berkembang dengan kelompok anak sebayanya. 6. Konsep Perkembangan Berbahasa dan Bicara, Fase Preverbal Tetap berpegang pada konsep perkembangan berbahasa dan bicara yaitu konsep metamorphose. Fase preverbal diatur oleh belahan otak kanan, yang artinya bahasa dan bicara ,merupakan bentuk visual-glonal, serta pencandraan multisensori. Proses senso-motoris adanya hubungan interaksi antara ayah dan ibunya yang selalu berbiicara padanya. Sejalan dengan berjalannya waktu kata dan kalimat yang diucapkan menjadi bentuk yang bisa dipahaminya sebagai hasil dari abstraksinya. Pergeseran aktivitas otak kanan ke kiri membuat anak mampu membuat kalimat. Perkembangan morfologis dan sintaksis akan tegantung dari kematangan perkembangan belahan otak kiri. Sedangkan belahan otak kanan akan tetap aktif dalam mengatur aspek prosodi saat bicara dan juga berbahasa informal, seperti puisi. Dengan mengacu pada konsep ini penanganan berupa stimulasi dan terapi akan tergantung pada fase perkembangan bagian-bagian otak. Secara ringkas bahwa dalam rangka memberikan stimulasi dan terapi pada anak kita perlu memanfaatkan perkembangan emosi, gerak, ayunan dan musik. Pengembangan dan penyentuhan emosi perlu diresonansikan dalam bentuk nyanyian dan cakap-cakap pendek, dengan gerakan dan ayunan. Dalam hal ini perlu dihindari bentuk komunikasi komando yaitu anak harus menjawab pertanyaan, karena hal ini merupakan suatu kelemahan. 8 7. Faktor Pendukung Beberapa faktor yang perlu mendapat perhatian sebagai faktor pendukung perkembangan bahasa dan bicara anaka-anak dengan pure disphatic development: 1) faktor relasi emosi 2) kontak fisik 3) faktor motoric 4) faktor imitasi 5) faktor permainan sebagai alat bantu 8. Prinsip Penanganan pada Fase Awal Verbal Dalam fase ini Instituut Dysfatisch Ontwikkeling menggunakan metode yang dinamakan Tan-Soederbergh Metode yang sudah diujicobakan sejak tahun 1986. prtinsipnya memanfaatkan perkembangan otak yang dominan pada anak. Otak sebelah kanan yang dominan berfungsi mengatur fungsi visual, seperti logo-logo, lebih cepat membaca melalui berbagai logo dan alfabet, maka dari itu dimanfaatkan untuk mengembangkan kemampuan verbal yang tertinggal. Metode ini digunakan untuk anak (DPP) usia 3-4 tahun, saat di mana anak-anak sudah mulai berbicara. Kegiatan perkelompok antara 4-5 orang anak dilakukan secara simultan dan terpadu di rumah orang tua. Sehingga diperlukan kerja sama antara orang tua dan guru. Perkembangan individual juga diperhatikan sesuai dengan minat anak. Pada dasarnya metode ini mengajarkan berbicara dan berbahasa dengan menggunakan berbagai kata-kata yang menjadi perhatian si anak. Huruf dan kata-kata yang menjadi perhatiannya kita kembangkan menjadi hal yang menjelaskan sesuatu. Misalnya kata kapal jelaskan bentuk kapal itu seperti apa, di mana dapat ditemukan, bagaimana membuantnya dan seterusnya. Soderbergh juga menjelaskan bahwa mulailah dengan nama-nama anggota keluarga, papa, mama, adik, kakak, dan seterusnya melalui skema gambar, foto, arti mama dan papa serta anggota keluarga lainnya. Memanfaatkan berbagai benda yang dapat menjelaskan figur-figur tadi. Sedangkan Xavier Tan lebih mengembangkan apa yang sudah diperkenalkan oleh Soedenbergh, Tan mengembangkan dengan 9 pendekatan menggambar dan menulis. Apa yang dipikirkan dan dirsakan oleh anak diharapkan dapat dikeluarkan melalui gambar. Sekali lagi Xavier Tan menegaskan bahwa metode ini bukan program training, program yang dilakukan secara simultan tegantung pada perkembangan seorang anak, dan hanya diberikan pada anak-anak yang memiliki kemampuan reseptif baik. 9. Terapi Wicara Fase Verbal Xavier Tan dan Njiokiktjien menekankan pada pelatihan berbicara dan perbaikan gejala-gejala gangguan bicara, dan cognitive linguistik. Tujuan terapi wicara seperti training keterampilan misalnya memperbanyak vokabulari dan melakukan imitasi struktur kalimat. Ada lima bentuk dalam penekanan pada terapi wicara. a. Penekanan pada faktor verbal. Sebelum tahun 1970 dilakukan latihan prasyarat bicara, yaitu senso-motorik, pencandraan secara umum. Setelah tahun 1970 stimulasi dan program pengayaan bahasa dikembangkan lebih luas lagi guna meningkatkan kualitas pelayanan. b. Penekanan pada faktor semantik-syntaxis. Dalam hal ini diarahkan pada memberi pelajaran struktur syntax (gramatika). terapis memberikan layanan disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak berdasarkan hasil dari analisa yang dibandingkan dengan rata-rata anak seusianya. Dari sini kemudian dilakukan latihan dengan cara mengikuti program imitasi. c. Penekanan pada faktor semantik kognitif. Anak diarahkan agar mempuyai kemampuan pengertian bahasa, hal ini berkaitan langsung dengan pemrosesan bahasa. Dalam terapi nak diajak untuk memahami kata-kata, hubungan satu kata dan lainnya, kaitan dengan tata ruang atau dimensi, waktu dan sebagainya. Terapis banyak bertanya dan anak menjawab, Soedenbergh Tan mengkritik bagian ini karena merupakan kelemahan anak-anak (DPP) d. Penekanan pada faktor pragmatic. Anak diarahkan agar mempunyai kemam[uan penguasaan bahasa, dan bagaimana penggunaan bahasa yang baik. Komunikasi timbal balik dan interaksi sosial merupakan pusat perhatian. 10 e. Penekanan pada faktor komunikasi. Anak diarahkan bagaimana bentuk komunikasi yang cocok untuk anak-anak dan dewasa bila kemampuan verbal tidak lagi dikuasai. 10. Tujuan dan perangkat Tujuan penanganan ini adalah untuk meningkatkan perkembangan bahasa dan bicara terutama produksi bahasa dengan cara bagaimana anak dapat mengeluarkan berbagai ide yang ada dikepalanya dalam bentuk kata-kata, serta perluasan penguasaan berbahasa. Sekalipun pendekatannya adalah agar anak dapat mengeluarkan berbagai ide dalam bentuk bahasa, namun dalam bentuk imitasi pun akan mendapatkan penghargaan secara positif. Struktur gramatika juga perlu senantiasa dilatih. Bentuk tanya jawab juga perlu difasilitasi. Pada akhirnya diupayakan agar anak dapat berbahasa dan berbicara dengan lancar. Anak dapat belajar mengatasi words finding secara cepat, untuk kemudian agar dapat mudah memformulasi dan bercerita. Kemampuan berbahasa inne) distimulasi agar mampu ditunjukkan secara eksplisit. 11. Ergotherapy Ergotherapy adalah terapi gerak dan sensoris dalam hal ini lebih ditujukan untuk melatih jika anak mempunyai masalah dalam pengucapan (dyspraxia) yang disebabkan karena gangguan pada motorik dasar, indra, terlalu sensitif, serta ganggua fisik lainnya. Tujuannya untuk mengatasi aspek gangguan secara spesifik yang dibutuhkan dalam mendukung perbaikan bahasa dan bicara. B. PERKEMBANGAN BERBAHASA YANG TERLAMBAT 1. Berbagai akibat perkembangan bahasa dan bicara yang tertinggal Karena ketertinggalan bahasa dan bicara, Johan hanya mengenai perkembangan bahasa verbal, sedangkan ia mampu berbahasa nonverbal, maka sejak usia tiga tahun itu diharapkan orang tua dan sekolahnyalah yang melakukan 11 stimulasi perkembangannya sambil menunggu perkembangannya kelak menjelang ia masuk ke sekolah dasar. Stimulasi perkembangan bahasa dan bicara dengan pendekatan individual baik di rumah dan di sekolah. Di rumah dilakukan dengan mengajaknya membaca buku, mendengarkan musik, bernyanyi, bermain bersama, mengajaknya berjalanjalan ke supermarket, taman dan hutan. Di sekolah dilakukan oleh ibu guru melakukan roplaying bersama teman lain yang telah baik perkembangan bahasanya, memberinya peranan agar terjadinya kontak yang baik dan mampu merangsang terciptanya komunikasi dua arah antarmereka. Ia juga menunjukkan berkembangnya bahasa yang didasari pada kekuatan visualnya, yaitu tidak menyebutkan nama-nama benda tetapi lebih menjelaskan bentuk atau gambar yang dilihatnya (akibat dari visual learner) yang tertera pada benda tersebut. Misalnya usianya yang keempat ia selalu menyebut stroberi untuk lemonade (sirop) karena di botol sirop tersebut tertera gambar stroberi. Kesulitan mengingat nama-nama benda sering kali membuatnya frustasi dan memunculkan marah, karena baik orang tua, teman, dan guru sering kali tidak mengerti apa yang dimaksud. Karena itu ditekankan pula untuk merangsangnya mengingat berbagai nama benda yang ada di sekitarnya dan ditemuinya setiap hari. Gejala lain yang ada, ia juga akan menjawab secara melompat dalam persoalan yang dihadapinya, misalnya bila ditanya “Apa yang harus kita lakukan jika kita sedang berjalan lalu ada mobil yang datang dari muka?” maka jawaban yang diberikanya adalah: “ Cepat pergi ke rumah sakit, cari dokter, kalau tidak kita bisa mati.” Padahal jawaban yang benar adalah: “ Kita harus minggir.” Perkembangan bahasa yang seperti ini sering kali menyebabkan gangguan komunikasi bersama teman-temamnya. 2. Rendahnya respons panggilan akibat hiperfokus Dalam berbagai tes yang telah dilakukan, Johan menunjukkan gangguan processing auditive yang ditunjukkan dengan rendahnya digit span test, kemampuan reseptif yang baik namun kemampuan ekspresif yang kurang, serta berbahasa pasif. 12 Kondisi ini menyebabkan ia kurang merespons panggilan terlebih saat ia melakukan konsentrasi yang dalam saat bermain, ia mengalami hiperfokus. Ia juga tak bisa diajak berkomunikasi jika dilatarbelakangi oleh kebisingan, namun, ia akan sangat mudah diajak berkomunikasi jika suasananya sangat tenang, kesulitan mempertahankan informasi mondeling namun akan sangat ingat dengan informasi visual, sering kali tersasar ke kegiatan lain saat sesi komunikasi atau cepat berpindah pokok pembicaraan karena ketertarikan secara visual ke arah lain, tidak memberikan jawaban segera jika ditanya tetapi lebih memaksakan kehendaknya agar orang yang dihadapi menjawab terlebih dahulu apa yang tengah dipikirkannya. Begitu juga dalam tes yang dilakukan oleh seorang speech patolog ia menunjukkan kemampuan digit span test rendah, yang berakibat pada sulit mengingat kembali kata-kata tanpa arti (kesulitan menghafal) serta kesulitan mencari kata-kata yang tepat dalam suatu komunikasi. Untuk ini semua dilakukan bimbingan baik oleh orang tua maupun speech patalog yang pada dasarnya adalah hal-hal seperti yang dijelaskan oleh Nijenhuis tahun 2003 dalam buku kecilnya yang berjudul Kinderen met Luisterproblemen. a. Prosodytraining yaitu membedakan ritme dan melodi b. Auditive discriminationtraining yaitu membedakan berbagai suara yang ditemui sehari-hari dan membedakan bunyian ucapan. c. Auditive synthesis and analysis yaitu latihan pemahaman bacaan dengan cara membedakan berbagai cerita dan memintanya mengulanginya kembali cerita-cerita tersebut serta melatih membuat cerita dari berbagai gambar-gambar tanpa teks. d. Auditive memory training yaitu melakukan latihan memori verbal dalam berbagai tingkatan, sehingga item yang harus diingatnya akan semakin luas dan banyak. Latihan ini berupa latihan menghafal kata-kata yang tak ada artinya, dan kalimat pendek hingga kalimat panjang yang mudah hingga yang sulit. 13 3. Tertinggalnya perkembangan sosial Masalah tertinggalnya perkembangan ini yang lebih disebabkan karena tertinggalnya perkembangan bahasa, bimbingan dilakukan oleh orang tua dan guru di sekolah dengan cara lebih banyak memberikan kesempatan untuk bermain bersama dengan teman sebaya, memberikan peranan agar turut aktif alam berbagai kegiatan yang dilakukan bersama. Ketertinggalan perkembangan sosial emosional ini bagi anak gifted yang merupakan kelompok anak berisiko seperti halnya Johan dapat menyebabkan berbagai hal gangguan lain yang lebih berat seperti timbulnya. a. Depresi dan ancaman bunuh diri b. Faalangst dan perfeksionis c. rasa takut, obsesi, dan fobi d. isolasi sosial e. keluhan sakit perut (biasanya pada gadis) dan agresi keluar (biasanya anak laki-laki) f. drop out dan tidak lagi mampu berfungsi di sekolah. 4. Kekurangan dalam hal fleksibilitas dan adanya kekakuan Akibat dari perfeksionisnya menyebabkan ia menjadi anak yang kurang fleksibel dan kaku. Kadang ia bisa fleksibel namun banyak hal pula yang ia tidak bisa fleksibel. Hal ini berakibat pada pemilihan berbagai hal dengan variasi yang sangat sempit, sulit menerima adanya perubahan bentuk, perubahan rasa, dan perubahan warna. Selain itu, akibat dari perfeksionis, kuatnya memori jangka panjang, dan kurang fleksibelnya itu, juga terjadi apa yang diterimanya pertama kali akan bertahan lama bahkan seolah menetap dan sulit untuk mengubahnya kembali (dalam bahasa Belanda digunakan istilah blift hangen). Blift hangen atau keadaan yang menetap untuk pengucapan kata yang ternyata salah penggunaan sering pula pembawaannya pada perkelahian dengan teman bermainnya. Misalnya, temannya yang bernama Sander selalu dipanggilnya Salamander, karena kata Salamander telah diterimanya terlebih dahulu daripada kata Sander. 14 5. Kekurangmampuan fantasi dan imajinasi Kekurangan fantasi diajarkan apa artinya pura-pura, bagaimana bermain purapura (tamu-tamuan, dokter-dokteran, dan sebagainya) bermain peran (menjadi monyet, buaya, ular) membacakan buku-buku cerita yang penuh dengan dongeng fantasi, memberikan video kartun dengan dongeng fantasi dan imajinasi. Pad akhirnya juga ia mengerti apa artinya bohong, dipermainkan temannya, berpurapura, bermain tonil, dan seterusnya dengan kualitas yang tidak jauh berbeda dengan teman-teman sekelasnya. 6. Terkembangnya rasa takut dan faalangst negatif Faalangst negatif adalah suatu perasaan takut gagal yang berlebihan yang sebenarnya ia mampu. Gejala yang ditampilkan antara lain adalah suatu bentuk rasa takut yang berpengaruh terhadap prestasi. Faktor faalangst sendiri dibutuhkan dalam upaya mempertimbangkan efektivitas pencapaian tujuan, namun jika berlebihan justru akan berakibat buruk. Timbulnya faalangst adalah karena sifat si anak yang sangat perfeksionis dengan begitu ia menuntut hasil yang terbaik namun berbagai hal yang ada pada dirinya belum menunjang. 7. Kekurangmampuan adaptasi terhadap lingkungan dan adaptasi terhadap perubahan Kekurangmampuan beradaptasi terhadap perubahan yang sangat cepat akan tampak sekali jika ia harus bermain bola kaki atau bola basket, di mana dalam permainan seperti ini sering kali bola tak terduga disepak atau ditendang kemanamana. Ia akan merasa nyaman dalam olahraga yang sifatnya tidak bekerja sama, seperti gimastik atau naik sepeda. Namun olahraga lari dan jalan santai justru juga akan membuatnya bosan. Meski ia di masa belitanya tidak fleksibel, lambat laun perilaku ini juga berubah, selain melalui diskusi, ia juga bisa membaca gelagat secara umum. 15 8. Keadaan gangguan konsentrasi Sering kali anak-anak seperti ini terdiagnosa ADHD yang menunjukkan dengan segala hiperaktif, tidak bisa diam, dan gangguan konsentrasi. Namun, ADHD adalah suatu gejala perilaku bermasalah dan gangguan konsentrasi atau pemusatan perhatian di semua setting. 9. Anxiety dan perilaku seperti paranoia situasi seperti ini adang terjadi jika ia melakukan pemikiran-pemikiran yang sifatnya sangat analisis jauh dan meletakkan hubungan satu dengan lainnya, namun belum tentu benar. Dengan kata lain, ia mengalami ketidakseimbangan perkembangan kognitifnya yang bisa berakibat pada bentuk perilaku yang sulit. Perkembangan analisis dan kreativitas berfikirnya terlalu maju, namun belum disertai dengan pengetahuan tentang realitas, yang kesemuanya akan menyebabkan ia maerasa bingung, frustasi, dan depresi. Hal-hal yang menyebabkan kefrustasian dan depresi pada umumnya yang lebih menyangkut kepada masalah kemanusiaan, hidup, mati dan sakit. Gejala seperti ini mulai tampak saat ia berusia sekitar lima tahun, di mana sering kali juga diikuti dengan rasa ketakutan terhadap hal-hal yang ia bayangkan. 10. Perkembangan sensoris yang terlalu hebat (taktil/raba, auditori, visual, pengecapan dan penciuman) Rasa geli tak enak terhadap kancing baju, merek baju di pundak, retsliting, atau baju yang kasar menyebabkan ia selalu memilih baju tanpa kancing, tanpa retsliting, merek harus digunting, dan bahan yang halus. Kepekaa tektil/raba justru menyebabkan ia selalu ingin meraba berbagai benda yang ada di sekitarnya. Pendengaran yang sangat kuat, saat bayi ia selalu terkejut, mudah terbangun dan kesulitan tidur. Sekitar usia dua hingga tiga tahun mengalami kesulitan masuk ke dalam tidur sehingga memerlukan menggunaan kop telinga dengan musik ringan, selain agar ia tidak terganggu dengan bunyian di sekitarnya juga memberikan 16 konsentrasi pada musik dan ketenangan. Perkembangan visual yang sangat hebat ini menyebabkan ia mudah sekali beralih perhatian kepada benda-benda yang bergerak dan sebagainya. Selain itu, kuatnya penciuman dan pengecapan menyebabkan ia sangat mudah mengenali perubahan rasa makanan, yang berakibat pada penolakan makanan jika ada perbedaan rasa sekalipun hanya sedikit. 11. Perkembangan motorik, tidak sinkron antara motorik kasar dan motorik halus Hiperaktif yang banyak gerak lebih banyak menggunakan motorik kasar, namun motorik halus dan letaralisasi tangan kiri dan tangan kanan yang masih tertinggal akan tampak sangat menjadi masalah saat ia harus makan di meja makan. Badannya cenderung tidak bisa diam, bergerak-gerak, pantat maju mundur, kaki menyepak-nyepak, namun tangan harus memegang sendok dan garpu yang tidak cakap, menyebabkan ia mudah frustasi, dan cenderung tidak mau menyelesaikan makan serta meninggalkan meja dalam keadaan nasi terlempar ke mana-mana. Banyak anak-anak visual learner dengan kemampuan analisis tinggi justru mengalami gangguan motorik kasar, bukan karena bergangguan motorik secara neurologis, tetapi hanya karena ia mengalami faalangst negatif. 12. Perkembangan sosial emosional, terlalu sensitif dan jaga imej Terlalu sensitif adalah salah satu bentuk yang menyebabkan kesulitan dalam perkembangan sosial emosionalnya. Ia sebagai anak yang introver dan perfeksionis, sebagaimana juga penjelasan Linda Silverman, bahwa anak-anak ini selalu jaga imej. 13. Gangguan Belajar dan Bimbingannya Specific learning disabilities adalah keadaan seseorang yang hampir normal namun mengalami gangguan dalam satu atau lebih area inteligensi yag berakibat pada gangguan belajar (menulis, membaca, dan berhitung). Tempat pendidikan yang cocok untuk anak-anak specific learning disabilities sebagaiman seruan dari 17 Unesco dalam Deklarasi Salamanca 1994 adalah dalam pendidikan yang disebut Inclusive Education, yaitu suatu pendidikan yang menghormati hak asasi setiap anak untuk mendapatkan pendidikan yang sebaik-baiknya, yang memperhatikan bahwa setiap anak adalah unik, menggunakan pendekatan didaktif dan competence base curriculum bukan lagi content base curriculum. a. Membaca, mengeja dan dikte Pada usia tiga tahun, pengatahuannya tentang berbagai simbol telah membawanya pada kemampuan membaca dengan sistem simultan. Ia bisa membaca banyak kata-kata tetapi tidak bisa mengeja dan dikte yang membutuhkan kemampuan auditif, di mana informasi yang masuk adalah secara sekuensial. Berbagai karakteristik simbol kata yang disimpannya melalui memori visual, menyulitkannya saat ia harus mengubah cara belajar membaca yang menggunakan sistem eja (spelling) dengan begitu berakibat juga ia mengalami kesulitan menulis. Namun, apabila ia dibiarkan membaca dengan cara yang dimilikinya (secara simultan akibat visual learning-nya ) ia akan mengalami kesulitan membaca sebab ia harus menghafalkan kata-kata yang telah dillihatnya. Ia tidak akan bisa membaca berbagai kata-kata baru yang belum dikenalnya. Gangguan sepeti ini akan berakibat juga akan mengganggu presentasinya pada pelajaran-pelajaran lain. b. Menulis Gangguan menulis sebetulnya bukan merupakan learning disabilities jika gangguannya disebabkan hanya karena motorik halus seperti yang dikemukakan oleh Role de Groot dan J. Paagman, namun jika gangguan motorik ini tidak ditanggulangi akan menyebabkan gangguan menulis yang bisa seperti gangguan diklesia dan disgrafia, atau juga menumbuhkan faalangst dan konsep diri negatif. Gangguan menulis yang termasuk learning disabilities adalah jika terdapat gangguan koordinasi mata tangan yang termasuk dalam pemrograman motorik. Maksudnya ia melihat simbol, huruf dan kata dengan mata atau mendengarkan bunyian ucapan yang lalu diproses menjadi simbol dalam otak, otak memerintah otot-otot tangn untuk menuliskan simbol-simbol tdai berupa huruf-huruf yang harus disusunnya satu per satu. Bila terjadi gangguan dalam proses ini, berupa gangguan 18 penulisan yang terbalik-balik (p menjadi d, atau b menjadi d), huruf konsonan yang berdempet-dempet beberapa buah, disebut diklesia. Pada anak-anak yang visual learner mempunyai resiko untuk mengalami gangguan diklesia sekaligus disgrafia, sebab cara berpikirnya bukan word learner. c. Berhitung Seseorang yang diklesia sering kali diikuti dengan gangguan berhitung, disebut dengan diskalkulia. Istilah ini sebetulnya merupakan istilah medic, sedangkan learning disabilities merupakan istilah pendidikan. Karena itum seorang pendidik memerlukan informasi dari seorang dokter setidaknya seorang neurologi untuk masalah seperti ini, agar arahan penanganannya bisa tepat. Namun seorang dokter juga memerlukan informasi dari seorang psikolog perkembangan anak untuk mengetahui bagaimana perkembangan inteligensianya, setidaknya untuk melihat gangguan berhitung ini diperlukan informasi tentang perkembangan inteligensia yang menyangkut kemampuan pandang ruang, logika analisis, dan kreativitas. Selain metode penanganannya oleh para pendidik, juga untuk melihat rekaan prognosanya. Umumnya yang mempunyai kemampuan pandang ruang, logika analisis dan kreativitas yang sangat baik sebagaimana halnya anak-anak gifted ini, mempunyai prognosa yang juga sangat baik. Sebab dengan adanya potensi ini akan dengan mudah menyerap berbagai latihan untuk mengatasi kekurangannya. Secara kreatif ia juga harus mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya. Namun apabila kondisi ini tidak terdeteksi sejak awal, dikhawatirkan justru akan menimbulkan masalah baru lainnya. Pada anak-anak visual learner yang mempunyai kemampuan pandang ruang, logika analisis dan kreativitas yang rendah, akan memerlukan pendekatan yang berbeda. Sebab belajar berhitung terutama matematika memerlukan kemampuan pandang ruang, logika analisis, dan kreativitas yang tinggi. Namun pada anak-anak visual learner yang mempunyai gangguan pemrosesan auditif akan mengalami kesulitan menghafal (akibat short term memory yang lemah). Karena itu pada anakanak visual learner yang sekalipun ia mampu mengerjakan tes IQ dan mempunyai 19 kemampuan performance yang sangat baik, sering kali mendapatkan angka pelajaran berhitung sederhana yang kurang baik. Ia selalu harus terus-menerus menggunakan jari-jari atau abacus. Karena itulah sekalipun anak-anak ini mempunyai performance IQ yang tinggi, namun di kelas-kelas sekolah dasar yang masih membutuhkan pelajaran menghafal ia mengalami underachiever yang bisa berakibat pada masalah lainnya, kefrustrasian dan masalah perilaku. C. PENGEMBANGAN KETERBAKATAN 1. Bakat, Apakah Itu? Untuk anak gifted bakat dilakukan dengan pendekatan nature dan nurture, di mana masalah nature biologis adalah potensi bawaan seseorang yang sifatnya adalah genetik dan akan senantiasa menjadi blue print perkembangannya. Sedangkan narture adalah upaya-upaya yang dilakukan agar potensi itu dapat terwujud dalam bentuk prestasi. Sedangkan teori Gardner lebih menekankan bahwa faktor terbesar dalam pengembangan bakat adalah faktor bimbingan (nurture), sehingga menurutnya faktor nature adalah sangat kecil. Ahli keberbakatan mainstream tetap berpatokan pada pengertian bahwa keberbakatan adalah potensi bawaan yang harus mendapatkan bimbingan pengembangan. Sedangkan Gardner tidak membicarakan masalah ini, namun mengutamakan bagaimana mengembangkan bakat yang disebutnya sebagai inteligensia seorang anak. Semua anak akan mendapatkan kesempatan yang sama agar dapat berlatih dan meraihnya. Inteligensia dan bakat dapat deprogram melalui serangkaian latihan. Karenanya banyak kritik yang dikemukakan terhadap Gardner adalah jika memberikan model ini tanpa melihat berbagai keragaman kondisi anak, artinya sebagai orang tua hanyalah bermain trial and error terhadap anak, dan sudah menyimpang dari banyak temuan-temuan ilmiah. Karena teori Gardner masih dalam bentuk pemikiran filosofis, tidak ada alat ukur bagaimana menentukan inteligensia ganda yang dikemukakan itu, pada akhirnya terjadi variasi yang besar di lapangan, tergantung guru dan orang tua bagaimana cara yang dirasanya fun dalam mengembangkannya. Bahkan bisa terjadi stimulasi yang berlebihan karena tak tahu 20 dasar dan batasnya lagi kapan harus berhenti melakukan stimulasi. Sementara itu stimulasi yang berlebihan hasilnya akan sama saja dengan jika seorang anak tidak dilakukan stimulasi atau bimbingan. Perkembangan otak manusia yang tidak simetris sebagaimana teori dari Geschwind & Galaburda tentang teori dominasi dan lateralisasi pada otak. Beberapa hal yang penting dari teori ini adalah: a. Perkembangan normal otak manusia justru mempunyai struktur yang asimetris. b. Kekuatan tangan kanan dan dominasi bahasa diatur oleh belahan otak sebelah kiri adalah kondisi bawaan yang diturunkan secara genetik, dengan kata lain bahwa secara normal belahan otak kiri berkembang secara dominan dan akan mengatur perkembangan bahasa dan kebiasaan penggunaan tangan kanan. Sedangkan belahan otak kanan akan mengatur kemampuan dimensi. c. Tidak adanya pola dominasi ini menurut Geschwind & Galaburda merupakan keadaan penyimpangan dominasi yang dapat disebabkan saat kehamilan adanya pengaruh penekanan kerja dari hormone testoteron. d. Keadaan anatomi yang asimetris ini merupakan hal yang genetik, yang pembentukannya saat berada di dalam kandungan. Penggunaan tangan kiri lebih banyak pada laki-laki, diperkirakan karena faktor perbedaan jenis kelamin. Keadaan otak dari kelompok diklesia ini mempunyai otak yang simetris sama besar. e. Sementara itu produksi testoteron juga dipengaruhi oleh faktor eksternal, sedangkan terjadinya pola yang menyimpang karena adanya faktor yang menghambat kerja hormon testoteron. Dalam pengembangan keberbakatan menurut Monk guru besar psikologi ahli anak gifted menjelaskan bahwa keberbakatan (giftedness) adalah suatu potensi bawaan yang memerlukan pembinaan guna mencapai prestasi sesuai dengan potensinya, bisa merupakan kombinasi dari beberapa bidang di bawah ini, setiap 21 anak gifted akan mempunyai beberapa atau kombinasi dari bidang keterampilan tersebut: a. Bidang kognitif atau prestasi intelektual; b. Bidang kreativitas atau produktivitas; c. Bidang artistik (seni dan musik); dan d. Bidang sosial (kemampuan kepemimpinan). Menurutnya bahwa kreativitas dan motivasi banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Bagaimana lingkungan dapat memahami tumbuh kembang, pola perilaku, dan berbagai karakteristik personalitas seorang anak gifted, semuanya akan memengaruhi seorang anak gifted dalam rangka mengembangkan kreativitasnya, serta mendorong motivasi internalnya agar mencapai apa yang diminati dan dicitacitakan. Sedangkan potensi bidang keterampilan (misalnya inteligensia, musik, seni, kepemimpinan) dengan kapasitas tinggi yang dimiliki seorang anak lebih banyak dipengaruhi oleh faktor internal anak itu sendiri, yaitu faktor bawaan atau genetik. Menurut Monks untuk mengenali bahwa anak adalah seorang anak gifted, bagaimana minat dan bakatnya, masih belum cukup jika hanya menggunakan identifikasi secara umum. Untuk itu memerlukan in-depth individual diagnosis karena hal ini akan menyangkut bukan saja kemampuannya di bidang intelektual atau kognitifnya, area inteligensia yang kuat dan yang lemah, tetapi juga menyangkut berbagai hal lainnya, yaitu karakteristik personalitasnya, minat dan cita-citanya, bagaimana situasi sosialnya dalam penerimaan seorang anak gifted dalam mengembangkan keberbakatannya. Tak ditinggalkan pula faktor minoritas dan masalah gender. Dalam mengasuh anak, pendekatan yang digunakan dalam pendidikan anak yang diatur oleh kementerian pendidikan adalah menggunakan pendekatan multifaktor yang dikemukakan oleh Renzuli dan Monk dalam Tiel (2015, 353) yang dinamakan Triadik dari Renzulli-Monks. 22 Sekolah Keluarga Motivasi Kreativitas Kemampuan Luar Biasa Lingkungan Keberbakatan Andai salah satu faktor di atas luput dari perhatian dan tidak menjadi pendukung pengembangan keberbakatan, menurut Monks, prestasi keberbakatan itu juga tidak akan terwujud. 2. Model Pendidikannya a. Masuk dalam Sekolah Reguler We zijn samen weer naar school (kita kembali bersama ke sekolah) adalah inovasi sistem pendidikan di Belanda dalam menanggapi kebutuhan pendidikan yang memerhatikan bahwa setiap anak mempunyai keunikan masing-masing (omgaan met verschillen) dengan pendekatan sistem pendidikan yang adaptif, yang artinya bahwa pendidikan yang ditawarkan harus mampu diterima oleh setiap murid. Bentuk ini merupakan reaksi terhadap keadaan yang dirasa semakin kurang menguntungkan terhadap anak-anak yang mempunyai kebutuhan khusus dalam pendidikan dengan cara memisahkannya dari komunitas anak-anak yang disanggup normal dalam sekolah-sekolah khusus atau luar biasa (special onderwijs). Pemisahan dimulai sejak pascaperang dunia yang pada akhirnya menghasilkan bentuk yang semakin beragam, maka sejak tahun 1963 sistem pendidikan seperti ini mulai dirasa kurang menguntungkan bagi perkembangan anak, di samping itu dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dalam deteksi anak-anak bermasalah mengakibatkan jumlah anak bermasalah menjadi semakin meningkat 23 yang menyebabkan bangku sekolah khusus yang disediakan tidak seimbang lagi dengan kebutuhan. Sejak itu adanya bentuk sekolah reguler (umum) dapat menerima anak-anak yang membutuhkan perhatian ekstra. Dan pada tahun 1990 ditetapkanlah adanya bentuk sekolah ini yang kemudian disebut We zijn samen weer naar school. We zijn samen weer naar school yang merupakan bentuk sekolah dalam sistem reguler ini awalnya menerima anak-anak yang normal tetapi sekaligus juga dapat menerima anak-anak yang mengalami gangguan belajar spesifik (pesific learning disabilities) yaitu diklesia, disgrafia, dan diskalkulia. Namun pada tahun 2000 sekolah-sekolah reguler ini menerima anak-anak gifted baik yang mempunyai prestasi maupun yang mengalami prestasi rendah (underachiever) dan bermasalah. Anak-anak dengan ADD/ADHD dapat diterima tahun 2000. Pada tahun 2002 kemudian dapat menerima anak-anak dengan ASD (Autistic Spectrum Disorder) dengan batasan inteligensia normal ke atas. Anak-anak dengan berbagai gangguan lainnya (gangguan inteligensia yang berat; cacat primer, seperti buta, tuli dan cacat fisik lainnya; serta gangguan mental) tidak dimasukkan dalam sekolah reguler. Sehingga model sekolah inklusif Belanda (di mana sekolah umum/reguler dapat menerima anak dengan kebutuhan khusus) berbeda dengan model sekolah inklusif yang dikembangkan oleh Unesco yang inovasinya didasari Deklarasi Samalanca tahun 1994 bahwa setiap anak mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan yang sebaik-baiknya serta pendidikan perlu memerhatikan keunikan setiap individu, mode inklusif yang dikembangkan oleh Unesco adalah bentuk sekolah reguler yang terbuka untuk berbagai anak berkebutuhan khusus, sehingga negara yang menggunakan model ini tidak lagi memerlukan adanya sekolah-sekolah khusus (SLB). Dalam pelaksanaan ini diadakan kerja sama dan pengembangan secara lintas program antar sekolah-sekolah reguler dan sekolah khusus. Sebagian anak-anak yang dirasa sudah dapat dipindah ke sekolah reguler, tidak perlu lagi ke sekolah khusus atau sebaliknya. Jika yang dipreritaskan adalah mengatasi permasalahan yang disandang oleh seorang murid bisa dipindahkan ke sekolah khusus. Masuknya 24 anak-anak gifted ke sekolah refuler inklusif Belanda sebagai kelompok anak yang membutuhkan perhatian khusus ini juga diperlukan keputusan bersama antar Menteri Kesehatan dan Menteri Pendidikan. Yang memberlakukan bahwa dalam melihat kebutuhan pendidikan anak-anak gifted diperlukan dua aspek pandangan yang sama pentingnya, yaitu (Ministrie van Onderwijs, Cultuur en Wetenschappen, 2001): 1) Aspek permasalahan yang disandang anak-anak gifted yang dapat menyebabkan anak-anak ini mengalami prestasi yang rendah (underachiever); 2) Aspek pengembangan potensi keberbakatan. Istilah gifted di Belanda lebih dikenal dengan sebutan hoogbegaafd (potensi tinggi) yang dalam penggunaan bahasa Inggris lebih dikenal dengan istilah high ability yang pengertiannya lebih mengacu pada potensi yang dimiliki setiap anak gifted, daripada produk atau prestasi yang dihasilkan. Istilah high ability ini kini lebih banyak digunakan dan menjadi istilah resmi di beberapa negara Eropa. Dalam kerja sama pendidikan anak-anak gifted di Eropa berbagai negara bersatu dan membentuk sebuah lembaga konsil dengan nama ECHA (European Council for High Ability). Sementara Amerika masih menggunakan istilah Gifted Center. Perbedaan dasar teori dua belahan benua antara Eropa dan Amerika ini juga membawa dampak pada debat teoretis tentang anak-anak gifted yang membutuhkan pendekatan dan waktu yang tidak sedikit. Debat teoretis yang belum selesai ini akan membawa pada tidak pernah selesainya perundang-undangan tentang pendidikan anak-anak gifted yang tidak berprestasi, bermasalah, serta yang bergangguan perkembangan di Amerika yang sebetulnya model pendekatannya kemudian banyak ditiru oleh banyak negara yang mengacu pada pendidikan model Amerika. b. Adaptive Education dan Psycohoeducational Assesment Masalah anak-anak gifted umumnya muncul saat mereka berusia di bawah lima tahun dan saat-saat sekolah dasar. Di sekolah lanjutan pada umumnya berbagai masalah yang ada sudah dapat diatasinya, serta perberdaan tingkat perkembangan 25 anak-anak di usia sekolah lanjutan sudah tidak terlalu mengalami kesenjangan yang besar. Para ahli melaporkan, bahwa hal ini disebabkan bukan hanya karena masalah disikronitas perkembangannya, tetapi juga gaya berpikir yang berbeda dengan anakanakn umumnya. Gaya berpikir yang gestalt (global dan analisis) menyebabkan ia tidak bisa menerima pendidikan konvensional yang membutuhkan gaya berpikir sekuensial. Karena itu jika materi pendidikan tidak diberikan sesuai dengan gaya berpikir dan minatnya, hal ini akan membawanya ke bentuk prestasi rendah yang bisa berlanjut pada kefrustasian dan masalah prilaku lainnya. Dalam menanggapi kebutuhan anak gifted serta anak-anak berkebutuhan khusus lainnya, materi yang diberikan dalam pendidikan regular di sekolah dasar dapat dilakukan dengan memberikan kurikulum berdeferensial dan metode yang sesuai dengan karakteristik setiap anak didik. Pendekatan ini lebih dikenal sebagai adaptive onderwijs (pendidikan yang adaptif). Usia wajib sekolah dimulai umur empat tahun hingga usia sekolah lanjutan, dan guna memberikan pendidikan yang berdiferensiasi dengan competence –basedcurriculum. Pada anak-anak ini sejak dini sudah dilakukan psycoeducational assessment. Psycoeducational assessment, yaitu saat pendidikan di usia empat tahun di taman kanak-kanak, yang dilakukan oleh dokter sekolah, dinas bimbingan pedagodi, speech pathologist, dan seterusnya dibantu oleh guru dan konselor. Kelompok profesi ini merupakan profesi yang bekerja secara regional dalam tingkatan desa atau kecamatan. Bila diperlukan untuk diakses lebih lanjut makan dikirim ke pusat-pusat asesmen yang lebih tinggi. Usia 4-6 tahun bukan saja sebagai tempat untuk pengembangan intelektual, tetapi lebih merupakan pusat tumbuh kembang, baik intelektual, fisik, psikologi, sosial, motoric, bahasa, dan wicara. Karena itu pendidikan di usia ini dikaitkan dengan program kesehatan yang dilakukan oleh dokter sekolah dipantau oleh dinas kesehatan. Dokter sekolah membawahi beberapa sekolah dan bertanggungjawab terhadap kesehatan dan tumbuh kembangnya anak-anak disekolah mulai taman kanak-kanak hingga sekolah lanjutan. Selain itu, ia juga melakukan penyuluhanpenyuluhan baik kepada murid dan orang tua. 26 Guna pelayanan yang maksimal terhadap anak-anak gifted, apabila ada hal-hal baru dalam metode pengajaran anak gifted, untuk itu para guru mendapat pelatihan atau tambahan pendidikan di pusat-pusat pendidikan guru untuk anak gifted. Psycoeducational assessment adalah salah satu penunjang sistem pendidikan adaptif berbasis kompetensi yang sangat penting. Apabila seorang anak mendapatkan catatan dari dokter tumbuh kembang bahwa ia mempunyai perkembangan yang memerlukan perhatian, dokter sekolah akan segera melakukan berbagai pemeriksaan dan mengirimnya ke schoolbelgeleidingdienst dengan referral melalui dokter keluarga untuk dilakukan psycoeducational assessment. c. Diagnostik dan Portfolio Apabila ada catatan dari dokter, seorang anak yang dating ke sekolah tidak lagi akan membawa diagnose dokter dan psikolog, tetapi diagnose dari seorang pedagog ataupun othopedagog. Oleh psikolog beserta pedagog di lembaga schoolbegeleidingdienst, diagnosi dokter tersebut dan akan segera diterjemahkan menjadi orthopedagogiagnostik dengan cara melakukan kembali berbagai tes yang diarahkan pada bagaimana cara-cara bimbingan yang sesuai untuk seorang anak. Pada dasarnya diagnositik prasyarat kemampuan anak menerima pelajaran dengan vara melakukan berbagai pemeriksaan dan tes baik kulaitatif maupun kuantitatif yang ditunjukkan kepada: 1) Kondisi internal murid: a) Gangguan perkembangan biologis; b) Gangguan perkembangan psikologis: (1) intelektual; (2) motivasi dan emosi; (3) perkembangan bahasa dan wicara; (4) perkembangan motorik; (5) perkembangan sosial; (6) pengetahuan umum; (7) kemampuan; (8) perilaku belajar; dan (9) strategi pemecahan masalah. 2) Kondisi eksternal murid, seperti keluarga, peergroup, sekolah, dan budaya Guna perencanaan pengelolaan di dalam kelas dilakukan pemeriksaan yang dikenal sebagai pedagogisch-didactisch onderzoek. Pemeriksaan ini merupakan 27 lanjutan dari pemeriksaan-pemeriksaan sebelumnya, dan dilakukan oleh schoolbegeleider, otrhopedagog, interne begeleider, dan guru berpengalaman. Dengan pemeriksaan ini akan diperoleh informasi bagaimana setiap anak dapat berfungsi dalam beragam permainan, pelajaran, dan situasi kerja. Bidang-bidang yang diamati adalah berbagai aktifitas yang dikerjakan murid dalam rangka pengasuhan dan pembelajaran. Kesimpulan ditarik terhadap semua facet perkembangan baik dalam situasi di sekolah maupun di rumah. Observasi tersebut adalah terhadap bidang-bidang perkembangan: 1) Orientasi pandang ruang 2) Motorik 3) Pengenalan anggota badan 4) Orientasi waktu 5) Pengenalan lingkungan, bahasa, dan gaya berpikir 6) Kemampuan membaca dan menulis 7) Hitungan sederhana, dan lain-lain Semua hasil pemeriksaan, laporan guru, orang tua, hasil kerja anak dikumpulkan dalam satu map yang kemudian disebut portfolio. Dari berbagai catatan inilah guru dibantu oleh konselor sekolah untuk menarik kesimpulan apa yang harus diberikan pada seorang anak bimbingnya. Portfolio akan menyertai anak hingga ia menyelesaikan studinya sejak taman kanak-kanak hingga akhir sekolah dasar. Portfolio ini akan terus bertambah dan sewaktu-waktu digunakan kembali untuk bahan evaluasi. Sinyal giftedness atau keberbakatan yang perlu mendapatkan perhatian adalah seperti yang dijelaskan oleh van Gerven, dalam bukunya adalah : cepat dalam pemahaman, mempunyai bidang minatan yang luas, kemampuan belajar dengan tempo sangat panjang, kemampuan bahasa yang tinggi, kemampuan pemecahan masalah secara cepat, kemampuan analitik yang tinggi, sangat kreatif dan sangat orisinal, kematangan jiwa, menyenangi pekerjaan yang sulit dan menantang, mempunyai memori yang sangat baik, mempunyai ketahan kerja yang tinggi, 28 perfeksionis, menyukai bekerja secara mandiri, mempunyai kekuatan dalam beberapa bidang tertentu, dapat berpikir secara intuitif, mempunyai kebutuhan untuk melakukan kontak dengan yang lebih dewasa. d. Kompetensi di dalam Kelas Dengan pendekatan competence based curriculum, artinya tidak ada lagi anak yang disebut anak bodoh atau anak pandai, tetapi setiap anak membawa keunikannya masing-masing dan duduk di dalam kompetensinya. Dalam hal ini di dalam kelas juga tidak ada sebutan sebagai anak gifted, tetapi sebagai anak maju daripada anak lain di dalam kelas. Setiap anak seringkali tidak merata dalam kecepatan menempuh setiap mata pelajaran, maka anak tersebut bisa saja dalam pelajaran membaca buku di kompetensi yang lemid daripada pelajaran lainnya. Tujuan pelajarn yang ditetapkan menjadi sangat fleksibel, bisa ditempun sesuai dengan kemampuan dan tempo menempuh pelajaran. Anak yang tidak mampu mencapai minimum kompetensi yang ditetapkan oleh pihak sekolah akan dievaluasi kembali (psikodiagnostik) untuk mengetahui berbagai hal yang menghambat kegiatan belajarnya. Apabila diperlukan ia bisa dipindahkan ke sekolah khusus agar mendapatkan perhatian ekstra dan metode yang lebih khusus. Apabila masa kana-kana (grup 1 dan 2) merupakan pusat tumbuh kembang anak, maka grup tiga dan seterusnya sudah merupakan masa-masa belajar yang sesungguhnya, dimana pendidikan berbasis kompetensi dimulai. Saat ia menyelesaikan pendidikan sekolah dasar, maka setiap anak akan membawa kompetensinya masing-masing. Bagi anak-anak yang mempunyai kompetensi intelektual yang tinggi dalam bidang sains dan teknologi, akan dipersiapkan masuk ke sekolah yang disebut gymnasium, lyseum, atenium untuk selanjutnya ke perguruan tinggi yang akan lebih mengarah pada pengembangan ilmu. Kepada yang mempunyai kapasitas intelektual baik dan terampil diarahkan masuk ke sekolah menengah profesi dipersiapkan ke perguruan profesi. Kepada yang mempunyai keterampilan yang baik diarahkan ke sekolah kejuruan, dan 29 sisanya masuk ke sekolah lanjutan menengah untuk kemudian dapat menjadi tenaga menengah. e. Progam Pelayanan Keberbakatan Anak-anak gifted ditempatkan di sekolah-sekolah regular. Sebagaimana anak –anak yang membutuhkan kebutuhan khusus, anak-anak gifted membutuhkan materi lebih sekaligus membutuhkan remedial teraphy. Pelayanan terhadap pengembangan keberbakatan adalah dengan cara pemberian tugas-tugas percepatan, pengayaan, dan pendalaman. Percepatan (akselerasi) adalah meloncatkan anak ke tingkatan kelas yang lebih tinggi, dengan mempertimbangkan; (1) kapasitas intelektual; (2) tingkat kemampuan didaktik; (3) perkembangan sosial dan emosional. Selain itu, Percepatan juga bisa diberikan di dalam kelas dengan mengambilkan bahan-bahan di kelas atasnya. Pengayaan adalah memberi kesempatan anak didik mempelajari hal-hal lain sesuai minatnya di luar materi yang ditawarkan oleh pihak sekolah. Hal ini untuk memberi kesempatan menyalurkan dorongan internal untuk memecahkan persoalan yang lebih menantang. Program pengayaan juga menyangkut perluasan dan pendalaman materi. Materi tugas pengayaan dan pendalaman dapat secara kreatif dan dikembangkan oleh guru bersama orang tua dengan mencarikan mentor-mentor yang ada di dekat sekolah atau orang tua yang dapat membantu mengembangkan ide-ide kreatifitas siswa. f. Bentuk Pendidikan Sekolah Dasar Lain Di samping sekolah dasar regular yang diselenggarakan pemerintah,terdapat bentuk sekolah dasar lain yang diselenggarakan oleh pihak swasta menggunakan metode pendekatan yang berbeda, yang dalam sistem pendidikan Belanda disebut dengan Vrije School (sekolah bebas). Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan adaptif, namun memberikan kebebasan setiap individu sekolah agar bias mengembangkan bakat seluas-luasnya. Sehingga setiap anak secara bebas dapat memilih mata pelajaran apa yang menjadi minatnya untuk dikembangkan sebebasbebasnya tanpa memberi batasan sampai mana yang bias ia capai. 30 3. Peran Orang Tua a. Apa yang Perlu Diketahui? Apabila dalam psikodiagnostik menunjukkan bahwa anak tersebut mempunyai potensi giftedness, maka segera orang tua mendapatkan kewajiban dari pemerintah untuk mengikuti kursus-kurusu, menerima buku wajib sebagai bahan bacaan, harus selalu membangun kontak dengan para profesional, interne begeleider, dan guru kelas. Para orang tua juga diwajibkan untuk mengikuti kelompok orang tua anak gifted yang dibangun untuk menampung keluhan, mencari informasi, dan sekaligus bimbingan dari tenaga ahli. Pertemuan diadakan secara rutin guna mencari ide-ide dan pengembangan serta masukan kepada pemerintah guna peningkatan pelayanan anak berbakat. Orang tua memiliki peranan besar dalam pengembangan berbagai bakat yang dimiliki anak selain bakat intelektual. Hal yang harus dilakukan orang tua adalah selalu siap menyediakan waktu jika anak menanyakan sesuatu dan menginginkan sesuatu. Bagi anak yang visual leaner dan banyak gerak, orang tua bisa mengupayakan agar sering ke luar ke tempat-tempat yang baginya menarik perhatian, misalnya kebun binatang dan museum. Anak yang visual leaner dan banyak gerak, masa-masa balitanya tampak sekali jika hanya ingin berlari keluar, atau disebut juga outdoor child. Ia sangat tertarik pada lingkungan dan alam. Binatang dan manusia adalah objek perhatian yang selalu menjadikan inspirasi menggambarnya. Pada usianya yang ke- 10, ia sudah mampu bersosialisasi dengan baik, mampu berbahasa dan berbicara dengan baik, berkumpul dengan teman-teman sekolah dan tetangganya untuk bermain bersama atas prakarsa dirinya. Dalam perkembangan seperti ini, bisa dipahami bahwa ia tidak mampu mengembangkan segala sesuatu secara bersamaan. Selalu ada prioritas tanpa mengurangi prestasi yang sudah dicapainya. Aldenkamp (dalam Tiel, 2015, 367) mengatakan bahwa anak-anak yang mengalami keterlambatan kematangan perkembangan pada saat menjelang masa puber akan mengalami perkembangan yang membaik, terjadi normalisasi perkembangan. 31 b. Pengembangan Kreativitas dan Bakat Kreativitas adalah salah satu komponen yang mendukung keberbakatan. Tanpa adanya kreativitas, keberbakatan tidak bisa berkembang, sekalipun hal-hal lain seperti dukungan keluarga, sekolah, dan adanya potensi luar biasa. Renzuli (dalam Tiel, 2015: 367) menjelaskan bahwa kreativitas atau produksi kreatif secara definitif tidak tergantung pada psikometrik (IQ), tetapi kreatifitas adalah suatu kemampuan berpikir yang orisinal, yang sangat fleksibel penuh dengan temuan baru dalam melakukan pemecahan masalah. Begitu pula dengan kemandirian dan keingintahuan dalam rangka melihat dan memecahkan berbagai masalah, semuanya akan berkaitan dengan kreatifitas. Karena itu, kreatifitas adalah kemampuan yang sangat unik, suatu kemampuan berpikir dalam memecahkan masalah secara serentak/simultan, atau divergen. Seorang anak yang berbakat (gifted) haruslah selalu menunjukkan kreatifitas yang dimiliki dalam mencapai prestasi di bidang yang diminatinya. Menurut Renzulli (dalam Tiel, 2015: 368), orang-orang yang mempunyai kreatifitas tinggi adalah seorang yang berbakat (gifted). Tapi sebaliknya, orang yang mempunyai intelegensia tinggi tidak otomatis memiliki kreatifitas yang tinggi. c. Anak Bertalenta, cerdas, berbakat? Anak bertalenta sering juga disebut dengan anak berbakat, tetapi bukan anak gifted. Terhadap anak bertalenta, tidak membahas potensi intelektual pada dirinya. Artinya, tidak membicarakan seberapa tinggi IQ anak tersebut. Hal yang dibahas pada anak bertalenta adalah tentang kemampuan kreatifitas yang mampu ditunjukkannya berupa produksi kreatifnya yang luar biasa yang dapat melebihi rata-rata. Anak cerdas adalah anak-anak yang dalam upaya mencapai prestasi belajar melalui upaya belajar yang tahap bertahap. Anak-anak ini justru sangat menyenangkan karena selalu tertib, rajin, sangat cerdas, mudah menerima pelajaran dan disiplin. Anak cerdas mempunyai perbedaan kemampuan analisa-sintesa dalam berpikir logis bila dibandingkan dengan anak gifted yang potensi terkuatnya adalah dalam hal ini. Potensi terkuat anak cerdas adalah mampu mengopi dengan cepat. 32 Anak berbakat (gifted) mempunyai potensi bakat diberbagai bidang. Memiliki banyak ide-ide kreatif, selalu memulai pekerjaan baru, sebelum pekerjaan itu selesai ia sudah memiliki ide baru, dan apa yang dikerjakannya menurutnya sudah kuno. Sehingga apa yang dikerjakannya sering tidak selesai, atau belum selesai ia sudah memulai sesuatu yang baru lainnya. Perbedaan anak cerdas dengan anak gifted Anak Cerdas Anak Gifted Mengetahui jawaban Selalu bertanya Pandai karena menghafal Selalu coba-coba Tertarik pada objek Peneliti yang sangat ingin tahu Sangat pemerhati dan terfokus Terlibat secara fisik dan mental, kadang karenanya ia melamun Menyukai logika sederhana Terdorong pada komplesitas Menyukai kata-kata Seringkali menggunakan kata-kata yang tidak umum Mempunyai ide-ide yang baik Mempunyai ide-ide gila, cepat, dan inosens Pekerja keras Coba-coba dan mencari batas Menjawab pertanyaan Mendiskusikan secara detail, kritis, dan mencoba-coba mengubah peraturan Berprestasi di atas rata-rata kelas Dapat diatas, rata-rata, dan di bawah rata-rata Mendengarkan dengan perhatian Menunjukkan perasaan dan opini yang kuat Mudah belajar Seringkali justru sudah mengetahui 6-8 kali mengulang untuk menjadi Kemahiran setelah reperisi 2 kali mahir Memahami ide-ide Menciptakan ide-ide Menyenangi persahabatan Mencari teman yang lebih tua Memahami tujuan dan arti Meneliti persamaan Menyelesaikan tugas Selalu memulai suatu proyek 33 Mengopi secara sempurna Mengkreasi hal-hal baru Menyukai sekolah Menyenangi belajar Teknikus Penemu Gembira dengan hasil belajar Sangat kritis terhadap diri sendiri d. Pengembangan Bakat Intelektualitas Cara mengembangkan bakat intelektualitas adalah dengan sesalu berdiskusi dengan guru untuk melihat bagian mana yang menjadi bagian terkuat dan bagian terlemah dari anak tersebut. Kerja sama ini memang merupakan suatu tuntutan yang tidak mungkin bisa dielakkan. Kedua belah pihak, antara gutu dan orang tua perlu ada keterbukaan dan berlapang dada serta salong memercayai. Guru akan senantiasan perlu memercayai laporan-laporan orang tua tentang berbagai hal saat anak berada di rumah, begitu juga sebaliknya. Anak-anak visual-spatial learner akan mempunyai keunggulan dalam melakukan pencandraan dengan matanya. Oleh karena itu dalam pendidikannya juga lebih banyak diupayakan memanfaatkan kemampuan visuak-spatial-nya, yaitu buku dan banyak gambar. Contoh dalam mata pelajaran matematika bisa menggunakan matematika realistik dan berbagai permainan sampai berbagai hitungan rendah hafalan itu melekat dalam ingatannya secara kuat. Selain dengan matematika realistik, untuk memperkuat kemampuan berhitung yang lebih didasari oleh kemampuan menghafal, misalnya perkalian yang harus bisa dijawab secara otomatis hafal di luar kepala dengan cara lain, yaitu dengan memberikan berbagai cara-cara menghafal dengan menggunakan berbagai permainan dengan kartu, gambar, puzzle, dan sebagainya. e. Pengembangan Keterampilan Motorik Perkembangan motorik anak gifted sejak baru lahir mempunyai perkembangan yang luar biasa. Selain kemaunnya yang besar untuk menggapai berbagai benda, ia juga sangat cepat selalu bergerak kesana kemari. Cara yang dapat dilakukan adalah misalnya dengan memasukkannya ke dalam klub olahragagimnastik diusianya yang 34 keempat tahun. Bentuk olahraga yang membutuhkan kerja sama, seperti bola basket dan sepak bola baginya sangat telalu sulit. Selain kesulitan karena karakteristik perfeksionisnya yang membawanya sangat sulit bermain fleksibel yang akhirnya berlanjut pada ketidakpuasan, marah, frustasi, dan menangis. Selain itu hal lain yang dapat membantu pengembangan minat dalam produksi kreatif yang perlu dukungan motoric halus adalah seperti permainan kontruksi bangunan. Selain melatih motoric halusnya, permainan tersebut juga memberikan kesenangan anak dalam mengembangkan ide-idenya. f. Pengembangan Bakat Seni Dalam upaya mengembangkan keberbakatan anak, upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melihat potensi yang bisa dikembangkan dari anak tersebut, namun juga perlu mendukung kekurangannya. 35 DAFTAR PUSTAKA Tiel, J. M. V., 2007. Anakku Terlambat Bicara. Jakarta: Prenada. 36