Academia.eduAcademia.edu

MASYARAKAT TRANSNASIONAL CYBER CRIME

CYBER CRIME SEBAGAI SALAH SATU KEJAHATAN TRANSNASIONAL (Studi Kasus: Penipuan Online Oleh 33 Warga Tiongkok dan Taiwan di Jakarta) Mata Kuliah : Masyarakat Transnasional Dosen Pengampu: Indra Tamsyah, SIP., M.Hub.Int Kelompok 12: 1. Indah Purnama Sari (07041181823008) 2. Tiara Syifa Salsabila (07041281823074) 3.Abdul Hafiedz Rizqo Ardiansyah (07041281823099) 4. Julian Albert Napitupulu (07041181823018) FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL UNIVERSITAS SRIWIJAYA Latar Belakang Masalah Dalam beberapa literatur, cyber crime sering diidentikkan sebagai computer crime. Computer crime dirumuskan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan memakai komputer sebagai sarana/alat atau komputer sebagai objek, baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain. Secara ringkas computer crime didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan teknologi komputer yang canggih (Wisnubroto, 1999) Cyber crime merupakan bentuk perkembangan kejahatan transnasional yang cukup menghawatirkan. Pesatnya perkembangan di bidang teknologi informasi saat ini merupakan dampak dari semakin kompleksnya kebutuhan manusia akan informasi itu sendiri. Dekatnya hubungan antara informasi dan teknologi jaringan komunikasi telah menghasilkan dunia maya yang amat luas yang biasa disebut dengan teknologi cyberspace. Cyberspace adalah media yang tidak mengenal batas, baik batas-batas wilayah maupun batas kenegaraan. Sejalan dengan kemajuan teknologi informatika yang demikian pesat, melahirkan internet sebagai sebuah fenomena dalam kehidupan umat manusia. Internet, yang didefinisikan oleh The U.S. Supreme Court sebagai: "International network of interconnected computers." (Reno V. ACLU, 1997), telah menghadirkan kemudahan-kemudahan bagi setiap orang bukan saja sekedar untuk berkomunikasi tetapi juga melakukan transaksi bisnis kapan saja dan dimana saja. Saat ini berbagai cara untuk dapat berinteraksi di "dunia maya" ini telah banyak dikembangkan. Ari Juliano Gema, “Cyber Crime: Sebuah Fenomena di Dunia Maya.”. Diakses pada 6 November 2019. (https://www.interpol.go.id/id/kejahatan-transnasional/kejahatan-dunia-maya/89-cybercrime-sebuah-fenomena-di-dunia-maya) Cyber crime memiliki beberapa bentuk, diantaranya adalah: Unauthorized Access to Computer System and Service Kejahatan yang dilakukan dengan memasuki/menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya. Biasanya pelaku kejahatan (cracker) melakukannya dengan maksud sabotase ataupun pencurian informasi penting dan rahasia. Namun begitu, ada juga yang melakukan hanya karena merasa tertantang untuk mencoba keahliannya menembus suatu sistem yang memiliki tingkat proteksi tinggi. Kejahatan ini semakin marak dengan berkembangnya teknologi internet/intranet. Illegal Contents Merupakan kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke internet tentang sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum. Sebagai contohnya adalah pemuatan suatu berita bohong atau fitnah yang akan menghancurkan martabat atau harga diri pihak lain, hal-hal yang berhubungan dengan pornografi atau pemuatan suatu informasi yang merupakan rahasia negara, agitasi dan propaganda untuk melawan pemerintahan yang sah, dan sebagainya. Data Forgery Merupakan kejahatan dengan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang tersimpan sebagai scriptless document melalui internet. Kejahatan ini biasanya ditujukan pada dokumen-dokumen e-commerce dengan membuat seolah-olah terjadi "salah ketik" yang pada akhirnya akan menguntungkan pelaku. Cyber Espionage Merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer (computer network system) pihak sasaran. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap saingan bisnis yang dokumen ataupun data-data pentingnya tersimpan dalam suatu sistem yang computerized. Cyber Sabotage and Extortion Kejahatan ini dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan internet. Biasanya kejahatan ini dilakukan dengan menyusupkan suatu logic bomb, virus komputer ataupun suatu program tertentu, sehingga data, program komputer atau sistem jaringan komputer tidak dapat digunakan, tidak berjalan sebagaimana mestinya, atau berjalan sebagaimana yang dikehendaki oleh pelaku. Offense Against Intellectual Property Kejahatan ini ditujukan terhadap hak atas kekayaan intelektual yang dimiliki pihak lain di internet. Sebagai contoh adalah peniruan tampilan pada web page suatu situs milik orang lain secara ilegal, penyiaran suatu informasi di internet yang ternyata merupakan rahasia dagang orang lain, dan sebagainya. Infringements of Privacy Kejahatan ini ditujukan terhadap informasi seseorang yang merupakan hal yang sangat pribadi dan rahasia. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap keterangan pribadi seseorang yang tersimpan pada formulir data pribadi yang tersimpan secara computerized, yang apabila diketahui oleh orang lain maka dapat merugikan korban secara materil maupun immateril, seperti nomor kartu kredit, nomor PIN ATM, cacat atau penyakit tersembunyi dan sebagainya. ibid Pada perkembangannya, ternyata penggunaan internet tersebut membawa sisi negatif, dengan membuka peluang munculnya tindakan-tindakan anti-sosial dan perilaku kejahatan yang selama ini dianggap tidak mungkin terjadi. Sebagaimana sebuah teori mengatakan: "Crime is a product of society its self.", yang secara sederhana dapat diartikan bahwa masyarakat itu sendirilah yang melahirkan suatu kejahatan. Semakin tinggi tingkat intelektualitas suatu masyarakat, semakin canggih pula kejahatan yang mungkin terjadi dalam masyarakat itu. Salah satu contoh kasus cyber crime yang terjadi adalah Penipuan Online Oleh 33 Warga Tiongkok dan Taiwan di Jakarta. Kasus ini bermula dari ditangkapnya 33 warga Tiongkok dan Taiwan yang melakukan tindakan penipuan online yang ditangkap di kawasan Jakarta Selatan. Para pelaku berhasil masuk ke Indonesia dengan memanfaatkan kebijakan visa on arrival yang diterapkan di Indonesia. Dengan adanya kasus ini, perlu tindakan signifikan dari pemerintah Indonesia untuk menindaklanjuti kasus tersebut agar tidak terjadi lagi kasus yang sama. Maka dalam paper ini akan dijelaskan kronologi kasus beserta opsi yang dapat digunakan pemerintah sebagai sarana penyeelsaian kasus penupuan online yang terjadi. Rumusan Masalah Bagaimana kronologi kejadian penupuan online yang dilakukan oleh 33 warga Tiongkok dan Taiwan? Apa saja opsi yang bisa dilakukan pemerintah untuk menindaklanjuti kasus tersebut? Pembahasan Kronologi Kejadian Dikutip dari CNN Indonesia, Kepala Kantor Wilayah Imigrasi Jakarta Selatan, Cucu Koswala menjelaskan sindikat asal China dan Taiwan tersebut memanfaatkan celah dari kebijakan visa on arrival yang dikeluarkan pemerintah sehingga mereka merasa bebas masuk ke Indonesia tanpa harus melewati prosedur pemeriksaan ketat. Sementara soal visa on arrival bukan kewenangan Cucu untuk melakukan evaluasi atasnya. "Itu kebijakan kepada 64 negara untuk berkunjung ke Indonesia. Itu kebijakan bersifat nasional. Jadi pemerintah pusat yang berwenang mengevaluasi," ujarnya. Berdasarkan informasi yang dihimpun, para pelaku kejahatan penipuan cyber online yang tertangkap pada Minggu (24/5) kemarin akan dibawa ke Kantor Imigrasi Jakarta Selatan untuk diselidiki terkait penyalahgunaan dokumen keimigrasian, juga untuk melakukan pengidentifikasian terhadap seluruh WNA yang tertangkap. Sebelumnya, Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM telah mendeportasi 33 warga China yang dicokok di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, terkait kasus serupa, yaitu mengancam pengusaha hingga pejabat kotor di Tiongkok melalui fasilitas cyber online di Indonesia. Para pelaku tersebut meminta sejumlah uang kepada pihak yang menjadi targetnya. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Khrisna Murti mengatakan bahwa modal yang digunakan oleh sindikat cyber crime lintas negara tersebut mencapai ratusan juta rupiah. "Operasional saja sudah Rp 400 juta. Itu untuk keperluan keseharian saja. Jadi keuntungannya bisa miliaran," ujar Khrisna di rumah kontrakan yang menjadi markas komplotan itu, Jalan Kemang Selatan Blok 1D No. 15A, Kelurahan Bangka, Jakarta Selatan, Senin (25/5). Khrisna mengatakan, setiap pegawai dari sindikat tersebut mendapatkan upah bulanan mencapai belasan hingga puluhan juta rupiah tergantung perannya dalam menjalankan aktivitas ilegal tersebut. "Pegawainya digaji sekitar Rp 12 sampai Rp 15 juta. Kalau pengawas mencapai Rp 30 juta sampai Rp 50 juta," ujarnya. Berdasarkan hasil penyidikan yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya, para pelaku yang bekerja dalam sindikat cyber crime lintas negara tersebut sebelumnya direkrut dengan diiming-imingi janji oleh koordinator mereka akan mendapat upah besar saat bekerja di Indonesia. Namun setibanya di Indonesia, para pelaku tidak dipekerjakan sesuai janji dan justru ditempatkan di daerah tersembunyi untuk melakukan kegiatan ilegal. Saat dilakukan penggerebekan di wilayah Kemang itu, para pelaku sempat berusaha melarikan diri serta mengosongkan isi rumah usai mengetahui kawanannya telah diringkus di daerah Pondok Indah, Jakarta Selatan, dan Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. _________. 26 Mei 2015. “Kejahatan Siber Warga China Marak di Jakarta, Salah Imigrasi?”. Diakses pada 6 November 2019, dari CNN Indonesia: http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150525174758-12-55589/kejahatan-siber-warga-china-marak-di-jakarta-salah-imigrasi/ Berdasarkan objek kriminologi, pelaku kejahatan adalah sekelompok warga negara Tiongkok dan Taiwan yang menjalankan aksi kejahatannya di Indonesia. Target yang menjadi korban dalam kejahatan yang mereka lakukan ternyata bukan warga negara Indonesia sendiri. Akan tetapi, masyarakat di negara asalnya, yaitu warga negara Tiongkok dan Taiwan. Dalam melakukan kegiatannya, pelaku menelepon target mereka di Cina dan Taiwan. Kegiatan mereka diduga kuat dikendalikan sindikat penipuan dari negaranya. Begitu mendapat targetnya, mereka mengaku sebagai pejabat pemerintah, seperti polisi, dokter, gubernur. Mereka meminta uang di transfer ke rekening Bank Taiwan dan Cina. Disamping itu, kejahatan ini juga terjadi dan bertempat di Indonesia. Hal ini dapat dikarenakan faktor ketidaktelitian keamanan imigrasi indonesia sehingga kelompok kejahatan dapat lolos dengan memanfaatkan visa on arrival yang dapat diproses diperbatasan negara yang dituju. Selain itu, faktor ekonomi juga berpengaruh karena biaya hidup dan tempat tinggal di Indonesia tergolong murah. Kelompok ini merupakan salah satu jaringan penipuan lintas negara lewat cyberfraud, credit card fraud. Kejahatan ini dilakukan dengan cara memanipulasi informasi dengan cara membuat, beradaptasi, dan meniru dokumen-dokumen dengan maksud untuk mendapat keuntungan yang sebesar-besarnya melalui media internet. Dalam hal ini, mereka berperan sebagai pihak bank dan setiap orang dalam kelompok tersebut memiliki tugasnya masing-masing, seperti petugas bank dan call data center. Mereka berpura-pura menelepon target mereka dan menyampaikan jika kartu kredit target sedang bermasalah atau sudah habis. Setelah itu, mereka merayu target agar mendapatkan digit kartu kredit dan jika mendapat respon positif, itulah yang menjadi target penipuan. Ihsan Ashshiddiqi, “Analisis Yuridis Kejahatan Dunia Maya/Cyber Crime dalam Penipuan Online”. Diakses pada 6 November 2019. (https://www.academia.edu/24800809/Analisis_Yuridis_Kejahatan_Dunia_Maya_Cyber_Crime_dalam_Penipuan_Online) Opsi yang dilakukan pemerintah untuk menindaklanjuti kasus Penipuan Oleh 33 Warga Negara Tiongkok dan Taiwan tersebut. Pelaku kejahatan dunia maya dalam bentuk penipuan ini mendapat reaksi formal oleh Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM dengan dijerat hukuman deportasi ke negara asalnya untuk ditindaklanjuti secara hukum di asal negara. Hukuman ini tertera pada UU No. 6 Tahun 2011 pasal 75: Pejabat Imigrasi berwenang melakukan Tindakan Administratif Keimigrasian terhadap Orang Asing yang berada di Wilayah Indonesia yang melakukan kegiatan berbahaya dan patut diduga membahayakan keamanan dan ketertiban umum atau tidak menghormati atau tidak menaati peraturan perundangundangan. Tindakan Administratif Keimigrasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: pencantuman dalam daftar Pencegahan atau Penangkalan; pembatasan, perubahan, atau pembatalan Izin Tinggal; larangan untuk berada di satu atau beberapa tempat tertentu di Wilayah Indonesia; keharusan untuk bertempat tinggal di suatu tempat tertentu di Wilayah Indonesia; pengenaan biaya beban; dan/atau Deportasi dari Wilayah Indonesia. Tindakan Administratif Keimigrasian berupa Deportasi dapat juga dilakukan terhadap Orang Asing yangberada di Wilayah Indonesia karena berusaha menghindarkan diri dari ancaman dan pelaksanaan hukuman di negara asalnya. Hukumonline, “Undang-Undang Republik Indonesia nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian”. Diakses pada 6 November 2019. (https://pih.kemlu.go.id/files/UU%20No.%206%20Tahun%202011%20ttg%20Keimigrasian.pdf) Kesimpulan semakin mudahnya komunikasi, transportasi, transaksi financial, dan perjalanan lintas benua, maka hal tersebut juga memungkinkan adanya berbagai tindak kejahatan yang dapat dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Salah satunya dalah tindak kejahatan cyber crime yang dapat dilakukan dengan mudah pada masa sekarang karena semakin berkembangnya teknologi dan berbagai akses lain untuk penunjang aksi kejahatan dunia maya. Bukan hanya pada level nasional, cyber crime juga dapat terjadi secara transnasional atau secara lintas negara. Masyarakat yang semakin melek teknologi menjadi salah satu pendorong munculnya cyber crime. Kemudahan akses untuk mempelajari cara hacking dan berbagai kegiatan illegal di dunia maya dapat dicari melalui internet dengan begitu mudah. Salah satu tindakan cyber crime yang umum dijumpai pada masa ini adalah penipuan online. Seperti pada kasus yang terjadi di tahun 2015, Polda Metro Jaya berhasil meringkus 33 warga negara Tiongkok dan Taiwan yang sempat melakukan aksi penipuan online di Indonesia dengan cara masuk ke Indonesia menggunakan visa on arrival yang mana merupakan salah satu kebijakan di Indonesia dalam bidang transmigrasi. Sayangnya kebijakan ini disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab untuk membuka markas di salah satu daerah Jakarta dalam melancarkan aksi mereka melakukan penipuan online yang merugikan banyak pihak. Pemerintah Indonesia mengambil tindakan untuk mendeportasi para pelaku untuk diadili oleh negara asalnya sendiri. Kita sebagai masyarakat transnasional yang semakin mengikuti perkembangan zaman dan dimudahkan oleh berbagai akses beserta sarana penunjangnya harus lebih bijak dalam melakukan tindakan yang sekiranya dapat merugikan orang lain. Cyber crime jelas merupakan tindakan yang sangat dilarang dalam ranah nasional maupun dalam kehidupan transnasional karena hal tersebut melanggar hukum dan dapat merugikan pihak lain maupun secara personal. Referensi Wisnubroto, A. (1999). Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Komputer . Yogyakarta: Universitas Atmajaya, Yogyakarta. Ari Juliano Gema, “Cyber Crime: Sebuah Fenomena di Dunia Maya.”. Diakses pada 6 November 2019. (https://www.interpol.go.id/id/kejahatan-transnasional/kejahatan-dunia-maya/89-cybercrime-sebuah-fenomena-di-dunia-maya) _________. 26 Mei 2015. “Kejahatan Siber Warga China Marak di Jakarta, Salah Imigrasi?”. Diakses pada 6 November 2019, dari CNN Indonesia: http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150525174758-12-55589/kejahatan-siber-warga-china-marak-di-jakarta-salah-imigrasi/ Ihsan Ashshiddiqi, “Analisis Yuridis Kejahatan Dunia Maya/Cyber Crime dalam Penipuan Online”. Diakses pada 6 November 2019. (https://www.academia.edu/24800809/Analisis_Yuridis_Kejahatan_Dunia_Maya_Cyber_Crime_dalam_Penipuan_Online) Hukumonline, “Undang-Undang Republik Indonesia nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian”. Diakses pada 6 November 2019. (https://pih.kemlu.go.id/files/UU%20No.%206%20Tahun%202011%20ttg%20Keimigrasian.pdf) 10