Academia.eduAcademia.edu

Perda No. 1 Tahun 2018 ttg RZWP3K.pdf

2018, ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2018-2038

RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2018-2038

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2018-2038 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (5) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Jawa Timur Tahun 2018-2038; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Pembentukan Nomor Propinsi 2 Tahun Djawa 1950 Timur tentang (Himpunan Peraturan-peraturan Negara Tahun 1950), sebagaimana telah diubah dengan Undang–Undang Nomor 18 Tahun 1950 tentang Perubahan Dalam Undang–Undang Nomor 2 Tahun 1950 (Himpunan Peraturan-Peraturan Negara Tahun 1950); 3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 4. Undang-Undang -2- 4. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5490); 5. Undang-Undang Perlindungan Nomor dan 32 Tahun Pengelolaan 2009 tentang Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 6. Undang-Undang Informasi Nomor Geospasial 4 Tahun (Lembaran 2011 Negara tentang Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5214); 7. Undang-Undang Pemerintahan Nomor Daerah 23 Tahun (Lembaran 2014 Negara tentang Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan UndangUndang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161); 10. Peraturan -3- 10. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaga Negara Republik Indonesia Nomor 5160); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2013 tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5393); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6041; 14. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 228, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5941); 15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 56 Tahun 2014 tentang Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Perencanaan Tata Ruang Daerah; 16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Daerah; 17. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 23/PERMEN-KP/2016 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; 18. Peraturan -4- 18. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011-2031 (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2012 Nomor 3 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 15); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR dan GUBERNUR JAWA TIMUR MEMUTUSKAN: Menimbang : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2018–2038. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat. 2. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan. 3. Provinsi adalah Provinsi Jawa Timur. 4. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur. 5. Gubernur adalah Gubernur Jawa Timur. 6. Dinas adalah Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur. 7. Kabupaten/Kota adalah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur. 8. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur. 9. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. 10. Wilayah -5- 10. Wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. 11. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disingkat PWP-3-K adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil antar sektor, antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 12. Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disingkat WP-3-K adalah wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi Jawa Timur. 13. Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil adalah suatu proses penyusunan tahapantahapan kegiatan kepentingan di yang melibatkan dalamnya, guna berbagai unsur pemanfaatan dan pengalokasian sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil yang ada dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah atau daerah dalam jangka waktu tertentu. 14. Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disingkat dengan RZWP-3-K adalah rencana yang menentukan arah penggunaan sumber daya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin di wilayah pesisir dan Pulau-Pulau kecil. 15. Kawasan adalah bagian Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang memiliki fungsi tertentu dan ditetapkan berdasarkan kriteria karakteristik fisik, biologi, sosial, dan ekonomi untuk dipertahankan keberadaannya. 16. Zona adalah ruang yang penggunaannya disepakati bersama antara berbagai pemangku kepentingan dan telah ditetapkan status hukumnya. 17. Ekosistem adalah kesatuan komunitas tumbuh- tumbuhan, hewan, organisme dan non organisme lain serta proses yang menghubungkannya dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas. 18. Ruang -6- 18. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia dan makhluk lain hidup melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya. 19. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur yang selanjutnya disingkat RTRW Provinsi adalah rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah Provinsi Jawa Timur. 20. Kawasan Pemanfaatan Umum adalah bagian dari wilayah laut yang ditetapkan peruntukannya bagi berbagai sektor kegiatan yang setara dengan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundangundangan dibidang penataan ruang. 21. Kawasan Konservasi adalah kawasan laut dengan ciri khas tertentu yang dilindungi untuk mewujudkan pengelolaan ruang laut secara berkelanjutan yang setara dengan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan dibidang penataan ruang. 22. Kawasan Strategis Nasional Tertentu yang selanjutnya disebut KSNT adalah kawasan yang terkait dengan kedaulatan negara, pengendalian lingkungan hidup, dan/atau situs warisan dunia, yang pengembangannya diprioritaskan bagi kepentingan nasional. 23. Kawasan Strategis Nasional yang selanjutnya disebut KSN adalah wilayah penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia. 24. Alur Laut merupakan perairan yang dimanfaatkan, antara lain, untuk alur pelayaran, pipa/kabel bawah laut, dan migrasi biota laut pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan bagi berbagai sektor kegiatan. 25. Alur-pelayaran adalah perairan yang terdiri dari segi kedalaman, lebar dan bebas hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari kapal angkutan laut. 26. Perlintasan -7- 26. Perlintasan adalah suatu perairan dimana terdapat satu atau lebih jalur lalu lintas yang saling berpotongan dengan satu atau lebih jalur utama lainnya. 27. Pulau kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilometer persegi) beserta kesatuan ekosistemnya. 28. Pulau-pulau kecil adalah kumpulan beberapa pulau kecil yang membentuk kesatuan ekosistem dengan perairan disekitarnya. 29. Pulau-Pulau Kecil Terluar yang selanjutnya disingkat PPKT adalah merupakan suatu pulau yang memiliki letak strategis yang berbatasan dan berhadapan langsung dengan negara lain tanpa terhalangi oleh Pulau-Pulau lainnya serta sangat berpengaruh pada kedaulatan Negara Republik Indonesia. 30. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana zonasi melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. 31. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang sesuai dengan rencana zonasi yang telah ditetapkan. 32. Penangkapan Ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah dan/atau mengawetkannya. 33. Pembudidayaan Ikan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan, dan/atau membiakkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya. 34. Pelabuhan -8- 34. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi. 35. Kepelabuhanan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan, dan ketertiban arus lalu lintas kapal, penumpang dan/atau barang, keselamatan dan keamanan berlayar, tempat perpindahan intra dan/atau antarmoda serta mendorong perekonomian nasional dan daerah dengan tetap memperhatikan tata ruang wilayah. 36. Daerah Lingkungan Kerja yang selanjutnya disingkat DLKr adalah wilayah perairan dan daratan pada pelabuhan atau terminal khusus yang digunakan secara langsung untuk kegiatan pelabuhan. 37. Daerah Lingkungan Kepentingan yang selanjutnya disingkat DLKp adalah perairan di sekeliling Daerah Lingkungan Kerja perairan pelabuhan yang dipergunakan untuk menjamin keselamatan pelayaran. 38. Wilayah Kerja dan Pengoperasian Pelabuhan Perikanan yang selanjutnya disingkat WKOPP adalah tempat yang terdiri atas dipergunakan bagian daratan secara dan langsung perairan untuk yang kegiatan kepelabuhanan perikanan. 39. Nomor Lembar Peta yang selanjutnya disingkat NLP adalah nomor yang menjadi petunjuk tentang kedudukan nomor lembar peta bersangkutan dalam setiap seri peta yang mempermudah pengguna peta di dalam mencari letak suatu tempat dalam lembar peta secara keseluruhan. 40. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan selanjutnya disebut AMDAL adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. 41. Upaya -9- 41. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, selanjutnya disingkat UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. 42. Daya Dukung adalah kemampuan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain. 43. Mitigasi Bencana adalah upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik secara struktur atau fisik melalui pembangunan fisik alami dan/atau buatan maupun nonstruktur atau nonfisik melalui peningkatan kemampuan menghadapi bencana di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. 44. Kawasan Peruntukan Pertambangan adalah wilayah yang memiliki potensi sumber daya bahan tambang dan merupakan tempat dilakukannya kegiatan pertambangan di wilayah darat maupun perairan. 45. Kawasan Pertahanan ditetapkan secara Negara nasional adalah yang wilayah digunakan yang untuk kepentingan pertahanan. 46. Izin Lokasi Perairan Pesisir yang selanjutnya disebut Izin Lokasi adalah izin yang diberikan untuk memanfaatkan ruang dari sebagian perairan pesisir yang mencakup permukaan laut dan kolom air sampai dengan permukaan dasar laut pada batas keluasan tertentu dan/atau untuk memanfaatkan sebagian pulau-pulau kecil. 47. Izin Pengelolaan Perairan Pesisir dan Perairan PulauPulau Kecil yang selanjutnya disebut Izin Pengelolaan adalah izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan pemanfaatan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil. 48. Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh setiap orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase. 49. Setiap - 10 - 49. Setiap orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. 50. Pemangku Kepentingan Utama adalah para pengguna sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang mempunyai kepentingan langsung dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil, seperti nelayan tradisional, nelayan modern, pembudi daya ikan, pengusaha pariwisata, pengusaha perikanan, dan masyarakat. 51. Masyarakat Lokal adalah kelompok masyarakat yang menjalankan tata kehidupan sehari-hari berdasarkan kebiasaan yang sudah diterima sebagai nilai-nilai yang berlaku umum tetapi tidak sepenuhnya bergantung pada sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil tertentu dan yang melakukan kegiatan pemanfaatan ruang dan sumber daya perairan pesisir dan pulau-pulau kecil untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari yang menghasilkan produksi setara dengan rata-rata upah minimum Provinsi yang berlaku di wilayah Kabupaten/Kota setempat. 52. Masyarakat Tradisional adalah masyarakat perikanan tradisional yang masih diakui hak tradisionalnya dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan atau kegiatan lainnya yang sah di daerah tertentu yang berada dalam perairan kepulauan sesuai dengan kaidah hukum laut internasional dan yang melakukan kegiatan pemanfaatan ruang dan sumber daya perairan pesisir dan pulau-pulau kecil untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari yang menghasilkan produksi setara dengan rata-rata upah minimum Provinsi yang berlaku di wilayah Kabupaten/Kota setempat. 53. Peran serta masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan zonasi, pemanfaatan zona, dan pengendalian pemanfaatan zona wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. 54. Kearifan Lokal adalah nilai-nilai luhur yang masih berlaku dalam tata kehidupan masyarakat. 55. Gugatan Perwakilan adalah gugatan yang berupa hak kelompok kecil masyarakat untuk bertindak mewakili masyarakat dalam jumlah besar dalam upaya mengajukan tuntutan berdasarkan kesamaan permasalahan, fakta hukum, dan tuntutan ganti kerugian. BAB II - 11 - BAB II RUANG LINGKUP, ASAS DAN TUJUAN Bagian Kesatu Ruang Lingkup Pasal 2 (1) Ruang lingkup pengaturan RZWP-3-K meliputi: a. ke arah darat mencakup batas wilayah administrasi kecamatan di wilayah pesisir; dan b. ke arah laut sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai pada saat pasang tertinggi ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan. (2) Pengaturan wilayah pesisir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam RTRW Provinsi dan/atau Rencana Detail Tata Ruang yang berlaku. (3) Pengaturan wilayah pesisir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang membutuhkan wilayah laut agar menyesuaikan dengan ketentuan RZWP-3-K sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini. (4) Dalam hal terjadinya perubahan garis pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b secara alami, maka ukuran garis pantai yang digunakan adalah ukuran garis pantai yang berwenang ditetapkan sesuai oleh ketentuan lembaga/instansi peraturan yang perundang- undangan. Pasal 3 Pengaturan RZWP-3-K meliputi: a. ruang lingkup, asas, dan tujuan; b. jangka waktu, kedudukan, dan fungsi; c. kebijakan dan strategi; d. rencana alokasi ruang; e. peraturan pemanfaatan ruang; f. rencana pemanfaatan ruang; g. mitigasi bencana; h. pengawasan dan pengendalian; i. reklamasi; j. hak - 12 - j. hak, kewajiban, dan peran serta masyarakat; k. penyelesaian sengketa; dan l. gugatan perwakilan. Bagian Kedua Asas Pasal 4 Pengaturan RZWP-3-K berasaskan: a. berkelanjutan; b. keterpaduan; c. berbasis masyarakat; d. wilayah dan ekosistem; e. keseimbangan dan berkelanjutan; f. pemberdayaan masyarakat pesisir; g. tanggung gugat dan transparan; dan h. pengakuan terhadap masyarakat tradisional dan masyarakat lokal. Bagian Ketiga Tujuan Pasal 5 RZWP-3-K bertujuan untuk terwujudnya pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi yang terintegrasi, aman, berdaya guna, serta berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Jawa Timur dengan prinsip partisipatif. BAB III JANGKA WAKTU DAN FUNGSI Pasal 6 (1) RZWP-3-K berlaku selama 20 (dua puluh) tahun dan dapat ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun sekali. (2) Peninjauan kembali RZWP-3-K dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun apabila terjadi perubahan lingkungan strategis berupa: a. bencana - 13 - a. bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan; b. perubahan batas teritorial negara yang ditetapkan dengan undang-undang; dan/atau c. perubahan batas wilayah Daerah yang ditetapkan dengan undang- undang. (3) Peninjauan kembali dan perubahan dalam waktu kurang dari 5 (lima) tahun dilakukan apabila terjadi perubahan kebijakan nasional dan strategi yang mempengaruhi pemanfaatan ruang provinsi. Pasal 7 RZWP-3-K berfungsi sebagai: a. bahan pertimbangan bagi penyusunan rencana struktur dan pola ruang dalam RTRW Provinsi dan Rencana Rinci Tata Ruang Provinsi dan Kabupaten/Kota pada wilayah kecamatan pesisir; b. bahan pertimbangan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi; c. acuan dalam penyusunan Rencana Pengelolaan dan Rencana Aksi WP-3-K; d. instrumen penataan ruang di perairan laut WP-3-K; e. memberikan kekuatan hukum terhadap alokasi ruang di perairan laut WP-3-K; f. memberikan rekomendasi dalam pemberian perizinan di perairan laut WP-3-K; g. acuan dalam rujukan konflik di perairan laut WP-3-K; h. acuan dalam pemanfaatan ruang di perairan laut WP-3-K; dan i. acuan untuk mewujudkan keseimbangan pembangunan di WP-3-K. BAB IV KEBIJAKAN DAN STRATEGI RZWP-3-K Pasal 8 Kebijakan dan strategi dalam RZWP-3-K meliputi pengembangan: a. kawasan pemanfaatan umum; b. kawasan konservasi; c. kawasan - 14 - c. kawasan strategis; dan d. alur laut. Pasal 9 (1) Kebijakan pengembangan kawasan pemanfaatan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dilakukan melalui upaya pengembangan zona budidaya yang mampu mengoptimalkan potensi sektor produksi kawasan pesisir dengan tetap memperhatikan keberlanjutan lingkungan pesisir dan melibatkan masyarakat dalam pengelolaannya sehingga dapat mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir, meliputi: a. zona pariwisata; b. zona pelabuhan; c. zona perikanan tangkap; d. zona perikanan budidaya; e. zona industri; f. zona pertambangan; g. zona energi; dan h. zona bandar udara. (2) Strategi pengembangan zona pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan: a. menetapkan dan mengembangkan zona pariwisata menjadi sub zona wisata alam pantai/pesisir dan pulau-pulau kecil dan sub zona wisata alam bawah laut; b. mengembangkan sarana dan prasarana pendukung pariwisata bahari; dan c. mengintegrasikan aktivitas wisata bahari dengan pemanfaatan umum lainnya dan kawasan konservasi. (3) Strategi pengembangan zona pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan: a. menetapkan dan mengembangkan zona pelabuhan menjadi sub zona DLKr dan DLKp dan sub zona Wilayah Kerja dan WKOPP; b. mensinergiskan zona pelabuhan dengan kawasan pemanfaatan lainnya, kawasan konservasi, dan alur laut; dan c. mengelola pencemaran di zona pelabuhan. (4) Strategi - 15 - (4) Strategi pengembangan zona perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan: a. menetapkan dan mengembangkan zona perikanan tangkap menjadi sub zona pelagis dan sub zona pelagis-demersal; b. mensinergiskan zona perikanan tangkap dengan kawasan pemanfaatan lainnya, kawasan konservasi, dan alur laut; dan c. (5) melindungi nelayan tradisional dan kearifan lokal. Strategi pengembangan zona perikanan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan dengan: a. menetapkan dan mengembangkan zona perikanan budidaya; b. mensinergiskan zona perikanan budidaya dengan kawasan pemanfaatan lainnya, kawasan konservasi, dan alur laut; dan c. (6) mengelola pencemaran di zona perikanan budidaya. Strategi pengembangan zona industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilakukan dengan: a. menetapkan dan mengembangkan zona industri menjadi sub zona industri maritim dan sub zona industri manufaktur; b. mensinergiskan zona industri dengan kawasan pemanfaatan lainnya, kawasan konservasi, dan alur laut; dan c. (7) mengelola pencemaran di zona industri. Strategi pengembangan zona pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dilakukan dengan: a. menetapkan dan mengembangkan zona pertambangan menjadi sub zona pasir laut dan sub zona minyak bumi; b. mensinergiskan zona pertambangan dengan kawasan pemanfaatan lainnya, kawasan konservasi, dan alur laut; dan c. (8) mengelola pencemaran di zona pertambangan. Strategi pengembangan zona energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g dilakukan dengan: a. mengembangkan - 16 - a. mengembangkan zona energi; b. mensinergiskan zona energi dengan kawasan pemanfaatan lainnya, kawasan konservasi, dan alur laut; dan c. (9) mengelola pencemaran di zona energi. Strategi pengembangan zona bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h dilakukan dengan: a. mensinergiskan zona bandar udara dengan kawasan pemanfaatan lainnya, kawasan konservasi, dan alur laut; dan b. mengelola pencemaran di zona bandar udara. Pasal 10 (1) Kebijakan pengembangan kawasan konservasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dilakukan melalui upaya pengembangan zona konservasi yang mampu mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan dengan melibatkan masyarakat, meliputi: a. Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KKP-3-K); dan b. Kawasan Konservasi Perairan (KKP). (2) Strategi pengembangan KKP-3-K sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan: a. menetapkan dan mengembangkan KKP-3-K ke dalam zona inti dan zona pemanfaatan terbatas; b. melakukan perlindungan mutlak habitat dan populasi ikan serta alur migrasi biota laut, perlindungan ekosistem pesisir, dan perlindungan situs budaya atau adat tradisional; c. mensinergikan KKP-3-K dengan kegiatan tradisional masyarakat; dan d. melakukan rehabilitasi terhadap KKP-3-K. (3) Strategi pengembangan KKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan: a. menetapkan dan mengembangkan KKP ke dalam zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan terbatas, dan zona lainnya; b. melalukan perlindungan terhadap kegiatan pemijahan, pengasuhan, dan/atau alur ruaya ikan; c. mensinergikan - 17 - c. mensinergikan KKP dengan kegiatan tradisional masyarakat; dan d. melakukan rehabilitasi terhadap KKP. Pasal 11 (1) Kebijakan pengembangan kawasan strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c, meliputi: a. KSNT; dan b. KSN. (2) Kebijakan pengembangan kawasan strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah. Pasal 12 (1) Kebijakan pengembangan alur laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf d dilakukan melalui upaya menjaga keselamatan pada kawasan alur laut, meliputi: a. alur-pelayaran dan perlintasan; b. pipa dan kabel bawah laut; dan c. migrasi biota laut. (2) Strategi pengembangan alur pelayaran dan perlintasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan: a. menetapkan dan mengembangkan alur pelayaran dan perlintasan menjadi alur pelayaran dan perlintasan nasional, regional, dan lokal; dan b. mensinergikan alur-pelayaran dan perlintasan dengan kegiatan pemanfaatan umum, konservasi, dan alur lainnya (3) Strategi pengembangan pipa dan kabel bawah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan: a. menetapkan dan mengembangkan pipa dan kabel bawah laut menjadi pipa air bersih, pipa minyak dan gas, kabel listrik, dan kabel telekomunikasi; dan b. mensinergikan pipa dan kabel bawah laut dengan kegiatan pemanfaatan umum, konservasi, dan alur lainnya. (4) Strategi - 18 - (4) Strategi pengembangan migrasi biota laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan: a. menetapkan dan mengembangkan alur migrasi biota laut menjadi migrasi penyu dan migrasi biota tertentu; dan b. mensinergikan migrasi biota laut dengan kegiatan pemanfaatan umum, konservasi, dan alur lainnya. BAB V RENCANA ALOKASI RUANG Bagian Kesatu Umum Pasal 13 Rencana alokasi ruang WP-3-K terdiri atas: a. kawasan pemanfaatan umum; b. kawasan konservasi; c. kawasan strategis; dan d. alur laut. Pasal 14 Rencana alokasi ruang zona di WP-3-K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dibuat dalam peta dengan skala 1:250.000 (satu banding dua ratus lima puluh ribu) dan rencana alokasi ruang sub zona WP-3-K dalam peta dengan skala 1:50.000 (satu banding lima puluh ribu) sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Bagian Kedua Kawasan Pemanfaatan Umum Pasal 15 Rencana alokasi ruang untuk kawasan pemanfaatan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a terdiri atas: a. zona - 19 - a. zona pariwisata; b. zona pelabuhan; c. zona perikanan tangkap; d. zona perikanan budidaya; e. zona industri; f. zona pertambangan; g. zona energi; dan h. zona bandar udara. Paragraf 1 Zona Pariwisata Pasal 16 (1) Zona pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a meliputi: a. sub zona wisata alam pantai/pesisir dan pulau-pulau kecil; b. sub zona wisata alam bawah laut; dan c. sub zona wisata olahraga air. (2) Sub zona wisata alam pantai/pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terletak di perairan: a. Laut Jawa meliputi Pantai Boom di Kabupaten Tuban (NLP 3502-03), Wisata Bahari Lamongan di Kabupaten Lamongan (NLP 3504-01), Pantai Delegan di Kabupaten Gresik (NLP 3504-03), Pantai Batu Kerbuy di Kabupaten Pamekasan (NLP 3504-16), Pantai Slopeng di Kabupaten Sumenep (NLP 3507-03), dan Pantai Lombang (NP 3507-08) di Kabupaten Sumenep; b. Selat Madura meliputi Pantai Ria Kenjeran dan Taman Hiburan Pantai Kenjeran di Kota Surabaya (NLP 350407), Pantai Rongkang di Kabupaten Bangkalan (NLP 3504-07), Pantai Camplong di Kabupaten Sampang (NLP 3504-11), Pantai Talang Siring di Kabupaten Pamekasan (NLP 3504-15), dan Pantai Pasir Putih di Kabupaten Situbondo (NLP 3507-01); c. Selat Bali meliputi Bangsring dan Pulau Tabuhan di Kabupaten Banyuwangi (NLP 3506-08), Pantai Boom di Kabupaten Banyuwangi (NLP 3506-07), dan konservasi penyu di Kabupaten Banyuwangi (NLP 3506-06); dan d. Samudera - 20 - d. Samudera Hindia meliputi Pantai Pulau Merah dan Green Bay di Kabupaten Banyuwangi (NLP 3506-04), Pantai Pancur di Kabupaten Banyuwangi (NLP 350605), Pantai Bande Alit di Kabupaten Jember (3506-02), Pantai Watu Ulo dan Pantai Tanjung Papuma di Kabupaten Jember (NLP 3503-07), Pantai Dampar di Kabupaten Lumajang (NLP 3503-03, 3503-06), Pantai Ngliyep di Kabupaten Malang (NLP 3503-01), Teluk Cinta, Pantai Sendang Biru, dan Pantai Balekambang di Kabupaten Malang (NLP 3503-02), Pantai Lenggoksono di Kabupaten Malang (NLP 3503-03), Pantai Popoh di Kabupaten Tulungagung (NLP 350106), Pantai Pasetran Gondomayit dan Pantai Umbulwatu di Kabupaten Blitar (NLP 3501-08), Pantai Peh Pulo, Pantai Banteng Mati, Pantai Pudak, dan Pantai Keben di Kabupaten Blitar (NLP 3503-01), Pantai Karanggongso, Pantai Prigi, dan Pantai Ngampiran di Kabupaten Trenggalek (NLP 3501-06), Pantai Teleng Ria di Kabupaten Pacitan (NLP 3501-02), Pantai Klayar di Kabupaten Pacitan (NLP 3501-04), dan Pantai Watukarung di Kabupaten Pacitan (NLP 3501-01). (3) Sub zona wisata alam bawah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. Pulau Noko Gili, Pulau Gili, dan Pulau Selayar di Kabupaten Gresik (NLP 3505-01); b. Pulau Giliyang (NLP 3507-08), Pulau Gililabak (NLP 3507-07), Pulau Sapeken (NLP 3509-07), Pulau Kangean (NLP 3509-02), Pulau Raas (NLP 3507-15), dan Pulau Sapudi (NLP 3507-12) di Kabupaten Sumenep; c. Pantai Bentar di Kabupaten Probolinggo (NLP 350413); d. Pantai Pasir Putih di Kabupaten Situbondo (NLP 350701, 3507-10); e. Bangsring Under Water dan Pulau Tabuhan di Kabupaten Banyuwangi (NLP 3506-08); f. Pantai Wisata Sendang Biru dan Pulau Sempu di Kabupaten Malang (NLP 3503-02); g. Pantai - 21 - g. Pantai Prigi di Kabupaten Trenggalek (NLP 3501-04, 3501-06); dan h. Pantai Siwil di Kabupaten Pacitan (NLP 3501-02). (4) Sub zona wisata olahraga air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terletak di perairan Samudera Hindia berupa Pantai Plengkung di Kabupaten Banyuwangi (NLP 3506-05). Pasal 17 Arahan pengembangan zona pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) diarahkan untuk: a. pemanfaatan aktivitas pesisir pariwisata dan yang pulau-pulau tidak kecil sebagai bertentangan dengan budaya dan kearifan tradisional setempat; b. pemantapan daya tarik wisata bahari untuk meningkatkan perekonomian wilayah dan menarik investasi sesuai dengan keberlanjutan konservasi perairan; c. pengembangan edukasi dan partisipasi untuk wisatawan dan masyarakat setempat dalam pemanfaatan kawasan pesisir sebagai daya tarik wisata; d. pengembangan sarana dan prasarana penunjang kegiatan wisata bahari dengan aturan intensitas bangunan sesuai syarat; dan e. integrasi kegiatan wisata bahari dengan pemanfaatan ruang yang memiliki potensi strategis meliputi konservasi, perikanan budidaya, perikanan tangkap, dan angkutan. Paragraf 2 Zona Pelabuhan Pasal 18 (1) Zona pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b meliputi: a. sub zona DLKr dan DLKp; dan b. sub zona WKOPP. (2) Sub Zona DLKr dan DLKp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terletak di perairan: a. laut - 22 - a. Laut Jawa meliputi DLKr dan DLKp Pelabuhan Telaga Biru di Kabupaten Bangkalan (NLP 3504-12), DLKr dan DLKp Pelabuhan Gresik di Kabupaten Gresik dan Kabupaten Bangkalan (NLP 3504, 3504-03 dan 350408), DLKr dan DLKp Pelabuhan Brondong di Kabupaten Lamongan (NLP 3504-01), DLKr dan DLKp Pelabuhan Keramaian di Kabupaten Sumenep (NLP 3508-03), DLKr dan DLKp Pelabuhan Tanjung Perak di Kabupaten Gresik dan Kabupaten Bangkalan (NLP 3504, 3504-03 dan 3504-08), dan DLKr dan DLKp Pelabuhan Sepulu di Kabupaten Bangkalan (NLP 3504-08); b. Selat Madura meliputi DLKr dan DLKp Pelabuhan Panarukan di Kabupaten Situbondo (NLP 3507-01 dan 3507-05), DLKr dan DLKp Pelabuhan Probolinggo di Kabupaten Probolinggo, Kota Probolinggo dan Kabupaten Pasuruan (NLP 3504, 3504-05, 3504-09, 3504-13), DLKr dan DLKp Pelabuhan Gilimandangin di Kabupaten Sampang (NLP 3504-10), DLKr dan DLKp Pelabuhan Branta di Kabupaten Pamekasan (NLP 3504-15), DLKr dan DLKp Pelabuhan Kalianget di Kabupaten Sumenep (NLP 3507-02, 3507-03, 3507-07, 3507-08), DLKr dan DLKp Pelabuhan Sapudi di Kabupaten Sumenep (NLP 3507-11), DLKr dan DLKp Pelabuhan Giliraja (NLP 3507-02), DLKr dan DLKp Pelabuhan Pasuruan di Kota Pasuruan, Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Pasuruan (NLP 3504, 3504-05 dan 3504-06), DLKr dan DLKp Pelabuhan Tanjung Perak di Kabupaten Gresik, Kota Surabaya dan Kabupaten Bangkalan (NLP 3504, 3504-02, 3504-07), dan DLKr dan DLKp Pelabuhan Gresik di Kabupaten Gresik dan Kabupaten Bangkalan (NLP 3504, 350402); c. Selat Bali meliputi DLKr dan DLKp Pelabuhan Tanjung Wangi dan DLKr dan DLKp Pelabuhan Boom Banyuwangi di Kabupaten Banyuwangi (NLP 3506-07 dan 3506-08); dan d. Samudera Hindia meliputi DLKr dan DLKp Pelabuhan Prigi di Kabupaten Kabupaten Trenggalek (NLP 350106). (3) Sub - 23 - (3) Sub Zona WKOPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terletak di perairan: a. Laut Jawa meliputi WKOPP Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong di Kabupaten Lamongan (NLP 3504-01), dan WKOPP Pelabuhan Perikanan Bulu Tuban di Kabupaten Tuban (NLP 3502-01); b. Selat Madura meliputi WKOPP Pelabuhan Perikanan Pantai Mayangan di Kota Probolinggo dan Kabupaten Probolinggo (NLP 3504-09), WKOPP Pelabuhan Perikanan Paiton di Kabupaten Probolinggo (NLP 350413), WKOPP Pelabuhan Perikanan Pantai Lekok di Kabupaten Pasuruan (NLP 3504-05), dan WKOPP Pelabuhan Perikanan Pantai Pasongsongan di Kabupaten Sumenep (NLP 3507-03); c. Selat Bali meliputi WKOPP Pelabuhan Perikanan Muncar di Kabupaten Banyuwangi (NLP 3506-06); dan d. Samudera Hindia meliputi WKOPP Pelabuhan Perikanan Pancer di Kabupaten Banyuwangi (NLP 3506-04), WKOPP Pelabuhan Perikanan Pondokdadap di Kabupaten Malang (NLP 3503-02 dan 3503-03), WKOPP Pelabuhan Perikanan Tamperan di Kabupaten Pacitan (NLP 3501-02), dan WKOPP Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi di Kabupaten Trenggalek (3501-06). (4) Penambahan DLKr dan DLKp serta WKOPP baru setelah diundangkannya Peraturan Daerah ini wajib disesuaikan dengan ketentuan RZWP-3-K sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini. Pasal 19 (1) Arahan pengembangan sub zona DLKr dan DLKp sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) diarahkan untuk: a. pengembangan rute pelayaran yang tidak menganggu keberlangsungan kawasan konservasi; b. pencegahan dampak terhadap lingkungan berupa penyediaan berminyak sampah fasilitas dan secara pembuangan bahan kimia, terpadu limbah, serta untuk limbah pengelolaan menghindari pencemaran pada kawasan pesisir; c. perwujudan - 24 - c. perwujudan kepastian hukum terhadap DLKr dan DLKp yang dan/atau sudah Instansi ditetapkan yang oleh Kementerian berwenang di bidang kepelabuhanan; d. pengembangan rute pelayaran yang mendukung konektivitas intra koridor ekonomi dalam rangka mendukung terintegrasinya penataan ruang wilayah pesisir; e. peningkatan pendukung maupun kualitas dan pelabuhan, fasilitas kuantitas meliputi penunjang fasilitas fasilitas guna pokok pengembangan wilayah pesisir; f. pengembangan transportasi laut dengan mengembangkan pelabuhan umum dan pelabuhan khusus dan meningkatkan kondisi dan optimalisasi pelabuhan yang ada; dan g. pendukung kebijakan pemerintah dalam pembangunan pelabuhan bertaraf Internasional yang berkapasitas besar dan modern. (2) Selain arahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penetapan Rencana memperhatikan Induk keberadaan Pelabuhan sumberdaya wajib pesisir dan pulau-pulau kecil seperti mangrove, lamun, dan terumbu karang dengan cara: a. menjaga kelestariannya; dan/atau b. melakukan relokasi atau pemindahan lokasi mangrove, lamun, atau terumbu karang sesuai dengan luasan aslinya menggunakan dalam lokasi hal adanya tersebut keharusan untuk keperluan pembangunan atau pengembangan pelabuhan. (3) Arahan pengembangan sub zona WKOPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) diarahkan untuk: a. pendukung kebijakan pemerintah dalam pengembangan pelabuhan non-komersil yang mampu bersinergi dengan tol laut dengan tujuan untuk penguatan landasan hukum dan kelembagaan dalam melakukan koordinasi penyelenggaraan pelabuhan perikanan dan pelabuhan penyeberangan, serta untuk revitalisasi pelabuhan pelayaran rakyat di Indonesia; b. peningkatan kualitas fasilitas pelabuhan perikanan pada seluruh wilayah kawasan pesisir; c. penetapan - 25 - c. penetapan WKOPP pada masing-masing wilayah pelabuhan perikanan; d. penetapan landasan hukum pelabuhan perikanan; dan e. pengembangan dan peningkatan fasilitas pada pelabuhan perikanan yang berfungsi sebagai simpulsimpul pergerakan barang dan manusia. (4) Arahan pengembangan zona pelabuhan pada sub zona DLKr dan DLKp serta WKOPP diselenggarakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 3 Zona Perikanan Tangkap Pasal 20 (1) Zona perikanan tangkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf c meliputi: a. sub zona perikanan pelagis; dan b. sub zona perikanan pelagis-demersal. (2) Sub zona perikanan pelagis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terletak di perairan: a. Laut Jawa pada wilayah administrasi Kabupaten Tuban (NLP 3502, 3502-01, 3502-02, 3502-04, dan 3504), Kabupaten Lamongan (NLP 3504 dan 3504-01), Kabupaten Gresik (NLP 3504, 3504-01, 3504-03, 3504-04, 3505, 3505-01, 3505-02, dan 3505-03), Kabupaten Bangkalan (NLP 3504, 3504-08, dan 350412), Kabupaten Sampang (NLP 3504, 3504-12, dan 3504-16), Kabupaten Pamekasan (NLP 3504, 3504-16, dan 3507), dan Kabupaten Sumenep (NLP 3507, 350704, 3507-12, 3507-15, 3507-17, 3508, 3508, 3508-01, 3508-02, 4508-03, 3508-04, 3508-05, 3509, 3509-02, 3509-04, 3509-05, 3509-06, 3509-08, 3509-09, 350910, 3509-11, dan 3509-12); b. Selat - 26 - b. Selat Madura pada wilayah administrasi Kota Surabaya (NLP 3504-06, dan 3504-07), Kabupaten Sidoarjo (NLP 3504 dan 3504-06), Kabupaten Pasuruan (NLP 3504, 3504-05, dan 3504-09), Kota Pasuruan (NLP 3504), Kabupaten Probolinggo (NLP 3504, 3504-09, dan 3504-13), Kota Probolinggo (NLP 3504, dan 3504-09), Kabupaten Situbondo (NLP 3504, 3506, 3506-08, 3506-11, 3507, 3507-01, 3507-05, 3507-06, 3507-10, Bangkalan (NLP dan 3504 3507-13), dan Kabupaten 3504-07), Kabupaten Sampang (NLP 3504, 3504-07, 3504-10, 3504-11, dan 3504-15), Kabupaten Pamekasan (NLP 3504, 3504-14, dan 3504-15), dan Kabupaten Sumenep (NLP 3504, 3504-14, 3504-15, 3507, 3507-02, 3507-03, 3507-07, 3507-08, 3507-11, 3507-14, 3507-16, 3509, 3509-01, 3509-03, dan 3509-07); c. Selat Bali pada wilayah administrasi Kabupaten Banyuwangi, (NLP 3506, 3506-09, 3506-10, dan 350611); dan d. Samudera Hindia pada wilayah administrasi Kabupaten Banyuwangi (NLP 3506, 3506-01, 3506-02, 3506-03, 3506-04, 3506-05, 3506-06, 3506-07, dan 3506-08), Kabupaten Jember (NLP 3503, 3503-05, 3503-07, dan 3506), Kabupaten Lumajang (NLP 3503, 3503-03, 3503-04, 3503-05, dan 3503-06), Kabupaten Malang (NLP 3503, 3503-01, 3503-02, dan 3503-03), Kabupaten Blitar (NLP 3501, 3501-07, 3501-08, 3503, dan 3503-01), Kabupaten Tulungagung (NLP 3501, 3501-05, 3501-06, 3501-07, dan 3501-08), Kabupaten Trenggalek (NLP 3501, 3501-03, 3501-04, 3501-05, dan 3501-06), dan Kabupaten Pacitan (NLP 3501, 3501-01, 3501-02, 3501-03, dan 3501-04). (3) Sub zona perikanan pelagis-demersal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terletak di perairan: a. Laut - 27 - a. Laut Jawa pada wilayah administrasi Kabupaten Tuban (NLP 3502, 3502-02, 3502-03, 3502-04, 3504, dan 3504-01), Kabupaten Lamongan (NLP 3504 dan 3504-01), Kabupaten Gresik (NLP 3504-03 dan 350501), Kabupaten Bangkalan (NLP 3504, 3504-08 dan 3504-12), Kabupaten Sampang (NLP 3504, 3504-08, dan 3504-12), Kabupaten Pamekasan (NLP 3504, 3504-16, 3507, dan 3507-04), Kabupaten Sumenep (NLP 3507, 3507-04, 3507-09, 3507-12, 3508, 350803, 3508-05, 3509-02, dan 3509-04); b. Selat Madura pada wilayah administrasi Kota Surabaya (NLP 3504-07), Kabupaten Sidoarjo (NLP 3504-06), Kabupaten Pasuruan (NLP 3504-05 dan 3504-09), Kabupaten Situbondo (NLP 3506, 3507, 3507-05, 3507-06, 3507-10, dan 3507-13), Kabupaten Bangkalan (NLP 3504 dan 3504-07), Kabupaten Sampang (NLP 3504, 3504-09, 3504-11, dan 3504-15), Kabupaten Pamekasan (NLP 3504, 3504-15, dan 3507), dan Kabupaten Sumenep (NLP 3504-15, 3507, 3507-02, 3507-03, 3507-07, 3507-08, 3507-11, 350901, dan 3509-03); dan c. Samudera Hindia pada wilayah administrasi Kabupaten Banyuwangi (NLP 3506-02, 3506-03, dan 3506-04), Kabupaten Jember (NLP 3503-07 dan 350602), Kabupaten Lumajang (NLP 3503-06 dan 3503-07), Kabupaten Tulungagung Malang (NLP (NLP 3501-06 3503-03), dan Kabupaten 3501-08), dan Kabupaten Pacitan (NLP 3501-01, 3501-02, dan 350104). Pasal 21 Arahan pengembangan sub zona perikanan tangkap pelagis dan sub zona perikanan tangkap pelagis-demersal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) diarahkan untuk: a. penangkapan ikan dengan mempertahankan, merehabilitasi dan merevitalisasi ekosistem utama pesisir; b. pengembangan perikanan tangkap ke perairan potensial; c. penjagaan kelestarian sumber daya hayati perairan pesisir terhadap pencemaran limbah industri; d. peningkatan - 28 - d. peningkatan produksi dengan memperbaiki sarana dan prasarana perikanan; e. peningkatan nilai ekonomi perikanan dengan melakukan diversifikasi produk pengolahan dan pemasaran hasil perikanan; f. pemberdayaan kelompok produktif kelautan dan perikanan serta pariwisata melalui pengembangan usaha perikanan dan wisata dalam rangka meningkatkan pendapatan; g. penentuan kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan wisata perairan, perlindungan keanekaragaman hayati, dan kegiatan-kegiatan pendukung usaha perikanan tangkap; h. penentuan kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi penggunaan alat-alat tangkap yang tidak ramah lingkungan dan pembuangan limbah industri, domestik, dan limbah Bahan Beracun dan Berbahaya; dan i. penangkapan ikan perlu memperhatikan area penangkapan ikan tradisional. Paragraf 4 Zona Perikanan Budidaya Pasal 22 (1) Zona perikanan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf d meliputi sub zona perikanan budidaya laut. (2) Sub zona perikanan budidaya laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terletak di perairan: a. Laut Jawa pada wilayah administrasi Kabupaten Tuban (NLP 3502, 3502-01, 3502-02, 3502-03, dan 3502-04), Kabupaten Lamongan (NLP 3504-01), Kabupaten Gresik (NLP 3504-01, 3504-03, 3505, 3505-01, 3503-02, dan 3505-03), Kabupaten Bangkalan (NLP 3504-08), Kabupaten Sampang (NLP 3504), Kabupaten Pamekasan (NLP 3504 dan 350416), dan Kabupaten Sumenep (NLP 3507, 3507-04, 3507-09, 3508, 3508-01, 3508-02, 3508-03, 3508-05, 3509, 3509-02, 3509-04, 3509-05, 3509-06, 3509-08, 3509-09, 3509-10, 3509-11, dan 3509-12); b. Selat - 29 - b. Selat Madura pada wilayah administrasi Kabupaten Probolinggo (NLP 3504 dan 3504-13), Kabupaten Situbondo (NLP 3504, 3504-13, 3506-08, 3507, 350701, 3507-05, dan 3507-10), Kabupaten Bangkalan (NLP 3504-07 dan 3504-11), Kabupaten Sampang (NLP 3504, 3504-07, 3504-11, dan 350415), Kabupaten Pamekasan (NLP 3504 dan 3504-15), dan Kabupaten Sumenep (NLP 3507, 3507-02, 3507-03, 3507-11, 3507-16, 3507-17, 3509, 3509-01, 3509-03, dan 3509-07); c. Selat Bali pada wilayah admnistrasi Kabupaten Banyuwangi (NLP 3506-09); dan d. Samudera Hindia pada wilayah administrasi Kabupaten Banyuwangi (NLP 3506-03 dan 3506-05), Kabupaten Jember (NLP 3503-05, 3503-07, dan 350602), Kabupaten Lumajang (NLP 3503-03, 3503-04, dan 3503-06), Kabupaten Malang (NLP 503-03), Kabupaten Trenggalek (NLP 3501-03, 3501-04, 3501-05, dan 3501-06), Kabupaten Tulungagung (NLP 3501-06), dan Kabupaten Pacitan (NLP 3501-01 dan 3501-04). Pasal 23 Arahan pengembangan sub zona perikanan budidaya laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) diarahkan untuk: a. peningkatan kegiatan usaha keramba dan jumlah pembudidaya dengan dukungan kemudahan permodalan, teknologi, dan pasokan benih, pada lokasi budidaya laut yang sudah ada di Kabupaten Situbondo, Banyuwangi dan Sumenep; b. studi pengembangan dan sosialisasi terhadap para pembudidaya pada lokasi yang memenuhi persyaratan budidaya Kabupaten laut di Pulau Probolinggo, Bawean Kota Kabupaten Probolinggo, Gresik, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Blitar, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Pacitan, dan wilayah kepulauan Kabupaten Sumenep; c. pengembangan kegiatan perikanan budidaya diwajibkan memperhatikan keberlanjutan lingkungan serta meminimalkan penggunaan bahan kimia; d. pembatasan - 30 - d. pembatasan aktivitas perikanan budidaya pada daerah dekat dengan kawasan konservasi; e. pengembangan kawasan budidaya yang terintegrasi dengan usaha-usaha terkait lainnya, baik di kawasan yang sudah ada maupun kawasan pengembangan; f. pengembangan sentra usaha budidaya laut sesuai dengan rencana tata ruang wilayah Kabupaten/Kota; g. pengembangan budidaya perikanan meliputi komoditas rumput laut, ikan pelagis, dan ikan demersal; h. pengembangan jenis kegiatan yang diperbolehkan di zona perikanan budidaya meliputi kegiatan konservasi maupun perlindungan keanekaragaman hayati; dan i. penentuan jenis kegiatan yang tidak diperbolehkan di zona perikanan budidaya yang bersifat mengganggu budidaya perikanan meliputi pembuangan limbah bahan berbahaya dan beracun dari kegiatan industri maritim. Paragraf 5 Zona Industri Pasal 24 (1) Zona industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf e meliputi: a. sub zona industri maritim; dan b. sub zona industri manufaktur. (2) Sub zona industri maritim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terletak di perairan Laut Jawa pada wilayah administrasi Kabupaten Lamongan (NLP 3504-01). (3) Sub zona industri manufaktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terletak di perairan Laut Jawa pada wilayah administrasi Kabupaten Tuban (NLP 3502, NLP 3502-03, dan 3502-04). Pasal 25 (1) Arahan pengembangan sub zona industri maritim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) diarahkan untuk: a. pemantapan struktur industri dan meningkatkan daya saing pada industri maritim; b. pengembangan - 31 - b. pengembangan iklim usaha pada industri maritim; c. peningkatan promosi industri dan jasa industri, standarisasi industri, dan teknologi industri pada industri maritim; d. pengembangan industri strategis dan industri hijau, serta peningkatan penggunaan produk dalam negeri pada industri maritim; e. pemantapan kemitraan antara industri hulu dan hilir guna pemenuhan bahan baku industri di hilir; f. peningkatan sinergi antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dunia usaha dan Perguruan Tinggi dalam mendukung pengembangan industri manufaktur; g. diversifikasi produk industri manufaktur; dan h. penerapan dan pengawasan Standar Nasional Indonesia khususnya terkait kegiatan pengolahan limbah dan sampah secara terpadu. (2) Pengembangan sub zona industri manufaktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) harus memenuhi ketentuan: a. untuk mendapatkan izin lingkungan kawasan industri wajib diawali dengan kegiatan AMDAL atau UKL-UPL; b. pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) terpadu yang dapat mengolah 4 parameter kunci, yaitu: 1. Biological Oksigen Demand (BOD); 2. Chemical Oksigen Demand (COD); 3. potential Hidrogen (pH); dan 4. Total Susppended Solid (TSS); c. penerapan sistem zoning dalam perencanaan bloknya; d. pembangunan saluran buangan air hujan (drainase) yang bermuara kepada saluran pembuangan sesuai dengan ketentuan teknis Pemerintah Kabupaten/Kota setempat; dan e. pembangunan saluran buangan air kotor (sewerage), yaitu saluran melayani tertutup yang kapling-kapling dipersiapkan industri untuk menyalurkan limbahnya yang telah memenuhi standar influent ke IPAL terpadu. Paragraf 6 - 32 - Paragraf 6 Zona Pertambangan Pasal 26 (1) Zona pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf f meliputi: a. sub zona pasir laut; dan b. sub zona minyak bumi. (2) Sub zona pasir laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terletak di perairan: a. Laut Jawa pada wilayah administrasi Kabupaten Gresik (NLP 3504, 3504-03, dan 3504-04) dan Kabupaten Bangkalan (NLP 3504-08); dan b. Selat Madura pada wilayah administrasi Kota Surabaya (NLP 3504, 3504-06, dan 3504-07) dan Kabupaten Bangkalan (NLP 3504 dan 3504-07). (3) Sub zona minyak bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terletak di perairan: a. Laut Jawa pada wilayah administrasi Kabupaten Tuban (NLP 3502, 3502-03, dan 3502-04), Kabupaten Lamongan (NLP 3504), Kabupaten Bangkalan (NLP 3504, 3504-08, dan 3504-12), dan Kabupaten Sumenep (NLP 3509-08); dan b. Selat Madura pada wilayah administrasi Kabupaten Sampang (NLP 3504, 3504-10, dan 3504-11) dan Kabupaten Sumenep (NLP 3507 dan 3509-07). Pasal 27 Arahan pengembangan rencana sub zona pasir laut dan sub zona minyak bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 diarahkan untuk: a. pengembangan zona pertambangan dilakukan dengan mempertimbangkan potensi bahan galian, kondisi geologi dan geohidrologi dalam kaitannya dengan kelestarian lingkungan fisik, lingkungan hayati, dan lingkungan sosial ekonomi budaya; b. pengembangan - 33 - b. pengembangan zona pertambangan mewajibkan kepada setiap pelaku usaha pertambangan untuk memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi dan Operasi Produksi, serta Izin Lingkungan yang berupa AMDAL atau UKL-UPL; c. penerapan metode pengelolaan limbah hasil pertambangan pasir laut dan minyak bumi yang tepat guna; d. pengembangan kegiatan penelitian dan teknologi pengolahan migas dalam rangka peningkatan nilai tambah terhadap produk-produk migas; dan e. pemantapan kerjasama dalam pengelolaan sumberdaya pasir laut masyarakat, dan minyak perusahaan, bumi dan antara pemerintah, pemangku kepentingan lainnya. Paragraf 7 Zona Energi Pasal 28 (1) Zona energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf g meliputi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU). (2) PLTU dan PLTGU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terletak di perairan: a. Laut Jawa meliputi PLTU Tanjung Awar-awar di Kabupaten Tuban (NLP 3502-03); b. Selat Madura meliputi PLTU Gresik di Kabupaten Gresik (NLP 3504-02), PLTU Paiton di Kabupaten Probolinggo (NLP 3504-13), PLTGU Grati di Kabupaten Pasuruan (NLP 3504-05), dan PLTGU Sumenep di Kabupaten Sumenep (NLP 3507-02); dan c. Samudera Hindia meliputi PLTU Sudimoro di Kabupaten Pacitan (NLP 3501-04). Pasal 29 Arahan pengembangan rencana zona energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 diarahkan untuk: a. pengembangan - 34 - a. pengembangan usaha energi mewajibkan setiap pelaku usaha untuk memiliki Izin Lingkungan berupa AMDAL atau Rencana Pengelolaan Lingkungan/Rencana Pemantauan Lingkungan (RKL-RPL); b. penerapan metode pengelolaan limbah yang tepat guna untuk meminimalkan dampak pencemaran; dan c. pemantapan kerjasama pengelolaan PLTU dan PLTGU antara pemerintah, masyarakat, perusahaan, dan pemangku kepentingan lainnya. Paragraf 8 Zona Bandar Udara Pasal 30 (1) Zona bandar udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf h berupa pengembangan Bandar Udara Internasional Juanda. (2) Zona bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terletak pada wilayah administrasi Kabupaten Sidoarjo (NLP 3504-06) Perairan Selat Madura. Pasal 31 (1) Arahan pengembangan Bandar Udara Internasional Juanda pada zona bandar udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 diarahkan untuk: a. pelaksanaan kelestarian usaha untuk ekosistem tetap sekitar memperhatikan dan seminimum mungkin mengkonversi area mangrove; b. penyediaan bangunan penunjang kawasan bandar udara paling luas 40% (empat puluh persen) dari total area; c. pengembangan tapak (landasan pacu, infrastruktur, ruang terbuka hijau/taman/lansekap, ruang terbuka publik, ruang terbuka biru/waterscape, jalan dan parkir umum paling luas 60% (enam puluh persen) dari total area; d. pemanfaatan sebagian ruang kawasan bandar udara sebagai lahan penunjang seperti kawasan kargo, pergudangan, perhotelan dan perkantoran yang menunjang fungsi bandar udara; e. pengembangan - 35 - e. pengembangan bandar udara diupayakan berdekatan dengan kawasan industri dan pusat distribusi barang; f. pengembangan bandar udara didukung oleh panjang landasan pacu (run way) lebih dari 1.800 (seribu delapan ratus) meter yang dapat didarati pesawat berbadan besar; g. pelestarian potensi lingkungan pantai; h. penerapan metode pengelolaan limbah yang tepat guna; i. penyediaan kelengkapan koordinat, kajian geoteknik, kajian studi kelayakan, dan AMDAL; dan j. perhitungan terhadap dampak peralihan kegiatan sosial, budaya, dan ekonomi pada perluasan kawasan bandar udara. (2) Pengembangan sebagaimana Bandar dimaksud Udara pada Internasional ayat (1) Juanda merupakan kebutuhan pembangunan yang sudah ada di sisi darat. Paragraf 9 Luas dan Letak Geografis Pasal 32 Luas dan letak geografis masing-masing zona pada kawasan pemanfaatan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Pasal 18, Pasal 20, Pasal 22, Pasal 24, Pasal 26, Pasal 28, dan Pasal 30 tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Bagian Ketiga Kawasan Konservasi Pasal 33 (1) Rencana alokasi ruang untuk kawasan konservasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b terdiri atas: a. KKP-3-K; dan b. KKP. (2) Selain - 36 - (2) Selain kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kawasan konservasi juga meliputi kawasan lindung lainnya sebagaimana diatur dalam ketentuan perundangundangan. Paragraf 1 Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Pasal 34 (1) KKP-3-K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf a meliputi: a. zona inti; dan b. zona pemanfaatan terbatas. (2) KKP-3-K sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terletak di perairan: a. Laut Jawa pada wilayah administrasi Kabupaten Tuban (NLP 3502-01 dan 3502-03), Kabupaten Lamongan (NLP 3504-01), Kabupaten Gresik (NLP 3504-01, 3504-03, 3505, 3505-01, dan 3505-03), Kabupaten Bangkalan (NLP 3504-03 dan 3504-08), Kabupaten Sampang (NLP 3504-12 dan 3504-16), Kabupaten Pamekasan (NLP 3504-16), dan Kabupaten Sumenep (NLP 3508-03, 3508-05, 3509-02, 3509-04, dan 3509-08); b. Selat Madura pada wilayah administrasi Kabupaten Gresik (NLP 3504-02), Kota Surabaya (NLP 3504-02, 3504-06, dan 3504–07), Kabupaten Sidoarjo (NLP 3504-05 dan 3504-06), Kabupaten Pasuruan (NLP 3504, 3504-05, dan 3504-09), Kota Pasuruan (NLP 3504-05), Kabupaten Probolinggo (NLP 3504, 3504-09, dan 3504-13), Kota Probolinggo (NLP 3504-09), Kabupaten Situbondo (NLP 3504-13, 3506-08, 350701 3507-05, dan 3507-10), Kabupaten Bangkalan (NLP 3504-02, 3504-07, dan 3504-15), Kabupaten Sampang (NLP 3504-10 dan 3504-11), Kabupaten Pamekasan (NLP 3504-15), dan Kabupaten Sumenep (NLP 350415, 3507-02, 3507-03, 3507-07, 3507-08, 3507-11, 3507-14, 3507-15, 3509-01, 3509-03, dan 3509-07); c. Selat - 37 - c. Selat Bali pada wilayah administrasi Kabupaten Banyuwangi (NLP 3506-06, 3506-07, dan 3506-08); dan d. Samudera Hindia pada wilayah administrasi Kabupaten Banyuwangi (NLP 3506-03, 3506-04, dan 3506-05), Kabupaten Jember (NLP 3503-05 dan 350307), Kabupaten Lumajang (NLP 3503-03, 3503-05, dan 3503-06), Kabupaten Malang (NLP 3503-02, 3503-03), Kabupaten Blitar (NLP 3503-01), Kabupaten Tulungagung (NLP 3501-06 dan 3501-08), Kabupaten Trenggalek (NLP 3501-04, 3501-05, dan 3501-06), dan Kabupaten Pacitan (NLP 3501-01, 3501-02, dan 350104). (3) Selain zona sebagaimana dimaksud pada ayat (1), area yang memiliki potensi untuk kegiatan konservasi dapat dialokasikan sebagai zona KKP-3-K. (4) Rencana penetapan zona KKP-3-K sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 35 (1) Arahan pengembangan KKP-3-K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) diarahkan untuk: a. perlindungan terhadap habitat dan populasi ikan, serta alur migrasi biota laut; b. perlindungan ekosistem pesisir unik dan/atau rentan terhadap perubahan; dan c. perlindungan situs budaya atau adat tradisional, penelitian, dan pendidikan. (2) Penentuan kegiatan sesuai arahan pengembangan KKP-3-K sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yaitu: a. kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona inti kawasan konservasi perairan adalah kegiatan penelitian dan pendidikan; b. kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona pemanfaatan lainnya adalah kegiatan pariwisata alam perairan dan rekreasi, kegiatan penelitian dan pengembangan serta pendidikan; c. kegiatan - 38 - c. kegiatan pariwisata yang ramah lingkungan serta memiliki desain dan tata letak bangunan yang memadukan antara fungsi konservasi, edukasi, wisata, dan ekonomi; d. kegiatan penelitian yang mendukung upaya pengelolaan KKP-3-K yang efektif; dan e. kegiatan pendidikan yang ditujukan untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan, wawasan peserta didik tentang konservasi. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai arahan pengembangan KKP-3-K sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Gubernur. Paragraf 2 Kawasan Konservasi Perairan Pasal 36 (1) KKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf b meliputi: a. zona inti; dan b. zona pemanfaatan terbatas. (2) KKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terletak di perairan: a. Laut Jawa pada wilayah administrasi Kabupaten Sumenep (NLP 3509, 3509-03, 3509-04, dan 3509-08); b. Selat Madura pada wilayah administrasi Kabupaten Sumenep (NLP 3507-08 dan 3509-07) dan Kabupaten Situbondo (NLP 3507-01); c. Selat Bali pada wilayah administrasi Kabupaten Banyuwangi (NLP 3506-06); dan d. Samudera Hindia pada wilayah administrasi Kabupaten Banyuwangi (NLP 3506-04), Kabupaten Jember (NLP 3503-07), Kabupaten Malang (NLP 350303), Kabupaten Trenggalek (NLP 3501-03, 3501-04, dan 3501-06), dan Kabupaten Pacitan (NLP 3501-01, 3501-02, dan 3501-04). Pasal 37 - 39 - Pasal 37 (1) Arahan pengembangan KKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 diarahkan untuk kegiatan konservasi, penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pariwisata alam perairan, serta penelitian dan pendidikan, dengan ketentuan: a. kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona inti KKP meliputi kegiatan penelitian dan pendidikan; b. kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona perikanan berkelanjutan meliputi kegiatan penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pariwisata alam perairan, penelitian, dan kegiatan pendidikan; dan c. kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona pemanfaatan terbatas meliputi kegiatan pariwisata alam perairan, kegiatan penelitian dan pendidikan. (2) Kegiatan penangkapan ikan di kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan memperhatikan penggunaan kapal berdasarkan ukurannya, jenis alat tangkap serta batasan jumlah pengambilan sumber daya ikan untuk melindungi keberlanjutan keanekaragaman sumber daya ikan. (3) Kegiatan pembudidayaan ikan yang dapat dilakukan di kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus memperhatikan jenis ikan yang dibudidayakan, jenis pakan, teknologi, jumlah unit serta daya dukung, dan kondisi lingkungan sumber daya ikan. (4) Kegiatan pariwisata alam perairan yang dapat dilakukan di kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c harus ramah lingkungan serta desain dan tata letak bangunan harus disesuaikan dengan ketentuan yang ada untuk memadukan antara fungsi konservasi, edukasi, wisata dan ekonomi di kawasan ini. (5) Kegiatan penelitian yang dapat dilakukan dalam kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c adalah kegiatan penelitian yang mendukung upaya pengelolaan KKP yang efektif. (6) Kegiatan pendidikan yang dapat dilakukan di kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c adalah kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan, wawasan peserta didik tentang konservasi. (7) Ketentuan - 40 - (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai arahan pengembangan KKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Gubernur. Paragraf 3 Luas dan Letak Geografis Pasal 38 Luas dan letak geografis KKP-3-K dan KKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dan Pasal 36 tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Bagian Keempat KSNT Pasal 39 (1) KSNT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a dan Pasal 13 huruf c berupa pulau-pulau terluar yang meliputi: a. Pulau Sekel di Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek (NLP 3501-03); b. Pulau Panekan di Kecamatan Munjungan Kabupaten Trenggalek (NLP 3501-05); dan c. Pulau Nusa Barong di Kecamatan Puger Kabupaten Jember (NLP 3503-05 dan 3503-07). (2) Pemanfaatan KSNT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 40 Luas dan titik koordinat KSNT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Bagian Kelima - 41 - Bagian Kelima KSN Pasal 41 (1) KSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b dan Pasal 13 huruf c berupa wilayah pertahanan negara meliputi: a. Daerah Ranjau Area I di perairan Kabupaten Sumenep (NLP 3507, 3507-07 dan 3507-08) dan Kabupaten Tuban (NLP 3502 dan 3502-03); b. Daerah Ranjau Area I Pangkah Wetan di perairan Kabupaten Gresik (NLP 3504, 3504-02, dan 3504-03), Kota Surabaya (NLP 3504-02), dan Kabupaten Bangkalan (NLP 3504-02); c. Daerah Ranjau Area I Tambak Wedi di perairan Kota Surabaya (NLP 3504-06 dan 3504-07) dan Kabupaten Sidoarjo (NLP 3504-06); d. Daerah Ranjau Sumenep Kabupaten (NLP Area II 3507, Tuban (NLP di perairan 3507-11 3502), dan dan Kabupaten 3507-12), Kabupaten Lamongan (NLP 3504); e. Daerah Ranjau Area II Labuan Barat Laut Madura di perairan Kabupaten Gresik (NLP 3504, 3504-02, dan 3504-03) dan Kabupaten Bangkalan (NLP 3504, 350402, 3504-03, dan 3504-08); f. Daerah Ranjau Area II Perairan Tambak Wedi di perairan Kota Surabaya (NLP 3504-06 dan 3504-07) dan Kabupaten Bangkalan (NLP 3504-07); g. Daerah Ranjau Area III Perairan Timur Batu Poron di perairan Kota Surabaya (NLP 3504 dan 3504-07), Kabupaten Bangkalan (NLP 3504, 3504-07, dan 350411), dan Kabupaten Sampang (NLP 3504, 3504-07, 3504-10, dan 3504-11); h. Daerah Ranjau Area IV di perairan Kabupaten Sidoarjo (NLP 3504) dan Kabupaten Sampang (NLP 3504); i. Daerah Ranjau Area V di perairan Kabupaten Sidoarjo (NLP 3504), Kota Pasuruan (NLP 3504 dan 3504-06), dan Kabupaten Pasuruan (NLP 3504 dan 3504-06); j. Daerah Ranjau Area VII Kampung Lohgung di perairan Kabupaten Tuban (NLP 3504 dan 3504-01) dan Kabupaten Lamongan (NLP 3504 dan 3504-01); k. Daerah - 42 - k. Daerah Ranjau Area IX Perairan Pakis di perairan Kabupaten Lamongan (NLP 3504 dan 3504-01) dan Kabupaten Gresik (NLP 3504, 3504-01, 3504-03, dan 35040-04); l. Daerah Ranjau Area X Perairan Banyu Urip di perairan Kabupaten Gresik (NLP 3504-03); m. Daerah Ranjau Area XI Perairan Utara Banyu Urip di perairan Kabupaten Gresik (NLP 3504, 3504-03, dan 3504-04); n. Daerah Latihan Bom Laut di perairan Kota Probolinggo (NLP 3504), Kabupaten Kabupaten Sampang Probolinggo (NLP (NLP 3504), 3504), Kabupaten Pamekasan (NLP 3504), dan Laut Lepas (NLP 3504); o. Daerah Latihan Kapal Selam di perairan Kabupaten Sumenep (NLP 3507 dan 3507-11); p. Daerah Latihan KRI TNI AL di perairan Kabupaten Tuban (NLP 3502, 3502-01, 3502-02, 3502-03, 350204, 3504, dan 3504-01), Kabupaten Lamongan (NLP 3504 dan 3504-01), Kabupaten Gresik (NLP 3504, 3504-01, Surabaya 3504-02, (NLP 3504-03, 3504, dan 3504-02, 3504-04), dan Kota 3504-06), Kabupaten Sidoarjo (NLP 3504, 3504-05, dan 350406), Kabupaten Bangkalan (NLP 3504, 3504-02, 350403, 3504-08, 3504-12, dan 3504-15), Kabupaten Sampang (NLP 3504, 3504-10, 3504-11, 3504-12, 3504-15, dan 3504-16), Kabupaten Pamekasan (NLP 3504, 3504-14, 3504-15, 3504-16, 3507, 3507-03, dan 3507-04), Kabupaten Sumenep (NLP 3504, 3504-14, 3504-15, 3507, 3507-02, 3507-03, 3507-04, 3507-07, 3507-08, 3507-09, 3507-11, 3507-12, 3509, 3509-01, dan 3509-03), Kota Pasuruan (NLP 3504-05 dan 350406), Kabupaten Pasuruan (NLP 3504, 3504-05, 350406, dan 3504-09), Kota Probolinggo (NLP 3504 dan 3504-09), Kabupaten Probolinggo (NLP 3504, 3504-09, dan 3504-13), Kabupaten Situbondo (NLP 3504, 350413, 3506, 3506-08, 3506-11, 3507, 3507-01, 3507-05, 3507-06, 3507-10, dan 3507-13), Kabupaten Banyuwangi (NLP 3506, 3506-08, dan 3506-11), dan Laut Lepas (NLP 3504 dan 3507); q. Daerah Latihan Menyelam TNI AL di perairan Kota Probolinggo (NLP 3504-09); r. Daerah - 43 - r. Daerah Latihan Pendaratan Amphibi di perairan Kabupaten Gresik (NLP 3505, 3505-01, 3505-02, dan 3505-03) dan Kabupaten Sumenep (NLP 3508, 350801, 3508-02, 3508-03, 3508-04, dan 3508-05); s. Daerah Latihan Penembakan TNI AL di perairan Kabupaten Situbondo (NLP 3504 dan 3504-13) dan Kabupaten Probolinggo (NLP 3504 dan 3504-13); dan t. Pengajuan Daerah Latihan Baru PER KOARMATIM di perairan Kota Surabaya (NLP 3504-02 dan 3504-07) dan Kabupaten Bangkalan (NLP 3504-02 dan 350407). (2) Pemanfaatan KSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Bagian Keenam Alur Laut Pasal 42 Alur laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf d terdiri atas: a. alur pelayaran dan perlintasan; b. pipa dan kabel bawah laut; dan c. migrasi biota laut. Paragraf 1 Alur Pelayaran dan Perlintasan Pasal 43 (1) Alur pelayaran dan perlintasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf a meliputi alur pelayaran dan perlintasan: a. nasional; b. regional; dan c. lokal. (2) Alur pelayaran dan perlintasan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terletak di perairan: a. Laut - 44 - a. Laut Jawa pada wilayah administrasi Kabupaten Lamongan (NLP 3504 dan 3504-01), Kabupaten Sumenep (NLP 3504, 3507, 3507-17, 3508, 3508-01, 3508-02, 3508-03, 3508-05, dan 3509); Kabupaten Pamekasan (NLP 3504), Kabupaten Sampang (NLP 3504), Kabupaten Bangkalan (NLP 3504), dan Kabupaten Gresik (NLP 3504-03, 3505, dan 3505-01); b. Selat Madura pada wilayah administrasi Kabupaten Situbondo (NLP 3506 dan 3507), Kabupaten Sumenep (NLP 3504, 3507, 3507-02, 3507-03, 3507-07, 350708, dan 3509), Kabupaten Sidoarjo (NLP 3504), Kabupaten Sampang (NLP 3504, 3504-07, dan 350410), Kabupaten Pamekasan (NLP 3504, 3504-14, dan 3504-15), Kota Surabaya (NLP 3504-02 dan 3504-07), Kabupaten Bangkalan (NLP 3504-02 dan 3504-07), dan Kabupaten Gresik (NLP 3504 dan 3504-02); c. Selat Bali pada wilayah administrasi Kabupaten Banyuwangi (NLP 3506, 3506-07, 3506-08 dan 360611); dan d. Samudera Hindia pada wilayah administrasi Kabupaten Jember (NLP 3503, 3506), Kabupaten Lumajang (NLP 3503), Kabupaten Malang (NLP 3503), Kabupaten Banyuwangi (3506), Kabupaten Blitar (NLP 3501 dan 3503), Kabupaten Tulungagung (NLP 3501), Kabupaten Trenggalek (NLP 3501, 3501-05, dan 350106), dan Kabupaten Pacitan (NLP 3501, 3501-02, 3501-04 dan 3506). (3) Alur pelayaran dan perlintasan regional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terletak di perairan: a. Laut Jawa pada wilayah administrasi Kabupaten Sampang (NLP 3504), Kabupaten Pamekasan (NLP 3504 dan 3507), Kabupaten Sumenep (NLP 3504, 3507, 3507-15, 3507-17, 3508, 3508-01, 3509, 350902, 3509-04, dan 3509-08), dan Laut Lepas (NLP 3504 dan 3507); b. Selat - 45 - b. Selat Madura pada wilayah administrasi Kabupaten Situbondo (NLP 3507, 3507-01, 3507-05, dan 350706), Kota Probolinggo Kabupaten Sampang Pamekasan (NLP (NLP 3504 (NLP 3504, dan 3504), 3504-14, 3504-09), Kabupaten dan 3504-15), Kabupaten Sumenep (NLP 3507-02, 3507-03, 3507-07, 3507-11, 3507-14, 3509, 3509-03, dan 3509-07), Kabupaten Probolinggo (NLP 3504, 3504-09, dan 3504-13); c. Selat Bali pada wilayah administrasi Kabupaten Banyuwangi (NLP 3506, 3506-08 dan 3606-11); dan d. Samudera Hindia pada wilayah administrasi Kabupaten Banyuwangi (NLP 3506). (4) Alur pelayaran dan perlintasan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terletak di perairan: a. Laut Jawa pada wilayah administrasi Kabupaten Sumenep (NLP 3507, 3507-12, 3507-15, 3509, 350904, dan 3509-08), Kabupaten Lamongan (NLP 3504 dan 3504-01), Kabupaten Tuban (NLP 3502, 3502-01, 3502-03, 3504, 3504-01, 3505, 3505-01, dan 350502), dan Kabupaten Gresik (NLP 3505 dan 3505-01); dan b. Selat Madura dengan pada wilayah administrasi Kabupaten Sumenep (NLP, 3507, 3507-02, 3507-08, 3507-14, 3509, 3509-02, dan 3509-07) dan Kota Probolinggo (NLP 3504-09). Pasal 44 Arahan pengembangan alur pelayaran dan perlintasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) diarahkan untuk: a. pencegahan pencemaran lingkungan maritim dengan tidak melakukan pembuangan limbah (dumping) di perairan; b. pemantapan alur untuk mendukung kebijakan Pemerintah dalam pemeliharaan alur pelayaran dan Perlintasan Timur Surabaya yang merupakan alur pelayaran dan perlintasan yang melayani pelayaran rakyat dari Pelabuhan Tanjung Perak ke pelabuhan-pelabuhan di bagian Timur Indonesia; c. pemeliharaan - 46 - c. pemeliharaan alur pelayaran dan perlintasan guna menjaga keselamatan berlayar, tata ruang perairan, dan kelestarian lingkungan; d. pengidentifikasian dimensi alur-pelayaran dan perlintasan lokal di wilayah pesisir seluruh kabupaten/kota; e. pengidentifikasian penetapan lokasi sarana bantu navigasi pelayaran untuk melakukan pemantauan terhadap lalu lintas kapal asing yang melalui alur pelayaran dan perlintasan; dan f. peningkatan pelayanan angkutan laut di wilayah pelayaran rakyat dengan perairan yang memiliki alur kedalaman terbatas. Paragraf 2 Pipa dan Kabel Bawah Laut Pasal 45 (1) Pipa dan kabel bawah laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf b terdiri atas: a. pipa air bersih; b. pipa minyak dan gas; c. kabel listrik; dan d. kabel telekomunikasi. (2) Pipa air bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terletak administrasi di perairan Kota Selat Madura Probolinggo (NLP pada wilayah 3504-09) dan Kabupaten Sumenep (NLP 3507-08). (3) Pipa minyak dan gas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terletak di perairan: a. Laut Jawa pada wilayah administrasi Kabupaten Tuban (NLP 3502, 3502-01, 3502-02, 3502-03, 350204, 3504, 3504-01), Kabupaten Lamongan (NLP 3504), Kabupaten Gresik (NLP 3504-03), Kabupaten Bangkalan (NLP 3504, 3504-03, dan 3504-08), dan Kabupaten Sumenep (NLP 3507-17, dan 3509-08); dan b. Selat - 47 - b. Selat Madura pada wilayah administrasi Kabupaten Gresik (NLP 3504 dan 3504-02), Kabupaten Sidoarjo (NLP 3504 dan 3504-06), Kabupaten Pasuruan (NLP 3504, 3504-05, dan 3504-06), Kota Pasuruan (NLP 3504, 3504-05, dan 3504-06), Kabupaten Probolinggo (NLP 3504), Kota Probolinggo (NLP 3504), Kabupaten Situbondo (NLP 3504, 3507), Kabupaten Bangkalan (NLP 3504 dan 3504-02), Kabupaten Sampang (NLP 3504 dan 3504-10), Kabupaten Sumenep (NLP 3507, 3507-11, 3507-14, 3507-16, 3509, 3509-01, 3509-03, dan 3509-07), dan laut lepas (NLP 3507). (4) Kabel listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terletak di perairan: a. Selat Madura pada wilayah administrasi Kabupaten Gresik dan Kabupaten Bangkalan (NLP 3504-02); dan b. Selat Bali pada wilayah administrasi Kabupaten Banyuwangi (NLP 3506-07). (5) Kabel telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terletak di perairan: a. Laut Jawa pada wilayah administrasi Kabupaten Gresik (NLP 3504, 3504-03, dan 3504-04) dan Kabupaten Bangkalan (NLP 3504 dan 3504-12); b. Selat Bali pada wilayah administrasi Kabupaten Banyuwangi (NLP 3506-06 dan 3506-07); dan c. Samudera Hindia pada wilayah administrasi Kabupaten Banyuwangi (NLP 3506 dan 3506-05). Pasal 46 Arahan pengembangan pipa dan kabel bawah laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) diarahkan untuk: a. penanaman atau pemancangan kabel dan tiang serta sarana di laut memerlukan Surat Izin Pemanfaatan Jasa Kelautan (SIPJK); b. pengelolaan dan perizinan kegiatan pembangunan serta pemindahan dan/atau pembongkaran bangunan atau instalasi di perairan memerlukan penilaian analisa resiko; c. pemasangan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran pada setiap bangunan atau instalasi di laut oleh pemilik bangunan; dan d. pelarangan - 48 - d. pelarangan atas pembangunan pipa dan kabel bawah laut yang memotong alur pelayaran pada tikungan alur pelayaran. Paragraf 3 Migrasi Biota Laut Pasal 47 (1) Migrasi biota laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf c meliputi: a. migrasi biota tertentu; dan b. migrasi penyu. (2) Migrasi biota tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terletak di perairan: a. Laut Jawa pada wilayah administrasi Kabupaten Gresik (NLP 3505), Kabupaten Sumenep (NLP 3507, 3508, dan 3509), Kabupaten Jember (NLP 3506); b. Selat Madura pada wilayah administrasi Kabupaten Situbondo (NLP 3506), Kabupaten Sumenep (NLP 3507, 3509 dan 3509-07); c. Selat Bali pada wilayah administrasi Kabupaten Banyuwangi (NLP 3506 dan 3506-09); dan d. Samudera Hindia pada wilayah administrasi Kabupaten Banyuwangi (NLP 3506, 3506-05, 3506-07, 3506-08, dan 3506-09), Kabupaten Jember (NLP 3503 dan 3503-07), Kabupaten Lumajang (NLP 3503), Kabupaten Malang (NLP 3503 dan 3503-02), Kabupaten Blitar (NLP 3501 dan 3503), Kabupaten Tulungagung (NLP 3501), Kabupaten Trenggalek (NLP 3501, 3501-03, 3501-05, dan 3501-06), dan Kabupaten Pacitan (NLP 3501). (3) Migrasi penyu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terletak di perairan: a. Laut Jawa pada wilayah administrasi Kabupaten Gresik (NLP 3505) dan Kabupaten Sumenep (NLP 3507, 3508, 3508-03, dan 3508-05); b. Selat Madura pada wilayah administrasi Kabupaten Probolinggo (NLP 3504), Kota Probolinggo (NLP 3504), Kabupaten Situbondo (NLP 3504, 3507, 3507-05, 3507-06, dan 3507-10), dan Kabupaten Sumenep (NLP 3507); c. Selat - 49 - c. Selat Bali pada wilayah administrasi Kabupaten Banyuwangi (NLP 3506); dan d. Samudera Hindia pada wilayah administrasi Kabupaten Banyuwangi (NLP 3506, 3506-02, 3506-04, dan 3506-08), Kabupaten Jember (NLP 3503, 3503-05, 3503-07, dan 3506-02), Kabupaten Lumajang (NLP 3503, 3503-03, dan 3503-05), Kabupaten Malang (NLP 3503, 3503-01, 3503-02, dan 3503-03), Kabupaten Blitar (NLP 3501, 3503, dan 3503-01), Kabupaten Trenggalek (NLP 3501, 3501-03, dan 3501-05), dan Kabupaten Pacitan (NLP 3501). Pasal 48 Arahan pengembangan migrasi biota laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) diarahkan untuk: a. perlindungan mutlak bagi biota laut dan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan perlindungan keanekaragaman hayati; b. pembatasan aktivitas-aktivitas yang berpotensi mengganggu kelangsungan migrasi biota laut di perairan: 1. Laut Jawa sebagai alur migrasi ikan lemuru dan ikan layang dari Selat Makasar ke Perairan Masalembo, Kabupaten Sumenep dan ke Perairan Bawean, Kabupaten Gresik; 2. Selat Madura sebagai alur migrasi ikan pelagis besar dari Samudera Hindia ke perairan Kepulauan Sumenep; 3. Selat Bali sebagai alur migrasi ikan pelagis besar dari perairan Kepulauan Sumenep ke Selat Bali dan migrasi ikan lemuru dari Samudera Hindia ke Selat Bali; dan 4. Samudera Hindia sebagai alur migrasi ikan pelagis besar dari perairan Selat Bali ke Samudera Hindia dan ikan lemuru dari Selat Bali ke Samudera Hindia. Paragraf 4 - 50 - Paragraf 4 Luas dan Letak Geografis Pasal 49 Luas dan letak geografis alur pelayaran dan perlintasan, pipa dan kabel bawah laut, dan migrasi biota laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, Pasal 45, dan Pasal 47 tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. BAB VI PERATURAN PEMANFAATAN RUANG Bagian Kesatu Umum Pasal 50 (1) Peraturan pemanfaatan persyaratan ruang pemanfaatan merupakan ruang dan ketentuan ketentuan pengendalian yang disusun untuk setiap zona peruntukan dalam RZWP-3-K. (2) Peraturan pemanfaatan ruang WP-3-K merupakan ketentuan yang diperuntukkan sebagai alat pengaturan pengalokasian ruang WP-3-K meliputi: a. peraturan pemanfaatan ruang dalam kawasan/zona/sub zona b. ketentuan perizinan; c. arahan pemberian insentif; d. arahan pemberian disinsentif; dan e. arahan pengenaan sanksi. (3) Peraturan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk: a. menjadi alat pengendali kegiatan pemanfaatan zona/sub zona; b. menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana zonasi; c. menjamin - 51 - c. menjamin agar kegiatan pemanfaatan baru tidak mengganggu kegiatan pemanfaatan ruang yang telah berjalan dan sesuai dengan rencana alokasi ruang; dan d. mencegah dampak kegiatan pemanfaatan yang merugikan. Bagian Kedua Peraturan Pemanfaatan Ruang dalam Kawasan/Zona/Sub Zona Pasal 51 (1) Peraturan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendalian kegiatan merupakan peraturan yang berisi kegiatan yang: a. diperbolehkan; b. diperbolehkan secara terbatas; dan c. dilarang; pada suatu zona. (2) Peraturan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa segala kegiatan yang diizinkan mempunyai dialokasikan pengaruh pada dan suatu dampak ruang, tidak sehingga tidak mempunyai pembatasan dalam implementasinya, karena baik secara fisik dasar ruang maupun fungsi ruang sekitar saling mendukung dan terkait. (3) Peraturan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa setiap kegiatan yang diizinkan mempunyai dialokasikan pada pembatasan, suatu sehingga ruang, namun pengalokasiannya bersyarat. (4) Peraturan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berupa kegiatan yang dilarang pada suatu ruang, karena dapat merusak lingkungan dan mengganggu kegiatan lain yang ada disekitarnya. Pasal 52 - 52 - Pasal 52 (1) Dalam peraturan pemanfaatan ruang, kegiatan yang diperbolehkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a ditandai dengan tanda berbentuk huruf I. (2) Dalam peraturan pemanfaatan ruang, kegiatan yang diperbolehkan secara terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf b ditandai dengan tanda berbentuk huruf T. (3) Dalam peraturan pemanfaatan ruang, kegiatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf c ditandai dengan tanda berbentuk huruf X. (4) Peraturan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pasal 53 (1) Dalam hal terdapat perkembangan kegiatan guna kebutuhan pembangunan dan kegiatan tersebut tidak tercantum dalam Lampiran III sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (4), Gubernur dapat menambah jenis kegiatan baru yang ditetapkan dengan Peraturan Gubernur. (2) Kegiatan baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jenis kegiatan yang diperbolehkan dan/atau kegiatan diperbolehkan secara terbatas. (3) Jenis kegiatan baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat merubah jenis kegiatan yang dilarang pada suatu zona/subzona yang telah ditetapkan dalam Lampiran III sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (4) serta tidak dapat dilakukan di kawasan konservasi. Pasal 54 (1) Penambahan jenis kegiatan baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) dilakukan setelah adanya usulan tertulis kepada Gubernur melalui Kepala Dinas. (2) Berdasarkan - 53 - (2) Berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibentuk tim pengkajian penambahan jenis kegiatan baru yang diketuai oleh Kepala Dinas dengan Keputusan Gubernur. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penambahan jenis kegiatan baru diatur dalam Peraturan Gubernur. Bagian Ketiga Ketentuan Perizinan Paragraf 1 Izin Lokasi dan Izin Pengelolaan Pasal 55 (1) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf b merupakan alat pengendali pemanfaatan ruang yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi melalui berdasarkan proses dipenuhi peraturan administrasi sebelum kegiatan dilaksanakan, guna menjamin perundang-undangan dan teknis yang pemanfaatan wajib WP-3-K kesesuaian pemanfaatan ruang WP-3-K yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini. (2) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas: a. Izin Lokasi; dan b. Izin Pengelolaan. Pasal 56 (1) Setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang dari sebagian perairan pesisir dan pemanfaatan sebagian pulau-pulau kecil secara menetap wajib memiliki Izin Lokasi. (2) Izin lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. Izin Lokasi Perairan Pesisir, untuk pemanfaatan ruang secara menetap di sebagian perairan pesisir; dan b. Izin Lokasi Pulau-Pulau Kecil, untuk pemanfaatan ruang secara menetap di sebagian pulau-pulau kecil. (3) Izin - 54 - (3) Izin Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan berdasarkan RZWP-3-K yang berlaku dan menjadi dasar pemberian izin pengelolaan. (4) Izin Lokasi tidak dapat diberikan pada zona inti di kawasan konservasi, alur laut, kawasan pelabuhan, dan pantai umum. Pasal 57 (1) Setiap orang yang melakukan pemanfaatan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil wajib memiliki Izin Pengelolaan untuk kegiatan: a. produksi garam; b. biofarmakologi laut; c. bioteknologi laut; d. pemanfaatan air laut selain energi; e. wisata bahari; f. pemasangan pipa dan kabel bawah laut; dan/atau g. pengangkatan Benda Muatan Kapal Tenggelam. (2) Izin Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Gubernur setelah dipenuhinya syarat administratif, teknis, dan operasional. Pasal 58 (1) Dalam memberikan Izin Lokasi dan Izin Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dan Pasal 57, Gubernur wajib mempertimbangkan: a. kelestarian ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil; b. ketersediaan lokasi dan/atau akses bagi Masyarakat Lokal dan Masyarakat Tradisional untuk melakukan pemanfaatan ruang dan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil; c. nelayan kecil dan nelayan tradisional; d. kepentingan nasional; dan e. hak lintas damai bagi kapal asing. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, tata cara pemberian, pencabutan, jangka waktu, luasan, dan berakhirnya Izin Lokasi dan Izin Pengelolaan diatur dengan Peraturan Gubernur. Paragraf 2 - 55 - Paragraf 2 Pemanfaatan WP-3-K oleh Masyarakat Lokal dan Masyarakat Tradisonal Pasal 59 (1) Masyarakat Lokal dan Masyarakat Tradisional dibebaskan dari Izin Lokasi dan Izin Pengelolaan sepanjang tidak melakukan kegiatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf c serta tidak melakukan kegiatan pada lokasi yang telah memiliki Izin Lokasi dan Izin Pengelolaan. (2) Kriteria Masyarakat Lokal dan Masyarakat Tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ialah masyarakat yang melakukan kegiatan pemanfaatan ruang dan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari yang menghasilkan produksi setara dengan rata-rata upah minimum provinsi yang berlaku di wilayah pendataan terhadap Kabupaten/Kota setempat. Pasal 60 (1) Pemerintah Masyarakat Provinsi Lokal melakukan dan Masyarakat Tradisional yang melakukan pemanfaatan ruang dan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil. (2) Pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengisi formulir yang memuat antara lain: a. lokasi kegiatan; b. metode atau cara yang digunakan dalam pengelolaan; c. daftar sarana dan prasarana yang digunakan; dan d. waktu serta intensitas operasional. (3) Dalam melakukan kegiatan pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Provinsi dapat menugaskan Pemerintah Kabupaten/Kota berdasarkan asas Tugas Pembantuan dan/atau menugaskan Desa. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penugasan kepada desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Gubernur. Paragraf 3 - 56 - Paragraf 3 Pemanfaatan WP-3-K oleh Pemerintah Kabupaten/Kota Pasal 61 (1) Pemerintah Kabupaten/Kota dapat melakukan pemanfaatan ruang dan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil setelah mengajukan permohonan kepada Gubernur. (2) Permohonan kepada Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan permohonan untuk melakukan kegiatan pemanfaatan ruang dan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil. (3) Gubernur dapat menolak atau menyetujui permohonan yang diajukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota setelah mempertimbangkan persyaratan permohonan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, tata cara pemberian persetujuan, pencabutan, jangka waktu, dan luasan permohonan pemanfaatan ruang dan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil diatur dalam Peraturan Gubernur. Bagian Keempat Arahan Pemberian Insentif Pasal 62 (1) Insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf c merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana zonasi. (2) Arahan insentif berfungsi sebagai: a. arahan penyusunan perangkat untuk mendorong kegiatan yang sesuai dengan rencana zonasi; b. katalisator perwujudan pemanfaatan zonasi; dan c. stimulan untuk mempercepat perwujudan rencana alokasi ruang. (3) Arahan insentif diberikan dalam bentuk: a. arahan insentif fiskal berupa keringanan atau pembebasan pajak atau retribusi daerah; dan b. arahan - 57 - b. arahan insentif penambahan non dana fiskal alokasi berupa arahan khusus, pemberian kompensasi, subsidi silang, kemudahan prosedur perizinan, imbalan, sewa pembangunan dan pengurangan retribusi, ruang, pengadaan prasarana urun saham, infrastruktur, dan sarana, penghargaan dari pemerintah kepada masyarakat, swasta, dan/atau Pemerintah Provinsi, dan/atau publisitas atau promosi. (4) Arahan insentif meliputi: a. arahan insentif kepada pemerintah daerah lainnya; b. arahan insentif dari Pemerintah Provinsi kepada Pemerintah Kabupaten/Kota atau pemerintah provinsi lainnya dalam bentuk pemberian kompensasi dari Pemerintah Kabupaten/Kota penerima manfaat kepada Pemerintah Kabupaten/Kota pemberi manfaat atas manfaat yang diterima oleh pemerintah penerima manfaat, arahan penyediaan sarana dan prasarana, serta arahan pemberian publisitas atau promosi daerah; c. arahan insentif dari Pemerintah Provinsi masyarakat umum pemberian kompensasi pengurangan dalam retribusi; bentuk insentif; arahan arahan arahan untuk kepada untuk untuk pemberian imbalan, pemberian sewa ruang dan urun saham, penyediaan sarana kemudahan perizinan dan dari prasarana, pemerintah pemberian provinsi penerima manfaat kepada masyarakat umum; dan d. pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan/atau pemerintah daerah lainnya. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian insentif diatur dalam Peraturan Gubernur. Bagian Kelima - 58 - Bagian Kelima Arahan Pemberian Disinsentif Pasal 63 (1) Disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf d merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana zonasi. (2) Arahan disinsentif berfungsi untuk mencegah, membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak sesuai dengan rencana zonasi. (3) Arahan disinsentif diberikan dalam bentuk: a. arahan disinsentif fiskal berupa arahan pengenaan pajak/retribusi daerah yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya mengatasi biaya dampak yang yang dibutuhkan untuk ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang; dan b. arahan disinsentif non fiskal berupa arahan untuk pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, pemberian penalti, pengurangan dana alokasi khusus, persyaratan khusus dalam perizinan, dan/atau pemberian status tertentu dari Pemerintah atau Pemerintah Provinsi. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian disinsentif diatur dalam Peraturan Gubernur. Bagian Keenam Arahan Pengenaan Sanksi Pasal 64 (1) Arahan pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf e merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap setiap orang yang melakukan pelanggaran di bidang perencanaan zonasi WP-3-K. (2) Pelanggaran dalam penyelenggaraan perencanaan zonasi WP-3-K sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pihak yang melakukan penyimpangan dikenakan sanksi meliputi sanksi administrasi maupun sanksi pidana. (3) Pengenaan - 59 - (3) Pengenaan sanksi diberikan kepada pemanfaat ruang WP-3-K yang tidak sesuai dengan ketentuan perizinan pemanfaatan ruang dan Pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana zonasi. (4) Arahan pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan berdasarkan: a. hasil pengawasan pemanfaatan ruang WP-3-K; b. tingkat simpangan implementasi RZWP-3-K; c. kesepakatan antar instansi yang berwenang; dan d. peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya. Pasal 65 Pemanfaatan ruang dari sebagian perairan pesisir dan pemanfaatan ruang dari sebagian pulau-pulau kecil yang tidak sesuai dengan izin lokasi yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dikenai sanksi administratif, berupa: a. peringatan tertulis; b. pembekuan sementara kegiatan; dan/atau c. pencabutan izin lokasi. Pasal 66 Pemanfaatan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulaupulau kecil yang tidak sesuai dengan izin pengelolaan yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 dikenai sanksi administratif, berupa: a. peringatan tertulis; b. denda administratif; c. penghentian sementara kegiatan; d. pembekuan izin; dan/atau e. pencabutan izin. Pasal 67 Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 dan Pasal 66 diatur dalam Peraturan Gubernur. BAB VII - 60 - BAB VII RENCANA PEMANFAATAN RUANG Pasal 68 (1) Rencana pemanfaatan ruang WP-3-K berpedoman pada rencana alokasi ruang dan peraturan pemanfaatan ruang. (2) Rencana pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana zonasi, dan dilaksanakan dengan menyelenggarakan penatagunaan sumber daya WP-3-K. (3) Rencana pemanfaatan ruang melalui penyusunan dan WP-3-K dilaksanakan pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta sumber pendanaannya. (4) Rencana pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun berdasarkan indikasi program utama dengan waktu pelaksanaan selama 20 (dua puluh) tahun yang dirinci untuk setiap 5 (lima) tahun. (5) Pendanaan indikasi program bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, investasi swasta, dan/atau kerjasama pendanaan. (6) Kerjasama pendanaan investasi swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (7) Prioritas pelaksanaan pembangunan WP-3-K disusun berdasarkan atas perkiraan kemampuan pembiayaan dan kegiatan yang mempunyai efek mengganda sesuai arahan umum pembangunan daerah. (8) Rencana pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran IV yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. BAB VIII - 61 - BAB VIII MITIGASI BENCANA Bagian Kesatu Pengelolaan Risiko Bencana Pasal 69 (1) Bencana di perairan pesisir merupakan suatu kejadian yang terkonsentrasi di wilayah perairan dan/atau mempengaruhi kondisi wilayah perairan antara lain: a. terjadi pada waktu tertentu; b. mengakibatkan bahaya yang besar; c. membuat terganggunya fungsi vital kehidupan yang bergantung pada perairan tersebut; dan/atau d. menimbulkan kerugian maupun korban pada komunitas tertentu. (2) Kegiatan pengelolaan risiko bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi segala kegiatan pada tahap mitigasi, kesiapsiagaan, kedaruratan dan pemulihan. (3) Pengelolaan risiko bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi. (4) Pengelolaan risiko bencana bertujuan untuk membangun ketahanan komunitas terhadap bencana sekaligus mengurangi dampaknya. (5) Masyarakat dan/atau badan usaha melalui koordinasi dengan Pemerintah Provinsi dapat berperan serta dalam melakukan pengelolaan risiko bencana. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan pengelolaan risiko bencana diatur dalam Peraturan Gubernur. Bagian Kedua - 62 - Bagian Kedua Perubahan Iklim Pasal 70 (1) Perubahan iklim di perairan pesisir merupakan perubahan kondisi iklim tidak normal akibat meningkatnya emisi gas rumah kaca yang menyebabkan timbulnya fenomena dan dampak perubahan iklim di perairan serta menyebabkan kerugian dan korban pada komunitas tertentu baik dalam jangka waktu pendek maupun sehingga diperlukan pengelolaan risiko perubahan iklim. (2) Pemerintah Provinsi wajib menyelenggarakan kegiatan pengelolaan risiko perubahan iklim. (3) Pengelolaan risiko perubahan iklim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi kegiatan mitigasi dan adaptasi. (4) Mitigasi perubahan iklim sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan kegiatan pergurangan emisi dari kegiatan-kegiatan yang berada di wilayah perairan. (5) Adaptasi perubahan iklim sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan kegiatan penyesuaian system kehidupan yang dilakukan dalam mengurangi dampak dari perubahan iklim di perairan. (6) Masyarakat dan/atau badan usaha melalui koordinasi dengan Pemerintah Provinsi dapat berperan serta dalam melakukan pengelolaan risiko perubahan iklim. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan pengelolaan risiko perubahan iklim diatur dalam Peraturan Gubernur. BAB IX - 63 - BAB IX PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Bagian Kesatu Umum Pasal 71 (1) Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan WP-3-K secara terpadu dan berkelanjutan, dilakukan pengawasan dan/atau pengendalian terhadap pelaksanaan ketentuan pengelolaan WP-3-K oleh pejabat tertentu yang berwenang sesuai dengan sifat pekerjaaannya dan diberikan wewenang kepolisian khusus yang selanjutnya disebut Polisi Khusus dan/atau oleh pengawas sumber daya kelautan dan perikanan di lingkungan Pemerintah Provinsi. (2) Masyarakat dapat berperan serta dalam pengawasan dan/atau pengendalian pengelolaan WP-3-K sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Bagian Kedua Pengawasan Pasal 72 (1) Pengawasan RZWP-3-K meliputi perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan WP-3-K. (2) Pengawasan terhadap perencanaan dan pelaksanaan RZWP-3-K sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terkoordinasi dengan instansi terkait sesuai dengan kewenangannya. (3) Pengawasan secara terkoordinasi dengan instansi terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam hal: a. pengumpulan dan perolehan dokumen rencana pengelolaan; b. pertukaran data dan informasi; c. tindak lanjut laporan/pengaduan; d. pemeriksaan - 64 - d. pemeriksaan sampel; dan e. kegiatan lain dalam menunjang pelaksanaan pengawasan WP-3-K. (4) Pengawasan terhadap pemanfaatan WP-3-K sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan alokasi ruang yang telah ditetapkan dalam peraturan ini serta kegiatan lain seperti rehabilitasi, reklamasi, dan mitigasi bencana di WP-3-K. (5) Pengawasan di WP-3-K harus memperhatikan kearifan lokal. (6) Pengawasan oleh masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) dilakukan melalui penyampaian laporan dan/atau pengaduan kepada pihak yang berwenang. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan RZWP-3-K sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Gubernur. Bagian Ketiga Pengendalian Pasal 73 Pengendalian WP-3-K dilaksanakan melalui: a. akreditasi; dan b. rehabilitasi. Paragraf 1 Akreditasi Pasal 74 (1) Gubernur dapat menyelenggarakan akreditasi program pengelolaan WP-3-K, kecuali pada: a. KSNT; dan b. PPKT. (2) Penyelenggaraan akreditasi program pengelolaan WP-3-K sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi program rehabilitasi, konservasi, reklamasi, mitigasi bencana dan/atau pengembangan ekonomi. (3) Hasil - 65 - (4) Hasil penilaian akreditasi program pengelolaan WP-3-K sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bahan pertimbangan tim akreditasi dalam menentukan penerima insentif yang didasarkan kemampuan keuangan daerah. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan dan mekanisme pengajuan akreditasi diatur dalam Peraturan Gubernur. Paragraf 2 Rehabilitasi WP-3-K Pasal 75 (1) Rehabilitasi dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota, dan orang yang memanfaatkan secara langsung atau tidak langsung WP3-K. (2) Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan apabila pemanfaatan WP-3-K mengakibatkan kerusakan ekosistem atau populasi yang melampaui kriteria kerusakan ekosistem atau populasi. (3) Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap: a. terumbu karang; b. mangrove; c. lamun; d. stuary; e. laguna; f. teluk; g. delta; h. gumuk pasir; i. pantai; dan/atau j. populasi ikan. (4) Dalam hal di WP-3-K terdapat kawasan hutan maka rehabilitasi terhadap kawasan hutan dimaksud dilakukan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai rehabilitasi WP-3-K sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) diatur dalam Peraturan Gubernur. Bagian Ketiga - 66 - Bagian Ketiga Larangan Pasal 76 Setiap orang dilarang: a. melakukan pemanfaatan ruang laut yang tidak sesuai dengan peraturan pemanfaatan ruang; b. melakukan pemanfaatan ruang laut yang tidak sesuai dengan izin yang diberikan; c. mengalihkan izin yang diberikan kepada pihak lain; d. melakukan pemanfaatan ruang pada kawasan konservasi kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang- undangan dan Peraturan Daerah ini. BAB X REKLAMASI Pasal 77 (1) Pelaksanaan reklamasi WP-3-K wajib menjaga dan memperhatikan: a. keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat; b. keseimbangan antara kepentingan pemanfaatan dan kepentingan pelestarian fungsi lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil; dan c. persyaratan teknis pengambilan, pengerukan, dan penimbunan material. (2) Reklamasi yang dilakukan di wilayah perairan pesisir dan pulau-pulau kecil bertujuan untuk: a. mengubah perairan pesisir menjadi daratan untuk memenuhi kebutuhan lahan daratan; b. meningkatkan kualitas dan nilai ekonomi kawasan pesisir; c. memperbaiki lingkungan pesisir yang mengalami degradasi; dan d. mengatasi kenaikan paras muka air laut. (3) Reklamasi hanya dapat dilakukan untuk pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan/atau Pemerintah Kabupaten/Kota. (4) Badan - 67 - (4) Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan/atau swasta dapat melakukan reklamasi sepanjang untuk melaksanakan Proyek Strategis Nasional sesuai peraturan perundang-undangan. (5) Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan/atau swasta yang akan melaksanakan reklamasi wajib membuat perencanaan reklamasi. (6) Perencanaan reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui kegiatan: a. penentuan lokasi; b. penyusunan rencana induk; c. studi kelayakan; dan d. penyusunan rancangan detail. Pasal 78 (1) Lokasi reklamasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 dapat dilakukan pada: a. sub zona WKOPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3); b. zona industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24; dan c. zona bandar udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30. (2) Pengambilan sumber material reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan pada: d. sub zona pasir laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2); dan/atau e. zona yang ditetapkan dalam RTRW Provinsi dan/atau Rencana Detail Tata Ruang. Pasal 79 (1) Reklamasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) wajib memiliki izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi. (2) Perencanaan reklamasi, perizinan pelaksanaan reklamasi wajib ketentuan yang diatur dalam reklamasi, mendasarkan peraturan dan pada perundang- undangan. (3) Ketentuan - 68 - (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur. Pasal 80 Kegiatan reklamasi pada sub zona dan zona sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) harus memperhatikan: a. aksesibilitas, alur laut, dan alur aliran air antar zona atau pulau buatan hasil reklamasi sesuai dengan karakteristik lingkungan; b. pemanfaatan ruang laut yang tidak mengganggu keberlanjutan fungsi sistem Daerah Aliran Sungai; c. rencana induk pembangunan pelabuhan; d. rencana induk pelabuhan perikanan; e. keberlanjutan fungsi jaringan energi dan air; f. kewajiban pengalokasian ruang untuk pantai umum dan mitigasi bencana; g. pengaturan konfigurasi, tata letak, bentuk, dan luasan kawasan reklamasi ditentukan berdasarkan hasil kajian lingkungan; h. kewajiban memberikan ruang penghidupan dan akses bagi nelayan kecil, nelayan tradisional, dan pembudidaya ikan; i. keberlanjutan fungsi kawasan lindung dan/atau Kawasan Konservasi di sekitar zona atau pulau buatan hasil reklamasi; j. kewajiban pendalaman bagian-bagian tertentu dari kanal di sekitar zona atau pulau buatan hasil reklamasi dalam rangka menjaga fungsi kawasan; k. kewajiban memberikan keselamatan, keamanan, jaminan alokasi operasional, ruang fungsi, bagi serta pemeliharaan sarana dan prasarana publik dan objek vital nasional; l. pengurangan dampak perubahan hidro-oceanografi yang meliputi arus, gelombang, dan kualitas sedimen dasar laut; m. pengurangan dampak perubahan sistem aliran air dan drainase; n. pengurangan dampak peningkatan volume/frekuensi banjir dan/atau genangan; o. pengurangan perubahan morfologi dan tipologi pantai; p. penurunan kualitas air dan pencemaran lingkungan hidup; q. penurunan - 69 - q. penurunan kuantitas air tanah; r. pengurangan dampak degradasi ekosistem pesisir; dan s. ketentuan perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang untuk kegiatan reklamasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB XI HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN SERTA MASYARAKAT Bagian Kesatu Hak Masyarakat Pasal 81 Dalam zonasi WP-3-K, setiap orang berhak untuk: a. mengetahui rencana zonasi; b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat zonasi; c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana zonasi; d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana zonasi di wilayahnya; e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana zonasi kepada pejabat berwenang; dan f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana zonasi menimbulkan kerugian. Bagian Kedua Kewajiban Masyarakat Pasal 82 Dalam pemanfaatan zonasi setiap orang wajib: a. menaati rencana zonasi yang telah ditetapkan; b. memanfaatkan zonasi sesuai dengan izin pemanfaatan zonasi dari pejabat yang berwenang; c. mematuhi - 70 - c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan zonasi; dan d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum. Bagian Ketiga Peran Serta Masyarakat Pasal 83 (1) Penyelenggaraan zonasi WP-3-K dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan peran serta masyarakat. (2) Peran serta masyarakat dalam zonasi WP-3-K sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan, antara lain, melalui partisipasi dalam: a. penyusunan rencana zonasi; b. pemanfaatan zonasi; dan c. pengendalian pemanfaatan zonasi. Pasal 84 Bentuk peran serta masyarakat dalam penyusunan rencana zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (2) huruf a dapat berupa: a. memberikan masukan mengenai: 1. penentuan arah pengembangan wilayah; 2. potensi dan masalah pembangunan; 3. perumusan rencana zonasi; dan 4. penyusunan rencana struktur dan pola ruang. b. menyampaikan keberatan terhadap rancangan rencana zonasi; dan c. melakukan kerja sama dengan Pemerintah, Pemerintah Kabupaten/Kota dan/atau sesama unsur masyarakat. Pasal 85 Bentuk peran serta masyarakat dalam pemanfaatan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (2) huruf b dapat berupa: a. melakukan - 71 - a. melakukan kegiatan pemanfaatan zonasi yang sesuai dengan kearifan lokal dan rencana zonasi yang telah ditetapkan; b. menyampaikan masukan mengenai kebijakan pemanfaatan zonasi; c. memberikan dukungan bantuan teknik, keahlian, dan/atau dana dalam pengelolaan pemanfaatan zonasi; d. meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam pemanfaatan zonasi memperhatikan darat, kearifan dan lokal ruang serta laut, dengan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; e. melakukan Pemerintah, daerah kerjasama Pemerintah pengelolaan zonasi Kabupaten/Kota, dengan pemerintah lainnya, dan/atau dan pihak lainnya secara bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan zonasi WP-3K; f. menjaga fungsi pertahanan serta memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan dan sumber daya alam; dan g. melakukan usaha investasi dan/atau jasa keahlian. Pasal 86 Bentuk peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (2) huruf c dapat berupa: a. memberikan masukan mengenai arahan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi; b. turut serta memantau dan mengawasi pelaksanaan kegiatan pemanfaatan zonasi, rencana zonasi yang telah ditetapkan, dan pemenuhan standar pelayanan minimal di bidang zonasi WP-3-K; c. melaporkan kepada instansi atau pejabat yang berwenang dalam hal menemukan kegiatan pemanfaatan zonasi yang melanggar rencana zonasi yang telah ditetapkan dan adanya indikasi kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan, tidak memenuhi standar pelayanan minimal dan/atau masalah yang terjadi di masyarakat dalam penyelenggaraan zonasi WP-3-K; dan/atau d. mengajukan keberatan terhadap keputusan pejabat publik yang dipandang tidak sesuai dengan rencana zonasi. Pasal 87 - 72 - Pasal 87 (1) Peran serta masyarakat di bidang zonasi WP-3-K dapat disampaikan secara langsung dan/atau tertulis. (2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disampaikan kepada Gubernur atau kepada Gubernur melalui Kepala Dinas dan Bupati/Walikota. Pasal 88 Dalam rangka Pemerintah meningkatkan Provinsi peran membangun serta sistem masyarakat, informasi dan dokumentasi zonasi WP-3-K yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat. Pasal 89 Pelaksanaan tata cara peran serta masyarakat dalam zonasi WP-3-K dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundangundangan. BAB XII PENYELESAIAN SENGKETA Pasal 90 (1) Penyelesaian sengketa dalam PWP-3-K ditempuh melalui pengadilan dan/atau di luar pengadilan. (2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap tindak pidana PWP-3-K sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini. Pasal 91 (1) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dilakukan para pihak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian dan/atau mengenai tindakan tertentu guna mencegah terjadinya atau terulangnya dampak besar sebagai akibat tidak dilaksanakannya PWP3-K. (3) Dalam - 73 - (3) Dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan jasa pihak ketiga. (4) Hasil kesepakatan penyelesaian sengketa di luar pengadilan harus dinyatakan secara tertulis dan bersifat mengikat para pihak. Pasal 92 (1) Setiap orang dan/atau penanggung jawab kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar hukum dan mengakibatkan kerusakan WP-3-K wajib membayar ganti kerugian kepada negara dan/atau melakukan tindakan tertentu berdasarkan putusan pengadilan. (2) Tindakan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa kewajiban untuk melakukan rehabilitasi dan/atau pemulihan kondisi WP-3-K. (3) Pelaku perusakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membayar biaya rehabilitasi lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil kepada negara. (4) Selain pembebanan untuk melakukan tindakan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), hakim dapat menetapkan sita jaminan dan jumlah uang paksa (dwangsom) atas setiap hari keterlambatan pembayaran. Pasal 93 (1) Setiap orang dan/atau penanggung jawab kegiatan yang mengelola WP-3-K bertanggung jawab secara langsung dan seketika pada saat terjadinya pencemaran dan/atau perusakan dengan kewajiban mengganti kerugian sebagai akibat tindakannya. (2) Pengelola WP-3-K dapat dibebaskan dari kewajiban membayar ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan WP3-K disebabkan oleh salah satu alasan berikut: a. bencana alam; b. peperangan; atau c. keadaan terpaksa di luar kemampuan manusia (force majeure). (3) Dalam - 74 - (3) Dalam hal terjadi kerugian yang disebabkan kesengajaan oleh pihak ketiga, yang bersangkutan bertanggung jawab membayar ganti kerugian. BAB XIII GUGATAN PERWAKILAN Pasal 94 (1) Organisasi Masyarakat perwakilan ke berhak pengadilan mengajukan sesuai dengan gugatan peraturan perundang-undangan. (2) Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab PWP-3-K, organisasi masyarakat berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan. (3) Organisasi Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan berikut: a. merupakan organisasi resmi di wilayah tersebut atau organisasi nasional; b. berbentuk badan hukum; c. memiliki anggaran dasar yang dengan tegas menyebutkan dengan tujuan didirikannya organisasi untuk kepentingan pelestarian lingkungan; dan d. telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya. (4) Hak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terbatas pada tuntutan untuk melakukan tindakan tertentu tanpa adanya tuntutan ganti kerugian kecuali penggantian biaya atau pengeluaran yang nyatanyata dibayarkan. BAB XIV PENYIDIKAN Pasal 95 (1) Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Provinsi diberikan wewenang untuk melaksanakan penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Daerah ini. (2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. menerima - 75 - a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang zonasi WP-3-K agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan di bidang zonasi WP-3-K; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang zonasi WP-3-K; d. memeriksa buku-buku catatan-catatan dan dokumen– dokumen lain berkenaan tindak pidana di bidang zonasi WP-3-K; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen- dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang zonasi WP-3-K; g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan pemeriksaan identitas ruangan sedang orang atau tempat berlangsung dan/atau pada dan dokumen saat memeriksa yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang zonasi WP-3-K; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka; j. menghentikan penyidikan; dan k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang zonasi WP-3-K menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Penyidik sebagaimana memberitahukan dimaksud dimulainya pada ayat penyidikan (1) dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. BAB XV - 76 - BAB XV KETENTUAN PIDANA Pasal 96 Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 dipidana kurungan dan/atau denda sesuai dengan peraturan perundang undangan. BAB XVI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 97 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini: a. izin yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan Peraturan Daerah ini tetap berlaku sesuai dengan jangka waktu masa berlakunya; b. izin yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini, berlaku ketentuan: 1. untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut disesuaikan dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini; 2. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, pemanfaatan WP-3-K dilakukan sampai izin operasional terkait habis penyesuaian masa dengan berlakunya fungsi dan kawasan dilakukan berdasarkan Peraturan Daerah ini; 3. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini, izin yang telah diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat diberikan penggantian yang layak; dan 4. penggantian yang layak sebagaimana dimaksud pada angka 3 (tiga) dilaksanakan dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan; c. pemanfaatan - 77 - c. pemanfaatan WP-3-K yang izinnya sudah habis dan tidak sesuai dengan Peraturan Daerah ini dilakukan penyesuaian berdasarkan Peraturan Daerah ini; d. pemanfaatan WP-3-K yang diselenggarakan tanpa izin ditentukan sebagai berikut: 1. yang bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini, pemanfaatan WP-3-K yang bersangkutan ditertibkan dan disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini; dan 2. yang sudah sesuai ketentuan Peraturan Daerah ini, di percepat untuk mendapatkan izin yang diperlukan. BAB XVII KETENTUAN LAIN LAIN Pasal 98 Dalam hal terdapat penetapan/pencadangan kawasan konservasi oleh Menteri terhadap bagian perairan Provinsi Jawa Timur yang belum disepakati pada saat Peraturan Daerah ini ditetapkan, rencana kawasan konservasi disesuaikan dengan hasil penetapan/pencadangan kawasan konservasi berdasarkan hasil penetapan Menteri. BAB XVIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 99 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pengelolaan dan Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Tahun 2012-2032 (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2008 Nomor 4 Seri D) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 100 - 78 - Pasal 100 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur. Ditetapkan di Surabaya pada tanggal 5 Pebruari 2018 GUBERNUR JAWA TIMUR, ttd Dr. H. SOEKARWO - 79 - Diundangkan di Surabaya Pada tanggal 5 Pebruari 2018 SEKRETARIS DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR ttd Dr. H. AKHMAD SUKARDI, MM LEMBARAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2018 NOMOR 1 SERI D. NOREG PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR : (1/7/2018)