OBESITAS
Batasan dan uraian umum
Obesitas adalah keadaan penimbunan jaringan lemak tubuh yang berlebihan dan ditandai dengan adanya gambaran klinis yang khas. Obesitas terjadi bila asupan energi total melebihi pengeluaran energi total. Ketidakseimbangan energi ini dapat disebabkan oleh asupan energi yang berlebih dan atau pengurangan pengeluaran energi, baik untuk metabolisme, termoregulasi dan aktivitas fisik. Kebanyakan obesitas dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan, misalnya pola makan, olahraga, jenis aktivitas sehari-hari.
Etiologi
Obesitas terjadi karena ketidakseimbangan antara asupan energi dengan keluaran energi sehingga terjadi kelebihan energi yang selanjutnya disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Sebagian besar gangguan homeostasis energi ini disebabkan faktor idiopatik (obesitas primer atau nutrisional), yaitu sebanyak 90%, sedangkan faktor endogen (obesitas sekunder atau non-nutrisional, disebabkan oleh kelainan hormonal, sindrom, atau defek genetik) hanya mencakup kurang dari 10% kasus. Sindrom genetik terkait dengan obesitas pada masa kanak, antara lain:
Sindrom Prader Wili
Pseudohipoparatiroidisme
Sindrom Laurence-Moon-Biedl (Bardet Biedl)
Sindrom Down
Kelainan hormonal terkait dengan obesitas pada masa kanak, antara lain:
Defisiensi growth hormone
Resistensi growth hormone
Hipotiroidisme
Pubertas prekoks
Sindrom ovarium polikistik
Tumor yang mensekresi prolaktin
Obat-obatan yang dapat mengakibatkan peningkatan berat badan, antara lain:
Kortisol dan glukokortikoid lain
Penghambat monoamin oksidase
Sulfonilurea
Tiazolidindion
Risperidon
Klozapin
Insulin (dosis berlebih)
Kontrasepsi oral
Manifestasi klinis
Anamnesis
Riwayat pertumbuhan/pertambahan berat badan
Kapan mulai tampak gemuk
Riwayat masukan makanan
Riwayat obesitas dalam keluarga
Tidur mengorok
Aktivitas sehari-hari
Perawakan pendek atau defek pertumbuhan linear pada anak dengan obesitas harus dicurigai kemungkinan defisiensi growth hormone, hipotiroidisme, kelebihan kortisol, pseudohipoparatiroid-sme, atau sindrom genetik, misalnya sindrom Prader-Willi
Kulit kering, konstipasi, intoleransi terhadap cuaca dingin atau cepat lelah mengarah pada hipotiroidisme
Riwayat kerusakan pada SSP (misalnya infeksi, trauma, perdarahan, radiasi, kejang) mengarah pada obesitas hipotalamikus dengan atau tanpa defisiensi growth hormone atau hipotiroidisme hipotalamus. Riwayat sakit kepala pagi hari, muntah, gangguan penglihatan dan miksi berlebih juga merupakan petunjuk bahwa obesitas disebabkan oleh tumor atau massa di hipotalamus
Pemeriksaan fisis
Pengukuran BB, TB, BB/TB, body mass index (BMI) dan tekanan darah
Peningkatan berat badan di luar karakter keluarga
Obesitas pada anak yang pendek
Peningkatan berat badan progresif yang tidak disertai dengan peningkatan pertumbuhan linear yang sebanding
Muka tembem, dagu rangkap, leher pendek
Tonsil / adenoid
Kulit kering, intoleransi terhadap dingin, konstipasi, cepat lelah
Akumulasi lemak di leher dan badan, tetapi tidak pada ekstremitas
Striae ungu
Hipertensi
Rambut wajah yang berlebihan, jerawat, menstruasi iregular pada remaja perempuan
Perkembangan seksual yang tidak sesuai untuk usianya
Payudara tampak besar
Perut membuncit, pendular
Ektremitas: - jari meruncing
Kaki bentuk X atau O
Genitalia: burried penis
Kriteria diagnosis
Diagnosis obesitas ditentukan berdasarkan indeks massa tubuh (IMT). Bila pada hasil pengukuran didapatkan, terdapat potensi gizi lebih ( >+1 SD ) atau BB/TB>110%, maka grafik IMT sesuai usia dan jenis kelamin digunakan untuk menentukan adanya obesitas. Untuk anak < 2 tahun, menggunakan grafik IMT WHO 2006 dengan kriteria overweight Z score > + 2, obesitas > +3, sedangkan untuk anak usia 2-18 tahun menggunakan grafik IMT CDC 2000 (algoritma dilampirkan). Ambang batas yang digunakan untuk overweight ialah diatas P85 hingga P95 sedangkan untuk obesitas ialah lebih dari P95 grafik CDC 2000.
Tabel 1. Dasar pemilihan penggunaan grafik IMT sesuai usia saat ini
Usia
Grafik IMT yang dipakai
Alasan
0 – 2 tahun
WH0 2006
Grafik IMT (CDC 2000) tidak tersedia untuk klasifikasi usia dibawah 2 tahun
> 2 – 18 tahun
CDC 2000
Dengan menggunakan grafik IMT CDC 2000 persentil 95, deteksi dini obesitas dapat ditegakkan
IMT=indeks massa tubuh, WHO= World Health Organization, CDC= Centers for Disease Control and Prevention.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan standar:
Darah perifer lengkap
Profil lipid
Tes toleransi glukosa oral
Fungsi hati: SGPT, SGOT
Pemeriksaan indikasi:
Sekresi dan fungsi growth hormone
Kalsium, fosfat dan kadar hormon paratiroid bila dicurigai pseudohipoparatiroidisme
Fungsi tiroid
Foto orofaring AP dan Lat
USG hati
Pemindaian MRI otak dengan fokus hipotalamus dan hipofisis, bila terindikasi secara klinis
Polisomnografi untuk mendeteksi sleep apnea
Tata laksana
Pengaturan diet, petunjuk praktis diet pediatrik dapat dilihat pada Tabel 1.
Peningkatan aktivitas fisik
Modifikasi perilaku
Tabel 1. Petunjuk praktis diet pediatrik (usia >2 tahun)
o Konsumsi lebih banyak buah-buahan, sayuran, sereal, kacang, gandum
o Makanlah paling sedikit 3 porsi sayuran dan 2 porsi buah setiap hari
o Pilih produk bebas lemak atau rendah lemak
o Perbanyak konsumsi daging merah tanpa lemak, unggas (tanpa kulit) atau ikan
o Konsumsi kuning telur kurang dari 3 per minggu
o Gunakan minyak sayur, margarin yang mengandung asam lemak tak jenuh dan yang hanya sedikit mengandung asam lemak trans
o Bila makan atau membeli makanan jadi, pilihlah makanan yang mengandung asam lemak jenuh dan kolesterol yang rendah, atau makanan yang dipanggang atau dipanggang.
Pendidikan dan pencegahan
Pemantauan pertumbuhan
Pendidikan / penjelasan bahaya atau komplikasi obesitas
Daftar pustaka
1. Donohoue PA. Obesity. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editors. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th ed. Philadelphia: Saunders; 2004. p.173-6
2. Roberts SB, Hoffman DJ. Energy and Substrate Regulation in Obesity. Dalam: Walker WA, Watkins JB, Duggan C, penyunting. Nutrition in Pediatrics, Basic Science and Clinical Applications. Edisi ke-3. London: BC Decker Inc; 2003.
3. Berkowitz RI. Obesity in childhood and adolescence. Dalam: Walker WA, Watkins JB, Duggan C, penyunting. Nutrition in Pediatrics, Basic Science and Clinical Applications. Edisi ke-3. London: BC Decker Inc; 2003.
4. Barlow SE. Expert committee recommendation regarding the prevention, asessment, and treatment of child and adolescent overweight and obesity: summary report. Pediatrics. 2007;120 Suppl.4:S164-92.
GAGAL TUMBUH
Batasan dan uraian umum
Istilah gagal tumbuh (failure to thrive, FTT) digunakan dalam menyatakan bahwa bayi atau anak yang tidak mengalami penambahan berat badan yang sesuai dengan kurva pertumbuhan normal atau mengalami penurunan berat badan. Terminologi gagal tumbuh sesungguhnya kurang tepat, karena tumbuh sendiri mempunyai parameter berat badan, panjang/tinggi badan, dan lingkar kepala. Sedangkan dalam sejarahnya istilah failure to thrive digunakan dalam pengukuran antropometri yang menjelaskan adanya hambatan dalam penambahan berat badan yang sesuai atau lebih tepat disebut weight faltering. Jika kegagalan penambahan berat badan yang adekuat berlangsung dalam jangka panjang maka akan mempengaruhi panjang badan dan akhirnya lingkar kepala seorang anak. Gagal tumbuh lebih merupakan tanda atau gejala dari suatu masalah pada pasien dan bukan merupakan suatu diagnosis atau derajat suatu penyakit. Gagal tumbuh menyatakan suatu pengamatan antropometrik jadi bukan berarti gizi kurang atau gizi buruk, yang merupakan suatu keadaan yang ditentukan pada satu titik pengamatan. Untuk menyatakan seorang pasien mengalami gagal tumbuh diperlukan minimal dua titik pengamatan pada kurva berat badan menurut umur dan jenis kelamin. Bila menggunakan kurva WHO 2006, maka kriteria gagal tumbuh adalah jika garis yang menghubungkan antara dua titik tersebut menjauhi garis kurva di atasnya (weight faltering). Bila menggunakan kurva CDC 2006, kriteria gagal tumbuh adalah bila garis yang menghubungan kedua titik pengamatan tersebut memotong dua garis persentil mayor (75th,50th,25th,10th,5th,3th) berat badan menurut umur. Penyebab gagal tumbuh dapat diklasifikasikan sebagai asupan kalori yang tidak adekuat, absorbsi kalori yang tidak adekuat, dan kebutuhan kalori yang meningkat.
Manifestasi klinis
Anamnesis Anamnesis dasar meliputi:
Riwayat kehamilan dan persalinan
Riwayat pemberian makan mulai lahir sampai saat ini
Riwayat penyakit dahulu dan sekarang
Riwayat keluarga
Riwayat sosial
Selanjutnya perlu dilakukan anamnesis yang lebih rinci dengan tujuan mengelaborasi kemungkinan penyebab gagal tumbuh, yaitu:
Asupan makanan yang tidak adekuat: tanyakan bagaimana manajemen laktasi (terutama bayi 0-6 bulan), bagaimana riwayat nutrisi sejak lahir sampai saat ini, bagaimana praktek pemberian makan (feeding practice) selama ini, nafsu makan yang tidak baik (misalnya anemia), kesulitan menelan, misalnya kelainan oromotorik), tidak tersedianya makanan (misalnya child abused), atau muntah berulang (misalnya penyakit refluks gastroesofagus)
Absorbsi makanan yang tidak adekuat, misalnya pada diare kronik (kemungkinan alergi susu sapi), sindrom malabsorpsi
Kebutuhan kalori yang meningkat: infeksi kronik, keganasan, penggunaan kalori yang tidak efisien (misalnya pada kelainan metabolisme bawaan, tubulopati ginjal, hipoksemia kronik seperti penyakit jantung bawaan) Riwayat kehamilan dan persalinan
Pemeriksaan fisis
Pemeriksaan fisis yang lengkap sangat penting, dengan empat tujuan, yaitu:
Identifikasi gambaran dismorfik yang mengarahkan pada kelainan genetik yang mempengaruhi pertumbuhan
Deteksi penyakit dasar yang menghambat pertumbuhan
Menilai kemungkinan child abuse
Menilai BB, PB/TB, dan lingkar kepala untuk menilai kemungkinan gizi kurang atau gizi buruk serta komplikasinya
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang hanya dilakukan atas indikasi, untuk mencari penyakit dasar
Tata laksana
1. Mencari dan mengobati penyakit dasarnya.
2. Kebutuhan nutrisi dihitung berdasarkan berat badan ideal menurut usia tinggi badan (lihat Bab Asuhan nutrisi pediatrik).
Pencegahan dan pendidikan
Pemantauan pertumbuhan secara teratur
Pemberian nutrisi yang cukup dan seimbang
Daftar Pustaka
1. Markowitz R, Watkins JB, Duggan C. Failure to thrive: malnutrition in the pediatric outpatient setting. Dalam: Duggan C, Watkins JB, Walker WA. Nutrition in Pediatrics 4. Ontario: BC Decker Inc.; 2008. h. 479-90
2. Bauchner H. Failure to Thrive. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, eds. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders; 2004. h.133-4
3. Olsen EM. Failure to thrive: still a problem of definition. Clin Pediatr. 2006;45:1-6
4. Krugman SD, Dubowitz, H. Failure to Thrive. Am Fam Physician. 2003;68:879-84
GIZI BURUK
Batasan dan uraian umum
Gizi buruk adalah keadaan klinis akibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan protein dan energi, karena asupan yang kurang atau kebutuhan/keluaran yang meningkat atau keduanya secara bersama. Dikatakan sebagai gizi buruk apabila terdapat gejala klinis wasting atau sangat kurus dan berat badan menurut tinggi badan (weight for height) < -3 z score atau < 70% dengan atau tanpa edema atau mempunyai lingkar lengan atas (LILA) < 115 mm. Anak dengan gizi buruk harus dirawat, karena memerlukan tata laksana awal yang komprehensif. Keadaan gizi buruk hampir selalu disertai dengan defisiensi nutrien lain. Gizi buruk secara klinis terdapat dalam 3 bentuk, yaitu: kwasiorkor, marasmus, dan marasmik-kwasiorkor.
Manifestasi klinis
Anamnesis
o Sejak kapan tubuh makin kurus dan/atau timbulnya edema
o Sejak kapan terjadi penurunan atau hilangnya nafsu makan
o Riwayat makan sebelum sakit
o Riwayat pemberian ASI dan MP-ASI
o Gejala dan tanda yang mengarah ke penyakit lain, misalnya diare, tuberkulosis, cacingan, campak
o Batuk kronik
o Kelainan pada kulit
o Kelainan pada mata
o Kapan diuresis terakhir
o Keadaan keluarga dan lingkungan (untuk memahami latar belakang sosial anak)
Pemeriksaan fisis
o BB (kg), PB atau TB (cm)
o Kesadaran/status mental: sadar, apatis, cengeng
o Suhu tubuh: dapat dijumpai hipotermia (< 360C, aksila)
o Tanda vital lain: nadi, tekanan darah, dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi
o Pucat
o Tanda dehidrasi: turgor kulit, mata cekung, mukosa bibir / lidah kering
o Mata: tanda defisiensi vitamin A
o Mulut: tanda defisiensi vitamin B (keilosis, atrofi papil)
o Rambut: perubahan warna (pirang), jarang, tekstur (kasar), mudah dicabut dan / atau rontok
o Jaringan lemak subkutan: tipis/hilang
o Dada: iga gambang
o Paru: apakah ditemukan kelainan, bila ditemukan cari kemungkinan infeksi TB o Jantung: adakah bising? Adakah penyakit jantung bawaan atau anemia?
o Abdomen: pembesaran hepar
o Ekstremitas: hipotrofi sampai atrofi otot
o Edema: lokasi di bagian tubuh mana?
o Kulit: dermatosis
Kriteria diagnosis
Dikatakan gizi buruk apabila terdapat gejala klinis wasting atau sangat kurus dan berat badan menurut tinggi badan (weight for height) < -3 z score atau < 70% dengan atau tanpa edema atau mempunyai lingkar lengan atas (LILA) < 115 mm.
Pemeriksaan penunjang
Darah perifer lengkap dan LED
Fungsi hati
Gula darah sewaktu
Elektrolit: K, Na, Cl
Analisis gas darah
Foto toraks
Urinalisis
Analisis tinja
Pemeriksaan lain sesuai dengan indikasi
Tata Laksana Pada prinsipnya tata laksana gzi buruk meliputi 3 fase yaitu: stabilisasi, rehabilitasi, dan tindak lanjut dan terdiri dari 10 langkah utama yang harus dilakukan secara simultan agar semua kekurangan yang terjadi pada gizi buruk dapat tertangani dengan baik dan paripurna (lihat tabel 1). Fase inisial/stabilisasi bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengatasi masalah yang mengancam nyawa, sedangkan fase Rehabilitasi bertujuan untuk mengupayakan pemberian makan yang intensif untuk tumbuh kejar, stimulasi fisik dan emosi serta persiapan pulang dan edukasi tata laksana lanjutan di rumah. Pada fase tindak lanjut, tujuan utamanya adalah upaya pencegahan terjadinya kekambuhan dan pemantauan tumbuh kembang yang optimal.
Tabel 1. Sepuluh Langkah Tata Laksana Gizi Buruk No Tindakan Stabilisasi Rehabilitasi Tindak lanjut
No
Tindakan
Stabilisasi
Rehabilitasi
Tindak lanjut
H 1-2 H 3-7
mg 3-6
mg 7-26
1
Cegah & atasi hipoglikemia
2
Cegah & atasi hipotermia
3
Cegah & atasi dehidrasi
4
Perbaiki gangguan elektrolit
5
Obati infeksi
6
Perbaiki defisiensi
mikronutrien
TanpaFe dengan Fe
7
Makanan stabilitasi
8
Makanan tumbuh kejar
9
Stimulasi
10
Siapkan tindak lanjut
Langkah 1. Atasi/cegah hipoglikemia
Semua anak gizi buruk berisiko mengalami hipoglikemia (kadar gula darah < 54 mg/dL). Jika pengukuran kadar glukosa darah tidak dapat dilakukan, anggaplah semua anak gizi buruk mengalami hipoglikemia dan lakukan penanganan segera. Bila anak sadar, berikan 50 mL glukosa 10% atau 10% sukrosa (1 sendok teh penuh gula dengan 50 mL air) melalui oral atau NGT. Kemudian mulailah pemberian F75 setiap 2 jam; untuk 2 jam pertama, setiap 30 menit diberikan ¼ dosis/volume F75. Bila anak tidak sadar, berikan glukosa 10% intravena (5 mL/kgBB) diikuti dengan 50 mL glukosa 10% atau sukrosa melalui NGT. Kemudian mulailah pemberian F75 seperti di atas. Hipoglikemia dan hipotermia biasanya terjadi bersama dan sering merupakan tanda infeksi. Bila ditemukan hipotermia, harus dicek terhadap kemungkinan hipoglikemia. Pemantauan: Periksa kadar gula darah setelah 2 jam, bila hipoglikemia masih terjadi ulangi pemberian 50 mL glukosa 10% atau sukrosa. Lanjutkan pemberian F75 tiap 2 jam hingga anak stabil. Lakukan pemeriksaan kadar gula darah ulang, jika: 1) suhu rektal < 35,5º C, 2) terdapat penurunan tingkat kesadaran.
Langkah 2. Atasi/cegah hipotermia
Dikatakan hipotermia bila suhu aksila <35 ºC atau tidak terbaca pada termometer. Bila tersedia termometer yang mampu membaca rendah, periksa suhu rektal <35,5 ºC untuk mengkonfirmasi hipotermia. Tata laksana yang dilakukan: Berikan makan segera Pastikan tubuh anak tertutup pakaian, termasuk kepala, selimuti dan tempatkan pemanas atau lampu di dekat anak, atau tempatkan anak pada dada atau perut telanjang ibu, kemudian selimuti ibu dan anak. Pemantauan: Lakukan pemantauan suhu tubuh setiap 30 menit hingga mencapai suhu > 36,5 ºC. Selalu lakukan pemeriksaan kadar gula darah jika terdapat hipotermia.
Langkah 3. Atasi/cegah dehidrasi
Tidak mudah menentukan dehidrasi pada anak dengan gizi buruk. Pikirkan adanya dehidrasi pada anak gizi buruk dengan muntah atau diare. Diagnosis pasti dehidrasi pada anak gizi buruk adalah jika berat jenis urin > 1.030, selain manifestasi klinis dehidrasi (bila ada) berupa rasa haus, mukosa mulut kering. Hati-hati menggunakan jalur intravena untuk rehidrasi, karena kemungkinan overload cairan. Jalur intravena digunakan pada keadaan syok dan dehidrasi berat. Rehidrasi anak gizi buruk menggunakan ReSoMal yang mengandung tinggi kalium dengan kadar natrium yang relatif rendah. Pada keadaan dehidrasi diberikan ReSoMal 5 mL/kgBB setiap 30 menit selama 2 jam, melalui oral atau NGT. Selanjutnya berikan ReSoMal 5-10 mL/kgBB/jam selama 4-10 jam, tergantung dari banyaknya kehilangan cairan yang terjadi lewat muntah atau diare. Formula 75 tetap diberikan sesuai jadwal. Pemantauan: Lakukan pemantauan tanda vital, volume dan frekuensi muntah dan diare yang terjadi setiap 30 menit selama 2 jam pertama, setelah itu tiap jam selama 6-12 jam.
Langkah 4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
Anak gizi buruk mengalami kelebihan natrium, walaupun kadar natrium dalam darah rendah. Sangatlah berbahaya untuk memberikan cairan yang mengandung Natrium yang tinggi. Defisiensi kalium dan magnesium juga terjadi, diperlukan waktu sekitar 2 minggu untuk memperbaikinya. Edema yang terjadi pada gizi buruk umumnya karena ketidakseimbangan elektrolit, karenanya jangan berikan diuretik untuk menghilangkan edema. Ketidakseimbangan elektrolit dapat diatasi sekaligus dengan pemberian Mineral mix yang telah terkandung dalam F75 dan F100 serta ReSoMal.
Langkah 5. Atasi/cegah infeksi
Pada keadaan gizi buruk, tanda klinis demam seringkali tidak terjadi. Manifestasi hipotermia justru lebih sering didapatkan. Oleh sebab itu sejak awal pada anak dengan gizi buruk diwaspadai adanya infeksi. Pemberian Antibiotik: Pada keadaan infeksi yang tidak nyata: diberikan antibiotik oral spektrum luas, pilihan kotrimoksasol (4 mg/kg/hari trimetoprim dan 20 mg/kg/hari sulfametoksazol, dibagi 2 dosis) selama 5 hari Pada keadaan infeksi nyata: diberikan antibiotik spektrum luas intravena, pilihan: ampisilin IV 100 mg/kg/hari, dibagi 4 dosis, selama 2 hari, dilanjutkan per-oral (ampisilin/amoksisilin), dan gentamisin 7,6 mg/kg IV/IM sekali sehari, selama 7 hari; atau sefotaksim IV 25 mg/kg/kali Apabila terbukti adanya infeksi yang spesifik, diberikan antibiotik atau terapi lain yang sesuai.
Langkah 6. Koreksi defisiensi mikronutrien
o Berikan vitamin A (oral): pada hari pertama (usia 0-5 bulan 50.000 IU; 6-12 bulan 100.000 IU; usia >12 bulan 200.000 IU); kecuali bila telah diberikan dalam jangka waktu 1 bulan yang lalu
o Berikan paling tidak selama 2 minggu:
o Asam folat: 5 mg pada hari pertama, selanjutnya 1 mg/hari
o Seng (seng sulfat): 2-4 mg/kg/hari
o Tembaga (Cuprum): 0,3 mg/kg/hari
o Multivitamin
o Preparat zat besi (sulfas ferrosus): 3 mg/kg/hari, diberikan pada fase rehabilitasi setelah infeksi teratasi
Langkah 7. Pemberian makan
Fase Stabilisasi
Pemberian makan telah dimulai sejak fase stabilisasi, dalam porsi kecil dan sering dengan formula rendah laktosa dan relatif iso-osmolar (F75)
Energi 80-100 kkal/kg/hari, cairan 130 mL/kg/hari (100 mL/kg BB/hari bila terdapat edema berat)
Protein 1-1,5 g/kg BB/hari
ASI diteruskan
Fase transisi, peralihan ke energi lebih tinggi sampai 150 kkal/kgBB/hari berupa F- 100 dilakukan secara bertahap
Pemberian makan yang diberikan perlahan dan dinaikkan secara bertahap (small frequent) agar dapat mencegah terjadinya kondisi refeeding syndrome. Refeeding syndrome adalah terjadinya komplikasi metabolik akibat pemberian asupan makanan dalam jumlah banyak dan dalam waktu singkat. Terjadi abnormalitas keseimbangan cairan dalam tubuh, gangguan metabolisme glukosa, hipofosfatemia, hipomagnesia dan hipokalemia intraselular hingga defisiensi vitamin dan mineral. Kekacauan metabolisme tersebut akan berakibat terjadinya aritmia, gagal jantung, distres pernapasan yang mempercepat kematian.
Fase rehabilitasi dan tindak lanjut
o Pemberian makanan tinggi kalori (150-220 kkal/kgBB/hari) o Suplementasi zat besi (FeSO4) 10 mg/kg/kali, 3 kali/hari
o Atasi penyebab o Pendidikan tentang gizi dan kesehatan • • Pemantauan: • Lakukan pemantauan jumlah yang dihabiskan dan yang tersisa, adanya muntah, diare dan peningkatan berat badan
Langkah 8. Mencapai tumbuh kejar
Target kenaikan berat badan yang diinginkan adalah > 10 g/kgBB/hari. Dianjurkan menggunakan F100 atau dapat pula modifikasi makanan keluarga untuk memenuhi target tersebut. Anak dengan gizi buruk tanpa komplikasi akan mencapai status gizi baik (-1 SD atau 90% dari BB/TB) dalam waktu 2–4 minggu. • Jika kenaikan berat badan < 5 g/kgBB/hari, nilai ulang secara menyeluruh • Jika kenaikan berat badan 5-10 g/kgBB/hari, nilai jumlah asupan dan kemungkinan adanya infeksi Langkah 9. Stimulasi sensorik dan emosi
• Ciptakan kondisi perawatan yang menyenangkan dengan melibatkan ibu/pengasuh dalam upaya stimulasi • Berikan aktivitas bermain yang berstruktur 15-30 menit/hari • Aktivitas fisik dimulai segera setelah perbaikan klinis
Langkah 10. Persiapan pemantauan lanjutan
• Praktek pemberian makan yang baik dan stimulasi yang benar harus diteruskan sewaktu di rumah • Ingatkan orangtua/pengasuh untuk memeriksa anak secara teratur (kontrol) • Pastikan imunisasi booster telah dilakukan • Pastikan vitamin A diberikan tiap 6 bulan • Beberapa keadaan khusus
1. Gizi buruk pada bayi kurang dari 6 bulan
Gizi buruk pada bayi berusia di bawah 6 bulan biasanya berkaitan dengan kelainan organik yang dimilikinya. WHO menyarankan untuk memberikan ASI atau susu formula sebagai makanan yang diberikan pada fase stabilisasi. Selanjutnya dapat diberikan F-100 dengan pengenceran air hingga 1,5 liter.
2. Gizi buruk pada anak yang lebih besar maupun
Pada prinsipnya tata laksana yang dilakukan tidak berbeda dengan panduan gizi buruk untuk balita. Tetapi umumnya anak yang usianya lebih besar lebih menginginkan makanan padat. Oleh karenanya dapat diberikan dalam bentuk campuran antara makanan cair dan padat. Pada anak yang usianya lebih besar dan remaja, terjadinya gizi buruk merupakan akibat dari penyakit kronik (infeksi, autoimun, endokrin), sindrom malasopsi, penyakit hati, keganasan maupun AIDS.
3. Gizi buruk dengan HIV dan AIDS
Manifestasi klinis yang ditampilkan oleh anak gizi buruk dengan HIV seringkali merupakan bagian dari infeksi virusnya sendiri, merupakan infeksi oportunistik maupun komplikasi dan interaksi dari pengobatannya. Hal inilah yang sering berpengaruh terhadap lama rawat dan prognosis pasien. Tata laksana gizi buruk pada anak dengan HIV/AIDS tidak berbeda dengan tata laksana standar. Diare persisten dan oral trush merupakan keluhan utama tersering yang membawa pasien berobat, disusul dengan pneumonia, tuberkulosis dan infeksi saluran kemih.
4. Gizi buruk dengan penyakit dasar lainnya
Gizi buruk dan gagal tumbuh seringkali terjadi akibat adanya malformasi kongenital, penyakit metabolik bawaan, keganasan, penyakit autoimun dan penyakit lainnya yang melibatkan organ-organ mayor, seperti penyakit jantung bawaan, penyakit hati dan ginjal serta kelainan endokrin. Anak dapat saja lahir dengan berat yang cukup baik, tetapi kemudian mengalami gagal tumbuh dan akan jatuh dalam keadaan gizi buruk. Perbaikan gizi yang signifikan sering tidak dapat terjadi selama penyakit yang mendasarinya tidak ditata laksana secara adekuat. Apalagi beberapa di antaranya berkaitan langsung dengan perubahan struktur, kapasitas dan fungsi saluran cerna sehingga memperburuk kemampuan digesti dan absorpsi yang dengan sendirinya memperbesar kemungkinan terjadinya gizi buruk.
Tabel 2. Komposisi Formula WHO
Komposisi
F-75
F-100
Susu skim
25 g
80 g
Gula
70 g
50 g
Tepung beras
35 g
--
Minyak
30 g
60 g
Mineral mix
20 mL
20 mL
Vitamin mix
140 mg
140 mg
Air
1000 mL
1000 mL
Tabel 3. Kandungan Formula WHO
F-75
F-100
Energi
75 kcal
100 kcal
Protein
0.9 g
2.9 g
Lakosa
1.3 g
4.2 g
Kalium (K)
3.6 mmol
5.9 mmol
Natrium (Na)
0.6 mmol
1.9 mmol
Magnesium (Mg)
0.43 mmol
0.73 mmol
Seng (Zn)
2.0 mg
2.3 mg
Tembaga (Cu)
0.25 mg
0.25 mg
% energi: Protein Lemak
5 %
32 %
12 %
53 %
Osmolaritas
333 mmol
419 mmol
Daftar Pustaka
1. Kementerian Kesehatan RI. Rencana aksi nasional pencegahan dan penanggulangan Gizo buruk. Diunduh dari www.depkes.go.id pada tanggal 15 April 2011.
2. World Health Organization. Management of severe malnutrition: a manual for physicians and other senior health worker. Geneva: World Health Organization, 1999
3. World Health Organization. Severe malnutrition. In: Hospital care for children: Guidelines for management of common illness with limited resources. Geneva: World Health Organization, 2005.
4. Penny ME. Protein-Energy Malnutrition. In: Walker WA, Watkins JB, Duggan C, eds. Nutrition in Pediatrics, Basic Science and Clinical Applications. 3rd ed. BC Decker Inc 2003. p.174-190
5. World Health Organization. Integrated Management of Childhood Illness. Management of the Child with a Serious Infection or Severe Malnutrition. Guidelines for Care at the First-Referral Level in Developing Countries. Geneva: World Health Organization, 2000.