Academia.eduAcademia.edu

JURNAL%20KIKI.docx

2016, rizki

penerimaan diri dan tingkat stres pada lansia penderita DM tipe 2 di pkm simpang jambi 2016

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN PENERIMAAN DIRI DENGAN TINGKAT STRESS PADA LANSIA PENDERITA DM TIPE II DI POLI USILA PUSKESMAS SIMPANG IV SIPIN KOTA JAMBI TAHUN 2016 OLEH : RIZKI IRMA OR 1214201 076 YAYASAN HARAPAN IBU JAMBI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN TAHUN 2016 Hubungan penerimaan diri dengan tingkat stres pada lansia penderita DM tipe II di Poli Usila Puskesmas Simpang IV Sipin Jambi Tahun 2016 Correlation self-acceptance with level of stress in elderly patients with diabetes mellitus type II in elderly poli clinic of Simpang IV Sipin Jambi 2016 Rizki Irma OR1, Loriza Sativa Yan2, Rara Marisdayana3 1.2 Program Studi Keperawatan, STIKES Harapan Ibu, Jambi, Indonesia 3 Program Studi Kesehatan Masyarakat, STIKES Harapan Ibu, Jambi, Indonesia Alamat Korespondensi : Nama : Rizki Irma OR Alamat : Kel. Pakuan Baru, Kec. Jambi No.tlp/HP : 082380061426 Email : [email protected] PERNYATAAN PERSETUJUAN Jurnal Ini Telah Disetujui Dan Diperiksa Oleh Editor Stikes HI Jambi Jambi, September 2016 Editor, Ns. Loriza Sativa Yan, M.N.S YAYASAN HARAPAN IBU JAMBI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN TAHUN 2016 LEMBAR PENGESAHAN PUBLIKASI PENELITIAN ILMIAH Mahasiswi PSIK Stikes Harapan Ibu Jambi Makalah Publikasi Ini Telah Disetujui Oleh Anggota Editor Publikasi Ilmiah Mahasiswi PSIK Stikes Harapan Ibu Jambi Jambi, September 2016 Pembimbing Ns. Loriza Sativa Yan, M.N.S Hubungan penerimaan diri dengan tingkat stres pada lansia penderita DM tipe II di Poli Usila Puskesmas Simpang IV Sipin Jambi Tahun 2016 Rizki Irma OR1, Loriza Sativa Yan2, Rara Marisdayana3 1.2 Program Studi Keperawatan, STIKES Harapan Ibu, Jambi, Indonesia 3 Program Studi Kesehatan Masyarakat, STIKES Harapan Ibu, Jambi, Indonesia Abstrak Latar belakang : DM Tipe II adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang terjadi karena resistensi insulin. DM tipe II dapat menyebabkan berbagai komplikasi apabila tidak tangani dengan baik. Kondisi ini dapat menimbulkan berbagai perubahan atau gangguan fisik maupun psikologis bagi pasien seperti stres pada penderita DM tipe II. Oleh karena itu untuk menghindari keadaan stres pada dirinya, lansia di harapkan mampu menerima keadaaan dirinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan penerimaan diri dengan tingkat stres pada lansia penderita DM tipe II di Poli Usila Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi. Metode Penelitian : Penelitian ini penelitian kuantitatif dengan metode correlation, menggunakan tehnik accidental sampling dengan jumlah sampel 77 responden. Instrument yang digunakan kuesioner dianalisa secara univariat dan bivariat menggunakan uji Spearman’s Rank. Hasil : Hasil penelitian diketahui bahwa responden penderita DM tipe II adalah perempuan (63,6%) berusia 45-60 tahun (66,2%), berpendidikan SMP (51,9%) dan sebagai IRT (48,1%). Dari 77 responden diketahui sebagian besar memiliki tingkat stres sedang (68,8%) dan memiliki penerimaan diri yang tidak baik (66,2%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa penerimaan diri terdapat hubungan dengan tingkat stres (p-value = 0,002) pada lansia penderita DM tipe II di Poli Usila Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi tahun 2016. Kesimpulan : Diharapan dengan penelitian ini memberikan kesempatan kepada perawat untuk mengembangkan ilmunya dengan cara melakukan pengabdian kepada masyarakat seperti memberikan edukasi bagaimana penyakit DM tipe II dan komplikasinya yang dapat berpengaruh terhadap kondisi fisik maupun psikologis. Kata kunci : Penerimaan diri, tingkat stres lansia. Abstract Backgroud : Dm type II is group of metabolic diseases that occur due to insulin resistance. dm type II can cause various complications if not handled properly. this condition can lead to changes or physical and psychological disorder for patient such as stres in patient with dm type II thetefor to avoid the state of stress on them, elderly are expected to receive accept themselves.This research aims to find Correlation self-acceptance with level of stress in elderly patients with diabetes mellitus type II in elderly poli clinic of Simpang IV Sipin Jambi 2016. Method : This research study quantitative with correlation method, using the technique of accidental sampling with a sample of 77 respondents. Instruments used are questionnaires were analyzed using univariate and bivariate using Spearman’s rank test. Results : The research results revealed that respondents Diabetes Mellitus type II are women aged 45-60 years old of junior high school education and as a housewife. From 77 respondents reconignized that most have moderate stress level, have self-acceptence that is not good. Statistical test results showed that there is correlation with level of stress in elderly patients with Diabetes Mellitus type II in elderly poli clinic of Simpang IV Sipin Jambi 2016. Conclucion : This research is expected to provide an opportunity for nurses to futher develop their knowledge by performing community service as educate how disease Diabetes Mellitus type II can occur and how about compications that can affect the condition of the physical and psychological as stress. Key words : the support of family and self-acceptance with level of stress in elderly. PENDAHULUAN DM biasanya disebabkan oleh ketidakmampuan pankreas menghasilkan insulin dan adanya resistensi serta gangguan sekresi insulin. Saat ini belum ditemukan pengobatan yang efektif untuk menyembuhkan penyakit tersebut karena DM sebagai suatu penyakit kronis dan sebagai salah satu penyebab mortalitas di negara-negara sedang berkembang, termasuk Indonesia. Manifestasi klinis DM yang sangat khas adalah meningkatnya frekuensi berkemih (poliuria), rasa haus berlebihan (polidipsia), rasa lapar yang semakin besar (polifagia), keluhan lelah dan mengantuk, serta penurunan berat badan13. Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya1. Menurut international of Diabetic Federation (IDF) tingkat prevalensi global penderita DM pada tahun 2014 sebesar 83% dari tingkat keseluruhan penduduk di dunia dan mengalami peningkatan pada tahun 2015 menjadi 387 juta kasus. Indonesia merupakan Negara yang menempati urutan ke-7 dengan penderita DM sejumlah 8,5 juta penderita setelah Cina, India, dan Amerika Serikat7. Prevalensi DM di Indonesia pada tahun 2013 adalah 6,9%. Sebanyak 31 provinsi (93.9%) menunjukkan kenaikan prevalensi yang cukup berarti. Salah satunya provinsi Jambi meningkat menjadi 1.2% pada tahun 2013. Prevalensi DM pada usia 45-54 sebanyak 3,3%, pada usia 55-64 sebanyak 4,8%, pada usia 65-74 tahun sebanyak 4,2% dan pada usia >75 tahun sebanyak 2,8%. Prevalensi berdasarkan jenis kelamin, perempuan sebanyak 1,7% sedangkan laki-laki sebanyak 1,4%. Prevalensi berdasarkan pekerjaan sebanyak 2,0% bekerja sebagai wiraswasta dengan pendidikan SMP 1,0%14. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Jambi, jumlah kunjungan penderita DM tipe II paling tinggi di Puskesmas Simpang IV Sipin pada tahun 2014 sebanyak 1.676 kunjungan dengan jumlah pasien 367 orang yang berusia >45 tahun4. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa banyaknya penderita DM tipe II. DM tipe II juga menyebabkan berbagai komplikasi dari perjalanan penyakitnya. Komplikasi akut yang disebabkan oleh DM tipe II adalah KAD, hiperglikemia, hiperosmola hiperglikemik nonketotik sindrom serta hipoglikemi, sedangkan komplikasi yang bersifat kronis yaitu mikroangiopati, dan neuropati10. Kondisi ini dapat menimbulkan berbagai perubahan atau gangguan fisik maupun psikologis bagi pasien. Pasien diabetes harus tergantung pada terapi pengelolaan diabetes. Hal tersebut dapat menimbulkan permasalahan misalnya pasien merasa lemah karena harus membatasi diet, setiap perubahan dalam kesehatan dapat menjadi stressor sehingga meningkatkan kadar glukosa dalam darah11. Faktor yang mempengaruhi stressor berdasarkan karakteristik individual yaitu tingkat pengontrolan personal, ketersediaan dukungan sosial & keluarga, perasaan mampu/berkompetensi/menerima diri dan penghargaan kognitif12. Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 5 januari 2016 dan 17 Maret 2016 kepada 7 orang responden di Puskesmas Simpang IV Sipin. Berdasarkan hasil wawancara tingkat stres, 3 orang responden mengatakan mudah marah dengan hal-hal sepele, sering merasa gelisah dengan keadaanya, dan sering merasa khawatir. Sedangkan 4 orang responden mengatakan sering merasa cemas dengan keadaannya, sulit untuk tidur, mudah lupa, mudah merasa lelah dan responden mengatakan hubungan bersama pasangannya menjadi kurang harmonis. Berdasarkan hasil wawancara penerimaan diri, 4 orang responden mengatakan dapat menerima keadaannya dan pasrah kepada Tuhan bahwa penyakit tersebut adalah ujian yang diberikan oleh Tuhan, sedangkan 3 orang responden mengatakan merasa sadar diri berbeda dengan orang lain dan merasa kurang percaya diri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan penerimaan diri dengan tingkat stres pada lansia penderita DM tipe II di Poli Usila Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi. METODE Penelitian ini penelitian kuantitatif dengan metode correlation, correlation study adalah suatu pendekatan umum yang berfokus pada dua variabel independen dan dependen yang muncul secara alami, yang bertujuan untuk melihat keeratan suatu hubungan antara variabel tersebut. Pengambilan sampel menggunakan tehnik accidental sampling dengan kriteria inklusi Bersedia menjadi responden untuk dilakukan wawancara, penderita DM tipe II berusia 45-60 tahun & >60 tahun yang berkunjung dan mendapatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas Simpang IV Sipin khususnya Poli Usila serta mampu mendengar, membaca, dan menulis. Jumlah populasi penderita DM tipe II di Puskesmas Simpang IV Sipin sebanyak 367 dan untuk menentukan besarnya sampel pada saat penelitian menggunakan rumus Lameshow dengan tingkat kepercayaan 95% dan presisi (d) 10% maka didapatkan sampel 77 responden. Instrument yang digunakan pada saat penelitian menggunakan skala ukur berger’s self-acceptence untuk mengukur penerimaan diri pada lansia sedangkan untuk mengukur tingkat stres pada lansia menggunakan skala ukur dari PSS (Perceive Stress Scale). Kuesioner dianalisa secara univariat dan bivariat menggunakan uji Spearman’s Rank. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 12 April-07 Mei 2016 di Poli Usila Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi. HASIL Berdasarkan hasil penelitian dari 77 orang responden sebagian besar adalah perempuan 63,6% yang sebagian besar berumur 45-60 tahun 66,2% dengan pendidikan terakhir SMP dan sebagian besarnya hanya sebagai IRT (tabel 1). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 77 responden sebanyak 66,2% memiliki penerimaan diri yang tidak baik dan sebagian besar memiliki tingkat stres sedang sebanyak 68,8% (tabel 2). Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai p-value 0.002 yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara penerimaan diri dengan tingkat stres adalah bermakna. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian dari 77 orang responden sebagian besar adalah perempuan 63,6%. Prevalensi di Indonesia rata-rata penderita DM tipe II adalah perempuan sebanyak 1,7% dengan berat badan lebih (obesitas) (Riskesdas, 2013). Menurut Soegondo (2007) selain karena faktor hormonal dan jumlah lemak dalam tubuh serta tingkat trigeliserida yang lebih tinggi pada wanita dibandingkan dengan laki-laki, faktor aktivitas fisik wanita lebih rendah dibanding laki, sehingga hal ini memperkuat faktor resiko DM lebih besar pada wanita, aktivitas fisik yang rendah pada wanita menyebabkan meningkatnya obesitas, dan resistensi insulin serta penurunan toleransi glukosa. Menurut Price (2006) dan PERKENI (2011) mengatakan bahwa salah satu faktor resiko terkena penyakit DM tipe II yaitu obeitas atau berat badan berlebih dan kurangnya beraktivitas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perempuan lebih beresiko terna penyakit DM tipe II. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Irsal (2008) dalam penelitian ini mengatakan penderita DM tipe II lebih banyak perempuan (51,6%) sedangkan laki-laki sebanyak (48,4%). Berdasarkan hasil penelitian dari 77 responden penderita DM tipe II di Poli Usila sebagian besar berumur 45-60 tahun 66,2%. Hal ini didukung oleh Perkeni (2011) menyatakan bahwa usia merupakan faktor resiko penyakit DM tipe II karena seiring dengan meningkatnya usia maka akan meningkat intoleransi glukosa. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Angriani Safitri (2014) dalam penelitian mengatakan bahwa penderita DM tipe II lebih banyak berusia > 40 tahun yaitu sebanyak 90,0%. Semakin meningkatnya usia maka semakin beresiko terkena penyakit DM tipe II, dimana usia merupakan salah satu faktor resiko terkena DM tipe II2. Berdasarkan hasil penelitian pendidikan terakhir responden sebagian besar adalah SMP sebanyak 51,9%. Tingkat pendidikan memiliki pengaruh terhadap penyakit DM tipe II. Orang yang memiliki pengetahuan tinggi biasanya akan memiliki pengetahuan tinggi tentang kesehatan dengan adanya pengetahuan tersebut orang akan memiliki kesadaran dalam menjaga kesehatan (Irawan, 2010) Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Fitriyani (2012) menyatakan bahwa sebagian besar responden penderita DM tipe II berpendidikan rendah atau dari SD-SMP sebanyak 66,4%5. Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar penderita DM tipe II adalah IRT sebanyak 48,9%. Jenis pekerjaan juga erat kaitanya dengan DM tipe II. Pekerjaan seseorang mempengaruhi tingkat aktivitas fisik seseorang. Orang yang tidak bekerja atau hanya sebagai ibu rumah tangga memiliki aktivitas fisik yang kurang sehingga meningkatkan resiko obesitas (Irawan, 2010). Menurut Perkeni (2011) obesitas merupakan salah satu faktor terjadinya penyakit DM tipe II pada semua usia terutama pada usia >45 tahun10. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Jenike (2014) dalam penelitian ini menyatakan bahwa sebagian besar responden penderita DM tipe II adalah ibu rumah tangga yaitu sebanyak 37%. Berdasarkan hasil uji diperoleh nilai p-value 0.002 yang menunjukkan bahwa hubungan antara penerimaan diri dengan tingkat stres adalah bermakna. Nilai Spearman’s sebesar -0,347 menunjukkan bahwa arah hubungan negatif dengan kekuatan korelasi yang sedang. Hal ini berarti bahwa semakin rendah penerimaan diri seseorang maka semakin tinggi tingkat stres pada lansia tersebut Menurut Niven (2013) penerimaan merupakan menerima situasi seperti apa adanya dan menyadari bahwa tidak ada lagi yang dapat di lakukan untuk mengubahnya merupakan kemampuan untuk menerima8. Peneliti berpendapat bahwa lansia yang memiiki penerimaan diri yang rendah dapat meningkatkan tingkat stres sehingga pada lansia penderita DM tipe II sehingga akan sulit untuk melawan penyakitnya. Lansia yang senantiasa rendah diri, tidak berpuas hati dengan dirinya, tidak menerima apa yang ada pada dirinya, tidak akan merasa sejahtera dengan dirinya. Ini juga menimbulkan perasaan marah, benci kepada diri, tidak menghormati diri dan kadangkala mengurangi keyakinan individu untuk mencoba sesuatu yang baru dan menjadi penghalang kepada kemajuan di dalam hidupnya. Akibatnya individu dapat mengalami stres sehingga merasa tidak bahagia di dalam dirinya dan menjadi tertekan. Sedangkan seseorang yang memiliki penerimaan diri yang baik akan berdampak baik pada dirinya sendiri. Hurlock (2012) mengatakan bahwa orang yang memiliki penerimaan diri, mampu mengenali kelebihan dan kekurangannya. Ia biasanya memiliki keyakinan diri (self confidence) dan harga diri (self esteem). Selain itu mereka juga merasa puas dengan menjadi dirinya sendiri tanpa ada keinginan untuk menjadi orang lain dan orang yang memiliki penerimaan diri akan merasa aman untuk menerima orang lain memberikan perhatiaanya pada orang lain serta menaruh rasa minat terhadap orang lain, seperti menunjukkan rasa empati dan simpati6. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Novida Kartika (2007) dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara penerimaan diri dan stres dimana semakin rendah penerimaan diri, maka semakin tinggi tingkat stres seseorang. Peneliti menyarankan kepada tenaga kesehatan hendaknya lebih memperhatikan aspek psikologis yang mempengaruhi kondisi pasien. Tenaga kesehatan dapat memberikan masukan pada pasien untuk lebih mengembangkan penerimaan diri dengan positif terhadap DM tipe II sehingga pasien lebih dapat menerima keadaannya. KESIMPULAN Dari hasil penelitin dari 77 responden sebagian besar adalah perempuan berusia 45-60 tahun dengan pendidikan SMP sebagai IRT yang penerimaan yang tidak baik dan tingkat stres yang sedang. Terdapat hubungan antara penerimaan diri dengan tingkat stres. Semakin tidak baik penerimaan diri maka semakin meningkat tingkat stres pada lansia penderita DM tipe II SARAN Disarankan agar petugas kesehatan hendaknya lebih memperhatikan aspek psikologis yang mempengaruhi kondisi pasien dan tenaga kesehatan dapat memberikan masukan pada pasien untuk lebih mengembangkan penerimaan diri dengan positif terhadap DM tipe II agar pasien dapat menerima dirinya sehingga dapat menurunkan tingkat stres pada lansia penderita DM tipe II tersebut. Diharapkan dengan penelitian ini dapat memberikan kesempatan kepada perawat untuk mengembangkan ilmunya dengan cara melakukan pengabdian kepada masyarakat seperti halnya memberikan edukasi bagaimana penyakit DM tipe II dan komplikasinya yang dapat berpengaruh terhadap kondisi fisik maupun psikologis seperti stres karena setiap perubahan dalam kesehatan dapat menjadi stressor sehingga akan meningkatkan kadar glukosa dalam darah dan dengan demikian masyarakat dapat mengerti dan mengendalikan dirinya. DAFTAR PUSTAKA American Diabetes Association (ADA), (2010). Diagnosis and classification of diabetes. Jurnal Diabetes Care, Vol. 271 Januari 2014 Angriani Safitri, (2014). Karakteristik Penderita Diabetes Melitus Yang Dirawat Di Ruang Baji Dakka Rsud Labuang Baji Makassar. Jurnal Keperawatan Vol.4 no. 1 (49-55) 2014. Dini Asih.(2012). Hubungan antara dukungan keluarga dengan stres pada lansia di Dusun Karangbendo Banguntapan Bantul Yogyakarta. Skripsi Dinkes Kota Jambi, (2015). Laporan Dinas Kesehatan Kota Jambi. Jambi Fitriyani, (2012). Faktor-faktor resiko DM tipe II di Puskesmas Citangkil dan Puskesmas Kecamatan Pulo Merak, Kota Cilegon. Sripsi, Jakarta : Universitas Indonesia Hurlock, Elizabeth B (2012). Psikologi perkembangan. Edisi 6. Jakarta : Erlangga International Diabetes Federation (2011). Diabetes evidence demands real action from the un summit on non-communicable deases. Niven, N. (2013). Psikologi Kesehatan Edisi Ke-2. Jakarta : EGC Novida Kartika (2007). Hubungan penerimaan diri dan stress pada penderita DM tipe II. Skripsi, Yogyakarta : Universitas Islam Indonesia PERKENI (2011). Revisi final consensus DM tipe II di Indonesia. Jakarta Perry & Potter. (2005). Fundamental keperawatan, Edisi 4, volume 2. Jakarta : EGC Perry & Potter. (2009). Fundamental keperawatan, Edisi 7, Buku 2. Jakarta : Salemba medika Price, Anderson at al .(2006). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit, Edisi 6, Volume 2. Jakarta : EGC Riskesdas, (2013). Laporan riset kesehatan dasar. Kemenkes RI. Jakarta Soegondo, S (2007). Diagnosis dan klasifikasi dm terkini dalam soegondo dkk, penatalaksaan dm terpadu, Jakarta : FKUI Lampiran Tabel 1. Distribusi frekuensi karakteristik responden pada lansia penderita DM tipe II di Poli Usila Puskesmas Simpang IV Sipin tahun 2016. No. Karakteristik responden Jumlah % Jenis kelamin Laki-laki perempuan 28 49 36,4 63,6 Usia 45-59 tahun >60 tahun 51 26 66,2 33,8 Pendidikan SD SMP SMA PT 16 40 18 3 20,8 51,9 23,4 3,9 Pekerjaan Tidak bekerja IRT Wiraswasta PNS Pensiunan 20 37 14 1 4 26 48,1 18,2 1,3 5,2 Tabel 2. Hubungan penerimaan diri dengan tingkat stres penderita DM tipe II di Poli Usila Puskesmas Simpang IV Sipin tahun 2016 Tingkat stres Penerimaan diri r p n -0,347 0,002 77