KENALI PMI
KENALI PMI
Edisi I. Jakarta: PMI 2009
ISBN: 978-979-3375-58-2
Edisi Pertama: Juli 2009
Hak Cipta@Palang Merah Indonesia
Pengarah:
M.R. Aswi Reksaningtyas
Penyusun:
Seven Audi Sapta
Editor:
F.Sidikah R
Ilustrasi:
Indra Yogasara
Tata Letak:
Aulia Imam Ramadhan
Disusun atas dukungan:
IFRC (International Federation of Red Cross and Red
Crescent Societies/Federasi Internasional Perhimpunan
Palang Merah dan Bulan Sabit Merah)
DAFTAR ISI
Perhimpunan Palang Merah Indonesia (PMI)
• Dasar Hukum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
• Asas dan Tujuan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
• Keanggotaan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
• Struktur Organisasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
• Perbendaharaan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
• Kegiatan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
• Logo . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
• PMI Daerah di Indonesia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1
4
4
6
7
8
21
22
Palang Merah Internasional
• Sekilas Sejarah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
• Komponen Gerakan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
23
25
Prinsip Dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional
Asal-usul . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
31
Lambang Palang Merah, Bulan Sabit Merah dan Kristal Merah
• Sekilas sejarah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
• Lambang Tambahan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
• Fungsi Lambang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
• Aturan Penggunaan Lambang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
• Penyalahgunaan Lambang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
33
34
35
37
39
KATA PENGANTAR
Tak kenal maka tak sayang.
Demikian pepatah yang seringkali kita dengar, untuk mengenal sesuatu lebih dalam, termasuk mengenal diri kita sendiri.
Untuk itulah buku ini dibuat, agar kita dapat mengenali lebih
dalam apa itu Palang Merah Indonesia.
Buku ini, secara khusus ditujukan untuk seluruh insan PMI,
baik Pengurus, staf dan relawan. Semuanya adalah pilar
penegak organisasi yang kita cintai ini. Ibarat tulang rusuk,
semuanya menempati setiap sisi yang ada dan tak tergantikan. Tak lengkap rasanya jika salah satu tulang rusuk itu
patah atau tak tegak berada di tempatnya.
Secara umum, buku ini pun ditujukan kepada masyarakat
luas, agar dapat mengenal perhimpunan nasionalnya. Mengenal organisasi perhimpunan sukarelawan, yang berasal dari
masyarakat dan untuk masyarakat itu sendiri.
Pembaca,
Semoga dengan hadirnya buku ini, kita bisa lebih mengenal
secara utuh, rumah tempat kita berbakti bagi kemanusiaan
yaitu Palang Merah Indonesia. Siamo Tutti Fratelli, kita semua
bersaudara…
Salam Kemanusiaan,
Pengurus Pusat
PALANG MERAH INDONESIA
Sekretaris Jenderal,
Iyang D. Sukandar
01
kenali PMI Perhimpunan Palang Merah Indonesia
PERHIMPUNAN
PALANG MERAH INDONESIA
Sekilas Sejarah
Berdirinya Perhimpunan Palang Merah Indonesia (PMI) sebenarnya sudah dimulai sejak masa sebelum Perang Dunia
Ke-II. Saat itu, tepatnya pada 21 Oktober 1873 pemerintah
Kolonial Belanda mendirikan organisasi Palang Merah di Indonesia dengan nama Het Nederland-Indische Rode Kruis
(NIRK) yang kemudian berubah menjadi Nederlands Rode
Kruis Afdeling Indie (NERKAI). Seiring dengan pergeseran
waktu, timbul semangat untuk mendirikan PMI tepatnya
diawali sekitar 1932. Rencana pendirian dipelopori oleh dr.
RCL Senduk dan dr. Bahder Djohan. Rencana itu mendapat
dukungan luas terutama dari kalangan terpelajar Indonesia. Mereka berusaha keras membawa rancangan tersebut
dalam Sidang Konferensi NERKAI pada 1940 walaupun
akhirnya ditolak. Dengan sangat terpaksa, rancangan
tersebut disimpan untuk menanti kesempatan yang lebih
tepat.
Seperti tak kenal menyerah, saat pendudukan Jepang
mereka kembali mencoba untuk membentuk suatu Badan
Palang Merah Nasional. Namun gagal juga karena mendapat
halangan dari pemerintah tentara Jepang sehingga untuk
kedua kalinya rancangan itu pun harus disimpan.
Akhirnya momentum datang. Tepat tujuh belas hari setelah
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 yaitu pada 3 September 1945, Presiden Soekarno mengeluarkan perintah
untuk membentuk suatu Badan Palang Merah Nasional.
Atas perintah Presiden, maka dr. Buntaran yang saat itu menjabat Menteri Kesehatan Republik Indonesia Kabinet I, membentuk
panitia lima pada 5 September 1945. Panitia itu terdiri atas: dr.
R. Mochtar (Ketua), dr. Bahder Djohan (Penulis), serta tiga orang
anggota, yaitu dr. Djuhana, dr. Marzuki dan dr. Sitanala.
Akhirnya pada 17 September 1945, Perhimpunan PMI berhasil dibentuk dan diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta
yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden RI. Pasca
pembentukan, PMI mulai merintis kegiatannya dengan
memberi bantuan korban perang revolusi kemerdekaan
Indonesia dan pengembalian tawanan perang sekutu maupun Jepang.
PMI terus melakukan kegiatan pemberian bantuan hingga
akhirnya melalui Keputusan Presiden (Keppres) RIS (Keppres) Nomor 25 tanggal 16 Januari 1950 yang diperkuat
dengan Keppres Nomor 246 tanggal 29 November 1963,
Pemerintah Indonesia mengakui keberadaan PMI.
Secara Internasional pada 15 Juni 1950, keberadaan PMI
diakui oleh Komite Internasional Palang Merah (International Committee of the Red Cross) atau disingkat ICRC.
Setelah itu PMI diterima menjadi anggota Perhimpunan
Nasional ke-68 oleh Liga Perhimpunan Palang Merah pada
16 Oktober 1950.
Berikut adalah nama-nama tokoh yang pernah menjabat Ketua PMI:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Ketua PMI I (1945-1946)
Ketua PMI II (1946-1948)
Ketua PMI III (1948-1952)
Ketua PMI IV (1952-1954)
Ketua PMI V (1954-1966)
Ketua PMI VI (1966-1969)
Ketua PMI VII (1970-1982)
Ketua PMI VIII (1982-1986)
Ketua PMI IX (1986-1994)
Ketua PMI X (1994-1999)
Ketua PMI XI (1999- )
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Drs. Mohammad Hatta
Soetardjo Kartohadikoesoemo
BPH. Bintoro
Prof. Dr. Bahder Djohan
K.G.P.A.A. Paku alam VIII
Letnan Jenderal Basuki Rachmat
Prof. Dr. Satrio
Dr. H. Soeyoso Soemodimedjo
Dr. H. Ibnu Sutowo
Dra. Siti Hardiyanti Rukmana
Mar’ie Muhammad
03
kenali PMI Perhimpunan Palang Merah Indonesia
Dasar Hukum PMI
Keberadaan Perhimpunan PMI dengan segala aktivitasnya
di Indonesia, mendapat pengakuan melalui:
1.Keputusan Presiden (Keppres) RIS Nomor 25 tanggal 16
Januari 1950.
Menunjuk Perhimpunan Palang Merah Indonesia sebagai
satu-satunya organisasi untuk menjalankan pekerjaan
Palang Merah di Republik Indonesia Serikat menurut Conventie Geneve (1864,1906,1929,1949).
2.Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 246 tanggal 29 November 1963.
Melalui Keppres ini Pemerintah Republik Indonesia mengesahkan “Tugas pokok dan kegiatan-kegiatan Palang Merah
Indonesia yang berasaskan perikemanusiaan dan atas dasar
sukarela dengan tidak membeda-bedakan bangsa,
golongan, dan paham politik”.
3.Peraturan Menteri
Birhub/1972.
Kesehatan
RI
Nomor
023/
Berdasarkan peraturan ini, PMI dapat menyelenggarakan
pertolongan pertama maupun menyelenggarakan pendidikan pertolongan pertama serta dapat mendirikan pos
pertolongan pertama.
4.Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 1980.
Peraturan ini memberikan tugas khusus kepada Perhimpunan PMI untuk menyelenggarakan Upaya Kesehatan Transfusi Darah (UKTD).
5.Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART)
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PMI
disahkan pertama kali oleh pemerintah melalui Keputusan
Presiden (Keppres) RIS Nomor 25 Tahun 1950. Namun pada
perkembangannya, AD/ART dapat disempurnakan oleh
Musyawarah Nasional PMI.
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PMI, diantaranya mengatur tentang: nama, waktu, status, dan
kedudukan, asas dan tujuan, prinsip dasar, lambang dan
lagu, pelindung, keanggotaan, susunan organisasi,
kepengurusan, perbendaharaan, maupun pembinaan.
Asas dan Tujuan
PMI berasaskan Pancasila. Sedangkan tujuannya adalah
membantu meringankan penderitaan sesama manusia apapun sebabnya dengan tidak membedakan agama, bangsa,
suku, bahasa, warna kulit, jenis kelamin, golongan dan
pandangan politik.
Keanggotaan
Menurut ketentuan AD/ART PMI, yang disebut anggota PMI
adalah setiap Warga Negara Indonesia yang bersedia menjadi anggota. Mereka terdiri atas:
1. Anggota Remaja
a) Berusia 10-17 tahun atau mereka yang seusia
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dan belum menikah.
b) Hak dan kewajiban anggota remaja dilaksanakan
melalui wadah Palang Merah Remaja (PMR).
c) Mendaftarkan diri kepada Unit PMR di wilayah
domisili yang bersangkutan.
d) Keabsahan sebagai anggota remaja dinyatakan
oleh tercantumnya nama anggota yang bersangkutan dalam buku daftar anggota di PMI Cabang
dan kepadanya diberikan kartu anggota.
e) Ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan anggota remaja ditentukan oleh Pengurus Pusat.
2. Anggota Biasa
a) Berusia 18 tahun atau telah menikah.
b) Dapat bergabung dalam wadah kegiatan Korps
Sukarela (KSR).
c) Anggota biasa yang memiliki keahlian khusus yang
dapat dimanfaatkan untuk menunjang kegiatan
PMI dapat menjadi Tenaga Sukarela (TSR).
d) Mendaftarkan diri kepada Pengurus Cabang PMI di
05
kenali PMI Perhimpunan Palang Merah Indonesia
wilayah domisili yang bersangkutan.
e) Keabsahan sebagai anggota biasa dinyatakan oleh
tercantumnya nama anggota yang bersangkutan
dalam buku daftar anggota di PMI Cabang dan kepadanya diberikan kartu anggota.
f) Ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan
Korps Sukarela ditentukan oleh pengurus pusat.
3. Anggota Luar Biasa
a) Warga negara asing yang telah berusia 18 tahun
atau telah menikah.
b) Anggota luar biasa yang memiliki keahlian khusus
yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang
kegiatan PMI dapat menjadi Tenaga Suka Rela
(TSR).
c) Mendaftarkan diri kepada Pengurus Cabang PMI di
wilayah domisili yang bersangkutan.
d) Keabsahan sebagai anggota luar biasa dinyatakan
oleh tercantumnya nama anggota yang bersangkutan dalam buku daftar anggota di PMI Cabang
dan kepadanya diberikan kartu anggota.
e) Ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan anggota luar biasa ditentukan oleh Pengurus Pusat
4. Anggota Kehormatan
a) Mereka yang dianggap telah berjasa memberikan
sumbangan yang sangat berarti terhadap kemajuan PMI.
b) Diangkat dengan Surat Keputusan Pengurus Pusat
berdasarkan usulan pengurus pusat, daerah atau
pengurus cabang.
c) Ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan anggota kehormatan ditentukan oleh pengurus pusat.
Struktur Organisasi
Perhimpunan PMI adalah lembaga sosial kemanusiaan yang
netral dan mandiri yang didirikan dengan tujuan
meringankan penderitaan sesama manusia, apapun sebabnya dengan tidak membedakan agama, bangsa, suku
bangsa, bahasa, warna kulit, jenis kelamin, golongan dan
pandangan politik.
Tugas pemerintah yang diserahkan kepada PMI
adalah:
1) Tugas–tugas yang erat hubungannya dengan Konvensi Jenewa dan ketentuan-ketentuan Federasi
Internasional Perhimpunan Palang Merah dan
Bulan Sabit Merah (IFRC), sebagai lembaga yang
menghimpun keanggotaan perhimpunan nasional.
2) Tugas khusus untuk melakukan tugas pelayanan
transfusi darah berupa pengadaan, pengolahan
dan penyediaan darah yang tepat bagi masyarakat yang membutuhkan.
Prinsip bantuan PMI, yaitu:
a) Memberikan bantuan kepada korban pertikaian
bersenjata (berdasarkan Konvensi-Konvensi Jenewa
1949) dan korban bencana alam yang dilaksanakan
secara otonom sejalan dengan Prinsip Dasar
Gerakan dan bekerjasama dengan pemerintahnya.
b) Bantuan PMI bersifat darurat dan langsung serta
merupakan pendukung/pelengkap dari bantuan
pemerintah.
07
kenali PMI Perhimpunan Palang Merah Indonesia
Secara struktural, PMI memiliki ikatan atau mata rantai organisasi yang sangat kuat, mulai dari tingkat pusat sampai
tingkat ranting. Berikut adalah struktur organisasi PMI.
PELINDUNG
MUSYAWARAH
NASIONAL
PENGURUS
PUSAT
MARKAS
PUSAT
MUSYAWARAH
DAERAH
PELINDUNG
PENGURUS
DAERAH
MARKAS
DAERAH
PELINDUNG
MUSYAWARAH
CABANG
PENGURUS
CABANG
MARKAS
CABANG
PELINDUNG
PENGURUS
RANTING
Perbendaharaan
Perbendaharaan PMI adalah seluruh inventaris yang berupa uang, barang-barang bergerak, barang-barang tidak
bergerak termasuk surat-surat berharga milik PMI. Pada
tingkat pengurus PMI, baik pusat, daerah maupun cabang
memiliki tanggung jawab untuk mengelola perbendaharaan PMI. Artinya:
1) Pengurus Pusat mempertanggungjawabkan perbendaharaan yang diperoleh, pengelolaan dan
penggunaannya kepada musyawarah nasional.
2) Pengurus Daerah mempertanggungjawabkan per-
bendaharaan yang diperoleh, pengelolaan dan
penggunaannya kepada musyawarah daerah dan
melaporkan kepada Pengurus Pusat.
3) Pengurus Cabang mempertanggungjawabkan
mengenai perbendaharaan yang diperoleh,
pengelolaan dan penggunaannya kepada
musyawarah cabang dan melaporkan kepada
Pengurus Daerah.
Sumber dana PMI diperoleh dari:
a) Bulan Dana yang dilaksanakan oleh PMI Cabang
berdasarkan persetujuan pihak berwenang di
wilayahnya.
b) Bantuan/subsidi pemerintah pusat/provinsi/
pemerintah kabupaten/kota.
c) Sumbangan masyarakat sepanjang waktu melalui
berbagai usaha.
d) Usaha-usaha lain yang sah dan tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan peraturan PMI.
Kegiatan PMI
Diseminasi nilai-nilai palang merah dan Hukum
Perikemanusiaan Internasional (HPI)
Diseminasi pengetahuan Gerakan Palang Merah dan Bulan
Sabit Merah Internasional, prinsip dasar gerakan, lambang
palang merah dan lambang bulan sabit merah serta Hukum Perikemanusiaan Internasional (HPI) adalah mandat
yang harus dilakukan PMI sebagai perhimpunan nasional di
Indonesia.
HPI adalah sebuah cabang dari hukum internasional yang
berisi ketentuan-ketentuan mengenai perlindungan bagi
korban perang dan mengenai pembatasan alat (sarana)
dan metode (cara) bertempur dalam rangka sengketa bersenjata internasional ataupun non-internasional. HPI dikenal pula dengan nama lain, yaitu Hukum Perang (the Law
of War), Hukum Sengketa Bersenjata (the Law of Armed
Conlict) dan Hukum Humaniter Internasional (International Humanitarian Law)
Penyebarluasan (diseminasi) pengetahuan HPI seperti diatur dalam Konvensi Jenewa 1949 pada dasarnya adalah
kewajiban pihak peserta. Artinya, tanggung jawab utama
09
kenali PMI Perhimpunan Palang Merah Indonesia
dalam peran tersebut ada pada pemerintah negara yang
telah meratiikasi Konvensi-Konvensi Jenewa 1949, termasuk Indonesia yang telah meratiikasi nya berdasarkan Undang-Undang Nomor 59 tahun 1958.
Konvensi Jenewa 1949 terdiri atas:
a) Kovensi Jenewa I: Perbaikan keadaan yang luka
dan sakit dalam angkatan bersenjata di medan
pertempuran darat
b) Kovensi Jenewa II: Perbaikan keadaan anggota
angkatan bersenjata di laut yang luka, sakit, dan
korban karam
c) Kovensi Jenewa III: Perlakuan tawanan perang
d) Kovensi Jenewa IV: Perlindungan penduduk sipil
di waktu perang
Keputusan Presiden RIS Nomor 25 tahun 1950 dan Keputusan Presiden Nomor 246 tahun 1963 mengukuhkan keberadaan PMI sebagai satu-satunya organisasi yang menjalankan tugas-tugas palang merah di wilayah Republik
Indonesia. Artinya, PMI juga memiliki tugas untuk membantu pemerintah Indonesia dalam melaksanakan penyebarluasan HPI.
Pelaksanaan diseminasi dapat dilakukan dalam berbagai
bentuk kegiatan, diantaranya pelatihan, seminar, publikasi, atau kegiatan promosi lainnya.
Penanganan Bencana
a) Pra-Bencana
Kegiatan yang dilakukan pada masa pra-bencana,
antara lain:
• Kesiapsiagaan
Adalah upaya-upaya yang memungkinkan masyarakat (individu, kelompok, organisasi) dapat
mengatasi bahaya peristiwa alam, melalui pembentukan struktur dan mekanisme tanggap darurat yang sistematis. Tujuannya adalah untuk
meminimalkan korban jiwa dan kerusakan saranasarana pelayanan umum. Kesiapsiagaan Bencana
meliputi: upaya mengurangi tingkat resiko, formulasi Rencana Darurat Bencana (Disasters Plan),
pengelolaan sumber-sumber daya masyarakat,
pelatihan warga di lokasi rawan bencana.
• Sistem peringatan dini dan informasi manajemen bencana
Informasi-informasi yang diberikan kepada masyarakat tentang kapan suatu bahaya peristiwa
alam dapat diidentiikasi dan penilaian tentang
kemungkinan dampaknya pada suatu wilayah tertentu.
• Mitigasi
Mitigasi adalah serangkaian tindakan yang dilakukan sejak awal untuk menghadapi suatu peristiwa
alam dengan mengurangi atau meminimalkan
dampak peristiwa alam tersebut terhadap kelangsungan hidup manusia dan lingkungan hidupnya
(struktural). Upaya penyadaran masyarakat terhadap potensi dan kerawanan (hazard) lingkungan
dimana mereka berada, sehingga mereka dapat
mengelola upaya kesiapsiagaan terhadap bencana
antara lain dengan cara:
• Pembangunan dam penahan banjir atau ombak
• Penanaman pohon bakau
• Penghijauan hutan
• Penyadaran risiko dan dampak bencana
Penyadaran risiko dan dampak bencana kaitannya dengan pengembangan KBBM (Kesiapsiagaan
Bencana Berbasis Masyarakat) atau disebut juga
CBDP (Community Based Disaster Preparedness-),
terutama di wilayah rawan bencana.
KBBM adalah program yang mengupayakan pemberdayaan kapasitas masyarakat agar dapat mengambil inisiatif dan melakukan tindakan dalam
meminimalkan dampak bencana yang terjadi di
lingkungannya.
Hingga kini PMI telah mengembangkan program
berbasis masyarakat dalam bentuk Program
Pengurangan Risiko Terpadu Berbasis Masyarakat,
disingkat PERTAMA (Integrated Community Based
Risk Reduction-ICBRR)
• PERTAMA adalah program berbasis masyarakat
yang mendorong pemberdayaan kapasitas ma-
11
kenali PMI Perhimpunan Palang Merah Indonesia
syarakat untuk menyiagakan diri dalam mencegah serta mengurangi dampak dan risiko bencana yang terjadi di tempat tinggalnya.
• PERTAMA diterapkan di daerah rawan banjir,
longsor, gempa, letusan gunung api, gelombang
pasang dan tsunami.
• Sasaran utama program PERTAMA adalah meningkatkan kapasitas masyarakat dalam merespon dan menanggulangi dampak bencana serta
memperkuat kapasitas PMI dalam memberikan
bantuan kepada korban bencana tepat pada
waktunya.
• Tujuan umum program PERTAMA adalah untuk mengurangi kerentanan masyarakat yang
rawan terhadap bahaya.
• Tujuan khusus pengembangan program PERTAMA, yaitu:
a) Meningkatkan kapasitas masyarakat dalam
tanggap bencana dan mitigasi dampak dan
bahaya.
b) Penguatan kapasitas PMI untuk memberikan
bantuan yang tepat waktu kepada masyarakat yang terkena bencana.
b) Saat Bencana
Kegiatan yang dilakukan pada saat bencana adalah
merupakan kegiatan respon tanggap darurat berupa:
•
•
•
•
•
•
Evakuasi korban
Pertolongan pertama
Penampungan darurat
Pendirian dapur umum
Penyediaan air bersih dan sanitasi
Relief
c) Pasca Bencana
Pelaksanaan program rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana meliputi :
• Rehabilitasi:
Serangkaian kegiatan yang dapat membantu korban bencana untuk kembali pada kehidupan normal yang kemudian diintegrasikan kembali pada
fungsi-fungsi yang ada di masyarakat, termasuk
didalamnya adalah mencakup:
• Penanganan korban trauma psikologis.
• Renovasi atau perbaikan sarana-sarana umum,
• Penyediaan perumahan dan tempat penampungan.
• Penyediaan lapangan kegiatan untuk memulai
hidup baru.
• Program dukungan mata pencaharian (livelihood).
• Pemulihan Hubungan Keluarga atau disebut
juga RFL (Restoring Family Links)
• Rekonstruksi:
Adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan situasi seperti sebelum terjadinya bencana,
termasuk pembangunan infrastruktur, menghidupkan akses sumber-sumber ekonomi,
perbaikan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat yang berorientasi pada pembangunan.
Tujuannya adalah mengurangi dampak bencana
yang berdampak pada pemberian manfaat secara
ekonomis pada masyarakat.
Berikut adalah Tahap Tanggap Darurat Bencana.
a) Kesiapsiagaan individu
Kesiapsiagaan individu merupakan hal-hal yang harus
diperhatikan sebelum terlibat dalam tindakan tanggap
darurat, karena menyangkut keselamatan diri dan seluruh anggota lainnya. Termasuk didalam Kesiapsiagaan
individu adalah koordinasi penanggulangan bencana.
Namun karena hal ini dilakukan dalam setiap tahap tindakan tanggap darurat, maka koordinasi penanggulangan bencana akan dibahas tersendiri.
b) Koordinasi Penanggulangan Bencana
Koordinasi penanggulangan bencana adalah segala
bentuk komunikasi, baik komunikasi internal maupun
eksternal yang bertujuan untuk mendukung kegiatan
penanggulangan bencana. Koordinasi dilakukan dalam
13
kenali PMI Perhimpunan Palang Merah Indonesia
setiap tahapan pada tanggap darurat.
c) Assessment
Assessment adalah penilaian keadaan. Seperti koordinasi, assessment juga dilakukan dalam setiap tahapan
dalam tanggap darurat. Namun untuk tindakan awal,
yang harus dilakukan adalah assessment cepat (rapid
assessment) yang dilanjutkan dengan assessment detil
(details assessment).
d) Rencana Operasi atau Service Delivery Plan (SDP)
Rencana Operasi atau Service Delivery Plan adalah sebuah perencanaan yang dibuat berdasarkan hasil dari
assessment. Rencana Operasi juga merupakan perwujudan dari Action Plan.
e) Distribusi Bantuan
Distribusi Bantuan atau relief adalah langkah berikutnya setelah SDP disetujui. Dalam distribusi bantuan
juga terkait mengenai masalah pergudangan.
f) Monitoring dan evaluasi
Monitoring dan evaluasi adalah metode untuk memantau kegiatan. Secara garis besar, yang dipantau adalah
kegiatan distribusi bantuan, namun dapat juga melihat
keseluruhan proses tanggap darurat.
Tujuan dari fase tanggap darurat adalah:
• Membatasi korban dan kerusakan
• Mengurangi penderitaan
• Mengembalikan kehidupan dan sistem masyarakat
• Mitigasi kerusakan dan kerugian
• Sebagai dasar untuk pengembalian kondisi
Kebijakan Tanggap Darurat Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, meliputi:
a) Memberikan bantuan kepada golongan yang paling
rentan.
b) Berperan sebagai perpanjangan tangan dari pelayanan
sosial pemerintah.
c) Melaksanakan tanggap darurat sesuai dengan Prinsip
Dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional.
d) Bekerja sesuai dengan kompetensi palang merah, namun
tetap harus mengikutsertakan masyarakat penerima
bantuan dalam perencanaan dan pelaksanaan program.
e) Kegiatan berdasarkan pada perencanaan kesiapsiagaan
yang telah ditetapkan.
f) Bekerja sama dengan masyarakat untuk ketahanan program.
g) Program darurat terus dilanjutkan hingga ancaman sudah berkurang dan bila akan dilanjutkan maka lebih
berfokus pada kerangka mekanisme rehabiltasi.
h) Memaksimalkan keunggulan strategi Federasi Internasional
untuk memobilisasi semua sumber yang ada.
Pelayanan Sosial dan Kesehatan Masyarakat
Tujuan program pelayanan sosial dan kesehatan
masyarakat:
a) Menyediakan respon cepat dan tepat saat bencana.
b) Berpartisipasi aktif dalam pengendalian penyakit menular, misalnya HIV/AIDS, Flu Burung, Malaria, TBC, maupun Demam Berdarah
c) Meningkatkan kapasitas masyarakat rentan melalui
pendekatan (Community Based First Aid) CBFA & memerhatikan faktor pencegahan melalui perbaikan hygiene,
sanitasi, dan gizi
d) Menyediakan pelayanan sosial bagi kelompok rentan
tertentu, misalnya bagi kelompok lanjut usia (Lansia)
dan anak jalanan (anjal)
e) Meningkatkan kapasitas staf dan membina jaringan secara utuh dan kuat antar PMI Daerah dan PMI Cabang
Kegiatan pelayanan sosial dan kesehatan Masyarakat terbagi atas:
1) Pelayanan Sosial
Bantuan PMI dalam bentuk pelayanan atau jasa kepada
masyarakat yang memerlukan. Bantuan ini difokuskan
pada upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat tersebut dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya.
2) Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Bantuan PMI dalam bentuk jasa atau upaya-upaya lain
untuk memperbaiki perilaku kesehatan masyarakat,
mendukung kegiatan pelayanan kesehatan, pemberian
pemulihan kesehatan, latihan dan pendidikan dasar
untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam
15
kenali PMI Perhimpunan Palang Merah Indonesia
memelihara kesehatannya. Pelayanan kesehatan masyarakat diantaranya adalah:
a) Pelayanan kesehatan dengan komponen CBFAWater Sanitation (air bersih & sanitasi).
Sejak 1999 PMI memusatkan perhatiannya pada
kegiatan yang berbasis masyarakat, salah satunya adalah CBFA serta program air bersih dan
sanitasi. PMI juga memusatkan perhatiannya
pada tugas kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan kegiatan peningkatan kemandirian
masyarakat.
b) Program kesehatan masyarakat dilakukan
dengan menggunakan pendekatan Pendidikan
Remaja Sebaya (PRS) atau Youth Peer Education. PRS merupakan upaya PMI dalam memberdayakan remaja secara mandiri khususnya
untuk peningkatan kesehatan dan kesejahteraan.
c) Program kesehatan masyarakat dilakukan
dengan menggunakan pendekatan Pendidikan
Wanita Sebaya (PWS) Women Peer Education.
PWS bertujuan mengembangkan ketrampilan
hidup para wanita usia produktif (25-35 tahun)
melalui pengalihan informasi dan pendidikan
ketrampilan hidup diantara wanita sebaya.
Pembinaan PMR dan Relawan
Pembinaan PMR dan Relawan dilakukan dalam rangka meningkatkan kapasitas sumber daya PMI. Pembinaan dilakukan melalui beragam kegiatan secara tepat, berkualitas
dan mengandung nilai-nilai Gerakan.
Sasaran pembinaan untuk Palang Merah Remaja (PMR) meliputi anggota remaja pada tingkat Mula, Madya dan Wira.
Sedangkan untuk relawan meliputi anggota biasa yang berada dalam wadah Korps Sukarela (KSR) dan Tenaga Sukarela (TSR).
Pembinaan untuk kalangan PMR terkonsentrasi di sekolah
dan di tingkat PMI Cabang setempat. Adapun untuk anggota yang bernaung dalam wadah KSR dibina di lingkungan
perguruan tinggi dan di lingkungan PMI Cabang setempat.
Begitu pula untuk TSR, ada yang dibina pada tingkat
ranting (kecamatan) dan ada juga di tingkat PMI Cabang.
Fase Pembinaan KSR/TSR
Pembinaan relawan dilakukan secara periodik dan sistematis di masing-masing PMI Cabang. Hal ini dilakukan untuk tetap mempertahankan eksistensi, kualitas dan kapasitas anggota. Tentunya hal ini merupakan langkah untuk
mempersiapkan sumber daya manusia PMI yang selalu siap
dalam kondisi apapun, baik damai maupun saat bencana.
Berikut adalah fase pembinaan yang dilakukan untuk para
Relawan PMI:
1) Rekrutmen.
Didasarkan pada syarat menjadi anggota dan prosedural
yang dibuat tanpa bertentangan dengan Prinsip Dasar
Gerakan
2) Pelatihan/orientasi
Setiap anggota baru wajib diberikan orientasi kepalangmerahan, baik itu pengurus, staf maupun relawan.
3) Penugasan dan mobilisisasi
Relawan PMI selalu siap secara sukarela untuk menjalankan tugas antara lain:
a) Kesiapsiagaan bencana/konlik (Preparedness).
b) Penanganan bencana/konlik (Response).
c) Pelayanan Sosial dan Kesehatan masyarakat.
d) Mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh
PMI.
e) Ikut mengembangkan organisasi PMI, misalnya
sebagai:
•Fasilitator dalam pembinaan PMR.
•Relawan penggalangan dana untuk PMI Cabang.
•Pelatih dalam pelatihan (sesuai kompetensi yang
dimiliki).
•Diseminator kepalangmerahan.
•Peserta forum/rapat penyusunan rencana kerja/
program.
4) Pengembangan kapasitas
Dalam pengembangan kapasitas organisasi, relawan memiliki kedudukan dan peran yang sangat vital, diantaranya:
a) Unsur terdepan yang memberikan pelayanan ke-
17
kenali PMI Perhimpunan Palang Merah Indonesia
pada masyarakat.
b) Penggerak mesin organisasi yang sangat diperhitungkan.
c) Motivator penting dalam penetapan kebijakan
dan program PMI.
d) Berperan dalam forum relawan.
e) Berperan dalam proses penggalangan dana di PMI
Cabang atau PMI Daerah (Planning- OrganizingActuating).
f) Sebagai pelatih atau fasilitator dalam pelatihan
PMR berdasarkan kompetensinya.
g) Bekerja sama dengan staf dalam melakukan
pengembangan PMR & Relawan.
Salah satu aspek yang paling menonjol dan membedakan Gerakan dengan organisasi lainnya adalah
relawan. Keberadaan yang kuat dari relawan dalam
organisasi bukan hanya membedakan tapi juga menjadi keunggulan komperatif dari Gerakan.
Berikut adalah keunggulan mendasar bagi organisasi
untuk mengoptimalkan peran relawan, yaitu:
a) Relawan adalah bagian dari masyarakat
b) Relawan adalah kegiatan yang dapat digabungkan dengan aktiitas harian dari masing-masing
individu sehingga tidak memberatkan dan membosankan sehingga dapat dengan mudah diadopsi
dan dilakukan
c) Relawan membawa keberagaman keahlian dan
spesialisasi
(Staf suatu organisasi dapat memiliki keahlian
tertentu, akan tetapi dengan jumlah relawan
yang lebih banyak mereka akan membawa variasi
keahlian dan spesialisasi yang juga lebih banyak)
5. Pelayanan Tranfusi Darah
Peraturan Pemerintah Nomor 18/1980 telah memberikan
penugasan kepada PMI untuk menyelenggarakan Upaya Kesehatan Transfusi Darah (UKTD).
UKTD ini dilaksanakan dengan pembentukan Unit Tranfusi
Darah (UTD) PMI yang merupakan Unit Pelayanan Teknis
(UPT) yang diatur dan bertanggung jawab kepada PMI di
masing-masing jajarannya.
Cakupan tugas UKTD antara lain:
•
•
•
•
Pengerahan dan pelestarian donor darah.
Pengambilan darah donor.
Pengolahan dan pengamanan darah.
Penyimpanan dan pendistribusian darah.
Tugas UKTD harus dilakukan dengan sebaik-baiknya sesuai
standar yang telah ditetapkan, sehingga darah yang dihasilkan adalah darah yang keamanannya terjamin. Kelancaran pelaksanaan UKTD sangat terkait dengan dukungan
faktor ketenagaan, peralatan, dana dan sistim pengelolaannya yang pada hakikatnya memerlukan biaya.
Biaya yang dibutuhkan untuk proses kegiatan tersebut
adalah biaya pengelolaan darah (Service Cost). Penarikan
service cost atau biaya pengelolaan darah untuk pemakaian
darah dilakukan semata-mata sebagai penggantian biaya
pengelolaan darah sejak darah diambil dari donor sukarela
sampai darah ditransfusikan pada orang sakit; bukan untuk
membayar darah.
Pengelolaan darah adalah tahapan kegiatan untuk
mendapatkan darah sampai dengan kondisi siap pakai yang
mencakup antara lain:
• Rekruitmen donor.
• Pengambilan darah donor.
• Pemeriksaan uji saring.
• Pemisahan darah menjadi komponen darah.
• Pemeriksaan golongan darah.
• Pemeriksaan kococokan darah donor dengan
pasien.
• Penyimpanan darah.
• Biaya lain-lain.
Selain itu untuk melaksanakan proses di atas, dibutuhkan sarana penunjang teknis dan personil seperti:
• Kantong darah.
• Peralatan untuk mengambil darah.
• Reagensia untuk memeriksa uji saring, pemeriksaan golongan darah, kecocokan darah donor dan
pasien.
• Alat-alat untuk menyimpan dan alat pemisah darah menjadi komponen darah.
• Peralatan untuk pemeriksaan.
19
kenali PMI Perhimpunan Palang Merah Indonesia
• Pasokan daya listrik.
• Personil PMI yang ahli.
Syarat Menjadi Donor Darah :
a) Usia 17-60 tahun (pada usia 17 tahun diperbolehkan menjadi donor bila mendapat ijin tertulis dari
orangtua. Sampai usia tahun donor masih dapat
menyumbangkan darahnya dengan jarak penyumbangan 3 bulan atas pertimbangan dokter).
b) Berat badan minimum 45 kg.
c) Temperatur tubuh: 36,6 - 37,5o C (oral).
d) Tekanan darah baik, yaitu:
• Sistole
:110 - 160 mm Hg.
• Diastole
: 70 - 100 mm Hg.
e) Denyut nadi
: Teratur 50 - 100 kali/ menit.
f) Haemoglobin
• Wanita
: minimal 12 gr %
• Pria
: minimal 12,5 gr %
g) Jumlah penyumbangan pertahun paling banyak
4 kali dengan jarak penyumbangan sekurangkurangnya 3 bulan. Keadaan ini harus sesuai dengan keadaan umum donor.
Tidak boleh menjadi donor darah pada keadaan:
• Pernah menderita hepatitis.
• Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah kontak erat
dengan penderita hepatitis.
• Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah transfusi.
• Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah tattoo/tindik telinga.
• Dalam jangka waktu 72 jam sesudah operasi gigi.
• Dalam jangka wktu 6 bulan sesudah operasi kecil.
• Dalam jangka waktu 12 bulan sesudah operasi besar.
• Dalam jangka waktu 24 jam sesudah vaksinasi polio, inluenza, cholera, tetanus dipteria atau proilaksis.
• Dalam jangka waktu 2 minggu sesudah vaksinasi
virus hidup parotitis epidemica, measles, tetanus
toxin.
• Dalam jangka waktu 1 tahun sesudah injeksi terakhir imunisasi rabies therapeutic.
• Dalam jangka waktu 1 minggu sesudah gejala
alergi menghilang.
• Dalam jangka waktu 1 tahun sesudah transplantasi kulit.
• Sedang hamil dan dalam jangka waktu 6 bulan
sesudah persalinan.
• Sedang menyusui.
• Ketergantungan obat.
• Alkoholisme akut dan kronik.
• Menderita Siilis.
• Menderita tuberkulosa secara klinis.
• Menderita epilepsi dan sering kejang.
• Menderita penyakit kulit pada vena (pembuluh
darah balik) yang akan ditusuk.
• Mempunyai kecenderungan perdarahan atau penyakit darah, misalnya deisiensi G6PD, thalasemia, polibetemiavera.
• Seseorang yang termasuk kelompok masyarakat
yang mempunyai resiko tinggi untuk mendapatkan HIV/AIDS (homoseks, morinis, berganti-ganti
pasangan seks, pemakai jarum suntik tidak steril).
• Pengidap HIV/ AIDS menurut hasil pemeriksaan
pada saat donor darah.
Logo PMI
Berdasarkan aturan AD/ART PMI, ketentuan Logo PMI
sebagai berikut.
1) PMI menggunakan logo yang berlambang palang merah
di atas dasar warna putih sebagai tanda pelindung dan
tanda pengenal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan nasional serta ketentuan-ketentuan
penggunaan lambang yang berlaku bagi perhimpunan
nasional.
2) Ukuran panjang palang horizontal sama dengan panjang
palang vertikal.
3) Tanda palang merah dengan lingkaran bunga harus selalu berwarna merah dan terletak di atas dasar warna
putih.
4) Lingkaran bunga dibuat dengan menggabungkan lima
buah busur dan lingkaran bulat seperti membentuk
gambar bunga berkelopak lima.
21
kenali PMI Perhimpunan Palang Merah Indonesia
(Tata aturan penggunaan Logo PMI secara rinci dapat dilihat pada Pedoman Penerapan Identitas PMI berdasarkan
Keputusan Pengurus Pusat Palang Merah Indonesia nomor:
119/KEP/PP PMI/V/2007 tentang Pedoman Penggunaan
Identitas Organisasi Palang Merah Indonesia dan Keputusan Pengurus Pusat palang Merah Indonesia Nomor: 060
/KEP/PP PMI/III/2008 tentang Pedoman Penggunaan Lambang Palang Merah Indonesia Dalam Kegiatan Promosi,
Diseminasi dan Penggalangan Dana)
PMI Daerah di Indonesia
Sejak didirikan pada 1945 hingga kini (2009), PMI telah
berkembang pesat dan memiliki 33 markas daerah di
tingkat provinsi dan 404 markas cabang di tingkat kabupaten/kota.
Daftar PMI Daerah sebagai berikut:
1) PMI Daerah Nanggroe Aceh Darussalam; memiliki 21
PMI Cabang.
2) PMI Daerah Sumatera Barat; memiliki 16 PMI Cabang.
3) PMI Daerah Riau; memiliki 11 PMI Cabang.
4) PMI Daerah Sumatera Utara; memiliki 23 PMI Cabang.
5) PMI Daerah Jambi; memiliki 10 PMI Cabang
6) PMI Daerah Sumatera Selatan; memiliki 14 PMI Cabang
7) PMI Daerah Bangka Belitung; memiliki 5 PMI Cabang
8) PMI Daerah Bengkulu; memiliki 9 PMI Cabang
9) PMI Daerah Lampung; memiliki 10 PMI Cabang
10) PMI Daerah Kepulauan Riau; memiliki 3 PMI Cabang
11) PMI Daerah DKI Jakarta; memiliki 6 PMI Cabang
12) PMI Daerah Banten; memiliki 6 PMI Cabang
13) PMI Daerah Jawa Barat; memiliki 26 PMI Cabang
14) PMI Daerah Jawa Tengah; memiliki 35 PMI Cabang
15) PMI Daerah Jawa Timur; memiliki 38 PMI Cabang
16) PMI Daerah D.I.Yogyakarta; memiliki 5 PMI Cabang
17) PMI Daerah Bali; memiliki 9 PMI Cabang
18) PMI Daerah Nusa Tenggara Barat; memiliki 9 PMI
Cabang
19) PMI Daerah Nusa Tenggara Timur; memiliki 16 PMI
Cabang
20) PMI Daerah Maluku; memiliki 5 PMI Cabang
21) PMI Daerah Maluku Utara; memiliki 7 PMI Cabang
22) PMI Daerah Papua; memiliki 11 PMI Cabang
23) PMI Daerah Papua Barat; memiliki 3 PMI Cabang
24) PMI Daerah Kalimantan Barat; memiliki 12 PMI Cabang
25) PMI Daerah Kalimantan Tengah; memiliki 14 PMI
Cabang
26) PMI Daerah Kalimantan Selatan; memiliki 11 PMI
Cabang
27) PMI Daerah Kalimantan Timur; memiliki 12 PMI
Cabang
28) PMI Daerah Gorontalo; memiliki 5 PMI Cabang
29) PMI Daerah Sulawesi Tengah; memiliki 8 PMI Cabang
30) PMI Daerah Sulawesi Utara; memiliki 9 PMI Cabang
31) PMI Daerah Sulawesi Tenggara; memiliki 8 PMI Cabang
32) PMI Daerah Sulawesi Selatan; memiliki 22 PMI Cabang
33) PMI Daerah Sulawesi Barat; memiliki 5 PMI Cabang
23
kenali PMI Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional
GERAKAN PALANG MERAH DAN
BULAN SABIT MERAH INTERNASIONAL
Sekilas Sejarah
Cikal bakal lahirnya Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit
Merah Internasional diawali dari suatu gagasan yang sangat brilian dari seorang Jean Henry Dunant, pengusaha
berkebangsaan Swiss (1828–1910) yang hingga kini dikenal
sebagai bapak pendiri palang merah. Bermula dari suatu
kenangan yang telah menggugah hati, pikiran dan nurani
kemanusiaan Henry Dunant disaat menyaksikan puluhan
ribu korban tewas akibat pertempuran yang terjadi pada
24 Juni 1859 di Solferino,
sebuah kota kecil yang
terletak di dataran rendah
Provinsi Lambordi, utara
Italia.
Kala itu Henry Dunant kebetulan lewat dalam perjalanannya untuk menemui
Kaisar Napoleon III guna
keperluan bisnis. Henry
Dunant menyaksikan suatu
pertempuran sengit antara
prajurit Perancis dan Austria. Pertempuran yang berlangsung sekitar 16 jam dan
melibatkan 320.000 orang prajurit itu menelan puluhan
ribu korban tewas dan luka-luka. Sekitar 40 ribu orang meninggal dalam pertempuran.
Menyaksikan pemandangan yang sangat mengerikan akibat
pertempuran, membuat kesedihannya muncul dan terlupa
akan tujuannya bertemu dengan kaisar. Dia mengumpulkan orang-orang dari desa-desa sekitarnya dan tinggal
di sana selama tiga hari untuk dengan sungguh-sungguh
menghabiskan waktunya merawat orang yang terluka.
Ribuan orang yang terluka tanpa perawatan dibiarkan mati
di tempat karena pelayanan medis yang tidak mencukupi
jumlahnya dan tidak memadai dalam tugas dan keterampilan. Hal itu membuatnya sangat tergugah. Kata-kata
bijaknya yang diungkapkan saat itu, Siamo tutti fratelli
(Kita semua saudara) membuka hati para sukarelawan untuk melayani kawan maupun lawan tanpa membedakannya.
Peristiwa inilah yang kemudian mendorong Henry Dunant
untuk menuangkan perhatian atas kekejaman perang yang
disaksikannya. Sekembalinya ke Swiss, Dunant semakin
tergugah dan peduli atas tragedi peperangan itu. Berdasarkan serangkaian pengalamannya, terciptalah sebuah
buku yang ditulis oleh Henry Dunant yang berjudul ‘Kenangan dari Solferino’ (A Memory of Solferino). Buku tersebut
dibuat dan diterbitkan dengan biaya sendiri pada November 1862 hingga menggemparkan dataran Eropa.
Buku ‘Kenangan dari Solferino’ memiliki dua gagasan
penting, yaitu:
1) Membentuk organisasi perkumpulan sukarelawan
internasional yang dapat dipersiapkan pendiriannya pada masa damai untuk menolong para prajurit
yang cedera di medan perang.
2) Membuat perjanjian internasional guna
melindungi prajurit yang cedera di medan perang
serta perlindungan sukarelawan dan organisasi
tersebut pada waktu memberikan pertolongan
disaat perang.
Pada 9 Februari 1863 di Jenewa, dibentuklah Komite Lima
untuk memperjuangkan terwujudnya ide Henry Dunant.
Mereka adalah Gustave Moynier, dr. Louis Appia, dr. Theodore Maunoir dan Jenderal Guillame-Hendri Dufour.
Seiring perkembangannya, tepatnya 17 Februari 1863,
Komite Lima berganti nama menjadi Komite Tetap Internasional untuk Pertolongan Prajurit yang Terluka. Dan kemudian pada Oktober 1863 atas bantuan Pemerintah Swiss,
Komite ini berhasil melangsungkan Konferensi Internasional ke-1 di Jenewa.
Hasil dari konferensi tersebut adalah disepakatinya satu
25
kenali PMI Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional
konvensi yang terdiri atas sepuluh pasal. Diantaranya
merupakan pasal krusial yaitu digantinya nama Komite
Tetap Internasional untuk Menolong Prajurit yang Terluka
menjadi Komite Internasional Palang Merah atau ICRC (International Committee of the Red Cross) dan ditetapkannya tanda khusus bagi sukarelawan yang memberi pertolongan
prajurit yang luka di medan pertempuran yaitu palang
merah diatas dasar putih yang berasal dari kebalikan bendera Swiss (palang putih diatas dasar merah). Sejak itu,
negara-negara pun mulai mempuat organisasi sukarelawan
sendiri, sehingga terbentuklah antara lain Palang Merah di
Amerika, Inggris, Perancis, Itali dan sebagainya.
Selanjutnya pada 1864 dengan mengacu pada gagasan
kedua, atas prakarsa Pemerintah Federal Swiss diadakanlah Konferensi Internasional ke-2 yang dihadiri beberapa
negara untuk menyetujui adanya “Konvensi perbaikan kondisi prajurit yang cedera di medan perang”. Konvensi ini
kemudian disempurnakan dan dikembangkan menjadi Konvensi Jenewa I, II, III dan IV tahun 1949 atau juga dikenal
sebagai Konvensi Palang Merah. Konvensi ini merupakan
salah satu komponen dari Hukum Humaniter Internasional
(HHI) atau disebut juga Hukum Perikemanusiaan Internasional (HPI) sebagai suatu ketentuan internasional yang
mengatur perlindungan dan bantuan korban perang.
Komponen Gerakan
Saat ini Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional atau biasa disebut dengan Gerakan, terdiri
atas 3 komponen, yaitu:
Komite Internasional Palang Merah / International Committe of the Red Cross (ICRC)
ICRC dibentuk pada 1863 dan merupakan badan netral
yang mandiri. ICRC bukan organisasi yang dimiliki oleh
beberapa negara atau bukan bagian dari badan organisasi
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Sebagai sebuah lembaga yang mandiri, ICRC bertindak sebagai penengah yang netral antar negara yang berperang
atau bermusuhan dalam konlik bersenjata internasional,
konlik bersenjata non-Internasional dan pada kasus-kasus
kekerasan internasional. Selain itu ICRC berusaha untuk
menjamin bahwa korban kekerasan, baik penduduk sipil
maupun militer menerima perlindungan dan pertolongan.
ICRC adalah pelindung Prinsip Dasar Gerakan dan pengambil keputusan atas pengakuan perhimpunan-Perhimpunan Nasional, dimana dengan itu mereka menjadi bagian
resmi dari Gerakan. ICRC bekerja untuk mengembangkan
HPI, menjelaskan, mendiseminasikan dan memromosikan
Konvensi Jenewa. ICRC juga melaksanakan kewajiban
yang diembankan padanya berdasarkan konvensi-konvensi
tersebut dan memastikan bahwa konvensi-konvensi itu dilaksanakan.
Mandat ICRC:
a) Memberikan perlindungan kepada korban militer
maupun sipil sebagai akibat konlik bersenjata
b) Memberikan bantuan sandang dan pangan, medis/sanitasi kepada korban konlik bersenjata
c) Mempersatukan keluarga yang terpisah akibat
perang
d) Melakukan penyebarluasan HPI dan Prinsip Dasar
Gerakan
Federasi Internasional Perhimpunan Palang
Merah dan Bulan Sabit Merah / International
Federation of Red Cross and Red Crescent
Societies (IFRC)
IFRC atau lebih dikenal dengan sebutan Federasi Internasional, sebelumnya bernama Liga Palang Merah. IFRC didirikan setelah perang dunia I (1919) oleh Henry Pomerey Davidson, Presiden Komite Palang Merah Amerika. Gagasan
pendirian didasari pada kondisi masyarakat yang sangat
memprihatinkan pasca perang. Berdasarkan kondisi inilah dibutuhkan kerja sama yang kuat antar perhimpunan
27
kenali PMI Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional
palang merah untuk meringankan penderitaan masyarakat.
Henry P. Davidson kemudian mengusulkan pada konferensi
internasional medis (April 1919, Cannes, Perancis) untuk
memfederasikan perhimpunan palang merah dari
berbagai negara menjadi sebuah organisasi setara dengan
Liga Bangsa-Bangsa dalam hal peperangan dunia untuk
memperbaiki kesehatan, mencegah penyakit dan mengu-
rangi penderitaan.
Secara formal pada 5 Mei 1919, Liga Perhimpunan Palang
Merah kemudian terbentuk. Berdirinya liga ini atas komitmen bersama dari Perhimpunan Palang Merah Perancis, Inggris, Itali, Jepang dan Amerika Serikat. Tujuan utamanya
adalah memperbaiki kesehatan masyarakat pada negaranegara yang sangat menderita setelah perang. Selain itu
untuk memperkuat dan menyatukan aktivitas kesehatan
yang sudah ada dalam perhimpunan palang merah dan untuk mempromosikan pembentukan perhimpunan baru.
Pada 1991 keputusan diambil untuk mengubah nama Liga
Perhimpunan Palang Merah menjadi Federasi Internasional
Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah/IFRC
(International Federation of Red Cross and Red Crescent
Societies).
Bagian penting dari kerja Federasi Internasional adalah
menyediakan dan mengkoordinasikan bantuan bagi korban
bencana alam dan epidemi. Federasi Internasional yang
semula bermarkas di Paris, sejak 1935 berpindah ke Jenewa hingga saat ini. Sekretariat Federasi Internasional
dipimpin oleh seorang sekretaris jenderal dan dibantu
para stafnya yang terdiri atas berbagai warga negara.
Mandat IFRC:
a) Menggiatkan pembentukan dan pengembangan
Perhimpunan Nasional di seluruh dunia
b) Bertindak selaku koordinator dan perantara antar
Perhimpunan Nasional
c) Memberikan saran dan membantu Perhimpunan
Nasional dalam koordinasi bantuan internasional
untuk korban bencana alam dan pengungsi diluar
daerah pertikaian
d) Membantu program pengembangan kesiapsiagaan
bantuan bencana alam dari Perhimpunan Nasional
e) Mengkoordinir dan menggiatkan pertukaran gagasan kemanusiaan bagi pendidikan remaja dan
pemuda antar Perhimpunan Nasional dalam rangka membina persahabatan menuju terwujudnya
perdamaian di seluruh dunia
f) Membantu program penyebarluasan HPI dan Prinsip Dasar Gerakan
Perhimpunan Nasional Palang Merah dan
Bulan Sabit Merah
Perhimpunan Nasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
atau biasa disebut perhimpunan nasional adalah organisasi
kemanusiaan yang ada di setiap negara anggota penandatangan Konvensi Jenewa.
Tidak ada negara yang dapat memiliki lebih dari satu perhimpunan nasional. Sebelum sebuah perhimpunan disetujui oleh ICRC dan menjadi anggota Federasi Internasional,
beberapa syarat ketat harus dipenuhi. Menurut Statuta
Gerakan, Perhimpunan Nasional yang didirikan harus disetujui oleh ICRC. Untuk dapat memperoleh persetujuan
dari ICRC, sebuah Perhimpunan Nasional harus memenuhi
10 syarat yaitu:
a) Didirikan di suatu negara yang telah menyetujui
Konvensi Jenewa untuk perbaikan kondisi prajurit
yang cedera dan sakit di medan perang.
b) Adalah satu-satunya Perhimpunan Nasional
palang merah atau bulan sabit merah di negara
29
kenali PMI Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional
tersebut dan pimpinannya harus berwenang untuk mewakili Perhimpunan Nasionalnya di lingkup
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional.
c) Diakui oleh pemerintah negaranya sebagai organisasi pendukung untuk instansi pemerintah dalam
bantuan kemanusiaan.
d) Bersifat mandiri untuk dapat bertindak sesuai
dengan Prinsip Dasar.
e) Memakai nama dan Lambang Palang Merah atau
Lambang Bulan Sabit Merah.
f) Diorganisir supaya dapat melaksanakan tugasnya
pada waktu peperangan dan di masa damai
seperti ditentukan oleh anggaran dasarnya.
g) Melaksanakan tugas di seluruh wilayahnya.
h) Menerima anggota tanpa membedakan ras, jenis
kelamin, tingkat sosial, agama ataupun pandangan
politik.
i) Menyetujui Anggaran Dasar Gerakan Palang Merah
dan Bulan Sabit Merah Internasional dan bekerja
sama dengan semua bagian Gerakan.
j) Menghormati Prinsip Dasar Gerakan dan mematuhi
peraturan HPI dalam melaksanakan tugasnya.
31
kenali PMI Prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional
PRINSIP DASAR GERAKAN
PALANG MERAH DAN BULAN SABIT
MERAH INTERNASIONAL
Asal-Usul
Keragaman pikiran, tindakan, sikap dan aktivitas dalam
mengimplementasikan nilai-nilai Gerakan dari setiap perhimpunan nasional di seluruh negara, telah mengilhami
lahirnya Prinsip Dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan
sabit Merah Internasional.
Usulan adanya Prinsip-Prinsip Dasar bagi Gerakan, semula
terdapat pada Deklarasi Oxford (1946), namun teks masih
berbentuk draf. Pada 1949, adanya prinsip dasar telah
disebutkan pula dalam Konvensi I (pasal 44) dan Konvensi
IV (pasal 63).
Selanjutnya pada 1955, seorang professor dari Institut
Henry Dunant bernama Jean Pictet, mulai menulis penelitiannya secara sistematik dan membagi prinsip menjadi
2 kategori, yaitu prinsip dasar (fundamental) dan prinsip
organis (organic).
Pada konteks palang merah, prinsip menurut Jean Pictet
adalah aturan-aturan tindakan yang wajib, berdasar pada
pertimbangan dan pengalaman yang mengatur kegiatan
dari semua Komponen Gerakan pada setiap saat. Sejak 1965, Buku Pictet pun menjadi dasar pertimbangan
tertulis dan resmi diumumkan pada Konferensi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit ke-20 di Viena. Namun
demikian, pada 1979 Pictet baru bisa menulis uraian
tentang prinsip dasar yang ditulisnya.
Secara resmi, Konferensi Internasional Palang Merah dan
Bulan Sabit Merah ke-25 tahun mengadopsi Tujuh Prinsip
Dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional dan memasukannya kedalam pembukaan statuta
baru.
Ketujuh Prinsip Dasar Gerakan itu meliputi:
1. Kemanusiaan
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Internasional didirikan berdasarkan keinginan
memberi pertolongan tanpa membedakan korban
yang terluka di dalam pertempuran, mencegah
dan mengatasi penderitaan sesama manusia.
Palang merah menumbuhkan saling pengertian,
persahabatan, kerja sama, dan perdamaian
abadi bagi sesama manusia.
2. Kesamaan
Gerakan ini tidak membuat perbedaan atas dasar
kebangsaan, kesukuan, agama atau pandangan
politik. Tujuannya semata-mata mengurangi penderitaan manusia sesuai dengan kebutuhannya
dan mendahulukan keadaan yang paling parah.
3. Kenetralan
Agar senantiasa mendapat kepercayaan dari
semua pihak, Gerakan ini tidak boleh memihak
atau melibatkan diri dalam pertentangan politik,
kesukuan, agama atau ideologi.
4. Kemandirian
Gerakan ini bersifat mandiri. Selain membantu
pemerintahnya dalam bidang kemanusiaan,
perhimpunan nasional harus menaati peraturan
negaranya dan harus selalu menjaga otonominya
sehingga dapat bertindak sejalan dengan PrinsipPrinsip dasar Gerakan.
5. Kesukarelaan
Gerakan ini adalah Gerakan pemberi bantuan
sukarela yang tidak didasari oleh keinginan untuk
mencari keuntungan apa pun.
6. Kesatuan
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Internasional adalah bersifat semesta. Setiap
perhimpunan nasional mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dalam menolong sesama
manusia.
7. Kesemestaan
Di dalam suatu negara hanya ada satu perhimpunan palang merah atau bulan sabit merah yang
terbuka untuk semua orang dan melaksanakan
tugas kemanusiaan di seluruh wilayah.
33
kenali PMI Lambang Palang Merah, Bulan Sabit Merah dan Kristal Merah
LAMBANG PALANG MERAH,
BULAN SABIT MERAH
DAN KRISTAL MERAH
Sekilas Sejarah
Dua gagasan Henry Dunant yang dituangkan dalam bukunya “Kenangan dari Solferino” (A Memory of Solferino)
telah disepakati dalam Konferensi Internasional. Usulan
yang pertama terwujud dengan dibentuknya perhimpunan
nasional palang merah atau bulan sabit merah di banyak
negara. Usulan kedua terwujud dengan disusunnya empat
buah Konvensi Jenewa 1949 yang dewasa ini telah disetujui oleh semua negara di dunia.
Kesepakatan internasional untuk menyepakati terciptanya lambang palang merah berawal pada Oktober 1863.
Adalah Komite Tetap Internasional untuk Pertolongan
Prajurit yang Terluka, atas bantuan pemerintah Swiss,
berhasil melangsungkan Konferensi Internasional pertama
di Jenewa yang dihadiri oleh perwakilan dari 16 negara.
Konferensi tersebut menyepakati satu konvensi yang terdiri atas sepuluh pasal, diantaranya adalah ditetapkannya
tanda khusus bagi sukarelawan yang memberi pertolongan prajurit yang luka di medan pertempuran yaitu
Palang Merah diatas dasar putih.
Delegasi dari konferensi pada 1863 akhirnya memilih
Lambang Palang Merah di atas dasar putih, warna kebalikan dari bendera nasional negara Swiss (palang putih diatas dasar merah) sebagai bentuk penghormatan
terhadap negara Swiss. Selain itu, bentuk palang merah
pun memberikan keuntungan teknis karena dinilai memiliki desain yang sederhana sehingga mudah dikenali dan
mudah dibuat. Pada 1864 Lambang Palang Merah di atas
dasar putih secara resmi diakui sebagai tanda pengenal
pelayanan medis angkatan bersenjata.
Ketentuan mengenai bentuk dan penggunaan lambang
palang merah dan lambang bulan sabit merah ada dalam:
1) Konvensi Jenewa I 1949, pasal 38-45.
2) Konvensi Jenewa II 1949, pasal 41-45.
3) Protokol Tambahan I, 1977.
4) Ketetapan Konferensi Internasional Palang Merah
XX, 1965.
5) Hasil kerja Dewan Delegasi Gerakan Palang
Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional,
1991.
Aturan penggunaan lambang bagi perhimpunan nasional
maupun bagi lembaga yang menjalin kerja sama dengan perhimpunan nasional, misalnya untuk penggalangan dana dan kegiatan sosial lainnya tercantum dalam
“Aturan Penggunaan Lambang Palang Merah dan Bulan
Sabit Merah oleh Perhimpunan Nasional”. Peraturan ini
diadopsi di Budapest pada November 1991 dan mulai
berlaku sejak 1992.
Lambang Tambahan
Lambang Bulan Sabit Merah dan Lambang
Singa & Matahari Merah
Pada tahun 1876, Kerajaan Ottoman (saat ini Turki) mengusulkan untuk digunakannya lambang selain palang merah
diatas dasar putih, yaitu bulan sabit merah diatas dasar
putih oleh tentara kerajaan.
Gagasan itu pun perlahan-lahan mulai diterima. Pada Konferensi Internasional 1929 secara resmi lambang bulan
sabit merah diadopsi sebagai lambang yang diakui dalam
Konvensi Jenewa, bersamaan dengan lambang singa dan
matahari merah di atas dasar putih yang saat itu diusulkan
oleh Persia (kini Iran). Namun pada 1980, Republik Iran memutuskan untuk tidak lagi menggunakan lambang tersebut
dan memilih memakai lambang bulan sabit merah.
Lambang Kristal Merah
Melalui Konferensi Internasional ke-29 (2005), sebuah
keputusan penting lahir yaitu diadopsinya Lambang
kristal merah sebagai lambang keempat dalam Gerakan
dan memiliki status yang sama dengan lambang lainnya
35
kenali PMI Lambang Palang Merah, Bulan Sabit Merah dan Kristal Merah
yaitu lambang palang merah dan lambang bulan sabit
merah.
Konferensi Internasional yang mengesahkan Lambang
kristal merah tersebut mengadopsi Protokol Tambahan III
tentang penambahan lambang kristal merah untuk gerakan, yang sudah disahkan sebelumnya pada Konferensi
Diplomatik pada 2005.
Penggunaan lambang kristal merah memilliki dua pilihan:
a) Dapat digunakan secara penuh oleh suatu perhimpunan nasional, dalam arti mengganti lambang
palang merah atau lambang bulan sabit merah
yang sudah digunakan sebelumnya
b) Menggunakan Lambang Kristal Merah dalam waktu
tertentu saja ketika lambang lainnya tidak dapat
diterima di suatu daerah. Artinya, baik Perhimpunan Nasional, ICRC dan Federasi Internasional
pun dapat menggunakan Lambang Kristal Merah
pada suatu operasi kemanusiaan tanpa mengganti
kebijakan mengubah lambang sepenuhnya.
Pada prinsipnya lambang kristal merah mengandung arti,
diantaranya:
a) Tidak menggantikan Lambang Palang Merah atau
Lambang Bulan Sabit Merah.
b) Memperbanyak pilihan lambang.
c) Berkontribusi bagi terwujudnya prinsip kesemestaan dari Gerakan.
d) Memperkuat nilai perlindungan dari lambanglambang yang ada.
e) Memberikan leksibilitas yang lebih besar dalam
hal penggunaan lambang.
f) Mengakhiri pertambahan jenis lambang.
Fungsi Lambang
Lambang Palang Merah dan Lambang Bulan Sabit Merah
mempunyai dua fungsi, yaitu:
Tanda Pelindung
Apabila lambang digunakan sebagai tanda pelindung, lambang tersebut harus menimbulkan sebuah reaksi otomatis
untuk menahan diri dan menghormati di antara kombatan.
Lambang harus selalu ditampakkan dalam bentuknya yang
asli. Dengan kata lain, tidak boleh ada sesuatu pun yang
ditambahkan padanya, baik terhadap Lambang Palang
Merah, Lambang Bulan Sabit Merah ataupun pada dasarnya
yang putih. Karena lambang tersebut harus dapat dikenali
dari jarak jauh, maka ukurannya harus besar yaitu sebesar
yang diperlukan dalam situasi perang (dapat terlihat dari
kejauhan)
Lambang menandakan adanya perlindungan bagi personel medis dan keagamaan angkatan bersenjata, unit dan
fasilitas medis angkatan bersenjata, unit dan transportasi
medis Perhimpunan Nasional apabila digunakan sebagai
perbantuan terhadap pelayanan medis angkatan bersenjata, dan peralatan medis.
Tanda Pengenal
Apabila digunakan sebagai tanda pengenal, lambang
tersebut harus dalam ukuran kecil, berfungsi pula untuk
mengingatkan bahwa institusi di atas bekerja sesuai dengan
Prinsip Dasar Gerakan. Pemakaian lambang sebagai tanda pengenal juga menunjukan bahwa seseorang, sebuah
kendaraan atau bangunan berkaitan dengan Gerakan.
37
kenali PMI Lambang Palang Merah, Bulan Sabit Merah dan Kristal Merah
Untuk itu, Gerakan secara organisasi dapat mengatur secara teknis penggunaan tanda pengenal, misalnya seragam, bangunan, kendaraan, dan sebagainya. Penggunaan
lambang sebagai tanda pengenal pun harus didasarkan
pada undang-undang nasional mengenai lambang untuk
Perhimpunan Nasionalnya.
Aturan Penggunaan Lambang
1.Penggunaan lambang sebagai tanda pelindung
a) Pada masa konlik bersenjata, yang berhak
menggunakan lambang adalah:
• Personil dinas medis dan personil keagamaan
dari angkatan bersenjata
• Personil medis, unit dan alat transportasi medis
dari Perhimpunan Nasional yang diperbantukan
pada dinas medis angkatan bersenjata dan tunduk pada hukum dan peraturan militer
• Dengan izin tertulis dari pemerintah dan dengan pengawasan pemerintah: rumah sakit sipil,
semua unit medis sipil dan perhimpunan-perhimpunan bantuan serta sarana-sarana medis sukarela lainnya, staf mereka dan alat transportasi
yang ditugasi untuk merawat dan mengangkut
korban luka, korban sakit, dan korban karam
b) Pada masa damai, yang berhak menggunakan
lambang adalah:
• Personil dinas medis dan personil keagamaan
angkatan bersenjata
• Sarana dan alat transportasi medis Perhimpunan Nasional yang difungsikan sebagai sarana
dan alat transportasi medis pada masa konlik
bersenjata dengan persetujuan dari pihak berwenang
2.Penggunaan lambang sebagai tanda pengenal
a) Pada masa konlik bersenjata yang berhak menggunakan lambang adalah:
• Perhimpunan Nasional
• Federasi Internasional
• ICRC
b) Pada masa damai yang berhak menggunakan
lambang adalah:
• Badan-badan, individu-individu, dan objek-objek
yang ada kaitannya dengan salah satu Komponen
Gerakan yaitu Perhimpunan Nasional, ICRC dan
Federasi Internasional.
• Ambulans dan posko pertolongan pertama yang
berfungsi semata-mata untuk menyediakan perawatan gratis bagi korban luka dan korban sakit
dalam situasi perkecualian/luar biasa, sesuai
dengan peraturan perundang-undangan nasional
dan dengan izin tertulis dari Perhimpunan Nasional
39
kenali PMI Lambang Palang Merah, Bulan Sabit Merah dan Kristal Merah
Penyalahgunaan Lambang
Bentuk-bentuk penyalahgunaan lambang yaitu:
1. Peniruan (Imitation):
Penggunaan tanda-tanda yang dapat disalah
mengerti sebagai Lambang Palang Merah atau
Lambang Bulan Sabit Merah (misalnya, warna dan
bentuk yang mirip). Biasanya digunakan untuk tujuan komersial.
2. Penggunaan yang tidak tepat (Usurpation):
Penggunaan Lambang Palang Merah atau Lambang
Bulan Sabit Merah oleh kelompok atau perseorangan (perusahaan
komersial, organisasi nonpemerintah, perseorangan, dokter swasta, apoteker dsb) atau penggunaan lambang oleh orang
yang berhak namun digunakan untuk tujuan yang
tidak sesuai dengan Prinsip Dasar Gerakan (misalnya, seseorang yang berhak menggunakan lambang namun menggunakannya untuk dapat mele-
wati batas negara dengan lebih mudah pada saat
tidak sedang tugas).
3. Penggunaan yang melanggar ketentuan/pelanggaran berat (Peridy/Grave misuse)
Penggunaan Lambang Palang Merah atau Lambang Bulan Sabit Merah dalam masa perang untuk
melindungi kombatan bersenjata atau perlengkapan militer (misalnya, ambulans atau helikopter ditandai dengan lambang untuk mengangkut
kombatan yang bersenjata; tempat penimbunan
amunisi dilindungi dengan bendera palang merah)
dianggap sebagai kejahatan perang.
Salinan dari salinan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA SERIKAT
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT
No. 25 TAHUN 1950
KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT
Mendengar
Menimbang
Menteri Kesehatan dan Menteri Kehakiman
bahwa menurut perdjandjian-peralihan dalam penjerahan kedaulatan oleh
Keradjaan Belanda kepada Republik Indonesia Serikat semua
perdjandjian internasional jang dilakukan oleh Keradjaan Belanda dan
berlaku di Indonesia, tetap berlaku untuk Republik Indonesia Serikat,
asal sadja dalam perdjandjian internasional itu, karena aturan-aturan jang
dimuatnja, menjebabkan Republik Indonesia Serikat ta’ mungkin dapat
ikut serta ;
Menimbang bahwa conventie Geneva tentang pekerdjaan palang-merah
(1864,1906,1949) adalah suatu perdjandjian internasional seperti
dimaksud diatas jang tetap beriaku untuk Republik Indonesia Serikat ;
Menimbang bahwa untuk memenuhi bunjinya Conventie tersebut dianggap perlu
adanya suatu perhimpunan jang mendjalankan pekerdjaan palang merah ;
Menimbang bahwa dalam perdjoangan bangsa Indonesia mentjapai kemerdekaan dan
kedaulatan tanah air, pekerdjaan palang-merah itu di-kerdjakan dengan
memuaskan oleh”Perhimpunan Palang Merah Indonesia”, jang menurut
anggaran dasarnja dan dengan njata telah menundjukkan sebagai
perhimpunan jang memberi peaolongan dengan sukarbla baik kepada
umum maupun kepada badan Pemerintahan istimewa dalam arti fatsal
26 daripada Convientie Geneva;
Menimbang bahwa sudah selajaknja kalau pekeriaan itu seterusnya diserahkan
kepada perhimpunan tersebut dan menundjuknya sebagai satu-satunya
organisasi jang dapat mendjalankan pekerdjaan palang-merah menurut
Conventie tersebut di Republik Indonesia serta mengakuinja sebagai
badan hukum;
Memperhatikan fatsal 5 perdjandiian-peralihan penierahan kedaulatan, dan fatsal-fatsal
68, 117, 118, 119, 192 dan 193 Konstitutie Republik Indonesia Serikat
dan fatsal 2 dari Peraturan pe7 ngakuan perkumpulan, sebagai badan
hukum (1870 no. 64);
Menetapkan :
Meng’esahkan Anggaran Dasar dari dan mengakui sebagai badan-hukum
‘Perhimpunan Palang Merah Indonesia’
menundjuk “Perhimpunan palang Merah Indonesia” sebagai satu-satunya
organisasi untuk mendjalankan pekerdjaan palangmerah di Republik Indonesia
Serikat menurut Conventie Geneva (1864, 1906, 1929,1949).
Dietapkan di Djakarta pada tanggal 16-1 -’50
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,
ttd.
SOEKARNO
MENTERIKESEHATAN
ttd.
J. LEIMENA
MENTERI KEHAKIMAN
ttd.
SUPOMO
Dikeluarkan di Djakarta pada
tanggal 16 Djanuari 1950.
DIREKTUR KABINET PRESIDEN
ttd.
A.K PRINGGODIGDO
Disalin sesuai aslinya oleh
Markas Besar PMI, 28 - 3 - 1989
ttd.
Dr. H. Soesanto Mangoensadjito
Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)
Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor: 59 TAHUN 1958 (59/1958)
Tanggal: 4 JULI 1958 (JAKARTA)
Sumber: LN 1958/109; TLN NO. 1644
Tentang: IKUT-SERTA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DALAM SELURUH KONPENSI
JENEWA TANGGAL 12 AGUSTUS 1949
ndeks: REPUBLIK INDONESIA. KONPENSI JENEWA TANGGAL 12 AGUSTUS 1949.
Presiden Republik Indonesia,
Menimbang:
1. bahwa atas nama Negara Republik Indonesia Menteri Luar Negeri dengan suratnya
tertanggal 5 Pebruari 1951 No. 10341 telah menyatakan kesediaan Negara Republik
Indonesia untuk ikut-serta dalam seluruh Konpensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949, yaitu:
a. Konpensi tentang perbaikan nasib anggota-anggota yang luka dan sakit dalam Angkatan
Perang di darat;
b. Konpensi tentang perbaikan nasib anggota-anggota yang luka, sakit dan korban-korban
karam dari Angkatan Perang di laut;
c. Konpensi tentang perlakuan tawanan perang;
d. Konpensi tentang perlidungan rakyat sipil dalam masa perang dan memang sudah
sewajarnya Republik Indonesia menjadi peserta dalam Konpensi-konpensi tersebut;
2. bahwa untuk menjadi negara peserta dalam sesuatu konpensi diperlukan persetujuan
undang-undang;
3. bahwa berhubung dengan sub 1 dan 2 perlu mengadakan Undang-undang tentang
persetujuan atas ikut-sertanya Negara Republik Indonesia dalam Konpensi-konpensi
tersebut;
Mengingat:
Pasal 89 dan pasal 120 ayat 2 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia;
Dengan persetujuan dewan Perwakilan Rakyat;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG IKUT-SERTA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DALAM
SELURUH KONPENSI JENEWA TANGGAL 12 AGUSTUS 1949.
Pasal 1.
Ikut-sertanya Negara Republik Indonesia dalam seluruh Konpensi Jenewa tanggal 12 Agustus
1949, yang salinannya dilampirkan pada undang-undang ini disetujui.
Pasal 2.
Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang
ini dengan penampatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 4 Juli 1958.
Presiden Republik Indonesia,
ttd.
SUKARNO.
Diundangkan
pada tanggal 31 Juli 1958,
Menteri Kehakiman,
Menteri Luar Negeri,
Menteri Pertahanan,
Menteri Kesehatan,
ttd.
ttd.
ttd.
ttd.
G.A. MAENGKOM.
Subandrio.
JUANDA.
AZIS SALEH
salinan dari salinan
(dengan penyesuaian ejaan)
LEMBARAN NEGARA
REPUBLIKINDONESIA
No. 14, 1962. Tanda Dan Kata-Kata Palang Merah. Pemakaian/Penggunaan.
PERATURAN PENGUASA PERANG TERTINGGI NO. 1 TAHUN 1962
TENTANG
PEMAKAIAN/PENGGUNAAN TANDA DAN KATA-KATA PALANG MERAH
KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PENGUASA PERANG
TERTINGGI
Menimbang: bahwa tanda palang merah atas dasar putih yang lazim dikenal
sebagai “Tanda Palang Merah” dan kata-kata “Palang Merah” seringkali disalahgunakan
oleh mereka yang tidak berhak menggunakannya, maka oleh karena itu untuk
ketertiban umum perlu diadakan suatu peraturan tentang pemakaian/penggunaan tanda
palang merah dan kata-kata palang merah;
Mengingat :
1. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 315 tahun 1959 No. 3 tahun 1960 dan
353 tahun 1960;
2. Pasal 10 berhubungan dengan pasal 23 dan 36 Undang-undang No. 23 Prp tahun
1959 (Lembaran Negara tahun 1959 No. 139—Tambahan Lembaran-Negara No.
1908) tentang Keadaan Bahaya, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
No. 52 Prp tahun 1960 (Lembaran-Negara tahun 1960 No. 170—Tambahan
Lembaran Negara No. 2113);
3. Undang-undang No. 59 tahun 1958 tentang ikut serta Negara Republik Indonesia
dalam seluruh Konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949 (Lembaran-Negara tahun
1958 No. 109—Tambahan Lembaran-Negara No. 1644);
Mendengar: Pertimbangan Pengurus Besar Palang Merah Indonesia dan suratnya
No. 442/Sekr tanggal 15 Februari 1962.
M e m u t u s k a n:
Menetapkan:
Peraturan tentang Pemakaian/Penggunaan Tanda dan
Kata-kata Palang Merah, sebagai berikut:
Pasal 1.
Tanda palang merah atas dasar putih, selanjutnya disebut “Tanda Palang Merah” dan
kata-kata “Palang Merah” hanya boleh digunakan untuk menandakan atau untuk
melindungi petugas-petugas, bangunan-bangunan, alat-alat, yang dilindungi oleh
Konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949.
Pasal 2.
(1) Yang diperkenankan memakai/mempergunakan tanda palang merah dan/atau katakata
palang merah adalah:
a. Komite Palang Merah Internasional,
b. Jawatan Kesehatan Angkatan Darat,
c. Jawatan Kesehatan Angkatan Laut,
d. Jawatan Kesehatan Angkatan Udara,
e. Palang Merah Indonesia,
f. Badan-badan/Perkumpulan-perkumpulan atau perseorangan yang melakukan usahausaha
pemberian pertolongan kepada orang-orang yang luka atau sakit, sepanjang
pemberian pertolongan tersebut diberikan dengan cuma-cuma dan setelah mendapat
persetujuan dari Palang Merah Indonesia. Pemakaian ini hanya meliputi pemberian
tanda pada kendaraan-kendaraan yang digunakan sebagai ambulans dan sebagai
penujuk tempat-tempat pos Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P.P.P.K.).
(2) Dalam keadaan perang-nyata, yang diperkenankan memakai/ mempergunakan tanda
palang merah dan kata-kata palang merah, adalah:
a. Komite Palang Merah Internasional,
b. Jawatan Kesehatan Angkatan Darat,
c. Jawatan Kesehatan Angkatan Laut,
d. Jawatan Kesehatan Angkatan Udara,
e. Palang Merah Indonesia, yang diperbantukan kepada Jawatan-jawatan Kesehatan
Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara,
f. Petugas-petugas penolong yang telah diakui secara resmi dan telah ditunjuk secara
resmi pula untuk membantu Jawatan-jawatan Kesehatan Angkatan Perang,
g. Petugas-petugas kerohanian Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara,
h. Dengan persetujuan khusus dari Pemerintah Republik Indonesia, tanda palang
merah dapat digunakan untuk menandakan bangunan-bangunan dan petugas-petugas
rumah sakit umum, lingkungan-lingkungan rumah-rumah sakit dan tempat tempattempat
yang disediakan untuk orang-orang luka dan sakit, alat-alat pengangkutan
yang digunakan oleh badan-badan penolong karam di laut, yang telah diakui dengan
resmi, iring-iringan kendaraan sakit, kereta-kereta sakit, kapal-kapal atau pesawat
udara, untuk pengangkutan rakyat sipil yang luka atau sakit, cacat atau lemah dan
wanita-wanita hamil.
Pasal 3.
Dilarang memakai/menggunakan tanda palang merah dan/atau kata-kata palang merah
atau kata-kata lain yang merupakan tiruan dari padanya atau yang memungkinkan
kekeliruan dengannya oleh perseorangan, perkumpulan-perkumpulan, badan-badan,
perusahaan-perusahaan atau apa pun juga namanya, selain dari pada mereka yang
diperkenankan sebagaimana yang tersebut dalam pasal 2 Peraturan ini.
Pasal 4.
Ketentuan-ketentuan yang tersebut dalam pasal-pasal 1,2 dan 3 Peraturan ini berlaku
juga bagi tanda-tanda yang berbentuk “Bulan Sabit Merah” atau “Singa Merah dan
Matahari” di atas dasar putih, demikian pula dengan perkataan-perkataan “Bulan Sabit”
atau “Singa Merah dan Matahari.”
Pasal 5.
Barangsiapa melakukan perbuatan yang dilarang dalam ketentuan yang tersebut dalam
pasal 3 Peraturan ini, dihukum dengan hukuman sebagaimana yang telah ditentukan
dalam pasal 47 Undang-Undang No. 23 tahun 1959 (Lembaran-Negara tahun 1959 No.
139) tentang Keadaan Bahaya, ialah hukuman kurungan selama-lamanya sembilan
bulan atau denda setinggi-tingginya dua puluh ribu rupiah.
Pasal 6.
Terhadap barang-barang yang digunakan dalam atau diperoleh dari tindak pidana yang
tersebut dalam pasal 5 berhubungan dengan pasal 3 Peraturan ini, dapat dikenakan
ketentuan sebagaimana yang dimaksudkan dalam pasal 47 ayat (2) dan (3) Undangundang
No. 23 Prp tahun 1959 (Lembaran-Negara tahun 1959 No. 139) tentang
Keadaan Bahaya.
Pasal 7.
Tindak pidana yang tersebut dalam pasal 5 berhubungan dengan pasal 3 Peraturan ini,
sebagaimana yang telah ditentukan dalam pasal 58 Undang-undang No. 23 Prp tahun
1959 (Lembaran-Negara tahun 1959 No. 139) tentang Keadaan Bahaya adalah termasuk
pelanggaran.
Pasal 8.
Peraturan ini berlaku untuk daerah-daerah yang berlangsung dalam keadaan darurat
sipil, keadaan darurat militer dan keadaan perang.
Pasal 9.
Peraturan ini mulai berlaku pada hari diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 3 April 1962.
Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang
Republik Indonesia selaku
Penguasa Perang Tertinggi,
SUKARNO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 3 April 1962.
Sekretaris Negara,
MOHD. ICHSAN
Sekretariat Negara
Kabinet Presiden
Sts. 3272/12/63-50
Salinan dari salinan
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
No. 246 TAHUN 1963
TENTANG
Menimbang
Mongingat
PERHIMPUNAN PALANG MERAH INDONESIA
KAMI. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
a. bahwa Perhimpunan Palang Merah Indonesia merupakan suatu organisasi nasional
jang berdiri atas azas perikemanusiaan dan karena sangat sesuai dengan falsafah
negara ‘ PANCASILA’
b. bahwa Perhimpunan Palang Merah Indonesia selama ini telah menundjukkan akti
vitasnja sebagai perhimpunan jang selalu memberi penolongan dengan sukarela
baik kepada umum maupun kepada badan-badan pemerintahan;
c. bahwa sampai saat ini belum ada peraturan tentang Perhimpunan Palang Merah
tersebut, sehingga dipandang perlu segera menetapkan peraturan tentang Perhimpu
nan Palang Merah Indonesia, terutama mengenai kedudukan dan tugasnia;
1. Pasal 4 aiat 1 Undang-undang Dasar.
2. Keputusan Presiden No. 25 tahun 1950 tentang pengesahan Anggaran Dasar dan
pengakuan sebagai badan hukum ‘Palang Merah Indonesia’ dan penundjukkan
Palang Merah Indonesia sebagai satusatunia organisasi untuk melaksanakan pekerd
jaan palang merah di Negara Republik Indonesia
menurut Konvensi Dienewa;
3. Undang-undang No. 59 tahun 1952 tentang Ikut seria Negara Republik Indonesia
dalam seluruh Konvensi Djenewa tanggal 12 Agustus 1949;
Mendengar Wakil Perdana Menteri 11, Menteri Koordinator
Kompartemen Penahanan/Keamanan dan Menteri Koordinator Kompartemen Kesedjahteraan;
MEMUTUSKAN
KEPUTUSAN PRESIDEN
TENTANG PERHIMPUNAN
PALANG MERAH INDONESIA
BABI
KETENTUAN Umum
Pasal1
(1) Perhimpunan Palang Merah Indonesia selandjutnja disebut PMI, adalah suatu organisasi nasional,
jang berdiri alas azas perikemanusiaan dan atas dasar sukarela dengan tidak membedabedakan
bangsa, golongan dan faham politik.
(2) PMI bertanggungdjawab kepada Pemerintah mengenai terlaksananja dengan baik tugas-tugas PMI
sebagaimana tersebut dalam Anggaran Dasar PMI.
(3) Pengurus besar PMI benanggungdjawab mengenai pelaksanaan tugas-tugasnia sebagaimana termaktub dalam pasal 7 -Anggaran Dasar PMI kepada Wakil Perdana Menteri
BAB 11
TUGAS POKOK
DAN KEGIATAN-KEGIATAN
Pasal 2
(1) PMI berindak atas nama Pemerintah Republik Indonesia tentang pelaksanaan hubungan luar negeri
dalam lapangan kepalangmerahan untuk memenuhi sjarat-siarat jang ditentukan dalam Konnvensi
Djenewa terhadap dunia luar.
(2) Disamping tugas-tugas jang termaktub pada ajat(l) diatas, PMI mempersiapkan diri untuk dapat
melaksanakan tugas-tugas baik didalam negeri maupun diluar negeri dengan tudjuan tugas-tugas
bantuan pertama pada tiap-tiap bentiana alam jang terjadi baik didalam negeri maupun diluar negeri dengan tudjuan untuk mentjari ketangkasanketangkasan dalam melaksanakan tugas-tugas pada
waktu ada perang disampingnja tudjuan pokok dari PM I dalam lapangan perikemanusiaan.
Pasal 3
(1) Untuk dapat melaksanakan ketentuan dalam pasal 2 PMI mengusahakan ikut senania bangsa Indonesiassetjara maksimat dala lapangan tenaga maupun dana materi.
(2) Tiap tahun kepada Pemerint&h harus diadjukan rentjana kerdja tahun berikutnja dan laporan
tentang kegiatan tahun jang lampau. Rentjana kerdja dan laporan ini diadjukan selambat-lambatnja
pada tanggal 1 April tiap tahun.
Pasal 4
(1) Untuk melaksanakan ketentuan dalam pasal 1 ajat (3) Menteri Koordinator Kompartemen Pertahanan/Keamanan menjusun sebagai tugas serta hak-hak antara Angkatan Bersendjata dan PMI
dengan memperhatikan ketentuanketentuan dalam Konvensi Djenewa.
(2) Tugas ini diperintji untuk dilaksanakan dalam waktu perang dan dalam waktu damai.
Pasal 5
Untuk melaksanakan ketentuan dalam pasal 2 ajat (2) Menteri Koordinator Kompartemen Kesedjahteraan mengatur pembagian tugas dan hak-hak antara Departemen-departemen dalam
Kompanemen Kesedjahteraan dengan PMI dengan memperhatikan peraturanperaturan jang
dikeluarkan oleh Liga Palang merah.
Pasal 6
Untuk melaksanakan ketentuan dalam pasal 3 ajat (1) PMI harus mendapatkan pengesahan lebih dahulu dari wakil Perdana Menteri terutama dalam hal kegiatan ‘fundraising’.
BAB III
ATURAN PENUTUP
Pasal 7
Kecuali tentang hal-hal jang telah ditentukan dalam Keputusan ini Wakil Perdana Menteri meniadakan peraturan tentang segala sesuatu jang berhubungan dengan kepalang-merahan dengan mendengar
pertimbangan dari Pengurus Besar PMI.
Pasal 8
Keputusan ini mulai beriaku pada hari ditetapkannja.
Ditetapkan di Djakarta
pada tanggal : 29 Nopember 1963
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
Soekarno
Sesuai dengan jang asli
Wakil Sekretaris Negara
ttd.
SANTOSO (S. H.)
BRIG.JEN. TNI.
Disalin sesuai dengan aslinya oleh
Markas Besar Palang Merah Indonesia
Jakarta, 28 Maret 1989
ttd.
Dr. H. SOESANTO MANGOENSADJITO
Siapa pun yang ingin mengenal PMI
lebih dalam, layak membaca buku
ini. Pasalnya, selain berisi tentang
sejarah awal berdirinya PMI, buku
ini pun mengisahkan tentang kaitan
PMI dengan Gerakan Palang Merah
dan Bulan Sabit Merah Internasional.
Ya Bagi mereka yang tidak mengenal dunia Gerakan, tentu akan bingung membedakan antara palang
merah/bulan sabit merah nasional
dengan palang merah/bulan sabit
merah internasional atau bahkan
menagangap bahwa palang merah
berbeda adanya dengan bulan sabit
merah yang ada di suatu Negara.
Untuk itu agar tidak semakin
bingung dan salah dalam memahami PMI dan Gerakan Palang Merah
dan Bulan Sabit Merah Internasional,
tidak salah jika kemudian anda
menjadikan buku ini menjadi sumber referensi yang wajib dibaca.