Academia.eduAcademia.edu

KENALI PMI

HUKUM PERIKEMANUSIAAN INTERNASIONAL

KENALI PMI KENALI PMI Edisi I. Jakarta: PMI 2009 ISBN: 978-979-3375-58-2 Edisi Pertama: Juli 2009 Hak Cipta@Palang Merah Indonesia Pengarah: M.R. Aswi Reksaningtyas Penyusun: Seven Audi Sapta Editor: F.Sidikah R Ilustrasi: Indra Yogasara Tata Letak: Aulia Imam Ramadhan Disusun atas dukungan: IFRC (International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies/Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah) DAFTAR ISI Perhimpunan Palang Merah Indonesia (PMI) • Dasar Hukum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . • Asas dan Tujuan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . • Keanggotaan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . • Struktur Organisasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . • Perbendaharaan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . • Kegiatan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . • Logo . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . • PMI Daerah di Indonesia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 4 4 6 7 8 21 22 Palang Merah Internasional • Sekilas Sejarah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . • Komponen Gerakan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 23 25 Prinsip Dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional Asal-usul . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 31 Lambang Palang Merah, Bulan Sabit Merah dan Kristal Merah • Sekilas sejarah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . • Lambang Tambahan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . • Fungsi Lambang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . • Aturan Penggunaan Lambang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . • Penyalahgunaan Lambang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 33 34 35 37 39 KATA PENGANTAR Tak kenal maka tak sayang. Demikian pepatah yang seringkali kita dengar, untuk mengenal sesuatu lebih dalam, termasuk mengenal diri kita sendiri. Untuk itulah buku ini dibuat, agar kita dapat mengenali lebih dalam apa itu Palang Merah Indonesia. Buku ini, secara khusus ditujukan untuk seluruh insan PMI, baik Pengurus, staf dan relawan. Semuanya adalah pilar penegak organisasi yang kita cintai ini. Ibarat tulang rusuk, semuanya menempati setiap sisi yang ada dan tak tergantikan. Tak lengkap rasanya jika salah satu tulang rusuk itu patah atau tak tegak berada di tempatnya. Secara umum, buku ini pun ditujukan kepada masyarakat luas, agar dapat mengenal perhimpunan nasionalnya. Mengenal organisasi perhimpunan sukarelawan, yang berasal dari masyarakat dan untuk masyarakat itu sendiri. Pembaca, Semoga dengan hadirnya buku ini, kita bisa lebih mengenal secara utuh, rumah tempat kita berbakti bagi kemanusiaan yaitu Palang Merah Indonesia. Siamo Tutti Fratelli, kita semua bersaudara… Salam Kemanusiaan, Pengurus Pusat PALANG MERAH INDONESIA Sekretaris Jenderal, Iyang D. Sukandar 01 kenali PMI Perhimpunan Palang Merah Indonesia PERHIMPUNAN PALANG MERAH INDONESIA Sekilas Sejarah Berdirinya Perhimpunan Palang Merah Indonesia (PMI) sebenarnya sudah dimulai sejak masa sebelum Perang Dunia Ke-II. Saat itu, tepatnya pada 21 Oktober 1873 pemerintah Kolonial Belanda mendirikan organisasi Palang Merah di Indonesia dengan nama Het Nederland-Indische Rode Kruis (NIRK) yang kemudian berubah menjadi Nederlands Rode Kruis Afdeling Indie (NERKAI). Seiring dengan pergeseran waktu, timbul semangat untuk mendirikan PMI tepatnya diawali sekitar 1932. Rencana pendirian dipelopori oleh dr. RCL Senduk dan dr. Bahder Djohan. Rencana itu mendapat dukungan luas terutama dari kalangan terpelajar Indonesia. Mereka berusaha keras membawa rancangan tersebut dalam Sidang Konferensi NERKAI pada 1940 walaupun akhirnya ditolak. Dengan sangat terpaksa, rancangan tersebut disimpan untuk menanti kesempatan yang lebih tepat. Seperti tak kenal menyerah, saat pendudukan Jepang mereka kembali mencoba untuk membentuk suatu Badan Palang Merah Nasional. Namun gagal juga karena mendapat halangan dari pemerintah tentara Jepang sehingga untuk kedua kalinya rancangan itu pun harus disimpan. Akhirnya momentum datang. Tepat tujuh belas hari setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 yaitu pada 3 September 1945, Presiden Soekarno mengeluarkan perintah untuk membentuk suatu Badan Palang Merah Nasional. Atas perintah Presiden, maka dr. Buntaran yang saat itu menjabat Menteri Kesehatan Republik Indonesia Kabinet I, membentuk panitia lima pada 5 September 1945. Panitia itu terdiri atas: dr. R. Mochtar (Ketua), dr. Bahder Djohan (Penulis), serta tiga orang anggota, yaitu dr. Djuhana, dr. Marzuki dan dr. Sitanala. Akhirnya pada 17 September 1945, Perhimpunan PMI berhasil dibentuk dan diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden RI. Pasca pembentukan, PMI mulai merintis kegiatannya dengan memberi bantuan korban perang revolusi kemerdekaan Indonesia dan pengembalian tawanan perang sekutu maupun Jepang. PMI terus melakukan kegiatan pemberian bantuan hingga akhirnya melalui Keputusan Presiden (Keppres) RIS (Keppres) Nomor 25 tanggal 16 Januari 1950 yang diperkuat dengan Keppres Nomor 246 tanggal 29 November 1963, Pemerintah Indonesia mengakui keberadaan PMI. Secara Internasional pada 15 Juni 1950, keberadaan PMI diakui oleh Komite Internasional Palang Merah (International Committee of the Red Cross) atau disingkat ICRC. Setelah itu PMI diterima menjadi anggota Perhimpunan Nasional ke-68 oleh Liga Perhimpunan Palang Merah pada 16 Oktober 1950. Berikut adalah nama-nama tokoh yang pernah menjabat Ketua PMI: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Ketua PMI I (1945-1946) Ketua PMI II (1946-1948) Ketua PMI III (1948-1952) Ketua PMI IV (1952-1954) Ketua PMI V (1954-1966) Ketua PMI VI (1966-1969) Ketua PMI VII (1970-1982) Ketua PMI VIII (1982-1986) Ketua PMI IX (1986-1994) Ketua PMI X (1994-1999) Ketua PMI XI (1999- ) : : : : : : : : : : : Drs. Mohammad Hatta Soetardjo Kartohadikoesoemo BPH. Bintoro Prof. Dr. Bahder Djohan K.G.P.A.A. Paku alam VIII Letnan Jenderal Basuki Rachmat Prof. Dr. Satrio Dr. H. Soeyoso Soemodimedjo Dr. H. Ibnu Sutowo Dra. Siti Hardiyanti Rukmana Mar’ie Muhammad 03 kenali PMI Perhimpunan Palang Merah Indonesia Dasar Hukum PMI Keberadaan Perhimpunan PMI dengan segala aktivitasnya di Indonesia, mendapat pengakuan melalui: 1.Keputusan Presiden (Keppres) RIS Nomor 25 tanggal 16 Januari 1950. Menunjuk Perhimpunan Palang Merah Indonesia sebagai satu-satunya organisasi untuk menjalankan pekerjaan Palang Merah di Republik Indonesia Serikat menurut Conventie Geneve (1864,1906,1929,1949). 2.Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 246 tanggal 29 November 1963. Melalui Keppres ini Pemerintah Republik Indonesia mengesahkan “Tugas pokok dan kegiatan-kegiatan Palang Merah Indonesia yang berasaskan perikemanusiaan dan atas dasar sukarela dengan tidak membeda-bedakan bangsa, golongan, dan paham politik”. 3.Peraturan Menteri Birhub/1972. Kesehatan RI Nomor 023/ Berdasarkan peraturan ini, PMI dapat menyelenggarakan pertolongan pertama maupun menyelenggarakan pendidikan pertolongan pertama serta dapat mendirikan pos pertolongan pertama. 4.Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 1980. Peraturan ini memberikan tugas khusus kepada Perhimpunan PMI untuk menyelenggarakan Upaya Kesehatan Transfusi Darah (UKTD). 5.Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PMI disahkan pertama kali oleh pemerintah melalui Keputusan Presiden (Keppres) RIS Nomor 25 Tahun 1950. Namun pada perkembangannya, AD/ART dapat disempurnakan oleh Musyawarah Nasional PMI. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PMI, diantaranya mengatur tentang: nama, waktu, status, dan kedudukan, asas dan tujuan, prinsip dasar, lambang dan lagu, pelindung, keanggotaan, susunan organisasi, kepengurusan, perbendaharaan, maupun pembinaan. Asas dan Tujuan PMI berasaskan Pancasila. Sedangkan tujuannya adalah membantu meringankan penderitaan sesama manusia apapun sebabnya dengan tidak membedakan agama, bangsa, suku, bahasa, warna kulit, jenis kelamin, golongan dan pandangan politik. Keanggotaan Menurut ketentuan AD/ART PMI, yang disebut anggota PMI adalah setiap Warga Negara Indonesia yang bersedia menjadi anggota. Mereka terdiri atas: 1. Anggota Remaja a) Berusia 10-17 tahun atau mereka yang seusia Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dan belum menikah. b) Hak dan kewajiban anggota remaja dilaksanakan melalui wadah Palang Merah Remaja (PMR). c) Mendaftarkan diri kepada Unit PMR di wilayah domisili yang bersangkutan. d) Keabsahan sebagai anggota remaja dinyatakan oleh tercantumnya nama anggota yang bersangkutan dalam buku daftar anggota di PMI Cabang dan kepadanya diberikan kartu anggota. e) Ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan anggota remaja ditentukan oleh Pengurus Pusat. 2. Anggota Biasa a) Berusia 18 tahun atau telah menikah. b) Dapat bergabung dalam wadah kegiatan Korps Sukarela (KSR). c) Anggota biasa yang memiliki keahlian khusus yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang kegiatan PMI dapat menjadi Tenaga Sukarela (TSR). d) Mendaftarkan diri kepada Pengurus Cabang PMI di 05 kenali PMI Perhimpunan Palang Merah Indonesia wilayah domisili yang bersangkutan. e) Keabsahan sebagai anggota biasa dinyatakan oleh tercantumnya nama anggota yang bersangkutan dalam buku daftar anggota di PMI Cabang dan kepadanya diberikan kartu anggota. f) Ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan Korps Sukarela ditentukan oleh pengurus pusat. 3. Anggota Luar Biasa a) Warga negara asing yang telah berusia 18 tahun atau telah menikah. b) Anggota luar biasa yang memiliki keahlian khusus yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang kegiatan PMI dapat menjadi Tenaga Suka Rela (TSR). c) Mendaftarkan diri kepada Pengurus Cabang PMI di wilayah domisili yang bersangkutan. d) Keabsahan sebagai anggota luar biasa dinyatakan oleh tercantumnya nama anggota yang bersangkutan dalam buku daftar anggota di PMI Cabang dan kepadanya diberikan kartu anggota. e) Ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan anggota luar biasa ditentukan oleh Pengurus Pusat 4. Anggota Kehormatan a) Mereka yang dianggap telah berjasa memberikan sumbangan yang sangat berarti terhadap kemajuan PMI. b) Diangkat dengan Surat Keputusan Pengurus Pusat berdasarkan usulan pengurus pusat, daerah atau pengurus cabang. c) Ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan anggota kehormatan ditentukan oleh pengurus pusat. Struktur Organisasi Perhimpunan PMI adalah lembaga sosial kemanusiaan yang netral dan mandiri yang didirikan dengan tujuan meringankan penderitaan sesama manusia, apapun sebabnya dengan tidak membedakan agama, bangsa, suku bangsa, bahasa, warna kulit, jenis kelamin, golongan dan pandangan politik. Tugas pemerintah yang diserahkan kepada PMI adalah: 1) Tugas–tugas yang erat hubungannya dengan Konvensi Jenewa dan ketentuan-ketentuan Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC), sebagai lembaga yang menghimpun keanggotaan perhimpunan nasional. 2) Tugas khusus untuk melakukan tugas pelayanan transfusi darah berupa pengadaan, pengolahan dan penyediaan darah yang tepat bagi masyarakat yang membutuhkan. Prinsip bantuan PMI, yaitu: a) Memberikan bantuan kepada korban pertikaian bersenjata (berdasarkan Konvensi-Konvensi Jenewa 1949) dan korban bencana alam yang dilaksanakan secara otonom sejalan dengan Prinsip Dasar Gerakan dan bekerjasama dengan pemerintahnya. b) Bantuan PMI bersifat darurat dan langsung serta merupakan pendukung/pelengkap dari bantuan pemerintah. 07 kenali PMI Perhimpunan Palang Merah Indonesia Secara struktural, PMI memiliki ikatan atau mata rantai organisasi yang sangat kuat, mulai dari tingkat pusat sampai tingkat ranting. Berikut adalah struktur organisasi PMI. PELINDUNG MUSYAWARAH NASIONAL PENGURUS PUSAT MARKAS PUSAT MUSYAWARAH DAERAH PELINDUNG PENGURUS DAERAH MARKAS DAERAH PELINDUNG MUSYAWARAH CABANG PENGURUS CABANG MARKAS CABANG PELINDUNG PENGURUS RANTING Perbendaharaan Perbendaharaan PMI adalah seluruh inventaris yang berupa uang, barang-barang bergerak, barang-barang tidak bergerak termasuk surat-surat berharga milik PMI. Pada tingkat pengurus PMI, baik pusat, daerah maupun cabang memiliki tanggung jawab untuk mengelola perbendaharaan PMI. Artinya: 1) Pengurus Pusat mempertanggungjawabkan perbendaharaan yang diperoleh, pengelolaan dan penggunaannya kepada musyawarah nasional. 2) Pengurus Daerah mempertanggungjawabkan per- bendaharaan yang diperoleh, pengelolaan dan penggunaannya kepada musyawarah daerah dan melaporkan kepada Pengurus Pusat. 3) Pengurus Cabang mempertanggungjawabkan mengenai perbendaharaan yang diperoleh, pengelolaan dan penggunaannya kepada musyawarah cabang dan melaporkan kepada Pengurus Daerah. Sumber dana PMI diperoleh dari: a) Bulan Dana yang dilaksanakan oleh PMI Cabang berdasarkan persetujuan pihak berwenang di wilayahnya. b) Bantuan/subsidi pemerintah pusat/provinsi/ pemerintah kabupaten/kota. c) Sumbangan masyarakat sepanjang waktu melalui berbagai usaha. d) Usaha-usaha lain yang sah dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan peraturan PMI. Kegiatan PMI Diseminasi nilai-nilai palang merah dan Hukum Perikemanusiaan Internasional (HPI) Diseminasi pengetahuan Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, prinsip dasar gerakan, lambang palang merah dan lambang bulan sabit merah serta Hukum Perikemanusiaan Internasional (HPI) adalah mandat yang harus dilakukan PMI sebagai perhimpunan nasional di Indonesia. HPI adalah sebuah cabang dari hukum internasional yang berisi ketentuan-ketentuan mengenai perlindungan bagi korban perang dan mengenai pembatasan alat (sarana) dan metode (cara) bertempur dalam rangka sengketa bersenjata internasional ataupun non-internasional. HPI dikenal pula dengan nama lain, yaitu Hukum Perang (the Law of War), Hukum Sengketa Bersenjata (the Law of Armed Conlict) dan Hukum Humaniter Internasional (International Humanitarian Law) Penyebarluasan (diseminasi) pengetahuan HPI seperti diatur dalam Konvensi Jenewa 1949 pada dasarnya adalah kewajiban pihak peserta. Artinya, tanggung jawab utama 09 kenali PMI Perhimpunan Palang Merah Indonesia dalam peran tersebut ada pada pemerintah negara yang telah meratiikasi Konvensi-Konvensi Jenewa 1949, termasuk Indonesia yang telah meratiikasi nya berdasarkan Undang-Undang Nomor 59 tahun 1958. Konvensi Jenewa 1949 terdiri atas: a) Kovensi Jenewa I: Perbaikan keadaan yang luka dan sakit dalam angkatan bersenjata di medan pertempuran darat b) Kovensi Jenewa II: Perbaikan keadaan anggota angkatan bersenjata di laut yang luka, sakit, dan korban karam c) Kovensi Jenewa III: Perlakuan tawanan perang d) Kovensi Jenewa IV: Perlindungan penduduk sipil di waktu perang Keputusan Presiden RIS Nomor 25 tahun 1950 dan Keputusan Presiden Nomor 246 tahun 1963 mengukuhkan keberadaan PMI sebagai satu-satunya organisasi yang menjalankan tugas-tugas palang merah di wilayah Republik Indonesia. Artinya, PMI juga memiliki tugas untuk membantu pemerintah Indonesia dalam melaksanakan penyebarluasan HPI. Pelaksanaan diseminasi dapat dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan, diantaranya pelatihan, seminar, publikasi, atau kegiatan promosi lainnya. Penanganan Bencana a) Pra-Bencana Kegiatan yang dilakukan pada masa pra-bencana, antara lain: • Kesiapsiagaan Adalah upaya-upaya yang memungkinkan masyarakat (individu, kelompok, organisasi) dapat mengatasi bahaya peristiwa alam, melalui pembentukan struktur dan mekanisme tanggap darurat yang sistematis. Tujuannya adalah untuk meminimalkan korban jiwa dan kerusakan saranasarana pelayanan umum. Kesiapsiagaan Bencana meliputi: upaya mengurangi tingkat resiko, formulasi Rencana Darurat Bencana (Disasters Plan), pengelolaan sumber-sumber daya masyarakat, pelatihan warga di lokasi rawan bencana. • Sistem peringatan dini dan informasi manajemen bencana Informasi-informasi yang diberikan kepada masyarakat tentang kapan suatu bahaya peristiwa alam dapat diidentiikasi dan penilaian tentang kemungkinan dampaknya pada suatu wilayah tertentu. • Mitigasi Mitigasi adalah serangkaian tindakan yang dilakukan sejak awal untuk menghadapi suatu peristiwa alam dengan mengurangi atau meminimalkan dampak peristiwa alam tersebut terhadap kelangsungan hidup manusia dan lingkungan hidupnya (struktural). Upaya penyadaran masyarakat terhadap potensi dan kerawanan (hazard) lingkungan dimana mereka berada, sehingga mereka dapat mengelola upaya kesiapsiagaan terhadap bencana antara lain dengan cara: • Pembangunan dam penahan banjir atau ombak • Penanaman pohon bakau • Penghijauan hutan • Penyadaran risiko dan dampak bencana Penyadaran risiko dan dampak bencana kaitannya dengan pengembangan KBBM (Kesiapsiagaan Bencana Berbasis Masyarakat) atau disebut juga CBDP (Community Based Disaster Preparedness-), terutama di wilayah rawan bencana. KBBM adalah program yang mengupayakan pemberdayaan kapasitas masyarakat agar dapat mengambil inisiatif dan melakukan tindakan dalam meminimalkan dampak bencana yang terjadi di lingkungannya. Hingga kini PMI telah mengembangkan program berbasis masyarakat dalam bentuk Program Pengurangan Risiko Terpadu Berbasis Masyarakat, disingkat PERTAMA (Integrated Community Based Risk Reduction-ICBRR) • PERTAMA adalah program berbasis masyarakat yang mendorong pemberdayaan kapasitas ma- 11 kenali PMI Perhimpunan Palang Merah Indonesia syarakat untuk menyiagakan diri dalam mencegah serta mengurangi dampak dan risiko bencana yang terjadi di tempat tinggalnya. • PERTAMA diterapkan di daerah rawan banjir, longsor, gempa, letusan gunung api, gelombang pasang dan tsunami. • Sasaran utama program PERTAMA adalah meningkatkan kapasitas masyarakat dalam merespon dan menanggulangi dampak bencana serta memperkuat kapasitas PMI dalam memberikan bantuan kepada korban bencana tepat pada waktunya. • Tujuan umum program PERTAMA adalah untuk mengurangi kerentanan masyarakat yang rawan terhadap bahaya. • Tujuan khusus pengembangan program PERTAMA, yaitu: a) Meningkatkan kapasitas masyarakat dalam tanggap bencana dan mitigasi dampak dan bahaya. b) Penguatan kapasitas PMI untuk memberikan bantuan yang tepat waktu kepada masyarakat yang terkena bencana. b) Saat Bencana Kegiatan yang dilakukan pada saat bencana adalah merupakan kegiatan respon tanggap darurat berupa: • • • • • • Evakuasi korban Pertolongan pertama Penampungan darurat Pendirian dapur umum Penyediaan air bersih dan sanitasi Relief c) Pasca Bencana Pelaksanaan program rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana meliputi : • Rehabilitasi: Serangkaian kegiatan yang dapat membantu korban bencana untuk kembali pada kehidupan normal yang kemudian diintegrasikan kembali pada fungsi-fungsi yang ada di masyarakat, termasuk didalamnya adalah mencakup: • Penanganan korban trauma psikologis. • Renovasi atau perbaikan sarana-sarana umum, • Penyediaan perumahan dan tempat penampungan. • Penyediaan lapangan kegiatan untuk memulai hidup baru. • Program dukungan mata pencaharian (livelihood). • Pemulihan Hubungan Keluarga atau disebut juga RFL (Restoring Family Links) • Rekonstruksi: Adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan situasi seperti sebelum terjadinya bencana, termasuk pembangunan infrastruktur, menghidupkan akses sumber-sumber ekonomi, perbaikan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat yang berorientasi pada pembangunan. Tujuannya adalah mengurangi dampak bencana yang berdampak pada pemberian manfaat secara ekonomis pada masyarakat. Berikut adalah Tahap Tanggap Darurat Bencana. a) Kesiapsiagaan individu Kesiapsiagaan individu merupakan hal-hal yang harus diperhatikan sebelum terlibat dalam tindakan tanggap darurat, karena menyangkut keselamatan diri dan seluruh anggota lainnya. Termasuk didalam Kesiapsiagaan individu adalah koordinasi penanggulangan bencana. Namun karena hal ini dilakukan dalam setiap tahap tindakan tanggap darurat, maka koordinasi penanggulangan bencana akan dibahas tersendiri. b) Koordinasi Penanggulangan Bencana Koordinasi penanggulangan bencana adalah segala bentuk komunikasi, baik komunikasi internal maupun eksternal yang bertujuan untuk mendukung kegiatan penanggulangan bencana. Koordinasi dilakukan dalam 13 kenali PMI Perhimpunan Palang Merah Indonesia setiap tahapan pada tanggap darurat. c) Assessment Assessment adalah penilaian keadaan. Seperti koordinasi, assessment juga dilakukan dalam setiap tahapan dalam tanggap darurat. Namun untuk tindakan awal, yang harus dilakukan adalah assessment cepat (rapid assessment) yang dilanjutkan dengan assessment detil (details assessment). d) Rencana Operasi atau Service Delivery Plan (SDP) Rencana Operasi atau Service Delivery Plan adalah sebuah perencanaan yang dibuat berdasarkan hasil dari assessment. Rencana Operasi juga merupakan perwujudan dari Action Plan. e) Distribusi Bantuan Distribusi Bantuan atau relief adalah langkah berikutnya setelah SDP disetujui. Dalam distribusi bantuan juga terkait mengenai masalah pergudangan. f) Monitoring dan evaluasi Monitoring dan evaluasi adalah metode untuk memantau kegiatan. Secara garis besar, yang dipantau adalah kegiatan distribusi bantuan, namun dapat juga melihat keseluruhan proses tanggap darurat. Tujuan dari fase tanggap darurat adalah: • Membatasi korban dan kerusakan • Mengurangi penderitaan • Mengembalikan kehidupan dan sistem masyarakat • Mitigasi kerusakan dan kerugian • Sebagai dasar untuk pengembalian kondisi Kebijakan Tanggap Darurat Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, meliputi: a) Memberikan bantuan kepada golongan yang paling rentan. b) Berperan sebagai perpanjangan tangan dari pelayanan sosial pemerintah. c) Melaksanakan tanggap darurat sesuai dengan Prinsip Dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. d) Bekerja sesuai dengan kompetensi palang merah, namun tetap harus mengikutsertakan masyarakat penerima bantuan dalam perencanaan dan pelaksanaan program. e) Kegiatan berdasarkan pada perencanaan kesiapsiagaan yang telah ditetapkan. f) Bekerja sama dengan masyarakat untuk ketahanan program. g) Program darurat terus dilanjutkan hingga ancaman sudah berkurang dan bila akan dilanjutkan maka lebih berfokus pada kerangka mekanisme rehabiltasi. h) Memaksimalkan keunggulan strategi Federasi Internasional untuk memobilisasi semua sumber yang ada. Pelayanan Sosial dan Kesehatan Masyarakat Tujuan program pelayanan sosial dan kesehatan masyarakat: a) Menyediakan respon cepat dan tepat saat bencana. b) Berpartisipasi aktif dalam pengendalian penyakit menular, misalnya HIV/AIDS, Flu Burung, Malaria, TBC, maupun Demam Berdarah c) Meningkatkan kapasitas masyarakat rentan melalui pendekatan (Community Based First Aid) CBFA & memerhatikan faktor pencegahan melalui perbaikan hygiene, sanitasi, dan gizi d) Menyediakan pelayanan sosial bagi kelompok rentan tertentu, misalnya bagi kelompok lanjut usia (Lansia) dan anak jalanan (anjal) e) Meningkatkan kapasitas staf dan membina jaringan secara utuh dan kuat antar PMI Daerah dan PMI Cabang Kegiatan pelayanan sosial dan kesehatan Masyarakat terbagi atas: 1) Pelayanan Sosial Bantuan PMI dalam bentuk pelayanan atau jasa kepada masyarakat yang memerlukan. Bantuan ini difokuskan pada upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat tersebut dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya. 2) Pelayanan Kesehatan Masyarakat Bantuan PMI dalam bentuk jasa atau upaya-upaya lain untuk memperbaiki perilaku kesehatan masyarakat, mendukung kegiatan pelayanan kesehatan, pemberian pemulihan kesehatan, latihan dan pendidikan dasar untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam 15 kenali PMI Perhimpunan Palang Merah Indonesia memelihara kesehatannya. Pelayanan kesehatan masyarakat diantaranya adalah: a) Pelayanan kesehatan dengan komponen CBFAWater Sanitation (air bersih & sanitasi). Sejak 1999 PMI memusatkan perhatiannya pada kegiatan yang berbasis masyarakat, salah satunya adalah CBFA serta program air bersih dan sanitasi. PMI juga memusatkan perhatiannya pada tugas kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan kegiatan peningkatan kemandirian masyarakat. b) Program kesehatan masyarakat dilakukan dengan menggunakan pendekatan Pendidikan Remaja Sebaya (PRS) atau Youth Peer Education. PRS merupakan upaya PMI dalam memberdayakan remaja secara mandiri khususnya untuk peningkatan kesehatan dan kesejahteraan. c) Program kesehatan masyarakat dilakukan dengan menggunakan pendekatan Pendidikan Wanita Sebaya (PWS) Women Peer Education. PWS bertujuan mengembangkan ketrampilan hidup para wanita usia produktif (25-35 tahun) melalui pengalihan informasi dan pendidikan ketrampilan hidup diantara wanita sebaya. Pembinaan PMR dan Relawan Pembinaan PMR dan Relawan dilakukan dalam rangka meningkatkan kapasitas sumber daya PMI. Pembinaan dilakukan melalui beragam kegiatan secara tepat, berkualitas dan mengandung nilai-nilai Gerakan. Sasaran pembinaan untuk Palang Merah Remaja (PMR) meliputi anggota remaja pada tingkat Mula, Madya dan Wira. Sedangkan untuk relawan meliputi anggota biasa yang berada dalam wadah Korps Sukarela (KSR) dan Tenaga Sukarela (TSR). Pembinaan untuk kalangan PMR terkonsentrasi di sekolah dan di tingkat PMI Cabang setempat. Adapun untuk anggota yang bernaung dalam wadah KSR dibina di lingkungan perguruan tinggi dan di lingkungan PMI Cabang setempat. Begitu pula untuk TSR, ada yang dibina pada tingkat ranting (kecamatan) dan ada juga di tingkat PMI Cabang. Fase Pembinaan KSR/TSR Pembinaan relawan dilakukan secara periodik dan sistematis di masing-masing PMI Cabang. Hal ini dilakukan untuk tetap mempertahankan eksistensi, kualitas dan kapasitas anggota. Tentunya hal ini merupakan langkah untuk mempersiapkan sumber daya manusia PMI yang selalu siap dalam kondisi apapun, baik damai maupun saat bencana. Berikut adalah fase pembinaan yang dilakukan untuk para Relawan PMI: 1) Rekrutmen. Didasarkan pada syarat menjadi anggota dan prosedural yang dibuat tanpa bertentangan dengan Prinsip Dasar Gerakan 2) Pelatihan/orientasi Setiap anggota baru wajib diberikan orientasi kepalangmerahan, baik itu pengurus, staf maupun relawan. 3) Penugasan dan mobilisisasi Relawan PMI selalu siap secara sukarela untuk menjalankan tugas antara lain: a) Kesiapsiagaan bencana/konlik (Preparedness). b) Penanganan bencana/konlik (Response). c) Pelayanan Sosial dan Kesehatan masyarakat. d) Mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh PMI. e) Ikut mengembangkan organisasi PMI, misalnya sebagai: •Fasilitator dalam pembinaan PMR. •Relawan penggalangan dana untuk PMI Cabang. •Pelatih dalam pelatihan (sesuai kompetensi yang dimiliki). •Diseminator kepalangmerahan. •Peserta forum/rapat penyusunan rencana kerja/ program. 4) Pengembangan kapasitas Dalam pengembangan kapasitas organisasi, relawan memiliki kedudukan dan peran yang sangat vital, diantaranya: a) Unsur terdepan yang memberikan pelayanan ke- 17 kenali PMI Perhimpunan Palang Merah Indonesia pada masyarakat. b) Penggerak mesin organisasi yang sangat diperhitungkan. c) Motivator penting dalam penetapan kebijakan dan program PMI. d) Berperan dalam forum relawan. e) Berperan dalam proses penggalangan dana di PMI Cabang atau PMI Daerah (Planning- OrganizingActuating). f) Sebagai pelatih atau fasilitator dalam pelatihan PMR berdasarkan kompetensinya. g) Bekerja sama dengan staf dalam melakukan pengembangan PMR & Relawan. Salah satu aspek yang paling menonjol dan membedakan Gerakan dengan organisasi lainnya adalah relawan. Keberadaan yang kuat dari relawan dalam organisasi bukan hanya membedakan tapi juga menjadi keunggulan komperatif dari Gerakan. Berikut adalah keunggulan mendasar bagi organisasi untuk mengoptimalkan peran relawan, yaitu: a) Relawan adalah bagian dari masyarakat b) Relawan adalah kegiatan yang dapat digabungkan dengan aktiitas harian dari masing-masing individu sehingga tidak memberatkan dan membosankan sehingga dapat dengan mudah diadopsi dan dilakukan c) Relawan membawa keberagaman keahlian dan spesialisasi (Staf suatu organisasi dapat memiliki keahlian tertentu, akan tetapi dengan jumlah relawan yang lebih banyak mereka akan membawa variasi keahlian dan spesialisasi yang juga lebih banyak) 5. Pelayanan Tranfusi Darah Peraturan Pemerintah Nomor 18/1980 telah memberikan penugasan kepada PMI untuk menyelenggarakan Upaya Kesehatan Transfusi Darah (UKTD). UKTD ini dilaksanakan dengan pembentukan Unit Tranfusi Darah (UTD) PMI yang merupakan Unit Pelayanan Teknis (UPT) yang diatur dan bertanggung jawab kepada PMI di masing-masing jajarannya. Cakupan tugas UKTD antara lain: • • • • Pengerahan dan pelestarian donor darah. Pengambilan darah donor. Pengolahan dan pengamanan darah. Penyimpanan dan pendistribusian darah. Tugas UKTD harus dilakukan dengan sebaik-baiknya sesuai standar yang telah ditetapkan, sehingga darah yang dihasilkan adalah darah yang keamanannya terjamin. Kelancaran pelaksanaan UKTD sangat terkait dengan dukungan faktor ketenagaan, peralatan, dana dan sistim pengelolaannya yang pada hakikatnya memerlukan biaya. Biaya yang dibutuhkan untuk proses kegiatan tersebut adalah biaya pengelolaan darah (Service Cost). Penarikan service cost atau biaya pengelolaan darah untuk pemakaian darah dilakukan semata-mata sebagai penggantian biaya pengelolaan darah sejak darah diambil dari donor sukarela sampai darah ditransfusikan pada orang sakit; bukan untuk membayar darah. Pengelolaan darah adalah tahapan kegiatan untuk mendapatkan darah sampai dengan kondisi siap pakai yang mencakup antara lain: • Rekruitmen donor. • Pengambilan darah donor. • Pemeriksaan uji saring. • Pemisahan darah menjadi komponen darah. • Pemeriksaan golongan darah. • Pemeriksaan kococokan darah donor dengan pasien. • Penyimpanan darah. • Biaya lain-lain. Selain itu untuk melaksanakan proses di atas, dibutuhkan sarana penunjang teknis dan personil seperti: • Kantong darah. • Peralatan untuk mengambil darah. • Reagensia untuk memeriksa uji saring, pemeriksaan golongan darah, kecocokan darah donor dan pasien. • Alat-alat untuk menyimpan dan alat pemisah darah menjadi komponen darah. • Peralatan untuk pemeriksaan. 19 kenali PMI Perhimpunan Palang Merah Indonesia • Pasokan daya listrik. • Personil PMI yang ahli. Syarat Menjadi Donor Darah : a) Usia 17-60 tahun (pada usia 17 tahun diperbolehkan menjadi donor bila mendapat ijin tertulis dari orangtua. Sampai usia tahun donor masih dapat menyumbangkan darahnya dengan jarak penyumbangan 3 bulan atas pertimbangan dokter). b) Berat badan minimum 45 kg. c) Temperatur tubuh: 36,6 - 37,5o C (oral). d) Tekanan darah baik, yaitu: • Sistole :110 - 160 mm Hg. • Diastole : 70 - 100 mm Hg. e) Denyut nadi : Teratur 50 - 100 kali/ menit. f) Haemoglobin • Wanita : minimal 12 gr % • Pria : minimal 12,5 gr % g) Jumlah penyumbangan pertahun paling banyak 4 kali dengan jarak penyumbangan sekurangkurangnya 3 bulan. Keadaan ini harus sesuai dengan keadaan umum donor. Tidak boleh menjadi donor darah pada keadaan: • Pernah menderita hepatitis. • Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah kontak erat dengan penderita hepatitis. • Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah transfusi. • Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah tattoo/tindik telinga. • Dalam jangka waktu 72 jam sesudah operasi gigi. • Dalam jangka wktu 6 bulan sesudah operasi kecil. • Dalam jangka waktu 12 bulan sesudah operasi besar. • Dalam jangka waktu 24 jam sesudah vaksinasi polio, inluenza, cholera, tetanus dipteria atau proilaksis. • Dalam jangka waktu 2 minggu sesudah vaksinasi virus hidup parotitis epidemica, measles, tetanus toxin. • Dalam jangka waktu 1 tahun sesudah injeksi terakhir imunisasi rabies therapeutic. • Dalam jangka waktu 1 minggu sesudah gejala alergi menghilang. • Dalam jangka waktu 1 tahun sesudah transplantasi kulit. • Sedang hamil dan dalam jangka waktu 6 bulan sesudah persalinan. • Sedang menyusui. • Ketergantungan obat. • Alkoholisme akut dan kronik. • Menderita Siilis. • Menderita tuberkulosa secara klinis. • Menderita epilepsi dan sering kejang. • Menderita penyakit kulit pada vena (pembuluh darah balik) yang akan ditusuk. • Mempunyai kecenderungan perdarahan atau penyakit darah, misalnya deisiensi G6PD, thalasemia, polibetemiavera. • Seseorang yang termasuk kelompok masyarakat yang mempunyai resiko tinggi untuk mendapatkan HIV/AIDS (homoseks, morinis, berganti-ganti pasangan seks, pemakai jarum suntik tidak steril). • Pengidap HIV/ AIDS menurut hasil pemeriksaan pada saat donor darah. Logo PMI Berdasarkan aturan AD/ART PMI, ketentuan Logo PMI sebagai berikut. 1) PMI menggunakan logo yang berlambang palang merah di atas dasar warna putih sebagai tanda pelindung dan tanda pengenal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan nasional serta ketentuan-ketentuan penggunaan lambang yang berlaku bagi perhimpunan nasional. 2) Ukuran panjang palang horizontal sama dengan panjang palang vertikal. 3) Tanda palang merah dengan lingkaran bunga harus selalu berwarna merah dan terletak di atas dasar warna putih. 4) Lingkaran bunga dibuat dengan menggabungkan lima buah busur dan lingkaran bulat seperti membentuk gambar bunga berkelopak lima. 21 kenali PMI Perhimpunan Palang Merah Indonesia (Tata aturan penggunaan Logo PMI secara rinci dapat dilihat pada Pedoman Penerapan Identitas PMI berdasarkan Keputusan Pengurus Pusat Palang Merah Indonesia nomor: 119/KEP/PP PMI/V/2007 tentang Pedoman Penggunaan Identitas Organisasi Palang Merah Indonesia dan Keputusan Pengurus Pusat palang Merah Indonesia Nomor: 060 /KEP/PP PMI/III/2008 tentang Pedoman Penggunaan Lambang Palang Merah Indonesia Dalam Kegiatan Promosi, Diseminasi dan Penggalangan Dana) PMI Daerah di Indonesia Sejak didirikan pada 1945 hingga kini (2009), PMI telah berkembang pesat dan memiliki 33 markas daerah di tingkat provinsi dan 404 markas cabang di tingkat kabupaten/kota. Daftar PMI Daerah sebagai berikut: 1) PMI Daerah Nanggroe Aceh Darussalam; memiliki 21 PMI Cabang. 2) PMI Daerah Sumatera Barat; memiliki 16 PMI Cabang. 3) PMI Daerah Riau; memiliki 11 PMI Cabang. 4) PMI Daerah Sumatera Utara; memiliki 23 PMI Cabang. 5) PMI Daerah Jambi; memiliki 10 PMI Cabang 6) PMI Daerah Sumatera Selatan; memiliki 14 PMI Cabang 7) PMI Daerah Bangka Belitung; memiliki 5 PMI Cabang 8) PMI Daerah Bengkulu; memiliki 9 PMI Cabang 9) PMI Daerah Lampung; memiliki 10 PMI Cabang 10) PMI Daerah Kepulauan Riau; memiliki 3 PMI Cabang 11) PMI Daerah DKI Jakarta; memiliki 6 PMI Cabang 12) PMI Daerah Banten; memiliki 6 PMI Cabang 13) PMI Daerah Jawa Barat; memiliki 26 PMI Cabang 14) PMI Daerah Jawa Tengah; memiliki 35 PMI Cabang 15) PMI Daerah Jawa Timur; memiliki 38 PMI Cabang 16) PMI Daerah D.I.Yogyakarta; memiliki 5 PMI Cabang 17) PMI Daerah Bali; memiliki 9 PMI Cabang 18) PMI Daerah Nusa Tenggara Barat; memiliki 9 PMI Cabang 19) PMI Daerah Nusa Tenggara Timur; memiliki 16 PMI Cabang 20) PMI Daerah Maluku; memiliki 5 PMI Cabang 21) PMI Daerah Maluku Utara; memiliki 7 PMI Cabang 22) PMI Daerah Papua; memiliki 11 PMI Cabang 23) PMI Daerah Papua Barat; memiliki 3 PMI Cabang 24) PMI Daerah Kalimantan Barat; memiliki 12 PMI Cabang 25) PMI Daerah Kalimantan Tengah; memiliki 14 PMI Cabang 26) PMI Daerah Kalimantan Selatan; memiliki 11 PMI Cabang 27) PMI Daerah Kalimantan Timur; memiliki 12 PMI Cabang 28) PMI Daerah Gorontalo; memiliki 5 PMI Cabang 29) PMI Daerah Sulawesi Tengah; memiliki 8 PMI Cabang 30) PMI Daerah Sulawesi Utara; memiliki 9 PMI Cabang 31) PMI Daerah Sulawesi Tenggara; memiliki 8 PMI Cabang 32) PMI Daerah Sulawesi Selatan; memiliki 22 PMI Cabang 33) PMI Daerah Sulawesi Barat; memiliki 5 PMI Cabang 23 kenali PMI Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional GERAKAN PALANG MERAH DAN BULAN SABIT MERAH INTERNASIONAL Sekilas Sejarah Cikal bakal lahirnya Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional diawali dari suatu gagasan yang sangat brilian dari seorang Jean Henry Dunant, pengusaha berkebangsaan Swiss (1828–1910) yang hingga kini dikenal sebagai bapak pendiri palang merah. Bermula dari suatu kenangan yang telah menggugah hati, pikiran dan nurani kemanusiaan Henry Dunant disaat menyaksikan puluhan ribu korban tewas akibat pertempuran yang terjadi pada 24 Juni 1859 di Solferino, sebuah kota kecil yang terletak di dataran rendah Provinsi Lambordi, utara Italia. Kala itu Henry Dunant kebetulan lewat dalam perjalanannya untuk menemui Kaisar Napoleon III guna keperluan bisnis. Henry Dunant menyaksikan suatu pertempuran sengit antara prajurit Perancis dan Austria. Pertempuran yang berlangsung sekitar 16 jam dan melibatkan 320.000 orang prajurit itu menelan puluhan ribu korban tewas dan luka-luka. Sekitar 40 ribu orang meninggal dalam pertempuran. Menyaksikan pemandangan yang sangat mengerikan akibat pertempuran, membuat kesedihannya muncul dan terlupa akan tujuannya bertemu dengan kaisar. Dia mengumpulkan orang-orang dari desa-desa sekitarnya dan tinggal di sana selama tiga hari untuk dengan sungguh-sungguh menghabiskan waktunya merawat orang yang terluka. Ribuan orang yang terluka tanpa perawatan dibiarkan mati di tempat karena pelayanan medis yang tidak mencukupi jumlahnya dan tidak memadai dalam tugas dan keterampilan. Hal itu membuatnya sangat tergugah. Kata-kata bijaknya yang diungkapkan saat itu, Siamo tutti fratelli (Kita semua saudara) membuka hati para sukarelawan untuk melayani kawan maupun lawan tanpa membedakannya. Peristiwa inilah yang kemudian mendorong Henry Dunant untuk menuangkan perhatian atas kekejaman perang yang disaksikannya. Sekembalinya ke Swiss, Dunant semakin tergugah dan peduli atas tragedi peperangan itu. Berdasarkan serangkaian pengalamannya, terciptalah sebuah buku yang ditulis oleh Henry Dunant yang berjudul ‘Kenangan dari Solferino’ (A Memory of Solferino). Buku tersebut dibuat dan diterbitkan dengan biaya sendiri pada November 1862 hingga menggemparkan dataran Eropa. Buku ‘Kenangan dari Solferino’ memiliki dua gagasan penting, yaitu: 1) Membentuk organisasi perkumpulan sukarelawan internasional yang dapat dipersiapkan pendiriannya pada masa damai untuk menolong para prajurit yang cedera di medan perang. 2) Membuat perjanjian internasional guna melindungi prajurit yang cedera di medan perang serta perlindungan sukarelawan dan organisasi tersebut pada waktu memberikan pertolongan disaat perang. Pada 9 Februari 1863 di Jenewa, dibentuklah Komite Lima untuk memperjuangkan terwujudnya ide Henry Dunant. Mereka adalah Gustave Moynier, dr. Louis Appia, dr. Theodore Maunoir dan Jenderal Guillame-Hendri Dufour. Seiring perkembangannya, tepatnya 17 Februari 1863, Komite Lima berganti nama menjadi Komite Tetap Internasional untuk Pertolongan Prajurit yang Terluka. Dan kemudian pada Oktober 1863 atas bantuan Pemerintah Swiss, Komite ini berhasil melangsungkan Konferensi Internasional ke-1 di Jenewa. Hasil dari konferensi tersebut adalah disepakatinya satu 25 kenali PMI Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional konvensi yang terdiri atas sepuluh pasal. Diantaranya merupakan pasal krusial yaitu digantinya nama Komite Tetap Internasional untuk Menolong Prajurit yang Terluka menjadi Komite Internasional Palang Merah atau ICRC (International Committee of the Red Cross) dan ditetapkannya tanda khusus bagi sukarelawan yang memberi pertolongan prajurit yang luka di medan pertempuran yaitu palang merah diatas dasar putih yang berasal dari kebalikan bendera Swiss (palang putih diatas dasar merah). Sejak itu, negara-negara pun mulai mempuat organisasi sukarelawan sendiri, sehingga terbentuklah antara lain Palang Merah di Amerika, Inggris, Perancis, Itali dan sebagainya. Selanjutnya pada 1864 dengan mengacu pada gagasan kedua, atas prakarsa Pemerintah Federal Swiss diadakanlah Konferensi Internasional ke-2 yang dihadiri beberapa negara untuk menyetujui adanya “Konvensi perbaikan kondisi prajurit yang cedera di medan perang”. Konvensi ini kemudian disempurnakan dan dikembangkan menjadi Konvensi Jenewa I, II, III dan IV tahun 1949 atau juga dikenal sebagai Konvensi Palang Merah. Konvensi ini merupakan salah satu komponen dari Hukum Humaniter Internasional (HHI) atau disebut juga Hukum Perikemanusiaan Internasional (HPI) sebagai suatu ketentuan internasional yang mengatur perlindungan dan bantuan korban perang. Komponen Gerakan Saat ini Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional atau biasa disebut dengan Gerakan, terdiri atas 3 komponen, yaitu: Komite Internasional Palang Merah / International Committe of the Red Cross (ICRC) ICRC dibentuk pada 1863 dan merupakan badan netral yang mandiri. ICRC bukan organisasi yang dimiliki oleh beberapa negara atau bukan bagian dari badan organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sebagai sebuah lembaga yang mandiri, ICRC bertindak sebagai penengah yang netral antar negara yang berperang atau bermusuhan dalam konlik bersenjata internasional, konlik bersenjata non-Internasional dan pada kasus-kasus kekerasan internasional. Selain itu ICRC berusaha untuk menjamin bahwa korban kekerasan, baik penduduk sipil maupun militer menerima perlindungan dan pertolongan. ICRC adalah pelindung Prinsip Dasar Gerakan dan pengambil keputusan atas pengakuan perhimpunan-Perhimpunan Nasional, dimana dengan itu mereka menjadi bagian resmi dari Gerakan. ICRC bekerja untuk mengembangkan HPI, menjelaskan, mendiseminasikan dan memromosikan Konvensi Jenewa. ICRC juga melaksanakan kewajiban yang diembankan padanya berdasarkan konvensi-konvensi tersebut dan memastikan bahwa konvensi-konvensi itu dilaksanakan. Mandat ICRC: a) Memberikan perlindungan kepada korban militer maupun sipil sebagai akibat konlik bersenjata b) Memberikan bantuan sandang dan pangan, medis/sanitasi kepada korban konlik bersenjata c) Mempersatukan keluarga yang terpisah akibat perang d) Melakukan penyebarluasan HPI dan Prinsip Dasar Gerakan Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah / International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies (IFRC) IFRC atau lebih dikenal dengan sebutan Federasi Internasional, sebelumnya bernama Liga Palang Merah. IFRC didirikan setelah perang dunia I (1919) oleh Henry Pomerey Davidson, Presiden Komite Palang Merah Amerika. Gagasan pendirian didasari pada kondisi masyarakat yang sangat memprihatinkan pasca perang. Berdasarkan kondisi inilah dibutuhkan kerja sama yang kuat antar perhimpunan 27 kenali PMI Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional palang merah untuk meringankan penderitaan masyarakat. Henry P. Davidson kemudian mengusulkan pada konferensi internasional medis (April 1919, Cannes, Perancis) untuk memfederasikan perhimpunan palang merah dari berbagai negara menjadi sebuah organisasi setara dengan Liga Bangsa-Bangsa dalam hal peperangan dunia untuk memperbaiki kesehatan, mencegah penyakit dan mengu- rangi penderitaan. Secara formal pada 5 Mei 1919, Liga Perhimpunan Palang Merah kemudian terbentuk. Berdirinya liga ini atas komitmen bersama dari Perhimpunan Palang Merah Perancis, Inggris, Itali, Jepang dan Amerika Serikat. Tujuan utamanya adalah memperbaiki kesehatan masyarakat pada negaranegara yang sangat menderita setelah perang. Selain itu untuk memperkuat dan menyatukan aktivitas kesehatan yang sudah ada dalam perhimpunan palang merah dan untuk mempromosikan pembentukan perhimpunan baru. Pada 1991 keputusan diambil untuk mengubah nama Liga Perhimpunan Palang Merah menjadi Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah/IFRC (International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies). Bagian penting dari kerja Federasi Internasional adalah menyediakan dan mengkoordinasikan bantuan bagi korban bencana alam dan epidemi. Federasi Internasional yang semula bermarkas di Paris, sejak 1935 berpindah ke Jenewa hingga saat ini. Sekretariat Federasi Internasional dipimpin oleh seorang sekretaris jenderal dan dibantu para stafnya yang terdiri atas berbagai warga negara. Mandat IFRC: a) Menggiatkan pembentukan dan pengembangan Perhimpunan Nasional di seluruh dunia b) Bertindak selaku koordinator dan perantara antar Perhimpunan Nasional c) Memberikan saran dan membantu Perhimpunan Nasional dalam koordinasi bantuan internasional untuk korban bencana alam dan pengungsi diluar daerah pertikaian d) Membantu program pengembangan kesiapsiagaan bantuan bencana alam dari Perhimpunan Nasional e) Mengkoordinir dan menggiatkan pertukaran gagasan kemanusiaan bagi pendidikan remaja dan pemuda antar Perhimpunan Nasional dalam rangka membina persahabatan menuju terwujudnya perdamaian di seluruh dunia f) Membantu program penyebarluasan HPI dan Prinsip Dasar Gerakan Perhimpunan Nasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Perhimpunan Nasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah atau biasa disebut perhimpunan nasional adalah organisasi kemanusiaan yang ada di setiap negara anggota penandatangan Konvensi Jenewa. Tidak ada negara yang dapat memiliki lebih dari satu perhimpunan nasional. Sebelum sebuah perhimpunan disetujui oleh ICRC dan menjadi anggota Federasi Internasional, beberapa syarat ketat harus dipenuhi. Menurut Statuta Gerakan, Perhimpunan Nasional yang didirikan harus disetujui oleh ICRC. Untuk dapat memperoleh persetujuan dari ICRC, sebuah Perhimpunan Nasional harus memenuhi 10 syarat yaitu: a) Didirikan di suatu negara yang telah menyetujui Konvensi Jenewa untuk perbaikan kondisi prajurit yang cedera dan sakit di medan perang. b) Adalah satu-satunya Perhimpunan Nasional palang merah atau bulan sabit merah di negara 29 kenali PMI Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional tersebut dan pimpinannya harus berwenang untuk mewakili Perhimpunan Nasionalnya di lingkup Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. c) Diakui oleh pemerintah negaranya sebagai organisasi pendukung untuk instansi pemerintah dalam bantuan kemanusiaan. d) Bersifat mandiri untuk dapat bertindak sesuai dengan Prinsip Dasar. e) Memakai nama dan Lambang Palang Merah atau Lambang Bulan Sabit Merah. f) Diorganisir supaya dapat melaksanakan tugasnya pada waktu peperangan dan di masa damai seperti ditentukan oleh anggaran dasarnya. g) Melaksanakan tugas di seluruh wilayahnya. h) Menerima anggota tanpa membedakan ras, jenis kelamin, tingkat sosial, agama ataupun pandangan politik. i) Menyetujui Anggaran Dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional dan bekerja sama dengan semua bagian Gerakan. j) Menghormati Prinsip Dasar Gerakan dan mematuhi peraturan HPI dalam melaksanakan tugasnya. 31 kenali PMI Prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional PRINSIP DASAR GERAKAN PALANG MERAH DAN BULAN SABIT MERAH INTERNASIONAL Asal-Usul Keragaman pikiran, tindakan, sikap dan aktivitas dalam mengimplementasikan nilai-nilai Gerakan dari setiap perhimpunan nasional di seluruh negara, telah mengilhami lahirnya Prinsip Dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan sabit Merah Internasional. Usulan adanya Prinsip-Prinsip Dasar bagi Gerakan, semula terdapat pada Deklarasi Oxford (1946), namun teks masih berbentuk draf. Pada 1949, adanya prinsip dasar telah disebutkan pula dalam Konvensi I (pasal 44) dan Konvensi IV (pasal 63). Selanjutnya pada 1955, seorang professor dari Institut Henry Dunant bernama Jean Pictet, mulai menulis penelitiannya secara sistematik dan membagi prinsip menjadi 2 kategori, yaitu prinsip dasar (fundamental) dan prinsip organis (organic). Pada konteks palang merah, prinsip menurut Jean Pictet adalah aturan-aturan tindakan yang wajib, berdasar pada pertimbangan dan pengalaman yang mengatur kegiatan dari semua Komponen Gerakan pada setiap saat. Sejak 1965, Buku Pictet pun menjadi dasar pertimbangan tertulis dan resmi diumumkan pada Konferensi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit ke-20 di Viena. Namun demikian, pada 1979 Pictet baru bisa menulis uraian tentang prinsip dasar yang ditulisnya. Secara resmi, Konferensi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah ke-25 tahun mengadopsi Tujuh Prinsip Dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional dan memasukannya kedalam pembukaan statuta baru. Ketujuh Prinsip Dasar Gerakan itu meliputi: 1. Kemanusiaan Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional didirikan berdasarkan keinginan memberi pertolongan tanpa membedakan korban yang terluka di dalam pertempuran, mencegah dan mengatasi penderitaan sesama manusia. Palang merah menumbuhkan saling pengertian, persahabatan, kerja sama, dan perdamaian abadi bagi sesama manusia. 2. Kesamaan Gerakan ini tidak membuat perbedaan atas dasar kebangsaan, kesukuan, agama atau pandangan politik. Tujuannya semata-mata mengurangi penderitaan manusia sesuai dengan kebutuhannya dan mendahulukan keadaan yang paling parah. 3. Kenetralan Agar senantiasa mendapat kepercayaan dari semua pihak, Gerakan ini tidak boleh memihak atau melibatkan diri dalam pertentangan politik, kesukuan, agama atau ideologi. 4. Kemandirian Gerakan ini bersifat mandiri. Selain membantu pemerintahnya dalam bidang kemanusiaan, perhimpunan nasional harus menaati peraturan negaranya dan harus selalu menjaga otonominya sehingga dapat bertindak sejalan dengan PrinsipPrinsip dasar Gerakan. 5. Kesukarelaan Gerakan ini adalah Gerakan pemberi bantuan sukarela yang tidak didasari oleh keinginan untuk mencari keuntungan apa pun. 6. Kesatuan Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional adalah bersifat semesta. Setiap perhimpunan nasional mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dalam menolong sesama manusia. 7. Kesemestaan Di dalam suatu negara hanya ada satu perhimpunan palang merah atau bulan sabit merah yang terbuka untuk semua orang dan melaksanakan tugas kemanusiaan di seluruh wilayah. 33 kenali PMI Lambang Palang Merah, Bulan Sabit Merah dan Kristal Merah LAMBANG PALANG MERAH, BULAN SABIT MERAH DAN KRISTAL MERAH Sekilas Sejarah Dua gagasan Henry Dunant yang dituangkan dalam bukunya “Kenangan dari Solferino” (A Memory of Solferino) telah disepakati dalam Konferensi Internasional. Usulan yang pertama terwujud dengan dibentuknya perhimpunan nasional palang merah atau bulan sabit merah di banyak negara. Usulan kedua terwujud dengan disusunnya empat buah Konvensi Jenewa 1949 yang dewasa ini telah disetujui oleh semua negara di dunia. Kesepakatan internasional untuk menyepakati terciptanya lambang palang merah berawal pada Oktober 1863. Adalah Komite Tetap Internasional untuk Pertolongan Prajurit yang Terluka, atas bantuan pemerintah Swiss, berhasil melangsungkan Konferensi Internasional pertama di Jenewa yang dihadiri oleh perwakilan dari 16 negara. Konferensi tersebut menyepakati satu konvensi yang terdiri atas sepuluh pasal, diantaranya adalah ditetapkannya tanda khusus bagi sukarelawan yang memberi pertolongan prajurit yang luka di medan pertempuran yaitu Palang Merah diatas dasar putih. Delegasi dari konferensi pada 1863 akhirnya memilih Lambang Palang Merah di atas dasar putih, warna kebalikan dari bendera nasional negara Swiss (palang putih diatas dasar merah) sebagai bentuk penghormatan terhadap negara Swiss. Selain itu, bentuk palang merah pun memberikan keuntungan teknis karena dinilai memiliki desain yang sederhana sehingga mudah dikenali dan mudah dibuat. Pada 1864 Lambang Palang Merah di atas dasar putih secara resmi diakui sebagai tanda pengenal pelayanan medis angkatan bersenjata. Ketentuan mengenai bentuk dan penggunaan lambang palang merah dan lambang bulan sabit merah ada dalam: 1) Konvensi Jenewa I 1949, pasal 38-45. 2) Konvensi Jenewa II 1949, pasal 41-45. 3) Protokol Tambahan I, 1977. 4) Ketetapan Konferensi Internasional Palang Merah XX, 1965. 5) Hasil kerja Dewan Delegasi Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, 1991. Aturan penggunaan lambang bagi perhimpunan nasional maupun bagi lembaga yang menjalin kerja sama dengan perhimpunan nasional, misalnya untuk penggalangan dana dan kegiatan sosial lainnya tercantum dalam “Aturan Penggunaan Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah oleh Perhimpunan Nasional”. Peraturan ini diadopsi di Budapest pada November 1991 dan mulai berlaku sejak 1992. Lambang Tambahan Lambang Bulan Sabit Merah dan Lambang Singa & Matahari Merah Pada tahun 1876, Kerajaan Ottoman (saat ini Turki) mengusulkan untuk digunakannya lambang selain palang merah diatas dasar putih, yaitu bulan sabit merah diatas dasar putih oleh tentara kerajaan. Gagasan itu pun perlahan-lahan mulai diterima. Pada Konferensi Internasional 1929 secara resmi lambang bulan sabit merah diadopsi sebagai lambang yang diakui dalam Konvensi Jenewa, bersamaan dengan lambang singa dan matahari merah di atas dasar putih yang saat itu diusulkan oleh Persia (kini Iran). Namun pada 1980, Republik Iran memutuskan untuk tidak lagi menggunakan lambang tersebut dan memilih memakai lambang bulan sabit merah. Lambang Kristal Merah Melalui Konferensi Internasional ke-29 (2005), sebuah keputusan penting lahir yaitu diadopsinya Lambang kristal merah sebagai lambang keempat dalam Gerakan dan memiliki status yang sama dengan lambang lainnya 35 kenali PMI Lambang Palang Merah, Bulan Sabit Merah dan Kristal Merah yaitu lambang palang merah dan lambang bulan sabit merah. Konferensi Internasional yang mengesahkan Lambang kristal merah tersebut mengadopsi Protokol Tambahan III tentang penambahan lambang kristal merah untuk gerakan, yang sudah disahkan sebelumnya pada Konferensi Diplomatik pada 2005. Penggunaan lambang kristal merah memilliki dua pilihan: a) Dapat digunakan secara penuh oleh suatu perhimpunan nasional, dalam arti mengganti lambang palang merah atau lambang bulan sabit merah yang sudah digunakan sebelumnya b) Menggunakan Lambang Kristal Merah dalam waktu tertentu saja ketika lambang lainnya tidak dapat diterima di suatu daerah. Artinya, baik Perhimpunan Nasional, ICRC dan Federasi Internasional pun dapat menggunakan Lambang Kristal Merah pada suatu operasi kemanusiaan tanpa mengganti kebijakan mengubah lambang sepenuhnya. Pada prinsipnya lambang kristal merah mengandung arti, diantaranya: a) Tidak menggantikan Lambang Palang Merah atau Lambang Bulan Sabit Merah. b) Memperbanyak pilihan lambang. c) Berkontribusi bagi terwujudnya prinsip kesemestaan dari Gerakan. d) Memperkuat nilai perlindungan dari lambanglambang yang ada. e) Memberikan leksibilitas yang lebih besar dalam hal penggunaan lambang. f) Mengakhiri pertambahan jenis lambang. Fungsi Lambang Lambang Palang Merah dan Lambang Bulan Sabit Merah mempunyai dua fungsi, yaitu: Tanda Pelindung Apabila lambang digunakan sebagai tanda pelindung, lambang tersebut harus menimbulkan sebuah reaksi otomatis untuk menahan diri dan menghormati di antara kombatan. Lambang harus selalu ditampakkan dalam bentuknya yang asli. Dengan kata lain, tidak boleh ada sesuatu pun yang ditambahkan padanya, baik terhadap Lambang Palang Merah, Lambang Bulan Sabit Merah ataupun pada dasarnya yang putih. Karena lambang tersebut harus dapat dikenali dari jarak jauh, maka ukurannya harus besar yaitu sebesar yang diperlukan dalam situasi perang (dapat terlihat dari kejauhan) Lambang menandakan adanya perlindungan bagi personel medis dan keagamaan angkatan bersenjata, unit dan fasilitas medis angkatan bersenjata, unit dan transportasi medis Perhimpunan Nasional apabila digunakan sebagai perbantuan terhadap pelayanan medis angkatan bersenjata, dan peralatan medis. Tanda Pengenal Apabila digunakan sebagai tanda pengenal, lambang tersebut harus dalam ukuran kecil, berfungsi pula untuk mengingatkan bahwa institusi di atas bekerja sesuai dengan Prinsip Dasar Gerakan. Pemakaian lambang sebagai tanda pengenal juga menunjukan bahwa seseorang, sebuah kendaraan atau bangunan berkaitan dengan Gerakan. 37 kenali PMI Lambang Palang Merah, Bulan Sabit Merah dan Kristal Merah Untuk itu, Gerakan secara organisasi dapat mengatur secara teknis penggunaan tanda pengenal, misalnya seragam, bangunan, kendaraan, dan sebagainya. Penggunaan lambang sebagai tanda pengenal pun harus didasarkan pada undang-undang nasional mengenai lambang untuk Perhimpunan Nasionalnya. Aturan Penggunaan Lambang 1.Penggunaan lambang sebagai tanda pelindung a) Pada masa konlik bersenjata, yang berhak menggunakan lambang adalah: • Personil dinas medis dan personil keagamaan dari angkatan bersenjata • Personil medis, unit dan alat transportasi medis dari Perhimpunan Nasional yang diperbantukan pada dinas medis angkatan bersenjata dan tunduk pada hukum dan peraturan militer • Dengan izin tertulis dari pemerintah dan dengan pengawasan pemerintah: rumah sakit sipil, semua unit medis sipil dan perhimpunan-perhimpunan bantuan serta sarana-sarana medis sukarela lainnya, staf mereka dan alat transportasi yang ditugasi untuk merawat dan mengangkut korban luka, korban sakit, dan korban karam b) Pada masa damai, yang berhak menggunakan lambang adalah: • Personil dinas medis dan personil keagamaan angkatan bersenjata • Sarana dan alat transportasi medis Perhimpunan Nasional yang difungsikan sebagai sarana dan alat transportasi medis pada masa konlik bersenjata dengan persetujuan dari pihak berwenang 2.Penggunaan lambang sebagai tanda pengenal a) Pada masa konlik bersenjata yang berhak menggunakan lambang adalah: • Perhimpunan Nasional • Federasi Internasional • ICRC b) Pada masa damai yang berhak menggunakan lambang adalah: • Badan-badan, individu-individu, dan objek-objek yang ada kaitannya dengan salah satu Komponen Gerakan yaitu Perhimpunan Nasional, ICRC dan Federasi Internasional. • Ambulans dan posko pertolongan pertama yang berfungsi semata-mata untuk menyediakan perawatan gratis bagi korban luka dan korban sakit dalam situasi perkecualian/luar biasa, sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional dan dengan izin tertulis dari Perhimpunan Nasional 39 kenali PMI Lambang Palang Merah, Bulan Sabit Merah dan Kristal Merah Penyalahgunaan Lambang Bentuk-bentuk penyalahgunaan lambang yaitu: 1. Peniruan (Imitation): Penggunaan tanda-tanda yang dapat disalah mengerti sebagai Lambang Palang Merah atau Lambang Bulan Sabit Merah (misalnya, warna dan bentuk yang mirip). Biasanya digunakan untuk tujuan komersial. 2. Penggunaan yang tidak tepat (Usurpation): Penggunaan Lambang Palang Merah atau Lambang Bulan Sabit Merah oleh kelompok atau perseorangan (perusahaan komersial, organisasi nonpemerintah, perseorangan, dokter swasta, apoteker dsb) atau penggunaan lambang oleh orang yang berhak namun digunakan untuk tujuan yang tidak sesuai dengan Prinsip Dasar Gerakan (misalnya, seseorang yang berhak menggunakan lambang namun menggunakannya untuk dapat mele- wati batas negara dengan lebih mudah pada saat tidak sedang tugas). 3. Penggunaan yang melanggar ketentuan/pelanggaran berat (Peridy/Grave misuse) Penggunaan Lambang Palang Merah atau Lambang Bulan Sabit Merah dalam masa perang untuk melindungi kombatan bersenjata atau perlengkapan militer (misalnya, ambulans atau helikopter ditandai dengan lambang untuk mengangkut kombatan yang bersenjata; tempat penimbunan amunisi dilindungi dengan bendera palang merah) dianggap sebagai kejahatan perang. Salinan dari salinan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT No. 25 TAHUN 1950 KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT Mendengar Menimbang Menteri Kesehatan dan Menteri Kehakiman bahwa menurut perdjandjian-peralihan dalam penjerahan kedaulatan oleh Keradjaan Belanda kepada Republik Indonesia Serikat semua perdjandjian internasional jang dilakukan oleh Keradjaan Belanda dan berlaku di Indonesia, tetap berlaku untuk Republik Indonesia Serikat, asal sadja dalam perdjandjian internasional itu, karena aturan-aturan jang dimuatnja, menjebabkan Republik Indonesia Serikat ta’ mungkin dapat ikut serta ; Menimbang bahwa conventie Geneva tentang pekerdjaan palang-merah (1864,1906,1949) adalah suatu perdjandjian internasional seperti dimaksud diatas jang tetap beriaku untuk Republik Indonesia Serikat ; Menimbang bahwa untuk memenuhi bunjinya Conventie tersebut dianggap perlu adanya suatu perhimpunan jang mendjalankan pekerdjaan palang merah ; Menimbang bahwa dalam perdjoangan bangsa Indonesia mentjapai kemerdekaan dan kedaulatan tanah air, pekerdjaan palang-merah itu di-kerdjakan dengan memuaskan oleh”Perhimpunan Palang Merah Indonesia”, jang menurut anggaran dasarnja dan dengan njata telah menundjukkan sebagai perhimpunan jang memberi peaolongan dengan sukarbla baik kepada umum maupun kepada badan Pemerintahan istimewa dalam arti fatsal 26 daripada Convientie Geneva; Menimbang bahwa sudah selajaknja kalau pekeriaan itu seterusnya diserahkan kepada perhimpunan tersebut dan menundjuknya sebagai satu-satunya organisasi jang dapat mendjalankan pekerdjaan palang-merah menurut Conventie tersebut di Republik Indonesia serta mengakuinja sebagai badan hukum; Memperhatikan fatsal 5 perdjandiian-peralihan penierahan kedaulatan, dan fatsal-fatsal 68, 117, 118, 119, 192 dan 193 Konstitutie Republik Indonesia Serikat dan fatsal 2 dari Peraturan pe7 ngakuan perkumpulan, sebagai badan hukum (1870 no. 64); Menetapkan : Meng’esahkan Anggaran Dasar dari dan mengakui sebagai badan-hukum ‘Perhimpunan Palang Merah Indonesia’ menundjuk “Perhimpunan palang Merah Indonesia” sebagai satu-satunya organisasi untuk mendjalankan pekerdjaan palangmerah di Republik Indonesia Serikat menurut Conventie Geneva (1864, 1906, 1929,1949). Dietapkan di Djakarta pada tanggal 16-1 -’50 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT, ttd. SOEKARNO MENTERIKESEHATAN ttd. J. LEIMENA MENTERI KEHAKIMAN ttd. SUPOMO Dikeluarkan di Djakarta pada tanggal 16 Djanuari 1950. DIREKTUR KABINET PRESIDEN ttd. A.K PRINGGODIGDO Disalin sesuai aslinya oleh Markas Besar PMI, 28 - 3 - 1989 ttd. Dr. H. Soesanto Mangoensadjito Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 59 TAHUN 1958 (59/1958) Tanggal: 4 JULI 1958 (JAKARTA) Sumber: LN 1958/109; TLN NO. 1644 Tentang: IKUT-SERTA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DALAM SELURUH KONPENSI JENEWA TANGGAL 12 AGUSTUS 1949 ndeks: REPUBLIK INDONESIA. KONPENSI JENEWA TANGGAL 12 AGUSTUS 1949. Presiden Republik Indonesia, Menimbang: 1. bahwa atas nama Negara Republik Indonesia Menteri Luar Negeri dengan suratnya tertanggal 5 Pebruari 1951 No. 10341 telah menyatakan kesediaan Negara Republik Indonesia untuk ikut-serta dalam seluruh Konpensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949, yaitu: a. Konpensi tentang perbaikan nasib anggota-anggota yang luka dan sakit dalam Angkatan Perang di darat; b. Konpensi tentang perbaikan nasib anggota-anggota yang luka, sakit dan korban-korban karam dari Angkatan Perang di laut; c. Konpensi tentang perlakuan tawanan perang; d. Konpensi tentang perlidungan rakyat sipil dalam masa perang dan memang sudah sewajarnya Republik Indonesia menjadi peserta dalam Konpensi-konpensi tersebut; 2. bahwa untuk menjadi negara peserta dalam sesuatu konpensi diperlukan persetujuan undang-undang; 3. bahwa berhubung dengan sub 1 dan 2 perlu mengadakan Undang-undang tentang persetujuan atas ikut-sertanya Negara Republik Indonesia dalam Konpensi-konpensi tersebut; Mengingat: Pasal 89 dan pasal 120 ayat 2 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia; Dengan persetujuan dewan Perwakilan Rakyat; MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG IKUT-SERTA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DALAM SELURUH KONPENSI JENEWA TANGGAL 12 AGUSTUS 1949. Pasal 1. Ikut-sertanya Negara Republik Indonesia dalam seluruh Konpensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949, yang salinannya dilampirkan pada undang-undang ini disetujui. Pasal 2. Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penampatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 4 Juli 1958. Presiden Republik Indonesia, ttd. SUKARNO. Diundangkan pada tanggal 31 Juli 1958, Menteri Kehakiman, Menteri Luar Negeri, Menteri Pertahanan, Menteri Kesehatan, ttd. ttd. ttd. ttd. G.A. MAENGKOM. Subandrio. JUANDA. AZIS SALEH salinan dari salinan (dengan penyesuaian ejaan) LEMBARAN NEGARA REPUBLIKINDONESIA No. 14, 1962. Tanda Dan Kata-Kata Palang Merah. Pemakaian/Penggunaan. PERATURAN PENGUASA PERANG TERTINGGI NO. 1 TAHUN 1962 TENTANG PEMAKAIAN/PENGGUNAAN TANDA DAN KATA-KATA PALANG MERAH KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PENGUASA PERANG TERTINGGI Menimbang: bahwa tanda palang merah atas dasar putih yang lazim dikenal sebagai “Tanda Palang Merah” dan kata-kata “Palang Merah” seringkali disalahgunakan oleh mereka yang tidak berhak menggunakannya, maka oleh karena itu untuk ketertiban umum perlu diadakan suatu peraturan tentang pemakaian/penggunaan tanda palang merah dan kata-kata palang merah; Mengingat : 1. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 315 tahun 1959 No. 3 tahun 1960 dan 353 tahun 1960; 2. Pasal 10 berhubungan dengan pasal 23 dan 36 Undang-undang No. 23 Prp tahun 1959 (Lembaran Negara tahun 1959 No. 139—Tambahan Lembaran-Negara No. 1908) tentang Keadaan Bahaya, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 52 Prp tahun 1960 (Lembaran-Negara tahun 1960 No. 170—Tambahan Lembaran Negara No. 2113); 3. Undang-undang No. 59 tahun 1958 tentang ikut serta Negara Republik Indonesia dalam seluruh Konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949 (Lembaran-Negara tahun 1958 No. 109—Tambahan Lembaran-Negara No. 1644); Mendengar: Pertimbangan Pengurus Besar Palang Merah Indonesia dan suratnya No. 442/Sekr tanggal 15 Februari 1962. M e m u t u s k a n: Menetapkan: Peraturan tentang Pemakaian/Penggunaan Tanda dan Kata-kata Palang Merah, sebagai berikut: Pasal 1. Tanda palang merah atas dasar putih, selanjutnya disebut “Tanda Palang Merah” dan kata-kata “Palang Merah” hanya boleh digunakan untuk menandakan atau untuk melindungi petugas-petugas, bangunan-bangunan, alat-alat, yang dilindungi oleh Konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949. Pasal 2. (1) Yang diperkenankan memakai/mempergunakan tanda palang merah dan/atau katakata palang merah adalah: a. Komite Palang Merah Internasional, b. Jawatan Kesehatan Angkatan Darat, c. Jawatan Kesehatan Angkatan Laut, d. Jawatan Kesehatan Angkatan Udara, e. Palang Merah Indonesia, f. Badan-badan/Perkumpulan-perkumpulan atau perseorangan yang melakukan usahausaha pemberian pertolongan kepada orang-orang yang luka atau sakit, sepanjang pemberian pertolongan tersebut diberikan dengan cuma-cuma dan setelah mendapat persetujuan dari Palang Merah Indonesia. Pemakaian ini hanya meliputi pemberian tanda pada kendaraan-kendaraan yang digunakan sebagai ambulans dan sebagai penujuk tempat-tempat pos Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P.P.P.K.). (2) Dalam keadaan perang-nyata, yang diperkenankan memakai/ mempergunakan tanda palang merah dan kata-kata palang merah, adalah: a. Komite Palang Merah Internasional, b. Jawatan Kesehatan Angkatan Darat, c. Jawatan Kesehatan Angkatan Laut, d. Jawatan Kesehatan Angkatan Udara, e. Palang Merah Indonesia, yang diperbantukan kepada Jawatan-jawatan Kesehatan Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, f. Petugas-petugas penolong yang telah diakui secara resmi dan telah ditunjuk secara resmi pula untuk membantu Jawatan-jawatan Kesehatan Angkatan Perang, g. Petugas-petugas kerohanian Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara, h. Dengan persetujuan khusus dari Pemerintah Republik Indonesia, tanda palang merah dapat digunakan untuk menandakan bangunan-bangunan dan petugas-petugas rumah sakit umum, lingkungan-lingkungan rumah-rumah sakit dan tempat tempattempat yang disediakan untuk orang-orang luka dan sakit, alat-alat pengangkutan yang digunakan oleh badan-badan penolong karam di laut, yang telah diakui dengan resmi, iring-iringan kendaraan sakit, kereta-kereta sakit, kapal-kapal atau pesawat udara, untuk pengangkutan rakyat sipil yang luka atau sakit, cacat atau lemah dan wanita-wanita hamil. Pasal 3. Dilarang memakai/menggunakan tanda palang merah dan/atau kata-kata palang merah atau kata-kata lain yang merupakan tiruan dari padanya atau yang memungkinkan kekeliruan dengannya oleh perseorangan, perkumpulan-perkumpulan, badan-badan, perusahaan-perusahaan atau apa pun juga namanya, selain dari pada mereka yang diperkenankan sebagaimana yang tersebut dalam pasal 2 Peraturan ini. Pasal 4. Ketentuan-ketentuan yang tersebut dalam pasal-pasal 1,2 dan 3 Peraturan ini berlaku juga bagi tanda-tanda yang berbentuk “Bulan Sabit Merah” atau “Singa Merah dan Matahari” di atas dasar putih, demikian pula dengan perkataan-perkataan “Bulan Sabit” atau “Singa Merah dan Matahari.” Pasal 5. Barangsiapa melakukan perbuatan yang dilarang dalam ketentuan yang tersebut dalam pasal 3 Peraturan ini, dihukum dengan hukuman sebagaimana yang telah ditentukan dalam pasal 47 Undang-Undang No. 23 tahun 1959 (Lembaran-Negara tahun 1959 No. 139) tentang Keadaan Bahaya, ialah hukuman kurungan selama-lamanya sembilan bulan atau denda setinggi-tingginya dua puluh ribu rupiah. Pasal 6. Terhadap barang-barang yang digunakan dalam atau diperoleh dari tindak pidana yang tersebut dalam pasal 5 berhubungan dengan pasal 3 Peraturan ini, dapat dikenakan ketentuan sebagaimana yang dimaksudkan dalam pasal 47 ayat (2) dan (3) Undangundang No. 23 Prp tahun 1959 (Lembaran-Negara tahun 1959 No. 139) tentang Keadaan Bahaya. Pasal 7. Tindak pidana yang tersebut dalam pasal 5 berhubungan dengan pasal 3 Peraturan ini, sebagaimana yang telah ditentukan dalam pasal 58 Undang-undang No. 23 Prp tahun 1959 (Lembaran-Negara tahun 1959 No. 139) tentang Keadaan Bahaya adalah termasuk pelanggaran. Pasal 8. Peraturan ini berlaku untuk daerah-daerah yang berlangsung dalam keadaan darurat sipil, keadaan darurat militer dan keadaan perang. Pasal 9. Peraturan ini mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 April 1962. Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia selaku Penguasa Perang Tertinggi, SUKARNO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 3 April 1962. Sekretaris Negara, MOHD. ICHSAN Sekretariat Negara Kabinet Presiden Sts. 3272/12/63-50 Salinan dari salinan KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA No. 246 TAHUN 1963 TENTANG Menimbang Mongingat PERHIMPUNAN PALANG MERAH INDONESIA KAMI. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa Perhimpunan Palang Merah Indonesia merupakan suatu organisasi nasional jang berdiri atas azas perikemanusiaan dan karena sangat sesuai dengan falsafah negara ‘ PANCASILA’ b. bahwa Perhimpunan Palang Merah Indonesia selama ini telah menundjukkan akti vitasnja sebagai perhimpunan jang selalu memberi penolongan dengan sukarela baik kepada umum maupun kepada badan-badan pemerintahan; c. bahwa sampai saat ini belum ada peraturan tentang Perhimpunan Palang Merah tersebut, sehingga dipandang perlu segera menetapkan peraturan tentang Perhimpu nan Palang Merah Indonesia, terutama mengenai kedudukan dan tugasnia; 1. Pasal 4 aiat 1 Undang-undang Dasar. 2. Keputusan Presiden No. 25 tahun 1950 tentang pengesahan Anggaran Dasar dan pengakuan sebagai badan hukum ‘Palang Merah Indonesia’ dan penundjukkan Palang Merah Indonesia sebagai satusatunia organisasi untuk melaksanakan pekerd jaan palang merah di Negara Republik Indonesia menurut Konvensi Dienewa; 3. Undang-undang No. 59 tahun 1952 tentang Ikut seria Negara Republik Indonesia dalam seluruh Konvensi Djenewa tanggal 12 Agustus 1949; Mendengar Wakil Perdana Menteri 11, Menteri Koordinator Kompartemen Penahanan/Keamanan dan Menteri Koordinator Kompartemen Kesedjahteraan; MEMUTUSKAN KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PERHIMPUNAN PALANG MERAH INDONESIA BABI KETENTUAN Umum Pasal1 (1) Perhimpunan Palang Merah Indonesia selandjutnja disebut PMI, adalah suatu organisasi nasional, jang berdiri alas azas perikemanusiaan dan atas dasar sukarela dengan tidak membedabedakan bangsa, golongan dan faham politik. (2) PMI bertanggungdjawab kepada Pemerintah mengenai terlaksananja dengan baik tugas-tugas PMI sebagaimana tersebut dalam Anggaran Dasar PMI. (3) Pengurus besar PMI benanggungdjawab mengenai pelaksanaan tugas-tugasnia sebagaimana termaktub dalam pasal 7 -Anggaran Dasar PMI kepada Wakil Perdana Menteri BAB 11 TUGAS POKOK DAN KEGIATAN-KEGIATAN Pasal 2 (1) PMI berindak atas nama Pemerintah Republik Indonesia tentang pelaksanaan hubungan luar negeri dalam lapangan kepalangmerahan untuk memenuhi sjarat-siarat jang ditentukan dalam Konnvensi Djenewa terhadap dunia luar. (2) Disamping tugas-tugas jang termaktub pada ajat(l) diatas, PMI mempersiapkan diri untuk dapat melaksanakan tugas-tugas baik didalam negeri maupun diluar negeri dengan tudjuan tugas-tugas bantuan pertama pada tiap-tiap bentiana alam jang terjadi baik didalam negeri maupun diluar negeri dengan tudjuan untuk mentjari ketangkasanketangkasan dalam melaksanakan tugas-tugas pada waktu ada perang disampingnja tudjuan pokok dari PM I dalam lapangan perikemanusiaan. Pasal 3 (1) Untuk dapat melaksanakan ketentuan dalam pasal 2 PMI mengusahakan ikut senania bangsa Indonesiassetjara maksimat dala lapangan tenaga maupun dana materi. (2) Tiap tahun kepada Pemerint&h harus diadjukan rentjana kerdja tahun berikutnja dan laporan tentang kegiatan tahun jang lampau. Rentjana kerdja dan laporan ini diadjukan selambat-lambatnja pada tanggal 1 April tiap tahun. Pasal 4 (1) Untuk melaksanakan ketentuan dalam pasal 1 ajat (3) Menteri Koordinator Kompartemen Pertahanan/Keamanan menjusun sebagai tugas serta hak-hak antara Angkatan Bersendjata dan PMI dengan memperhatikan ketentuanketentuan dalam Konvensi Djenewa. (2) Tugas ini diperintji untuk dilaksanakan dalam waktu perang dan dalam waktu damai. Pasal 5 Untuk melaksanakan ketentuan dalam pasal 2 ajat (2) Menteri Koordinator Kompartemen Kesedjahteraan mengatur pembagian tugas dan hak-hak antara Departemen-departemen dalam Kompanemen Kesedjahteraan dengan PMI dengan memperhatikan peraturanperaturan jang dikeluarkan oleh Liga Palang merah. Pasal 6 Untuk melaksanakan ketentuan dalam pasal 3 ajat (1) PMI harus mendapatkan pengesahan lebih dahulu dari wakil Perdana Menteri terutama dalam hal kegiatan ‘fundraising’. BAB III ATURAN PENUTUP Pasal 7 Kecuali tentang hal-hal jang telah ditentukan dalam Keputusan ini Wakil Perdana Menteri meniadakan peraturan tentang segala sesuatu jang berhubungan dengan kepalang-merahan dengan mendengar pertimbangan dari Pengurus Besar PMI. Pasal 8 Keputusan ini mulai beriaku pada hari ditetapkannja. Ditetapkan di Djakarta pada tanggal : 29 Nopember 1963 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd. Soekarno Sesuai dengan jang asli Wakil Sekretaris Negara ttd. SANTOSO (S. H.) BRIG.JEN. TNI. Disalin sesuai dengan aslinya oleh Markas Besar Palang Merah Indonesia Jakarta, 28 Maret 1989 ttd. Dr. H. SOESANTO MANGOENSADJITO Siapa pun yang ingin mengenal PMI lebih dalam, layak membaca buku ini. Pasalnya, selain berisi tentang sejarah awal berdirinya PMI, buku ini pun mengisahkan tentang kaitan PMI dengan Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. Ya Bagi mereka yang tidak mengenal dunia Gerakan, tentu akan bingung membedakan antara palang merah/bulan sabit merah nasional dengan palang merah/bulan sabit merah internasional atau bahkan menagangap bahwa palang merah berbeda adanya dengan bulan sabit merah yang ada di suatu Negara. Untuk itu agar tidak semakin bingung dan salah dalam memahami PMI dan Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, tidak salah jika kemudian anda menjadikan buku ini menjadi sumber referensi yang wajib dibaca.