Academia.eduAcademia.edu

Zakat dan Wakaf dalam Perspektif Ekonomi Islam.docx

ZAKAT DAN WAKAF DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM MAKALAH Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Zakat dan Wakaf Oleh: Riri Nurofi’ah 141002120 Pipit Puji N Fazri 141002156 KONSENRASI ZAKAT INFAK SEDEKAH WAKAF PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS SILIWANGI 2017 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas karunia, rahmat, dan nikmat-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul Zakat dan Wakaf dalam Perspektif Ekonomi Islam. Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Aspek Hukum dalam Zakat dan Wakaf. Penulis menyadari bahwa selama penulisan makalah ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: Bapak Yusef Rafiki., S.Ag., M.M., selaku dosen pengampu mata kuliah Aspek Hukum dalam Zakat dan Wakaf; Rekan-rekan seangkatan yang telah memotivasi penulis untuk menyelesaikan penyusunan makalah ini; Serta semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu. Semoga bantuan baik berupa moril maupun materil yang telah diberikan, oleh Allah SWT. dapat diberikan balasan yang berlipat ganda. Makalah ini juga masih jauh dari kata sempurna karena memiliki banyak kekurangan, baik dalam hal isi dan sistematika maupun dalam teknik penulisannya. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca. Tasikmalaya, Maret 2017 Penulis DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ............................................................................................................i DAFTAR ISI ...........................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................1 A. Latar Belakang Masalah 1 B. Rumusan Masalah 2 C. Tujuan Penulisan 2 D. Manfaat Penulisan 3 BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................4 A. Pengertian Zakat dan Wakaf 4 B. Dasar Hukum Zakat dan Wakaf 5 C. Tujuan Zakat dan Wakaf dalam Ekonomi Islam 11 D. Relasi Fiqh dan Manajemen Zakat dan Wakaf dalam Pemberdayaan Ekonomi Islam 12 E. Doktrin Ekonomi Islam dalam Zakat dan Wakaf 14 BAB III SIMPULAN DAN SARAN .....................................................................................16 A. Simpulan 16 B. Saran 16 DAFTAR PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Ekonomi Islam merupakan ekspresi model ekonomi berdasar akidah dan syariat Islam yang memiliki cakupan luas dan target yang jelas. Karakteristik sentral yang membedakannya dengan sistem ekonomi konvensional adalah asas atau acuan dasar yang dipakai, yaitu al-Quran dan Hadits Nabi, selain acuan-acuan lain yang bersifat interpretatif dari para ulama Islam. Sebagian kalangan menyatakan bahwa sisi humanisme ekonomi merupakan pembeda lain antara ekonomi Islam dan ekonomi ala kapitalisme yang berpangkal pada pengayaan individu. Islam memandang bahwa zakat dan wakaf ini tidak bisa hanya bersifat ibadah, tetapi juga memiliki dimensi moral-psikologis, sosial dan ekonomi. Zakat adalah satu-satunya rukun Islam yang secara spesifik berbicara tentang pemberdayaan ekonomi umat. Sedangkan wakaf merupakan salah satu akad sosial yang bertujuan untuk kesejahteraan umum. Dalam konteks ini baik zakat maupun wakaf keduanya tidak diberikan secara konsumtif, dalam arti diberikan secara instan atau kontan sehingga zakat maupun wakaf tidak mampu mengubah kemiskinan menuju kemandirian yang dicita-citakan Islam. Zakat dan wakaf harusnya dikelola secara produktif, sehingga dapat menuju kemandirian umat dan kesejahteraan ekonomi. Pengelolaan zakat secara profesional dan produktif dapat ikut membantu perekonomian masyarakat lemah dan membantu pemerintahdalam meningkatkan perekonomian negara, yaitu terberdayanya ekonomi umat sesuai dengan misi-misi yang diembannya. Sedangkan wakaf memiliki potensi yang sangat bagus untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat, terutama dengan konsep wakaf Uang. Terlebih disaat pemerintah tidak sanggup lagi menyejahterahkan rakyatnya Dalam ekonomi Islam zakat dan wakaf dianggap sebagai salah satu instrumen kebijakan fiskal suatu negara. Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendapatkan dana-dana dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah untuk membelanjakan dananya dalam rangka melakukan pembangunan. Sehingga zakat dan wakaf diharapkan dapat membantu negara dalam melakukan pembangunan ekonomi, baik dalam hal pengetasan kemiskinin maupun menyejahterakan umat. Adapaun selain hal-hal yang telah penulis paparkan di atas, dalam makalah ini penulis juga akan sedikitnya memaparkan mengenai hal ihwal berkenaan dengan zakat dan wakaf dalam persfektif ekonomi Islam. Rumusan Masalah Dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai: Apa yang dimaksud dengan zakat daan wakaf? Apa saja dasar hukum zakat dan wakaf? Apa tujuan zakat dan wakaf dalam ekonomi Islam? Bagaimana relasi fiqh dan manajemen zakat dan wakaf dalam pemberdayaan ekonomi Islam? Bagaimana doktrin ekonomi Islam dalam zakat dan wakaf? Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah: Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan zakat dan wakaf; Untuk mengetahui apa dasar hukum zakat dan wakaf; Untuk mengetahui apa tujuan zakat dan wakaf dalam ekonomi Islam; Untuk mengetahui bagaimana relasi fiqh dan manajemen zakat dan wakaf dalam pemberdayaan ekonomi Islam; Untuk mengetahui bagaimana doktrin ekonomi Islam dalam zakat dan wakaf; Manfaat Penulisan Manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: Manfaat bagi penulis dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan mengenai zakat dan wakaf dalam perspektif ekonomi islam; Manfaat bagi pembaca dalam penulisan makalah ini yaitu sebagai acuan atau sarana untuk lebih megetahui tentang zakat dan wakaf dalam perspektif ekonomi islam, serta sebagai salah satu referensi dalam sistematika penulisan makalah. BAB II PEMBAHASAN Pengertian Zakat dan Wakaf Zakat secara etimologis adalah an-nama’ (pertumbuhan), al-barakah (berkah), at-thaharah (suci), dan katsratul khair (kebaikan yang banyak). Para ulama lebih suka menggunakan kata an-nama’, dengan pengertian bahwa semakin banyak harta yang dizakati bukan semakin berkurang dan menyusut tapi justru sebaliknya, semakin tumbuh dan berkembang dengan pesat. Secara terminologis zakat adalah sejumlah nilai atau ukuran tertentu yang wajib dikeluarkan dari harta tertentu pula. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat bahwa yang dimaksud dengan zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. Sedangkan, wakaf secara etimologis berasal dari kata waqafa-yaqifu-waqfan, mempunyai arti menghentikan atau menahan (al-habs). Secara terminologis wakaf adalah menahan harta dari jangkauan kepemilikan orang lain. Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam. Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuia dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum. Dasar Hukum Zakat dan Wakaf Dasar Hukum Kewajiban Zakat Zakat hukumnya wajib, hal ini berdasarkan Al-Qur’an, Hadits, dan Ijma’. Al-Qur’an Banyak ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang kewajiban melaksanakan zakat, di antaranya adalah sebagai berikut: QS. Al-Baqarah (2): 43 وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku”. QS. At-Taubah (9): 11 فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ ۗ وَنُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ Artinya: “Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui”. QS. Al-Bayyinah (98): 5 وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ Artinya:” Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus”. Hadits Banyak hadits Nabi SAW. yang menjelaskan zakat, di antaranya adalah sebagai berikut: Hadits Riwayat Tirmidzi حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ مَدُّوَيْهِ حَدَّثَنَا الْأَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ عَنْ شَرِيكٍ عَنْ أَبِي حَمْزَةَ عَنْ الشَّعْبِيِّ عَنْ فَاطِمَةَ بِنْتِ قَيْسٍ قَالَتْ سَأَلْتُ أَوْ سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الزَّكَاةِ فَقَالَ إِنَّ فِي الْمَالِ لَحَقًّا سِوَى الزَّكَاةِ ثُمَّ تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ الَّتِي فِي الْبَقَرَةِ { لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ } الْآيَةَ Artinya: “Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Ahmad bin Madduwaih] telah menceritakan kepada kami [Al Aswad bin 'Amir] dari [Syarik] dari [Abu Hamzah] dari [Asy Sya'bi] dari [Fathimah binti Qais] dia berkata, saya bertanya kepada Nabi Shalallahu 'alaihi wa salam tentang zakat, lalu beliau bersabda: "Sesungguhnya pada harta ada kewajiban/hak (untuk dikeluarkan) selain zakat." Kemudian beliau membaca firman Allah Ta'ala yang terdapat dalam surat Al Baqarah: "Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan…(ayat)”. (HR. Tirmidzi) Hadits Riwayat Bukhari حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي قَالَ حَدَّثَنِي ثُمَامَةُ أَنَّ أَنَسًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ حَدَّثَهُ أَنَّ أَبَا بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَتَبَ لَهُ الَّتِي أَمَرَ اللَّهُ رَسُولَهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَنْ بَلَغَتْ صَدَقَتُهُ بِنْتَ مَخَاضٍ وَلَيْسَتْ عِنْدَهُ وَعِنْدَهُ بِنْتُ لَبُونٍ فَإِنَّهَا تُقْبَلُ مِنْهُ وَيُعْطِيهِ الْمُصَدِّقُ عِشْرِينَ دِرْهَمًا أَوْ شَاتَيْنِ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ عِنْدَهُ بِنْتُ مَخَاضٍ عَلَى وَجْهِهَا وَعِنْدَهُ ابْنُ لَبُونٍ فَإِنَّهُ يُقْبَلُ مِنْهُ وَلَيْسَ مَعَهُ شَيْءٌ Artinya: “Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin 'Abdullah] berkata, telah menceritakan kepadaku [bapakku] berkata, telah menceritakan kepada saya [Tsumaamah] bahwa [Anas radliallahu 'anhu] menceritakan kepadanya bahwa [Abu Bakar radliallahu 'anhu] telah menulis surat kepadanya (tentang aturan zakat) sebagaimana apa yang telah diperintahkan Allah dan rasulNya, yaitu; "Barangsiapa yang terkena kewajiban zakat bintu makhadh namun dia tidak memilikinya sedang yang ada dimilikinya bintu labun, maka zakatnya bisa diterima dengan bintu labun dan dia diberi (menerima) dua puluh dirham atau dua ekor kambing. Jadi jika ia tidak memiliki bintu makhadh (yang wajib dizakatkan sesuai ketentuan) sedangkan yang ada padanya bintu labun maka zakatnya bisa diterima dengan bintu labun itu karena dia tidak memiliki yang lain”. (HR. Bukhari) Ijma’ Berdasarkan beberapa ayat dan hadits di atas yang menyatakan kewajiban mengeluarkan zakat dan zakat merupakan rukun Islam yang sangat penting. Tidak ada seorangpun di antara umat Islam yang tidak menganggapnya fardu. Menurut Abu Bakar Ash-Shiddiq, zakat adalah ketentuan yang telah diwajibkan oleh Rasulullah SAW. kepada kaum muslimin. Dasar Hukum Disyariatkannya Wakaf Dasar hukum wakaf bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits, di antaranya adalah sebagai berikut: Al-Qur’an QS. Al-Baqarah (2): 267 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ ۖ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. QS. Ali-Imraan (3): 92 لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ Artinya: ”Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”. Hadits حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ أَنْبَأَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ ابْنِ عَوْنٍ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ أَصَابَ عُمَرُ أَرْضًا بِخَيْبَرَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَصَبْتُ مَالًا بِخَيْبَرَ لَمْ أُصِبْ مَالًا قَطُّ أَنْفَسَ عِنْدِي مِنْهُ فَمَا تَأْمُرُنِي قَالَ إِنْ شِئْتَ حَبَسْتَ أَصْلَهَا وَتَصَدَّقْتَ بِهَا فَتَصَدَّقَ بِهَا عُمَرُ أَنَّهَا لَا يُبَاعُ أَصْلُهَا وَلَا يُوهَبُ وَلَا يُورَثُ تَصَدَّقَ بِهَا فِي الْفُقَرَاءِ وَالْقُرْبَى وَالرِّقَابِ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَالضَّيْفِ لَا جُنَاحَ عَلَى مَنْ وَلِيَهَا أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا بِالْمَعْرُوفِ أَوْ يُطْعِمَ صَدِيقًا غَيْرَ مُتَمَوِّلٍ فِيهِ قَالَ فَذَكَرْتُهُ لِمُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ فَقَالَ غَيْرَ مُتَأَثِّلٍ مَالًا قَالَ ابْنُ عَوْنٍ فَحَدَّثَنِي بِهِ رَجُلٌ آخَرُ أَنَّهُ قَرَأَهَا فِي قِطْعَةِ أَدِيمٍ أَحْمَرَ غَيْرَ مُتَأَثِّلٍ مَالًا قَالَ إِسْمَعِيلُ وَأَنَا قَرَأْتُهَا عِنْدَ ابْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ فَكَانَ فِيهِ غَيْرَ مُتَأَثِّلٍ مَالًا قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَغَيْرِهِمْ لَا نَعْلَمُ بَيْنَ الْمُتَقَدِّمِينَ مِنْهُمْ فِي ذَلِكَ اخْتِلَافًا فِي إِجَازَةِ وَقْفِ الْأَرَضِينَ وَغَيْرِ ذَلِكَ Artinya: “Telah menceritakan kepada kami [Ali bin Hujr], telah memberitakan kepada kami [Isma'il bin Ibrahim] dari [Ibnu 'Aun] dari [Nafi'] dari [Ibnu Umar] ia berkata; Umar pernah mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, ia pun bertanya; Wahai Rasulullah, aku mendapatkan harta di khaibar, aku tidak pernah mendapatkan harta yang menyenangkan hatiku sebelumnya seperti ini, maka apa yang engkau perintahkan kepadaku (atas harta ini)? Beliau menjawab, "Jika kamu berkenan, tahanlah pokoknya dan bersedekahlah dengannya", maka Umar pun bersedekah dengannya, hartanya itu tidak ia jual, tidak ia hibahkan, dan tidak ia wariskan, dan ia mensedekahkannya dari harta itu kepada para fakir miskin, ahli kerabat baik yang dekat maupun yang jauh, fi sabilillah, ibnu sabil, dan (para) tamu. Tidaklah mengapa (tidak berdosa) bagi yang mengurus harta itu jika mengambil darinya untuk makan dengan cara yang baik (wajar), atau memberi makan kepada teman tanpa menjual (mengambiil keuntugan materi) darinya. Ia (At Tirmidzi) berkata, 'Aku menyebutkannya kepada [Muhammad bin Sirin], maka ia mengatakan 'ghairu muta`atstsil maalan', [Ibnu 'Aun] berkata, Telah bercerita kepadaku atas hadits ini seseorang yang lain bahwa ia membacanya 'fi qith'ati adimin ahmar ghair muta`atstsil maalan', [Ismail] berkata, 'Dan saya membacanya kepada [Ibnu Ubaidullah bin Umar], maka dalam haditsnya 'ghair muta`atstsil maalan'. Abu Isa berkata, 'Hadits ini hasan shahih, dan menjadi landasan amal menurut ahli ilmu dari kalangan shahabat Nabi Shallalahu 'alaihi wa sallam dan juga selain mereka, dan kami tidak menemukan adanya perselisihan di antara ulama terdahulu tentang dibolehkannya wakaf tanah dan juga yang lainnya.”. (HR. Tirmidzi) Hadits lainnya adalah Hadits Rasulullah Saw. dari Abu Hurairah r.a.: “Bahwa Nabi Saw. bersabda, “Jika manusia meninggal dunia, maka terputuslah amal kecuali tiga perkara, yaitu shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, anak shalih yang mendoakannya”. (HR Jamaah selain Bukhari dan Ibnu Majah) Dari hadits tersebut jelas bahwa berwakaf bukan hanya seperti sedekah biasa, tetapi lebih besar ganjarannya dan manfaatnya terhadap diri yang berwakaf itu sendiri, karena ganjaran wakaf itu terus-menerus mengalir selama brang wakaf itu masih berguna. Juga, terhadap masyarakat dapat menjadi jalan untuk kemajuan yang seluas-luasnya serta dapat menghambat arus kerusakan. Tujuan Zakat dan Wakaf dalam Ekonomi Islam Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa ekonomi Islam merupakan ekspresi model ekonomi berdasar akidah dan syariat Islam yang memiliki cakupan luas dan target yang jelas. Islam memandang bahwa zakat dan wakaf ini tidak bisa apabila hanya disebut sebagai ibadah saja, tetapi juga memiliki dimensi moral-psikologis, sosial dan ekonomi. Tujuan zakat dalam ekonomi Islam yang paling mendasar adalah menanamkan nilai pendidikan (edukatif), keadilan, dan kesejahteraan, sehingga diharapkan mampu memecahkan problem kemiskinan, memeratakan keadilan, dan meninggalkan kesejahteraan bangsa dan negara. Menurut Afzalur Rahman tujuan zakat adalah mempersempit ketimpangan ekonomi di dalam masyarakat hingga di batas yang seminimal mungkin. Tujuannya adalah menjadikan perbedaan ekonomi di antara masyarakat secara adil dan saksama, hingga yang kaya tidak tumbuh semakin kaya (dengan mengeksploitasi anggota masyarakat miskin) dan yang miskin semakin miskin. Rasulullah Saw. menjelaskan zakat merupakan uang yang dipungut dari orang-orang kaya dan diberikan kepada yang miskin. Oleh karena itu, tujuannya adalah mendistribusikan harta di masyarakat dengan cara sedemikian rupa, sehingga tidak seorang pun masyarakat muslim yang tinggal dalam keadaan miskin. Dari tujuan-tujuan di atas dapat tergambar bahwa zakat sebagai salah satu ibadah khusus yang langsung kepada Allah mempunyai dampak yang sangat besar terhadap kesejahteraan manusia dalam masyarakat. Dengan adanya pemberian zakat dari muzakki kepada para mustahiq diharapkan kekeluargaan sesama umat Islam semakin tampak sehingga jurang pemisah antara orang kaya dan miskin akan berkurang, bahkan diharapkan nantinya akan hilang sama sekali. Dilihat dari segi sosial zakat dapat mengembangkan rasa tanggung jawab sosial. Perintah zakat merupakan upaya untuk melaksanakan ajaran Islam, masyarakat memikul tanggung jawab untuk melindungi anggota-anggotanya yang lemah dan memelihara kepentingannya. Masyarakat juga bertanggung jawab kepada kaum fakir miskin yang ada di tengah-tengah mereka dan wajib memebri nafkah kaum miskin menurut kemampuanya. Dengan adanya rasa tanggung jawab sosial itu, maka setiap muslim akan melaksanakan kewajibannya sebagai anggota masyarakat. Zakat bukan hanya sekedar sebuah bentuk ibadah. Juga bukan sekedar realisasi dari kepedulian seorang muslim terhadap orang miskin. Lebih dari itu, zakat ternyata memiliki fungsi yang sangat strategis dalam konteks sistem ekonomi, yaitu sebagai salah satu instrumen distribusi kekayaan. Sementara itu wakaf juga merupakan salah satu sumber dana sosial potensial yang erat kaitannya dengan kesejahteraan umat di samping zakat, infak dan sedekah. Terlebih karena ajaran agama menjadi motivasi utama masyarakat untuk berwakaf. Dalam ekonomi Islam, wakaf sejatinya merupakan salah satu instrumen ekonomi yang sangat potensial untuk menopang kesejahteraan umat. Selain itu tujuan wakaf juga adalah untuk menanamkan kesadaran bahwa di dalam setiap harta benda meski telah menjadi hak milik sah, harta benda tersebut masih mempunyai fungsi sosial. Seperti hal nya zakat wakaf juga telah menunjukan berbagai peran penting dalam mengembangkan berbagai kegiatan sosial, ekonomi, pendidikan, dan kebudayaan. Wakaf berperan efektif dalam pembangunan ekonomi umat agar mampu mengurangi ketergantungan pendanaan dari pemerintah serta wakaf juga telah terbukti mampu menjadi instrumen jaminan sosial dalam pemberdayaan masyarakat. Relasi Fiqh dan Manajemen Zakat dan Wakaf dalam Pemberdayaan Ekonomi Islam Dalam ekonomi Islam konsep zakat dan wakaf berkaitan erat dengan istilah ihsan dan birr (kebaikan), ta‟awwun (tolong menolong), ukhuwah (persaudaraan), dan amar ma‟ruf nahy munkar (memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran). Dalam kaidah fiqh terkenal istilah “al-mutaaddi afdlalu min al-qashir” yakni ibadah yang manfaatnya kembali kepada orang banyak lebih utama dari pada ibadah yang hanya terbatas pada individu. Tidak hanya itu, zakat dan wakaf juga dapat menjadikan kesadaran eksistensial manusia semakin bertambah. Khususnya, zakat yang merupakan ibadah yang sangat berbeda dengan rukun Islam lainnya. Syahadat, sholat, puasa dan haji lebih berorientasi pada kesalehan ritual-individu atau teosentrisme sedangkan zakat lebih bercorak empirisme-horisontal atau antroposentrisme. Ekonomi Islam merupakan bentuk perekonomi yang sesuai dengan syariat Islam, dengan tujuan utamanya adalah kesejahteraan atau kemaslahatan umat. Dalam upaya mencapai tujuan tersebut ada beberapa komponen pendorong, yang salah satunya adalah zakat dan wakaf. Dengan manajemen zakat dan wakaf yang baik maka zakat dan wakaf dapat diberdayakan secara produktif sehingga mampu mencapai tujuannya yang sejalan dengan tujuan ekonomi Islam yakni kesejahteraan umat. Yang dimaksud dengan manajemen zakat dan wakaf disini adalah mengenai proses pengumpulan (funding), pendistribusian, pendayagunaan, dan pengawasan atau pelaporan. Zakat dan wakaf merupakan instrumen penting dalan ekonomi Islam. Sehingga pemanfaatan zakat dan wakaf haruslah dimanfaatkan atau dikelola secara produktif, seperti yang tercantum dalam UU No.23 Tahun 2011 Tentang Zakat pasal 27 ayat 1 berbunyi “Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat”. Dan dalam UU No.41 Tahun 2004 Tentang Wakaf pasal 43 ayat 2 berbunyi “ Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan secara produktif”. Selain itu, zakat dan wakaf juga dapat dijadikan sebagai modal untuk memperkuat civil service, yang salah satu cirinya adalah independensi. Artinya, suatu gerakan (movement) atau institusi yang tidak bergantung dengan pemerintah tetapi dapat memberikan kontribusi yang sangat besar bagi suatu negara. Disinilah kemudian zakat dan wakaf sangat efektif digunakan sebagai media pemberdayaan masyarakat, dalam rangka mewujudkan apa yang disebut dengan masyarakat madani (civil society) Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.. Pada konteks inilah, baik wakaf maupun zakat merupakan instrumen efektif menuju kesalehan sosial dengan menjadikannya sebagai wahana pemberdayaan ekonomi kerakyatan, bukan sekedar ritualitas yang sepi dari fungsi sosial-transformatif. Doktrin Ekonomi Islam dalam Zakat dan Wakaf Kata doktrin berasal dari bahasa inggris yaitu doctrine yang berarti ajaran. Oleh karena itu doktrin lebih dikenal dengan dengan ajaran-ajaran yang bersifat yang tidak boleh diganggu-gugat. Dalam Kamus Ilmiah Populer (Windi Novia, 2008), kata doktrin berarti dalil-dalil dari suatu ajaran. Kesesuaian pengertian ini dapat kita temukan di lapangan bahwa suatu ajaran dalam agama maupun yang lainya pasti mempunyai dasar atau dalil-dalil. Pengertian yang sama juga dapat ditemukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu “doktrin adalah ajaran atau asas suatu aliran politik, keagamaan; pendirian segolongan ahli ilmu pengetahuan, keagamaan, ketatanegaraan secara bersistem, khususnya dalam penyusunan kebijakan negara”. Dari penjelasan yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa doktrin adalah ajaran-ajaran atau pendirian suatu agama atau aliran atau segolongan ahli yang tersusun dalam sebuah sistem yang tidak bisa terpisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Doktrin-doktrin fiqh harus dimaknai secara dinamis dan progresif supaya mampu merespon tantangan zaman. Fiqh harus berperan sebagai tool of social engenering (alat merekayasa sosial) atau disebut sebagai fiqh sosial. Kemaslahatan menjadi tujuan utama ekonomi Islam. Fiqh sebagai derivasi syariat Islam yang praktis lahir untuk membawa kemaslahatan manusia dunia-akhirat, sesuai kaidah popular al-ahkamu kulluha raji’ atun ila masholihil ibad, dunyan wa ukhran, artinya semua hukum kembali pada kemaslahatan hamba-hamba Allah, dunia-akhirat. Dalam konteks ekonomi, salah satu kajian fikih sosial adalah mengenai zakat atau wakaf produktif. Manajemen profesional merupakan hal yang sangat ditekankan dalam mengelola zakat atau wakaf produktif. Pelaksanaan zakat yang produktif juga sejalan dengan maqasidu syariah. Zakat atau wakaf produktif harus secara rill mampu mengubah ekonomi masyarakat menuju kemandirian, kesejahteraan, dan kebahagiaan hakiki baik lahir maupun batin. Zakat dan wakaf bukanlah dua kegiatan yang merugikan. Semakin banyak harta yang dizakati bukan semakin berkurang dan menyusut tapi justru sebaliknya, semakin tumbuh dan berkembang dengan pesat. Begitu pun dengan wakaf, wakaf adalah bentuk shodaqoh jariyah yang pahalanya terus mengalir. Sehingga dalam konteks inilah, baik zakat maupun wakaf membuktikan diri sebagai doktrin ekonomi Islam yang bersifat horisontal. Keadilan sosial yang menjadi tujuan wakaf dan zakat merupakan tema besar dalam Al-Qur’an. Bahkan Al-Qur’an mencela orang-orang yang mengatakan bahwa seseorang ditakdirkan untuk miskin atau dalam keadaan serba kekurangan dan harus dibiarkan nasibnya karena Allah menghendaki demikian. Islam justru menginginkan umat manusia untuk hidup dalam kebahagiaan, sejahtera ekonominya dan maju peradabannya. Zakat dan wakaf disyariatkan dalam rangka menggapai cita-cita mulia ini. Hal ini menjadi starting point lahirnya sinergi positif antara orang kaya dan kaum lemah dalam mendorong kebaikan dan menggerakan perubahan. Zakat dan wakaf adalah investasi komitmen dua arah yang menjadi landasan kooperatif positif dan kondusif bagi terciptanya sebuah sinergi. Menolong orang lain adalah investasi jangka panjang yang sangat dibutuhkan dalam aliansi, karena tidak ada sinergi tanpa kepercayaan dan sebuah keniscayaan kepercayaan tanpa sikap memberi. Zakat dan wakaf merupakan prinsip yang menjunjung tinggi sikap memeberi serta mampu mengeluarkan fitrah spiritual menjadi langkah nyata. Menurut Nurcholis Madjid, zakat dan wakaf adalah bentuk dari kepedulian sosial. Ia bisa dijadikan sarana untuk mendorong maju dan berkembangnya umat Islam yang tentunya hal ini sejalan dengan tujuan dari ekonomi Islam itu sendiri yakni untuk kemaslahatan. BAB III SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari berbagai penjelasan yang telah penulis paparkan di bab sebelumnya, penulis dapat menyimpulkan bahwa: Zakat adalah sejumlah nilai atau ukuran tertentu yang wajib dikeluarkan dari harta tertentu pula, sedangkan wakaf adalah menahan harta dari jangkauan kepemilikan orang lain; Tujuan zakat dan wakaf dalam ekonomi Islam adalah untuk mencapai kesejahteraan atau kemaslahatan umat; Dalam kaidah fiqh terkenal istilah “al-mutaaddi afdlalu min al-qashir” yakni ibadah yang manfaatnya kembali kepada orang banyak lebih utama dari pada ibadah yang hanya terbatas pada individu; Zakat maupun wakaf adalah bentuk doktrin ekonomi Islam yang bersifat horisontal. Saran Sejalan dengan simpulan di atas, penulis merumuskan saran sebagai berikut: Untuk mencapai tujuan ekonomi Islam maka zakat dan wakaf harus dikelola dengan sebaik mungkin dan disistribusikan serta diberdayakan tidak hanya secara konsumtif namun juga produktif; Pendayagunaan zakat harus dilakukan secara efektif dan efisien serta harus dilakukan pengawasan sebagai tindak lanjut dari pendayagunaan tersebut. DAFTAR PUSTAKA Al-‘Asqalani, Al-Hafidz Ibnu Hajar. 2016. Terjemah Bulughul Maram: Kumpulan Hadits Hukum Panduan Hidup Muslim Sehari-Hari Terjemahan Abu Firly Bassam Taqy. Depok: Senja Publishing. Asmani, Jamal Makmur. 2016. Zakat: Solusi Mengatasi Kemiskinan Umat. Yogyakarta: Aswaja Presindo. Mardani. 2016. Hukum Islam: Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf (Konsep Islam Mengetaskan Kemiskinan dan Menyejahterakan Umat). Bandung: PT Citra Aditya Bakti. Mardani. 2012. Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah. Jakarta: Kencana. Irsal GT Gindo Dirajo. Juni 2015, “Zakat Dan Tinjauan Hukum Ekonomi Islam”, Jurnal Syar‟Ínsurance Vol. 1 No. 1 Januari-Juni 2015. 6 15 ? 4 5 16 2