Academia.eduAcademia.edu

POTENSI SUMBERDAYA DAN KERENTANAN HIDROLOGI KAWASAN KARST

INTISARI Indonesia merupakan wilayah yang potensial terhadap kawasan karst, dengan distribusi meliputi hampir seluruh pulau dalam kesatuan negara Republik Indonesia. Karst merupakan suatu bentanglahan khas yang memiliki karakteristik yang berbeda denngan bentukan lainnya baik dari sisi geomorfologi, geologi, maupun hidrologinya. Karst memiliki nilai penting dalam kehidupan manusia, flora, fauna, dan ilmu kebumian. Kawasan karst meupakan kawasan yang memiliki potensial sumberdaya air untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Sumberdaya air kawasan karst merupakan sumberdaya yang rentan baik terhadap pencemaran dan kekeringan. Karst Gunungsewu Gunungkidul merupakan salah satu kawasan karst yang dianggap sebagai prototipe karst daerah tropis. Karakteristik utama kawasan karst ialah proses pelarutan. Proses pelarutan membentuk sistem hidrologi yang khas. Karakteristik sistem hidrologi karst ditandai dengan lebih berkembangnya sistem aliran bawah tanah tanahnya. Sistem aliran yang banyak dijumpai berupa sistem sungai bawah tanah. Epikarst merupakan zona reservoir yang potensial dalam penyimpanan airtanah. Hidrologi karst lebih rentan terhadap pencemaran yang utamanya dipengaruhi oleh sistem aliran conduit pada karst.

POTENSI SUMBERDAYA DAN KERENTANAN HIDROLOGI KAWASAN KARST Hestina Fandani Departemen Geografi Lingkungan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Email: [email protected] INTISARI Indonesia merupakan wilayah yang potensial terhadap kawasan karst, dengan distribusi meliputi hampir seluruh pulau dalam kesatuan negara Republik Indonesia. Karst merupakan suatu bentanglahan khas yang memiliki karakteristik yang berbeda denngan bentukan lainnya baik dari sisi geomorfologi, geologi, maupun hidrologinya. Karst memiliki nilai penting dalam kehidupan manusia, flora, fauna, dan ilmu kebumian. Kawasan karst meupakan kawasan yang memiliki potensial sumberdaya air untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Sumberdaya air kawasan karst merupakan sumberdaya yang rentan baik terhadap pencemaran dan kekeringan. Karst Gunungsewu Gunungkidul merupakan salah satu kawasan karst yang dianggap sebagai prototipe karst daerah tropis. Karakteristik utama kawasan karst ialah proses pelarutan. Proses pelarutan membentuk sistem hidrologi yang khas. Karakteristik sistem hidrologi karst ditandai dengan lebih berkembangnya sistem aliran bawah tanah tanahnya. Sistem aliran yang banyak dijumpai berupa sistem sungai bawah tanah. Epikarst merupakan zona reservoir yang potensial dalam penyimpanan airtanah. Hidrologi karst lebih rentan terhadap pencemaran yang utamanya dipengaruhi oleh sistem aliran conduit pada karst. Kata Kunci : Karst, Potensi hidrologi, Kerentanan PENDAHULUAN Perbukitan karst merupakan satuan geomorfologi yang mempunyai karakteristik relief dan drainase yang khas yang utamanya disebabkan oleh derajat pelarutan batuannya yang intensif (Ford dan Williams, 1989). Karst tidak hanya terjadi pada batuan karbonat, melainkan juga dapat terjadi pada wilayah yang memiliki material batuan lain yang mudah larut dan memiliki porositas sekunder seperti halnya pada batuan gipsum dan batugaram. Keunikan dari kawasan karst yaitu banyaknya goa-goa dan sungai bawah tanah. Indonesia memiliki beberapa kawasan karst yang meliputi hampir seluruh pulau-pulau dalam kesatuan negara Republik Indonesia yang memiliki potensi sumberdaya alam dan ekonomi. Keberadaan kawasan karst di Indonesia mencapai hingga hampir 20% dari total luas wilayah Indonesia (Adji dkk, 1999). Diantara beberapa kawasan karst di Indonesia, terdapat dua kawasan karst yang dianggap sebagai prototipe dari karst daerah tropis yaitu Karst Maros dan Gunungsewu. Karst Gunungsewu terletak di bagian tengah Pulau Jawa bagian selatan. Secara administrasi, Perbukitan Karst Gunungsewu merupakan wilayah pengembangan bagian selatan di Kabupaten Gunungkidul. Karst Gunungsewu dicirikan dengan berkembangnya kubah karst, yaitu bentukan positif yang tumpul, tidak terjal, atau disebut pula sebagai kubah sinusoidal (Lehman 1936 dalam Adji dkk, 1999). Bentanglahan karst merupakan bentanglahan yang memiliki karakteristik yang unik dan khas, baik secara geologi, geomorfologi, dan hidrologi. Karst merupakan suatu bentang alam yang khusus berkembang pada karbonat. Karakteristik hidrologinya didominasi oleh sungai-sungai bawah tanah. Bentanglahan karst memiliki karakteristik khas yang proses pembentukannya disebabkan oeh adanya proses solusional atau pelarutan. Proses solusional tersebut akan menyebabkan terbentuknya cekungan, lembah, dan lorong-lorong sebagai sistem aliran bawah tanah (Nuraini, 2012). Kawasan karst memiliki nilai penting bagi manusia, flora, fauna, dan perkembangan ilmu kebumian (Sunarto dan Samodra, 1999). Bentanglahan karst memiliki peranan yang sangat penting dalam menyediakan sumberdaya air bagi kehidupan. Kawasan Karst merupakan sebagai suatu sumberdaya potensial yang digunakan dalam mendukung kehidupan dengan kekayaan potensi dan sumberdaya yang melimpah namun di sisi lain kawasan ini juga rentan terhadap risiko kerusakan lingkungan. Sebagai upaya untuk melindungi fungsi kawasan karst tersebut maka perlu untuk mengenali potensi pada bentanglahan karst dengan mendasarkan pada karakteristik karst tersebut (Haryono dan Sutikno, 2000). ISI BENTANGLAHAN KARST DAN PROSES KARSTIFIKASI Karst merupakan suatu bentanglahan yang bersifat unik dan dicirikan dengan adanya topografi eksokarst seperti lembah karst, doline, uvala, polje, karren, kerucut karst, dan memiliki sistem drainase bawah permukaan yang lebih berkembang dan lebih dominan dibandingkan dengan sistem aliran permukaannya (Adji dkk, 1999). Haryono dan Adji (2004) menyatakan bahwa karst dicirikan oleh adanya cekungan tertutup dan atau lembah kering dalam berbagai ukuran dan bentuk, jarang dijumpai adanya drainase atau sungai permukaan, serta terdapatnya goa akibat dari sistem drainase bawah tanah. Kawasan karst dibentuk dari batuan karbonat dan dolomit serta terbentuk karena adanya karakteristik yang dimiliki berupa batuan yang mudah larut, memiliki porositas sekunder, dan adanya pengaruh air sebagai agen terjadinya pelarutan tersebut. Karst memiliki karakteristik porositas sekunder yaitu artinya air lolos melalui perlapisan batuan, rekahan, dan patahan. Aliran air pada sistem karst mengalir sekaligus juga melarutkan material batuan pada formasi karst tersebut. Kawasan karst terbentuk melalui sebuah proses yang disebut karstifikasi. Proses karstifikasi berlangsung selama jangka waktu yang lama hingga jutaan tahun untuk dapat membentuk bentanglahan karst (Maryanto, 2006). Karstifikasi ialah proses peresapan dan pelarutan oleh air pada batuan karbonat sehingga dari hasil proses tersebut dapat membentuk suatu bentangalam yang khas pada permukaan dan juga sistem drainase pada bawah permukaan (Gushilman, 2012). Secara lebih sederhana dapat dikatakan bahwa karstifikasi merupakan proses pengubahan batu gamping menjadi bentanglahan karst melalui proses pelarutan secara alami. Berdasarkan definisi tersebut diketahui bahwa proses yang utama dalam hal ini yaitu pelarutan. Proses pelarutan karst diawali oleh larutnya CO2 di dalam air membentuk H2CO3. Larutan H2CO3 tidak stabil terurai menjadi H− dan HCO3. Ion H − inilah yang selanjutnya menguraikan CaCO3 menjadi Ca2+ dan HCO3 2- . Proses karstifikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dikelompokkan menjadi faktor pendorong dan faktor pengontrol. Faktor pengontrol berkaitan dengan karakteristik dan syarat yang harus dipenuhi agar proses karstifikasi dapat berlangsung. Beberapa faktor pengontrol karstifikasi yaitu (1) adanya batuan yang memiliki sifat mudah larut, tebal, kompak, serta memiliki rekahan yang banyak, (2) curah hujan yang relatif tinggi, dan (3) adanya batuan yang dapat memungkinkan terjadinya sirkulasi air secara vertikal. Sedangkan faktor pendorong karstifikasi yaitu berupa temperatur dan penutup lahan. Faktor-faktor tersebutlah yang dapat mempengaruhi tingkat kesempurnaan dan kecepatan pembentukan karst. Nuraini (2012) menyatakan bahwa perkembangan karst pada daerah tropis bersifat lebih intensif dibandingkan dengan perkembangan karst pada karakteristik daerah lain. Gambar 1. Faktor-faktor karstifikasi dan pengaruhnya terhadap proses pelarutan (Trudgil, 1985) Gambar 2. Perkembangan dolin pada daerrah iklim tropis dan iklim sedang (Ford dan Williams, 2007) Pelarutan pada jenis batuan karbonat yang berbeda akan menghasilkan tingkat karstifikasi yang berbeda pula. Tingkat perkembangan karstifikasi pada sistem akuifer karst dapat mempengaruhi karakteristik imbuan airtanah, besar kapasitas simpanan, dan sistem pelepasan air oleh akuifer tersebut. Semakin tinggi derajat karstifikasi maka akuifer tersebut memiiki kapasitas simpanan air yang rendah dan sistem pelepasan air yang cepat (Adji dkk, 2014). KARAKTERISTIK DAN POTENSI SUMBERDAYA HIDROLOGI KAWASAN KARST Kawasan karst utamanya terbentuk pada wilayah-wilayah yang memiiliki karakteristik material yang berasal dari endapan batuan karbonat dengan mineral utamanya berupa dolomit, kalsit, dan aragonit. Selain itu juga dapat terbentuk pada material batuan yang mengandung mineral mudah larut. Karakteristik unik yang ada di kawasan karst yaitu pada karakteristik sistem hidrologinya. Akuifer karst memiliki karakteristik yang kompleks dan alami yang membedakan dengan akuifer lainnya. Akuifer karst memiliki heterogenitas yang tinggi sebagai akibat trebentuknya system aliran bawah tanah, memiliki saluran yang besar, dan memiliki kecepatan aliran yang tinggi (Bakalowicz, 2005). Kawasan karst memiliki sistem hidrologi yang berbeda dengan batuan lainnya. Terdapat karakter tersendiri yang hanya dimiliki oleh sistem hidrologi pada karst yaitu adanya dominasi proses pembentukan non permukaan sebagai akibat dari aktivitas pelarutan. Sistem hidrologi bawah tanah lebih berkembang dengan banyaknya aliran-aliran bawah tanah dengan karakteristik yang tidak seragam (heterogen) dan bersifat anisotropis. White (1988) mengklasifikasikan sistem aliran tersebut menjadi sistem diffuse (sistem aliran rembesan), fissure (sistem aliran rekahan), dan conduit (sistem aliran lorong). Jenis aliran pada kawasan karst tersebut sangat dipengaruhi oleh karakteristik perkembangan lorong, kondisi topografi permukaan, serta simpanan air dalam sistem akuifer karst. Gambar 3. Ilustrasi sistem hidrologi karst (Goldscheider, 2010) Pada sistem aliran lorong atau conduit pengimbuhan air sungai bawah tanah dengan melalui ponor yang ada di permukaan. Aliran air tersebut akan lolos ke bawah permukaan melewati rongga-rongga besar dan kecepatan alirannya tinggi. Pada kawasan karst yang memiliki aliran conduit biasanya pada daerah tangkapannya dicirikan dengan banyaknya luweng dengan sinkhole dan ponor. Aliran conduit memiliki kemampuan simpanan yang rendah karena air akan langsung teralirkan ke bawah permukaan secara cepat dan biasanya terjadi hanya saat musim hujan. Sedangkan pada sistem aliran rembesan (diffuse), aliran air lolos ke bawah permukaan dengan melalui proses infiltrasi yang terjadi pada epikarst. Aliran diffuse berupa rembesan atau tetesan kecil. Karakteristik aliran diffuse yaitu menyebar. Kondisi daerah tangkapan dengan sistem aliran seperti ini biasanya yaitu pada area dengan banyak rekahan batuan. Aliran diffuse memiliki karakteristik simpanan yang besar dan sepanjang tahun (Adji, 2006). Aliran fissure, pengimbuhan air sungai bawah tanah dengan melalui celah-celah perlapisan batuan. Air mengalir ke bawah permukaan dengan melewati rekahan-rekahan batuan. Secara umum potensi air pada perbukitan karst dikontrol oleh struktur geologi, seperti retakan dan diaklas, kondisi kekerasan batuan, dan morfologi permukaan.struktur-struktur geologi tersebut menentukan besar kecilnya koefisien aliran dan cadangan airtanah (Santosa, 2015). Pada sistem karst, air hujan yang jatuh sebagian menjadi limpasan dan sebagian lagi meresap dalam tanah. Limpasan yang terkumpul membentuk suatu system sungai dengan inputnya dapat berasal dari air hujan maupun dari bawah tanah sehingga kemudian mengalir menuju sistem bawah permukaan. Salah satu contoh dari sistem aliran bawah permukaan di Gunungkidul yaitu Kali Suci di Kecamatan Semanu. Sungai bawah tanah merupakan salah satu bentukan yang khas dari sistem karst. Sungai bawah tanah yang banyak dijumpai pada karst di Gunungkidul mengalir melalui jalur-jalur goa. Sungai bawah tanah merupakan potensi sumberdaya air yang sangat besar di kawasan karst. Namun karena akses yang sulit berupa luweng-luweng dalam dan terjal mengakibatkan tidak semua sungai bawah tanah dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan baik. Imbuhan sungai bawah tanah yang banyak pada kawasan karst didukung oleh zona epikarst dimana zona epikarst memiliki permebailitas dan porositas yang tinggi sehingga berperan sebagai reservoir utama pada karst (Haryono, 2001 dalam Cahyadi dkk, 2013). Besarnya potensi air sungai bawah tanah diharapkan dapat dimanfaatkan lebih optimal. Selain sungai bawah tanah, potensi air kawasan karst juga berupa air permukaan, airtanah dan mata air. Di kawasan karst banyak dijumpai adanya danau dolin saat musim penghujan. Selain itu, juga terdapat beberapa mata air yang potensial. Mata air epikarst dikenal menurut studi Linhua (1996) mempunyai kelebihan dalam hal: Kualitas air. Air yang keluar dari mataair epikarst sangat jernih karena sedimen yang ada sudah terperangkap dalam material isian atau rekahan. Debit yang stabil. Mataair yang keluar dari mintakat epikarst dapat mengalir setelah 2-3 bulan setelah musim hujan dengan debit relatif stabil. Mudah untuk dikelola. Mataair epikarst umumnya muncul di kaki-kaki perbukitan, sehingga dapat langsung ditampung tanpa harus memompa. Airtanah pada kawasan karst merupakan sumberdaya yang potensial. Pada dasarnya kawasan Karst Gunungsewu di Kabupaten Gunungkidul memiliki potensi airtanah yang cukup melimpah untuk dapat mensuplai kebutuhan air pada musim kemarau. Meskipun demikian, masalah yang sering timbul pada wilayah karst yaitu permasalahan terhadap akses airtanah tersebut. Hal ini dikarenakan keterdapatan airtanah pada kawasan karst baru dapat ditemui airtanah pada kedalaman tertentu yang sangat dalam. Keterdapatan airtanah pada kawasan karst memiliki variasi kedalaman antara 50 hingga 100 meter di bawah permukaan tanah (Mc Donald & Partner. 1984). KERENTANAN HIDROLOGI KAWASAN KARST Beberapa permasalahan yang sering dijumpai pada kawasan karst yaitu pencemaran air, pendangkalan dan kekeringan telaga saat musim kemarau dan kritis air saat kemarau. Hidrologi pada kawasan karst relatif lebih rentan terhadap pencemaran. Kerentanan air pada kawasan karst berkaitan dengan komponen batuan karst yang berupa saluran conduit yang memiliki porositas sekunder yang besar (Cahyadi dkk, 2013). Pada aliran conduit aliran permukaan akan masuk dalam system aliran bawah permukaan dengan sangat cepat melalui lorong-lorong yang besar, sehingga apabila terdapat masukan aliran air pada sistem ini, maka muka air di sungai bawah tanah cepat naik menuju pemukaan dan banyak pencemar yang dapat ikut masuk kedalam sistem sungai bawah tanah. Gambar 4. Perjalanan pencemar dari permukaan menuju sungai bawah tanah melalui celah konduit di kawasan karst (Haryono, 2004 dalam Cahyadi dkk, 2013). Selain permasalahan pencemaran, kawasan karst juga rentan terhadap kekeringan terutama saat musim kemarau. Menurut Santosa (2015) keringnya air telaga saat kemarau dapat disebabkan karena beberapa hal diantaranya yaitu: Kondisi morometri telaga yang kurang mampu menamoung air hujan dalam jumlah cukup untuk dapat mengimbangi kekurangan air saat kemarau Laju evaporasi yang tinggi ketika kemarau Air telaga mengaami kebocoran masuk melalui ponor maupun lubang aliran menuju sistem aliran bawah tanah. PENUTUP/KESIMPULAN Kawasan karst merupakan kawasan yang memiliki sistem hidrologi yang khas dan unik. Keunikan sistem hidrologi karst diakibatkan karena adanya proses pelarutan yang merupakan proses utama dalam pembentukan karst atau disebut pula karstifikasi. Proses karstifikasi dipengaruhi oleh faktor pendorong dan faktor pengontrol. Faktor pendorong berupa temperatur dan penutup lahan, sedangkan faktor pengontrol berupa adanya batuan mudah larut, curah hujan tinggi, dan memungkinkan adanya sirkulasi air secara vertikal. Tingkat perkembangan karstifikasi pada sistem akuifer karst dapat mempengaruhi karakteristik imbuan airtanah, besar kapasitas simpanan, dan sistem pelepasan air oleh akuifer. Secara umum potensi air pada perbukitan karst dikontrol oleh struktur geologi, seperti retakan dan diaklas, kondisi kekerasan batuan, dan morfologi permukaan.struktur-struktur geologi tersebut menentukan besar kecilnya koefisien aliran dan cadangan airtanah. Karaketristik hidrologi kawasan karst adalah lebih berkembangnya sistem aliran bawah tanah dibandingkan dengan sistem aliran permukaan. Potensi air pada kawasan karst cukup melimpah utamanya pada sistem aliran bawah tanah. Namun potensi air belum dapat dimanfaatkan secara maksimal karena kedalaman keberadaan air yang bervariasi dan dalam sehingga muncul keterbatasan akses untuk mendapati air bawah tanah tersebut. Sistem aliran hidrologi karst terdiri dari sistem aliran conduit, diffuse, dan fissure. Sistem aliran conduit merupakan system aliran yang sangat berpengaruh terhadap kerentanan pencemaran hidrologi karst karena sistem alirannya yang cepat dan melalui ponor yang besar sehingga mudah dimasuki bahan pencemar. Kerentanan hidrologi karst selain pencemaran yaitu berupa kekeringan air. UCAPAN TERIMA KASIH Dengan selesainya paper ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada segenap dosen yang telah memberikan ilmu dan pemahaman baik melalui kegiatan di dalam kelas maupun kegiatan di luar kelas. Tidak lupa pula untuk seluruh asisten praktikum geohidrologi yang telah senantiasa membagikan ilmu dan pengalaman kepada menulis serta memberikan bimbingan dan pendampingan selama kegiatan praktikum di kelas maupun di lapangan. Terima kasih pula untuk teman-teman geografi lingkungan 2016 yang telah memberikan dukungan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan paper ini, serta kepada pihak-pihak terkait yang telah membantu dalam proses penyusunan paper. DAFTAR PUSTAKA Adji, Tjahyo Nugroho; Haryono, Eko; Woro, Suratman. 1999. Kawasan Karst dan Prospek Pengembangannya di Indonesia. Seminar PIT IGI, 26-27 Oktober 1999. Jakarta: Universitas Indonesia Adji, Tjahyo Nugroho. 2006. Kontribusi Hidrologi Karst dalam Monitoring Keberlangsungan Ekosistem Karst. Prosiding Seminar Biospleologi dan Ekosistem Karst Sebagai Wahana Upaya Pelestarian dan Penyelamatan Gua Indonesia. Yogyakarta, 5-6 Desember 2006. Yogyakarta: Biologi UGM dan LIPI Adji, Tjahyo Nugroho; Mujib, Asyroful; Fatchurohman, Hendy; Bahtiar, Igor Yoga. 2014. Analisis Tingkat Perkembangan Akuifer Karst Gunungsewu, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Karst Rengel, Tuban, Jawa Timur Berdasarkan Analisis Hidrograf. Seminar PIT IGI, 15 November 2014. Yogyakarta: UNY Bakalowicz, M. 2005. Karst Groundwater: a Challange for New Resources. Hydrogeology Journal, Vol 13 (1). Springer, Jerman Cahyadi, Ahmad; Ayuningtyas, E.A; Prabawa, B.A. 2013. Urgensi Pengelolaan Sanitasi dalam Upaya Konservasi Sumberdaya Air Di Kawasan Karst Gunungsewu Kabupaten Gunungkidul. International Journal of Conservation, Vol 2 No 1 Ford, D.C; dan Williams. 1989. Karst Geomorphology and Hydrology. Chapman and Hall. London Goldscheider, Nico and Drew. 2010. Karst and Alpine Hydrogeology. Karlsruhe Institute of Technology, Institute of Applied Geoscience Gushilman, Iska. 2012. Nilai Penting Sumberdaya Air Karst Sebagai Pertimbangan Penyusunan Zonasi Taman Nasional. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor Haryono, Eko dan Sutikno. 2000. Perlindungan Fungsi Kawasan Karst. Seminar Perlindungan Penghuni Kawasan Karst: masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang terhadap Fungsi Lingkungan Hidup. PSLM UNS. Surakarta, 11 November 2000 Haryono, Eko dan Adji, Tjhayo Nugroho. 2004. Geomorfologi dan Hidrologi Karst. Yogyakarta: Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Maryanto, Ibnu. 2006. Manajemen Bioregional: Karst, Masalah dan Pemecahannya, Dilengkapi Kasus Jabodetabek. Bogor: Puslit Biologi, LIPI Linhua, S. 1996. Mechanism of Karst Depression Evolution and Its Hydlogogycal Ecolution. Acta Geographica Sinica, 41-50 McDonald & Partners. 1984. Greater Yogyakarta – Groundwater Resources Study. Vol 3: Main Report. P2AT, Yogyakarta Nuraini, Fahad. 2012. Kajian Karakteristik dan Potensi Kawasan Karst untuk Pengembangan Ekowisata Di Kecamatan Ponjong Kabupaten Gunungkidul. Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta Santosa, Langgeng Wahyu. 2015. Keistimewaan Yogyakarta dari Sudut Pandang Geomorfologi. Yogyakarta: UGM Press Sunarto, B.D dan Samodra. 1999. Hidrologi Kawasan Karst: Studi Kasus Daerah Gunungkidul bagian Tengah. Makalah Lokakarya Sumberdaya Kawasan Pengelolaan Karst Berwawasan Lingkungan. Jakarta Trudgil, S. 1985. Limestone Geomorphology. Longman, Newyork. 10]