Academia.eduAcademia.edu

MAKALAH PENDIDIKAN KARAKTER

Karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, perilaku atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Berkarakter berarti memiliki karakter, mempunyai kepribadian dan berwatak. 1 Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya). 2 Karakter dapat dimaknai sebagai nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan Karakter adalah usaha sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, dan menerapkan dalam kehidupan sehari hari dengan melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman. Siswa sebagai peserta didik, terutama dalam membentuk dan membina karakternya. Proses belajar mengajar Pendidikan Karakter dengan penekanan karakter dapat bermakna dan berdaya guna dalam menciptakan suasana belajar yang merangsang prestasi belajar, meningkatkan hasil-hasil yang dicapai oleh siswa sebagai peserta didik, dan juga memberikan membentuk watak dan kepribadian para siswa tersebut. 3 1 Departemen

MAKALAH PENDIDIKAN KARAKTER “Pembentukan Karakter” Disusun Oleh : M. Ferry Nurdin 06.2014.1.06360 Achmad Basyari M 06.2014.1.06331 Rachmad Ardyanto 06.2014.1.06342 TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA 2017 A. PENDAHULUAN Karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, perilaku atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Berkarakter berarti memiliki karakter, mempunyai kepribadian dan berwatak.1 Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).2 Karakter dapat dimaknai sebagai nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan Karakter adalah usaha sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, dan menerapkan dalam kehidupan sehari hari dengan melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman. Siswa sebagai peserta didik, terutama dalam membentuk dan membina karakternya. Proses belajar mengajar Pendidikan Karakter dengan penekanan karakter dapat bermakna dan berdaya guna dalam menciptakan suasana belajar yang merangsang prestasi belajar, meningkatkan hasil-hasil yang dicapai oleh siswa sebagai peserta didik, dan juga memberikan membentuk watak dan kepribadian para siswa tersebut.3 1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm. 623. 2 Zainal Aqila dan Sujak, Panduan dan Aplikasi Pendidikan Karakter, (Bandung: Yram Widya, 2011), hlm. 3. 3 Rooijakers AD, Mengajar Dengan Sukses, (Jakarta: PT. Grasindo, Cet. III, 2000), hlm. 1 Melihat fenomena pendidikan dan kondisi remaja saat ini maka pembentukan karakter harus dilakukan secara teratur dan terarah agar siswa dapat mengembangkan dan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mencapai tujuan tersebut tidak terlepas dari beberapa faktor penunjang yang tersedia dan terlaksana dengan baik, seperti tenaga pengajar dan staf-staf lain dilingkungan sekolah. Disini peranan dosen sangatlah penting untuk menanamkan pendidikan karakter pada mahasiswa. Dosen merupakan faktor yang sangat dominanan paling penting dalam pendidikan mahasiswanya pada umumnya, karena bagi mahasiswa, seorang dosen, khususnya dosen pendikan karakter sering dijadikan tokoh teladan bahkan menjadi tokoh identifikasi diri. Oleh sebab itu, dosen Pendidikan Karakter memiliki perilaku dan kemampuan yang memadai untuk mengembangkan mahasiswanya secara utuh. Untuk melaksanakan tugasnya secara baik sesuai dengan profesi yang dimilikinya. dosen Pendidikan Karakter adalah orang yang tidak sekedar memberikan ilmu pengetahuan tentang agama kepada peserta didik. Akan tetapi, dosen Pendidikan Karakter juga harus mampu memberikan keteladanan dan dapat menjadi panutan bagi para mahasiswa. 4 4 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaktif Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 30-31. 2 B. PEMBAHASAN 1. Hakikat Karakter Menurut Simon Philips karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan. Sedangkan Doni Koesoema, memahami bahwa karakter sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri, atau karakteristik, atau gaya, atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan. Sementara Winnie dalam quari memahami bahwa istilah karakter memiliki dua pengertian. Pertama, ia menunjukkan bagaimana seseorang bertingkah laku. Apabila seseorang berperilaku tidak jujur, kejam, atau rakus, tentulah orang tersebut memanifestasikan perilaku buruk. Sebaliknya, apabila seseorang berperilaku jujur, suka menolong, tentulah orang tersebut memanifestasikan karakter mulia. Kedua, istilah karakter erat kaitannya dengan ‘personality’. Seseorang baru bisa disebut ‘orang yang berkarakter’ (a person of character) apabila tingkah lakunya sesuai kaidah moral. Dari pendapat di atas dipahami bahwa karakter itu berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi ‘positif’, bukan netral. Jadi, ‘orang berkarakter’ adalah orang yang mempunyai kualitas moral (tertentu) positif. Dengan demikian, pendidikan membangun karakter, secara implisit mengandung arti membangun sifat atau pola perilaku yang didasari atau berkaitan dengan dimensi moral yang positif atau baik, bukan yang negatif atau buruk. Hal ini didukung oleh Peterson dan Seligman, yang mengaitkan secara langsung ’character strength’ dengan kebajikan. Character strength dipandang sebagai unsur-unsur psikologis yang membangun kebajikan (virtues). 5 5 http://www.stp.dian-mandala.org/2011/09/16/pembentukan-karakter-melalui- pendidikan-oleh-dalifati-ziliwu/ 3 2. Pengertian Karakter Karakter berasal dari bahasa latin “kharakter”, “kharassein”, “Kharax”, dalam bahasa inggris: charakter dan Indonesia “karakter”, Yunani Character, dari charassein yang berarti membuat tajam.6 Menurut kamus umum bahasa Indonesia, karakter diartikan sebagai tabiat atau watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain.7 Sementara dalam kamus sosiologi, karakter diartikan sebagai ciri khusus dari struktur dasar kepribadian seseorang (karakter; watak).8 Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat dimaknai bahwa karakter adalah ciri khas seseorang dalam berperilaku yang membedakan dirinya dengan orang lain. Pengertian karakter, watak, kepribadian (personality), dan individu (individuality) memang sering tertukar dalam penggunaanya. Hal ini karena istilah tersebut memang memiliki kesamaan yakni sesuatu yang asli dalam diri individu seseorang yang cenderung menetap secara permanen. 6 Abdul Majid & Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2012), h. 11. 7 Ira M. Lapindus, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1982), h. 8 Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi (Jakarta: Rajawali Pers, 1993), h. 74. 445. 4 3. Pembentukan Karakter Pembentukan Karakter Merupakan usaha atau suatu proses yang dilakukan untuk menanamkan hal positif pada anak yang bertujuan untuk membangun karakter yang sesuai dengan norma , dan kaidah moral dalam bermasyarakat. Ada tiga faktor yang sangat penting dalam proses pembentukan karkter anak yaitu faktor pendidikan (sekolah), lingkungan masyarakat, dan lingkungan keluarga. Secara alami, sejak lahir sampai berusia tiga tahun, atau mungkin hingga sekitar lima tahun, kemampuan nalar seorang anak belum tumbuh sehingga pikiran bawah sadar (subconscious mind) masi terbuka dan menerima apa saja informasi dalamnya tanpa dan stimulus yang dimasukkan ke ada penyeleksian, mulai dari orang tua dan lingkungan keluarga. Dari mereka itulah, pondasi awal terbentuknya karakter sudah terbangun. Selanjutnya, semua pengalaman hidup yang berasal dari lingkungan kerabat, sekolah, televisi, internet, buku, majalah, dan berbagai sumber lainnya menambah pengetahuan yang akan mengantarkan seseorang memiliki kemampuan yang semakin besar untuk dapat menganalisis dan menalar objek luar. Semakin banyak informasi yang diterima dan semakin matang sistem kepercayaan dan pola pikir yang terbentuk, maka semakin jelas tindakan, kebiasaan, dan karakter unik dari masing-masing individu. Dengan kata lain, setiap individu akhirnya memiliki sistem kepercayaan (belief system), citra diri (elf-image), kebiasaan (habit) yang unik. Jika sistem kepercayaanya benar dan selaras karakternya baik, dan konsep dirinya bagus, maka kehidupannya akan terus baik dan semakin membahagiakan. Sebaliknya jika sistem kepercayaanya tidak selaras, karakternya tidak baik, dan konsep dirinya buruk, maka hidupnya akan dipenuhi banyak permasalahan dan penderitaan.9 9 Abdul majid,Pendidikan Karskter perspektif Islam, ibid., hal 4. 5 Ryan & Lickona seperti yang dikutip Sri lestari 10 mengungkapkan bahwa nilai dasar yang menjadi landasan dalam membangun karakter adalah hormat (respect). Hormat tersebut mencakup respek pada diri sendiri, orang lain, semua bentuk kehidupan maupun lingkungan yang mempertahankannya. Dengan memiliki hormat, maka individu memandang dirinya maupun orang lain sebagai sesuatu yang berharga dan memiliki hak yang sederajat. Karakter kita terbentuk dari kebiasaan kita. Kebiasaan kita saat anakanak biasanya bertahan sampai masa remaja. Orang tua bisa mempengaruhi baik atau buruk, pembentukan kebiasaan anak-anak mereka.11 Unsur terpenting dalam pembentukan karakter adalah pikiran karena pikiran yang di dalamnya terdapat seluruh program yang terbentuk dari pengalaman hidupnya, merupakan pelopor segalanya. Program ini kemudian membentuk sistem kepercayaan yang akhirnya dapat membentuk pola berpikir yang bisa mempengaruhi perilakunya. Jika program yang tertanam tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran universal, maka perilakunya berjalan selaras dengan hukum alam. Hasilnya, perilaku tersebut membawa ketenangan dan kebahagiaan. Sebaliknya, jika program tersebut tidak sesuai dengan prinsip-prinsip universal, maka perilakunya membawa kerusakan dan menghasilkan penderitaan. Oleh karena itu pikiran harus mendapatkan perhatian serius. 10 Sri Lestari, Psikologi Keluarga Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam keluarga (Jakarta: Kencana, 2013), h. 96. 11 Thomas Lickona, Character Matters (Jakarta: Bumi Aksara, 2012) h 50. 6 4. Faktor- faktor Pembentukan Karakter Karakter ialah Aki-psikis yang mengekspresikan diri dalam bentuk tingkah laku dan keseluruhan dari Aku manusia. Sebagian disebabkan bakat pembawaan dan sifat-sifat hereditas sejak lahir: sebagian lagi dipengaruhi oleh meleniu atau lingkungan. Karakter ini menampilkan Aku-nya manusia yang menyolok, yang karakteristik, yang unik dengan ciri-ciri individual. Dalam Masnur Muslich dijelaskan bahwa karakter merupakan kualitas moral dan mental seseorang yang pembentukannya dipengaruhi oleh faktor bawaan (fitrah, nature) dan lingkungan (sosialisasi pendidikan, nurture). Potensi karakter yang baik dimiliki manusia sebelum dilahirkan, tetapi potansi-potensi tersebut harus dibina melalui sosialisi dan pendidikan sejak usia dini.12 Karakter tidak terbentuk begitu saja, tetapi terbentuk melalui beberapa faktor yang mempengaruhi, yaitu: faktor biologis dan faktor lingkungan. a. Faktor Biologis Faktor biologis yaitu faktor yang berasal dari dalam diri orang itu sendiri. Faktor ini berasal dari keturunan atau bawaan yang dibawa sejak lahir dan pengaruh keturunan dari salah satu sifat yang dimiliki salah satu dai keduanya. b. Faktor lingkungan Di samping faktor-faktor hereditas (faktor endogin) yang relatif konstan sifatnya, milieu yang terdiri antara lain atas lingkungan hidup, pendidikan, kondisi dan situasi hidup dan kondisi masyarakat (semuanya merupakan faktor eksogin) semuanya berpengaruh besar terhadap pembentukan karakter. 12 Masnur Muslich, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional, h. 96. 7 5. Proses Pembentukan Karakter Proses pembentukan karakter menurut beberapa ahli, sebagai berikut : a. Menurut ahli. Ratna Megawangi mengataan bahwa sebuah proses yang berlangsung seumur hidup. Anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter jika ia tumbuh pada lingkungan yang berkarakter pula. Sejatinya ada tiga pihak yang mempunyai peran penting terhadap sebuah pembentukan karakter anak yaitu: keluarga, sekolah, dan lingkungan. Ketiga pihak itulah yang harus memiliki sebuah hubungan yang sinergis. b. Menurut Anis Matta dalam Membentuk Karakter Muslim menyebutkan beberapa kaidah dalam pembentukan karakter: - Pertama, Kaidah kebertahapan. Dalam membentuk dan mengembangakan karakter itu tidak bisa secara instan ataupun terburu-buru dalam mendapatkan sebuah hasil. - Kedua yaitu Kaidah Kesinambungan. Kalau kita lihat dari sudut sebuah pembiasaan ataupun latihan, walaupun hanya dengan porsi yang sedikit, yang terpenting adalah kesinambungannya atau continue. - Ketiga, kaidah momentum yaitu berbagai momentum peristiwa untuk sebuah fungsi pendidikan dan latihan. - Keempat, Kaidah Motovasi Instrinsik yaitu karakter yang kuat akan terbentuk sempurna jika yang menyertainnya benar-benar lahir dari dalam dirinya sendiri. Kelima Kaidah Pembimbingan, yaitu dalam pembentukan karakter ini tidak bisa dilakuka tanpa seorang guru/pembimbing. 13 13 http://www.jendelapendidikan.com/2017/03/proses-pembentukan-karakter.html 8 6. Lahkah – langkah Mengubah karakter Dengan mengetahui tahapan, metoda dan proses pembentukan karakter, maka bisa diketahui bahwa akar dari perilaku atau karakter itu adalah cara berfikir dan cara merasa seseorang. Sehingga untuk mengubah karakter seseorang, kita bisa melakukan tiga langkah berikut : - Langkah pertama adalah melakukan perbaikan dan pengembangan cara berfikir yang kemudian disebut terapi kognitif, dimana fikiran menjadi akar dari karakter seseorang. - Langkah kedua adalah melakukan perbaikan dan pengembangan cara merasa yang disebut dengan terapi mental, karena mental adalah batang karakter yang menjadi sumber tenaga jiwa seseorang. - Langkah ketiga adalah melakukan perbaikan dan pengembangan pada cara bertindak yang disebut dengan terapi fisik, yang mendorong fisik menjadi pelaksana dari arahan akal dan jiwa. - Hidup di zaman modern ini semua serba ada, baik dan buruk, halal haram, benar salah nyaris campur menjadi satu, sulit untuk dibedakan. Maka sebaik-baik orang yang dapat memilah dan memilih suatu perbuatan yang baik, karena perbuatan baik ini akan berdampak pada perilaku manusia. 14 14 https://www.academia.edu/10103940/MAKALAH_PEMBENTUKAN_KARAKTER 9 7. Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam membentuk karakter Dalam proses pembentukan karakter, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Diantara nya : a. Pembiasaan tingkah laku sopan Sopan santun atau etiket adalah akhlak yang bersifat lahir. Ukuran sopan santun terletak pada cara pandang suatu masyarakat. Oleh karena itu cara pandang sopan-santun dan sikap suatu daerah mungkin berbeda dengan cara pandang masyarakat yang lain. Sopan santun diperlukan ketika sesorang berkomunikasi dengan orang lain, dengan penekanan utama pertama kepada orang yang lebih tua atau guru atau atasan, kedua kepada orang yang lebih muda, anah buah, anak, murid, bawahan dan sebagainya, ketiga kepada orang yang setingkat atau sebaya, seusia atau setingkat status sosial. Disamping itu sopan santun juga berlaku ketika berkomunikasi dengan kawan atau lawan. Komunikasi dengan lawan memerlukan kekuatan diplomatis yang lebih kuat dibandingkan dengan perilaku kasar. Kesopanan bisa menambat hati lawan, sebaliknya kekerasan akan menimbulkan dendam. b. Kebersihan, kerapian dan ketertiban Pengetahuan tentang hubungan kebersihan dengan lingkungan dibentuk melalui proses pendidikan, tetapi kepekaan terhadap kebersihan dibangun melalui proses pembiasaan sejak kecil. Konsisitensi orang tua terhadap keharusan anak untuk cuci tangan sebelum makan, cuci kaki sebelum tidur, mandi dan gosok gigi secara tertur, menyapu lantai dan halaman rumah, 15 15 Ibid., hal. 9 10 buang sampah di tempat sampah, menempatkan sepatu ditempatnya, merapikan baju dan buku dikamarnya. Merapikan tempat tidur setiap bangun tidur, adalah merupakan pekerjaan membiasakan anak pada hidup bersih hingga kedasaran akan kebersihan itu menjadi bagian dari kepribadiannya. Pada usia remaja kebersihan harus didukung oleh pengetahuan empirik, misalnya melihat benda dan air kotor, tangan kotor dan sebagainya dengan mikroskup sehingga bisa menyaksikan sendiri kuman-kuman penyakit pada sesuatu yang kotor tersebut. Adapun perilaku bersih pada masyarakat diwujudkan dengan pengaturan yang bersistem, misalnya sistem pemeliharaan kebersihan umum lengkap dengan sarana yang tesedia, sistem sanitasi, sistem pembuangan limbah ditempat umum kemusian didukung dengan peraturan yang menjamin kelangsungan hidup bersih dan tertib. c. Kejujuran Kejujuran merupakan sifat terpuji. Dalam bahasa arab disebut dengan istiah siddq dan amanah. Siddiq artinya benar, amanah artinya dapat dipercaya, ciri orang jujur adalah tidak suka bohong, meski demikian jujur yang berkonotasi positif berbeda dengan jujur dalam arti lugu dan polos. Dalam sifat amanah mengandung arti cerdas, yakni kejujuran yang disampaikan dengan bertanggung jawab. Jujur bukan berarti mengatakan semua yang diketahui apa adanya, tetapi mengatakan apa yang diketahui sepanjang mengandung kebaikan dan tidak menyebutnya jika diperkirakan memabawa akibat buruk bagi dirinya dan orang lain. 16 16 Ibid., hal. 9 11 d. Disipilin Tingkah laku disiplin dilakukan karena mengikuti suatu komitmen. Disiplin bisa berhubungan dengan kejujuran, bisa juga tidak. Kejujuran juga diwariskan oleh genetika orang tuannya, terutama ketika anak masih dalam kandungan, secara psikologis dapat menetas pada anaknya. Keharmonisan orang tua didalam rumah akan sangat berpengaruh dalam membentuk watak dan kepribadian anak-anak pada umur perkembangannya. Ketika anak masih kecil, pantang orang tua bebohong kepada anaknya, karena kebohongan yang diarasakan oleh anak akan menimbulkan kegelisahan serta merusak tatanan psikologi seorang anak. Pada anak usia kelas IV SD hingga SLTP, kejujuran sebaiknya dibiasakan sejalan dengan kedisplinan hidup, disiplin belajar, disiplin ibadah, displin bekerja membantu orang tua di rumah, disiplin keuangan dan dan disiplin agenda harian anak. Pada anak usia SMA kejujuran dan kedisiplinan yang ditanamkan harus sudah disertai alasan yang rasional, baik dalam kehidupan dalam rumah tangga, sekolah maupun dilingkungan masyarakat. Sistem punishment dan reward sudah bisa diterapkan secara rasional. Pada usia mahasiswa, kejujuran dan kedisiplinan dinisyakan melalui pemberian kepercayaan dalam berbagai tanggungjawab.kepada mereka sudah ditekankan komitmen dan substansi, sementara prosedur dan teknik mungkin harus sudah diserahkan kepada seni dan kreatifitas mereka. 17 17 Ibid., hal. 9 12 8. Nilai-nilai Karakter Nilai – nilai karakter yang seharusnya dimiliki dan ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari dalam Muchlas Samani dan Hariyanto, yaitu: 18 18 Muchlas Samani & Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), h. 47. 13 Untuk menegetahui apakah seorang anak telah memiliki karakter baik diperlukan penilaian. Evaluasi karakter merupakan suatu upaya untuk mengidentifikasi perkembangan capaian hirarki perilaku (karakter) dari waktu ke waktu melalui suatu identifikasi dan/atau pengamatan terhadap perilaku yang muncul dalam keseharian anak. Suatu karakter tidak dapat dinilai dalam satu waktu (one shot evaluation), tetapi harus diobservasi dan diidentifikasi secara terus menerus dalam keseharian anak, baik di kelas, sekolah, maupun rumah. Evaluasi di kelas melibatkan guru, peserta didik sendiri dan peserta didik lainya. Di rumah melibatkan peserta didik, orang tuanya (jika masi ada) atau walinya, kakak, dan adiknya (jika ada).19 19 Dharma Kesuma, dkk. Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah (Bandung: Rosda karya, 2013), h. 141. 14 Marilah kita renungkan sejenak. Sebenarnya ungkapan tersebut sangat sesuai menggambarkan peran lingkungan dalam kehidupan kita. Lingkungan sangat menentukan proses pembentukan karakter diri seseorang. Lingkungan yang positif bisa membentuk kita menjadi pribadi berkarakter positif, sebaliknya lingkungan yang negatif dan tidak sehat bisa membentuk pribadi yang negatif pula. Lingkungan memiliki peran yang sangat penting dalam membangun karakter-karakter individu yang ada di dalamnya. Seorang anak kecil yang terbiasa berkata kotor, tentu saja ia meniru dari sekitarnya. Anda tidak perlu jauh-jauh mencari penyebab anak tersebut suka berkata kotor. Tentu saja itu adalah hasil meniru dari lingkungannya. Untuk mengatasinya, lebih baik anda mengatasi dari sumber masalahnya. Untuk menanggulangi penyakit, janganlah anda menunggu salah satu anggota keluarga anda sakit lantas mengobatinya. Bukankah lebih baik anda mulai mengatur pola hidup sehat, sehingga penyakit tidak akan menyerang dan menjangkiti anda. Inilah yang dimaksud dengan mengatasi persoalan dari sumbernya. 20 20 http://www.pendidikankarakter.com/pentingnya-membangun-lingkungan- berkarakter/ 15 C. Kesimpulan Pembentukan Karakter Merupakan usaha atau suatu proses yang dilakukan untuk menanamkan hal positif pada anak yang bertujuan untuk membangun karakter yang sesuai dengan norma , dan kaidah moral dalam bermasyarakat. Ada tiga faktor yang sangat penting dalam proses pembentukan karkter anak yaitu faktor pendidikan (sekolah), lingkungan masyarakat, dan lingkungan keluarga. Faktor-faktor yang membentuk karakter seseorang dipengaruhi oleh faktor biologis dan factor lingkungan, dan nanti nya akan ditentukan melalui suatu proses pembentukan karakter yang akan menunjukkan keterkaitan yang erat antara fikiran, perasaan dan tindakan. Dari fikiran terbentuk cara berfikir dan dari tubuh terbentuk cara berperilaku. Cara berfikir menjadi kepribadian, cara merasa menjadi pemikiran dan cara berperilaku menjadi karakter. Dalam proses pembentukan karakter seseorang pasti akan menciptakan sebuah karakter yang positif dan negative, agar karakter dapat mengarah ke positif adalah melakukan perbaikan dan pengembangan cara berfikir, melakukan perbaikan dan pengembangan cara merasa, melakukan perbaikan dan pengembangan pada cara bertindak, dan dapat memilah dan memilih suatu perbuatan yang baik, karena perbuatan baik ini akan berdampak pada perilaku manusia. 16 DAFTAR PUSTAKA - Agustiana, Siti Lulus. 2015. Hubungan latar belakang keluarga terhadap pembentukan karakter siswa di mts.wachid hasyim Surabaya. Undergraduate thesis, Fakultas tarbiyah dan keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya, Pages 18-56. - Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm. 623 - Zainal Aqila dan Sujak, Panduan dan Aplikasi Pendidikan Karakter, (Bandung: Yram Widya, 2011), hlm. 3. - Ad. Rooijakkers. 1991. Mengajar dengan Sukses. PT. Grasindo: Jakarta. Anselm, dkk. 1997 - Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaktif Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 30-31. - Sekolah Tinggi Pastorai Dian Mandala. “pembentukan karakter melalui pedidikan”. 04 november 2017. Tersedia dari : http://www.stp.dian-mandala.org/2011/09/16/pembentukan-karaktermelalui-pendidikan-oleh-dalifati-ziliwu/ - Abdul Majid & Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2012), h. 11. - Ira M. Lapindus, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1982), h. 445. - Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi (Jakarta: Rajawali Pers, 1993), h. 74. - Abdul majid,Pendidikan Karskter perspektif Islam, ibid., hal 4. - Sri Lestari, Psikologi Keluarga Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam keluarga (Jakarta: Kencana, 2013), h. 96. - Thomas Lickona, Character Matters (Jakarta: Bumi Aksara, 2012) h 50. - Masnur Muslich, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional, h. 96. 17 - Jendela Pendidikan. “proses pembentukan karakter” . 04 november 2017. Tersedia dari : http://www.jendelapendidikan.com/2017/03/proses-pembentukankarakter.html - Havis alfiansyah. “Makalah pembentukan karakte”. 04 november 2017. Tersedia dari : https://www.academia.edu/10103940/MAKALAH_PEMBENTUKAN_K ARAKTER - Muchlas Samani & Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), h. 47. - Dharma Kesuma, dkk. Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah (Bandung: Rosda karya, 2013), h. 141. - Pendidikan Karakter. “pentingnya membangun lingkungan berkarakter”. 04 november 2017. Tersedia dari : http://www.pendidikankarakter.com/pentingnya-membangun-lingkunganberkarakter/ 18