LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
EKONOMI PRODUKSI
KOMODITAS SAYURAN ORGANIK DI KELOMPOK TANI
TRANGGULASI, GETASAN, KABUPATEN SEMARANG
Disusun Oleh:
Kelompok IXB
Hendro Sarjito
Fadila Nur Anisa
Dyah Tri Lestari
Elisabet Trixie Riana
23040115120031
23040115120035
23040115120036
23040115120037
PROGRAM STUDI S-1 AGRIBISNIS
DEPARTEMEN PERTANIAN
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
LEMBAR PENGESAHAN
Judul
: LAPORAN RESMI PRAKTIKUM EKONOMI
PRODUKSI
Kelompok/Kelas
: XI (SEMBILAN) B
Program Studi
: S-1 AGRIBISNIS
Fakultas
: PETERNAKAN DAN PERTANIAN
Tanggal Pengesahan
:
NOVEMBER 2017
Menyetujui,
Asisten Pembimbing
Mirza Andrian Syah
NIM. 23040114120038
Mengetahui,
Dosen Pengampu
Mata Kuliah Ekonomi Produksi
Dr. Ir. Edy Prasetyo M.S.
NIP. 195901301986012 002
Produk pertanian memiliki karakteristik mudah rusak, musiman dan
membutuhkan banyak tempat, oleh karena itu perlu dilakukan pengolahan pasca
panen agar dapat menambah nilai tambah produk pertanian tersebut ketika dijual.
Ekonomi produksi merupakan cabang ilmu ekonomi yang menjelaskan kegiatan
ekonomi yang menghasilkan barang dan jasa atau suatu kegiatan menambah nilai
guna/manfaat suatu barang agar tercapainya utilitas konsumen. Utilitas konsumen
dapat dicapai apabila produk yang dikeluarkan sesuai dengan selera dan
kebutuhan konsumen secara umum.
Praktikum Ekonomi Produksi dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 4
November 2017 pukul 10.00 – 13.00 WIB di Kelompok Tani Tranggulasi Dusun
Selongisor, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
Materi yang digunakan pada praktikum ekonomi produksi berupa data primer
hasil wawancara dengan responden petani yang tergabung dalam Kelompok Tani
Tranggulasi Dusun Selongisor, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten
Semarang, Jawa Tengah.
Metode analisis data pada praktikum ekonomi produksi menggunakan
metode analisis kuantitatif dengan menghitung Average Physical Product (APP),
Marginal Physical Product (MPP), Total Value Product (TVP), Marginal Value
Product (MVP), Marginal Cost (MC) dan menghitung keuntungan maksimum.
a. Average Physical Product (APP)
APPL =
Q
L
………………………………………………( Nicholson, 2002)
Keterangan :
Q = total produksi (output) usahatani
L = jumlah faktor produksi yang digunakan
b. Marginal Physical Product (MPP)
MPPL =
ΔQ
ΔL
……………………………………………( Nicholson, 2002)
Keterangan :
ΔQ = perubahan hasil produksi
ΔL = perubahan penggunaan faktor produksi
c. Total Value Product (TVP)
TVP = Pq. Q……………………………………………( Nicholson, 2002)
Keterangan :
Pq = harga komoditi usahatani
Q = total produksi (output) usahatani
d. Marginal Value Product (MVP)
MVPx = MPPx . Py………………………………….....(Soekartawi, 2003)
Keterangan :
MPPx = produk marjinal faktor produksi
Py = harga komoditi usahatani
e. Marginal Cost (MC)
MC =
Px
MPPx
………………………………………….....(Soekartawi, 2003)
Keterangan :
Px = harga faktor produksi
f. Menghitung keuntungan maksimum
BKM Xi = NPM Xi ………………………………….....(Soekartawi, 2003)
Keterangan :
NPM Xi = nilai produk marjinal faktor produksi ke-i
BKM Xi = biaya korbanan marjinal faktor produksi ke-i
Syarat pemaksimuman keuntungan
TR – TC = maksimum……………………………….....(Soekartawi, 2003)
Keterangan :
TR = Total Revenue
TC = Total Cost
MR = MC ……………………………….....................(Soekartawi, 2003)
Keterangan :
MR = Marginal Revenue = Pendapatan Marginal
MC = Marginal Cost = Biaya Marginal (BM)
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui pengaruh faktor produksi
luas lahan terhadap produktivitas sayur organik disajikan pada tabel 1 berikut :
Tabel 1. Faktor Produksi Luas Lahan
Input TPP APP MPP
MVP
TR
MIC
MR
MC
(are)
0
(kw)
0
(kw)
~
(kw)
-
(Rp)
-
(Rp)
~
(Rp)
~
(Rp)
700.000
(Rp)
~
7
30
4,28
4,28
2.996.000
21.000.000
5.000.000 700.000
1.168.224,3
10,1
58,5
5,79
9,19
6.433.000
40.950.000
5.000.000 700.000
544.069,64
10,2
60
5,88
15
10.500.000
42.000.000
5.000.000 700.000
333.333,33
10,3
66
6,41
60
42.000.000
46.200.000
5.000.000 700.000
83.333,33
10,4
102
9,81
360
252.000.000
71.400.000
5.000.000 700.000
13888.89
15
84
5,6
-3,91
-2.737.000
58.800.000
5.000.000 700.000
-1.278.772,4
30
186
6,2
6,8
4.760.000
130.200.000 5.000.000 700.000
735.294,12
32,5
213
6,55
10,8
7.560.000
149.100.000 5.000.000 700.000
462.962,96
35
198
5,66
-6
-4.200.000
138.600.000 5.000.000 700.000
-833.333,33
40
312
7,8
22,8
15.960.000
218.400.000 5.000.000 700.000
219.298,24
Sumber : Data Primer Praktikum Ekonomi Produksi, 2017.
Keterangan :
Diketahui : Harga lahan = Rp 5.000.000,-/are dan harga produk = Rp
700.000,-/kw
APP = Average Physical Product = Produk Rata-rata (PR)
TVP = Total Value Product = Total Revenue (TR)
MR = Marginal Revenue = Pendapatan Marginal
TPP = Total Physical Product = Total Produk (TP)
MPP = Marginal Physical Product = Produk Marginal (PM)
MVP = Marginal Value Product = Nilai Produk Marginal (NPM)
MC = Marginal Cost = Biaya Marginal (BM)
MIC = Marginal Input Cost = Biaya Korbanan Marginal (BKM)
Kurva produksi total (TPP), kurva produksi rata-rata (APP) dan kurva
produksi marjinal (MPP) berdasarkan Tabel 1 disajikan pada ilustrasi 1 berikut:
400
350
300
250
TPP
200
APP
150
MPP
100
50
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
-50
Ilustrasi 1. Grafik Faktor Produksi Luas Lahan
Berdasarkan Ilustrasi 1. tersebut menunjukan hubungan antara TPP, APP,
MPP dan Ep. Penggunaan level input ke-3 sampai ke ke-6 menunjukan daerah I
Increasing Return karena pada kurva TPP, APP dan MPP meningkat dengan nilai
Ep > 1 daerah ini merupakan daerah produksi irasional karena menambah satu
input akan menambah tambahan output yang lebih besar. Hal ini sesuai dengan
pendapat Sudarman (2007) yang menyatakan bahwa pada tahap I kurva APP dan
MPP input variabel meningkat serta merupakan tahap irasional bagi produsen
karena tambahan satu unit variabel akan menambah tambahan output dengan
jumlah lebih besar . Penggunaan level input pada faktor produksi luas lahan tidak
ada yang menunjukan daerah II Diminishing Return karena pada kurva tersebut
MPP tidak ada yang terus menurun pada keadaan TPP sedang naik. Penggunaan
level input ke-9 menunjukan daerah III Decreasing Return karena pada kurva
MPP terus menurun sampai angka negatif bersamaan dengan TPP juga menurun
dengan nilai Ep < 0 pada tahap ini upaya untuk menambah input luas lahan akan
merugikan petani sayuran organik. Hal ini sesuai dengan pendapat Soekartawi
(2003) yang menyatakan bahwa daerah III merupakan daerah irasional karena
tambahan input variabel akan menurunkan tingkat total output.
Penggunaan level input yang memiliki nilai mendekati NPM = BKM
ditunjukan pada penggunaan level input ke-8 yaitu dengan penggunaan luas lahan
30 are dengan total produksi sebanyak 186 kwintal. Nilai NPM = BKM
merupakan suatu indikator untuk menilai seberapa efisiensi ekonomis suatu
kegiatan usahatani. Hal ini sesuai pendapat Soekartawi (2003) yang meyatakan
bahwa efisiensi dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu efisiensi teknis,
efisiensi harga dan efisiensi ekonomi, suatu usahatani dikatakan efisiensi
ekonomis apabila nilai produk marjinal (NPM) untuk suatu faktor produksi sama
dengan harga faktor produksi tersebut. Penggunaan level input ke-8 memiliki nilai
mendekati
NPM
BKM
=1 yang berarti penggunaan level input ke-8 yang paling efisien
secara ekonomis dibanding dengan penggunaan level input yang lain. Hal ini
seusai dengan pendapat Julinan dkk. (2011) yang menyatakan bahwa apabila
NPMxi
BKMxi
= 1 maka secara ekonomis penggunaan faktor produksi sudah efisien.
Berdasarkan tabel diatas diketahui keuntungan maksimum diperoleh pada
saat produksi ke-11 yaitu dengan penggunaan luas lahan 40 are dan total produksi
sebanyak 312 kwintal. Keuntungan maksimum diperoleh dengan menghitung
MPP . Py = MVP yaitu sebesar Rp 15.960.000. Hal ini sesuai dengan pendapat
Soekartawi (2003) yang meyatakan bahwa syarat pemaksimuman keuntungan
dapat dicapai saat MVPx = MPPx . Py kondisi optimum dapat dinyatakan sebagai
MPPx = Px/Py dimana MPP sama dengan rasio harga input-output.
Tabel 1. Faktor Produksi Luas Lahan
Input
TPP
Ln Input
0
0
-
7
30
1,94591
10,1
58,5
2,312535
10,2
60
2,322388
10,3
66
2,332144
10,4
102
2,341806
15
84
2,70805
30
186
3,401197
32,5
213
3,48124
35
198
3,555348
40
312
3,688879
Sumber : Data Primer Praktikum Ekonomi Produksi, 2017.
Berdasarkan analisis regresi linear sederhana diketahui nilai koefisien Ln
Input sebesar 132,001 yang menunjukan posisi input luas lahan berada pada
daerah Increasing Return atau pada daerah I dimana nilai Ep > 1 daerah ini
merupakan daerah produksi irasional karena menambah satu input akan
menambah tambahan output yang lebih besar. Hal ini sesuai dengan pendapat
Sudarman (2007) yang menyatakan bahwa pada tahap I kurva APP dan MPP
input variabel meningkat serta merupakan tahap irasional bagi produsen karena
tambahan satu unit variabel akan menambah tambahan output dengan jumlah
lebih besar.
Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui pengaruh faktor produksi
benih terhadap produktivitas sayur organik disajikan pada tabel 2 berikut :
Tabel 2. Faktor Produksi Benih
Input
TPP
APP
MPP
MVP
TR
MIC
MR
MC
(biji)
0
(kg)
0
(kg)
~
(kg)
-
(Rp)
-
(Rp)
~
(Rp)
~
(Rp)
7.000
(Rp)
~
7200
3000
0,42
0,42
2.940
21.000.000
200
7.000
476,2
9600
6600
0,69
1,5
10.500
46.200.000
200
7.000
133,33
12000
5850
0,49
-0,3125
-2.187,5
40.950.000
200
7.000
-640
12001
6000
0,5
150
1.050.000
42.000.000
200
7.000
1,33
12002 10200
0,85
4200
29.400.000
71.400.000
200
7.000
0,048
15000
8400
0,56
-0,6004
-4.202,8
58.800.000
200
7.000
-333,11
31500 21300
0,68
0,782
5.474
149.100.000
200
7.000
255,75
33000 18600
0,56
-1,8
-12.600
130.200.000
200
7.000
-111,11
36000 19800
0,55
0,4
2.800
138.600.000
200
7.000
500
42000 31200
0,74
1,9
13.300
218.400.000
200
7.000
105,26
Sumber : Data Primer Praktikum Ekonomi Produksi, 2017.
Keterangan :
Diketahui : Harga benih = Rp 200,-/biji dan harga produk = Rp 7000,-/kg
APP = Average Physical Product = Produk Rata-rata (PR)
TVP = Total Value Product = Total Revenue (TR)
MR = Marginal Revenue = Pendapatan Marginal
TPP = Total Physical Product = Total Produk (TP)
MPP = Marginal Physical Product = Produk Marginal (PM)
MVP = Marginal Value Product = Nilai Produk Marginal (NPM)
MC = Marginal Cost = Biaya Marginal (BM)
MIC = Marginal Input Cost = Biaya Korbanan Marginal (BKM)
Kurva produksi total (TPP), kurva produksi rata-rata (APP) dan kurva
produksi marjinal (MPP) berdasarkan Tabel 2 disajikan pada ilustrasi 2 berikut:
35000
30000
25000
20000
TPP
APP
15000
MPP
10000
5000
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
-5000
Ilustrasi 2. Grafik Faktor Produksi Benih
Berdasarkan Ilustrasi 2. tersebut menunjukan hubungan antara TPP, APP,
MPP dan Ep. Penggunaan level input ke-2 menunjukan daerah I Increasing
Return karena pada kurva TPP, APP dan MPP meningkat dengan nilai Ep > 1
daerah ini merupakan daerah produksi irasional karena menambah satu input akan
menambah tambahan output yang lebih besar. Hal ini sesuai dengan pendapat
Sudarman (2007) yang menyatakan bahwa pada tahap I kurva APP dan MPP
input variabel meningkat serta merupakan tahap irasional bagi produsen karena
tambahan satu unit variabel akan menambah tambahan output dengan jumlah
lebih besar . Penggunaan level input ke-10 menunjukan daerah II Diminishing
Return karena pada kurva tersebut MPP terus menurun pada keadaan TPP sedang
naik. Penggunaan level input ke-7 menunjukan daerah III Decreasing Return
karena pada kurva MPP terus menurun sampai angka negatif bersamaan dengan
TPP juga menurun dengan nilai Ep < 0 pada tahap ini upaya untuk menambah
input luas lahan akan merugikan petani sayuran organik. Hal ini sesuai dengan
pendapat Soekartawi (2003) yang menyatakan bahwa daerah III merupakan
daerah irasional karena tambahan input variabel akan menurunkan tingkat total
output.
Penggunaan level input yang memiliki nilai mendekati NPM = BKM
ditunjukan pada penggunaan level input ke-10 yaitu dengan penggunaan benih
36000 biji dengan total produksi sebanyak 19800 kg. Nilai NPM = BKM
merupakan suatu indikator untuk menilai seberapa efisiensi ekonomis suatu
kegiatan usahatani. Hal ini sesuai pendapat Soekartawi (2003) yang meyatakan
bahwa efisiensi dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu efisiensi teknis,
efisiensi harga dan efisiensi ekonomi, suatu usahatani dikatakan efisiensi
ekonomis apabila nilai produk marjinal (NPM) untuk suatu faktor produksi sama
dengan harga faktor produksi tersebut. Penggunaan level input ke-10 memiliki
nilai mendekati
NPM
BKM
=1 yang berarti penggunaan level input ke-10 yang paling
efisien secara ekonomis dibanding dengan penggunaan level input yang lain. Hal
ini seusai dengan pendapat Julinan dkk. (2011) yang menyatakan bahwa apabila
NPMxi
BKMxi
= 1 maka secara ekonomis penggunaan faktor produksi sudah efisien.
Berdasarkan tabel diatas diketahui keuntungan maksimum diperoleh pada
saat produksi ke-6 yaitu dengan penggunaan 12002 biji benih dan total produksi
sebanyak 10200 kg. Keuntungan maksimum diperoleh dengan menghitung MPP .
Py = MVP yaitu sebesar Rp 29.400.000. Hal ini sesuai dengan pendapat
Soekartawi (2003) yang meyatakan bahwa syarat pemaksimuman keuntungan
dapat dicapai saat MVPx = MPPx . Py kondisi optimum dapat dinyatakan sebagai
MPPx = Px/Py dimana MPP sama dengan rasio harga input-output.
Tabel 2. Faktor Produksi Benih
Input
TPP
Ln Input
0
0
-
7200
3000
8,881836
9600
6600
9,169518
12000
5850
9,392662
12001
6000
9,392745
12002
10200
9,392829
15000
8400
9,615805
31500
21300
10,35774
33000
18600
10,40426
36000
19800
10,49127
42000
31200
10,64542
Sumber : Data Primer Praktikum Ekonomi Produksi, 2017.
Berdasarkan analisis regresi linear sederhana diketahui nilai koefisien Ln
Input sebesar 13508,040 yang menunjukan posisi input benih berada pada daerah
Increasing Return atau pada daerah I dimana nilai Ep > 1 daerah ini merupakan
daerah produksi irasional karena menambah satu input akan menambah tambahan
output yang lebih besar. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudarman (2007) yang
menyatakan bahwa pada tahap I kurva APP dan MPP input variabel meningkat
serta merupakan tahap irasional bagi produsen karena tambahan satu unit variabel
akan menambah tambahan output dengan jumlah lebih besar.
Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui pengaruh faktor produksi
pupuk terhadap produktivitas sayur organik disajikan pada tabel 3 berikut :
Tabel 3. Faktor Produksi Pupuk
Input
TPP
APP
MPP
MVP
TR
MIC
MR
MC
(ton)
0
(ton)
0
(ton)
~
(ton)
-
(Rp)
-
(Rp)
~
(Rp)
~
(Rp)
7.000.000
(Rp)
~
1,5
3
2
2
14.000.000
21.000.000
250.000
7.000.000
125.000
2,5
6
2,4
3
21.000.000
42.000.000
250.000
7.000.000
83333,3
2,51
8,4
3,35
240
1.680.000.000
58.800.000
250.000
7.000.000
1041,67
3
10,2
3,4
3,67
256.900.000
71.400.000
250.000
7.000.000
68119,9
3,5
18,6
5,31
16,8
117.600.000
130.200.000
250.000
7.000.000
14881
3,75
21,3
5,68
10,8
75.600.000
149.100.000
250.000
7.000.000
23148,2
4,1
19,8
4,83
-4,28
-29.960.000
138.600.000
250.000
7.000.000
-58411
5
6,6
1,32
-14,67
-102.690.000
46.200.000
250.000
7.000.000
-17042
6
5,85
0,975
-0,75
-5.250.000
40.950.000
250.000
7.000.000
-333333
6,1
31,2
5,11
253,5
1.774.500.000
218.400.000
250.000
7.000.000
986,2
Sumber : Data Primer Praktikum Ekonomi Produksi, 2017.
Keterangan :
Diketahui : Harga Pupuk = Rp 250.000,-/ton dan harga produk = Rp
7.000.000,-/ton
APP = Average Physical Product = Produk Rata-rata (PR)
TVP = Total Value Product = Total Revenue (TR)
MR = Marginal Revenue = Pendapatan Marginal
TPP = Total Physical Product = Total Produk (TP)
MPP = Marginal Physical Product = Produk Marginal (PM)
MVP = Marginal Value Product = Nilai Produk Marginal (NPM)
MC = Marginal Cost = Biaya Marginal (BM)
MIC = Marginal Input Cost = Biaya Korbanan Marginal (BKM)
Kurva produksi total (TPP), kurva produksi rata-rata (APP) dan kurva
produksi marjinal (MPP) berdasarkan Tabel 3 disajikan pada ilustrasi 3 berikut:
300
250
200
TPP
150
APP
100
MPP
50
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
-50
Ilustrasi 3. Grafik Faktor Produksi Pupuk
Berdasarkan Ilustrasi 3. tersebut menunjukan hubungan antara TPP, APP,
MPP dan Ep. Penggunaan level input ke-3 sampai ke-7 menunjukan daerah I
Increasing Return karena pada kurva TPP, APP dan MPP meningkat dengan nilai
Ep > 1 daerah ini merupakan daerah produksi irasional karena menambah satu
input akan menambah tambahan output yang lebih besar. Hal ini sesuai dengan
pendapat Sudarman (2007) yang menyatakan bahwa pada tahap I kurva APP dan
MPP input variabel meningkat serta merupakan tahap irasional bagi produsen
karena tambahan satu unit variabel akan menambah tambahan output dengan
jumlah lebih besar . Penggunaan level input pada faktor produksi pupuk tidak ada
yang menunjukan daerah II Diminishing Return karena pada kurva tersebut MPP
tidak ada yang terus menurun pada keadaan TPP sedang naik. Penggunaan level
input ke-8 sampai ke-10 menunjukan daerah III Decreasing Return karena pada
kurva MPP terus menurun sampai angka negatif bersamaan dengan TPP juga
menurun dengan nilai Ep < 0 pada tahap ini upaya untuk menambah input luas
lahan akan merugikan petani sayuran organik. Hal ini sesuai dengan pendapat
Soekartawi (2003) yang menyatakan bahwa daerah III merupakan daerah irasional
karena tambahan input variabel akan menurunkan tingkat total output.
Penggunaan level input yang memiliki nilai mendekati NPM = BKM
ditunjukan pada penggunaan level input ke-2 yaitu dengan penggunaan pupuk 1,
ton are dengan total produksi sebanyak 3 ton. Nilai NPM = BKM merupakan
suatu indikator untuk menilai seberapa efisiensi ekonomis suatu kegiatan
usahatani. Hal ini sesuai pendapat Soekartawi (2003) yang meyatakan bahwa
efisiensi dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu efisiensi teknis, efisiensi
harga dan efisiensi ekonomi, suatu usahatani dikatakan efisiensi ekonomis apabila
nilai produk marjinal (NPM) untuk suatu faktor produksi sama dengan harga
faktor produksi tersebut. Penggunaan level input ke-2 memiliki nilai mendekati
NPM
BKM
=1 yang berarti penggunaan level input ke-2 yang paling efisien secara
ekonomis dibanding dengan penggunaan level input yang lain. Hal ini seusai
dengan pendapat Julinan dkk. (2011) yang menyatakan bahwa apabila
NPMxi
BKMxi
=1
maka secara ekonomis penggunaan faktor produksi sudah efisien.
Berdasarkan tabel diatas diketahui keuntungan maksimum diperoleh pada
saat produksi ke-11 yaitu dengan penggunaan pupuk 6,1 ton dan total produksi
sebanyak 31,2 ton. Keuntungan maksimum diperoleh dengan menghitung MPP .
Py = MVP yaitu sebesar Rp 1.774.500.000. Hal ini sesuai dengan pendapat
Soekartawi (2003) yang meyatakan bahwa syarat pemaksimuman keuntungan
dapat dicapai saat MVPx = MPPx . Py kondisi optimum dapat dinyatakan sebagai
MPPx = Px/Py dimana MPP sama dengan rasio harga input-output.
Tabel 3. Faktor Produksi Pupuk
Input
TPP
Ln Input
0
0
-
1,5
3
0,405465
2,5
6
0,916291
2,51
8,4
0,920283
3
10,2
1,098612
3,5
18,6
1,252763
3,75
21,3
1,321756
4,1
19,8
1,410987
5
6,6
1,609438
6
5,85
1,791759
6,1
31,2
1,808289
Sumber : Data Primer Praktikum Ekonomi Produksi, 2017.
Berdasarkan analisis regresi linear sederhana diketahui nilai koefisien Ln
Input sebesar 295,419 yang menunjukan posisi input pupuk berada pada daerah
Increasing Return atau pada daerah I dimana nilai Ep > 1 daerah ini merupakan
daerah produksi irasional karena menambah satu input akan menambah tambahan
output yang lebih besar. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudarman (2007) yang
menyatakan bahwa pada tahap I kurva APP dan MPP input variabel meningkat
serta merupakan tahap irasional bagi produsen karena tambahan satu unit variabel
akan menambah tambahan output dengan jumlah lebih besar.
Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui pengaruh faktor produksi
pestisida terhadap produktivitas sayur organik disajikan pada tabel 4 berikut :
Tabel 4. Faktor Produksi Pestisida
Input
TPP
APP
MPP
MVP
TR
MIC
MR
MC
(liter)
0
(kg)
0
(kg)
~
(kg)
-
(Rp)
-
(Rp)
~
(Rp)
~
(Rp)
7.000
(Rp)
~
2
3000
1500
1500
10.500.000
21.000.000
110.000
7.000
73,3
3
5850
1950
2850
19.950.000
40.950.000
110.000
7.000
38,6
3,1
6000
1935,5
1500
10.500.000
42.000.000
110.000
7.000
73,3
3,2
6600
2062,5
6000
42.000.000
46.200.000
110.000
7.000
18,3
3,3
10200
3091
36000 252.000.000
71.400.000
110.000
7.000
3,1
3,5
8400
2400
-9000
-63.000.000
58.800.000
110.000
7.000
-12,2
4
18600
4650
20400 142.800.000 130.200.000
110.000
7.000
5,4
4,5
21300
4733,3
5400
37.800.000
149.100.000
110.000
7.000
20,4
5
19800
3960
-3000
-21.000.000 138.600.000
110.000
7.000
-36,7
7
31200
4457,2
5700
39.900.000
110.000
7.000
19,3
218.400.000
Sumber : Data Primer Praktikum Ekonomi Produksi, 2017.
Keterangan :
Diketahui : Harga pestisida = Rp 110.000,-/liter dan harga produk = Rp
7000,-/kg
APP = Average Physical Product = Produk Rata-rata (PR)
TVP = Total Value Product = Total Revenue (TR)
MR = Marginal Revenue = Pendapatan Marginal
TPP = Total Physical Product = Total Produk (TP)
MPP = Marginal Physical Product = Produk Marginal (PM)
MVP = Marginal Value Product = Nilai Produk Marginal (NPM)
MC = Marginal Cost = Biaya Marginal (BM)
MIC = Marginal Input Cost = Biaya Korbanan Marginal (BKM)
Kurva produksi total (TPP), kurva produksi rata-rata (APP) dan kurva
produksi marjinal (MPP) berdasarkan Tabel 4 disajikan pada ilustrasi 4 berikut:
40000
35000
30000
25000
20000
TPP
15000
APP
10000
MPP
5000
0
-5000
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
-10000
-15000
Ilustrasi 4. Grafik Faktor Produksi Pestisida
Berdasarkan Ilustrasi 4. tersebut menunjukan hubungan antara TPP, APP,
MPP dan Ep. Penggunaan level input ke-5 dan ke-6 menunjukan daerah I
Increasing Return karena pada kurva TPP, APP dan MPP meningkat dengan nilai
Ep > 1 daerah ini merupakan daerah produksi irasional karena menambah satu
input akan menambah tambahan output yang lebih besar. Hal ini sesuai dengan
pendapat Sudarman (2007) yang menyatakan bahwa pada tahap I kurva APP dan
MPP input variabel meningkat serta merupakan tahap irasional bagi produsen
karena tambahan satu unit variabel akan menambah tambahan output dengan
jumlah lebih besar. Penggunaan level input ke-4 menunjukan daerah II
Diminishing Return karena pada kurva tersebut MPP terus menurun pada keadaan
TPP sedang naik. Penggunaan level input ke-10 menunjukan daerah III
Decreasing Return karena pada kurva MPP terus menurun sampai angka negatif
bersamaan dengan TPP juga menurun dengan nilai Ep < 0 pada tahap ini upaya
untuk menambah input luas lahan akan merugikan petani sayuran organik. Hal ini
sesuai dengan pendapat Soekartawi (2003) yang menyatakan bahwa daerah III
merupakan daerah irasional karena tambahan input variabel akan menurunkan
tingkat total output.
Penggunaan level input yang memiliki nilai mendekati NPM = BKM
ditunjukan pada penggunaan level input ke-2 yaitu dengan penggunaan pestisida 2
liter dengan total produksi sebanyak 3000 kg. Nilai NPM = BKM merupakan
suatu indikator untuk menilai seberapa efisien suatu kegiatan usahatani. Hal ini
sesuai pendapat Soekartawi (2003) yang meyatakan bahwa efisiensi dapat
digolongkan menjadi tiga macam yaitu efisiensi teknis, efisiensi harga dan
efisiensi ekonomi, suatu usahatani dikatakan efisiensi ekonomis apabila nilai
produk marjinal (NPM) untuk suatu faktor produksi sama dengan harga faktor
produksi tersebut. Penggunaan level input ke-2 memiliki nilai mendekati
NPM
BKM
=1
yang berarti penggunaan level input ke-2 yang paling efisien secara ekonomis
dibanding dengan penggunaan level input yang lain.
Hal ini seusai dengan
pendapat Julinan dkk. (2011) yang menyatakan bahwa apabila
NPMxi
BKMxi
= 1 maka
secara ekonomis penggunaan faktor produksi sudah efisien.
Berdasarkan tabel diatas diketahui keuntungan maksimum diperoleh pada
saat produksi ke-8 yaitu dengan penggunaan pestisida 4 liter dan total produksi
sebanyak 18600 kg. Keuntungan maksimum diperoleh dengan menghitung MPP .
Py = MVP yaitu sebesar Rp 142.800.000. Hal ini sesuai dengan pendapat
Soekartawi (2003) yang meyatakan bahwa syarat pemaksimuman keuntungan
dapat dicapai saat MVPx = MPPx . Py kondisi optimum dapat dinyatakan sebagai
MPPx = Px/Py dimana MPP sama dengan rasio harga input-output.
Tabel 4. Faktor Produksi Pestisida
Input
TPP
Ln Input
0
0
-
2
3000
0,693147
3
5850
1,098612
3,1
6000
1,131402
3,2
6600
1,163151
3,3
10200
1,193922
3,5
8400
1,252763
4
18600
1,386294
4,5
21300
1,504077
5
19800
1,609438
7
31200
1,94591
Sumber : Data Primer Praktikum Ekonomi Produksi, 2017.
Berdasarkan analisis regresi linear sederhana diketahui nilai koefisien Ln
Input sebesar 25320,915 yang menunjukan posisi input pestisida berada pada
daerah Increasing Return atau pada daerah I dimana nilai Ep > 1 daerah ini
merupakan daerah produksi irasional karena menambah satu input akan
menambah tambahan output yang lebih besar. Hal ini sesuai dengan pendapat
Sudarman (2007) yang menyatakan bahwa pada tahap I kurva APP dan MPP
input variabel meningkat serta merupakan tahap irasional bagi produsen karena
tambahan satu unit variabel akan menambah tambahan output dengan jumlah
lebih besar.
Tabel 5. Faktor Produksi Tenaga Kerja
Input
TPP
APP
MPP
MVP
TR
MIC
MR
MC
(HOK)
0
(kg)
0
(kg)
~
(kg)
-
(Rp)
-
(Rp)
~
(Rp)
~
(Rp)
7.000
(Rp)
~
108
3000
27,78
27,78
194.460
21.000.000
30.000
7.000
1080
108,1
5850
54,11
28500
199.500.000
40.950.000
30.000
7.000
1,05
108,2
6000
55,45
1500
10.500.000
42.000.000
30.000
7.000
20
108,3
10200
94,18
42.000
294.000.000
71.400.000
30.000
7.000
0,71
120
8400
70
-153,85
-1.076.950
58.800.000
30.000
7.000
-195
372
18600
50
40,48
283.360
130.200.000
30.000
7.000
741,1
372,1
19800
53,21
12000
84.000.000
138.600.000
30.000
7.000
2,5
372,2
21300
57,28
15000
105.000.000
149.100.000
30.000
7.000
2
376
6600
17,55
-3868,4
-27.078.800
46.200.000
30.000
7.000
-7,75
376,1
31200
82,95
246000
1.722.000.000
218.400.000
30.000
7.000
0,12
Sumber : Data Primer Praktikum Ekonomi Produksi, 2017.
Keterangan :
Diketahui : Biaya tenaga kerja = Rp 30.000,-/HOK dan harga produk =
Rp 7000,-/kg
APP = Average Physical Product = Produk Rata-rata (PR)
TVP = Total Value Product = Total Revenue (TR)
MR = Marginal Revenue = Pendapatan Marginal
TPP = Total Physical Product = Total Produk (TP)
MPP = Marginal Physical Product = Produk Marginal (PM)
MVP = Marginal Value Product = Nilai Produk Marginal (NPM)
MC = Marginal Cost = Biaya Marginal (BM)
MIC = Marginal Input Cost = Biaya Korbanan Marginal (BKM)
Kurva produksi total (TPP), kurva produksi rata-rata (APP) dan kurva
produksi marjinal (MPP) berdasarkan Tabel 5 disajikan pada ilustrasi 5 berikut:
35000
30000
25000
20000
TPP
15000
APP
10000
MPP
5000
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
-5000
-10000
Ilustrasi 5. Grafik Faktor Produksi Tenaga Kerja
Berdasarkan Ilustrasi 5. tersebut menunjukan hubungan antara TPP, APP,
MPP dan Ep. Penggunaan level input ke-3 sampai ke-5 menunjukan daerah I
Increasing Return karena pada kurva TPP, APP dan MPP meningkat dengan nilai
Ep > 1 daerah ini merupakan daerah produksi irasional karena menambah satu
input akan menambah tambahan output yang lebih besar. Hal ini sesuai dengan
pendapat Sudarman (2007) yang menyatakan bahwa pada tahap I kurva APP dan
MPP input variabel meningkat serta merupakan tahap irasional bagi produsen
karena tambahan satu unit variabel akan menambah tambahan output dengan
jumlah lebih besar. Penggunaan level input ke-7 menunjukan daerah II
Diminishing Return karena pada kurva tersebut MPP terus menurun pada keadaan
TPP sedang naik. Penggunaan level input ke-10 menunjukan daerah III
Decreasing Return karena pada kurva MPP terus menurun sampai angka negatif
bersamaan dengan TPP juga menurun dengan nilai Ep < 0 pada tahap ini upaya
untuk menambah input luas lahan akan merugikan petani sayuran organik. Hal ini
sesuai dengan pendapat Soekartawi (2003) yang menyatakan bahwa daerah III
merupakan daerah irasional karena tambahan input variabel akan menurunkan
tingkat total output.
Penggunaan level input yang memiliki nilai mendekati NPM = BKM
ditunjukan pada penggunaan level input ke-2yaitu dengan penggunaan tenaga
kerja 108 HOK dengan total produksi sebanyak 3000 kg. Nilai NPM = BKM
merupakan suatu indikator untuk menilai seberapa efisien suatu kegiatan
usahatani. Hal ini sesuai pendapat Soekartawi (2003) yang meyatakan bahwa
efisiensi dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu efisiensi teknis, efisiensi
harga dan efisiensi ekonomi, suatu usahatani dikatakan efisiensi ekonomis apabila
nilai produk marjinal (NPM) untuk suatu faktor produksi sama dengan harga
faktor produksi tersebut. Penggunaan level input ke-2 memiliki nilai mendekati
NPM
BKM
=1 yang berarti penggunaan level input ke-2 yang paling efisien secara
ekonomis dibanding dengan penggunaan level input yang lain. Hal ini seusai
dengan pendapat Julinan dkk. (2011) yang menyatakan bahwa apabila
NPMxi
BKMxi
=1
maka secara ekonomis penggunaan faktor produksi sudah efisien.
Berdasarkan tabel diatas diketahui keuntungan maksimum diperoleh pada
saat produksi ke-11 yaitu dengan penggunaan tenaga kerja376,1 HOK dan total
produksi sebanyak 31200 kg. Keuntungan maksimum diperoleh dengan
menghitung MPP x Py = MVP yaitu sebesar Rp 1.722.000.000. Hal ini sesuai
dengan
pendapat
Soekartawi
(2003)
yang
meyatakan
bahwa
syarat
pemaksimuman keuntungan dapat dicapai saat MVPx = MPPx . Py kondisi
optimum dapat dinyatakan sebagai MPPx = Px/Py dimana MPP sama dengan
rasio harga input-output.
Tabel 5. Faktor Produksi Tenaga Kerja
Input
TPP
Ln Input
0
0
-
108
3000
4,682131
108,1
5850
4,683057
108,2
6000
4,683981
108,3
10200
4,684905
120
8400
4,787492
372
18600
5,918894
372,1
19800
5,919163
372,2
21300
5,919431
376
6600
5,929589
376,1
31200
5,929855
Sumber : Data Primer Praktikum Ekonomi Produksi, 2017.
Berdasarkan analisis regresi linear sederhana diketahui nilai koefisien Ln
Input sebesar 10531,302 yang menunjukan posisi input tanaga kerja berada pada
daerah Increasing Return atau pada daerah I dimana nilai Ep > 1 daerah ini
merupakan daerah produksi irasional karena menambah satu input akan
menambah tambahan output yang lebih besar. Hal ini sesuai dengan pendapat
Sudarman (2007) yang menyatakan bahwa pada tahap I kurva APP dan MPP
input variabel meningkat serta merupakan tahap irasional bagi produsen karena
tambahan satu unit variabel akan menambah tambahan output dengan jumlah
lebih besar.
DAFTAR PUSTAKA
Julinan, R., Lyndon dan Elen. 2011. Efisiensi pengunaan faktor produksi
usahatani cabe di kelurahan Marawas kecamatan Tondo Utara kabupaten
Minahasa. J. ASE. 7 (3): 58-68.
Nicholson, W. 2002. Mikroekonomi Intermediate. Edisi Kedelapan. Erlangga,
Jakarta.
Soekartawi. 2001. Teori Ekonomi Produksi. CV. Rajawali, Jakarta.
Soekartawi. 2003. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis
Fungsi Cobb Douglas. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Sudarman, A. 2007. Teori Ekonomi Mikro. BPFE UGM, Yogyakarta.