BAB 1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kakao (Theobroma cacao) merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya menyediakan lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Selain itu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri (Maswadi, 2011). Produk kakao merupakan bahan yang sangat penting dalam beberapa jenis makanan dan minuman (Guehi et al., 2007). Lemak kakao (cocoa butter) khususnya digunakan dalam kosmetik dan industri farmasi. Pulp dapat digunakan untuk membuat selai, jus, dan minuman fermentasi (Duarte et al., 2010), selain itu sebagai bahan limbah pada fermentasi biji kakao dapat diproses menjadi bioetanol (Kristiani et al., 2013). Kulit buah kakao dapat dimanfaatkan sebagai campuran bahan makanan ternak (kandungan protein sebesar 20,4%), sebagai sumber gas bio dan bahan pembuatan pektin, serta kulit buah yang dibenamkan ke dalam tanah akan meningkatkan jumlah hara tersedia (Mursidah, 2004). Berdasarkan peran dan manfaat tersebut, maka kakao mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan pembudidayaannya.
Kadar air biji kakao setelah dipanen masih tinggi yaitu sekitar 51% - 60% (Susanto, 1994) sehingga memberikan peluang yang besar untuk cepat membusuk akibat adanya pertumbuhan mikroorganisme. Oleh karena itu, dengan adanya pengeringan dapat mengurangi kadar air dalam biji. Kadar air biji yang diharapkan setelah pengeringan adalah 6%, yang bertujuan untuk memudahkan pelepasan nib dari kulitnya, juga mencegah agar tidak ditumbuhi oleh mikroorganisme pembusuk sehingga dapat memperpanjang umur simpan. Kekurangan air menjadi salah satu faktor stres abiotik yang terpenting yang membatasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman di daerah kering atau pada saat musim kemarau (Zhu et al., 2012). Menurut Hidayati (2012) tanaman yang mempunyai mikoriza cenderung lebih tahan terhadap kekeringan, karena asosiasi mikoriza dengan tanaman inang memungkinkan tanaman memperoleh air dan hara dalam kondisi kering serta cenderung lebih dapat bertahan dari kerusakan korteks dibanding tanaman tanpa mikoriza. Tanaman terhadap kekeringan timbul akibat meningkatnya kemampuan tanaman untuk menghindari pengaruh langsung dari kekeringan dengan meningkatkan luas penyerapan air melalui sistem gabungan antara akar dan mikoriza dan hifa eksternal pada mikoriza masih mampu menyerap air pada pori-pori mikro tanah. Oleh karena itu perlu dilakukan praktikum ini untuk menentukan mutu biji kakao sesuai dengan SNI.
Tujuan
Adapun tujuan dari dilakukannya praktikum ini untuk menentukan mutu biji kakao berdasar SNI 2323-2008.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kakao dan jenis Kakao
Biji kakao merupakan salah satu komoditi perdagangan yang mempunyai peluang untuk dikembangkan dalam rangka usaha memperbesar/meningkatkan devisa negara serta penghasilan petani kakao. Produksi biji kakao di Indonesia secara signifikan terus meningkat, namun mutu yang dihasilkan sangat rendah dan beragam, antara lain kurang terfermentasi, tidak cukup kering, ukuran biji tidak seragam, kadar kulit tinggi, keasaman tinggi, cita rasa sangat beragam dan tidak konsisten. Hal tersebut tercermin dari harga biji kakao Indonesia yang relatif rendah dan dikenakan potongan harga dibandingkan harga produk sama dari negara produsen lain (Haryadi dan Supriyanto, 2001).
Kakao dibagi tiga kelompok besar yaitu Criollo, Forestero, dan Trinitario. Sifat kakao Criollo adalah pertumbuhannya kurang kuat, daya hasil lebih rendah daripada Forestero, relatif gampang terserang hama dan penyakit, permukaan kulit buah Criollo kasar, berbenjol dan alurnya jelas. Kulit ini tebal tetapi lunak sehingga mudah dipecah. Kadar lemak dalam biji lebih rendah daripada Forestero tetapi ukuran bijinya besar, bulat, dan memberikan citarasa khas yang baik. Lama fermentasi bijinya lebih singkat daripada tipe Forestero. Berdasarkan tata niaga, kakao Criollo termasuk kelompok kakao mulia (fine flavoured), sementara itu kakao Forestero termasuk kelompok kakao lindak (bulk). Kelompok kakao Trinitario merupakan hibrida Criollo dengan Forestero. Sifat morfologi dan fisiologinya sangat beragam demikian juga daya dan mutu hasilnya (Prawoto dan Sulistyowati. 2001).
2.2 Karakteristik Biji Kakao
Karakteristik fisik biji kakao banyak diperhatikan terutama karena berpengaruh terhadap hasil yang akan diperoleh oleh pabrik cokelat, khususnya adalah kadar air, berat biji, dan kadar kulit. Sifat-sifat fisik tersebut satu sama lain saling berkaitan dan dapat ditentukan dengan mudah (Wahyudi,2008) . karakteristik buah kakao berbentuk bulat lonjong (ovoid) dengan panjang 15-30 cm dan lebar 8-10 cm terdiri dari 4 bagian utama yaitu kulit buah, plasenta, pulp dan biji. Buah yang telah masak berwarna kuning terang sedangkan buah muda berwarna hijau atau merah tergantung jenisnya. Bagian buah kakao yang diolah menjadi cokelat adalah bijinya.
Biji kakao terdiri dari dua agian yaitu kulit biji dan keping biji. Sekitar 86-90% dari berat kering biji merupakan keping biji, sedangkan sisanya adalah kulit biji yang meliputi 10-14% dari berat kering biji (Rohan,1963). Biji kakao ketika masih berada dalam buah yang matang belum terkontaminasi berbagai mikroorganisme. Segera setelah pemecahan buah dilakukan, biji kakao seger langsung mengalami kontak dengan udara disekitarnya dan arilus yang mengelilingi biji terpapar oleh berbagai populasi mikroorganisme yang berasal dari kulit buah, tangan, wadah yag digunakan untuk mengangkut biji, sisa-sisa arilus dari proses fermentasi sebelumnya pada peti-peti fermentasi dan juga oleh lalat buah.
2.3 Komponen Penentu Mutu Kakao
Biji kakao mengandung berbagai macam komponen kimia, zat gizi, dan senyawa bioaktif di dalamnya. Komposisi kimia ini bervariasi setelah mengalami proses pengolahan menjadi produk. Komposisi kimia bubuk kakao berbeda dengan mentega kakao dan pasta coklat. Komposisi kimia bubuk kakao (natural) per 100 gram adalah mengandung kalori 228,49 Kkal, lemak 13,5 g, karbohidrat 53,35 g, serat 27,90 g, protein 19,59 g, air 2,58 g, dan kadar abu 6,33, yang meliputi : kalium 1495,5 mg, natrium 8,99 mg, kalsium 169,45 mg, besi 13,86 mg, seng 7,93 mg, tembaga 4,61 mg, dan mangan 4,73 mg. Komponen senyawa bioaktif dalam bubuk kakao adalah senyawa polifenol yang berfungsi sebagai antioksidan. Kandungan polifenol total dalam bubuk kakao lebih tinggi dibandingkan dalam anggur maupun teh. Kelompok senyawa polifenol yang banyak terdapat pada kakao adalah flavonoid yaitu senyawa yang mengandung 15 atom karbon yang 8 terdiri dari dua cincin benzene yang dihubungkan oleh rantai karbon (Wahyudi et al. 2008).
2.4 Syarat mutu biji kakao dan SNI biji kakao
Pada dasarnya buah kakao terdiri atas 4 bagian yakni : kulit, placenta, pulp, dan biji. Buah kakao masak berisi 30-40 biji yang diselubungi oleh pulp dan placenta. Pulp merupakan jaringan halus yang berlendir yang membungkus biji kakao, keadaan zat yang menyusun pulp terdiri dari 80-90% air dan 8-14% gula Universitas Sumatera Utara sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme yang berperan dalam proses fermentasi (Bintoro, 1977). Adapun mutu biji kakao menurut Standar Nasional Indonesia adalah sebagai berikut: I. Bentuk biji : Bulat,lonjong penuh, tebal 1 cm, panjang 1,5 cm dan lebar 1,5 cm Warna : Cokelat rata dan cerah, Bau : Khas coklat, % ka (b/b) maksimal : 8 % , kadar lemak (b/b) min : 55%. II. Bentuk biji : sedikit berlekuk-lekuk, warna : Cokelat rata dan cerah atau coklat muda, Bau : Khas cokelat, % ka (b/b) maksimal : 8 %, kadar lemak (b/b) minimal 55%. III. Bentuk biji : Keriput, warna : Cokelat rata dan cerah, Bau : Khas coklat, % ka (b/b) maksimal : 8 %, kadar lemak (b/b) minimal 55%. (SNI 01 – 2323 - 2000).
Syarat Mutu :
Syarat umum
No
Jenis Uji
Satuan
Persyaratan
1.
2.
3.
4.
Serangga hidup
Kadar air
Biji berbau asap dan hammy atau berbau asing
Kadar benda asing
-
% fraksi massa
-
-
Tidak ada
Maks 7,5
Tidak ada
Tidak ada
Syarat khusus
Kakao mulia
Kakao lindak
Biji berjamur maksimum (%biji/biji)
Biji slaty maksimum (%biji/biji)
Biji berserangga maksimum (%biji/biji)
Kotoran maksimum (%biji/biji)
Biji berkecambah maksimum (%biji/biji)
1 F
II F
III F
I B
II B
III B
2
4
4
3
8
9
1
2
2
1,5
2
3
2
3
3
BAB 3 METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat : 1. Neraca
2. ayakan
3. botol timbang
4. mortar
5. pisau
6. kaca alroji
3.1.2 Bahan :1. Biji kakao fermentasi
3.2 Skema Kerja dan Fungsi perlakuan
3.2.1 Skema kerja
1. Penentuan adanya serangga hidup
Pengamatan serangga, dan benda asing
Pembukaan
Kakao dalam kemasan
1000 g biji kakao
2. Kadar kotoran
Penghitungan kadar kotoran
Penimbangan
Pengamatan kotoran
3. Jumlah biji kakao/100 gram
Penggolongan (AA,A,B,C,S)
Penghitungan jumlah biji
1000 g biji kakao
4. Penentuan kadar biji cacat
Penentuan kadar masing-masing bji
Perhitungan
Pengamatan
Pemotongan memanjang
150 g biji kakao
5 g biji kakao
5. Kadar air
Penimbangan
Desikator 15’
Pengovenan 16 jam
Pemasukan dalam botol timbang
Pengecilan ukuran
6. Penentuan biji berbau asap / asing
Pengamatan aroma
Pembelahan
150 g biji kakao
3.2.2 Fungsi perlakuan
1. Penentuan adanya serangga hidup
pada praktikum kali ini dilakukan beberapa acara, untuk acara yang pertama yaitu penentuan adanya serangga hidup pada biji kakao. Hal yang pertama dilakukan sebelum melakukan praktikum yaitu menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Alat yang digunakan yaitu neraca, ayakan, botol timbang, mortar, pisau, kaca arloji. Sedangkan untuk bahan yang digunakan yaitu biji kakao. Pertama biji kakao dalam kemasan dibuka, setelah itu dilakukan pengamatan serangga dan benda asing yang ada pada biji. Pengamatan ini berfungsi untuk mendapatkan biji kakao yang sesuai dengan standar SNI.
2. Kadar kotoran
acara yang kedua yaitu penentuan kadar kotoran, hal pertama yang dilakukan sebelum praktikum yaitu menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk praktikum . Alat yang digunakan yaitu neraca, ayakan, botol timbang, mortar, pisau, kaca arloji. Sedangkan untuk bahan yang digunakan yaitu biji kakao. Pertama disiapkan 1000 gram biji kakao, kemudian dilakukan pengamatan kotoran fungsi dari pengamatan kotoran ini yaitu untuk mendapatkan biji kakao yang bebas dari kotoran. Dan setelah itu dilakukan penghitungan sesuai dengan kadar kotoran.
3. Jumlah biji kakao/100gram
acara yang ketiga yaitu penentuan jumlah biji kakao / 100 gram. Hal yang pertama dilakukan sebelum prakikum yaitu menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Alat yang digunakan yaitu neraca, ayakan, botol timbang, mortar, pisau, kaca arloji. Sedangkan untuk bahan yang digunakan yaitu biji kakao. Pertama ambil 100 gram biji kakao, lakukan penggolongan sesuai dengan mutunya. Jika AA = maks 85 biji per seratus gram, A=86-100 biji per seratus gram, B=101-110 biji per seratus gram, C= 111-120 biji per seratus gram, dan S= lebih dari 120 biji per seratus gram (SNI, 2008).
4. Penentuan kadar biji cacat
acara yang ke empat yaitu penentuan kadar biji cacat, hal pertama yang dilakukan sebelum praktikum yaitu menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Alat yang digunakan yaitu neraca, ayakan, botol timbang, mortar, pisau, kaca arloji. Sedangkan untuk bahan yang digunakan yaitu biji kakao. Pertama siapkan 300 keping biji kakao, lakukan pemotongan secara memanjang. Setelah itu amati keping biji kakao dan hitung seberapa banyak biji kakao yang cacat. Dan selanjutnya tentukan kadar masing masing biji.
5. Kadar air
acara yang ke lima yaitu penentuan kadar air pada biji kakao. Hal pertama yang dilakukan sebelum praktikum yaitu menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Alat yang digunakan yaitu neraca, ayakan, botol timbang, mortar, pisau, kaca arloji. Sedangkan untuk bahan yang digunakan yaitu biji kakao. Pertama siapkan kurang lebih 5 gram biji kakao, lakukan pengecilan ukuran, fungsi dari pengecilan ukuran ini yaitu untuk mempermudah dalam menganalisis kadar air, metode yang digunakan dalam penentuan kadar air ini yaitu metode oven. Setelah proses pengecilan ukuran selesai dilanjutkan dengan pemasukan dalam botol timbang, oven selama 16 jam dan setelah pengovenan selesai desikator selama 15 menit. Dan selanjutnya lakukan penimbangan. Lihat perbedaan antara sebelum dan sesduah di oven.
6. Penentuan biji berbau asap/ asing
Acara yang keenam yaitu penentuan biji berbau asap/asing. Sama seperti acara-acara sebelumnya yaitu menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan . alat yang digunakan yaitu neraca, ayakan, botol timbang, mortar, pisau, kaca arloji. Sedangkan untuk bahan yang digunakan yaitu biji kakao. Pertama ambil 150 keping biji kakao, kemudian lakukan pembelahan terhadap biji. Amati aroma yang tercium dari masing-masing keping biji.
BAB 4 DATA PENGAMATAN DAN DATA PERHITUNGAN
4.1 Data Pengamatan
4.1.1 Penentuan Kadar Kotoran, penentuan adanya serangga atau benda asing dan penentuan jumlah biji kakao per seratus gram
Pengamatan
Hasil
Adanya serangga hidup
Tidak ada
Kadar kotoran :
Jumlah berat (g) :
1.) Biji dempet
1.) 43,07
2.) Pecahan kulit
2.) 3,01
3.) Plasenta
3.) 5,94
4.) Biji berserangga
4.) 0,8
5.) Pecahan biji
5.) 19,95
6.) Biji kakao bagus/utuh
6.) 997,69
Jumlah biji per seratus gram
88 biji (termasuk dalam golongan A)
4.1.2 Penentuan kadar biji cacat pada kakao (biji berjamur, biji slaty, biji berserangga, dan biji berkecambah
Ulangan 1
Biji berjamur
Biji slaty
Biji berserangga
Biji berkecambah
Biji bagus
2
7
0
0
141
Ulangan 2
Biji berjamur
Biji slaty
Biji berserangga
Biji berkecambah
Biji bagus
4
42
1
0
107
4.1.3 Penentuan Kadar Air
Sampel
Berat botol timbang kosong (g)
Berat sampel (g)
Berat botol timbang+ sampel sebelum pengovenan (g)
Berat botol timbang+ sampel setelah pengovenan (g)
Berat sampel setelah pengovenan (g)
Berat air (g)
1
12,38
5,00
17,38
17,08
4,7
0,30
2
10,38
5,00
15,38
15,10
4,72
0,28
3
12,49
5,00
17,49
17,16
4,67
0,33
4
10,25
5,00
15,25
14,92
4,67
0,33
5
10,20
5,00
15,20
14,93
4,73
0,27
6
10,23
5,089
15,319
15,03
4,8
0,289
Penentuan adanya biji berbau asap abnormal atau berbau asing lainnya
Ulangan 1
Biji berbau asap/asing
Biji tidak berbau asing/ beraroma asap
26
124
Ulangan 2
Biji berbau asap/asing
Biji tidak berbau asing/beraroma asap
79
71
4.2 Data Perhitungan
4.2.1 Penentuan Kadar Kotoran.
Pengamatan
Hasil
Kakao
1.) Biji dempet (%)
4,307
2.) Pecahan kulit (%)
0,301
3.) Plasenta (%)
0,594
4.) Biji berserangga (%)
0,08
5.) Pecahan biji (%)
1,995
6.) Biji kakao bagus/utuh (%)
99,8
4.2.2 Penentuan kadar biji cacat pada kakao (biji berjamur, biji slaty, biji berserangga, dan biji berkecambah.
Ulangan 1
Pengamatan
Hasil
Kakao
Biji berjamur (%)
1,33
Biji slaty (%)
4,67
Biji berserangga (%)
0
Biji berkecambah (%)
0
Biji bagus (%)
94
Ulangan 2
Pengamatan
Hasil
Kakao
Biji berjamur (%)
2,6
Biji slaty (%)
27,27
Biji berserangga (%)
0,65
Biji berkecambah (%)
0
Biji bagus (%)
69,48
4.2.3 Penentuan Kadar Air
Sampel
Kadar air wb (%)
Kadar air db (%)
1
6 %
6,38 %
2
5,6 %
5,93 %
3
6,6 %
7,07 %
4
6,6 %
7,07 %
5
5,4 %
5,71 %
6
5,7 %
6,02 %
Rata-rata
5,98 %
6,36 %
SD
0,5155
0,3463
RSD
0,0862
0,0544
4.2.4 Penentuan adanya biji berbau asap abnormal atau berbau asing lainnya
Tidak dilakukan perhitungan pada acara ini.
BAB 5 PEMBAHASAN
4.1 Penentuan Kadar Kotoran
Praktikum kali ini dilakukan beberapa acara, untuk acara yang pertama yaitu penentuan kadar kotoran. Kotoran pada biji kakao berupa plasenta, biji dempet, pecahan biji, pecahan kulit, biji pipih, ranting dan benda lainnya yang berasal dari tanaman kakao. Data pengamatan yang diperoleh yaitu untuk biji dempet sebesar 4,307%, pecahan kulit sebesar 0,301%, plasenta sebesar 0,594%, biji berserangga sebesar 0,08%, pecahan biji sebesar 1,995%, dan biji kakao bagus sebesar 99,8%.
Data tersebut menunjukkan bahwa dari kakao yang diamati terdeteksi adanya kotoran Menurut SNI (2008) syarat khusus mutu biji kakao untuk kotoran maksimum digolongkan menjadi tiga yaitu golongan I, II, dan III. Untuk golongan mutu I kotoran maksimum sebanyak 1,5%, untuk golongan mutu II kotoran maksimum sebanyak 2%, dan pada golongan mutu III sebanyak 3%. Hasil pengamatan menujukkan bahwa total kadar kotoran pada biji kakao sebesar 7,197%. Sehingga biji kakao yang digunakan untuk praktikum tidak tergolong pada mutu manapun karena tidak ada standar yang memenuhi.
Penentuan adanya serangga atau benda asing
Acara yang kedua yaitu penentuan adanya serangga atau benda asing pada biji kakao. Biji kakao yang berserangga merupakan biji kakao yang didalamnya terdapat serangga pada stadia apapun atau terdapat bagian-bagian tubuh serangga, atau yang memperlihatkan kerusakan karena adanya serangga (SNI, 2008). Sedangkan biji yang tedeteksi adanya benda asing yaitu benda lain yang berasal bukan dari tanaman kakao (SNI, 2008). Dalam praktikum ini dilakukan secara visual.
Dari data pengamatan yang diperoleh, biji kakao yang dijadikan bahan praktikum tidak terdeteksi adanya serangga hidup ataupun benda asing. Hal ini menunjukkan bahwa biji kakao sudah memenuhi standar SNI, dalam SNI (2008), menyatakan bahwa syarat khusus mutu biji kakao untuk biji berserangga mutu satu sebesar 1%, mutu 2 sebesar 2%, sedangkan untuk mutu 3 sebesar 2%. Ada tidaknya serangga dalam biji kakao akan mempengaruhi mutu dari biji kakao tersebut.
Penentuan jumlah biji per seratu gram
Acara yang ketiga yaitu penentuan jumlah biji perseratus gram. Penentuan jumlah biji ini merupakan penggolongan menurut ukuran berat bijinya. Pengamatan dilakukan dengan penimbangan sebanyak 100 gram biji kakao. Kemudian dilakukan perhitungan. Dan dari perhitungan tersebut biji kakao yang didapatkan sejumlah 88 biji. Dalam penggolongan bersadarkan SNI biji kakao tersebut termasuk dalam kategori A. Menurut SNI (2008), A merupakan golongan biji antara 86-100 biji perseratus gram. Biji kakao tersebut termasuk besar karena jika semakin kecil maka dalam 100 gram biji kakao akan lebih banyak jumlahnya.
Penentuan kadar biji cacat pada kakao (biji berjamur, biji slaty, biji berserangga, dan biji berkecambah
Acara yang keempat yaitu penentuan kadar biji cacat pada kakao (biji berjamur, biji slaty, biji berserangga, dan biji berkecambah. Menurut SNI (2008), menyatakan biji jamur yaitu biji kakao yang ditumbuhi jamur dibagian dalamnya dan apabila dibelah dapat terlihat dengan mata, biji slaty yaitu biji yang tidak terfermentasi, biji berserangga yaitu biji kakao yang didalamnya terdapat serangga pada stadia apapun atau terdapat bagian-bagian tubuh serangga, atau yang memperlihatkan kerusakan karena adanya serangga, sedangkan biji berkecambah merupakan biji kakao yang kulitnya telah pecah atau berlubang karena pertumbuhan lembaga.
Data yang diperoleh dari dua kali ulangan. Untuk ulangan pertama biji berjamur sebanyak 1,33% , biji slaty sebanyak 4,67%, biji berserangga sebanyak 0%, bij berkecambah sebanyak 0%, dan untuk biji yang bagus sebanyak 94%. Sedangkan untuk ulangan 2 biji berjamur sebanyak 2,6%, biji slaty sebanyak 27,27%, biji berserangga sebanyak 0,65, bij berkecambah sebanyak 0%, dan untuk biji bagus sebanyak 69,48%. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa kadar biji cacat banyak terjadi pada ulangan kedua. Biji berjamur dapat disebabkan oleh adanya kontaminasi. Proses kontaminasi jamur dari produk kering kakao dimungkinkan karena pengeringan tidak sempurna (Rahmadi, 2008). Selain itu, kelembapan juga mempengaruhi adanya jamur pada biji kakao. Menurut SNI maks biji berjamur pada gollongan 1 yaitu 2%, sedangkan untuk golongan 2 dan 3 sebanyak 4%. Dari hasil pengamatan biji berjamur data tersebut memperlihatkan bahwa biji sudah memenuhi maksimum syarat mutu biji untuk golongan IF dan IIF.
Sedangkan untuk biji slaty hanya pada ulangan 1 yang memenuhi syarat maks SNI, karena pada ulangan ke-2 biji slaty ditemukan sebanyak 27,27%. Biji slaty disebabkan oleh adanya biji yang tidak terfermentasi, hal ini akan mempengaruhi mutu biji. Untuk biji berserangga pada ulangan satu tidak ada, tetapi pada ulangan kedua terdeteksi adanya 0,65% biji, dalam SNI (2008) biji tersebut merupakan biji dengan mutu IF. Biji berkecambah baik ulangan 1 dan 2 tidak terdeteksi, sehingga biji bagus untuk ulangan 1 sebesar 94% dan ulangan sebesar 69,48% dari 150 dan 154 biji yang dijadikan bahan. Menurut Bewley dan Black dalam Sumampow (2010) kakao merupakan tanaman yang sifat bijinya rekalsitran. Viabilitas benih rekalsitran hanya dapat dipertahankan sampai beberapa minggu atau beberapa bulan saja meksipun disimpan dalam kondisi optimum. Sehingga banyak terjadi kemungkinan adanya biji cacat.
4.5 Penentuan Kadar Air
Acara yang kelima yaitu penentuan kadar air, acara ini sampel yang digunakan sebanyak 6 sampel dengan berat yang sama yaitu masing-masing 5 gram. Metode pengeringan yang dilakukan dengan menggunkan oven. Penentuan kadar air digunakan untuk mengetahui kandungan air pada kakao, menurut SNI (2008) kadar air kakao sebesar 7,5%. Dari data yang diperoleh kadar air basis basah kakao sampel 1-6 yaitu sebesar 6%, 5,6%, 6,6%, 6,6%, 5,4%, dan 4%. Data tersebut masing-masing kurang dari 7,5% hal ini menunjukkan bahwa kadar air kakao memenuhi standar SNI. Tetapi pada literatur lain menyebutkan bahwa kadar air yang terlalu rendah yaitu dibawah 5%, juga tidak baik karena biji kakao menjadi sangat mudah rapuh. Jika lebih dari 8%, yang turun bukan hanya hasil rendemennya saja tetapi juga berisiko terhadap serangan bakteri dan jamur (Wahyudi dkk, 2008). Tetapi dari keseluruhan sampel kandungan air yang berada dibawah 5% hanya terjadi pada sampel ke 6 yaitu sebesar 4.
Penentuan adanya biji berbau asap abnormal atau berbau asing lainnya
Acara yang ke-6 yaitu penentun adanya biji berbau asing, selain bau khas dari coklat. Percobaan ini dilakukan dua kali ulangan dengan masing-masing biji yang digunaka sebagai bahan sebanyak 150 biji. Pendeteksian bau dilakukan secara visual dengan menggunakan indera penciuman. Dari pengamatan yang telah dilakukan untuk ulangan pertama biji berbau asap sebanyak 26 dan biji tidak berbau asing sebanyak 124. Sedangkan ulangan pertama biji berbau asap sebanyak 79 dan biji tidak berbau asing sebanyak 71. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa biji berbau asing terbanyak terjadi pada ulangan ke 2. Menurut SNI (2008) syarat mutu umum biji kakao adalah tidak terdapat biji kakao berbau asap dan berbau asing. Sehingga syarat mutu biji kakao sesuai dengan standar yang telah ditentukan dan layak untuk dikonsumsi maupun dipasarkan.
BAB 6 KESIMPULAN
Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum yang telah dilakukan bahwa, Hasil pengamatan menujukkan sudah ada beberapa acara yang memenuhi syarat mutu biji kakao sesuai SNI 2323-2008. Syarat mutu biji kakao menurut SNI 2323-2008 ditentukan berdasarkan adanya, serangga hidup atau benda asing, kadar air, adanya biji berbau asap abnormal, atau berbau asing lainnya, kadar kotoran, jumlah biji kakao per seratus gram, dan penentuan kadar biji cacat yang meliputi biji berjamur, biji slaty, biji berserangga, dan biji berkecambah.
Saran
Praktikum selanjutnya sebaiknya menggunakan biji kakao yang tidak disimpan dalam waktu yang lama sehingga pengamatan dan perbandingan bisa dilakukan secara maksimal. Dan dari pembuatan laporan diperlukan adanya revisi dari co. Asisten.
DAFTAR PUSTAKA
Bintoro, M.H., 1977. Periode Cukup Panen, Panen dan Periode Setelah Panen Coklat. Bogor : IPB-Press.
Duarte CM, Kennedy H, Marba N, Hendriks I. 2010. Assesing the capacity of seagrass meadows for carbon burial: current limitations and future strategis. Ocean Coast Manag. In press.
Guehi, T. S., Zahouli, I. B., Ban-Koffi, L., Fae, M. A., & Nemlin, G. J. 2010b . Performance of different drying methods and their effects on the chemical quality attributes of raw cocoa material. International Journal of Food Science and Technology, 45(1), 1564–1571.
Haryadi, M. dan Supriyanto. 2001. Pengolahan Kakao Menjadi Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada.
Hidayati, 2012. Penelitian Kuantitatif. Bandung: Alfabeta.
Maswadi. 2011. Agribisnis Kakao dan Produk Olahannya Berkaitan dengan Kebijakatan Tarif Pajak di Indonesia. J. Perkebunan & Lahan Tropika. 1: 23-30.
Mursidah. 2004. Prospek Bisnis Hasil Tanaman Kakao di Kotamadya Samarinda. J. Ekonomi Pertanian dan Pembangunan. 1:13-16.
Prawoto, A. dan Sulistyowati. 2001. Sifat-sifat fisiko kmia lemak kakao dan faktor-faktor yang berpengaruh. Jember : Pusat Penelitian Perkebunan.
Putu Kristiani K, La Ode Sabarudin, Rima Melati, Haeruddin, “Waktu Optimum Fermentasi Limbah Pulp Kakao (Theobroma Cacao L.) Menggunakan Kulit Bakau (Sonneratia Sp.) Dalam Produksi Bioetanol. kendari : Universitas Haluoleo.
Rahmadi, A. 2008. Mikroflora Jamur Produk Kakao Kering Serta kemungkinan Penghambatan Jamur Penghasil Toksin Oleh Bakteri Asam Laktat dan Bacillus Sp. Jurnal Riset Teknologi Industri 2(3: 11-19).
Rohan, T.A., 1963. Processing Of Raw Cocoa for the Market. Roma : FAO Agric.
Standar Nasional Indonesia. 2008. SNI 01-2323-2008: Biji Kakao. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Sumampow, M. 2014. Viabilitas Benih Kakao (Theobroma cacao L.) pada Media Simpan Serbuk Gergaji. Jurnal Soil Environment Vol. 8 No.3: 102-105.
Susanto, T., 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Surabaya : Bina Ilmu.
Wahyudi et al. 2008. Panduan lengkap kakao. Jakarta : penebar swadaya
Wahyudi. 2008. Manajemen Konflik dalam Organisasi. Bandung : Alfabeta
Zhu P., Et Al., 2012. New Insight Into Onset Of Lactation: Mediating The Negative Effect Of Multiple Perinatal Biopsychosocial Stress On Breastfeeding Duration. China: Breastfeeding Medicine : The Official Journal Of Academy Of Breastfeeding Medicine. Vol. 8:151-8.
LAMPIRAN PERHITUNGAN
Penentuan Kadar kotoran
Kadar kotoran = bobot kaca arloji & kotoran – bobot kaca x 100
Berat sampel
= berat kotoran x 100
Berat sampel
Biji dempet = 43,07 x 100
1000
= 4,307 %
Pecahan kulit = 3,01 x 100
1000
= 0,301%
Plasenta = 5,94 x 100
1000
= 0,594%
Biji berserangga = 0,8 x 100
1000
= 0,08%
Pecahan biji = 19,95 x 100
1000
= 1,995%
Biji bagus = 97,69 x 100
1000
= 99,8%
Jumlah kadar kotoran = 4,307+0,301+0,594+0,08+1,995
= 7,277%
Penentuan kadar biji cacat
Ulangan 1
Biji berjamur = 2 x 100
150
= 1,33%
Biji slaty = 7 x 100
150
=4,67%
Biji berserangga = 0 x 100
150
= 0%
Biji berkecambah = 0 x 100
150
= 0%
Biji bagus = 141 x 100
150
Ulangan 2
Biji berjamur = 4 x 100
154
= 2,6%
Biji slaty = 42 x 100
154
=27,27%
Biji berserangga = 1 x 100
154
= 0,65%
Biji berkecambah = 0 x 100
154
= 0%
Biji bagus = 107 x 100
154
= 69,48%
Kadar Air
Berat Air = Berat botol timbang & sampel sebelum pengovenan – Berat botol timbang & sampel setelah pengovenan
1 = 17,38 – 17,30 = 0,30
2 = 15,38 – 15,10 = 0,28
3 = 17,49 – 17,16 = 0,33
4 = 15,25 – 14,92 = 0,33
5 = 15,20 – 14,93 = 0,27
6 = 15,319 – 15,03 = 0,289
Kadar air wb = x 100%
1 = x 100% = 6 %
2 = x 100% = 5,6 %
3 = x 100% = 6,6 %
4 = x 100% = 6,6 %
5 = x 100% = 5,4 %
6 = x 100% = 5,7 %
Kadar air db = x 100%
= x 100% = 6,38 %
= x 100% = 5,93 %
= x 100% = 7,07 %
= x 100% = 7,07 %
= x 100% = 5,71 %
= x 100% = 6,02 %
Rata-rata kadar air wb
=
= 5,98 %
Rata-rata kadar air db
=
= 6,36 %
SD wb =
=
1 = = 0,0004
2 = = 0,1444
3 = = 0,3844
4 = = 0,3844
5 = = 0,3364
6 = = 0,0784
= = 1,3284
SD wb = =
SD db =
=
= = 0,0004
= = 0,1849
= = 0,5041
= = 0,5041
= = 0,4225
= = 0,1156
= = 1,7316
SD db = = 0,5885
RSD wb = x 100%
= x 100%
= 8,62 %
RSD db = x 100%
= x 100%
= 9,25 %