KUMPULAN TULISAN
JARINGAN ISLAM LIBERAL (JIL), ISLAM WAHABI DAN HIZBU
TAHRIR INDONESIA (HTI)
Diajukan sebagai syarat memenuhi nilai tugas Mata Kuliah Budaya dan Pemikiran
Politik Indonesia
OLEH :
ZAINAL MUTTAQIN
NPM. 16011865030
SEKOLAH PASCASARJANA ILMU POLITIK
UNIVERSITAS NASIONAL JAKARTA
2016
ALIRAN ISLAM LIBERAL / JARINGAN ISLAM LIBERAL (JIL)
Paham liberal dalam Islam adalah paham yang sangat kotroversial dengan Islam yang
telah diajarkan
Rasulullah SAW. Karena paham ini adalah paham yang dilain pihak
mendukung atau mengatakan bahwa agama yang selain agama Islam itu adalah benar.
Padahal mereka ini telah berikrar dan telah menyebut kalimat syahadat, yakni mengaku
beragama Islam dan akan berjuang membela Islam. Akan tetapi dilain waktu mereka ini
pulalah yang mengatakan bahwa agama yang selain Islam itu adalah benar dan bisa saja
merekalah yang akan masuk Syurga. Mereka ini adalah generasi yang memiliki sifat AlMunafikin yang sangat dilarang oleh Islam dan orang yang memiliki sifat ini diancam oleh
Allah SWT dengan azab Neraka.
Mereka ini juga percaya terhadap bunyi ayat Al-Qur’an yang mengatakan: “Innaddi Na
Indallahal Islam” yakni “tidak ada agama lain yang diterima disisi Allah kecuali Islam”. Dari
sini kita dapat melihat bagaimana Allah itu mengecam orang-orang yang telah meyakini
agama yang bukan Islam. Akan tetapi, mereka ini menganggap bahwa apa yang telah Allah
sebutkan dalam Al-Qur’an dan apa yang telah Allah beri batasan dalam Al-Qur’an itu tidak
mereka pedulikan, padahal mereka percaya akan hal itu, mungkin mereka akan menunggu
azab dari Sang Pencipta Langit dan Bumi yang Maha Agung dan Maha Penyayang.
Seperti yang dikatakan oleh Agus Hasan Bashar. Beliau mengatakan bahwa Ulil
Abshar Abdalla beserta jaringannya yakni Jaringan Islam Liberal yang biasa kita kenal dan
biasa orang sebut dengan JIL, pernah menurunkan tulisan diharian Kompas dengan judul
Menyegarkan Kembali Pemikiran Islam. Tulisan tersebut telah banyak menimbulkan reaksi
karena bernada Makar dan Terror. Berikut ini adalah konstribusinya Pak Agus Hasan Bashar
dalam mengkritik makalah tersebut:
Pertama, Ulil Abshar Abdalla mengatakan: “saya meletakkan Islam pertama-tama
sebagai sebuah “Organisme” yang hidup; sebuah agama yang berkembang sesuai dengan
denyut nadi perkembangan manusia. Islam bukan sebuah “Monument” mati yang dapat
dipahat pada abad ketujuh masehi, lalu dianggap “Patung” yang indah yang amat menonjol
saat ini sudah saatnya suara lantang dikemukakan untuk menandingi kecenderungan ini”.
Menurut Hasan Bashar, Ulil menggunakan pendekatan sosiologi yang menganggap
Islam sebagai fenomena sosial. Yang menurutnya Ulil mengikuti August Comte (seorang
Bapak Sosiologi Sekuler yang berasal dari Perancis) yang menganggap agama sebagai
fenomena sosial semata. Dengan demikian ajaran para Nabi ditafsirkan sebagai ajaran yang
bukan berasal dari Tuhan melainkan ajaran itu dibikin oleh Nabi-Nabi itu sendiri yang
merupakan manusia biasa. Ia lupa bahwa Islam merupakan ajaran dan praktek Rasulullah
SAW; Islam adalah wahyu yang bersifat universal, yang menjadi model dan timbangan bagi
praktek Islam sepanjang zaman.
Kedua, Ulil mengatakan, “Saya mengemukakan sejumlah pokok pikiran dibawah ini
sebagai usaha sederhana untuk menyegarkan kembali pemikiran Islam yang saya pandang
cenderung membeku, menjadi “paket” yang sulit didebat dan dipersoalkan”. Hasan Bashar
mengatakan dengan lantang bahwa, “dari dahulu orang-orang munafik selalu merusak, akan
tetapi setiap kali mereka mau merusak mereka berkata berniat baik dan untuk kebaikan. Allah
berfirman; “Dan apabila dikatakan kepada mereka: janganlah kamu membuat kerusakan di
muka Bumi ini, mereka akan menjawab: sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan
perbaikan. Ingatlah sesung-guhnya mereka inilah orang-orang yang membuat kerusakan,
tetapi mereka tidak sadar”.
Ketiga, selanjutnya Ulil mengatakan, “… Paket tuhan yang disuguhkan kepada kita
semua dengan pesan sederhana, Take it or leave it! Islam yang disuguhkan dengan cara
demikian, amat berbahaya bagi kemajuan Islam itu sendiri”. Ulil lupa kalau Allah sendiri
berfirman: “Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa
yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”.
Jaringan Islam Liberal tampaknya bukan, merupakan nama baku dari satu kelompok
Islam yang tumbuh dalam lingkaran Islam Indonesia. Akan tetapi, hanyalah merupakan satu
kategori untuk memudahkan analisis. Islam liberal sendiri banyak sekali yang pendapatnya
saling berjauhan, bahkan ada yang saling menyalahkan satu dengan yang lainnya dan
mengkritik tajam antara yang satu dengan yang lainnya, padahal sama-sama liberalnya. Islam
liberal dimashurkan oleh para pakar Islam liberal itu sendiri dengan pembaharuan bagi Islam.
Ali Abdul Raziq dalam bukunya ”Al-Islam wa Ushulul Hukm (Islam dan dasar-dasar
hukum), yang menurut Hartono Ahmad Jaiz adalah merupakan telah melenceng dari ajaran
dan hukum Islam yang telah ditetapkan oleh Nabi SAW dan telah ditetapkan oleh Allah
SWT. Abdu Raziq menulis buku ”Al-Islam wa Ushulul Hukm” dia mempunyai alasan-alasan
tertentu, diantara alasan-alasan tersebut adalah :
a) Syaikh Ali menjadikan syari’at Islam sebagai syari’at rohani semata. Tidak ada
hubungannya dengan pemerintahan dan pelaksanaan hukum dalam urusan duniawi.
Padahal yang paling banyak dikemukakan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits adalah
masalah pemerintahan dan masalah kemanusiaan. Dalam Islam pemerintahan itu wajib
untuk ditaati oleh rakyatnya. Akan tetapi, kalau pememrintah tersebut lalim maka harus
kita singkirkan dari kursi kepemerintahannya, sebab kalau dia masih memegang
pemerintahan, maka akan terjadi penympangan yang sangat besar dan bahkan akan
menjadikan negeri itu menjadi negeri yang sangat miskin dan menjadi negeri yang
diinjak-injak olah negeri lainnya. Bahkan dia akan menjual semua aset penting negara
kepada negara lain. Contohnya, sekarang adalah pemerintahan yang terjadi di Indonesia,
pemerintahan sekarang telah menjual Indonesia kepada pemerintahan Barat dan
membuat politik Islam itu semakin kabur dalam pentas politik, kalaupun ada yakni
mereka yang memang telah menjadi ”pelacur” yakni ketika mereka menjadi pemimpin
mereka akan melacurkan agama dan akan melacurkan Islam. Sehingga Islam menjadi
agama yang paling hina dan paling miskin tanpa pemikir dan tanpa landasan yang jelas.
b) Syaikh Ali menganggap jihad Nabi SAW itu untuk mencapai kerajaan. Zakat, Jizyah,
Ghanimah, dan lain-lain yang termasuk dalam ajaran atau syari’at Islam semuanya
menurut Syaikh Ali adalah untuk mencapai kerajaan, dengan demikian semua itu
dianggap keluar dari syari’at Islam.
c) Berkenaan dengan anganggapannya bahwa tatanan hukum di zaman Rasulullah SAW
tidak jelas, meragukan, tidak stabil, tidak sempurna dan menimbulkan berbagai tanda
tanya. Kemudian ia menetapkan bagi dirinya suatu mazhab. Dia kemudian mengatakan,
”Sebenarnya pewalian Muhammad SAW atas segenap kaum mukminin itu adalah
wilayah risalah, tidak bercampur sedikitpun dengan hukum pemerin-tahan”. Ini adalah
pandangan seorang kafir yang memang tidak tahu banyak hal tentang apa yang
sebenarnya yang terkandung didalam Kitabullah (kitab Allah/kitab Al-Qur’an), AlQur’an adalah kitab yang sangat komplit dengan semua apa yang menjadi persoalan
manusia dalam kehidupannya. Kalau kita mengaku orang Islam kita harus dapat
memahami apa yang menjadi kandungan dalam isi Al-Qur’an, karena Al-Qur’an dan AlHadits adalah dua hukum yang menjadi pedoman dalam kehidupan kita sehari-hari.
d) Syaikh Ali juga menganggap bahwa tugas Nabi SAW hanya menyam-paikan syari’at
lepas dari hukum pemerintahan dan pelaksanaannya. Kalau anggapan itu benar, maka itu
menjadi penolakan semua terhadap ayat-ayat Al-Qur’an tentang hukum dalam
pemerintahan. Karena hukum pemerintahan itu lebih banyak terdapat dalam Al-Qur’an,
jika Syaikh Ali mengatakan demikian , maka itu sangat berten-tangan dengan sunnah
Rasulullah SAW. Kalau kita menganggap demikian, maka kenapa kita mengatakan diri
orang Islam. Sedangkan kita tidak mengakui kenabian dan tidak mempercayai semua
yang telah dikatakan oleh Muhammad SAW.
e) Syaikh Ali juga mengingkari kesepakatan para sahabat Rasulullah SAW untuk
mengangkat seorang Imam dan bahwa menjadi kewajiban bagi umat Islam untuk
mengangkat orang yang mampu mengurus permasalahan Agama dan Dunia.
Dalam beberapa Haditsnya Rasulullah SAW besabda, banyak yang mengemukakan
tentang kesepakatan dan perlakuan Nabi pada saat menjadi Imam masjid maupun ketika
beliau memimpin umatnya kejalan yang benar. Rasulullah bersabda dalam salah satu
Haditsnya mengatakan; ”Barang siapa yang mengingkari sunnahku, maka dia bukan dari
umatku dan barangsiapa yang ingin merusak namaku, maka dia bukan dari golonganku”.
Apakah peringatan itu tidak mempan pada diri kita sehingga kita harus mengingkarinya,
dan Al-Qur’an sendiri telah memberikan peringatan terhadap perilaku tersebut, AlQur’an mengata-kan ”barangsiapa yang mengingkari Allah dan Rasulnya, maka tempatnya bersama orang-orang yang berdusta dan orang-orang yang hina yakni di Neraka”.
Apakah kita tidak takut terhadap peringatan sekaligus ancaman Allah kepada kita,
sehingga kita dengan lancang mengatakan diri sebagai Nabi terakhir setelah Nabi
Muhammad. Padahal sudah sangat jelas tertera di dalam Al-Qur’an dan Hadits Nabi
”yang mengata-kan dan bahkan kalimat tersebut tertulis di punggungnya Rasulullah
sendiri, yakni ”La Nabiu Ba’dah” yakni sudah tidak ada Nabi setelahnya.
Sekarang ada yang namanya Nabi-nabi baru dan aliran baru, yang tumbuh sangat subur
di dunia ini lebih-lebih di Indonesia, di Indonesia sendiri ada yang namanya, Ahmadiyah,
Al-Qiadah Al-Islamiyah, Lia Eden, Qur’an Suci, dan lainnya. Semuanya adlah aliran
sesat yang banyak menyesatkan umat manusia khususnya umat Islam, karena Islam
adalah yang menjadi bagian utama dari penyerangan mereka dan dengan lantang mereka
mengatakan dirinya sebagai nabi yang turunkan oleh Allah yang Maha Pencipta setelah
Nabi Muhammad SAW belum lagi dalam Islam yang sebenarnya ada yang namanya;
Islam Pluralis, Islam Fundamentalis, Islam Sosalis, Islam Militan, Islam Liberal, Islam
Sekularis, dan lain sebagainya.
f) Syaikh Ali juga tidak mengakui kalau peradilan itu suatu tugas syari’at. Padahal kita
semua mengetahui apa yang memang menjadi cita-cita dan tujuan daripada agama
Islam, yakni ingin mendamaikan dunia dan menjadi khalifah dimuka Bumi ini, yakni
untuk menjaga kesejahteraan dunia, supaya tidak berpecah-belah dan bermusuhan antara
yang satu dengan yang lainnya.
g) Syaikh Ali juga beranggapan bahwa pemerintahan Abu Bakar Ash-Shiddiq an
pemerintahan Khulafaurrasyiddin sesudahnya adalah tidak lagi agamais. Pendapat yang
seperti ini, adalah pendapat seseorang yang sama sekali tidak beriman dan tidak
mengakui kenabian dan kerasulan Muhammad SAW beserta para sahabatnya. Padahal
semua sahabat Rasulullah itu telah disebut satu persatu dalam Al-Hadits dan bahkan
dalam Al-Qur’an itu sendiri. Karena hanya dua kitab ini saja yang menjadi pedoman kita
selama hidup di dunia ini dan yang insya Allah akan membawa kita kedalam Syurga.
Dimana di situ tempatnya orang-orang yang beriman dan para Nabi sebelum Nabi
Muhammad.
1. ISLAM WAHABI
Pencetus pertamakali sebutan nama WAHHABI adalah seorang bernama MR.
Hempher, dialah mata-mata kolonial Inggris yang ikut secara aktif menyemai dan membidani
kelahiran sekte WAHHABI.Tujuannya adalah untuk menghancurkan kekuatan ajaran Islam
dari dalam, dengan cara menyebarkan isu-isu kafir-musyrik dan bid’ah.
Dengan fakta ini maka terbongkarlah misteri SIKAP WAHHABI yang keras
permusuhannya kepada kaum muslimin yang berbeda paham. Itulah sebabnya kenapa ajaran
Wahhabi penuh kontradiksi di berbagai lini keilmuan, dan kontradiksi itu akan semakin jelas
manakala dihadapkan dengan paham Ahlussunnah Waljama’ah. Walaupun begitu, ironisnya
mereka tanpa risih mengaku-ngaku sebagai kaum ASWAJA. Atas klaim sebagai ASWAJA
itu, lalu ada pertanyaan yang muncul, sejak kapan WAHHABI berubah jadi Ahlussunnah
Waljama’ah? Wajar jika pertanyaan itu muncul, sebab bagaimanapun mereka memakai baju
Ahlussunnah Waljama’ah, ciri khas ke-wahabiannya tidak menjadi samar. Untuk lebih jelas
dalam mengenali apa, siapa, kenapa, darimana WAHABISME, sebaiknya kita terlebih dulu
mengetahui latar belakang sejarahnya
Dr. Abdullah Mohammad Sindi, di dalam sebuah artikelnya yang berjudul : Britain
and the Rise of Wahhabism and the House of Saud menyajikan tinjauan ulang tentang
sejarahWahabisme, peran Pemerintah Inggeris di dalam perkembangannya, dan hubungannya
dengan peran keluarga kerajaan Saudi. “Salah satu sekte Islam yang paling kaku dan paling
reaksioner saat ini adalah Wahabi,” demikian tulis Dr. Abdullah Mohammad Sindi dalam
pembukaan artikelnya tersebut. Dan kita tahu bahwa Wahabi adalah ajaran resmi Kerajaaan
Saudi Arabia, tambahnya.
Wahabisme dan keluarga Kerajaan Saudi telah menjadi satu kesatuan yang tak
terpisahkan sejak kelahiran keduanya. Wahabisme-lah yang telah menciptakan kerajaan
Saudi, dan sebaliknya keluarga Saud membalas jasa itu dengan menyebarkan paham Wahabi
ke seluruh penjuru dunia. One could not have existed without the other – Sesuatu tidak dapat
terwujud tanpa bantuan sesuatu yang lainnya. Wahhabisme memberi legitimasi bagi Istana
Saud, dan Istana Saud memberi perlindungan dan mempromosikan Wahabisme ke seluruh
penjuru dunia. Keduanya tak terpisahkan, karena keduanya saling mendukung satu dengan
yang lain dan kelangsungan hidup keduanya bergantung padanya.
Tidak seperti negeri-negeri Muslim lainnya, Wahabisme memperlakukan perempuan
sebagai warga kelas tiga, membatasi hak-hak mereka seperti : menyetir mobil, bahkan pada
dekade lalu membatasi pendidikan mereka. Mereka juga menyebarkan mata-mata atau agen
rahasia yang selama 24 jammemonitor demi mencegah munculnya gerakan anti-kerajaan.
Wahabisme juga sangat tidak toleran terhadap paham Islam lainnya, seperti terhadap
Syi’ah dan Sufisme (Tasawuf). Wahabisme juga menumbuhkan rasialisme Arab pada
pengikut mereka. Tentu saja rasialisme bertentangan dengan konsep Ummah Wahidah di
dalam Islam.
Wahhabisme juga memproklamirkan bahwa hanya dia saja-lah ajaran yang paling
benar dari semua ajaran-ajaran Islam yang ada, dan siapapun yang menentang Wahabisme
dianggap telah melakukan BID’AH dan KAFIR!
Pemikiran dari aliran ini disimpulkan dalam dua bidang, yaitu bidang Tauhid
(pengesaan) dan bidang bid’ah. Dalam bidang ketauhidan mereka berpendirian sebagai
berikut:
Penyembahan kepada selain Allah adalah salah dan siapa yang berbuat demikian ia
dibunuh.
Orang yang mencari apapun Tuhan dengan mengunjungi kuburan orang-orang sholeh,
termasuk golongan salah.
Termasuk dalam perbuatan musyrik memberikan perngantar kata dalam shalat terhadap
nama nabi-nabi atau wali atau malaikat (seperti Sayidina Muhammad).
Termasuk kufur memberikan suatu ilmu yang tidak didasarkan atas al-Quran dan
Sunnah, atau ilmu yang bersumber kepada akal pikiran semata-mata.
Termasuk kufur dan Ilhad juga mengingkari Qadar dalam semua perbuatan dan
penafsiran Qur’an dengan jalan ta’wil.
Dilarang memakai buah tasbih dan dalam mengucapkan nama Tuhan dan doa-doa
(wirid) cukup dengan menghitung keratin jari.
Sumber syariah dalam Islam dalam soal halal dan haram hanya Qur’an semata-mata dan
sumbr lain sesudahnya ialah Sunnah Rasul.
Pintu ijtihad tetap terbuka dan siapa pun juga boleh melakukan ijtihad asal sudah
memenuhi syaratnya.
Di Indonesia ajaran Wahhabi dibawa orang-orang muslim negara lain yang menunaikan
ibadah haji di Mekkah, tercacat beberapa nama pembawa pengaruh Wahhbisme di Indonesia
diantaranya Haji Miskin dari Luhak Agam, Haji Piobang dari Luhak 50 kota, dan Haji
Sumanik dari Luhak Tanah Datar. Ketiga tokoh ini berasal dari kaum Paderi di Minangkabau
menunaikan haji tahun 1803. Gerakan reformasi yang dilakukan ajaran Wahhabi juga melalui
cara-cara yang cukup ekstrim dan radikal. Beberpa aktifitas yang dipandang berbau bi’ad,
khurafat, dan sesuatu yang tidak sejalan dengan ajaran Islam yang ada di dalam Nash, yakni
Alqur’an dan As Sunnah yang harus disikat habis.
Wahhabisme mulai merasuk ke dalam tataran gerakan-gerakan massiv yang cukup
diperhitungkan terutama terbentuk dalam perhimpunan sosial seperti Serekat Islam (SI) dan
Muhammadiah yang menjadi masa baru gerakan di Indonesia yang terorganisir. Penguasa
Arab pernah mengudang kaum Islam Indonesia untuk menghadiri kongres di Mekkah yang
diwaliki oleh Cokroaminoto dari SI dan KH. Mas Mansyur dari Muhammadiah.
Ada beberapa organisasi yang menganut paham Wahhabisme di Indonesia antara lain :
Jami’at Khair (1901), Sarikat Islam (1912), Muhammadiyah (1912), Persatuan Islam / Persis,
Jami’iyyat Al Islah wal Irsyad Madrasah Salafiah di Indonesia dan lain – lain.
2. HIZBUTAHRIR INDONESIA (HTI)
Sejak awal berdirinya, Hizbut Tahrir (HT) (1953 di al-Quds, Palestina), organisasi ini
memiliki cita-cita besar, yakni melangsungkan kehidupan Islam dan mengemban dakwah ke
seluruh penjuru dunia. Untuk menegakkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan bermasyarakat,
HT berpendirian harus dilakukan melalui negara dengan menekankan pada daulah Islamiyah
atau daulah khilafah yang dipimpin oleh seorang khalifah yang dipilih secara demokratis oleh
rakyat. Khalifah tersebut dibaiat oleh kaum muslim untuk didengar dan ditaati agar
menjalankan
pemerintahan
berdasarkan
kitabullah
dan
sunnah
rasul-Nya
serta
mengembangkan risalah Islam ke seluruh dunia dengan dakwah dan jihad.
Kemajuan umat Islam menurut HT harus diraih dengan pencerahan dan pencerdasan,
karena itu organisasi ini berusaha untuk mengembalikan posisi umat Islam ke masa kejayaan
dan kemuliaaan seperti yang pernah terjadi di masa dulu. Dari sini kemudian bahasan
mengenai HT dalam penelitian ini dimulai.
Kelahiran Hizbut Tahrir Indonesia dibidani dan dipelopori oleh beberapa anggota HT
yang telah bersentuhan langsung dengan gerakan ini di Timur Tengah. Oleh karena itu. tidak
heran jika nama, bentuk, doktrin, ideologi, dan metode gerakannya benar-benar mengikuti
HT di Timur Tengah. Penulis melihat bahwa HT menggunakan gerakan sosial dengan cara
melakukan kritik terus menerus dan menunjukkan kekurangan-kekurangan sistem
pemerititahan yang ada sembari menawarkan konsep khilafah islamiyah sebagai
alternatifnya.
Sejak didirikan, Hizbut Tahrir dipimpin oleh Taqiyuddin al-Nabhani hingga wafat,
tanggal 20 Juni 1977 M. Taqiyuddin al-Nabhani merupakan salah seorang ulama berpengaruh
Palestina, doktor lulusan Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, yang sebelumnya adalah
seorang hakim agung di Mahkamah Isti’naf, al-Quds, Palestina.
Sepeninggal Taqiyuddin al-Nabhani, Hizbut Tahrir dipimpin oleh Abdul Qadim
Zalum hingga wafat 2003. Saat ini kepemimpinan Hizbut Tahrir digantikan oleh Syaikh
Atha’ Abu Rastah secara internasional[3]. Hizbut Tahrir melakukan strategi perjuangannya
dengan lebih banyak melontarkan wacana dan membina masyarakat melalui dakwah[4].
Dakwah Hizbut Tahrir lebih banyak ditampakkan dalam aspek pergolakan pemikiran (ash
shira' al-fikr). Hizbut Tahrir pula yang memperkenalkan istilah ghazw al-fikr (perang
pemikiran) sebagai upaya meluruskan pemikiran-pemikiran yang salah serta persepsipersepsi yang keliru, membebaskannya dari pengaruh ide-ide Barat, dan menjelaskannya
sesuatu ketentuan Islam.
Hizbut Tahrir merumuskan tiga tahapan dakwah (marhalah al-da’wah) sebagai
strategi beserta cirinya, yaitu:
Tahapan pembinaan dan pengkaderan (marhalah al-tatsqif).
Tahapan berinteraksi dengan umat (marhalah tafa'ul ma'a al-ummah).
Tahapan pengambilalihan kekuasaan (marhalah istilam al-hukm).
Masuknya Hizbut Tahrir ke Indonesia diperkirakan pada awal tahun 1980-an, disaat
Abdurrahman al-Bagdhadi, seorang warga negara Australia keturunan Arab, atas bantuan
K.H. Abdullah bin Nuh, pendiri pesantren Al-Ghazali Bogor, mengajaknya tinggal di
Indonesia, mulai melakukan safari dakwah dan memperkenalkan Hizbut Tahrir ke berbagai
pesantren dan kampus-kampus Indonesia.
Berawal dari para aktivis masjid kampus Al-Ghifari, IPB Bogor, kemudian dibentuklah
sebuah halaqah-halaqah (pengajian-pengajian kecil) untuk mengeksplorasi gagasan-gagasan
Hizbut Tahrir. Setelah secara bertahap melakukan pengkaderan dan pergerakan “bawah
tanah”, saat ini Hizbut Tahrir telah tersebar di 150 kota di seluruh Indonesia. Bahkan cabang
Hizbut Tahrir telah tersebar di hampir seluruh provinsi di Indonesia, termasuk di Papua dan
bahkan “pulau dewa” Bali.
Tokoh utama yang juga sebagai pendiri Hizbut Tahrir adalah Taqiyuddin al-Nabhani
dilahirkan pada 1909 di daerah Ijzim, Palestina, Ayahnya adalah seorang pengajar ilmu-ilmu
syariah di Kementerian Pendidikan Palestina. Ibunya juga menguasai beberapa cabang ilmu
syariah.
Di Indonesia tokoh Hizbut Tahrir adalah Ulama Besar NU Bogor Abdullah bin Nuh
atau yang lebih dikenal dengan panggilan ‘Mamak’ adalah seorang ulama, tokoh pendidikan,
sastrawan dan pejuang. Pria shalih yang lahir di Kampung Meron Kaum, Kota Cianjur Jawa
Barat pada tanggal 6 Juni 1905 ini1, melalui tabanni pendapat Imam Al-Ghazali, sangat gigih
menyerukan agar masyarakat berpegang teguh pada ajaran atau syariah Islam. Masuknya
Hizbut Tahrir ke Indonesia adalah saat K.H Abdullah bin Nuh atau yang lebih dikenal dengan
panggilan ‘Mamak’ mengajak Syaikh Abdurrahman al Baghdadiy ke Indonesia. Beliaulah
ulama yang pertama mendukung perkembangan dakwah Hizbut Tahrir