Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
…
11 pages
1 file
Mengenai pembentukan undang-undang pertama kali dibukakan pada UUD 1945 pasal 20 ayat (1) dan (2) yang berisikan, 1. Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang. 2. Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama Hal ini lah yang menjadi dasar pertama kali pembentukan UU yang selalu menjadi acuan dalam pembentukan undang-undang. Secara khusus pembentukan undang-undang diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan Daerah adalah salah satu produk peraturan perundangundangan tingkat daerah yang dibentuk oleh Kepala Daerah, baik Daerah Propinsi maupun daerah kabupaten/Kota dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi maupun Kabupaten Kota. Kewenangan daerah dalam membentuk Peraturan Daerah secara legalitas ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang pemerintahan Daerah dan secara teknis diatur lebih lanjut dalam Peraturan Perundangundangan lainnya. Dalam pembentukan daerah tidaklah mudah karena memerlukan pengetahuan dan pemahaman yang cukup terutama tentang teknik pembentukannya, sehingga Peraturan daerah yang dibentuk tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan kepentingan umum.
Ayat Cukup Jelas.
Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Nunukan
Unpam, 2019
Permasalahan yang timbul di tengah masyaraklat banyak yang belum mengetahui dan memahami apa tugas dan peran serta masyarakat yang berada di tingkat daerah dalam sebuah koordinasi dan mobilisasi terhadap pemerintahan di tingkat daerah. Birokrasi dan regulasi menjadikan sebuah hubungan antara masyarakat dan pemerintah menjadi sangat renggang yang ini mnegakibatkan adanya sebuah dinding besar yang menghalangi. Secara etimologi, istilah “otonomi daerah” berasal dari bahasa Yunani, yaitu “autos” dan ‘namos”. Autos artinya sendiri, sedangkan namos artinya aturan. Sehingga definisi otonomi daerah adalah kewenangan untuk mengatur sendiri pemerintahan dan kepentingan masyarakatnya yang dilakukan oleh suatu daerah.Ini menjadi bahaya dan menjadi sebuah permasalahan yang cukup besar dikarenkan apabila masyarakat dan pemerintah daerah tidak memiliki sebuah keakraban dalam menjalankan daerah yang baikPermasalahan yang timbul di tengah masyaraklat banyak yang belum mengetahui dan memahami apa tugas dan peran serta masyarakat yang berada di tingkat daerah dalam sebuah koordinasi dan mobilisasi terhadap pemerintahan di tingkat daerah. Birokrasi dan regulasi menjadikan sebuah hubungan antara masyarakat dan pemerintah menjadi sangat renggang yang ini mnegakibatkan adanya sebuah dinding besar yang menghalangi. Ini menjadi bahaya dan menjadi sebuah permasalahan yang cukup besar dikarenkan apabila masyarakat dan pemerintah daerah tidak memiliki sebuah keakraban dalam menjalankan daerah yang baik. Adapun target dari luaran PKM ini adalah jurnal nasional yang ber ISSN dimana menjadikan sebuah artikel yang terbukukan dan dapat dijadikan sebagai bahan bacaan masyarakat dalam proses penyelenggaraan penyuluhan yang berkaitan dengan tema yang diusung. Pentingnya jurnal untuk menjadikan sebagai luaran yang merupakan hasil akhir dalam sebuah kegiatan pengabdian masyarakat. Adapun tujuan dalam jurnal PKM menjadikan runututan cerita dan hasil pengabdian secara singkat, tepat, dan padat dalam menjabarkan dan menggambarkan segala apa yang terjadi dalam sebuah kegiatan PKM yang telah dilakukan. Rencana akan melakukan sebuah sosialisasi kepada masyarakat yang menjadi sebuah audiens utama yang akan dikaji dan dikontrol perubahan dari sebelum dan sesudah pada hasil penyuluhan ini.
Under Article 5 paragraph (1), Article 20, Article 21 and Article 22 of the Constitution, the Act is the House building along with the President. Prior to the 1945 Constitution Amendment Act forming the emphasis is on the hands of the President. But with the reforms, the building shifted into the hands of the Parliament Act. In establishing the law, at least there are three main components are interlinked and can not be broken apart to be met. First, is the institution of the legislators (the Act). Second, procedures or ordinances formation. Third is the substance to be regulated in the Act.
Hubungan Pusat dan Daerah menjadi sangat longgar sejak bergulirnya kebijakan otonomi daerah 1999, seolah Pusat mengalami “kerepotan” menghadapi berbagai tuntutan daerah, meskipun Indonesia masih meneguhkan bentuk negara kesatuan. Otonomi daerah sering diterjemahkan oleh Pemerintah Daerah identik dengan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebanyak-banyaknya. Peraturan Daerah (Perda) merupakan instrument yang dipandang “legal” untuk memungut dana dari masyarakat. Tahun 2000 ditandai sebagai “booming” Perda di seluruh Indonesia, artinya daerah beramai-ramai memproduk Perda yang dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang meliputi sektor-sektor pertambangan dan energi, pertanian dan peternakan, perdagangan dan industri, kehutanan dan perkebunan, kesehatan, pariwisata, ketegakerjaan, perhubungan dan pertanahan. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) mencatat sekitar 1.006 Perda di seluruh Indonesia pada tahun 2000, merupakan Perda “bermasalah”, yakni memberatkan dunia usaha. Sedang versi Depdagri mencatat hanya ada 105 Perda mengenai retribusi daerah dan pajak daerah yang bermasalah (Ni’matul Huda, 2010: 9).
2022
Local People's Representative Council (DPRD) In Local Government Legislation and Regional Legislative Institutions. One of the most esential issues of democracy's results in Indonesian constitutional platform is the local legislature, so popularly known as the Local People's Representative Council (DPRD). The key of the success in organizing local government is the capability of the Local People's Representative Council (DPRD) in conducting the three basic functions and plus, namely legislating, budgeting, supervising, and plus representing, simultaneously, proportionally and continously. In the future times, it is urgent to strengthen the structure and institutional capacity of the Local People's Representative Council (DPRD) by means of three agenda, that is (i) to redefine and to consolidate the position of the Local People's Representative Council (DPRD) as a legislature; (ii) to reinforce the authority of the Local People's Representative Council (DPRD); and (iii) to maximize the capacity of the Local People's Representative Council (DPRD) in performing its all functions. To that end, it is urgent to take an effort in revising
Pasal 4 ayat 1 vis a vis 18 ayat 7
ejournal.unud.ac.id
Penyelenggaraan pemerintahan yang tertib merupakan syarat utama bagi terwujudnya tujuan negara. Dalam Pasal 3 ayat Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, ditentukan bahwa "Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah". Dalam ayat (2) pasal ini ditentukan bahwa "Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat PENDEKATAN SISTEM DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH Oleh I WAYAN SUANDI (Bagian Hukum Administrasi Negara) ABSTRAK Pendekatan sistem relevan dengan proses pembentukan peraturan daerah. Keterpaduan dari bagian-bagian yang saling berhubungan dan saling ketergantungan seperti DPRD dan Kepala Daerah menyebabkan pelaksanaan peraturan daerah menjadi lebih efisien. Peraturan daerah itu harus sesuai dengan kondisi masyarakat di mana ia akan diberlakukan. Oleh karena itu, pembentuk peraturan daerah harus memahami kepentingan-kepentingan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.
Undang-undang
Mengenai pembentukan undang-undang pertama kali dibukakan pada UUD 1945 pasal 20 ayat (1) dan (2)
Pembahasan
Pembahasan materi RUU antara DPR dan Presiden (juga dengan DPD, khusus untuk topik-topik tertentu) melalui 2 tingkat pembicaraan. Tingkat 1 adalah pembicaraan dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi, rapat badan legislasi, rapat badan anggaran atau rapat panitia khusus. Tingkat 2 adalah pembicaraan dalam rapat paripurna. Pengaturan sebelum adanya putusan MK 92/2012 hanya "mengijinkan" DPD untuk ikut serta dalam pembahasan tingkat 1, namun setelah putusan MK 92/2012, DPD ikut dalam pembahasan tingkat 2. Namun peran DPD tidak sampai kepada ikut memberikan persetujuan terhadap suatu RUU. Persetujuan bersama terhadap suatu RUU tetap menjadi kewenangan Presiden dan DPR.
Apa yang terjadi pada tahap pembahasan adalah "saling kritik" terhadap suatu RUU. Jika RUU tersebut berasal dari Presiden, maka DPR dan DPD akan memberikan pendapat dan masukannya. Jika RUU tersebut berasal dari DPR, maka Presiden dan DPD akan memberikan pendapat dan masukannya.
Jika RUU tersebut berasal dari DPD, maka Presiden dan DPR akan memberikan masukan dan pendapatnya.
Pengesahan
Setelah ada persetujuan bersama antara DPR dan Presiden terkait RUU yang dibahas bersama, Presiden mengesahkan RUU tersebut dengan cara membubuhkan tanda tangan pada naskah RUU.
Penandatanganan ini harus dilakukan oleh presiden dalam jangka waktu maksimal 30 hari terhitung sejak tanggal RUU tersebut disetujui bersama oleh DPR dan Presiden. Jika presiden tidak menandatangani RUU tersebut sesuai waktu yang ditetapkan, maka RUU tersebut otomatis menjadi UU dan wajib untuk diundangkan. Segera setelah Presiden menandatangani sebuah RUU, Menteri Sekretaris negara memberikan nomor dan tahun pada UU tersebut.
Pengundangan
Pengundangan adalah penempatan UU yang telah disahkan ke dalam Lembaran Negara (LN), yakni untuk batang tubung UU, dan Tambahan Lembaran Negara (TLN) yakni untuk penjelasan UU dan lampirannya, jika ada. TLN.Sebelum sebuah UU ditempatkan dalam LN dan TLN, Menteri Hukum dan HAM terlebih dahulu membubuhkan tanda tangan dan memberikan nomor LN dan TLN pada naskah UU.
Tujuan dari pengundangan ini adalah untuk memastikan setiap orang mengetahui UU yang akan mengikat mereka.
Penyebarluasan
Penyebarluasan adalah kegiatan yang selalu "melekat" dalam setiap tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan. Pasal 88 ayat (1) UU 12/2011 (setelah dimaknai oleh MK dalam putusan MK 92/2012) menyebutkan bahwa, "Penyebarluasan dilakukan oleh DPR, DPD dan Pemerintah sejak Penyusunan Prolegnas, pembahasan RUU, hingga Pengundangan Undang-Undang," hal tersebut dilakukan untuk,"memberikan informasi dan/atau memperoleh masukan masyarakat serta para pemangku kepentingan."
Peraturan Daerah
Rancangan Peraturan Daerah dapat berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) maupun dari Gubernur/Bupati/Walikota. Apabila dalam satu kali masa sidang Gubernur/Bupati dan DPRD menyampaikan rancangan Perda dengan materi yang sama, maka yang dibahas adalah rancangan Perda yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan rancangan Perda yang disampaikan oleh Gubernur/Bupati/Walikota dipergunakan sebagai bahan persandingan. Program penyusunan Perda dilakukan dalam satu Program Legislasi Daerah, sehingga diharapkan tidak terjadi tumpang tindih dalam penyiapan satu materi Perda.
Proses pembentukan perda usulan pemerintah daerah maupun perda inisiatif DPRD mekanismenya sama saja, karena kedua lembaga itu apabila membuat peraturan daerah berdasarkan pada peraturan perundang-undangan. Proses pembentukan Perda terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu: a. Proses penyiapan rancangan Perda yang merupakan proses penyusunan dan perancangan di lingkungan DPRD atau di lingkungan Pemda, terdiri penyusunan naskah akademik dan naskah rancangan Perda. b. Proses mendapatkan persetujuan, yang merupakan pembahasan di DPRD. c. Proses pengesahan oleh Gubernur/Bupati/Walikota dan pengundangan oleh Sekretaris Daerah.
Sebenarnya penentuan arah kebijakan untuk kepentingan daerah bukanlah terletak pada keharusan membuat perda-perda yang banyak, akan tetapi pencocokan sumber daya alam maupun manusia lebih diperhitungkan agar daerah itu dapat menyesuaikan kemampuan pada anggaran pendapatan daerah. Faktor adanya peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat juga sebagai bahan refrensi daerah atas kepatuhan terhadap aturan hukum yang menyesuaikan dengan kondisi lingkungan didaerahnya. Oleh karena itu agar kebijakan daerah yang effektip, efisiensi, dan accountability dibutuhkan rencana yang matang dengan kadar waktu jangka 1 (satu) tahun, menengah, dan panjang terkonsepkan dalam draf rencana kerja.
Berharap pada pembentukan peraturan daerah membawakan rasa keadilan yang nyata bagi masyarakat daerah agar kelangsungan hidup ekonomi dapat dirasakan. Keadilan adalah perekat tatanan kehidupan bermasyarakat yang beradab. Hukum diciptakan agar agar setiap individu anggota masyarakat dan penyelenggara negara melakukan sesuatu tidakan yang diperlukan untuk menjaga ikatan sosial dan mencapai tujuan kehidupan bersama atau sebaliknya agar tidak melakukan suatu tindakan yang dapat merusak tatanan keadilan. Keadilan memang merupakan konsepsi yang abstrak. Namun demikian di dalam konsep keadilan terkandung makna perlindungan hak, persamaan derajat dan kedudukan di hadapan hukum, serta asas proporsionalitas antara kepentingan individu dan kepentingan sosial. Sifat abstrak dari keadilan adalah karena keadilan tidak selalu dapat dilahirkan dari rasionalitas, tetapi juga ditentukan oleh atmosfir sosial yang dipengaruhi oleh tata nilai dan norma lain dalam masyarakat.
Kepastian hukum sebagai salah satu tujuan hukum dapat dikatakan sebagai bagian dari upaya mewujudkan keadilan. Bentuk nyata dari kepastian hukum adalah pelaksanaan atau penegakan hukum terhadap suatu tindakan tanpa memandang siapa yang melakukan. Dengan adanya kepastian hukum setiap orang dapat memperkirakakan apa yang akan dialami jika melakukan tindakan hukum tertentu. Kepastian diperlukan untuk mewujudkan prinsip persamaan dihadapan hukum tanpa diskriminasi.
Aturan terhadap pembuatan raperda inisiatif DPRD, penulis mengkaji secara seksama dengan tinjauan isi materi permendagri nomor 53 tahun 2011 tentang pembuatan produk hukum daerah.
Mekanisme penyusunan raperda inisiatif DPRD telah diatur sebagaimana dalam pasal-perpasal permendagri, faktor yang mendukung jalannya proses pembuatan raperda inisiatif DPRD dalam fungsinya karena adanya aturan itu agar proses penyusunan raperda dilingkungan DPRD secara prosedural agar hasil yang dicapai dengan maksimal, ini signifikan menyangkut kepentingan daerah.
Selanjutnya bagaimana proses penyusunan raperda inisiatif DPRD dari awal sampai disahkannya menjada perda, yaitu: Penyampaian Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.
Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan Daerah
Dalam pembuatan undang-undang maupun peraturan daerah, penting memperhatikan asas-asas pembentukan peraturan yang baik yang sesuai dengan ketentuan Pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2011 yaitu sebagai berikut :
a. kejelasan tujuan, yaitu bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai. b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, yaitu setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang dan dapat dibatalkan atau batal demi hukum bila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang. c. kesesuaian antara jenis dan materi muatan, yaitu dalam pembentukan peraturan perundangundangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan perundang-undangan. d. dapat dilaksanakan, yaitu bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan efektifitas peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis. e. kedayagunaan dan kehasilgunaan, yaitu setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena memang benarbenar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasayarakat, berbangsa dan bernegara. f. kejelasan rumusan, yaitu setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya. g. keterbukaan, yaitu dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan.
Pada pasal 6 undang-undang yang sama juga mengharuskan dalam pembentukan peraturan materi muatan peraturan tersebut harus mengandung asas-asas sebagai berikut :
a. asas pengayoman, bahwa setiap materi muatan peraturan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat. b. asas kemanusiaan, bahwa setiap materi muatan peraturan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi c. asas kebangsaan, bahwa setiap muatan peraturan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistic (kebhinnekaan) dengan tetap menjaga prinsip negara kesatuan Republik Indonesia. d. asas kekeluargaan, bahwa setiap materi muatan peraturan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan. e. asas kenusantaraan, bahwa setiap materi muatan peraturan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesiadan materi muatan Perda merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila. f. asas bhinneka tunggal ika, bahwa setiap materi muatan peraturan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi daerah dan budaya khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. g. asas keadilan, bahwa setiap materi muatan peraturan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali. h. asas kesamaan dalam hukum dan pemerintahan, bahwa setiap materi muatan peraturan tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain agama, suku, ras, golongan, gender atau status sosial. i. asas ketertiban dan kepastian hukum, bahwa setiap materi muatan peraturan harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum. j. asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan, bahwa setiap materi muatan Perda harus mencerminkan keseimbangan, keserasian dan keselarasan antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara. k. asas lain sesuai substansi peraturan yang bersangkutan.
Khusus dalam Peraturan Daerah selain asas dan materi muatan di atas, DPRD dan Pemerintah Daerah dalam menetapkan Perda harus mempertimbangkan keunggulan lokal /daerah, sehingga mempunyai daya saing dalam pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat daerahnya.
Dasar Hukum