Pemilik Usaha/redaktur:
Alamsyah Cahayusuf
Alamat:Jl. Palmerah Selatan
No. 22 Jakarta Pusat, 10270
NPWP:71.302.653.2-077.000
Infokontak:
HP: 0812 1238 2169
Email:
[email protected]
Kontributor Daerah:
1. Ansarullah, Wilayah Sulawesi Selatan
2. Nurlaili Ramdhani, Wilayah Nusa Tenggara,
3. H. Ahmad S, Wilayah Kalimantan
Lembaga Pemberdayaan dan Pengembangan
Potensi Masyarakat
Akta Notaris: No. 33/13 Pebruari 2008
SKT No: 220/93/IV/KESBANG/2008
NPWP No: 02.872.333.6-808.000
Catatan: Isi Majallah ini adalah otentifikasi dari media online
kabarsenayan.com, kontributor serta sumber terpercaya lainnya.
TEORI DAN PRAKTEK PERMODELAN BIO-EKONOMI DALAM
PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP
Oleh: Prof. Dr. Mangara Tambunan
Saya mengucapkan Selamat kepada Saudari DR. Nimmi Zulbainarni yang telah
menerbitkan buku Teori dan Praktik dalam Pengelolaan Perikanan Tangkap edisi
Revisi diterbitkan oleh IPB Press pada tahun 2012.
Buku ini terdiri dari 9 chapter yang pada dasarnya berisikan Pemodelan Bio
Ekonomi Perikanan, Kebijakan Perikanan dan Implementasi Model Bio Ekonomi
yang tadinya dikembangan dari single species (dari Master Thesis) kemudian
dikembangkan menjadi Multi Species pada Disertasi PhD. Buku ini pada dasarnya
adalah pengembangan Thesis dan Disertasi Saudara DR. Nimmi Zulbainarni. Pada
dasarnya buku ini sangat berguna bagi akademisi dan juga pada pengambil
kebijakan Ekonomi Perikanan. Permasa-lahan Perikanan yang utama adalah adanya
masalah overfishing yang bersifat tidak sustainable di
Perairan Laut Indonesia akibatnya sangat mungkin
sudah melebihi Maximum Sustainable Yield (MSY)
sehingga mendorong Penulis mencoba memahami
permasalahan perikanan Indonesia apakah sudah
overfishing secara bio-logi atau masih under
exploitation (hal 4-6). Ti-dak berhenti pada uji empiris
juga mempelajari implikasi kebijakan eksploitasi
perikanan di Indonesia.
Di dalam masyarakat Perikanan banyak laporan yang
mengatakan bahwa kondisi Perairan Indo-nesia telah
habis dikuras oleh nelayan asing dan juga nelayan
dalam negeri sehingga kemung-kinan besar bahwa
memang Perairan Indonesia telah mengalami
overfishing. Apa yang dilaku-kan oleh Pemerintah
selama ini adalah mem-batasi jumlah perijinan dan
jumlah dan lokasi kapal dst, tetapi kita tidak
mengetahui secara persis apakah perairan Indonesia
sudah under-fishing atau over exploitation.
Dalam hal ini kita tidak mengetahui sebenarnya titik
MSY didalam Kurva Yield Effort dan isi buku ini
adalah sebuah exercise Bio Modelling yang telah
dikembangkan dan diterapkan di Indonesia.
Ada 2 jenis model yang dipakai:1.Model Statis dan
2.Model Dinamis ini dengan mengin-troduksi dimensi
Waktu (T) pada Model yang diuraikan di hal 30-33.
Buku ini mengembangkan Model Logistik Dinamis
pada Kurva Logistik Ikan Tangkap dengan menggunakan prinsip Maksimisasi man-faat dan eksploitasi
sumber daya Perikanan menurut satuan waktu.
Model Bio Ekonomi Species terbagi menjadi 2:
Tunggal dan Multi Species. Model Single Species
umumnya berorientasi pada satu jenis ikan (stok) saja
sehingga hasil model bisa bersifat bias terhadap ikan
jenis lain. Kelemahan utama yaitu kurang realistisnya -
Model Tunggal karena kondisi Single Species yang
mewakili Sektor Perikanan keseluruhan. Kelemahan
lain adalah sukarnya kita memberikan saran rencana
penangkapan jangka panjang tentang sumber daya
Perikanan. Mengingat kelemahan ini maka dibangun
Model Multi Species untuk menjawab masalah ini dan
model ini lebih realistis karena memasukkan faktor
jenis ikan yang lebih banyak. Sedangkan salah satu
kelemahan model Multi Species adanya kemungkinan
hubungan predator sesama ikan. Walaupun demikian
mo-del Multi Species jauh lebih realistis sehingga kita
dapat lebih memperoleh hasil titik optimum (EkonomiBiologi) atas penangkapan atau pe-nangkapan masih di
titik dibawah MSY dan su-dah barang tentu hasil
estimasi lebih dipercayai.
Dalam buku ini terlihat hasilnya menunjukkan bahwa
dengan menggunakan Model Multi Species perikanan
kita masih dibawah titik MSY sedangkan jadi
disimpulkan belum dalam kondisi Over Fishing.
Hasil dari buku ini merupakan rintisan bagus yang
dapat dikembangkan kearah penggunanan Bio Ekonomi
dengan Pengelolaan Multi Species didalam Multi
Region sehingga sifat Ekologi Perikanan yang sangat
mungkin heterogen di tiap Wilayah semakin realistis
dimasukkan di dalam Model.
Sentral Tesis dari Model Biologi Perikanan adalah
bagaimana pengukuran yang lebih akurat tentang stok
ikan yang tersedia. DR Nimmi da-lam versi revisi
membuat stok perikanan ini se-bagai suatu Natural
Capital dimana stok ikan itu terutama induknya harus
dipertahankan sede-mikian rupa supaya terus menerus
dapat mem-produksi ikan dengan tingkatan eksploitas
di bawah atau persis di titik MSY dalam me-menuhi
kebutuhan konsumsi penduduk.
Pengukuran stok ikan ini sangatlah penting di ketahui -
oleh pengambil kebijakan perikanan tangkap di
Indonesia sehingga dapat dihin-darkan over eksploitasi
perikanan yang meng-habiskan stok ikan.
Beruntung hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ikan
Plagis seperti Lemuru di Selat Bali kelihatannya belum
mengalami over fishing se-cara biology dan ekonomi.
Artinya stok ikan dapat dieksploitasi lebih besar lagi.
Dalam dimensi kebijakan dalam “Open Access” agar
“Tragedy of the Common” tidak terjadi ada baiknya
Indonesia menggunakan model Biologi Ekonomi
perikanan agar bisa mem-perkirakan kapan kita over
Exploited dan Under Exploited. Masalah ini tidak
cukup hanya mem-batasi kapal kapal tangkap perikanan
di Indonesia akan tetapi kita harus dilengkapi dengan
kerangka kerja didukung data data dasar sifat
perpindahan/perjalanan ikan.
Petunjuk utama soal overfishing di berbagai daerah
selama ini kita mengandalkan data ne-layan dengan
tingkat tangkapan menu-run/meningkat sebagai
indicator utama menun-jukkan kelangkaan ikan di
lautan. Sehingga kita harus tahu perikanan per region
dengan pola perjalanan ikan dari waktu ke waktu baik
jenis dan jumlahnya.
Kita berharap research untuk meningkatkan penangkapan ikan yang sustainable di bidang Per-ikanan
masih perlu ditingkatkan.
Profil penulis buku
Dr. Nimmi Zulbainarni lahir di Kuok, Kampar, Riau, 25 Juni 1974. Sarjana Perikanan Jurusan Sosial Ekonomi
Perikanan, Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 1997. Program Master Studi Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN), IPB
tahun 2002. Penulis mengikuti Program Beasiswa Non-Gelar Pertukaran Mahasiswa Jangka Pendek tahun 2003 di
Universitas Kagoshima, Jepang. Doktor Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN), IPB tahun 2011. Penulis
menjadi dosen IPB sejak tahun 1999 sebagai staf pengajar Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan (SEI), Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), Institut Pertanian Bogor sampai dengan tahun 2005. Saat ini penulis sebagai
staf pengajar Bagian Teknologi Penangkapan Ikan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP),
FPIK-IPB.
Penulis juga menjadi pengajar mata kuliah ekonomi sumberdaya perikanan di Pascasarjana Sekolah Tinggi
Perikanan (STP), Jakarta sejak tahun 2012 dan pernah mengajar dengan mata kuliah yang sama di Universitas
Indonesia (UI), Depok. Penulis aktif di kegiatan, kelembagaan, dan forum nasional. Saat ini penulis menjabat
sebagai Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Ikatan Sarjana Perikanan Indonesia (ISPIKANI), Ketua Focus Group
Pengembangan Ekonomi Maritim Dewan Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), Wakil Ketua
Komisi Tetap Kadin Bidang Kelautan dan Perikanan Departemen Industri Budidaya Kamar Dagang dan Industri
(Kadin) Indonesia, Dewan Pakar Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin), serta Kepala Sub Direktorat (Kasubdit)
Rekrutment, Evaluasi, dan Pengembangan Sumberdaya Manusia di IPB.
Selain itu, penulis juga aktif sebagai tenaga ahli di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Badan Kebijakan
Fiskal Kementerian Keuangan, terlibat di berbagai forum sebagai narasumber dan moderator. Penulis aktif sebagai
narasumber di media cetak maupun media elektronik. Penulis juga aktif di forum dan kelembagaan regional
maupun internasional sebagai anggota Asian Fisheries Society (AFS), menghadiri The 2013 Annual BESTTuna
Meeting, di Wageningen, Belanda. Sebagai Delegasi Republik Indonesia pada The 10th Regular Session of the
Commission, Western and Central Pacific Fisheries Commission (WCPFC), 2013 di Cairns, Australia membahas
tentang tingkat kepatuhan Indonesia pada pelaksanaan Conservation and Management Measures WCPFC serta
pengelolaan perikanan tuna di Samudra Pasifik Bagian Barat dan Tengah.
Organisasi Terkemuka Penggunaan
Lahan Berkelanjutan dan Konservasi Berkolaborasi untuk Memperjelas Peran Kritis yang Dapat Di
mainkan oleh Pengelolaan Lanskap
Terpadu dalam Memajukan Pembangunan Berkelanjutan
World Wide Fund for Nature, Eco
Agriculture Partners, The Nature
Conservancy, IDH – The Suistainable Trade Initi-ative dan Global
Canopy Programme mempublikasikan Buku Kecil Lanskap Berkelanjutan.
Lanskap berkelanjutan harus menjadi komponen penting supaya
rezim iklim dan pembangunan internasional baru dapat menjadi
efektif. Sebuah ‘Buku Kecil’ baru
diterbitkan oleh Global Canopy
Prog-ramme dan pakar terkemuka
lainnya termasuk World Wide Fund
for Nature (WWF), EcoAgriculture
Partners, The Nature Conservancy
(TNC) dan IDH – The Sustainable
Trade Initiative mengidentifikasi
isu-isu kritis yang harus para
pemangku kepentingan (pemerintah, perusahaan, sektor keuangan
dan masyarakat sipil) tangani untuk
memas-tikan pelaksanaan ‘pengelolaan lanskap terpadu’ yang efektif.
Pendekatan ini mem-berikan suatu
cara yang terorganisasi bagi beragam peng-guna sumber daya alam
bersama di suatu wilayah yang
besar demi mengejar tujuan mereka
sendiri tanpa merusak nilai sumber
daya tersebut bagi orang lain.
Dengan menggabungkan bukti dari
25 studi kasus dan survei dari
ratusan inisiatif lanskap terpadu
percontohan, Buku Kecil Lanskap
Berkelanjutan (Little Sustainable
Landscapes Book) menyoroti secara
detail bagaimana pengelolaan lanskap terpadu dapat membantu masyarakat, wilayah dan negara membuat kemajuan signifikan dalam -
mencapai
tujuan
iklim
dan
pembangunan berkelanjutan mereka. Publikasi ini adalah yang
terbaru dalam seri Buku Kecil
Global Cano-py Programme dan
dapat diunduh di sini situs:
http://globalcanopy.org/sustainablel
andscapes.
Andrew Mitchell, Direktur Eksekutif Global Canopy Programme,
menyambut peluncur-an buku baru
ini,
menyatakan
‘Pertanian,
kehutanan, dan bentuk lainnya dari
tata guna lahan berkontribusi
sebesar 10-15% dari emisi gas
rumah kaca tahunan. Mengingat
kebutuhan kritis untuk menstabilkan
emi-si gas rumah kaca, pelaksanaan pengelolaan lanskap terpadu
sebagai bagian dari pengajuan
Kontribusi
Nasional
Terhadap
Penurunan Emisi Global (INDCs)
suatu negara dapat memberikan
manfaat mi-tigasi dan adaptasi yang
nifikan.’
Ia melanjutkan dengan menyatakan
‘Kecuali negara-negara menangani
penggunaan lahan, pertanian, dan
kehutanan se-cara holistik, mereka
berisiko
kritis
mengancam
ketahanan air, pangan, energi,
kesehatan dan tujuan pembangunan
ber-kelanjutan lainnya.’
Buku ini memperjelas apa arti
pengelolaan lanskap terpadu, dan
menyediakan suatu peta jalan
pelaksanaan.
Para
penyusun
berpendapat bahwa mena-ngani
tarik-ulur dan sinergi di antara para
pemangku kepen-tingan kunci dan
mengadopsi sebuah pendekatan
kolaboratif dapat mewujudkan
lanskap
berkelanjutan
jangka
panjang.
“Kita melihat dalam kasus-kasus di
seluruh dunia bahwa ketika orangorang yang ber-gantung pada
sumber
daya
alam
umum
berkumpul
ber-sama
untuk
merencanakan ke-giatan tata guna
lahan, mereka dapat melihat secara
lebih jelas bagaimana berbagai
bagian dari lanskap bergantung
pada satu sama lain, dan bagaimana
jasa ekosistem mengalir di se-luruh
lanskap,” kata Sara Scherr, Presiden
EcoAgriculture Partners dan salah
satu pe-nyusun dari buku ini.
“Ketika hal itu terjadi, akan jauh
lebih mudah untuk merancang solusi yang menguntungkan semua
orang, dan untuk memilih opsi
pembangunan yang menopang sumber daya alam yang kita andalkan
untuk nilai-nilai produksi pangan,
energi, kesehatan, kecantikan dan
rohani.”
Rekomendasi buku ini berfokus
pada cara menerapkan pengelolaan
lanskap terpadu ke tiap lanskap di
seluruh du-nia. Secara khusus, para
pe-nyusun menawarkan lima rekomendasi luas, dengan lang-kahlangkah aksi spesifik yang terdapat
di dalamnya:
1.Mengadopsi pengelolaan lanskap
terpadu sebagai sarana kunci demi
mewujudkan ke-majuan menuju
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
di skala pusat dan daerah.
2.Memberdayakan para pemangku
kepentingan lokal untuk merancang
solusi lanskap berkelanjutan yang
memenuhi prioritas dan konteks
unik mereka.
3.Mengembangkan strategi lanskap
yang berkontribusi pada ekonomi
hijau yang inklusif.
4.Memanfaatkan berbagai sumber
keuangan demi men-capai tujuan
lanskap.
5.Meningkatkan kapasitas dan
memfasilitasi
pembelajaran
di
antara para pemangku kepen-tingan
kunci untuk hasil yang lebih baik
dalam pengelolaan lanskap terpadu.
"Di dalam kerangka kerja na-sional
yang koheren adalah penting bagi
kita untuk menerapkan perencanaan
kita di tingkat yurisdiksi dan
lanskap,” kata Marco Lambertini,
Direk-tur Jenderal WWF International. “Ini adalah tingkat di
mana ekonomi bertemu lingkungan. Di mana orang-orang
menjalani kehidupan mereka dan
mengupayakan mata pen-caharian
mereka. Di mana hutan dibakar atau
dibiarkan berdiri. Ini adalah apa
yang luput dari kita saat ini dan
sangat kita butuhkan. Ini adalah
yang semestinya menjadi fokus dari
upaya bersama kita. Pelaksanaan
perencanaan tata guna la-han
terpadu yang bersifat holistik di
tingkat lanskap yang saat ini menjadi kendala utama bagi keberhasilan dan merupakan pendekatan
yang akan membantu menutup
kesenja-ngan yang masih terlalu
lebar antara komitmen dan konservasi hutan yang nyata.”
Buku Kecil ini bertujuan untuk
menyajikan informasi yang je-las,
ringkas dan meyakinkan tentang
isu-isu kunci di dalam negosiasi
kebijakan interna-sional. Global
Canopy Prog-ramme telah merilis
enam pub-likasi di mana proyek
andalan ini; Buku Kecil Lanskap
Ber-kelanjutan (Little Sustainable
Landscapes Book) akan men-jadi
yang ketujuh.
Untuk informasi lebih lanjut tentang
Seri Buku Kecil kun-jungi situs:
http://globalcanopy.org/publications
Judul:
Masyarakat
Ekonomi
ASEAN dan Ekonomi Politik Indonesia
Jumlah Halaman: 159 + v; III
Bagian; 12 Bab
Penulis: Prof. Dr. Edy Suandi
Hamid, M.Ec
Penerbit:
EKONISIA,
UII
Yogyakara
PEMBAHAS: FX. SUGIYANTO
•Apresiasi dan penghargaan untuk
Prof Edy; saya sangat tahu sungguh
tidak mudah bagi seorang yang
sangat sibuk, telah berhasil menerbitkan buku yang bukan hanya ditulis dengan gaya yang mudah dipahami melainkan ju-ga karena
isu-isu dan dituangkan dalam buku
tersebut aktual, relevan dan substansial dalam kontek perkembangan
ekonomi Indonesia terkini.
Buku ini dimulai dari pembahasan isu pokok yang sangat actual dan
relevan: Masyarakat Ekonomi ASEAN, dibagian I yang terdiri dari 6 bab.
Dalam bagian ini, penulis mampu mengerucutkan isu ekonomi pada era
MEA; dari tantangan, problem yang dihadapi, strategi yang perlu ditempuh
hingga peluang yang mungkin diraih oleh masyarakat
Indonesia pada era tersebut.
Daya saing menjadi kata kunci untuk dapat memenangkan persaingan sebagai konsekuensi liberaslisasi
pada tingkat ASEAN pada forum MEA tersebut. Sayang memang; sebagaimana diungkapkan oleh penulis,
kita agak terlambat merespons MEA tersebut. Maka, diingatkan ja-ngan terlalu terlambat untuk merespon agar
kita tidak kehilangan kepercayaan diri. Ini garis inti dari pembahasan dalam Bab-1.
“The Most Powerful Weapon is Education”. Itulah kirakira inti tulisan pada bab-2. Pe-ningkatan produktivitas
merupakan unsure terpenting dalam meningkatkan daya
saing tersebut dan pendidikan menjadi senjata terpenting untuk mendorong tumbuh dan meningkatnya
produktivitas SDM. Poin penting dikemukakan penulis
pada bab ini; bukan hanya jenjang pendidikan formal
saja melainkan soft-skill adalah motor penggerak produktivitas tersebut. Dunia industry mempunyai penilaian yang sangat me-narik terkait kebutuhan akan
soft-skill tersebut. Dari sisi dunia pendidikan, tentu
elemen - elemen soft-skill ini akan sangat membantu
dunia pendidikan untuk merancang arah dan arsitektur
pendidikan di era persaingan bebas kedepan.
Peluang Indonesia sangat terbuka untuk memenangkan
era persaingan pada forum MEA ini, mengingat saat ini
Indonesia ditengarai sedang memasuki periode “Bonus
Demografi” yang oleh penulis disebut sebagai generasi
emas. Namun sekali lagi, penulis mengingatkan, bonus
demografi hanyalah potensi yang hanya akan menjadi
riil jika ia dimanfaatkan atau mampu mengelola secara
optimal. Ini inti pembahasan pada Bab-3.
Isu pasar jasa; yang memang menjadi salah satu isu
penting pada era MEA dikupas penulis pada bab-4;
khususnya terkait dengan eksistensi perguruan tinggi.
PT mempunyai peran yang sangat strategi dalam era
MEA ini, selain ber-peran menyosialisasi MEA; PT
bertang-gungjawab menyiapan SDM yang berstandar
sesuai kesepatan dalam MEA.
Bab 5 dan Bab 6 membahas peluang Indonesia pada era
MEA dari sudaut pandang sektor UMKM dan Ekonomi
Islam. Khusus dari sudut pandang Ekonomi Islam;
dengan mempertimbangkan jumlah penduduk ASEAN
yang dalam jumlah penduduk islamnya cukup besar;
baik dalam industry produk-produk yang harus halal,
juga pasar keuangan yang potensial.
Bagian II yang memuat 3 bab penulis memfokuskan
pemabhasan mengenai ekonomi etik.
Dimulai dengan pokok bahasan tentang prinsip-prinsip
ekonomi kerakyatan, bab ini mena-warkan topic diskusi
tentang pengertian, ciri-ciri dan indicator ekonomi
kerakyatan; yang sebenarnya telah terjadi diskurs cukup panjang.
Tawaran ini tentu merupakan sudut pandang penulis
terkait dengan perspektif etis ekonomi dalam praktik
maupun prinsip-prinsipnya yang akan dapat memperkaya pandangan pembaca mengenai aspek filosofis,
idelogis dan etis prinsip-prinsip pengelolaan ekonomi.
Telaah etis atas ekonomi Indonesia dengan focus persoalan kemiskinan dibahas pada bab 8. Penulis tentu
dengan sadar memilih topic ke-miskinan ini karena kemiskinan merupakan isu aktual dan esensial dalam
perekonomian Indonesia. Catatan penting dikemukakan
oleh penulis, bahwa kemiskinan harus juga dipandang
dari perspektif self-helf.
Bagian III yang memuat dua bab memfokuskan
pembahasan darisudut pandang ekonomi politik.
Senator Dr. H. Ajiep Padindang, SE. MM. anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) – MPR RI dari Propinsi
Sulawesi Selatan, mengisi kegiatan reses dengan mengadakan dialog di akhir 2015 dan mengadakan kunjungan
kerja di beberapa Kabupaten di Sulawesi Selatan.
Dr. H. Ajiep Padindang, SE, MM. Berdiskusi
dengan Aktifis Lingkungan Hidup di Kabupaten
Luwu Timur
Dr. H. Ajiep Padindang, SE, MM. Berdiskusi
Aparat pemerintah Desa dan tokoh masyarakat
di Kabupaten Soppeng
Dr. H. Ajiep Padindang, SE, MM. Berdialog
dengan Kalangan Buidayawan dan Tokoh Politik
di Kabupaten Maros.
Dr. H. Ajiep Padindang, SE, MM. Berdialog
dengan Kalangan Buidayawan dan Mahasiswa
di Kabupaten Wajo.
DISKUSI BUDAYA DI KAMPUS SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM KABUPATEN MAROS DENGAN UNSUR
PESERTA MAHASISWA DAN KELOMPOK SENI DAN
BUDAYA SE KABUPATEN MAROS
RESES DI KABUPATEN ENREKANG BERSAMA JAJARAN
PEMERINTAH KABUPATEN ENREKANG
DI KABUPATEN BONE KECAMATAN PATIMPENG
DALAM ACARA MAULID NABI MUHAMMAD SAW
RESES DI KOTA PAREPARE YANG DIKEMAS DALAM
BENTUK DISKUSI BERSAMA AKTIFI PEMUDA
RESES DI KABUPATEN TANA TORAJA BERSAMA
ANGGOTA DPRD KABUPATEN DAN PIMPINAN SKPD
TERKAIT
RESES DI KABUPATEN TORAJA UTARA DENGAN
MENGUNJUNGI PUSAT-PUSAT KEGIATAN ADAT DAN
BUDAYA DAN BERDIALOG DENGAN PEMUKA ADAT
Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan
fatwa terhadap ajaran kelompok gafatar (gerakan fajar
nusantara) sebagai ajaran sesat dan menyesatkan.
Merujuk pada ajaran mereka yang disebutkan sebagai
penggabungan dari Islam, Nasrani dan Yahudi. Seiring
dengan itu, para pengikut kelompok ini telah
dikembalikan ke daerah asal mereka yang telah berada
di Kalimantan Barat selama beberapa waktu.
Keberadaan kelompok ini menjadi bahan pemberitaan,
terutama dengan pengakuan adanya nabi dan hilangnya
beberapa warga dari beberapa daerah.
Senator Antung Fatmawati, anggota Dewan
Perwakilan Daerah (DPD) – MPR RI dari Propinsi
Kalimantan Selatan, turut memberikan pandangannya:
“Kalau mereka mengaku agama baru, harus tunjukkan
kitab sucinya. Harus jelaskan wahyu yang diterima.
Kalau tidak, mungkin itu aliran kepercayaan. Tetapi,
harus diketahui bahwa aliran kepercayaan itupun
memiliki pedoman dalam melaksanakan ajarannya”.
“ Dan kalau mereka di wilayah Republik Indonesia,
maka pemerintahan yang diakui adalah berdasarkan
Pancasila dan UUD yang telah diamandemen. Jadi
apapun kelompoknya, harus mematuhi dasar negara
dan UUD kita”.
Senator Antung Fatmawati adalah anggota Komite I
DPD RI yang membidangi: Pemerintah daerah;
Hubungan pusat dan daerah serta antar daerah;
Pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah;
Pemukiman dan kependudukan; Pertanahan dan tata
ruang; Politik, hukum, HAM dan ketertiban umum; dan
Permasalahan daerah di wilayah perbatasan negara.
Senator Antung Fatmawati sangat peduli dengan
pemerataan pembangunan dalam wadah NKRI. Dalam
beberapa kali rapat Komite I tentang pemerataan
pembangunan dan pemerintahan, Senator Antung
Fatmawati selalu menyerukan perbaikan tata kelola
pembangunan yang merata dan berkeadilan untuk
seluruh wilayah dan rakyat Indonesia. Bahkan dalam
rapat tentang otonomi khusus Papua, Senator Antung
Fatmawati menyerukan agar tidak ada lagi kelompok
yang mengganggu jalannya pemerintahan dan
mengharapkan agar otonomi khusus Papua dilanjutkan
dan Propinsi lain juga diberikan anggaran yang
memadai untuk mempercepat laju pembangunan.
Akan halnya kejadian pembakaran tempat tinggal
pengikut
gafatar,
Senator
Antung
Fatmawati
memandang dengan bijak: “Sebenarnya itu tidak boleh
dilakukan, karena merugikan mereka. Apalagi mungkin
mereka hanya ikut-ikutan. Dan tindakan seperti ini, bisa
luput dari aparat kita sehingga tidak bisa dicegah. Tapi
kita syukuri karena tidak menimbulkan korban jiwa”.
Untuk itu, Senator Antung Fatmawati mewanti-wanti
warga masyarakat terhadap ajakan terhadap kelompok
tertentu.
“ Warga masyarakat jangan mudah terbujuk untuk suatu
kelompok tertentu. Harus tahu pengesahan pemerintah
(dasar hukum), jangan pula terpancing dengan janji
fasilitas yang diberikan. Misalnya, diberikan lahan
garapan untuk bertani atau berkebun. Seperti di wilayah
Kalimantan Selatan, ada lokasi yang kosong, tapi itu ada
pemiliknya, dari pihak swasta. Harus ada bukti bahwa
lahan itu dari pemerintah. Misalnya program
transmigrasi. Program ini dikelola oleh kementerian.
Jadi ada petunjuk dan persetujuan dari pemerintah.”
Senator Antung Fatmawati kemudian mencontohkan
peran serta anggota DPD-MPR RI dalam memberikan
pembinaan kebangsaan pada warga masyarakat,
Pembinaan itu dilakukan dalam kegiatan Sosialisasi 4
Pilar. Dalam agenda kegiatan yang telah dilakukan oleh
Senator Antung fatmawati di Propinsi Kalimantan
Selatan, kegiatan ini menghadirkan berbagai kelompok
masyarakat dan berbagai kalangan.
“ Dalam pelaksanaan Sosialisasi 4 Pilar, selain
pembinaan kebangsaan, disertakan pula pemuka agama,
atau da’i yang juga memberikan pemahaman keagamaan
sehingga masyarakat mendapat pencerahan rohani.”
tambah Senator Antung Fatmawati.
Di akhir perbincangan, Senator Antung Fatmawati
mengharapkan penegakan hukum yang adil bagi
kelompok dimaksud.
“ Terhadap pengikutnya yang menyimpang, disamping
hukuman penjara, mereka juga harus diberi pembinaan
untuk kembali ke agama yang sebenarnya dan diberikan
pemahaman kebangsaan. Sedangkan mereka yang ikutikutan, tidak semestinya diberi hukuman seperti koruptor
atau pencuri. Tetapi mereka diberikan pembinaan
keagamaan, akhlak dan pembinaan mental untuk
kelangsungan hidupnya.”
Sosialisasi 4 pilar MPR RI
oleh Senator SHALEH MUHAMAD ALDJUFRI, Lc., M.A,
anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) – MPR RI dari
Propinsi Sulawesi Tengah
Anggota MPR-DPD RI dari Sulawesi Tengah
melaksanakan tugas pengabdiannya dengan menggelar
kegiatan Sosialisasi 4 Pilar sebagai manifestasi
tanggung jawab Anggota MPR untuk membangun
daerah agar seluruh penyelenggaraan Pemerintah dan
pembangunan di daerah dilaksanakan dengan
mengedepankan nilai-nilai luhur bangsa sebagaimana
terdapat pada Pancasila, UUD Negara Republik
Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika. Adalah SHALEH
MUHAMAD AL DJUFRI, Lc., M.A, anggota Dewan
Perwakilan Daerah (DPD) – MPR RI yang baru
dilantik
mengadakan
kegiatan
ini
dengan
menggandeng Himpunan Pemuda Alkhairaat di Kota
Palu, Provinsi Sulawesi Tengah.
Bertempat di Madrasah Alkhairaat Bayoge Palu, tanggal 21 November 2015, Senator SHALEH
MUHAMAD ALDJUFRI, Lc., M.A, menjelaskan tentang tugas dan kewajiban anggota MPR RI, meng-
uraikan pokok pikiran dalam 4 Pilar, yaitu: Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat
terhadap Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia,
Bhinneka Tunggal Ika, dan Ketetapan MPR; serta
menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya
se-luruh penyelenggaraan Pemerintah dan masyarakat
me-mahami serta menerapkan nilai-nilai luhur Bangsa
da-lam kehidupan sehari-hari.
Sosialisasi 4 Pilar MPR tersebut, juga menghadirkan
narasumber, yaitu Alwi M. Aldjufri.
Pada sesi tanya jawab, peserta yang berjumlah sekitar
150 orang antusias mengajukan pertanyaan, mengenai:
pelaksanaan kelima sila dalam Pancasila, perbandingan
ideology dan kehidupan gotong royong dalam masyarakat Pancasila. Dan peran aktif pemuda dan mahasiswa dalam pembangunan.
Senator Marhany Victor Poli Pua,
anggota Dewan Perwakilan Daerah
(DPD) –MPR RI dari Propinsi
Sulawesi Utara memberikan komentar tentang kenaikan harga daging sapi dan ayam yang mengalami kenaikan harga.
“Kenaikannya sampai Rp150 ribu.
Ini perlu dikaji, kenaikan ini memberatkan rakyat dan tidak menguntungkan petani peternak. Kalau
kenaikan harga daging sapi membawa imbas pada kenaikan kesejahteraan peternak, ini agak baik,
meskipun disisi lain perlu dikaji
kenaikan itu membawa resiko kenaikan harga makanan di restoran.
Kalau harga daging naik, maka daya beli masyarakat untuk mengkonsumsi daging jadi berkurang.
Maka yang terjadi, beban ekonomi
masyarakat lebih tinggi. DPD sudah
rapat dengan dirjen peternakan
kementerian pertanian dan Komite
II telah memberikan rekomendasi”,
Lalu Senator Marhani melanjutkan:
“Sebenarnya tidak ada alasan kenaikan harga, karena sudah ada
subsidi angkutan untuk pengangkutan ternak dari NTT ke Pulau
Jawa. Hanya saja, ternyata kapal
ternak itu efektif hanya waktu pertama. Tahap berikutnya kosong. Peternak tidak mau mengangkut sapi
karena alasan rugi. Harga di NTT
dan harga di Jawa sama, padahal
peternak masih menanggung sebagian biaya angkut”.
“Di Indonesia ini, mestinya dibuat
sentra produksi sapi. Misalnya di
Sulawesi Utara, ada wilayah yang
bisa menjadi Tapos-nya Sulawesi.
Itu bisa dikembangkan menjadi
daerah penghasil. Khususnya kawasan timur. Di Sumatra juga demikian, jadi kapal ternak tidak
diperlukan lagi. Ini bisa meminimalisir pemenuhan kebutuhan angkutan daging di Seluruh Indonesia”.
Berikut uraian keprihatinan Senator
Marhani yang disampaikan dalam
wawancara di ruang tamu DPD
Sulawesi Utara beberapa waktu
lalu: “DPD prihatin terhadap kenaikan harga daging yang sebenarnya
bisa dikendalikan. Ini masih ditelusuri, apakah ada unsur “mafia”
dalam kegiatan ini. Apakah itu belum bisa diatasi oleh pemerintah.”
“Kemudian, kita masih ada kuota
impor sapi. Impor sapi itu masih
besar. Ini harus dikaji lebih jauh,
agar kita bisa swasembada sapi.
Akan halnya harga daging sapi yang
murah di Malaysia, diperkirakan itu
daging kerbau, karena impornya
dari India. Hewan sapi di India tidak disembelih untuk dimakan, tetapi hewan ini dihargai dan dihormati sesuai ajaran di sana.
Mestinya kenaikan harga itu tidak
terjadi, karena harga BBM turun,
jadi aneh. Pemerintah harus menelusuri kejadian ini.
Kalau ada “mafia” yang menyebabkan kenaikan harga. Negara tidak boleh kalah oleh permainan seperti itu. Jadi ada yang harus diperbaiki dalam manajemen pemasaran pangan kita. “Mafia” pangan
itu tidak kelihatan seperti kartel
lain.
Pemerintah harus membuat sistem
supaya peternak bisa memenuhi kebutuhan daging sapi secara nasional, data produksi sapi untuk nasional, data produksi sapi untuk dipasarkan dan kebutuhan daging regional dan nasional serta penentuan
rantai produksi yang baik untuk
menjaga stabilitas pasokan dan
harga.
Sistem kita harus didorong untuk
adanya sentra produksi sapi. Semua
wilayah Indonesia, sapi bisa hidup.
Kita punya sapi lokal. Kita bisa
belajar teknologi untuk melipatgandakan produksi sapi. Kalau impor sapi lebih besar, maka kita rugi.
Kalau manajemen kita bagus, itu
disertai dengan penindakan tegas
dari aparat apabila terjadi penyimpangan dalam pengadaan pangan”.
Senator Marhani Victor Poly Pua
adalah wakil dari Propinsi Sulawesi
Utara periode lalu dan masuk menjadi anggota pada pergantian antar
waktu beberapa waktu lalu.
Seusai mengikuti rapat kerja Komite III Dewan
Perwakilan Daerah (DPD) RI dengan Menteri
Kesehatan, di Kompleks Parlemen, Rabu 27 Januari
2016 Senator dr. Delis Julkarson Hehi, MARS, anggota
DPD-MPR RI dari Propinsi Sulawesi Tengah terlibat
perbincangan yang serius dengan beberapa pejabat dari
Kemeterian Kesehatan.
Sehari kemudian, Senator dr. Delis JH, MARS,
berkenan memberikan uraian tentang penolakannya
terhadap “program layanan dokter primer” yang
dicanangkan pemerintah.
” Ikatan Dokter Indonesia dan Persatuan dokter lainnya
menolak program layanan dokter primer, yaitu program
pemerintah dalam pendidikan kesehatan yang dianggap
setara dokter spresialis. Program ini bertentangan
dengan UU Kedokteran, karena dalam profesi dokter
hanya dikenal 2 profesi, yaitu dokter umum dan dokter
spesialis. Dan pengangkatan dokter spesialis dilakukan
oleh kologium lewat muktamar IDI”. kata Senator dr.
Delis JH, MARS.
” Jadi bukan pemerintah atau menteri kesehatan yang
menentukan dokter spesialis. Penolakan terhadap
program ini menjadi salah satu rekomendasi dari
Muktamar IDI yang ke 29 yang lalu: “Bahwasanya
Muktamar IDI Ke-29 yang dihadiri oleh perwakilan
dokter seluruh Indonesia secara mufakat menolak
konsep pendidikan Dokter Layanan Primer (DLP),”
Lebih jauh, Senator dr. Delis JH, MARS menjelaskan:
“Alasan pemerintah tidak jelas. Kalau dikatakan untuk
peningkayan kompetensi dokter, itu sudah ada. Dokter
umum itu mendapat serfikat dari kologium, sehingga
berhak melakukan layanan kedokteran secara primer.
Jadi tidak perlu menempuh pendidikan lain. apalagi uji
kompetensi dengan biaya mahal. Argumentasi
kemenkes bahwa ini untuk peningkatan kemampuan
dokter, padahal selama ini kalangan dokter telah
menempuh pendidikan itu. Program ini lebih banyak
menyangkut pelayanan kesehatan masyarakat, bukan
hal klinis. Sementara spesialis itu sifatnya klinis.”
Selama ini, pemerintah menuntut tanggung jawab dan
profesi tenaga dokter dan paramedis yang lain, tanpa
peningkatan
kesejahetraan.
Padahal,
dalam
melaksanakan tugas pelayanan kepada masyarakat,
tenaga dokter dan paramedia lainnya melakukan hal
yang berkaitan dengan kelangsungan hidup manusia,
yaitu:
⦁ Profesi medis bertanggung jawab untuk kemanusiaan,
menyangkut kesehatan masyarakat di semua tingkatan.
⦁ Waktu kerja paramedis 24 jam, apalagi yang di
pedesaan dan pelosok tanah air, seperti bidan desa,
doktrr PTT. Mereka memberikan pelayanan kapanpun
dibutuhkan oleh warga tanpa mengenal hari libur.
⦁ Beban kerja paramedis menyangkut fisik dan psikis.
Ini menyangkut nyawa manusia beserta keluarga pasien
dan harapan masyarakat.
⦁ Resiko pekerjaan yang bisa terjadi menyangkut
nyawa pasien, ketularan penyakit darr pasien dan akibat
hukum yang bisa timbul, dengan sebutan malpraktek.
Jumlah tenaga medis sekitar 300 rb harusnya bisa di
cover dgn political will pemerintah.
“Saya menolak program itu. Sepanjang tujuannnya
tidak jelas, program ini tidak pantas diterapkan. Jadi
harus ada tujuan yang jelas, apa manfaatnya bagi
kalangan medis, apa benefitnya bagi masyarakat dan
tenaga profesional kedokteran.” tegas Senator dr. Delis
Julkarson Hehi, MARS.
Dan kalangan dokter sudah menolak program ini. Kalau
kemenkes memaksakan program tersebut, kalangan
dokter akan melakukan aksi nasional, sebagai bentuk
penolakan.
Rapat Dengar Pendapat (RDP) Senator dr. Delis
Julkarson Hehi MARS, Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) - MPR RI diadakan pada hari Sabtu, 14 November 2015. Kegiatan ini
dilaksanakan bertempat di Gedung Serbaguna
Kabupaten Morowali, yang dimulai pukul 18.00
– 20.00 wita.
Rapat Dengar Pendapat ini, dihadiri 150 orang
dari berbagai perwakilan kelompok masyarakat
seperti PNS, tenaga pendidik, tenaga kesehatan,
pemuda, tokoh masyarakat, serta tokoh agama
atau rohaniwan.
Senator dr Delis J. Hehi, MARS dalam pemaparan pengantarnya mengemukakan bahwa sebagai seorang anggota DPD RI perwakilan dari
Propinsi Sulawesi Tengah, dirinya
berkewajiban untuk menyerap dan memperjuangkan aspirasi masyarakat di Sulawesi
Tengah, secara khusus yang ada di Kabupaten
Morowali ini. Apalagi hal itu untuk kepentingan
masyarakat dan kemajuan daerah yang
diwakilinya.
Memang diakui bahwa kewenangan DPD RI
sebagai sebuah lembaga negara belum maksimal seperti yang dimiliki saudaranya yakni
DPR RI. Namun hal itu bukan menjadi alasan
dan penghalang bagi dirinya selaku Senator asal
Sulawesi Tengah untuk berjuang dan berusaha
bagi kemajuan daerahnya.
Sebagai Anggota DPD RI di bidang tugas
Komite III, Senator dr. Delis Julkarson Hehi
MARS sangat konseren dengan permasalahan
tentang pendidikan, kesehatan, agama, budaya,
dan kesejahteraan sosial. Dengan fungsi-fungsi
yang melekat sebagai seorang Senator seperti
fungsi legislasi, pengawasan, penganggaran dan
representasi, diupayakan untuk seoptimal
mungkin melakukan keempat fungsi itu secara -
maksimal.
Sumbang saran yang berkembang dalam RDP
kali ini, disampaikan oleh tokoh masyarakat
seputar infrastruktur dan sarana dan prasarana
jalan. Bahwa Kabupaten Morowali yang berdiri
tahun 1999, harus mengejar ketertingggalannya
dengan membangun infrastruktur jalan yang
memamdai agar maju atau setara dengan daerah
lain yang telah maju dan berkembang.
Masukan dari tenaga kesehatan dan tenaga
pendidikan lebih banyak seputar kesejahteraan
bagi mereka yang bekerja dengan status honorer dan sukarela. Agar pemerintah pusat dan
daerah memperhatikan kesejahteraan mereka
dengan kebijakan prioritas pengangkatan sebagai CPNS mengingat lama pengabdian dan
daerah pelayanannya yang jauh di pedalaman -
dan pelosok.
Pada kesempatan lain tokoh agama menyampaikan agar suasana kerukunan dan perdamaian
tetap dijaga bahkan ditingkatkan kualitasnya.
Agar proses pembangunan di Kabupaten Morowali bisa berlangsung, harus diciptakan suasana
hidup kerukunan antar umat beragama yang
harmonis. Demikian pula dengan perhatian pemerintah pada bantuan pembangunan dan pemeliharaan rumah ibadah.
Sedangkan para pemuda memberikan saran dan
masukan agar DPD RI dapat memperjuangkan
nasib pemuda lokal dengan masuknya industri
sawit dan tambang agar lebih memprioritaskan
putra daerah atau minimal memberikan kuota
lowongan kerja sebagai imbal balik tanah yang
terpakai oleh perusahaan tersebut.
Demonstrasi tenaga honorer K2 ini hari ini (10
Pebruari 2016) mendapat perhatian serius dari Senator
dr. Delis Julkarson Hehi, MARS, anggota Dewan
Perwakilan Daerah (DPD) – MPR RI dari Propinsi
Sulawesi Tengah. Sebagai anggota Komite III DPD RI
yang membidangi masalah kesejahteraan rakyat,
seperti pendidikan, kesehatan, tenaga kerja, Senator dr.
Delis JH, MARS turut mengawal aksi ribuan tenaga
honorer yang memadati kawasan Monas, Jakarta.
“ Pemerintah harus menuntaskan persoalan tenaga
honorer.” Kata Senator dr. Delis JH, MARS dengan
tegas.
“ Pemerintah harus mengangkat mereka sebagai PNS.”
Terkait masalah di hulu menyangkut pendataan,
Senator dr. Delis JH, MARS, memberikan tanggapan:
“ Soal pendataan, pemerintah bisa melakukan verifikasi
dan validasi data secara akurat dan kemudian
memproses pengangkatan sebagai PNS secara bertahap
berdasarkan prioritas kebutuhan, usia tenaga honorer
dan lama bertugas. Selama ini proses belajar mengajar
di daerah terpencil bisa berjalan karena tenaga honorer,
pelayanan di Rumah Sakit dan Puskesmas bisa berjalan
lancar karena ada tenaga honorer. Demikian juga di
kantor-kantor lain, seperti tenaga polisi pamong praja.
Dan mereka bersedia melakukan itu dengan honor 150
ribu sampai 400 ribu.”
“ Sangat tidak manusiawi, karena itu, pemerintah harus
menghargai komitmen dan dedikasi para tenaga
honorer tersebut.”
Kondisi ini sangat memprihatinkan dan menimpa
semua tenaga honorer.
“ Kasihan, begitu banyak tenaga honorer yang sudah
mengabdi belasan bahkan puluhan tahun dengan
bayaran yang sangat tidak manusiawi, tapi akhirnya
nasib mereka tidak jelas. Kata Senator dr. Delis JH,
MARS dengan penuh keprihatinan.
“Kalau masalah payung hukumnya, maka pemerintah
atau Presiden bisa mengeluarkan peraturan atau
keputusan sebagai dasar hukum. Kalau masalah dana,
dalam rapat dengan MenPan dan menkeu dgn komisi 2,
sudah disepakati untuk mengalokasikan anggaran pada
rapat tahun lalu. Jadi ini tinggal political will
pemerintah.”
“Jujur, saya sangat menyesalkan perkataan ahok kepada
warga dengan menyebut “maling”, Demikian jawaban
Senator Fahira Idris pesan singkat, menyangkut kondisi
anak seorang warga yang di bully oleh teman-temannya
akibat perkataan Ahok, Basuki Tahaja Purnama,
Gubernur DKI Jakarta, beberapa waktu lalu. “Apalagi,
ucapan itu ditujukan kepada warga yang mencari
kejelasan tentang KJP”.
Senator Fahira Idris adalah anggota Dewan Perwakilan
Daerah (DPD)-MPR RI dari DKI Jakarta. Saat ini,
Senator Fahira Idris adalah Wakil Ketua Komite III
DPD RI. Komite ini adalah mitra beberapa bidang kerja
pemerintah, antara lain, Bidang Pendidikan,
Pemberdayaan Perempuan dan Kesehatan. Senator
Fahira Idris termasuk pencetus “Jakarta Layak Anak”
dan Ketua Umum Gerakan Umum Nasional Anti Miras
(Genam).
“Memimpin itu merupakan seni berkomunikasi, seni
mendengar. Jadi seorang Gubernur yang memmimpin
satu propinsi haruslah banyak mendengar. Apalagi di
DKI Jakarta, jangan merasa diri paling benar, dan yang
lain salah.”
“Jadi pemimpin di Jakarta tidaklah cukup hanya berani
dan tegas, tetapi juga siap pasang badan terhadap
berbagai persoalan yang dihadapai warganya.
Bukannya menyalahkan pihak lain, apalagi warga yang
ingin mengadu”.
Kasus ini sekarang sudah diadukan ke Polda Metro
Jaya, dan mendapat perhatian dari Komnas
Perlindungan Anak.
Menjelang masa sidang II tahun
2016, anggota Dewan Perwakilan
Daerah (DPD) – MPR RI dari
Propinsi Kalimantan Timur (dan
Kalimantan Utara), H. Muhammad
Idris S, melakukan kegiatan reses di
Kalimantan Timur. Senator H.
Muhammad Idris S membuka agenda awal tahunnya dengan melaksanakan perjalanan reses selama 4
hari di Daerah Otonomi Baru
(DOB) Kutai Utara. Turut bersama
dalam kunjungan ini adalah anggota
Komis II DPR RI daerah pemilihan
Kalimantan Timur, Hadi Mulyadi
dan Hetifah. Rombongan ini mendapat dukungan dari Bupati Kutai
Utara untuk meninjau langsung
DOB Kutai Utara.
Senator H. Muhammad Idris S
adalah Anggota komite I Dewan
Perwakilan Daerah, dengan lingkup
tugas di bidang otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah serta antar
daerah, pembentukan, pemekaran
dan penggabungan daerah, pemukiman dan kependudukan, pertananah
dan tata ruang, serta politik hukum
dan hak azasi manusia.
Diawali dengan melakukan pertemuan bersama Bupati Kutai Timur
Ardiansyah Sulaiman, Senator H.
Muhammad Idris S bersama Tim
Komite Pembentukan Kutai Utara,
melanjutkan perjalanan menuju kecamatan Kongbeng dengan waktu
tempuh selama hampir empat jam.
Kecamatan Kongbeng merupakan
pemekaran dari kecamatan Muara
Wahau.
Di hari kedua, beserta tim pembentukan Kutai Utara, Senator H.
Muhammad Idris S ikut menengok
kecamatan Telen, disambut dengan
tarian dayak Nyifan Nyura’ Haqai
atau tari penyambut tamu. Di
hadapan sekitar 500-an warga suku
Dayak pedalaman dan suku lainnya.
Camat Telen, Thamrin mengatakan
sedikitnya lahan seluas 200 hektar
di Telen akan dihibahkan untuk
daerah perkantoran kabupaten Kutai
Utara.
Perjalanan dari satu kecamatan ke
kecamatan lainnya harus melintasi
perkebunan kelapa sawit. Bahkan
harus melintasi jalan berlumpur.
Beruntung cuaca hari itu sangat
terik.
Berdasarkan
data
statistik
Kalimantantan Timur Dalam Angka
2015, Kabupaten Kutai Timur
memproduksi kelapa sawit paling
banyak diantara 10 kabupaten/ kota
lainnya di kalimantan Timur. Pada
tahun 2014, separuh hasil produsi
kelapa sawit Kalimanatan Timur
dihasilkan dari Kutai Timur. Total
produksi kelapa sawit Kalimantan
Timur pada 2014 sebanyak 9-juta
Di Kecamatan Muara Bengkal DOB Kutai Utara
Di Kecamatan Batu ampar
Di Kecamatan Long Mesangat
Di Kecamatan Muara Wahau
ton lebih. Ironisnya, ketika berada di kecamatan Batu
Ampar setelah tiga jam menempuh perjalanan,
diketahui bahwa hanya ada satu sekolah menengah
pertama dan menengah atas. Beberapa siswa mengaku,
untuk bisa mencapai sekolah, mereka berangkat ketika
hari masih gelap, dan tiba disekolah setelah menempuh
waktu perjalan hampir satu setengah jam lamanya
dengan berjalan kaki.
Di Kecamatan Batu Ampar, rombongan Senator H.
Muhammad Idris S Idris disambut sekitar lima ratusan
warga sekitar, termasuk pelajar. Mereka berkumpul di
bekas area perkebunan kayu untuk bahan dasar kertas,
milik PT Kiani Lestari. Sebagai bagian dari persiapan
pembentukan DOB Kutai Utara, tim pemekaran telah
mempersiapkan lokasi perkantoraan sebagai salah satu
calon Ibu Kota Kabupaten. Sedangkan Bupati Kutai
Utara nantinya akan menempati rumah dan kantor
bekas pimpinan PT Kiani Lestari.
Perjalanan di hari ketiga, Senator H. Muhammad Idris
S menyinggahi kecamatan berusia satu abad lebih di
Kutai Timur, yaitu kecamatan Muara Ancalong dengan
luas sekitar 3.500 km persegi. Mata pencaharian warga
yang berpenduduk sekitar 14-ribu lebih ini adalah .
Di Kecamatan Telen
Di Kecamatan Kongben
petani kelapa sawit dan nelayan ikan sungai
Didampingi oleh staf ahlinya, Laila hajarul Aswadina,
Senator H. Muhammad Idris S bersama rombongan
pembentukan DOB Kutai Utara mengkahiri perjalanan
dinasnya di kecamatan Muara Bengkal. Pada acara
puncak, rombongan kembali disambut oleh puluhan
pelajar yang menampilkan tarian dan kesenian
daerahnya. Kecamatan Muara Bengkal adalah salah
satu calon ibukota DOB Kutai Utara. Dengan diselingi
tepuk tangan dan teriakan yel-yel penuh semangat,
disetiap kesempatan rombongan juga ikut meneriakkan
yel-yel “ Kutai Utara harga mati!”
Bersama dengan anggota Komisi II DPR RI, Senator H.
Muhammad Idris S menyatakan dukungan penuh atas
pembentukan DOB Kutai utara sebagai upaya untuk
menjamin keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Masyarakat adat Kutai dan Dayak pedalaman
menegaskan
belum
merasakan
pembangunan
diaerahnya, padahal sudah 70 tahun Indonesia
Merdeka, salah satunya karen begitu luasnya provinsi
Kalimantan Timur jika dibandingkan provinsi lain di
Indonesia.
Agenda pembangunan yang menghadirkan Negara
dalam mewujudkan Indonesia yang asri dan lestari
sebagaimana tertuang dalam RPJMN 2015-2019 tidaklah nyata. Ambisi prioritas sasaran pembangunan nasional di bidang infrastruktur terbukti secara telanjang
dipertontonkan di depan mata. Faktanya, arah kebijakan
yang digulirkan dalam menjalankan program pembangunan tersebut menyimpang dari yang direncanakan
dalam RPJMN 2015 – 2019. Hal ini terbukti pada
proyek sarana dan prasarana kereta berkecepatan tinggi
( High Speed Train ) dari Jakarta ke Bandung.
Proyek sarana dan prasarana kereta berkecepatan tinggi
ini merupakan kerjasama antara Pemerintah Indonesia
dengan Pemerintah China. Ditindaklanjuti dengan
membentuk perusahaan konsorsium antara beberapa
perusahaan ke dua negara, yaitu PT. Kereta Cepat
Indonesia China ( PT.KCIC). Sedangkan sumber dana
pembanguan proyek berasal dari pinjaman ke China
Development Bank (CDB).
Secara teknis sarana jalur kereta ini ini akan
membentang sejauh 140, 9 KM.Jalur trasenya bermula
di Kota Jakarta Timur kemudian melalui Kota Bekasi,
Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten
Purwakarta, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi,
Kota Bandung, dan berakhir di Kabupaten Bandung.
Secara keseluruhan proyek ini akan berada di 4 Kota
dan 5 Kabupaten.
Merujuk pada lintas wilayah dari proyek tersebut sudah dipastikan berdampak besar pada menurunnya
kualitas lingkungan hidup dan layanan alam . WALHI
Jawa Barat memastikan proyek tersebut akan mengancam hilangnya ruang kelola masyarakat, seperti
sawah, kebun, dan permukiman. Selain itu kondisi
sungai-sungai yang akan dilalui jalur kereta juga
sangat rentan tercemar dan rusak.
Lebih dari itu, apa yang terjadi ke depan adalah alih
fungsi lahan yang semakin membabi buta sebagai
dampak turunan dari proyek tersebut. Sarana properti,
permukiman elit, apartemen mewah, kawasan pertumbuhan industri akan tumbuh subur. Hal ini dipastikan akan merubah rona lingkungan bentang alam.
Beban daya dukung dan daya tampung lingkungan di
sepanjang dan sekitar perlintasan kereta berkecepatan
tinggi ini akan semakin bertambah.
Laju kerusakan lingkungan dan hilangnya ruang kelola
rakyat semakin yakin dengan dikeluarkannya Perpres
No.107 Tahun 2016 tentang Percepatan Penyelenggaraan Sarana dan Prasarana Kereta Cepat Antara
Jakarta dan Bandung. Tindak lanjutnya proses kajian
AMDAL yang dipercepat dan berpaling dari UU PPLH
32 Tahun 2009 dan PP No. 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan.
WALHI Jawa Barat mengkaji banyak kekurangan yang
ada dalam dokumen AMDAL proyek tersebut. Beberapa data tidak konsisten bahkan tidak valid. Tidak
ada kepastian lokasi akhir jalur trase. Sebagai contoh
terungkap saat Kepala Desa Tegalluar Kab.Bandung
menyampaikan keluhan di sidang AMDAL , Selasa
(19/01/2016) yang menyatakan dirinya tidak me-
ngetahui daerahnya akan menjadi stasiun akhir .
Selain itu data panjang lintasan jalur trase yang
berubah-ubah. Sosialisasi yang kurang dan terbukti
pada saat sidang AMDAL beberapa perwakilan warga
yang diundang menyatakan tidak tahu akan proyek
tersebut. Belum lagi kebutuhan energi listrik yang
sangat besar untuk menggerakan kereta berkecepatan
tinggi ini, yaitu sebesar 9 MW – 10MW dan tentunya
akan memicu peningkatan emisi karbon. Karena
konsumsi energi Indonesia masih mengandalkan pada
energi fosil, diantaranya yaitu batu bara.
Lebih dari itu yang fatal adalah WALHI Jawa Barat
menemukan dokumen AMDAL tersebut tidak mencantumkan kesesuaian dengan RTRW Kabupaten dan
Kota yang terkena proyek. Selain izin-izin yang belum
terlampir pada dokumen tersebut, beberapa di
antaranya Izin Lokasi, Izin Pemanfatan Sungai, serta
kesepakatan kesanggupan pengadaan listrik oleh PLN.
Berdasarkan fakta dan hasil paparan singkat tersebut
sudah jelas bahwa :
1.Pemerintah pusat secara angkuh telah dengan sengaja
mengesampingkan pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup, serta abai terhadap penegakkan hukum
lingkungan hidup.
2.Pemerintah pusat mengabaikan mandat UU No.32
Tahun 2009 tentang PPLH.
3.Pemerintah pusat mengabaikan mandat PP No.27
Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan
4.Presiden lagi-lagi menunjukkan keangkuhannya
dengan menerbitkan Perpres No.107 tahun 2015.
5.Perpres No.107 Tahun 2015 tidak konsisten dan
dibuat dengan terburu-buru.
6.Pemerintah pusat mengabaikan dan tidak konsisten
terhadap RPJMN yang telah dirancangnya sendiri.
7.Pemerintah pusat tidak konsisten terhadap komitmen
pengurangan emisi karbon.
8.Ada indikasi kepentingan investor dan negara asing
dalam proyek kereta berkecepatan tinggi ini.
Oleh karena itu WALHI Jawa Barat dengan ini
menyatakan sikap agar pemerintah pusat menghentikan
dan membatalkan proyek kereta berkecepatan tinggi
karena tidak ada kepentingannya terhadap publik dan
hanya mengancam lingkungan hidup. WALHI Jawa
Barat juga mendesak Perpres No. 107 Tahun 2015 agar
dicabut karena hanya mempercepat laju kerusakan
lingkungan hidup dan layanan alam.
Direktur Walhi Jawa Barat
Dadan Ramdan
Sedikitnya 200 juta anak perempuan dan wanita yang hidup di 30
negara saat ini telah menjalani praktik mutilasi kelamin perempuan
(Female Genital Mutilation/FGM),
yang di Indonesia dikenal dengan
istilah sunat perempuan, berdasarkan laporan statistik yang dirilis
menjelang Hari Internasional Toleransi Nol terhadap Mutilasi Kelamin Perempuan atau FGM/C.
Female Genital Mutilation/Cutting:
A Global Concern mencatat bahwa
separuh anak perempuan dan wanita
mengalami praktik ini di tiga negara
– Mesir, Ethiopia dan Indonesia –
dan mengacu kepada studi-studi lebih kecil serta observasi yang memberikan bukti bahwa FGM adalah
se-buah isu hak asasi manusia global yang berdampak kepada anak
perempuan dan wanita di setiap bagian dunia.
Mutilasi kelamin perempuan merujuk kepada sejumlah prosedur. Terlepas dari apa pun bentuk yang dipraktikkan, FGM adalah pelanggaran terhadap hak anak.
“Mutilasi kelamin perempuan ber -
beda di berbagai wilayah dan budaya, dan beberapa bentuk melibatkan risiko yang membahayakan
hidup. Dalam setiap kasus, FGM
melanggar hak anak perempuan dan
wanita. Kita semua –pemerintah,
profesional kesehatan, pemuka masyarakat, orang tua dan keluarga- harus mempercepat upaya untuk mengakhiri praktik ini,” kata Deputi
Direktur Eksekutif UNICEF Geeta
Rao Gupta.
Berdasarkan
data,
anak-anak
perempuan berusia 14 tahun dan
lebih muda mewakili 44 juta orang
yang telah mengalami satu bentuk
FGM, dengan prevalensi FGM terberbeda di berbagai wilayah dan
budaya, dan beberapa bentuk
melibatkan risiko yang membahayakan hidup. Dalam setiap kasus,
FGM
melanggar
hak
anak
perempuan dan wanita. Kita semua
–pemerintah, profesional kesehatan,
pemuka masyarakat, orang tua dan
keluarga- harus mempercepat upaya
untuk mengakhiri praktik ini,” kata
Deputi Direktur Eksekutif UNICEF
Geeta Rao Gupta.
Berdasarkan
data,
anak-anak
perempuan berusia 14 tahun dan
lebih muda mewakili 44 juta orang
yang telah mengalami satu bentuk
FGM, dengan prevalensi FGM tertinggi di kelompok umur ini berada
di Gambia dengan 56 persen, Mauritania 54 persen dan Indonesia dimana sekitar separuh anak perempuan berusia 11 tahun dan lebih muda telah menjalani praktik ini. Negara-negara dengan prevalensi tertinggi di kalangan anak perempuan
dan wanita berusia 15 hingga 49
tahun adalah Somalia dengan 98
persen, Guinea 97 persen dan
Djibouti 93 persen.
Di kebanyakan negara mayoritas
anak perempuan disunat sebelum
berusia lima tahun.
Angka global dalam laporan
statistik FGM meliputi hampir 70
juta lebih banyak anak perempuan
dan wanita dibandingkan dengan
perkiraan pada tahun 2014. Hal ini
dikarenakan pertumbuhan populasi
di beberapa negara dan data
representatif nasional yang dikumpulkan oleh Pemerintah Indonesia.
Seiring dengan semakin banyaknya
data tentang FGM yang dapat
diakses, perkiraan jumlah total anak
perempuan dan wanita yang telah
menjalani praktik ini pun bermenjalani praktik ini pun bertambah. Pada 2016, tiga negara memiliki data representatif nasional
tentang praktik ini.
“Menentukan besarnya FGM merupakan hal yang penting untuk mengakhiri praktik ini. Ketika pemerintah mengumpulkan dan mempublikasikan statistik nasional tentang
FGM mereka dapat lebih memahami bobot isu ini dan mempercepat upaya untuk melindungi
hak jutaan anak perempuan dan wanita,” kata Rao
Gupta.
Momentum untuk membahas FGM terus tumbuh.
Prevalensi FGM di antara anak perempuan berusia 15
hingga 19 tahun terus menurun, 41 poin persen di
Liberia, 31 di Burkina Faso, 30 di Kenya dan 27 di
Mesir dalam 30 tahun terakhir.
Sejak 2008, lebih dari 15.000 komunitas dan sub-distrik
di 20 ne-gara secara publik telah mendeklarasikan
bahwa mereka mengabai-kan FGM, termasuk lebih dari
2.000 komunitas tahun lalu. Lima negara telah menetapkan undang-undang yang menjadikan praktik itu
sebuah tindakan kriminal.
Data juga mengindikasikan adanya ketidaksetujuan
yang luas terhadap praktik itu karena mayoritas penduduk di negara-negara dimana FGM terjadi berpenda dapat hal itu harus dihentikan. Mereka yang tidak
setuju meliputi hampir dua pér-tiga anak lelaki dan
kaum pria.
Namun angka kemajuan kese-luruhan itu tidak cukup
untuk me-nyamai pertumbuhan populasi. Jika tren saat
ini terus berlanjut maka jumlah anak perempuan dan
wanita yang menjadi subyek FGM akan meningkat
signifikan dalam 15 tahun mendatang.
UNICEF, dengan UNFPA, bersama memimpin
program global terbesar menuju eliminasi FGM.
UNICEF bekerja di semua lini dengan pe-merintah,
komunitas, pemuka agama dan mitra-mitra lain untuk
mengakhiri praktik ini.
Dengan dimasukkannya target untuk menghapus FGM
pada 2030 dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, komitmen komunitas internasional untuk
mengakhiri FGM kini semakin kuat.
Konferensi
untuk
membahas
Prinsip-Prinsip Hak Anak dan
Dunia Usaha untuk memperkuat
perlindungan anak di tempat kerja,
pasar dan masyarakat
UNICEF Indonesia, pemerintah,
organisasi masyarakat madani dan
pelaku bisnis hari ini duduk
bersama untuk membahas dampak
dari praktik-praktik bisnis terhadap
perwujudan hak anak di Indonesia.
“Semua perusahaan, baik bisnis keluarga skala kecil maupun perusahaan multinasional skala besar
berkontribusi terhadap kesejahteraan anak melalui penciptaan lapangan kerja bagi keluarga mereka
atau juga melalui inisiatif-inisiatif
yang bersifat filantropi. Namun di
sisi lain, praktik bisnis juga dapat
berdampak kurang positif terhadap
anak-anak,” ujar Gunilla Olsson,
Kepala Perwakilan UNICEF Indonesia, ketika membuka konferensi
yang membahas upaya-upaya penguatan terhadap perlindungan hak
anak dalam dunia usaha.
“UNICEF mengimbau pelaku dunia
usaha untuk memastikan bahwa aktivitas dan operasional bisnis
mereka tidak membahayakan anakanak. Kebijakan-kebijakan pemerintah juga harus memberikan landasan hukum yang mendukung
bisnis dalam hal ini, termasuk memastikan perlindungan anak dari
kemungkinan-kemungkinan pelanggaran haknya sebagai dampak dari
kegiatan bisnis”, tegas Gunilla.
“Sepuluh Prinsip Hak Anak dan -
Dunia Usaha yang telah di-kembangkan oleh UNICEF dan para
mitra dari Save the Children dan
Global Compact memberikan panduan komprehensif bagi bisnis untuk menghormati dan mendukung
hak-hak anak di dunia usaha, pasar
dan masyarakat. Kami berharap
bahwa prinsip-prinsip ini bisa dimasukkan dalam kerangka nasional
dan Rencana Aksi tentang Bisnis
dan Hak Asasi Manusia,” kata
Gunilla.
Konferensi di Erasmus Huis Jakarta
ini, diselenggarakan oleh UNICEF
dan Indonesia Business Council for
Sustainable Development (IBCSD),
dengan menghadirkan pembicarapembicara dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak,
Kementerian
Hukum dan HAM serta Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia.
“Satu per tiga populasi dunia adalah
anak-anak, mereka adalah calon pemimpin di masa depan, pekerja dan
pelanggan dari perusahaan. Demi
tercapainya pembangunan berkelanjutan, hal ini harus menjadi prioritas
dalam upaya-upaya untuk menjaga
kesinambungan bisnis. PrinsipPrinsip Hak Anak dan Dunia Usaha
atau Children’s Rights and Business
Principles adalah panduan bagi para
pelaku bisnis yang bersedia bekerja
lebih keras untuk memastikan masa
depan dunia usaha yang lebih baik.
IBCSD sangat mendukung inisiatif
UNICEF ini dan mengimbau pelaku
bisnis untuk menyelaraskannya de-
ngan aktivitas bisnis sehari-hari,”
kata Shinta W Kamdani, Presiden
dari IBCSD.
Para perwakilan dari dunia usaha
termasuk dari Asosiasi Perusahaan
Sayang Anak Indonesia (APSAI)
berbagi tentang praktik-praktik bisnis mereka yang sangat mengakomodasi hak-hak dan kebutuhan
anak. Salah satunya dengan menyediakan ruang laktasi bagi karyawan
perempuan yang menyusui.
Sementara pembicara dari Kementerian Hukum dan HAM serta
Komnas HAM membahas bagaimana hak-hak anak dapat direfleksikan dengan lebih nyata dalam
Rencana Aksi Nasional Hak Asasi
Manusia (RANHAM) dan juga dalam proses pembuatan Rencana
Aksi Nasional untuk Bisnis dan Hak
Asasi Manusia (RAN Bisnis &
HAM).
“Salah satu pilar dari UN Guiding
Principles menyebutkan tanggung
jawab negara untuk menghormati,
melindungi dan memenuhi Hak
Asasi Manusia. Namun, pihak-pihak lain di luar negara (non-state
actor) - dalam hal ini para pelaku
bisnis - juga memiliki tanggung jawab untuk menghormati HAM dalam setiap operasional dan praktik
bisnisnya, karena proses bisnis memiliki dampak, baik langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat. Oleh karena itu, sangat
penting untuk meningkatkan pemahaman dan komitmen para pemangku kepentingan, terutama di
antara pelaku bisnis, untuk saling
mendukung dan melindungi Hak
Asasi Manusia termasuk Hak
Anak,” kata Mualimin Abdi, Direktur Jendral HAM dari Kementerian
Hukum dan HAM.
Sementara itu Komnas HAM yakin
bahwa Rencana Aksi Nasional untuk Bisnis dan Hak Asasi Manusia
dan Bisnis (RAN Bisnis & HAM)
sangat dibutuhkan untuk meminimalisir dampak negatif operasional
bisnis terhadap hak asasi manusia
dan lingkungan, serta akan memperjelas tanggung jawab perusahaan
terhadap pembangunan di Indonesia.
”Komnas HAM memberikan perhatian khusus pada isu Bisnis dan
HAM karena tingginya pengaduan
masyarakat terkait pelanggaran
HAM oleh korporasi. Sebagai institusi yang bertanggung jawab untuk mediasi dan pemantauan, juga
sejalan dengan UN Guiding Principles, kami menindaklanjuti pengaduan masyarakat melalui pembuatan RAN Bisnis & HAM yang
juga kami konsultasikan dengan
berbagai lembaga advokasi masyarakat dan pemangku kepentingan
lainnya seperti bisnis, BUMN dan
konsultan di beberapa wilayah.
Kami percaya RAN Bisnis & HAM
sangat dibutuhkan untuk melindungi mereka yang terdampak oleh
proses bisnis, termasuk anak-anak”
kata Nur Kholis Ketua Komnas
HAM.
Prinsip-Prinsip Hak Anak dan
Dunia Usaha (CRBP) diluncurkan
secara global pada Maret 2012 oleh
UNICEF, Save the Children dan
Global Compact Network. Di
Indonesia, ketiga mitra tersebut
meluncurkan CRBP pada 2013, dengan dukungan dari Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan ---
Perlindungan Anak. Sejumlah perusahaan yang tergabung dalam
Asosiasi Perusahaan Sahabat Anak
Indonesia (APSAI) telah melakukan
evaluasi operasional bisnis mereka
terkait dampak bagi hak anak.
“UNICEF berharap akan ada lebih
banyak perusahaan yang melaksanakan inisiatif ini dan meninjau
kembali kegiatan bisnis mereka
sesuai dengan Prinsip-Prinsip Hak
Anak dan Dunia Usaha. Tanggung
jawab sosial perusahaan dengan
fokus terhadap hak-hak anak
melampaui investasi filantropis
akan memperkuat aspek berkelanjutan perusahaan, reputasi dan
manajemen risiko yang pada akhirnya membangun lingkungan
bisnis yang stabil, inklusif dan
berkelanjutan. Pada akhirnya hal ini
akan menguntungkan perusahaan,”
kata Gunilla.
Kendati tingkat pengangguran menurun di sejumlah
negara maju, analisis terbaru memperlihatkan bahwa
krisis ketenagakerjaan global belum berakhir, terutama
pada perekonomian yang sudah berkembang (emerging
economies).
Berlanjutnya tingkat pengangguran yang tinggi di
seluruh dunia dan kronisnya pekerjaan rentan di banyak
negara sudah berkembang dan berkembang masih
sangat mempengaruhi dunia kerja, demikian laporan
terbaru ILO mengingatkan.
Angka terakhir untuk pengangguran pada 2015 diperkirakan mencapai 197,1 juta dan pada 2016 perkiraan
tersebut meningkat hingga 2,3 juta mencapai 199,4.
Tambahan sekitar 1,1 juta pengangguran diperkirakan
meningkatkan jumlah penghitungan global pada 2017,
menurut Laporan ILO berjudul World Employment and
Social Outlook – Trends 2016 (WESO).
“Perlambatan yang berarti dalam perekonomian di
negara-negara sudah berkembang ditambah dengan
penurunan tajam dalam harga-harga komoditas memberikan dampak yang dramatis terhadap dunia kerja, ”
kata Direktur Jenderal ILO, Guy Ryder.
“Banyak pekerja perempuan dan laki-laki yang harus
menerima pekerjaan berupah rendah baik di negaranegara sudah berkembang maupun berkembang dan
juga semakin meningkat di negara-negara maju.
Kendati terjadi penurunan pengangguran di sejumlah
negara-negara Uni Eropa dan Amerika Serikat, masih
terlalu banyak orang yang menganggur. Kita harus
melakukan aksi segera untuk mendorong peluang kerja
yang layak atau kita menghadapi risiko tensi sosial
yang semakin besar,” ia menambahkan.
Pada 2015, jumlah pengangguran global berkisar 197,1
juta– 27 juta lebih tinggi dibandingkan tingkat prakrisis tahun 2007.
Perekonomian sudah berkembang paling terkena
dampak
Tingkat pengangguran di negara-negara maju menurun
dari 7,1 persen pada 2014 menjadi 6,7 persen pada
2015. Dalam banyak kasus, kemajuan ini sayangnya
tidak memadai untuk menghapuskan kesenjangan
pekerjaan yang muncul sebagai akibat krisis keuangan
global.
Selanjutnya, kondisi ketenagakerjaan saat ini melemah
di negara-negara sudah berkembang dan berkembang,
khususnya di Brasil, Cina dan negara-negara penghasil
minyak.
“Lingkungan perekonomian yang tidak stabil yang
tercermin pada aliran modal yang rentan, masih tidak
berfungsinya pasar-pasar keuangan dan kurangnya
permintaan global terus berpengaruh pada perusahaan
dan investasi serta penciptaan lapangan kerja,”
Raymond Torres, Direktur Departemen Penelitian ILO
menjelaskan.
“Untuk itu, para pembuat kebijakan harus lebih
terfokus
pada
penguatan
kebijakan-kebijakan
ketenagakerjaan dan penanggulangan ketimpangan
yang sangat besar. Banyak bukti yang memperlihatkan
pasar kerja dan kebijakan sosial yang dikembangkan
secara baik sangat penting dalam mendorong
pertumbuhan perekonomian dan menyikapi krisis
ketenagakerjaan dan hampir delapan tahun setelah
terjadinya krisis global, penguatan pendekatan
kebijakan sangatlah diperlukan,” Torres menambahkan.
Penulis WESO juga mendokumentasikan fakta bahwa
kualitas pekerjaan masih menjadi tantangan utama.
Meski terjadi penurunan tingkat kemiskinan, tingkat
penurunan
pekerja
miskin
di
negara-negara
berkembang melambat dan pekerjaan rentan masih
mencapai lebih dari 46 persen dari jumlah pekerjan
secara global, yang berdampak pada hampir 1,5 milyar
orang.
Pekerjaa rentan terbilang tinggi khususnya di
perekonomian sudah berkembang dan berkembang,
mencapai antara setengah dan tiga perempat populasi
pekerja di kelompok-kelompok negara tersebut, dengan
tertinggi di Asia Selatan (74 persen) dan Afrika subSahara (70 persen).
Menanggulangi pekerjaan informal
Sementara itu, laporan memperlihatkan bahwa
pekerjaan informal – sebagai persentase pekerjaan nonpertanian – melampaui 50 persen di setengah negaranegara berkembang dan sudah berkembang dengan data
perbandingan. Di satu pertiga dari negara-negara ini,
hal ini berdampak pada lebih 65 persen pekerja.
Para
ahli
jelaskan
model
koeksistensi historis, kontemporer
kepada perwakilan Palestina, Israel
Pada hari kedua dan terakhir Konferensi Internasional tentang Permasalahan Yerusalem, para ahli dalam
rapat pleno tentang model koeksistensi historis dan kontemporer
mengulas masa lalu dan masa kini
Yerusalem serta memberikan gagasan untuk masa depan.
Menachem Klein, seorang dosen
dan penulis yang berbasis di Ramat
Gan, menjelaskan keadaan Yerusalem sebelum perang tahun 1948
memecah kota itu. Terdapat sebuah
konsep yang kuat, namun salah,
tentang bagaimana Yerusalem telah
terpecah berdasarkan kelompok
etnis sebelum perang. Faktanya,
penduduk Yerusalem berbicara
banyak bahasa, dan kaum Arab dan
Yahudi hidup berdampingan di
tempat yang dulunya merupakan
kota kosmopolitan itu.
Beliau menyebutkan bahwa pada
tahun-tahun sebelum perang, penduduk Yerusalem hidup dengan damai
dan saling menghormati, tanpa adanya “penghalang mental” yang
memisahkan wilayah Muslim dan
Yahudi di, mana hambatan bahasa
dan budaya tidak menimbulkan banyak permasalahan. Penduduk yang
menyambangi wilayah kaum “yang
lain” menyebutkan bahwa di sana
mereka merasa seperti di rumah.Walaupun kita tidak dapat kembali ke
masa lalu, sebut beliau, kita dapat
belajar dari sejarah keinklusifan
sosial Yerusalem. Masa lalu sejatinya perlu dipelajari untuk
membentuk masa depan bersama.
Azyumardi Azra, rektor Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, mengatakan bahwa sejarah
koeksistensi damai antar agama di
Indonesia mencakup jaminan perlindungan jiwa dan harta benda. Artinya, prinsip-prinsip dasar hak asasi
manusia telah diakui di Indonesia
jauh sebelum PBB menetapkan Pernyataan Umum tentang Hak-Hak
Asasi Manusia.
Menurut beliau, ke depannya kita
perlu mengarusutamakan kemoderatan agama agar kelompok moderat
dapat memainkan peran yang lebih
besar dalam mewujudkan perdamaian. Dialog perlu lebih ditingkatkan, pertama-tama antar Muslim
dan antar Yahudi, kemudian antar
kelompok agama. Para pemuka
agama juga perlu memperkuat dialog untuk mengembangkan rasa saling menghormati dan menghargai
demi mewujudkan perdamaian di
Yerusalem. Dialog antar agama memiliki kegunaan yang sangat luas,
termasuk sebagai sistem peringatan
dini untuk mencegah konflik, dan
model koeksistensi damai Indonesia
telah memperlihatkan keberhasilan.
Kalangan intelektual dan LSM harus ikut terlibat pula untuk mendorong dan memajukan proses perdamaian.
Wendy Pullan, Kepala Departemen
Arsitektur Universitas Cambridge,
berkata bahwa situasi terkini menunjukkan perpecahan di Yerusalem
“sudah terlalu parah” dan bahwa
komunitas internasional tidak hanya
perlu menggunakan strategi langsung, melainkan juga mulai memikirkan rencana jangka panjang
untuk masa depan. Pembersihan etnis merupakan sebuah realita dan
rakyat Palestina membutuhkan bantuan sekarang juga.
Beliau menandaskan bahwa menggabungkan Yerusalem kembali tidak
akan mudah mengingat situasi di
lapangan saat ini. Seraya menegaskan bahwa kota yang terpecah
belah tidak akan berkembang,
Beliau berujar bahwa tembok dan
perbatasan tidak banyak memberikan keuntungan jangka panjang
meskipun mungkin terlihat men-j
janjikan saat berlangsungnya kon-flik berat. Pada
dasarnya ruang publik memang berisiko, tetapi merupakan hal yang sangat penting untuk Yerusalem
dan karena itu perlu dipertahankan. Kerusuhan yang
saat ini terjadi di Yerusalem dan kekeraskepalaan
Israel berarti hanya ada sedikit harapan untuk
menciptakan ruang bersama itu. Namun, menurut
beliau mewu-judkan kota bersama bukanlah tidak
mungkin. Beliau juga menyampai paikan kekhawatiran bahwa dengan kondisi yang ada
saat ini, memecah Yerusalem akan merugikan rakyat
Palestina yang tinggal di sana.
Setelah diskusi interaktif dengan para ahli, pidato
penutupan disampaikan oleh Hasan Kleib, Direktur
Jenderal Multilateral Kementerian Luar Negeri
Republik Indonesia; Riyad Mansour, Peninjau Tetap
Negara Palestina untuk PBB; dan Desra Percaya,
Wakil Ketua Komite Palestina PBB (Committee on
the Exercise of the Inalienable Rights of the
Palestinian People) dari Indonesia.
Konferensi Internasional tentang Permasalahan
Yerusalem diselenggarakan oleh Komite Palestina
PBB bekerja sama dengan Organisasi Kerja Sama
Islam dan didukung oleh pemerintah Indonesia.
Pada tanggal 16 Desember, CEIRPP akan mengadakan
Forum Masyarakat Sipil PBB bertajuk “Aksi masyarakat
sipil dalam mendukung keadilan dan menghentikan
pendudukan di Palestina”.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) – MPR RI dari Propinsi Bengkulu melakukan pemberdayaan
masyarakat dengan terjun langsung ke wilayah pemilihannya. Usaha yang dilakukan adalah dengan memberikan
pembinaan, disertai lahan dan dana untuk menggerakkan perekonomian masyarakat. Beberapa program yang telah
dilakukan, adalah pembinaan pada petani peternak, budidaya jagung, jeruk, serta membuka kursus Bahasa Inggris
tanpa dipungut biaya dan menyiapkan ambulans gratis untuk warga.
Program usaha peternakan rakyat di Desa Pekalongan Kecamatan Merigi Kabupaten Kepahyang
Program usaha peternakan rakyat di Desa Pekalongan Kecamatan Merigi Kabupaten Kepahyang
PengembanProgram usaha peternakan rakyat di Desa Pekalongan Kecamatan Merigi Kabupaten
Kepahyang , Bengkulu
Program Pengembangan Jeruk Rimau Gergah Lebong di Kabupaten Rejang Lebong
Program pengembangan jagung unggul Supra I (salah satu temuan dosen universitas bengkulu)
Program pengembangan bahasa inggris di seluruh kabupaten
Pemberian Beasiswa berprestasi di SMP Kreatif Curup, Rejang Lebong
Bakti Sosial di Kecamatan Kampung Melayu Kotamadya Bengkulu
Bakti sosial di Kecamatan Kampung Melayu Kotamadya Bengkulu
Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk menyiapkan kapal
khusus pengangkut ternak dengan
PP No 20 Tahun 2010 tentang Angkutan Perairan dimana kapal laut
dapat digunakan untuk mengangkut
hewan ternak, kemudian Permenhub No PM 182 tentang Tarif Muatan untuk kegiatan subsidi pengoperasian kapal ternak yang menugaskan PT. Pelni sebagai operator
ternak.
Namun pada pelaksanaannya, kapal
pengangkut ternak sapi dari NTT
tidak optimal. Hal ini dikarenakan
pada 2 kali pengangkutan, kapal
kembali dalam keadaan kosong. Sedangkan pada pengangkutan I oleh
KM Camara Nusantara yang ditargetkan mengangkut 500 ekor sapi,
tetapi hanya mengangkut 353 ekor
sapi.
Dalam hal penyediaan kapal angkut
ternak ini, pemerintah memberikan
subsidi Rp 8 Milyar dalam 4 bulan.
Setiap ekor sapi disubsidi Rp
500.000,- sehingga biaya angkut
yang semula Rp 1,8 juta menjadi Rp
1,3 juta.
1.Tujuan pemerintah mengadakan
kapal ternak adalah untuk memotong mata rantai biaya tinggi
terutama sektor transportasi. Dengan target dapat menurunkan harga
sapi di pasaran, hingga Rp 75 rb/kg
belum berhasil. Hal ini disebabkan:
-Sapi yang disediakan oleh kapal
ternak hanya sebesar 1% dari kebutuhan pasar konsumen sehingga
sama sekali tidak mampu menurun-
kan harga daging sapi.
-Pemberian subsidi pemerintah untuk kapal ternak ibarat melukis di
awan tidak bermanfaat apa-apa,
inefisien dan inefektif. Subsidi itu
bersumber dari uang rakyat maka
setiap penggunaannya harus bermanfaat buat rakyat. Subsidi untuk
kapal ternak kenyataannya tidak
bermanfaat bagi rakyat.
-Jika pemerintah tetap menyediakan
kapal ternak, maka orientasinya
adalah bisnis komersial, tidak boleh
ada subsidi.
2.Sebaiknya pemerintah membuat
kebijakan yang mendekatkan sentra
produsen dan konsumen sehingga
mengurangi biaya transportasi. Permintaan daging sapi terbesar di wilayah jabodetabek, sekitar 65%. Seharusnya pemerintah membangun
sentra-sentra produksi peternakan
sapi di Provinsi Banten, Jawa Barat
dan sekitarnya.. Masih banyak
hamparan tanah luas, dan masih
banyak peternak yang membutuhkan bantuan pemerintah. Lebih baik
subsidi untuk biaya angkut direlokasinkan untuk mensubsidi peternak rakyat melalui pendampingan dan penyuluhan dari
pemerintah.
3.Pemerintah menugaskan BUMN
bahan pangan untuk fokus pada
pembibitan, budidaya dan penggemukan sapi. 95% sapi di negeri
ini adalah milik rakyat petani
ternak. Para petani memiliki 1-4
sapi yang digunakan sebagai tabungan keluarga dengan jadwal pen-
jualan yang tidak bergantung pada
pemerintah.
BUMN ini dapat memberdayakan
BUMD dan membangun konsep peternakan inti plasma yang melibatkan rakyat peternak sehingga kedepan pemerintah dapat berfungsi
untuk mengendalikan pasokan dan
harga.
4.Pemerintah harus serius meningkatkan jumlah populasi dan mutu
genetik sapi, serta meningkatkan
pendapatan petani peternak. Hal
yang harus dilakukan adalah:
-Mencegah pemotongan hewan betina produktif di RPH atau diluar
kebijakan yang tidak merugikan
petani ternak. Misalnya sapi itu dibeli pemerintah melalui dinas atau
memberikan insentif kepada petani
ternak yang memiliki sapi induk
bunting/melahirkan.
-Melakukan impor sapi indukan
produktif untuk menambah jumlah
populasi dan perbaikan mutu genetik melalui teknologi budidaya
yang sederhana dan tepat guna.
-Memberikan pendampingan dan
penyukuhan secara efektif kepada
petani ternak, baik dari tata laksana,
pakan atau penyakit hewan sehingga dapat meningkat produktifitasnya.
5.Pemerintah harus menjadikan
Indonesia sebagai eksportir pangan
dunia, khususnya sapi dan daging.
Potensi ini sangat terbuka lebar.
Tinggal keseriusan pemerintah untuk merealisasikan cita-cita itu sesuai Nawacitanya Presiden Jokowi.
Laporan Situasi Kependu-dukan
Dunia 2015 dari UNFPA menetapkan agenda transformasi untuk
bantuan kemanusiaan guna meningkatkan dukungan bagi jutaan orang
yang terabaikan
Kebutuhan kesehatan perempuan
dan remaja terlalu sering diabaikan
dalam bantuan ke-manusiaan untuk
bencana alam dan konflik di seluruh
dunia, tulis sebuah laporan baru
yang dirilis oleh UNFPA, United
Nations Population Fund.
Laporan Situasi Kependudu-kan
Dunia, 2015, "Perlindu-ngan dari
Terpaan
Bencana,"
menyoroti
betapa
pentingnya
pelayanan
kesehatan seksual dan reproduksi
bagi kesehatan dan kelangsungan
hidup pe-rempuan dan remaja yang
se-ring terabaikan pada saat yang
paling dibutuhkan”.
Dari 100 juta orang membutuhkan
bantuan kemanusiaan di seluruh
dunia saat ini, sekitar 26 juta adalah
perempuan dan remaja perempuan
yang sedang mengandung atau menyusui, laporan tahunan tersebut
menunjukkan.
"Untuk perempuan hamil yang akan
melahirkan, atau remaja perempuan
yang selamat dari kekerasan
seksual, upaya penyelamatan jiwa
sama pen-tingnya seperti air,
makanan dan tempat tinggal," jelas
Di-rektur Eksekutif UNFPA, Dr.
Babatunde Osotimehin. "Kesehatan dan hak-hak perempuan dan
remaja tidak boleh di-perlakukan
hanya setelah ter-ingat dalam
bantuan kemanusiaan."
Menurut data resmi dari Badan
Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) selama tahun 2015 ini
(hingga Agustus), terdapat 1.219
bencana di seluruh Indonesia.
Diper-kirakan bahwa selama keadaan darurat, 25 persen dari penduduk yang terkena bencana adalah
perempuan usia reproduksi. Pada
periode tertentu, diperkirakan 4%
dari penduduk yang terkena dampak
bencana adalah pe-rempuan hamil,
dan 15-20 persen dari perempuan
hamil tersebut akan mengalami
komplikasi kebidananan.
"Perempuan dan remaja perempuan lebih rentan terhadap
kekerasan seksual, kehamilan yang
tidak diinginkan dan in-feksi
menular seksual tanpa adanya
perlindungan dari ke-luarga dan
masyarakat," kata Martha Santoso
Ismail, Wakil Kepala Perwakilan
UNFPA di Indonesia, mengutip
laporan tersebut yang diluncurkan
di Yogyakarta, Senin.
Surya Chandra Surapaty, Kepala
Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN),
menam-bahkan bahwa itu adalah
pen-ting bagi perempuan memiliki
hak mengakses kebutuhan dasar
untuk melahirkan yang aman,
pelayanan keluarga be-rencana dan
kesehatan reproduksi, tanpa melihat
pada situasi apapun, baik normal
maupun bencana.
Dengan begitu banyak konflik dan
bencana di dunia saat ini, UNFPA
telah meningkatkan komitment
untuk memberikan pelayanan dalam
bencana. Se-mentara UNFPA telah
mem-berikan bantuan di 38 negara
yang terkena bencana tahun ini,
laporan tersebut mengung-kapkan
bahwa
ada kekurangan untuk
melindungi semua orang yang
membutuhkannya. Pada 2015,
UNFPA menerima kurang dari
setengah dana dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan kesehatan
seksual dan reproduksi esensial
perempuan dan remaja.
Pada tahun 2014, PBB masih
kekurangan dana sebesar $7.5
milyar dari $19.5 milyar untuk
memenuhi kebutuhan saat ben-cana
di seluruh dunia. Situasi ni
membahayakan kesehatan dan
kehidupan jutaan orang.
Karena permintaan untuk ban-tuan
kemanusiaan
yang
mele-bihi
ketersediaan
sumber
daya
pendekatan baru diperlukan, dengan
penekanan pada pen-cegahan dan
kesiapsiagaan, serta membangun
ketahanan bangsa, masyarakat,
lembaga dan individu, laporan
tersebut menyimpulkan.
***
UNFPA, United Nations Population
Fund, adalah badan utama PBB
untuk menginginkan dunia di mana
setiap kehamilan diinginkan, setiap
persalinan aman, dan potensi setiap
orang muda terpenuhi.
Tuhan memang luar biasa sempurna. Ia men-ciptakan
alam dan segala kebaikannya untuk manusia dan segala
makhluk hidup yang tinggal di dalamnya. Juga untuk
penyakit satu ini. Saat divonis dokter jika ia harus
menjalani operasi pengangkatan kantong empedu,
orang ini mengalami mukjizat setelah meminum air
kelapa obat.
Beberapa waktu lalu, salah seseorang sahabatku tibatiba ambruk serta dinyatakan menderita batu empedu
kronis yang telah sedemikian be-sarnya hingga batuan
dalam empedunya itu menghalangi serta menutupi jalur
suplai em-pedu untuk menolong pencernaan dalam
lambungnya.
Menurut dokter yang menanganinya tak ada jalan lain
selain melakukan operasi peng-angkatan kantong
empedu yang dengan kata lain ia akan tidak lagi
mempunyai kantung em-pedu di organ hatinya.
Tetapi beberapa hari saat sebelum operasi
pengangkatan kantung empedu itu di lakukan, salah
seseorang kerabatnya membawakan 3 buah kelapa
hijau "serabut merah" atau kelapa obat yang memiliki
ukuran besar, atau umum dikenali dengan ciri sabut
bagian dalamnya berwarna merah keunguan bila ujung
kulit atas buah kelapa itu sedikit dikupas. Buah kelapa
seperti ini memanglah agak jarang tetapi rupanya juga
tak terlalu susah didapat lantaran banyak penjual kelapa
muda yang dapat menyediakannya tentu dengan harga
yang lebih tinggi dari kelapa biasa.
Untuk mengolahnya juga tak terlampau susah yakni
bagian pangkalnya sedikit dikupas serta dilubangi,
lantas sedikit airnya dikurangi supaya tak tumpah bila
di bakar di atas kompor sampai airnya mendidih.
Sesudah air kelapanya mendidih dengan terlihat banyak
gelembung udara serta uap yang keluar dari air kelapa
itu jadi matikan api serta biarlah beberapa waktu
supaya dingin apabila telah dingin selekasnya di
minum hingga habis dengan memakai sedotan atau
dapat pula dituang dalam gelas.
Tiga butir kelapa hijau "serabut merah" itu lah yg
dikonsumsi oleh sahabatku dalam tiga hari, di mana
saat meminumnya yang paling baik yaitu pada malam
hari saat sebelum tidur. Alhasil pada beberapa hari lalu
saat sahabatku melakukan USG akhir guna kepentingan
operasi yg bakal segera di
lakukan, batu empedu yang akan di keluarkan dari
badannya itu telah hilang sama sekali cuma tersisa
sedikit pasiryg akan segera hilang dalam beberapa hari.
Pada akhirnya prosedur operasi juga dibatalkan serta
sahabatku itu sehat kembali seperti sedia kala.
Demikian tulisan ini saya bikin dengan merujuk dari
pengalaman sahabatku supaya jadi faedah, lantaran
prosedur pengangkatan kan-tung empedu menurut saya
tak menyelesaikan permasalahan yang sesungguhnya.
Di mana permasalahan yang sebenarnya sesungguhnya
ada dalam organ hati yang oleh lantaran aspek ada
sedikit kerusakan pada organ hati dan gaya hidup serta
pola makan yg tidak sehat, jadi organ hati
menghasilkan kimia tertentu pada cairan empedu yang
bila mengendap bisa membuat batuan dalam kantung
persediaan empedu.
Bila kantung empedunya dibuang, memang di pastikan
tidak akan ada lagi terbentuk batuan di sana lantaran
memang telah tidak ada lagi cairan empedu yang di
tampung. Tetapi tiap-tiap tetes produksi empedu yang
dihasilkan oleh organ hati bakal segera di tumpahkan
kedalam lambung hingga banyak kita jumpai seorang
yang pernah melakukan pengangkatan kantung empedu
alami obesitas serta berat badan berlebihan hingga di
perlukan beragam jenis obat di selama hidupnya untuk
selalu menjaga kesehatannya supaya tidak
menghadirkan permasalahan masalah kesehatan yang
baru. Demikian mudah-mudahan berguna.
Sumber: Facebook Djoko Soehardijarko
http://warungkopi.okezone.com/thread/456974/dahsyat
-cairan-ini-bisa-hancurkan-batu-empedu?ref=yfp
PENYAKIT HEPATITIS A
Hepatitis A merupakan salah satu
penyakit yang dapat me-nyerang
organ hati dan di se-babkan oleh
infeksi virus. Jum-lah pengidap
penyakit ini di dunia diperkirakan
mencapai 1,4 juta jiwa pada tiap
tahun-nya. Sementara di Asia Tenggara sendiri, kasus hepatitis A akut
menyerang sekitar 400.000 orang
per tahun de-ngan angka kematian
hingga 800 jiwa. Sebagian besar
pen-derita hepatitis A adalah anakanak.
Gejala awal yang dapat muncul
meliputi demam, mual, mun-tah,
nyeri pada sendi dan otot, serta
diare. Ketika organ hati sudah mulai
terserang, ada be-berapa gejala lain
yang akan muncul, yaitu urine
berwarna gelap, tinja berwarna
pucat, sa-kit kuning dan gatal-gatal.
Se-lain itu, daerah perut bagian kanan atas juga akan terasa sakit
terutama jika ditekan.
Tetapi tidak semua pengidap
mengalami gejala hepatitis A.
Karena itu, penyakit ini kadang sulit
untuk disadari. Hanya satu dari 10
penderita hepatitis A di bawah umur
enam tahun yang mengalami sakit
kuning. Se-dangkan pada remaja dan
orang dewasa, penyakit ini biasanya
menyebabkan gejala yang lebih -
parah dan sekitar tujuh dari 10 akan
mengalami sakit kuning.
Gejala Hepatitis A
Gejala awal yang dapat muncul
meliputi
pusing,
mual-mual,
muntah, sakit tenggorokan, diare,
kehilangan nafsu makan, kelelahan
dan nyeri pada otot serta sendi.
Ketika organ hati Anda mulai
terserang, ada beberapa gejala yang
akan muncul, yaitu urin berwarna
gelap, tinja berwarna kuning pucat,
sakit kuning serta pembengkakan
hati yang terasa sakit jika perut
kanan atas ditekan.
Tidak semua pengidap hepatitis A
akan menunjukkan gejala. Karena
itu, penyakit ini ka-dang sulit
disadari. Masa se-jak masuknya
virus sampai muncul gejala hepatitis
A membutuhkan sekitar 14-40 hari.
Tetapi masa inkubasi yang dialami
sebagian besar pengidap penyakit ini
sekitar tiga minggu.
Pengidap hepatitis A anak-anak di
bawah usia 6 tahun cenderung tidak
menunjuk-kan gejala. Hanya satu
dari 10 yang mengalami sakit
kuning. Sedangkan pada re-maja dan
orang dewasa, pe-nyakit ini biasanya
menye-babkan gejala yang lebih parah dan sekitar tujuh di antara 10
akan mengalami sakit kuning.
Penyebab Hepatitis A
Penyebab penyakit ini adalah virus
hepatitis A yang dapat menyebar
dengan sangat mu-dah. Sebagian
besar kasus hepatitis A di
Indonesia
dise-babkan
oleh
konsumsi maka-nan yang telah
terkontaminasi oleh tinja penderita
hepatitis A akibat kebersihan yang
kurang terjaga. Maka penting bagi
kita, terutama anak-anak, untuk
selalu teratur mencuci tangan dan
tidak jajan di tempat yang kebersihannya diragukan.
Beberapa faktor risiko yang dapat
meningkatkan penyebaran virus
ini meliputi:
Sanitasi yang buruk, Kurang-nya
ketersediaan air bersih, Mengkonsumsi makanan mentah, Kontak langsung dengan pengidap, misalnya karena hidup serumah, Memakai dan berbagi jarum suntik,
Berhubungan seks dengan pengidap, terutama seks anal, Pria yang
berhubungan seks dengan sesama
jenis dan Bekerja di area yang
berhubungan dengan kotoran,
misalnya selokan.
Pengobatan Hepatitis A
Langkah utama diagnosis hepatitis A yang disarankan ada-lah
pemeriksaan darah. Indikasi bahwa Anda mengidap he-patitis A
adalah jika hasil tes darah Anda
menunjukkan adanya reaksi positif
antibodi yang diproduksi oleh
sistem kekebalan tubuh saat
melawan virus ini.
Jika positif mengidap penyakit ini,
dokter akan memeriksa kondisi
hati Anda melalui tes darah
penunjang yang disebut evaluasi
fungsi organ hati dan USG.
Penyakit ini tidak memiliki
langkah penanganan khusus.
Pemulihannya hanya bergantung
pada sistem kekebalan tubuh yang
melenyapkan
virus
dengan
sendirinya. Langkah pengobatan
hepatitis A bertujuan meringankan
gejala-gejala yang dialami. Langkah
pengobatannya meliputi:
Banyak
beristirahat.
Pengidap
hepatitis A pasti akan meng-alami
kelelahan, terutama pada awal
infeksi.
Mengatasi mual-mual dan muntah,
misalnya
dengan
menghindari
makanan berle-mak dan makan
dengan porsi sedikit. Jika gejala ini
tidak berkurang, dokter biasanya
menganjurkan konsumsi obat anti
muntah seperti metoclo-pramide.
Obat ini tersedia da-lam bentuk
tablet, kapsul, ser-buk serta lewat
suntikan.
Jangan mengkonsumsi minum-an
keras atau obat-obatan yang
berdampak pada hati agar or-gan
hati Anda juga bisa ber-istirahat.
Jika ada obat-obatan tertentu yang
harus Anda gu-nakan, diskusikanlah
dosis atau jenis obat yang aman dengan dokter.
Komplikasi Hepatitis A
Berbeda dengan hepatitis B dan C,
infeksi hepatitis A umumnya tidak
menyebabkan penyakit hati jangka
panjang (kronis) dan jarang yang
ber-akibat fatal. Tapi beberapa kelompok seperti manula, orang
dengan penyakit kronis seperti
diabetes, orang dengan sistem
kekebalan tubuh yang menu-run
seperti penderita HIV dan orang
yang telah menderita penyakit hati
sebelum ter-infeksi hepatitis A lebih
rentan
untuk
mengalami
komplikasi.
Berikut adalah komplikasi yang
bisa terjadi:
Risiko Mengalami Gagal Hati
Komplikasi ini terjadi ketika fungsi
hati menurun drastis. Gagal hati
dapat menye-babkan pengidapnya
mengalami sakit kuning, mual dan
muntah-muntah. Perubahan fisik
juga akan terjadi, misalnya rambut
rontok, mudah lebam dan berdarah
seperti mimisan serta munculnya
penumpukan cair-an pada perut dan
kaki. Pen-derita gagal hati juga
menjadi lebih rentan terhadap
infeksi.
Walau jarang terjadi, risiko gagal
hati tetap harus diwaspadai karena
perkembangan kondisi pengidapnya
perlu terus dipan-tau oleh dokter
spesialis hati.
Risiko Kambuhnya Infeksi
Infeksi hepatitis A terkadang dapat
datang
kembali.
Kam-buhnya
hepatitis A bisa terjadi lebih dari
satu kali setelah in-feksi pertama.
Risiko Mengalami Kolestasis
Kolestasis biasanya terjadi pa-da
pengidap hepatitis A yang berusia
lebih tua. Kondisi ini dapat sembuh
dengan
sendi-rinya
tanpa
pengobatan khu-sus. Komplikasi ini
terjadi ke-tika cairan empedu
menumpuk di dalam hati. Gejalagejalanya meliputi penurunan berat
ba-dan, demam, sakit kuning yang
tidak kunjung sembuh dan diare.
Pencegahan Hepatitis A
Pencegahan hepatitis A yang utama
adalah de-ngan menjaga kebersihan.
Hal ini dapat di-lakukan dengan
langkah mudah seperti:
Selalu mencuci tangan dengan
sabun dan air bersih, contohnya
sebelum
makan,
sebelum
meng-olah
makanan
dan
setelah ke toilet.
Jangan berbagi barang-barang
pribadi seperti sikat gigi atau
handuk.
Jangan saling meminjamkan
peralatan makan.
Selalu memasak makanan
sampai matang dan merebus air
sampai mendidih.
Hindari jajan di pedagang kaki
lima
yang
kebersihannya
kurang terjaga.
Hindari konsumsi makanan
mentah yang berasal dari
perairan yang terkontaminasi,
misalnya tiram.
(Sumber:
http://www.alodokter.com/hepatitisa/)
RAKER KKP BANDARA SOETTA
DENGAN KOMITE III DPD RI
Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI
mengadakan rapat dengan Jajaran Kantor Kesehatan
Pelabuhan (KKP) Bandara Soekarno-Hatta (Bandara
Soetta)
membahas soal RUU Kekarantinaan
Kesehatan, dan langkah-langkah antisipatif berbagai
penyakit yang menjadi warning organisasi kesehatan
dunia.
“Kita harus segera mengambil langkah-langkah
antisipatif, mengingat Bandara Soetta memiliki arus
lalu-lintas warga Internasional yang cukup tinggi.
Termasuk bandara Internasional di berbagai provinsi
lainnya,” kata dr. Oenedo Gumarang, M.PHM, Kepala
Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) kelas 1 Bandara
Soekarno Hatta (Soeta) seusai rapat tersebut. Tindakan
preventif ini dilakukan, karena tak hanya
mengantisipasi peredaran virus Zika. Akan tetapi juga
untuk virus DBD (demam berdarah dengue) di
karenakan kedua virus itu sama-sama disebarkan lewat
nyamuk.
“Untuk itu dalam pelaksanaan teknis, KKP bekerjasama
dengan pihak airline di Bandara Soetta. Terutama
mendeteksi semua penumpang pesawat, dari Negara
yang diindikasikan sebagai asal penyakit Mers
sebelumnya, seperti dari Arab Saudi. Jika ada
penumpang yang diketahui terjangkit penyakit, maka
kami langsung diberitahukan pihak airline. Terutama
dari Arab Saudi, yang diketahui sebagai asal
terjangkitnya penyakit Mers,” jelasnya.
“Upaya antisipasi lainnya tetap dilakukan secara dini,
berupa pembersihan rutin, lanjut dr. Oenedo, “Kita
selalu ada pembersihan rutin untuk mencegah
penyebaran jentik-jentik nyamuk di seluruh area
Bandara Soekarno-Hatta. Pembersihan itu dilakukan
rutin per minggu. Berbagai tempat yang dianggap
sebagai sarang jentik di area bandara terus
dibersihkan,”
Akan halnya RUU Kekarantinaan Kesehatan yang
dibahas dengan Komite III DPD RI, dr. Oenedo
berharap RUU tersebut: “Kita sih berharap, tahun 2016
ini RUU Kekarantinaan Kesehatan sudah disahkan DPR
menjadi UU. Sehingga dapat segera diimplementasikan
di berbagai bandara”.
JAKARTA (wartamerdeka) – Berkembangnya pengaruh
penyebaran virus Zika belakangan ini, membuat
beberapa Negara harus segera mengantisipasinya,
termasuk Indonesia.
Sebagaimana diketahui, Organisasi Kesehatan Global
(WHO) sebelumnya menyatakan, virus Zika diduga
kuat menyebabkan lonjakan jumlah bayi cacat di
Amerika Selatan, sebagai kondisi darurat kesehatan
internasional. Sebagai Negara yang perlintasan antar
warga Internasionalnya cukup tinggi, Indonesia rentan
dengan penyebaran virus Zika.
Sebab itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah
memanggil Menteri Kesehatan RI, untuk segera
mengambil langkah-langkah antisipatif.
“Yang kami ketahui, Bapak Presiden Jokowi sudah
memanggil Ibu Menteri Kesehatan, pada tanggal 3
Februari lalu di Istana Negara. Selanjutnya, kami dari
KKP akan rapat dengan Ibu Menteri besok Jumat, untuk
mendengarkan instruksi pelaksanaannya,” ujar dr.
Oenedo Gumarang, M.PHM, Kepala Kantor Kesehatan
Pelabuhan (KKP) kelas 1 Bandara Soekarno Hatta
(Soeta), saat dihubungi Kamis (04/02/2016) di
kantornya.