Pendahuluan
Arti Penting Modal
Dalam perbankan terutama perbankan syariah, modal punya peran vital. Setidaknya menurut hemat penulis ada dua arti penting modal, yaitu sebagai indikator kepercayaan masyarakat terhadap bank dan sebagai alat perlindungan nasabah. Berawal dari pertanyaan, apa yang sebenarnya yang dijual bank. Bisnis bank sebenarnya adalah bisnis kepercayaan (trust). Konsep pengamanatan dana menjadi konsep sentral dari skema perbankan, maka dari itu aspek kepercayaan menjadi aspek utama. Orang hanya akan memasrahkan uangnya pada sebuah individu maupun institusi yang mereka percayai. Percaya baik dalam hal mengelola dananya dan dalam hal menjaga dananya. Dalam hal mengelola maka pihak penitip dana akan percaya bahwa jika dana dititipkan kepada pengelola dana akan mampu menghasilkan laba. Sedangakan dalam hal menjaga dana, maka pihak penitip dana percaya bahwa dana yang dititipkan kepada pihak penerima titipan, dananya akan aman sampai penitip mengambil dananya kembali. Penitip dana harus percaya bahwa dana yang dititipkan harus kembali 100%. Jika bank tidak mampu menjaga kepercayaan masyarakat maka bisa dikatakan sudah hancurlah bank tersebut, atau setidaknya bank tidak akan efektif dan efisien lagi dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga penyalur dana (intermediary institution).
Arti penting kedua adalah melindungi nasabah. Perlindungan nasabah sebenarnya erat kaitannya dengan arti penting pertama yaitu kepercayaan. Misalnya dalam sebuah skenario buruk bahwa bank sedang mengalami kegagalan dalam menjalankan aktivitas bisnisnya, maka nasabah harus dipastikan tidak terkena dampaknya, atau setidaknya bisa ditekan sekecil mungkin. Alat untuk melindungi nasabah ini maka tidak lain dan tidak bukan adalah modal bank itu sendiri. Modal harus mampu menjadi buffer nasabah yaitu semacam alat untuk menyekat antara nasabah dan resiko sehingga nasabah tidak terkena dampak dari resiko aktivitas bank.
Pembahasan
Pengertian Modal
Modal dalam arti luas
Modal menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah uang yang dipakai sebagai pokok induk untuk berdagang, melepas uang, dan sebagainya yang dapat dipergunakan untuk menghasilkan sesuatu yang menambah kekayaan. Masih menurut KBBI modal juga diartikan sebagai dasar atau bekal untuk bekerja.
Menurut Chaudhry (1999) modal adalah kekayaan yang digunakan untuk menghasilkan kekayaan lainnya. Modal termasuk semua barang yang diproduksi akan tetapi tidak dikonsumsi atau digunakan untuk memproduksi barang di masa yang akan datang. Lebih lanjut Chaudhry menambahkan bahwa yang dimaksud modal adalah barang yang diproduksi manusia. Jadi tanah, dan tenaga kerja (manusia) tidak termasuk modal, akan tetapi merupakan faktor produksi lainnya (selain modal). Chaudhry membedakan modal dengan faktor produksi lainnya karena tanah dan tenaga kerja adalah faktor yang given, artinya pemberian dari Tuhan. Sementara faktor produksi yang dibuat oleh manusia maka itulah yang disebut modal.
Modal dalam arti sempit (perbankan)
Modal dalam arti perbankan adalah kekayaan bersih (net worth) yang diperoleh dari selisih antara nilai aset bank dengan kewajibannya (liabilities). Besarnya nilai modal yang tertera dalam neraca mencerminkan besarnya tingkat kepemilikan investor (pemegang saham) terhadap bank.
Secara lebih rinci modal bank adalah dana yang diserahkan pemilik (owner). Pada periode tahun akhir buku, setelah dihitung keuntungan yang diperoleh pada tahun tersebut, pemilik modal akan memperoleh bagian usaha, yang biasa disebut dividend. Modal itu kemudian bisa digunakan untuk membeli gedung, tanah, perlengkapan dan sebagainya yang secara langsung tidak menghasilkan pendapatan. Selain itu modal juga bisa digunakan untuk disalurkan ke hal-hal yang produktif menjadi pembiayaan.
Sumber Modal
Pada dasarnya sumber modal bank syariah dan bank konvensional tidak banyak berbeda. Hanya saja jika kita mau langsung menelaah dari segi aspek fiqih Islam maka sumber modal bank syariah harus jelas dari sumber yang halal. Aspek kehalalan itulah yang menjadi pembeda antara antara modal bank syariah dengan bank konvensinal.
Sumber utama bank syariah adalah modal inti. Modal inti adalah modal yang berasal dari pemilik bank yang terdiri dari modal yang diinvestasikan para pemegang saham cadangan dan laba ditahan. Modal inti juga termasuk dana-dana yang tercatat dalam rekening bagi hasil mudharabah. Modal inti inilah yang berfungsi sebagai penyokong dan mengembalikan kerugian bank dan melindungi dana-dana dari para pemegang rekening penitipan wadiah atau pinjaman qard. Modal inti melindungi aktivitas yang dibiayai oleh dana sendiri, wadiah dan qard.
Dana-dana rekening bagi hasil (mudharabah) sebenarnya juga bisa dikategorikan sebagai modal, yang biasanya disebut kuasi ekuitas. Namun, rekening ini hanya bisa menanggung resiko atas aktivitas yang dibiayai oleh dana dari rekening bagi hasil itu sendiri. Selain itu ada kesepakatan bahwa pemilik dana bisa mengajukan keberatan atau menolak untuk menanggung resiko atas aktiva yang dibiayainya. Hal yang mendasari penolakan ini adalah karena ada kemungkinan salah urus (mis-management) dari pihak bank, kelalalian atau penipuan dari pihak bank selaku mudharib. Disamping itu, untuk modal dari pinjaman (subordinated loan), menurut Antonio, dalam pandangan syariah, modal seperti itu masuk kategori qardh. Qardh adalah pinjaman harta yang bisa diminta kembali. Dalam literatur fiqh Salaf al-salih, qardh dikategorikan ke dalam akad saling membantu dan bukan transaksi komersial.
Dalam kaedah Islam, jika kita memberikan pinjaman maka kita dilarang untuk meminta imbalan karena itu termasuk riba. Akan tetapi setiap penerima pinjaman wajib menjamin pinjaman tersebut ketika jatuh tempo. Maka dari itu posisi qardh setara dengan kewajiban utang lainnya. Atas dasar itulah maka qardh tidak bisa dimasukkan kedalam modal yang bisa digunakan untuk ikut menanggung resiko atas aktivitas perbankan atau memberikan perlindungan kepada para deposan. Dengan uraian ini maka dana qardh tidak termasuk ke dalam modal bank.
Fungsi Modal Bank
Menurut Svitek, secara umum fungsi bank dapat dikategorikan menjadi tiga fungsi, yaitu fungsi kepercayaan, fungsi pembiayaan, dan fungsi pembatasan.
Fungsi kepercayaan.
Setiap nasabah yang ingin menabungkan uangnya di bank harus merasa yakin bahwa dana yang mereka “pasrahkan” kepada bank harus aman. Apabila terjadi kegagalan bank dalam menjalankan aktivitas bisnisnya maka bank mampu menutup kegagalan tersebut dengan modal yang dipunyainya. Modal bank mampu mengindikasikan kemampuannya dalam menanggung semua kewajiban dengan aset yang dimilikinya. Jika dilihat dari sisi uang kas, maka semakin besar modal bank (kas) maka bank akan semakin mudah untuk menyelesaikan masalah likuiditasnya. Masalah likuiditas selalu melekat tiga hal yaitu jumlah dana, biaya dana, dan jangka waktu dana. Dengan memikirkan ketiga hal tersebut maka akan lebih efektif dan efisien jika penyelesaian masalah likuiditas diambil dari modal sendiri bukan dari rekening nasabah. Meskipun bank bisa menyelesaikannya dengan menggunakan dana nasabah akan tetapi prioritas utama tetap dari modal sendiri. Kecilnya modal maka akan memaksa bank untuk meminjam dana dari masyarakat. Padahal jika bank harus meminjam dana dari masyarakat atau pihak lain, pasti selalu ada biaya meminjam dari dana tersebut. Maka akibatnya adalah akan mengurangi keuntungan bank.
Fungsi pembiayaan
Aset-aset tetap seperti tanah, gedung dan perlengkapan dibiayai langsung dari modal, apalagi jika bank itu baru berdiri. Salah satu komponen modal adalah laba yang tidak dibagikan. Laba yang tidak dibagikan ke pemegang saham ini maka akan dialokasikan untuk membeli aset-aset baru. Aset-aset baru itu bisa dalam bentuk aset tetap atau aset-aset produktif. Jika laba itu dialokasikan dalam bentuk aset produktif maka itu akan sangat bagus karena keuntungan yang didapat akan maksimal yang dihasilkan dari modal yang bebas biaya. Sebaliknya jika bank tidak punya cukup modal untuk melakukan pembelian aset-aset produktif, maka bank akan terpaksa harus meminjam dana dari pihak di luar bank yang mana modal tersebut tidak bebas biaya.
Fungsi pembatasan
Modal adalah referensi yang banyak digunakan untuk membatasi berbagai jenis aset dan transaksi perbankan. Tujuannya adalah untuk mencegah bank dari mengambil terlalu banyak peluang. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio / CAR), sebagai batas utama, mengukur modal terhadap aset tertimbang menurut resiko. Setiap aset beresiko-tertimbang memiliki bobot nilai tersendiri. Nilai resiko dihasilkan dengan mengalikan nilai aset dengan bobot yang berkisar antara 0 sampai 100%. Persyaratan minimum rasio modal terhadap aset berisiko-tertimbang (CAR) adalah 8 persen.
Pembahasan mengenai CAR akan disajikan dalam bab selanjutnya.
Kecukupan Modal Bank
Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa untuk mengukur tingkat kecukupan modal digunakan indikator CAR. Tingkat kecukupan modal ini dapat diukur dengan cara (1) membandingkan modal dengan dana-dana pihak ketiga dan (2) membandingkan modal dengan aktiva beresiko.
(1) Membandingkan modal dengan dana-dana pihak ketiga
Dilihat dari sudut perlindungan kepentingan para deposan, perbandingan antara modal dengan pos-pos pasiva merupakan petunjuk tentang tingkat keamanan simpanan masyarakat pada bank. Perhitungannya merupakan ratio modal dikaitkan dengan simpanan pihak ketiga (giro, deposito dan tabungan) sebagai berikut :
Modal dan cadangan
= 10%
Giro + Deposito + tabungan
Dari perhitungan tersebut diketahui bahwa ratio modal atas simpanan cukup dengan 10% dan dengan ratio itu permodalan bank dianggap sehat.
Ratio antara modal dan simpanan masyarakat harus dipadukan dengan memperhitungkan aktiva yang mengandung resiko. Oleh karena itu modal harus dilengkapi oleh berbagai cadangan sebagai penyangga modal, sehingga secara umum modal bank terdiri dari modal inti dan modal pelengkap.
(2) Membandingkan modal dengan aktiva beresiko.
Ukuran kedua inilah yang dewasa ini menjadi kesepakatan BIS (bank for International Settlements) yaitu organisasi bank sentral dari negara-megara maju yang disponsori oleh Amerika Serikat, Kanada, negara-negara Eropah Barat dan Jepang. Kesepakatan tentang ketentuan permodalan itu dicapai pada tahun 1988, dengan menetapkan CAR, yaitu ratio minimum yang mendasarkan kepada perbandingan antara modal dengan aktiva beresiko.
Kesepakatan ini dilatar-belakangi oleh hasil pengamatan para ahli perbankan negara-negara maju, termasuk para pakar IMF dan World Bank, tentang adanya ketimpangan struktur dan sistem perbankan internasional.
Hal ini didukung oleh beberapa indikasi sebagai berikut :
Krisis pinjaman negara-negara Amerika Latin telah mengganggu kelancaran arus peredaran uang internasional.
Persaingan yang dianggap unfair antara bank-bank Jepang dengan bank-bank Amerika dan Eropah di Pasar Uang Internasional. Bank-bank Jepang memberikan pinjaman amat lunak (bunga rendah) karena ketentuan CAR di negara itu amat lunak, yaitu antara 2 sampai 3 persen saja.
Terganggunya situasi pinjaman internasional yang berakibat terganggunya perdagangan internasional.
Berdasarkan indikasi-indikasi itu lalu BIS menetapkan ketentuan perhitungan Capital Edequacy Ratio (CAR) yang harus diikuti oleh bank-bank di seluruh dunia sebagai aturan main dalam kompetisi yang fair di pasar keuangan global, yaitu ratio minimum 8% permodalan terhadap aktiva berisiko .
e. Penerapan CAR untuk Perbankan Indonesia
1. Jenis modal
Modal dibagi ke dalam modal inti dan modal pelengkap
Modal inti (tier 1) terdiri dari :
Modal Setor, yaitu modal yang disetor secara efektif oleh pemilik. Bagi Bank milik koperasi modal setor terdiri dari simpanan pokok dan simpana wajib para anggotanya.
Agio saham, yaitu selisih lebih dari harga saham dengan nilai nominal saham.
Modal sumbangan, yaitu modal yang diperoleh kembali dari sumbangan saham, termasuk selisih nilai yang tercatat dengan harga (apabila saham tersebut dijual).
Cadangan Umum, yaitu cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba yang ditahan dengan persetujuan RUPS.
Cadangan tujuan, yaitu bagian laba setelah pajak yang disisihkan untuk tujuan tertentu atas persetujuan RUPS.
) Laba ditahan, yaitu saldo laba bersih setelah pajak yang oleh RUPS diputuskan untuk tidak dibagikan.
Laba tahun lalu, yaitu laba bersih tahun lalu setelah pajak, yang belum ditetapkan penggunaannya oleh RUPS.
Jumlah laba tahun lalu hanya diperhitungkan sebesar 50 % sebagai modal inti. Bila tahun lalu rugi harus dikurangkan terhadap modal inti.
Laba tahun berjalan, yaitu laba sebelum pajak yang diperoleh dalam tahun berjalan.
– Laba ini diperhitungkan hanya 50% sebagai modal inti.
– Bila tahun berjalan rugi, harus dikurangkan terhadap modal inti.
Bagian kekayaan bersih anak perusahaan yang laporan keuangannya dikonsolidasikan, yaitu modal inti anak perusahaan setelah dikompensasikan dengan penyertaan bank pada anak perusahaan tersebut.
Bila dalam pembukuan bank terdapat goodwill, maka jumlah modal inti harus dikurangkan dengan nilai goodwill tersebut.
Bank syariah dapat mengikuti sepenuhnya pengkategorian unsur-unsur tersebut di atas sebagai modal inti, karena tidak ada hal-hal yang bertentangan dengan prinsp-prinsp syariah.
Modal pelengkap (tier 2)
Modal pelengkap terdiri atas cadangan-cadangan yang dibentuk bukan dari laba setelah pajak serta pinjaman yang sifatnya dipersamakan dengan modal. Secara terinci modal pelengkap dapat berupa :
– Cadangan revaluasi aktiva tetap
– Cadangan penghapusan aktiva yang diklasifkaskan
– Modal pinjaman yang mempunyai ciri-ciri :
Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dan dipersamakan dengan modal dan telah dibayar penuh.
Tidak dapat dilunasi atas inisiatif pemilik, tanpa persetujuan BI.
Mempunyai kedudukan yang sama dengan modal dalam hal memikul kerugian bank.
Pembayaran bunga dapat ditangguhkan bila bank dalam keadaan rugi.
– Pinjaman subordinasi yang memenuhi syarat-syarat sbb:
Ada perjanjian tertulis antara pemberi pinjaman dengan bank.
Mendapat persetujuan dari BI.
Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan.
Minimal berjangka waktu 5 tahun.
Pelunasan pinjaman harus dengan persetujuan BI
f. Hak tagih dalam hal terjadi terjadi likuidasi berlaku paling akhir (kedudukannya sama dengan modal)
Modal pelengkap ini hanya dapat diperhitungkan sebagai modal setinggi-tingginya 100 % dari jumlah modal inti.
Khusus menyangkut modal pinjaman dan pinjaman subordinasi, bank syariah tidak dapat mengkategorikannya sebagai modal, karena sebagaimana diuraikan di atas, pinjaman harus tunduk pada prinsip qard dan qard tidak boleh diberikan syarat-syarat seperti ciri-ciri atau syarat-syarat yang diharuskan dalam ketentuan tersebut.
2. Tata-cara Perhitungan Kebutuhan modal minimum
Perhitungan kebutuhan modal didasarkan pada aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Yang dimaksud dengan aktiva dalam perhitungan ini mencakup baik aktiva yang tercantum dalam neraca maupun aktiva yang bersifat administratif sebagaimana tercermin dalam kewajiban yang masih bersifat kontingen dan atau komitmen yang disediakan bagi pihak ketiga. Terhadap masing-masing jenis aktiva tersebut ditetapkan bobot risiko yang besarnya didasarkan pada kadar risiko yang terkandung dalam aktiva itu sendiri atau yang didasarkan atas penggolongan nasabah, penjamin atau sifat barang jaminan.
Berdasarkan prinsip tersebut di atas, maka rincian bobot risiko dan ATMR untuk semua aktiva adalah seperti contoh formulir perhitungan penyediaan modal minimum sebagai berikut:
Tabel 1
Daftar Bobot Aktiva Tertimbang Menurut Resiko
Keterangan
bobot
I. AKTIVA TERTIMBANG MENURUT RISIKO (ATMR)
1. AKTIVA NERACA (rupiah dan valas)
1.1. Kas
1.2. Emas dan mata uang emas
1.3. Giro pada Bank Indonesia
1.4. Tagihan pada bank lain
pada bank sentral negara lain.
pada bank lain
pada bank lain yang dijamin oleh pemerintah pusat atau bank sentral
1.5. Surat berharga yang dimiliki
SBI
Treasury bill negara lain
Sertifikat bank sentral negara lain
SBPU
– Yang diterbitkan atau dijamin oleh Bank sentral dan Pemerintah Pusat
– yang diterbitkan dan dijamin dengan uang kas, uang kertas asing, emas, serta giro, deposito dan tab. Pada bank ybs. Sebesar nilai jaminan tersebut.
– yang diterbitkan atau dijamin oleh bank lain, pemerintah daerah, lembaga non departemen di Indonesia, dan bank pembangunan multilateral.
– yang diterbitkan atau dijamin oleh BUMN dan perusahaan milik pemerintah pusat negara lain
– yang diterbitkan atau dijamin oleh pihak swasta lainnya
Saham dan Obligasi
– yang diterbitkan oleh bank lain
– yang diterbitkan oleh BUMN dan pemerintah milik pemerintah ousat negara lain
– yang diterbitkan oleh pihak swasta lainnya
1.6. Kredit yang diberikan kepada atau dijamin oleh
bank sentral
– pemerintah pusat
– uang kas, uang kertas asing, emas, mata uang emas, serta giro, deposito dan tabungan pada bank ybs. sebesar nilai dari jaminan tersebut
– bank lain, pemda, lembaga non departemen di Indonesia, bank pembangunan multilateral
– BUMN dan perusahaan milik pemerintah pusat Negara lain
– Pihak-pihak lainnya
KPR yang dijamin oleh hipotek pertama dengan tujuan untuk dihuni
1.7. Penyertaan
1.8. Aktiva tetap dan inventaris (nilai buku)
1.9. Antar kantor aktiva (netto)
1.10. Rupa-rupa aktiva
1.11. Jumlah ATMR aktiva neraca
2. REKENING ADMINISTRATIF (rupiah dan valas)
Fasilitas kredit yang belum dipergunakan yang disediakan sampai dengan akhir tahun takwim berjalan yang disediakan bagi atau dijamin oleh/dengan, atau dijamin surat-berharga yang diterbitkan oleh :
– Bank Sentral
– Pemerintah Pusat
– Uang kas, uang kertas asing, emas, mata uang emas, serta giro, deposito dan tabungan pada bank yang bersangkutan sebesar nilai dari jaminan tersebut.
– bank lain, pemda, lembaga non departemen di Indonesia, bank pembangunan multilateral
– BUMN dan perusahaan milik pemerintah pusat negara lain.
– Pihak-pihak lainnya.
Yang disediakan dalam rangka KPR yang dijamin hipotik pertama dengan tujuan untuk dihuni.
Jaminan bank
Dalam rangka pemberian kredit termasuk Standby L/C dan risk sharing serta endosemen atau aval atas surat-surat berharga yang diberikan atas permintaan :
– Bank sentral dan pemerintah pusat
– Bank lain, pemda, lembaga non departemen di Indonesia, bank pembangunan multilateral.
– BUMN dan perusahaan milik pemerintah pusat negara lain
– Pihak-pihak lainnya
Bukan dalam rangka pemberian kredit, seperti bid bonds, performance bonds, dan advance payment bonds, yang diberikan atas pertintaan :
– bank sentral dan pemerintah pusat
– bank lain, pemda, lembaga non departemen di Indonesia, bank pembangunan multilateral.
– BUMN dan perusahaan milik pemerintah pusat negara lain
– Pihak-pihak lain.
L/C yang masih berlaku (tidak termasuk standby L/C) yang diberikan atas permintaan :
– bank sentral dan pemerinta pusat
– bank lain, pemda, lembaga non departemen di Indonesia, bank pembangunan multilateral
– BUMN dan perusahaan milik pemerintah pusat negara lain
– pihak-pihak lain
d. Kewajiban membeli kembali aktiva bank dengan syarat repurchase sgreement
e. Posisi netto kontrak berjangka valuta asing dan swap bunga (forward exchange contract and interest rate swap contract)
f. Jumlah ATMR rekening administratif
3. JUMLAH ATMR (1.1.11 + 2.2.5.)
20 %
20%
50%
100%
20%
50%
100%
20%
50%
100%
50%
100%
100%
100%
100%
10%
25%
50%
25%
20%
50%
100%
10%
25%
50%
10%
20%
100%
4%
ATMR aktiva neraca diperoleh dengan cara mengalikan nilai nominal items neraca tersebut dengan bobot risiko. Misalnya kredit pemilikan rumah (KPR) sebesar Rp.1 milyar dengan bobot risiko 50 % maka ATMR adalah Rp. 500 juta.
ATMR aktiva administratif diperoleh dengan cara mengalikan nilai nominal dengan bobot risiko aktiva administratif tersebut. Midalnya Jaminan bank yang diberikan atas permintaan Pemda sebesar Rp.1 milyar dengan bobot risiko 20 % maka ATMR adalah Rp.200 juta.
Setelah angka ATMR diperoleh maka kebutuhan modal minimum atau CAR bank sedikit-dikitnya adalah 8 % dari ATMR. Dengan membandingkan ratio modal dengan kewajiban penyediaaan modal minimum, maka akan diketahui apakah bank telah memenuhi ketentuan CAR atau tidak.
3. Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) bank syariah
Resiko atas modal berkaitan dengan dana yang diinvestasikan pada aktiva beresiko, baik yang beresiko rendah ataupun yang resikonya lebih tinggi dari yang lain. ATMR adalah faktor pembagi (denominator) dari CAR sedangkan modal adalah faktor yang dibagi (numerator) untuk mengukur kemampuan modal menanggung resiko atas aktiva tersebut.
Dalam menelaah ATMR pada bank syariah, terlebih dahulu harus dipertimbangkan , bahwa aktiva bank syari’ah dapat dibagi atas:
Aktiva yang didanai oleh modal sendiri dan/atau kewajiban atau hutang (wadi’ah atau qard dan sejenisnya) dan
Aktiva yang didanai oleh rekening bagi hasil (Profit and loss Sharing Investment Account) yaitu mudharabah (baik General Investment Account/mudharabah mutlaqah yang tercatat pada neraca/on balance sheet maupun Restricted Investment Account/mudharabah muqayyadah yang dicatat pada rekening administratif/off balance sheet).
Aktiva yang didanai oleh modal sendiri dan kewajiban atau hutang, resikonya ditanggung oleh modal sendiri, sedangkan aktiva yang didanai oleh rekening bagi hasil, resikonya ditanggung oleh dana rekening bagi hasil itu sendiri. Namun demikian, sebagaimana telah diuraikan di atas, pemilik rekening bagi hasil dapat menolak untuk menanggung resiko atas aktiva yang dibiayainya, apabila terbukti bahwa resiko tersebut timbul akibat salah urus (mis management), kalalaian atau kecurangan yang dilakukan oleh manajemen bank selaku mudharib. Oleh karenanya tetap ada potensi resiko, (katakanlah dengan probability 50 %), yang harus ditanggung oleh modal bank sendiri. Hal ini mengandung konsekuensi bahwa atas aktiva ini harus pula dibentuk PPAP.
Berdasarkan pembagian jenis aktiva tersebut di atas, maka pada prinsipnya bobot resiko bank syari’ah atas :
Aktiva yang dibiaya oleh modal bank sendiri dan / atau dana pinjaman (wadi’ah, card dan sejenisnya) adalah 100 %, sedangkan
Aktiva yang dibiaya oleh pemegang rekening bagi hasil (baik general ataupun restricted investment account) adalah 50 %
Penggolongan lebih lanjut (berdasarkan rating pihak-pihak yang dibiayai / pengelola dana investasi atau penjaminnya) dapat mengkuti ketentuan Bank Indonesia ataupun Busle commitee yang ada.
Bobot risiko modal atas aktiva (%)
Bobot risiko aktiva(%)*
Konversi bobot risiko(%)
Surat berharga yang dijamin oleh bank-bank Nasional atau bank-bank utama (prime bank) Asing
Didanai oleh modal sendiri
Didanai oleh rekening bagi hasil
Pembiayaan kepada pihak lain
Didanai oleh modal sendiri
Didanani oleh rekening bagi hasil
100
50
100
50
20
20
100
100
20
10
100
50
*) Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia ataupun Busle commitee yang ada
4. Kualitas Aktiva Produktif (KAP)
Menurut Muhammad (2011) aktiva produktif bank syari’ah dapat dibedakan atas :
a. Piutang penjualan (murabahah) dan sewa (ijarah)
b. Investasi pada:
· Musyarakah
· Mudharabah
· Salam
· Istishna’
· Persediaan
· Aktiva yang disewakan
Kualitas piutang penjualan (murabahah) dan sewa (ijarah) didasarkan pada kemampuan membayar, kondisi keuangan dan prospek usaha. Demikian juga kualitas investasi pada musyarakah dan mudharabah dapat di dasarkan atas tingkat kesesuaian antara realisasi bagi hasil dengan proyeksinya, kondisi keuangan dan prospek usaha.
Dalam pembiayaan mudharabah, bank dapat menolak untuk menanggung resiko, bila ternyata diakibatkan oleh kesengajaan, kelalian atau pelanggaran oleh nasabah sebagai mudharib. Berdasarkan hal itu maka faktor jaminan dalam pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan untuk menutup resiko tersebut.
Salam dan istishna’ adalah cara memperoleh barang dengan membayar di muka sedang barangnya akan diterima kemudian, dan bukan aktiva produktif. Oleh karena itu tidak diperlukan perhitungan KAPnya. Sedangkan untuk masalah pencadangannya diatur dalam standar akuntansi sebagaimana unsur aktiva lain (seperti aktiva dalam proses). Demikian pula halnya dengan persediaan dan aktiva yang disewakan.
Penutup
Modal memiliki peran penting dalam perbankan, yaitu untuk membagun kepercayaan (trust) nasabah dan sebagai aspek perlindungan dana nasabah. Modal menjadi indikator yang penting karena modal dijadikan acuan untuk mengukur besaran-besaran risiko dalam aktivitas perbankan. Dalam perbankan syariah modal yang didapat dari pihak luar (qardh) tidak bisa dikategorikan sebagai modal, sehingga tidak bisa digunakan untuk ikut menanggung resiko dari kegagalan aktivitas perbankan.
Daftar Pustaka
Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syariah,Dari Teori ke Praktik, Jakarta; Gema Insani Press, 2001.
Chaudry, Muhammad Sharif, Fundamental of Islamic Economyc System, Lahore: Burhan Education, 1999.
Martin Svitek, Functions of Bank Capital, Slovenia; Narodna Banka Slovenska, 2001.
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta; UPP AMP YKPN, 2011.
19