TUGAS MANAJEMEN PEMBERIAN PAKAN
RIVIEW JURNAL KERANG ABALON (Haliotis sp.)
Disusun Oleh Kelompok 7:
Manggala Bintang Idatra (26010213140090)
Humidah Sarah (26010213140058)
Ahmadi Arif Setiawan (26010213140108)
Azis Nurmaslakhah (26010213140073)
Ratih Wulandari (26010213140126)
Santika Kurnia Dewi (26010213120016)
Gini Pringgowati (26010213120033)
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2015
BAB I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Abalone (Haliotis spp) atau siput laut disebut juga awabi, mutton fish, sea ear dalam bahasa`daerah disebut dengan medau atau kerang mata tujuh atau kerang telinga laut. Di dunia diperkirakan ada sekitar 100 jenis abalone, 20 spesies merupakan ekonomis penting. Di pasaran internasional jenis abalone haliotis asinina mencapai harga Rp 200 ribu/Kg sedangkan abalone haliotis supertextra lebih mahal, bisa mencapai Rp 600 ribu/Kg. Saat ini permintaan pasar khususnya pasar Asia seperti Cina, Singapura Jepang dan lain-lain semakin meningkat, ini menunjukkan bahwa komoditi ini layak untuk dikembangkan di masa mendatang. Selama ini pasokan pasar diperoleh dari hasil tangkapan dari alam dengan hasil yang sedikit dan ukuran yang beragam. Selain di NTB abalon ditemukan di beberapa perairan laut seperti Kepulauan Seribu, Pulau Madura, pesisir selatan pulau Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku. Penduduk sekitar pantai menangkap abalone di balik batu-batu karang saat surut terrendah pada pagi atau sore hari dengan menggunakan alat berupa kait yang terbuat dari kawat. Jumlah dan ukuran beragam (tidak ada pemilahan atau pembatasan) sehingga mengurangi populasi abalon baik ukuran besar maupun ukuran kecil, bahkan untuk mendapatkan abalone yang bermutupun semakin sulit. Pasalnya, jenis kerang yang senang hidup di dasar laut dan menempel di bebatuan ini memang rentan terhadap pencemaran. Terlebih lagi, karena hanya memiliki satu cangkang sehingga gerakannya sangat lambat hewan ini jadi mudah disantap oleh predator laut lainnya.
Abalone sudah dikembangakan sejak lama seperti Jepang dimana disetiap propinsi memiliki unit hatchery abalone baik milik pemerintah maupun swasta. Di Taiwan dengan asistensi JICA pembenihan Haliotis asinina sudah berhasil sejak tahun 1989 begitu juga di Philipina (SEAFDEC). Sedangkan di Indonesia Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) sejak dua tahun terakhir mulai menggalakkan budidaya abalone. Selain mengembangkan teknik budidayanya, kini bersama sejumlah pengusaha asal Jepang sedang membangun lembaga riset di Bali yang khusus menangani penelitian dan pengembangan abalone. Hasil produksi dari proyek budidaya ini sudah siap ditampung oleh Kyowa Concrete Industries, yakni perusahaan asal negara Jepang. Di Jepang abalone (jenis kerang termasuk dalam keluarga holitoidae) tergolong jenis makanan laut yang sangat eksklusif yang hanya dihidangkan di sejumlah hotel atau restoran berbintang dengan tarif paling murah Rp 1,5 juta per porsi. Itu sebabnya menu kerang ini hanya layak dikonsumsi bagi kalangan berkantong tebal. Menurut Reyes et al (1996) abalone mempunyai nilai gizi yang cukup tingi dengan kandungan protein 71,99%, lemak 3,20%, serat 5,60%, abu 11,11% dan kadar air 0,60% Selain itu cangkangnya dapat digunakan untuk perhiasan, pembuatan kancing baju dan berbagai bentuk kerajinan lainnya. Hal yang menarik dari budidaya abalone adalah bersifat low tropic level (larvanya memakan bentik diatom dan dewasanya makan rumput laut/makroalga) sehingga biaya produksi relatif murah. Konsekuensi logis dari pengembangan budidaya abalon adalah tersedianya benih dalam jumlah dan kontinuitas yang memadai dalam upaya untuk memasifkan budidaya abalone ini.
Rumusan Masalah
Apa saja faktor – faktor pendukung pertumbuhan kerang abalone yang dipengaruhi oleh pakan pakan?
Bagaimana pengaruh pemberian pakan dengan kandungan protein yang berbeda terhadap pertumbuhan kerang abalone?
Bagaimanakah manajemen pemberian pakan yang tepat agar dapat meningkatkan pertumbuhan kerang abalone?
Tujuan
Mengetahui faktor – faktor pendukung pertumbuhan kerang abalone yang dipengaruhi oleh pakan pakan.
Mengetahui pengaruh pemberian pakan dengan kandungan protein yang berbeda terhadap pertumbuhan kerang abalone.
Mengetahui manajemen pemberian pakan yang tepat agar dapat meningkatkan pertumbuhan kerang abalone
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Abalone memiliki cangkang tunggal atau monovalve dan menutupi hampir seluruh tubuhnya. Pada umumnya berbentuk oval dengan sumbu memanjang dari depan (anterior) ke belakang (posterior) bahkan beberapa spesies berbetuk lebih lonjong. Sebagaimana umumnya siput, cangkang abalone berbentuk spiral namun tidak membentuk kerucut akan tetapi berbentuk gepeng. Mulut terdapat dibagian dasar dari kepala, tidak memiliki gigi tapi terdapat lidah yang ditutupi oleh gigi geligi dan disebut radula yang digunakan untuk memarut atau menggerus makanan yang menempel pada substrat. Larva abalone tidak makan (lesitotrofik) dan tidak memiliki alat pencernaan. Larva abalone dapat memanfaatkan karbon organik yang secara alami terlarut dalam air laut sebagai sumber energi. (Manahan,1992).
Sumber: Fallu, 1991
Abalone merupakan salah satu jenis moluska, yang lebih dikenal dengan kerang mata tujuh, medao, atau sea ears. Abalone merupakan gastropoda laut yang hidup di daerah pasang surut dan tersebar mulai dari perairan tropis sampai subtropis. Abalone merupakan hewan herbivora yaitu hewan pemakan tumbuh - tumbuhan dan aktif makan pada suasana gelap. Jenis makanannya adalah seaweed yang biasa disebut makro alga. Jenis makro alga yang tumbuh di laut sangat beraneka ragam. Secara garis besar ada 3 golongan makro alga yang hidup di laut yaitu: makro alga merah (red seaweeds), alga coklat (brown seaweeds), dan alga hijau (green seaweed). Ketiga golongan tersebut terbagi atas beberapa jenis dan beraneka ragam. Keragaman tersebut tidak semuanya dapat dimanfaatkan abalone sebagai makanannya (Sofyan et al., 2006).
Pakan merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam menunjang keberhasilan budidaya kerang abalon, kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Ketepatan jenis pakan yang diberikan menjadi pertimbangan utama dalam pemberian pakan. Jenis pakan kerang abalon adalah seaweed yang biasa disebut makroalga, namun tidak semua dapat dimanfaatkan dengan baik sebagai sumber makanan, Saat pemberian pakan, perlu diperhatikan kebersihan dan kesegaran pakan. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya predator-predator yang terbawa dan menghindari pakan yang hampir/telah mati yang nantinya akan membusuk dan menimbulkan racun bagi kerang abalon (Tisna dalam Azlan et al., 2013)
Abalon adalah hewan moluska yang bersifat herbivora yang memiliki kebutuhan pakan yang banyak bersumber dari protein nabati. Saat ini pakan abalon diketahui hanyalah rumput laut yang budidayanya juga diintegrasikan dengan budidaya abalon. Abalon merupakan hewan yang pertumbuhannya sangat lambat, untuk itu perlu dicari pakan yang efektif yang bisa memacu pertumbuhan abalone. Abalon termasuk hewan herbivora, sehingga dapat mengonsumsi rumput laut sebagai pakan. Jenis rumput laut yang dapat digunakan sebagai pakan abalon adalah Gracilaria sp atau Ulva sp. Abalon dapat mencerna rumput laut karena memiliki enzim yang dapat mencerna jaringan dinding sel rumput laut seperti enzim selulase dan pektinase atau secara komersial disebut dengan macerozyme. Glacilaria sp. merupakan makanan yang baik untuk perkembangan gonad induk abalon jenis Haliotis asinina. Pakan buatan untuk budidaya abalon telah diberikan di negara-negara seperti Jepang, Amerika Serikat, dan Australia. Percobaan pakan di Taiwan menunjukkan bahwa pertumbuhan abalon menggunakan pakan buatan adalah 65% lebih besar daripada abalon yang diberi pakan makroalga. Abalon yang diberi pakan buatan memiliki berat badan yang lebih tinggi, panjang cangkang dan kandungan protein yang relatif tinggi dalam daging abalon dibandingkan dengan abalon yang diberi pakan rumput laut. Pertumbuhan abalon umumnya memiliki tingkat pertumbuhan yang lambat dan heterogen, nutrisi yang tepat harus disediakan, (Kuncoro et al, 2013).
Pakan abalone pada tingkatan umur yang berbeda dengan pemberian dua jenis pakan yang berbeda pula, yaitu G. verrucosa dan G. arcuata. Pada abalone dengan tingkatan umur yang berbeda memperlihatkan tingkat konsumsi pakan yang berbeda pula, begitu pula dengan jenis pakan yang berbeda juga memperlihatkan tingkat konsumsi pakan yang berbeda pula. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gusrina (2008) bahwa pada setiap tingkatan umur atau fase organisme, jumlah dan komposisi nutrisi yang dibutuhkan akan berbeda. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilaksanakan selama 8 hari diketahui bahwa berdasarkan umur, juvenile abalone memperlihatkan rata-rata tingkat konsumsi pakan yang tertinggi, kemudian abalone muda, dan yang terendah adalah abalone induk, hal ini terjadi pada semua jenis pakan yang diberikan. Hasil ini diduga karena juvenile abalone sedang dalam tahap pertumbuhan sehingga jumlah pakan yang dikonsumsi lebih tinggi dari abalone muda dan abalone induk. Begitu pula dengan abalone muda, energi yang dikonsumsi juga dibutuhkan untuk pertumbuhan, sedangkan pada abalone induk energi yang diperoleh hanya diperlukan untuk perkembangan gonad bukan untuk pertumbuhan lagi (Litaay,2005).
Tingkat konsumsi pakan yang tinggi tidak menjamin bahwa laju pertumbuhan juga akan tinggi. Hasil penelitian Mardin (2005) dan Wula (2005) menunjukkan bahwa pakan rumput laut jenis G. verrucosa memperlihatkan laju pertumbuhan dan tingkat kematangan gonad yang lebih tinggi dibandingkan pakan jenis G. arcuata. Hal ini dikarenakan kandungan nutrisi pada G. verucosa lebih tinggi dari G. arcuata, terutama kandungan protein, lemak dan karbohidratnya, di mana nutrisi tersebut sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan dan perkembangan gonad bagi abalone induk (Bautista dan Millamena, 1999). Hal ini sesuai dengan Grubert (2005) yang menyatakan bahwa laju pertumbuhan abalone pada fase postlarva dan juvenile merupakan periode pertumbuhan eksponensial dan akan akan melambat saat memasuki periode perkembangan gonad.
BAB III. PEMBAHASAN
Jurnal 1
Konsumsi Pakan dan Pertumbuhan Induk Abalon (Haliotis asinina) yang Dipelihara pada Closed Resirculating System dengan Menggunakan Berat Ulva fasciata yang Berbeda sebagai Biofilter
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK Universitas Haluoleo
Kampus Hijau Bumi Tridharma Kendari 93232
Konsumsi Pakan Abalon (Haliotis asinina) yang di Pelihara pada Closed Resirculating system dengan Menggunakan Berat Ulva fasciata yang Berbeda sebagai Biofilter. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah konsumsi pakan dan laju pertumbuhan abalon (Haliotis asinina) yang menggunakan Ulva fasciata dengan berat yang berbeda yang dijadikan sebagai biofilter. Penelitian ini dilaksanakan selama 45 hari yang bertempat di Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Abalon, Lembaga Penelitian Pengembangan dan Penerapan Sumberdaya Perikanan Kelautan (LP3SPK) bertempat di Desa Tapulaga Kecamatan Soropia, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan. Perlakuan A(200 g), B (300 g), dan C (400 g), dengan 3 kali ulangan. Variabel yang diamati adalah pertumbuhan, tingkat konsumsi pakan, tingkat kelangsungan hidup), dan parameter kualitas air meliputi suhu, salinitas, pH, amonia, nitrat dan fosphat. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak berbeda nyata terhadap konsumsi pakan, panjang cangkang dan pertumbuhan abalon (Haliotis asinina) (P > 0.05). Penggunaan U. fasciata dengan berat 200 g untuk pemeliharaan induk dengan berat 1200 g pada setiap bak dapat mendukung kelangsungan hidup dan pertumbuhan abalon (H.asinina).
Konsumsi Pakan
Pakan merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam menunjang keberhasilan budidaya kerang abalon, kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Ketepatan jenis pakan yang diberikan menjadi pertimbangan utama dalam pemberian pakan. Jenis pakan kerang abalon adalah seaweed yang biasa disebut makroalga, namun tidak semua dapat dimanfaatkan dengan baik sebagai sumber makanan, Saat pemberian pakan, perlu diperhatikan kebersihan dan kesegaran pakan. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya predator-predator yang terbawa dan menghindari pakan yang hampir/telah mati yang nantinya akan membusuk dan menimbulkan racun bagi kerang abalon (Tisna, 2008). Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa rata-rata tingkat konsumsi pakan tertinggi yaitu biofilter U. fasciata pada perlakuan B dengan berat 300 g, disusul dengan perlakuan A dengan berat 200 g, dan perlakuan C dengan berat 400 g. Hasil analisis ragam (ANOVA) terlihat bahwa konsumsi pakan harian induk abalon H.asinina dengan perlakuan pemberian pakan rumput laut G. arcuata tersebut tidak berbeda nyata (p > 0,05).
Tingkat konsumsi pakan tidak berbeda nyata diakibatkan oleh
perbedaan kualitas air sehingga konsumsi pakan G. arcuata pada masing-masing abalon menurun. Pada ketiga perlakuan yang diberikan, di mana kualitas air yang diperoleh masih dalam kisaran toleransi untuk mendukung pertumbuhan abalon.
Panjang Cangkang
Setelah dilakukan hasil analisis ragam (ANOVA) pada panjang cangkang abalon diperoleh hasil yang tidak berbeda nyata (p >0,05).Pertumbuhan panjang cangkang menunjukkan bahwa pada masing-masing perlakuan memiliki pertumbuhan panjang cangkang yang seimbang seiring dengan pertumbuhan bobot tubuhnya hal ini sesuai dengan pernyataan dari Effendy (2000) yang menyatakan bahwa hubungan panjang cangkang dan bobot tubuh abalon tropis menunjukkan hubungan yang isometrik dan memiliki korelasi yang kuat. Pertumbuhan panjang cangkang antara tiap perlakuan tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan karena kondisi kualitas air pada setiap perlakuan senantiasa dalam keadaan optimal untuk mendukung pertumbuhan abalon. Penyerapan dapat dilakukan dengan baik terhadap hasil buangan dari hewan uji pada tiap perlakuan,hal ini dapat dilihat pada pemanfaatan posphat dan nitrat pada masing-masing perlakuan dimana cenderung lebih stabil pada pengamatan yang dilakukan.
Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan biofilter dalam sistem resirkulasi sangat mendukung dalam pertumbuhan abalon di Hatchery. Pertumbuhan panjang cangkang abalon pada setiap perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata karena selain kualitas air yang baik, pakan G.arcuata yang diberikan pada abalon dapat dimanfaatkan dengan baik sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan abalon. Hal ini disebabkan oleh kondisi kualitas air pada sistem resirkulasi yang relatif stabil pada ketiga perlakuan yang diberikan, di mana kualitas air yang diperoleh masih dalam kisaran toleransi untuk mendukung pertumbuhan abalon. Kondisi kualitas air yang baik juga dapat menunjang kondisi organisme lebih baik dalam memanfaatkan sumber nutrien atau gas-gas yang larut dalam air. Abalon dapat tumbuh dengan baik pada kondisi yang sesuai dan dapat memanfaatkan pakan yang diberikan secara optimum. Ini didukung oleh pernyataan dari Gusrina (2008) yang menyatakan bahwa hampir pada semua jenis organisme akuatik yang dibudidayakan, konsumsi pakan pada awal perkembangan organisme lebih tinggi dibandingkan ketika pada saat dewasa, sehingga hewan uji tersebut dapat tumbuh dengan baik.
Berat Abalone
Setelah dilakukan hasil analisis ragam (ANOVA) pada berat tubuh abalon diperoleh hasil yang tidak berbeda nyata (Fhit > Ftab(0,05)). Selama proses pemeliharaan dapat dilihat bahwa pertumbuhan bobot tubuh abalon yang dipelihara menggunakan jenis rumput laut U. fasciata dengan bobot yang berbeda sebagai biofilter menunjukkan hasil yang berbeda. Pertumbuhan bobot tubuh abalon pada setiap perlakuan tidak berbeda nyata karena pakan G. arcuata yang diberikan dapat dimanfaatkan secara baik serta kualitas air yang baik dapat meningkatkan pertumbuhan abalon. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendy (2000) menyatakan bahwa pakan yang terbaik untuk abalon adalah G. arcuata. Hal ini juga dipengaruhi oleh penggunaan biofilter U. fasciata dengan berat yang berbeda. Dalam pemeliharaan abalon dengan menggunakan biofilter rumput laut jenis U .fasciata dimana pemanfaatan ammonia pada air yang di resirkulasikan jauh lebih besar sehingga air yang dihasilkan lebih aman untuk digunakan kembali sehingga pakan berupa G. Arcuata dimanfaatkan secara optimal untuk pertumbuhan hewan uji. Ini menunjukkan bahwa pemeliharaan abalon dengan menggunakan biofilter jenis U. fasciata dapat lebih optimal dalam memanfaatkan bahan buangan tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Rio et al. (1994) yang menjelaskan bahwa ulva spp. tidak hanya menunjukkan penghilangan kandungan N yang lebih tinggi tetapi juga ketahanan yang lebih tinggi pada epiphytes.
Pemeliharaan induk abalon pada wadah closed system memberikan respon pertumbuhan yang sama, dengan demikian yang memberikan pengaruh adalah perlakuan biofilter yang berberda. Hal ini didukung pula dengan keberhasilan dari biofilter U. fasciata menurut pendapat Hannafy dan Kran (2007) ulva sp. Mampu menyerap 90% komponen nitrogen.
Jurnal 2
Pengaruh Pemberian Pakan Buatan Dengan Sumber Protein Yang Berbeda Terhadap Efisiensi Pakan, Laju Pertumbuhan, Dan Kelulus hidupan Benih Abalone Hybrid
Aziz Kuncoro1, Agung Sudaryono1, Aryad Sujangka2, Heri Setyabudi2 and Suminto1*
1Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universihtas Diponegoro
Budidaya Abalon di Indonesia masih jarang dilakukan. Pemberian pakan merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan suatu budidaya. Pemberian pakan sebaiknya mengandung sumber protein yang tinggi. penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sumber protein yang berbeda pada pakan buatan Abalon terhadap tingkat konsumsi pakan, efisiensi pakan, laju pertumbuhan, dan kelulus hidupan benih Abalon hybrid dan mengetahui sumber protein hewani dan nabati yang paling baik. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan. Sumber protein yang digunakan yaitu Pakan komersil awabi dari Jepang (A), Pakan buatan dengan 100% sumber protein hewani (B), Pakan buatan dengan 100% sumber protein nabati (C), dan Pakan buatan dengan kombinasi antara sumber protein hewani 50% dan sumber protein nabati 50% (D). Penelitian dilaksanakan di Balai Budidaya Laut Lombok pada bulan November 2012- Januari 2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pakan pelet awabi dari Jepang memberikan hasil yang terbaik di antara perlakuan dengan pakan yang lainnya.
Abalon merupakan salah satu komoditas penting di bidang perikanan. Abalon memiliki nilai jual yang tinggi serta memiliki kandungan protein yang tinggi. Abalone adalah kelompok hewan moluska. Menurut Yulianto dan Indarjo (2009) menyatakan bahwa Daging abalone mempunyai nilai gizi yang tinggi dengan kandungan protein 71,99%, lemak 3,20%, serat 5,60%, dan abu 11,11%. Dilihat dari prospek tersebut makan saat ini diharapkan dapat melalukan budidaya abalone dengan baik.
Efisiensi Pemanfaatan pakan
Kebutuhan nutrisi pada abalone perlu diperhatikan. Abalon merupakan hewan yang bersifat herbivora sehingga memerlukan nutrisi dari protein nabati. Untuk saat ini jenis pakan yang di berikan abalone yaitu berupa rumput laut seperti Glacilaria sp dan Ulva sp. Pakan yang diberikan pada abalone sebaiknya mengandung protein yang tinggi sehingga pertumbuhan bisa maksimal. Dari penelitian yang terdapat di jurnal diketahui sumber protein yang diberikan yaitu Pakan komersil awabi dari Jepang (A), Pakan buatan dengan 100% sumber protein hewani (B), Pakan buatan dengan 100% sumber protein nabati (C), dan Pakan buatan dengan kombinasi antara sumber protein hewani 50% dan sumber proten nabati 50% (D).
Hasil yang didapatkan dari penelitian yang ada pada jurnal yaitu pada efisiensi pemanfaatan pakan (EPP) yang memiliki nilai tertinggi yaitu pakan jenis A yaitu berupa pakan komersil awabi dari Jepang. Nilai efisiensi pemanfaatan pakan pada perlakuan A berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan perlakuan B, perlakuan A juga berbeda nyata (P<0,05) dengan C dan D. Pakan jenis A memiliki kualitas nutrisi yang diperlukan untuk kebutuhan abalone sehingga kebutuhan nutrisi terpenuhi. Pertumbuhan pada pelet awabi abalon tinggi karena memiliki kandungan protein tinggi dan kandungan bahan kering yang tinggi. Tingkat pertumbuhan yang tinggi dapat dicapai di mana pakan buatan telah disusun komposisinya secara optimal untuk menyediakan semua kebutuhan nutrisi dengan keuntungan kualitas pakan tetap bagus sepanjang tahun (Fitzgerald, 2008).
Laju Pertumbuhan Spesifik (SGR)
Pertumbuhan abalone yang tertinggi yaitu saat diberikan pakan jenis A. Hasil yang diperoleh memiliki nilai yang cukup signifikan. Pakan buatan pabrik memiliki komposisi protein yang baik yaitu berasal dari protein hewani maupun nabati. Nilai laju pertumbuhan harian spesifik pada perlakuan A berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan perlakuan B dan berbeda nyata (P<0,05) terhadap C, dan D. Perlakuan B berbeda nyata (P<0,05) dengan dan D.
Pakan jenis A merupakan olahan pabrik yang menggunakan kombinasi protein antara hewani dan nabati. Sesuai pendapat Bautista et al. (2002) Kombinasi sumber protein nabati dan hewani makanan yang diperlukan untuk mencapai tingkat pertumbuhan terbaik. Selain itu pakan jenis A memiliki kadar mineral dan vitamin yang diperlukan Abalon untuk pertumbuhan.
Kelulus Hidupan (SR)
Berdasarkan hasil analisis kelulus hidupan Abalon yang tertinggi diperoleh dengan perlakuan pakan jenis A. Nilai yang diperoleh yaitu sebesar 88,3%-83,33% hingga akhir penelitian. Pemberian sumber protein yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap kelulus hidupan dari Abalon. Nilai kelulus hidupan yang hampir sama dikarenakan abalone tidak memiliki sifat kanibalisme atau memangsa sejenis karena abalone bersifat herbivor. Menurut Nurfajrie et al, (2014) Abalon termasuk hewan herbivora, sehingga dapat mengonsumsi rumput laut sebagai pakan. Jenis rumput laut yang dapat digunakan sebagai pakan abalone adalah Gracilaria sp. maupun Ulva sp. Kematian yang terjadi pada abalone dikarenakan penanganan sampling yang salah, penyakit, serta penurunan kualitas air. Kualitas air yang menurun yang menimbulkan stres pada abalone atau penanganan yang kurang hati-hati yang dapat menimbulkan luka bisa menimbulkan kematian pada abalone sehingga akan menimbulkan kelulus hidupan yang rendah (Tahang et al.,2005). Pemberian pakan awabi dari Jepang adalah pakan terbaik yang diberikan untuk abalone.
Jurnal 3
Pemanfaatan Berbagai Jenis Makroalga untuk Pertumbuhan Aabalon (Haliotis squamata) dalam Budidaya Pembesaran
Nurfajrie, Suminto*), Sri Rejeki
Program Studi Budidaya Perairan Jurusan Perikanan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro
Jl. Prof. Soedarto Tembalang-Semarang, Jawa Tengah – 50275, Telp/Fax. +6224 7474698
Abalon termasuk hewan herbivora, sehingga dapat mengonsumsi rumput laut sebagai pakan. Jenis rumput laut yang dapat digunakan sebagai pakan abalon adalah Gracilaria sp. maupun Ulva sp. Sedangkan berdasarkan penelitian Kuncoro (2013), Pemberian pakan buatan awabi dari jepang adalah yang terbaik untuk tingkat konsumsi pakan, efisiensi pemanfaatan pakan, konversi pemberian pakan, petumbuhan biomassa, dan laju pertumbuhan relatif pada benih abalon hybrid. Abalon termasuk hewan herbivora, sehingga dapat mengonsumsi rumput laut sebagai pakan. Jenis rumput laut yang dapat digunakan sebagai pakan abalon adalah Gracilaria sp. maupun Ulva sp.
Jurnal ini membahas mengenai pemanfaatan makroalga sebagai pakan alami diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan abalon. Pengaruh jenis pakan rumput laut yang berbeda terhadap pertumbuhan panjang maupun berat mutlak, laju pertumbuhan harian, kelulus hidupan, rasio konversi pakan dan kualitas air yang mendukung telah dianalisa dan diobservasi pada penelitian.
Penelitian dalam jurnal ini menggunakan metode eksperimen dengan desain Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dengan 3 kali ulangan. Pakan yang digunakan pada perlakuan adalah Gracilaria verucosa, Euchema spinosum, Ulva sp., Gracilaria arcuata. Pakan tersebut diberikan sebanyak 20% dari total biomassa. Biota Abalon dengan berat rata-rata 13,45±1,06 g dan panjang rata-rata 4,32±0,07 cm sebanyak 20 ekor dimasukkan ke dalam keranjang yang berukuran 0,12 m3 yang menggunakan shelter dengan masa pemeliharaan selama 56 hari.
Laju Pertumbuhan Harian
Berdasarkan hasil percobaan, nilai Laju pertumbuhan harian Abalon (g/hari) tertinggi selama penelitian didapat pada perlakuan A yaitu G. verucosa dengan Laju pertumbuhan harian sebesar 0.11±0.00 g/hari sedangkan hasil terendah didapat perlakuan C yaitu Ulva sp dengan memperoleh dengan Laju pertumbuhan harian sebesar 0.05±0.02 g/hari. Kandungan protein dalam G. verucosa sebesar 8,0651% hampir sama dengan protein pakan lainnya. Hasil dari analisis ragam menunjukkan bahwa data berpengaruh sangat nyata. Menurut Indarjo, et al. (2007), Gracilaria sp. merupakan pakan yang terbaik untuk pertumbuhan abalon dibanding dengan Ulva sp., meskipun abalon lebih banyak mengonsumsi Ulva sp.
Laju Pertumbuhan Mutlak
Berdasarkan hasil dari percobaan dalam jurnal ini, nilai Laju pertumbuhan bobot mutlak (g) selama penelitian didapat pada perlakuan A yaitu G. verucosa dengan Laju pertumbuhan bobot mutlak sebesar 6,36±0.09 g sedangkan hasil terendah didapat perlakuan B yaitu E. spinosum dengan memperoleh dengan Laju pertumbuhan bobot mutlak sebesar 2,71±0.63 g. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pemberian pakan yang berbeda berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap pertumbuhan bobot mutlak abalon. Pada pakan rumput laut G. verucosa didapatkan hasil lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain yang dilakukan. Hal ini diduga karena abalon lebih banyak mengonsumsi G. verucosa sesuai dengan hasil penelitian Susanto et al. (2008), yang menyatakan bahwa abalon jenis H. squamata lebih menyukai pakan rumput laut jenis Gracilaria. Bentuk dan tekstur pakan seperti batang yang berukuran kecil dan halus pada G. verrucosa juga dapat mempermudah abalon dalam mengonsumsi pakan tersebut. Menurut Effendy (2007), pakan rumput laut jenis G. verucosa memperlihatkan laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan pakan lain. sementara menurut Capinpin dan Corre (1996), dengan menggunakan Gracilaria sp. sebagai pakan dapat memacu pertumbuhan dan dianggap cocok untuk budidaya abalon. Hal ini sesuai dengan hasil pernyataan Painter (1993) dalam Knauer et al. (1996) bahwa pakan alami abalon yang baik untuk pertumbuhannya adalah walaupun rendah lemak tetapi kaya cadangan karbohidrat.
Food Convertion Ratio (FCR)
Berdasarkan hasil penelitian Semakin kecil rasio konversi pakan maka pakan yang dikonsumsi itu bagus untuk menunjang pertumbuhan ikan peliharaan dan sebaliknya semakin besar rasio konversi pakan menunjukkan pakan yang diberikan tidak efektif untuk menunjang pertumbuhan ikan, hal tersebut diperkuat oleh Fujaya, (2004). FCR perlakuan dengan G. verucosa lebih rendah jika dibandingkan dengan yang lainnya. Hal ini diduga karena nilai nutrisi pada G. verucosa paling sesuai untuk kebutuhan nutrisi abalon. Nilai nutrisi pakan yang terkandung pada pakan G. verucosa memiliki nilai nutrisi protein 8,0651%, lemak 0,0594%, abu48,1378%, serat 8,9099 %. Hal ini sesuai dengan penyataan Fleming et al. (1996) bahwa pakan buatan untuk abalon adalah pakan buatan yang memiliki nutrisi protein tinggi (20-50%) dan karbohidrat (30-60%), lipid yang rendah (1,5- 5,3%) dan serat (2-6%). Sehingga pakan A adalah pakan yang nilai nutrisinya paling mendekati nilai nutrisi yang dibutuhkan abalon.
Kelulus Hidupan (SR)
Berdasarkan hasil percobaan, nilai kelulus hidupan selama terbaik penelitian didapat pada perlakuan B dan C yaitu E. spinosum dan Ulva sp dengan kelulus hidupan sebesar 100±0% sedangkan hasil terendah didapat perlakuan D yaitu G. arcuata dengan memperoleh dengan kelulus hidupan sebesar 96,75±5,77%. Hasil analisa ragam dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam penelitian ini perlakuan pemberian pakan alami makroalga yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap kelulus hidupan abalon. Menurut Tahang et.al., (2005) Kelulus hidupan yang hampir sama ini dikarenakan sifat abalon yang herbivora sehingga tidak akan terjadi kanibalisme pada sesama abalon. Kematian abalon dalam pemeliharaan penelitian bisa terjadi karena penyakit, dan salah dalam perlakuan. Kualitas air yang menurun yang menimbulkan stres pada abalon atau penanganan yang kurang hati-hati yang dapat menimbulkan luka bisa menimbulkan kematian pada balon.
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pemaparan pada riview ketiga jurnal tentang kerang abalone (Haliotis sp.) dapat disimpulkan bahwa:
Penggunaan berat U. fasciata yang berbeda 200 g,300 g, dan 400 g sebagai biofilter tidak berpengaruh terhadap tingkat konsumsi pakan abalon (H. asinina) yang dipelihara dalam bak terkontrol, Pengukuran beberapa parameter kualitas air di antaranya suhu 27,8 – 28,1 ºC, salinitas 33,4 – 33,7 ppt dan pH 7,85, amoniak 0,002 sampai 0,0075 mg/l, posphat berkisar 0,0020 sampai 0,0132 mg/l, dan nitrat 0,0028 sampai 0,0305 mg/l menunjukkan kisaran nilai yang mendukung pertumbuhan dan kehidupan abalon (H. asinina).
Penggunaan U. fasciata dengan berat 200 g untuk pemeliharaan induk dengan berat 1200 g dapat mendukung kelangsungan hidup dan pertumbuhan abalon (H. asinina).
Pemberian Pemberian pakan buatan awabi dari Jepang adalah yang terbaik untuk tingkat konsumsi pakan, efisiensi pemanfaatan pakan, konversi pemberian pakan, pertumbuhan biomassa, dan laju pertumbuhan spesifik pada benih abalon.
Pemberian pakan rumput laut dengan jenis yang berbeda berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap berat dan panjang tetapi tidak berpengaruh nyata (P≥0,05) terhadap kelulus hidupan abalon squamata.
Rumput laut jenis Gracilaria verucosa adalah jenis yang terbaik untuk nilai konversi pakan, laju pertumbuhan spesifik dan laju pertumbuhan mutlak pada abalon (H. squamata).
4.2. Saran
Saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
Disarankan perlu adanya penelitian lanjutan dengan mengeksplor sumber protein yang terbaik sebagai pakan kerang abalone (haliotis sp.).
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut jenis pakan yang diperlukan dalam pemeliharaan larva kerang abalone (Haliotis sp.) yang keberadaannya harus berkesinambungan dan tepat waktu dan teknik dalam pemeliharaan kultivan tersebut.
BAB V. DAFTAR PUSTAKA
Azlan, La Ode, Andi Besse Patadjai , dan Irwan Junaidi Effendy.2013. Konsumsi Pakan dan Pertumbuhan Induk Abalon (Haliotis asinina) yang Dipelihara pada Closed Resirculating System dengan Menggunakan Berat Ulva fasciata yang Berbeda sebagai Biofilter. Jurnal Mina Laut Indonesia.vol 2(6). Hal. 100-108.
Bautista, M.n., dan Millamena, O.M. 1999. Diet Development and Evaliation for Juvenile Abalone, H. Asinina: Protein/Energy Levels. Aquaculture vol 178 : 117-126.
Fallu, 1991. Abalone Farming. Fishing News Book, Oshey Mead, Oxford Oxoel, England.
Fleming, A. E., R. J. Van Barneveled, and P.W. Hone. 1996. The Development of Artificial Diet for Abalone. A Review and Future Direction. Aquaculture, 140 : 5-53.
Fujaya. Y. 2004. Fisiologi Ikan dan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Rineka Cipta. Jakarta.
Grubert, M.A. 2005. Factor Influencing the Reproductive Development and Early Live History of Blacklip (H. rubra) and Greenlip (H. laevigata) Abalone. Submitted in fulfillment of the requirements for the Degree of Doctor of Philosophy. School of Aquaculture. University of Tasmania, Launceston, Australia.
Indarjo, A., H. Retno, I. Samidjan, S. Anwar. 2007. Pengaruh Pakan Gracillaria sp dan Pakan Buatan terhadap Pertumbuhan Abalone (Haliotis asinina). Dalam: Prosiding Seminar Nasional Moluska dalam Penelitian, Konservasi dan Ekonomi. BRKP DKP RI bekerja sama dengan J. Ilmu Kelautan, FPIK Undip, Semarang. Hal.:215-228
Knauer, J. P. Britz and T. Hecht. 1996. Comparative Growth Performance and Digestive Enzyme Activity of Juvenile South Africa Abalone, Haliotis midae, Fed on Diatoms and A Practical Diet. Aquaculture, 140: 75-85.
Kuncoro Aziz , Agung Sudaryono , Aryad Sujangka , Heri Setyabudi dan Suminto.2013. Pengaruh Pemberian Pakan Buatan dengan Sumber Protein yang Berbeda Terhadap Efisiensi Pakan, Laju Pertumbuhan, dan Kelulushidupan Benih Abalone Hybrid. Journal of Aquaculture Management and Technology. Vol 2(3). Hal;56-53.
Litaay, M. 2005. Peranan Nutrisi Dalam Siklus Reproduksi Abalon. Jurnal Oseana, Vol 30 (3): 1 – 7.
Manahan D.T, and W.E. Jackle. 1992. Implication of Dissolved Organic Material in Seawater for the Energetics of Abalone larvae Haliotis rusfences: a review. Di Dalam Abalone of the World: Biology, Fisheries and Culture. Proceeding of The 1st International Symposium of Abalone. La Paz, Mexico, 21-25 November 1989. USA: fishing News Books.
Nurfajie. Suminto. Rejeki, Sri. 2014. Pemanfaatan Berbagai Jenis Makroalga Untuk Pertumbuhan Abalon (Haliotis squamata) dalam Budidaya pembesaran. Journal of Aquaculture Management and Technology. Volume 3 : 4 (142-150).
Reyes, O. S and Fermin, A. C. 1996. Teresterial Leaf Meals or Freshwater Aquatic Fern as Potential Feed Ingredients for Farmed Abalone, Haliotis asinina (Linnaeus, 1758). Phillipine.
Sofyan, Y, Bagja I, Sukriadi, Ade Yana, Dadan K W. 2006. Pembenihan Abalone (Haliotis asinina) di Balai Budidaya Laut Lombok. Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Balai Budidaya Laut Lombok.
Susanto B., Rusdi I., Rahmawati R., Giri N.A., Sutarmat T.2010. Aplikasi Teknologi Pembesaran Abalon (Haliotis squamata) dalam Menunjang Pemberdayaan Masyarakat Pesisir. Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut. Gondol. Bali.