BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara hukum, sebagaimana yang diterangkan dalam penjelasan
UUD 1945. Dengan demikian maka segala sesuatu yang berhubungan dengan
penyelenggaraan negara dan pemerintahan harus berlandaskan dan berdasarkan atas
hukum, sebagai barometer untuk mengukur suatu perbuatan atau tindakan telah sesuai
atau tidak dengan ketentuan yang telah disepakati.
Negara hukum adalah suatu negara yang di dalam wilayahnya terdapat alat-alat
perlengkapan negara, khususnya alat-alat perlengkapan dari pemerintah dalam tindakan-
tindakannya terhadap para warga negara dan dalam hubungannya tidak boleh sewenang-
wenang, melainkan harus memperhatikan peraturan-peraturan hukum yang berlaku, dan
semua orang dalam hubungan kemasyarakatan harus tunduk pada peraturan-peraturan
hukum yang berlaku (Wirjono Prodjodikoro, 1991: 37).
Sehubungan dengan pernyataan tersebut, maka hukum merupakan himpunan
peraturan yang mengatur tatanan kehidupan, baik berbangsa maupun bernegara, yang
dihasilkan melalui kesepakatan dari wakil-wakil rakyat yang ada di lembaga legislatif.
Produk hukum tersebut dikeluarkan secara demokratis melalui lembaga yang terhormat,
namun muatannya tidak dapat dilepaskan dari kekuatan politik yang ada di dalamnya.
Suatu negara yang menganut sistem demokrasi, maka segala sesuatunya harus
dirumuskan secara demokrasi, yaitu dengan melihat kehendak dan aspirasi dari
masyarakat luas sehingga produk yang dihasilkan itu sesuai dengan keinginan hati nurani
rakyat. Tetapi apabila sebaliknya maka terlihat bahwa produk hukum yang dikeluarkan
ersebut dapat membuat masyarakat menjadi resah dan cenderung tidak mematuhi
ketentuan hukum itu.
Pelaksanaan roda kenegaraan tidak dapat dilepaskan dari bingkai kekuasaan,
karena dalam negara terdapat pusat-pusat kekuasaan yang senantiasa memainkan
peranannya sesuai dengan tugas dan wewenang yang telah ditentukan. Namun dalam
pelaksanaannya sering berbenturan satu sama lain, karena kekuasaan yang dijalankan
tersebut berhubungan erat dengan kekuasaan politik yang sedang bermain. Jadi negara,
kekuasaan, hukum dan politik merupakan satu kesatuan yang sulit untuk dipisahkan,
karena semua komponen tersebut senantiasa bermain dalam pelaksanaan roda
kenegaraan dan pemerintahan.
Komponen-komponen ini (negara, kekuasaan, hukum dan politik) hanya akan
berjalan dengan semestinya apabila ada pelaksana yang mengerti tentang bagaimana cara
kerja keempat komponen ini. Diantara banyak pelaksana negara, kekuasaan, hukum dan
politik ini terdapat mereka yang disebut sebagai pejabat negara, baik secara umum maupun
secara khusus.
Diantara para pejabat umum yang memangku tugas dari negara, terdapat pejabat
yang disebut dengan notaris. Adapun notaris adalah pejabat umum yang khusus ditunjuk
oleh negara untuk menangani masalah-masalah pembuatan akta otentik mengenai semua
perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau
oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik,
menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan dan
kutipannya, semua sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga
ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.
Kegiatan notaris di Indonesia banyak dipengaruhi oleh politik dan hukum itu sendiri.
Pengaruh politik dapat terlihat dari dibuatnya suatu produk politik yang berupa undang-
undang khusus yang mengatur mengenai jabatan notaris (Undang-Undang Jabtan Notaris
atau UUJN). Dan status Indonesia yang merupakan negara hukum tentunya juga akan
mempengaruhi setiap tindakan dan perbuatan para notaris karena mereka harus
berpedoman pada hukum-hukum yang berlaku.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dalam makalah ini akan dibahas mengenai
negara hukum, politik hukum, serta kaitan kedua hal tersebut dengan notaris
BAB II
PEMBAHASAN
A. Negara Hukum
Indonesia berdasarkan UUD 1945 berikut perubahan-perubahannya adalah negara
hukum artinya negara yang berdasarkan hukum dan bukan berdasarkan kekuasaan belaka.
Negara hukum didirikan berdasarkan ide kedaulatan hukum sebagai kekuasaan tertinggi.
Adapun Negara hukum adalah negara yang menempatkan hukum pada tempat yang
tertinggi, yang meliputi perlindungan terhadap hak asasi manusia, pemisahan kekuasaan,
setiap tindakan pemerintah didasarkan pada peraturan perundang-undangan, dan adanya
peradilan yang berdiri sendiri.
Menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH ada dua belas ciri penting dari negara
hukum diantaranya adalah : supremasi hukum, persamaan dalam hukum, asas legalitas,
pembatasan kekuasaan, organ eksekutif yang independen, peradilan bebas dan tidak
memihak. peradilan tata usaha negara, peradilan tata negara, perlindungan hak asasi
manusia, bersifat demokratis, sarana untuk mewujudkan tujuan negara, dan transparansi
dan kontrol sosial. Namun secara umum, prinsip-prinsip negara hukum meliputi hal-hal
berikut ini :
1. Pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia yang mengandung
persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Maksudnya
adalah:
Konstitusi harus menjamin adanya perlindungan hak-hak bagi rakyat oleh penguasa,
termasuk menjamin bahwa undang-undang dan peraturan perundang-undangan
dibawahnya tidak bertentangan dengan hak-hak dalam konstitusi.
Adanya jaminan mengenai hak asasi manusia di dalam konstitusi.
2. Peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak dipengaruhi oleh sesuatu
kekuasaan atau kekuatan apa pun, dalam artian semua orang memiliki kedudukan yang
sama di hadapan hukum. Seseorang yang berkuasa di dalam suatu negara tidak boleh
menggunakan kekuasaannya untuk dapat lolos dari jerat hukum.
3. Legalitas dalam arti hukum, dalam artian setiap tindakan penguasa harus didasarkan
kepada hukum (konstitusi) dan ada sarana untuk menguji (mengukur) keabsahan
(konstitusionalitas) tindakan penguasa yang dilakukan oleh penguasa lain dengan
tingkatan yang lebih tinggi atau dengan kata lain, kekuasaan yang satu dibatasi oleh
kekuasaan yang lain (Power Limits Power).
B. Politik Hukum
Politik hukum (rechtpolitiek) berasal dari kata rechts yang berarti hukum, atau
ketetapan (provision) serta kata politiek yang berarti kebijakan (policy)/ beleid (van der
sat). Sehingga dapat diperoleh pengertian umum bahwa politik hukum berarti kebijakan
hukum. Kebijakan hukum dapat berarti sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi
garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan
cara bertindak dalam bidang hukum.
Beberapa ahli mencoba untuk memberikan definisi mengenai politik hukum ini
diantaranya adalah :
Padmo Wahyono : Politik hukum adalah kebijakan penyelenggara negara yang bersifat
mendasar dalam menentukan arah, bentuk maupun isi dari hukum yang akan dibentuk dan
tentang apa yang akan dijadikan kriteria untuk menghukumkan sesuatu. Maka menurutnya
politik hukum berkaitan dengan hukum yang berlaku dimasa datang (ius constituendum).
Teuku Mohammad Radhie : Politik hukum sebagai suatu pernyataan kehendak penguasa
negara mengenai yang berlaku diwilayahnya/berlaku saat ini (ius constitutum), dan
mengenai arah perkembangan yang akan dibangun/hukum yang berlaku dimasa
mendatang (ius constituendum).
Satjipto Rahardjo : Politik Hukum adalah aktivitas untuk menentukan suatu pilihan
mengenai tujuan dan cara–cara yang hendak dipakai untuk mencapai tujuan hukum dalam
masyarakat.
Moh.Mahfud MD : Politik hukum adalah legal policy yang akan atau telah dilaksanakan
secara nasional oleh Pemerintah Indonesia yang meliputi: pertama, pembangunan hukum
yang berintikan pembuatan dan pembaruan terhadap materi-materi hukum agar dapat
sesuai dengan kebutuhan; kedua, pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada termasuk
penegasan fungsi-fungsi lembaga dan pembinaan para penegak hukum. Dari pengertian
tersebut terlihat politik hukum mencakup proses pembuatan dan pelaksanaan hukum yang
dapat menunjukkan sifat dan ke arah mana hukum akan dibangun dan ditegakkan. Dengan
demikian, politik hukum adalah arahan atau garis resmi yang dijadikan dasar pijak dan cara
untuk membuat dan melaksanakan hukum dalam rangka mencapai tujuan bangsa dan
negara. Politik hukum merupakan upaya menjadikan hukum sebagai proses pencapaian
tujuan negara. Politik hukum dapat dikatakan juga sebagai jawaban atas pertanyaan
tentang mau diapakan hukum itu dalam perspektif formal kenegaraan guna mencapai
tujuan negara.
Politik hukum sebagai kebijakan hukum (legal policy) hendaknya diterapkan atau
dilaksanakan secara nasional oleh suatu pemerintahan negara tertentu. Politik hukum
nasional meliputi :
1. Pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada secara konsisten (ius constitutum)
2. Pembaharuan terhadap hukum dan penciptaan ketentuan hukum baru yang diperlukan
untuk memenuhi tuntutan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat (ius
constituendum)
3. Penegasan fungsi lembaga penegak atau pelaksana hukum dan pembinaan anggotanya
4. Meningkatkan kesadaran hukum masyarakat menurut persepsi elit pengambil kebijakan.
C. Kaitan Negara Hukum dan Politik Hukum Dengan Notaris
Notaris sebagai pejabat umum memiliki peranan sentral dalam menegakkan hukum
di Indonesia, karena selain kuantitas notaris yang begitu besar, notaris dikenal masuk
kelompok elit di Indonesia. Notaris sebagai kelompok elit berarti notaris merupakan suatu
komunitas yang secara sosiologis, ekonomis, politis serta psikologis berada dalam
stratifikasi yang relatif lebih tinggi diantara masyarakat pada umumnya.
Keberadaan suatu negara hukum mengharuskan adanya pejabat yang dapat
membantu mengatur perhubungan hukum antar warga negara. Di sinilah peran seorang
notaris dibutuhkan. Bukan hanya membutuhkan polisi, jaksa atau hakim (yang berfungsi
sebagai penegak hukum), namun dalam suatu negara hukum, setiap perbuatan warga
negaranya berkonsekuensi hukum. Sehingga untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak
diinginkan dalam melakukan perhubungan-perhubungan hukum itu, maka notaris telah
ditunjuk dan diangkat oleh negara untuk menangani masalah-masalah perhubungan hukum
antar warga masyarakat itu.
Adapun salah satu tujuan politik hukum Indonesia adalah penegasan fungsi
lembaga penegak atau pelaksana hukum dan pembinaan anggotanya. Dan salah satu
pelaksana hukum ini adalah notaris. Dengan adanya penegasan pada keberadaan notaris
sebagai salah satu pelaksana hukum, berarti notaris telah mendapat hak yang legal untuk
menangani perhubungan hukum antar masyarakat. Selain itu, akta yang dibuat oleh notaris
adalah suatu produk hukum yang diakui kebenarannya, yaitu suatu produk yang lahir oleh
kebijakan politik hukum.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan yang telah dikemukakan di atas, maka kesimpulan
yang dapat saya berikan adalah sebagai berikut :
1. Ada beberapa prinsip penting di dalam suatu negara hukum yaitu:
a. Pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia yang mengandung
persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi dan kebudayaan ;
b. Peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak dipengaruhi oleh
sesuatu kekuasaan atau kekuatan apa pun ; dan
c. Legalitas dalam arti hukum.
2. Politik hukum nasional Indonesia meliputi beberapa hal berikut :
a. Pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada secara konsisten (ius
constitutum) ;
b. Pembaharuan terhadap hukum dan penciptaan ketentuan hukum baru yang
diperlukan untuk memenuhi tuntutan perkembangan yang terjadi dalam
masyarakat (ius constituendum) ;
c. Penegasan fungsi lembaga penegak atau pelaksana hukum dan pembinaan
anggotanya ; dan
d. Meningkatkan kesadaran hukum masyarakat menurut persepsi elit pengambil
kebijakan.
3. Keberadaan notaris dibutuhkan di dalam suatu negara hukum agar dapat mengatur
perhubungan hukum antar masyarakat di dalamnya. Akta notaris juga merupakan suatu
produk hukum yang lahir dari kebijakan politik hukum
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Ghofur Anshori. Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan
Etika. UII Press. Yogyakarta. 2009.
Habib Adjie. Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap UU No.30 Tahun
2004 Tentang Jabatan Notaris. Rafika Aditama. Bandung. 2008.
Wirjono Prodjodikoro. Asas-Asas Ilmu Negara Hukum dan Politik. Eresco. Jakarta
POLITIK HUKUM DALAM PROFESI JABATAN NOTARIS
A. Latar Belakang
Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana yang diterangkan dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian maka segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan negara dan pemerintahan harus berlandaskan dan berdasarkan atas hukum, sebagai barometer untuk mengukur suatu perbuatan atau tindakan telah sesuai atau tidak dengan ketentuan yang telah disepakati.
Negara hukum merupakan suatu negara yang dalam wilayahnya terdapat alat-alat perlengkapan negara, khususnya alat-alat perlengkapan dari pemerintah dalam tindakannya terhadap para warga negara dan dalam hubungannya tidak boleh bertindak sewenang-wenang, melainkan harus memperhatikan peraturan-peraturan hukum yang berlaku, dan semua orang dalam hubungan kemasyarakatan harus tunduk pada peraturan-peraturan hukum yang berlaku. (Wirjono Prodjodikoro, 1991: 47)
Sehubungan dengan pernyataan tersebut, maka hukum merupakan himpunan peraturan yang mengatur tatanan kehidupan, baik berbangsa maupun bernegara, yang dihasilkan melalui kesepakatan dari wakil-wakil rakyat yang ada di lembaga legislatif. Produk hukum tersebut dikeluarkan secara demokratis melalui lembaga yang terhormat, namun muatannya tidak dapat dilepaskan dari kekuatan politik yang ada di dalamnya.
Suatu negara yang menganut sistem demokrasi, maka segala sesuatunya harus dirumuskan secara demokrasi, yaitu dengan melihat kehendak dan aspirasi dari masyarakat luas sehingga produk yang dihasilkan itu sesuai dengan kengininan hati nurani rakyat. Tetapi apabila sebaliknya maka terlihat bahwa produk hukum yang dikeluarkan tersebut dapat membuat masyarakat menjadi resah dan cenderung tidak mematuhi ketentuan hukum itu.
Pelaksanaan roda kenegaraan tidak dapat dilepaskan dari bingkai kekuasaan, karena dalam negara terdapat pusat-pusat kekuasaan yang senantiasa memainkan peranannya sesuai dengan tugas dan wewenang yang telah ditentukan. namun dalam pelaksanaannya sering mengalami benturan satu sama lain, karena kekuasaan yang dijalankan tersebut berhubungan erat dengan kekuasaan politik yang sedang bermain. Maka dalam hal ini negara, kekuasaan, hukum, dan politik merupakan satu kesatuan yang sulit untuk dipisahkan, karena semua komponen tersebut senantiasa bermain dalam pelaksanaan roda kenegaraan dan pemerintahan.
Komponen-komponen tersebut hanya akan berjalan dengan semestinya apabila ada pelaksana yang mengerti tentang bagaimana cara kerja dari komponen tersebut. Diantara banyak pelaksana negara, kekuasaan, hukum dan politik ini terdapat mereka yang disebut sebagai pejabat negara, baik secara umum maupun secara khusus.
Diantara para pejabat umum yang memangku tugas dari negara, terdapat pejabat yang disebut dengan notaris. Adapun notaris adalah pejabat umum yang khusus ditunjuk oleh negara untuk menangani masalah-masalah pembuatan akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan akta nya dan memberikan grosse, salinan, dan kutipannya, semua sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.
Kegiatan notaris di Indonesia banyak dipengaruhi oleh politik dan hukum itu sendiri. Pengaruh politik dapat terlihat dari dibuatnya suatu produk politik yang berupa undang-undang khusus yang mengatur mengenai jabatan notaris yaitu Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Dan status Indonesia yang merupakan negara hukum tentunya juga akan mempengaruhi setiap tindakan dan perbuatan para notaris karena mereka harus berpedoman pada hukum-hukum yang berlaku.
Berdasarkan latar belakang hal tersebut maka, pada makalah ini penulis memilih judul mengenai POLITIK HUKUM DALAM PROFESI JABATAN NOTARIS.
B. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka, kami akan mencoba membahas permasalahan mengenai bagaimanakah kaitannya politik hukum dalam profesi jabatan notaris.
BAB II
ANALISIS PEMBAHASAN
A. POLITIK HUKUM
Secara umum dapat dikatakan bahwa politik adalah kegiatan dalam suatu usaha politik atau negara yang menyangkut proses penentuan tujuan dari sistem tersebut dan bagaimana melaksanakan tujuannya. Sedangkan hukum adalah peraturan-peraturan yang dibuat oleh badan yang berwenang yang berisi perintah ataupun larangan untuk mengatur tingkah laku manusia guna mencapai keadilan, keseimbangan dan keselarasan dalam hidup.
Politik hukum adalah aspek-aspek politis yang melatar belakangi proses pembentukan hukum dan kebijakan suatu bidang tertentu, sekaligus juga akan sangat mempengaruhi kinerja lembaga-lembaga pemerintahan yang terkait dalam bidang tersebut dalam mengaplikasikan ketentuan-ketentuan produk hukum dan kebijakan, dan juga menentukan kebijakan-kebijakan lembaga-lembaga tersebut dalam tatanan praktis dan operasional.
Definisi atau pengertian politik hukum juga bervariasi. Namun dengan meyakini adanya persamaan substantif antarberbagai pengertian yang ada, maka dapat diambil pengertian bahwa politik hukum adalah legal policy yang akan atau telah dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah Indonesia. Dari pengertian tersebut terlihat politik hukum mencakup proses pembuatan dan pelaksanaan hukum yang dapat menunjukkan sifat dan ke arah mana hukum akan dibangun dan ditegakkan. (Moh. Mahfud MD, 2009: 17).
Dengan demikian, politik hukum merupakan pilihan tentang hukum-hukum yang akan dicabut atau tidak diberlakukan yang kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai tujuan negara seperti yang tercantum di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Disamping itu, politik hukum itu ada yang bersifat permanen atau jangka panjang dan ada yang bersifat periodik. Yang bersifat permanen misalnya pemberlakuan prinsip pengujian yudisial, ekonomi kerakyatan, keseimbangan antara kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan, penggantian hukum-hukum peninggalan kolonial dengan hukum-hukum nasional, penguasaan sumber daya alam oleh negara, kemerdekaan kekuasaan kehakiman, dan sebagainya. Di sini terlihat bahwa beberapa prinsip yang dimuat di dalam Undang-Undang Dasar sekaligus berlaku sebagai politik hukum.
Adapun yang bersifat periodik adalah politik hukum yang dibuat sesuai dengan perkembangan situasi yang dihadapi pada setiap periode tertentu baik yang akan memberlakukan maupun yang akan mencabut, misalnya kodifikasi dan unifikasi pada bidang-bidang hukum tertentu.
B. POLITIK HUKUM KENOTARIATAN
Politik Hukum (Kenotariatan) materiel:
A. Tujuan:
Guna menjamin kepastian hukum tentang kedudukan, tugas, wewenang, hak dan kewajiban, formasi, serta produk dari Notaris.
B. Ide/Cita-cita Hukum Kenotariatan:
Ide/Cita-cita Hukum kenotariatan harus sejalan dg cita-cita hukum, yaitu:
1. Mewujudkan integritas bangsa,
2. Mewujudkan keadilan sosial,
3. Mewujudkan kedaulatan rakyat,
4. Mewujudkan toleransi,
5. Terciptanya alat bukti (dlm hal ini akta otentik) yang kuat dalam lalu lintas hukum,
6. Terciptanya kepastian hukum, ketertiban masyarakat, dan terpenuhi perlindungan hukum,
7. Terciptanya kepastian hak dan kewajiban para pihak.
C. Arah kebijakan yang ditempuh dalam politik hukum kenotariatan, yaitu :
1. mewujudkan unifikasi hukum di bidang kenotariatan, yaitu mengadakan pembaharuan dan pengaturan kembali tentang jabatan notaris,
2. menggantikan peraturan perundangan produk kolonial dengan produk hukum nasional berupa Undang-Undang Jabatan Notaris
3. mengatur secara rinci tentang kedudukan notaris sebagai pejabat umum,
4. mengatur secara rinci tentang bentuk, sifat, dan macam akta notaris.
Politik Hukum (Kenotariatan) Formil :
Cara atau proses pemerintah menentukan kebijakan yg dipilih dalam menetapkan hukum yg berlaku.
Sejalan dengan pengertian politik hukum dari Bellefroid, dalam hal ini, proses perubahan ius constitutum (hukum yg berlaku) menjadi ius constituendum (hukum yang akan ditetapkan) untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
C. JABATAN NOTARIS SEBAGAI SEBUAH PROFESI
Artinya, bahwa pekerjaan atau tugas-tugas jabatan notaris hanya dapat dilaksanakan atas dasar keahlian yang telah dimiliki. Dengan demikian keahlian dalam bidang ilmu kenotariatan menjadi syarat mutlak untuk dapat melaksanakan tugas atau pekerjaan sebagai pejabat umum yang menghasilkan akta sebagai alat bukti otentik.
Undang-Undang Jabatan Notaris telah mensyaratkan pendidikan magister kenotariatan adalah syarat mutlak untuk dapat diangkat menjadi notaris yang tugas dan fungsinya adalah sebagai pejabat umum di bidang keperdataan.
Perbuatan-perbuatan hukum perdata yang menghendaki atau memerlukan alat bukti otentik berupa akta otentik memerlukan jasa dari seorang notaris. Sekali pun notaris melaksanakan tugasnya untuk memenuhi kebutuhan klien, namun demikian seorang notaris itu harus memenuhi sifat hakiki dari keberadaan (eksistensi) profesi/jabatannya atas dasar pengangkatan oleh negara/pemerintah.
Hasil pekerjaannya adalah berupa alat bukti. Alat bukti tersebut agar memiliki keabsahan haruslah sesuai dengan (memenuhi) ketentuan peraturan perundangan-undangan. Selain itu dalam pelaksanaannya profesi jabatan notaris juga memerlukan kaedah-kaedah etika profesi sesuai dengan yang telah ditentukan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris.
Notaris sebagai manusia yang bebas dan menjadi elemen penting dalam pembangunan bangsa kiranya harus lekat dengan sifat-sifat humanisme mengingat peranannya yang signifikan dalam lalu lintas kemasyarakatan. Posisi notaris yang urgen dalam kehidupan kemanusiaan menjadikan proses seseorang menuju notaris yang ahli menjadi penting. (Abdul Ghofur Anshori, 2009: 5).
Disamping itu, dalam pelaksanaan profesi jabatan notaris memerlukan kaedah-kaedah etika profesi, dimana dapat dikatakan dalam hal ini pengertian etika adalah ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasan yang berkenaan dengan hidup yang baik dan yang buruk.
Asal kata etika adalah dari bahasa Yunani, yaitu ethos (bentuk tunggal) yang berarti tempat tinggal, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, cara berfikir. Bentuk jamaknya adalah ta etha yang berarti adat istiadat. Arti kata yang terakhir inilah yang menjadi latar belakangi terbentuknya istilah etika.
Oleh Aristoteles digunakan untuk menunjukkan filsafat moral yang menjelaskan fakta moral tentang nilai dan norma moral, perintah, tindakan kebajikan, dan suara hati.
Etika tidak sama dengan ilmu-ilmu lain. Ilmu lain pada umumnya terkait dengan hal-hal konkrit, tetapi etika melampaui hal-hal konkrit. Etika berkaitan dengan boleh, harus, tidak boleh, baik, buruk, dan segi normatif, segi evaluatif.
Telah jelas disebutkan unsur-unsur etika dari seorang notaris terdapat di dalam pasal 17 Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.
D. KAITAN POLITIK HUKUM DALAM PROFESI JABATAN NOTARIS
Notaris sebagai pejabat umum memiliki peranan sentral dalam menegakkan hukum di Indonesia, karena selain kuantitas notaris yang begitu besar, notaris dikenal masuk kelompok elit di Indonesia. Notaris sebagai kelompok elit berarti notaris merupakan suatu komunitas ilmiah yang secara sosiologis, ekonomis, poolitis serta psikologis berada dalam stratifikasi yang relatif lebih tinggi diantara masyarakat pada umumnya.
Kebutuhan akan jasa notaris dalam masyarakat modern tidak mungkin dihindarkan. Notaris sebagai pejabat umum diangkat oleh pemerintah dan pemerintah sebagai organ Negara mengangkat notaris bukan semata untuk kepentingan notaris itu sendiri, melainkan juga untuk kepentingan masyarakat luas.
Jasa yang diberikan oleh notaris terkait dengan persoalan trust kepercayaan antara para pihak, artinya negara memberikan kepercayaan besar terhadap notaris dan dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemberian kepercayaan kepada notaris berarti notaris tersebut maua tidak mau telah dapat dikatakan memikul pula tanggung jawab atasnya.
Nilai lebih dari suatu profesi adalah sejauh apakah seorang profesional mampu menahan godaan atas kepercayaan yang diemban kepada mereka padahal godaan untuk menyelewengkan kepercayaan begitu besar. Landasan yang berbentuk moralitas menjadi mutlak untuk dibangun dan notaris sebagai kelompok papan atas, memiliki andil yang besar bagi masyarakat luas dalam membangun moralitas. (Abdul Ghofur Anshori, 2009: 1)
Keberadaan suatu negara hukum mengharuskan adanya pejabat yang dapat membantu mengatur perhubungan hukum antar warga negara. Di sinilah peran seorang notaris dibutuhkan. Dalam hal ini bukan hanya membutuhkan polisi, jaksa, atau hakim yang berfungsi sebagai penegak hukum, namun dalam suatu negara hukum, setiap perbuatan warga negaranya berkonsekuensi hukum. Sehingga untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan dalam melakukan perhubungan-perhubungan hukum itu,, maka notaris telah ditunjuk dan diangkat oleh negara untuk menangani masalah-masalah perhubungan hukum antar warga masyarakat itu, dalam hal ini negara memberikan sebagian kewenangannya kepada notaris.
Seperti telah diketahui bahwa salah satu tujuan politik hukum Indonesia adalah penegasan fungsi lembaga penegak atau pelaksana hukum dan pembinaan anggotanya. Dan salah satu pelaksana hukum itu sendiri adalah notaris. Dengan adanya penegasan pada keberadaan notaris sebagai salah satu pelaksana hukum, berarti notaris telah mendapat hak yang legal untuk menangani perhubungan hukum antar masyarakat. Selain itu, akta yang dibuat oleh notaris merupakan suatu produk hukum yang diakui kebenarannya, yaitu suatu produk yang lahir oleh kebijakan politik hukum.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan yang telah diuraikan diatas, maka kesimpulan yang dapat penulis berikan bahwa secara umum dapat dikatakan bahwa politik adalah kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang menyangkut proses penentuan tujuan dari sistem tersebut dan bagaimana melaksanakan tujuannya.
Pentingnya peranan politik hukum dapat menentukan keberpihakan suatu produk hukum dan kebijakan. Produk hukum tersebut dikeluarkan secara demokratis melalui lembaga yang terhormat, namun muatannya tidak dapat dilepaskan dari kekuatan politik yang ada di dalamnya.
Suatu negara yang menganut sistem demokrasi, maka segala sesuatunya harus dirumuskan secara demokrasi, yaitu dengan melihat kehendak dan aspirasi dari masyarakat luas sehingga produk yang dihasilkan itu sesuai dengan kengininan hati nurani rakyat.
Politik hukum mencakup proses pembuatan dan pelaksanaan hukum yang dapat menunjukkan sifat dan ke arah mana hukum akan dibangun dan ditegakkan. Disamping itu, politik hukum dalam suatu negara hukum tidak luput dari peranan berbagai penegak hukum dimana salah satu penegak hukum dalam hal ini adalah notaris. Yang mana keberadaan notaris tersebut dibutuhkan di dalam suatu negara hukum agar dapat mengatur perhubungan hukum antar masyarakat di dalamnya. Selain itu, notaris merupakan jawaban atas kebutuhan masyarakat akan bantuan hukum yang netral dan berimbang sehingga melindungi kepentingan hukum masyarakat. Notaris juga diharapkan dapat memberikan penyuluhan hukum, khususnya dalam pembuatan akta, sehingga masyarakat akan mendapatkan perlindungan hukum dan kepastian hukum, sehubungan dengan semakin meningkatnya proses pembangunan sehingga meningkat pula kebutuhan hukum dalam masyarakat.
Kebutuhan hokum dalam masyarakat dapat dilihat dengan semakin banyaknya bentuk perjanjian yang dituangkan dalam suatu akta notaris, dimana notaris merupakan salah satu pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Dengan demikian, kaitannya dalam hal ini notaris yang merupakan pejabat berwenang dalam suatu produk yang dihasilkan dari notaris itu sendiri merupakan suatu produk hukum yang lahir dari kebijakan politik hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Anshori, Abdul Ghofur, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia Perspektif Hukum dan Etika, Yogyakarta: UII Press.
Adjie, Habib, 2009, Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
MD, Moh. Mahfud, 2009, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.