1
Kajian Kritis PMA RI No. 000912 Tahun 2013
Tentang Kurikulum Madrasah 2013
Mata Pelajaran Al-Qur’an-Hadits dan Bahasa Arab
Oleh: Djamaluddin Perawironegoro
Bab I
Pendahuluan
a. Latar Belakang
Diantara problem implementasi kurikulum 2013, sebagaimana dilansir
dalam laman kemendikbud yang dikutip okezone.com adalah:
1. Tidak ada kajian terhadap penerapan kurikulum 2006 yang berujung pada
kesimpulan urgensi perpindahan kepada kurikulum 2013.
2. Tidak ada evaluasi menyeluruh terhadap uji coba penerapan kurikulum
2013 setelah setahun penerapan di sekolah-sekolah yang ditunjuk.
3. Kurikulum sudah diterapkan di seluruh sekolah di bulan Juli 2014,
sementara instruksi untuk melakukan evaluasi baru dibuat 14 Oktober
2014, yaitu enam hari sebelum pelantikan presiden baru (Peraturan
Menteri No. 159). Penjelasan poin ini adalah, pada pasal 2 ayat 2 dalam
peraturan Menteri Nomor 159 Tahun 2014 itu menyebutkan bahwa
evaluasi Kurikulum untuk mendapatkan informasi mengenai; kesesuaian
antara Ide kurikulum dan Desain kurikulum; Kesesuaian antara Desain
Kurikulum dan Dokumen Kurikulum; Kesesuaian antra Dokumen
kurikulum dan Implementasi Kurikulum; dan Kesesuaian antara Ide
Kurikulum, Hasil Kurikulum, dan Dampak Kurikulum. Kenyataannya,
Kurikulum 2013 diterapkan di seluruh sekolah sebeleum dievaluasi
kesesuaian antara ide, desain, dokumen hingga dampak kurikulum.
4. Penyeragaman tema di seluruh kelas, sampai metode, isi pembelajaran dan
buu yang bersifat wajib sehingga terindikasi bertentangan dengan UU
Sisdiknas.
5. Penyusunan konten Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar yang tidak
seksama sehingga menyebabkan ketidakselarasan.
2
6. Kompetensi Spiritual dan Sikap terlalu dipaksakan sehingga mengganggu
substansi
keilmuan
dan
menimbulkan
kebingungan
dan
beban
administrative berlebihan bagi para guru.
7. Metode penilaiain sangat kompleks dan menyita waktu sehingga
membingungkan guru dan mengalihkan fokus dari memberi perhatian
sepenuhnya pada siswa.
8. Ketidaksiapan guru menerapkan metode pembelajaran pada Kurikulum
2013 yang menyebabkan beban juga tertumpuk pada siswa sehingga
menghabiskan waktu siswa di sekolah dan di luar sekolah.
9. Ketergesa-gesaan penerapan menyebabkan ketidaksiapan penulisan,
pencetakan dan peredaran buku sehingga menyebabkan berbagai
permasalahan di ribuan sekolah akibat keterlambatan atau ketiadaan buku.
10. Berganti-gantinya regulasi kementrian akibat revisi yang berulang.
Beberapa problem tersebut menjadi kendala bagi implementasi Kurikulum
2013. Sehingga menjadi pedoman bagi Mentri Pendidikan Dasar Dan Menengah
Anies Baswedan dalam memberlakukan penerapan Kurikulum 2013 secara
terbatas pada sekolah yang telah memakainya selama tiga semester. Sedangkan
sekolah yang baru menerapkan Kurikulum 2013 selama satu semester diimbau
kembali ke KTSP. Dengan catatan bahwa pada tahun 2018, diharapkan seluruh
sekolah telah mengimplementasikan Kurikulum 2013.
Sejalan dengan hal tersebut, pada tanggal 31 Desember 2014 Menteri
Agama Republik Indonesia Lukman Hakim Saifuddin, mengeluarkan kebijakan
yaitu Keputusan Menteri Agama Tentang Kurikulum Madrasah, yaitu KTSP 2006
dan Kurikulum 2013 pada Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan
Madrasah Aliyah/Madrasah Aliyah Kejuruan, yaitu meliputi mata pelajaran
umum. Sedangkan, Kurikulum 2013 meliputi Mata Pelajaran Pendidikan Agama
Islam dan Bahasa Arab. Demikian itu tertuang dalam KMA RI No. 207 Tahun
2014 Tentang Kurikulum Madrasah.
Untuk menjamin keberlaksanaan Kurikulum Madrasah tersebut dikuatkan
dengan Surat Edaran Dirjen Pendis Nomor; SE/DJ.I/PP.00.6/1/2015. Yang di
antara isinya adalah “Penerapan Kurikulum Mata Pelajaran Pendidikan Agama
3
Islam (PAI) dan Bahasa Arab materi pembelajaran mengacu pada KMA No. 165
Tahun 2014 Tanggal 17 Oktober 2014 tentang Pedoman Kurikulum Madrasah
2013 mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab untuk Madrasah
Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah”.
Adapun Kurikulum Madrasah 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama
Islam dan Bahasa Arab tertulis dalam Peraturan Menteri Agama Republik
Indonesi (PMA RI) Nomor 000912 Tahun 2013. Di dalamnya terdapat tentang (1)
pemberlakuan Kurikulum 2013 untuk mata pelajaran Pendidikan Agama Islam
dan Bahasa Arab di Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah
Aliyah yang berlaku secara nasional, mencakup Kerangka Dasar dan Struktur
Kurikulum, Standar Isi, Standar Proses, Standar Penilaian Pendidikan Agama
Islam dan Bahasa Arab. Dan (2) Mencabut atau menyatakan tidak berlaku Nomor
02 Tahun 2008 Tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi Pendidikan
Agama Islam dan Bahasa Arab.
Perubahan kurikulum yang disahkan oleh Mentri Agama merupakan suatu
usaha untuk mengembangkan peserta didik pengembangan ketercapaian
pembelajaran. Tidak dapat dipungkiri bahwa selama ini para peserta didik hanya
mempelajari agama sebagai ilmu pengetahuan, dan jauh dari praktek. Maka yang
terjadi saat ini adalah suatu peningkatan pengetahuan yang pesat, namun tidak
merubah peserta didik.
Pendidikan yang diharapkan sebagai motor perubahan sikap dan perilaku
telah keluar dari khitthoh yaitu memproduk manusia yang memiliki integritas,
jujur, amanah, kreatif, dan lain-lain sebagaimana dalam tujuan pendidikan
nasional. Menjadi manusia-manusia yang kaya akan pengetahuan dalam berbagai
bentuk ilmu termasuk ilmu agama, namun tidak membentuk sikap dan perilaku
yang positif jauh dari fitrah manusia, dan bahkan cenderung hayawany. Nampak
saat ini apa yang dikatakan dengan krisis multidimensi, yang dapat dilihat saat ini
dari mulai krisis ekonomi, krisis sosial, krisis budaya, krisis kepercayaan, dan
berbagai krisis-krisis yang lain. Yang demikian itu jika ditelisik lebih mendalam
adalah krisis pada diri manusia itu sendiri. Dari krisis pada diri manusia sebagai
individu berdampak secara global pada krisis organisasi, berkembang menjadi
4
penyakit dalam lembaga. Dan jika diperluas menjadi krisis nasional. Demikian itu
menjadi keprihatinan bagi semua warga Negara lebih utamanya umat Islam, yang
menjadi warga mayoritas bagi pelaku dan penerima kebijakan yang diberikan oleh
Negara.
Pendidikan adalah salah satu media atau alat yang dapat memberikan
pencerahan terhadap kondisi masyarakat yang sedemikian rupa. Terlebih
pendidikan agama Islam, karena pada prinsipnya pendidikan Agama dapat
membentuk karakter peserta didik sebagaimana diharapkan.
Kurikulum 2013 adalah suatu usaha untuk memberikan perubahan
terhadap output peserta didik, dengan menekankan pada aspek afektif dan
psikomotorik. Dengan penekanan pada dua aspek tersebut dan dibekali dengan
aspek kognitif, diharapkan peserta didik dapat menunjukkan perilaku atau sikap
yang baik dalam proses pembelajaran. Sehingga demikian itu menjadi hal yang
dibiasakan atau habitual dalam kesehariannya. Untuk itu, pemerintah dalam hal
ini Kementrian Agama menerbitkan kurikulum 2013 yang dituangkan dalam
PMA No. 912 tahun 2013.
Makalah ini hendak menganlisis kebijakan pemerintah, dalam hal ini
Kebijakan Mentri Agama RI No. 912 tahun 2013 tentang SKL. Mengingat
banyaknya content terkait dengan mata pelajaran PAI dan jenjang yang bervariasi
dari Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah. Maka
makalah ini hendak memfokuskan pada mata pelajaran Qur’an Hadits dan Bahasa
Arab.
b. Fokus Kajian
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka makalah ini tertuju pada
beberapa fokus sebagai berikut:
1. Deskripsi naskah Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No.
000912 Tahun 2013 Tentang Kurikulum Madrasah 2013 Mata Pelajaran
Al-Qur’an-Hadits dan Bahasa Arab untuk Madrasah Ibtidaiyah
2. Analisis Teoritis tentang hubungan perkembangan peserta didik usia
SD/MI, dan Taksonomi Bloom.
5
3. Analisis Kritis terhadap PMA No. 00912 Tahun 2013 Tentang Kurikulum
Madrasah 2013 Mata Pelajaran Al-Qur’an-Hadits dan Bahasa Arab untuk
Madrasah Ibtidaiyah.
Bab II
Fokus Kebijakan, Kajian Teoritis, dan Analisis Kebijakan
a. Fokus Kebijakan
Fungsi dan tujuan dari pendidikan nasional sebagaimana tertuang dalam
UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 adalah:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Untuk menjamin ketercapaian tujuan dan fungsi tersebut, maka pemerintah
merumuskan Standar Nasional Pendidikan (SNP). SNP adalah kriteria minimal
tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Republik Indonesia.
Adapun komponen dalam SNP tersebut adalah (1) Standar Kompetensi Lulusan,
(2) Standar Isi, (3) Standar Proses, (4) Standar Pendidik dan Kependidikan, (5)
Standar Sarana dan Prasarana, (6) Standar Pengelolaan, (7) Standar Pembiayaan,
dan (8) Standar Penilaian.
Dalam PP No. 32 Tahun 2013 Tentang Standar Nasional Pendidikan
disebutkan definisi beberapa istilah yang nantinya akan terkait dengan
pembahasan PMA No. 912 Tahun 2013, demikian itu karena istilah-istilah berikut
juga digunakan untuk memahami PMA No. 912, istilah-istilah tersebut adalah:
1. Kompetensi adalah seperangkat sikap, pengetahuan, dan keterampilan
yang harus dimiliki dan dikuasai oleh Peserta Didik setelah mempelajarai
suatu muatan pembelajaran dan menamatkan suatu program, atau
menyelesaikan satuan pendidikan tertentu.
6
2. Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi
kemampuan lulusan yangmencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
3. Standar Isi adalah kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat
kompetensi untuk mencapai Kompetensi Lulusan pada jenjang jenis
pendidikan tertentu.
4. Kompetensi Inti adalah tingkat kemampuan untuk mencapai Standar
Kompetensi Lulusan yang harus dimiliki seorang Peserta didik pada setiap
tingkat kelas atau program.
5. Kompetensi Dasar adalah kemampuan untuk mencapai kompetensi inti
yang harus diperoleh Peserta didik melalui pembelajaran.
Sebagaimana diungkapkan dalam PMA No 912 Tahun 2013 dalam Bab II
tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab
untuk Madrasah Ibtidaiyah adalah:
Setelah menjalani proses pembelajaran secara integral, lulusan Madrasah
Ibtidaiyah diharapkan memiliki sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai
berikut:
Madrasah Ibtidaiyah
Dimensi
Kualifikasi Kemampuan
Sikap
Memiliki perilaku yang mencerminkan orang beriman,
berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab,
dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan
alam di lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain.
Pengetahuan
Memiliki pengetahuan faktual dan konseptual berdasarkan rasa
ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan
budaya dalam wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan,
dan peradaban terkait fenomena dan kejadian lingkungan
rumah, sekolah, dan tempat bermain.
Keterampilan
Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang produktif dan
kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sesuai dengan yang
ditugaskan kepadanya.
7
Struktur kelompok mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa
Arab dalam kurikulum madrasah ibtidaiyah meliputi; 1) Al-Qur’an Hadits; 2)
Akidah Akhlaq; 3) Fikih; 4) Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) ; dan (5) Bahasa
Arab. Masing-masing mata pelajaran tersebut pada dasarnya saling terkait dan
melengkapi.
Tujuan dan ruang lingkup mata pelajaran Al-Qur’an-Hadits dan Bahasa
Arab Madrasah Ibtidaiyah adalah:
1. Al-Qur’an Hadits
Mata pelajaran Al-Qur’an-Hadits di Madrasah Ibtidaiyah bertujuan untuk:
a) Memberikan kemampuan dasar kepada peserta didik dalam membaca,
menulis, membiasakan, dan meggemari membaca Al-Qur’an-Hadits.
b) Memberikan pengertian, pemahaman, penghayatan, isi kandungan ayatayat al-Qur’an-Hadits melalui keteladanan dan pembiasaan.
c) Membina dan membimbing perilaku peserta didik dengan berpedoman
pada isi kandungan ayat Al-Qur’an dan Hadits.
Adapun ruang lingkup mata pelajaran Al-Qur’an-Hadits:
a) Pengetahuan dasar membaca dan menulis Al-Qur’an yang benar sesuai
dengan kaidah ilmu tajwid.
b) Hafalan surat-surat pendek dalam Al-Qur’an dan pemahaman sederhana
tentang arti dan makna kandungannya serta pengalamannya melalui
keteladanan dan pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari.
c) Pemahaman dan pengamalan melalui keteladanan dan pembiasaan
mengenai
hadis-hadis
yang
berkaitan
dengan
kebersihan,
niat,
menghormati orang tua, persaudaraan, silaturahmi, takwa, menyayangi
anak yatim, salat berjama’ah, ciri-ciri orang munafik, dan amal shalih.
2. Bahasa Arab
Mata pelajaran Bahasa Arab memiliki tujuan sebagai berikut:
a) Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Arab, baik
lisan maupun tulis, yang mencakup empat kecakapan berbahasa, yakni
8
menyimak (istima‟), berbicara (kalam), membaca (qira‟ah), dan menulis
(kitabah).
b) Menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya bahasa Arab sebagai salah
satu bahasa asing untuk menjadi alat utama belajar, khususnya dalam
mengkaji sumber-sumber ajaran Islam.
c) Mengembangkan pemahaman tentang saling keterkaitan antara bahasa dan
budaya serta memperluas cakrawala budaya. Dengan demikian, peserta
didik diharapkan memiliki wawasan lintas budaya dan melibatkan diri
dalam keragaman budaya.
Ruang lingkup pelajaran bahasa Arab di Madrasah Ibtidaiyah meliputi
tema-tema tentang perkenalan, peralatan madrasah, pekerjaan, alamat, keluarga,
anggota badan, di rumah, di kebun, di madrasah, di laboratorium, di perpustakaan,
di kantin, jam, kegiatan sehari-hari, pekerjaan, rumah, dan rekreasi.
b. Kajian Teori
1. Perkembangan Peserta Didik Usia SD/MI (6 – 12 Tahun)
Dalam teori Piaget usia antara 7 hingga 11 tahun adalah termasuk dalam
Tahapan Operasional Konkret. Pada tahapan ini, pemikiran logis menggantikan
pemikiran intuitif asalkan pemikiran tersebut dapat diaplikasikan menjadi contohcontoh yang konkret atau spesifik. Contohnya, para pemikir operasional konkret
tidak dapat
membayangkan langkah-langkah
penting untuk
melengkapi
persamaan al-Jabar, yang terlalu abstrak bagi perkembangan pemikiran tahapan
ini. Anak-anak pada tahapan ini dapat menunjukkan operasi-operasi konkret yang
merupakan tindakan mental dua-arah (reversible) terhadap objek-objek rill dan
konkret.1
Pada tahapan ini beberapa tindakan yang dilakukan anak adalah:
Konservasi, dan klasifikasi. Konservasi adalah mendemonstrasikan kemampuan
anak dalam melakukan operasi-operasi konkret. Klasifikasi adalah kemampuan
untuk mengklasifikasikan benda dan memahami relasi antar benda tersebut.
Secara khusus, anak-anak operasional konkret akan dapat memahami (1)
1
John W. Santrock, Perkembangan Anak Edisi Kesebelas, jilid 1, Alih bahasa Mila Rachmawati
dan Anna Kuswanti, (Jakarta: Erlangga, 2007), hal. 255
9
Keterhubungan antara kumpulan dan sub kumpulan, (2) Seriation, yaitu operasi
konkret meliputi pengurutan stimuli sepanjang dimensi kuantitatif, (3)
Transitivity, yaitu kemampuan memikirkan relasi gabungan secara logis. Piaget
yakin bahwa pemahaman transitivity adalah tanda pemikiran operasi yang
konkret.2
Sedangkan tahapan yang juga termasuk dalam usia SD adalah kategori
Tahapan Operasional Formal dalam Teori Piaget. Tahapan operasional formal
yang muncul antara usia 11 hingga 15 tahun adalah tahapan teori Piaget yang
keempat dan terakhir. Dalam tahapan ini, individu bergerak melalui pengalamanpengalaman konkret dan berpikir dalam cara-cara yang abstrak dan lebih logis.
Sebagai bagian dari kemampuan berpikir abstrak, mereka mengembangakn
gambaran-gambaran tentang situasi-situasi ideal. 3
Karakteristik tahapan ini: Pemikiran Abstrak, Idealis, dan Logis. Kualitas
abstraksi pemikiran pada tingkat operasional formal terlihat jelas dalam
kemampuan remaja menyelesaikan masalah verbal. Egosentrisme Remaja yaitu
kesadaran diri yang bertambah tinggi pada remaja, yang menganggap semua
orang tertarik pada diri mereka, disertai munculnya perasaan unik dan tidak
terkalahkan. Elkind yakin bahwa egosentrisme remaja dapat dibagi menjadi dua
tipe pemikiran sosial – penonton imajinatif dan fable personal. Penonton
imajinatif mengacu pada aspek egosentrisme remaja yang meliputi prilaku
mencari perhatian – usaha untuk diperhatikan, diliha, dan “di atas panggung.”
Fabel personal adalah bagian egosentrisme yang melibatkan kesadaran para
remaja akan keunikan dan kedigjayaan pribadi. Rasa keunikan ini membuat
mereka merasa bahwa tidak ada seorangpun yang dapat memahami bagaimana
sesungguhnya perasaan mereka.4
2. Tujuan Pembelajaran
Tujuan pendidikan nasional pada prinsipnya telah mencakup tiga
kompetensi dalam pendidikan, baik itu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ranah
2
Santrock, hal. 257
Santrock, hal. 257
4
Santrock, hal. 259
3
10
afektif adalah (1) beriman, (2) bertakwa, (3) berakhlak mulia, dan (4) sehat.
Ranah kognitif adalah (1) berilmu, dan (2) cakap. Sedangkan ranah psikomotorik
adalah (1) kreatif, (2) mandiri, dan (3) menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
Melalui proses pembelajaran diharapkan peserta didik mencapai tujuan
tersebut, yaitu melalui penguasaan tiga kompetensi. Adapun teori umum yang
relevan sampai saat ini adalah teori Benjamin S. Bloom yang popular dengan
Taksonomi Bloom. Dalam Taksonomi tersebut Bloom -sebagaimana diungkapkan
oleh Wiles dan Bondi- membagi tujuan pembelajaran menjadi tiga, kognitif,
afektif, dan psikomotorik, yang masing-masing memiliki 6, 5, dan 4 level
kompetensi.
a) Kompetensi Kognitif
1) Knowledge, yakni kemampuan untuk mengingat, dan mengetahui
secara benar.
2) Comprehension, yakni kemampuan untuk memahami apa yang sedang
dikomunikasikan dan mampu mengimplementasikan ide tanpa harus
mengaitkannya dengan ide lain, dan juga tanpa harus melihat ide itu
secara mendalam. Untuk level ini, diperlukan dukungan knowledge.
3) Application, yakni kemampuan untuk menggunakan sebuah ide,
prinsip-prinsip dan teori-teori pada kasus baru pada situasi yang
spesifik. Untuk level ini, diperlukan dukungan knowledge, dan
comprehension.
4) Analysis, yakni kemampuan untuk menguraikan ide-ide pada bagianbagian konstituen, agar semua unsur dalam organisasi itu menjadi
jelas.
Untuk
level
ini,
diperlukan
dukungan
knowledge,
comprehension, dan application.
5) Synthesis, yakni kemampuan untuk memosisikan seluruh bagian
menjadi satu kesatuan yang utuh. Untuk level ini diperlukan dukungan
knowledge, comprehension, application, dan analysis.
6) Evaluation, yakni kemampuan untuk menilai apakah ide, prosedur, dan
metode yang digunakan itu sudah sesuai dengan kriteria atau belum.
11
Untuk level ini diperlukan dukungan knowledge, comprehension,
application, dan synthesis.5
b) Kompetensi Afektif
1) Receiving, yakni mendatangi, menjadi peduli terhadap sebuah ide,
sebuah proses atau sesuatu yang lain, dan ada keinginan untuk
memerhatikan sebuah fenomena yang khusus.
2) Responding, yakni memberikan respons pada tahap pertama dengan
kerelaan, dan berikutnya dengan keinginan untuk menerima dengan
penuh kepuasan. Untuk level responding diperlukan dukungan
receiving.
3) Valuing, yakni menerima nilai dari sesuatu, ide, atau perilaku, memilih
salah satu nilai ang menurutnya paling benar, selalu konsisten dalam
menerimanya, dan bahkan terus berupaya untuk meningkatkan
konsistensinya. Untuk pengembangan level valuing diperlukan
dukungan receiving dan responding.
4) Organization,
yakni
kemampuan
mengorganisasikan
nilai-nilai,
menentukan pola-pola hubungan antara satu nilai dengan lainnya, dan
mengadaptasikan perilaku pada sistem nilai. Untuk level ini diperlukan
dukungan receiving dan responding, dan valuing.
5) Characterization, yakni kemampuan mengeneralisasikan nilai-nilai
dalam tendensi control, penekanan pada konsistensi, dan kemudian
mengintegrasikan semua nilai menjadi filosofi hidup atau worldview
mereka. Untuk level ini diperlukan dukungan receiving dan
responding, valuing , dan organizing of values.6
c) Kompetensi Psikomotorik
1) Observing, yakni mengamati proses, memberikan perhatian terhadap
step-step dan teknik-teknik yang dilalui dan yang digunakan dalam
5
Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis; Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam
Penyelenggaraan Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2013), hal. 68
6
Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis; hal. 69
12
menyelesaikan sebuah pekerjaan atau mengartikulasikan sebuah
perilaku.
2) Imitating, yakni mengikuti semua arahan, tahap-tahap dan teknikteknik yang diamatinya dalam menyelesaikan sesuatu, dengan penuh
kesadaran dan dengan usaha yang sungguh-sungguh. Untuk level ini
perlu dukungan observing.
3) Practicing, mengulang tahap-tahap dan teknik-teknik ang dicoba
diikutinya itu, sehingga menjadi kebiasaan. Untuk ini diperlukan
kesungguhan upaya, dan memperlancar langkah-langkah tersebut
melalui pembiasaan terus-menerus. Untuk ini diperlukan dukungan
observing, dan imitating.
4) Adapting, yakni melakukan penyesuaian individual terhadap tahaptahap dan teknik-teknik yang telah dibiasakannya, agar sesuai dengan
kondisi dan situasi pelaku sendiri. Untuk level ini diperlukan dukungan
observing, imitating, dan practicing.7
Dari pemaparan tersebut, dapat difahami bahwa dalam pencapaian setiap
kompetensi dimulai dari tahap yang paling rendah, berlanjut hingga yang
tertinggi. Dan ketercapaian tiap tahap menjadi dasar untuk mencapai tahapan yang
berikutnya yang lebih tinggi.
Pada proses pembelajaran, dalam satu materi atau bahan ajar seorang guru
atau pendidik dapat secara bersamaan mengintegrasikan tujuan-tujuan tersebut
dalam satu bahasan pelajaran. Contoh; Dalam pelajaran Al-Qur’an-Hadits
membahas satu surah yaitu surah Al-Fatihah, tujuan dari pembelajaran surah AlFatihah dapat mencakup tiga kompetensi tersebut. Dalam ranah kognitif dapat
mencakup 6 level, dalam ranah afektif dapat mencakup 5 level, dan dalam ranah
psikomotorik dapat mencakup 4 level tersebut.
Hampir semua pembahasan mengenai surah-surah dalam Al-Qur’an dapat
dicapai kompetensi-kompetensi yang diharapkan. Namun permasalahannya
adalah, dalam merumuskan tujuan-tujuan pembelajaran yang berdasarkan tiga
7
Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis;hal. 70-71
13
kompetensi tersebut harus memperhatikan pola perkembangan peserta didik.
Sehingga tidak menjadi beban bagi peserta didik.
Perhatian antara kesesuaian indicator kompetensi dengan perkembangan
peserta didik adalah penting. Mengingat bahwa peserta didik masih dalam tahap
pertumbuhan yang sangat mungkin untuk berkembang. Apabila tidak terjadi
penyesuaian, maka yang terjadi adalah peserta didik menjadi keberatan dan
menghindar untuk mendalami pelajaran tersebut.
c. Analitis Kritis
Dari pemaparan kajian teori tersebut dapat dikritisi beberapa hal diantaranya:
1. Terdapat perubahan alur pikir pencapaian SKL antara kurikulum KTSP
2004, 2006 dan Kurikulum 2013.
Pada kurikulum KTSP 2004 dan 2006 kerangka penyusunannya adalah
dari (1) Tujuan Pendidikan Nasional diturunkan menjadi (2) kerangka
dasar kurikulum yang berisi muatan filosofis, yuridis, dan konseptual.
Kemudian diturunkan menjadi (3) standar isi yang di dalamnya terdapat
SKL Mapel termasuk SK dan KD. Dari standar isi tersebut diturunkan
secara bersamaan yaitu (4) standar proses, (5) standar kompetensi lulusan,
dan (6) standar penilaian. Kemudian diturunkan darinya (7) pedoman, dan
berikutnya (8) syllabus. Dari syllabus tersebut guru merumuskan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran, Buku Teks Siswa, dan Pembelajaran dan
Penilaian. Sedangkan, titik pembeda antara KTSP 2004 dan 2006 adalah
bahwa pada KTSP 2006 Syllabus berikut turunannya di susun oleh Satuan
Pendidikan/Guru. Dan titik persamaannya adalah bahwa Standar Isi
sebagai sumber standar proses, kompetensi lulusan, dan penilaian.
Pada Kurikulum 2013 Standar Kompetensi Lulusan sebagai sumber
standar proses, Isi, dan penilaian. Adapun alur berfikir pada Kurikulum
2013 adalah; (1) Kesiapan Peserta Didik, (2) Tujuan Pendidikan Nasional,
dan (3) Kebutuhan, menghasilkan (4) standar kompetensi lulusan satuan
pendidikan. Dari SKL tersebut menurunkan (5) kerangka dasar kurikulum,
kemudian menurunkan (6) struktur kurikulum, (7) Kompetensi Inti kelas
14
dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran, secara bersamaan dengan standar
proses dan standar penilaian. Dan kemudian menghasilkan (8) syllabus,
dari syllabus tersebut disusun oleh pemerintah berikut buku pegangan
murid dan buku pegangan guru. Sedangkan oleh guru, yaitu membuat
Rencana
Pembelajaran,
Pelaksanaan
Pembelajaran,
Penilaian
Pembelajaran, dan buku pengayaan.
2. Sebagaimana diungkapkan dalam tujuan pembelajaran Al-Qur’an dan
Hadits untuk Madrasah Ibtidaiyah yaitu: “Memberikan kemampuan dasar
kepada peserta didik dalam membaca, menulis, membiasakan, dan
meggemari membaca Al-Qur’an-Hadits.” Dalam ruang lingkup mata
pelajaran Al-Qur’an dan Hadits disebutkan “Pengetahuan dasar membaca
dan menulis Al-Qur’an yang benar sesuai dengan kaidah ilmu tajwid.”
Faktanya adalah bahwa dalam kompetensi inti dan kompetensi dasar yang
dilampirkan dalam PMA 912 tidak menunjukkan satu indikatorpun yang
menunjukkan satu pembelajaran tentang baca tulis Al-Qur’an dan Hadits
yang terstruktur dari pengenalan huruf hijaiyah dan tanda bacanya,
penulisan huruf hijaiyah dan tanda bacanya. Yang ditekankan di dalamnya
adalah kemampuan untuk melafalkan, menghafalkan, dan membaca huruf
hijaiyah melalui surah-surah pendek,
Penekanan pada pembelajaran model hafalan memberikan kesulitan
tersendiri bagi peserta didik, dikarenakan pengetahuannya tentang huruf
hijaiyah dan atribut yang terkait dengannya tidak dimiliki. Dan pada
hasilnya, peserta didik hanya ikut melafalkan, dan yang terbaik
diantaranya adalah mampu untuk menghafalkan. Akan tetapi, untuk
membaca surah-surah yang lain akan kesulitan.
Demikian itu tentu menghambat ketercapaian tujuan dan standar
kompetensi lulusan yang diharapkan.
3. Mata pelajaran
Bahasa Arab memiliki
tujuan “Mengembangkan
kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Arab, baik lisan maupun tulis,
yang mencakup empat kecakapan berbahasa, yakni menyimak (istima‟),
berbicara (kalam), membaca (qira‟ah), dan menulis (kitabah)”. Dan untuk
15
ruang lingkupnya disebutkan “tema-tema tentang perkenalan, peralatan
madrasah, pekerjaan, alamat, keluarga, anggota badan, di rumah, di kebun,
di madrasah, di laboratorium, di perpustakaan, di kantin, jam, kegiatan
sehari-hari, pekerjaan, rumah, dan rekreasi.”
Dalam lampiran PMA No. 912 telah dituliskan tentang kompetensi dasar
dan kompetensi inti yang menjadi panduan pada pembelajaran bahasa
Arab di Madrasah Ibtidaiyah. Kompetensi inti dan kompetensi dasar yang
dituliskan lebih cenderung untuk mempelajari bahasa melalui pembiasaan
istima‟ dan kalam , sedikit menyentuh aspek qira‟ah dan kitabah.
Sehingga yang muncul adalah kebiasaan untuk menghafal materi,
kemudian untuk mempraktekkannya. Dan untuk menulis dan membaca
menjadi hal yang kurang diperhatikan.
Implikasi dari kurikulum ini jika dilakukan adalah peserta didik hanya
akan mampu untuk melafalkan dan mengungkapkan untuk materi yang
dipelajarinya, selebihnya untuk menulis apa yang ia ucapkan atau
mengembangkannya menjadi kesulitan tersendiri.
Dalam kurikulum ini juga tidak disampaikan dengan jelas tentang
pembelajaran menulis bahasa Arab. Mengingat bahasa Arab memiliki
kerumitan tersendiri dalam penulisannya dimana huruf Arab berbeda
ketika berada di depan, di akhir, dan di tengah. Kemudian juga beberapa
huruf Arab tidak dapat disambungkan dengan huruf lainnya dan
mengharuskan untuk tidak disambung. Demikian itu penting untuk
dipelajari bagi peserta didik di tingkat dasar. Mengingat kemampuan
menulis adalah kemampuan dasar.
Dalam aspek qira‟ah juga masih belum menjadi perhatian dalam
kurikulum ini, membaca masih di dasari dari pelafalan guru atas suatu
bacaan, tidak dimulai dari membaca huruf hijaiyah. Guru akan bisa
menyampaikannya dengan baik, namun guru akan melafalkan berulangulang dan cenderung tidak efektif.
Tentu berbeda ketika guru mengajarkan bahasa Arab dimulai dengan
membaca huruf hijaiyah dan mengenali harakah-harakahnya. Ketika
16
peserta didik mampu untuk membaca dengan sendirinya, beban guru akan
berkurang. Guru hanya perlu untuk melafalkan dalam rangka mengenalkan
lahjah „araby dan ekspresi yang terkait dengan bacaan. Dengan demikian
untuk berikutnya guru bisa memberikan tugas untuk pengembangan
berikutnya pada peserta didik.
4. Pada aspek afektif kurikulum 2013 untuk Madrasah Ibtidaiyah telah
dipaparkan dengan baik yaitu diantaranya adalah agar peserta didik
terbiasa mengamalkan ajaran dari surah-surah dan Hadits yang
disampaikan pada proses pembelajaran. Tentu hal ini menjadi baik dan
bahkan harapan setiap orang tua muslim agar anaknya yang diamanahkan
di lembaga pendidikan Islam berperilaku sebagaimana Allah Swt dan
Rasul-Nya memerintahkan dalam Al-Qur’an dan Hadits.
Hal ini menjadi problem ketika guru tidak memiliki pengetahuan yang luas
mengenai Ulumu-l-Qur‟an. Kecenderungan guru untuk memberikan
terjemah surah-surah pendek kepada peserta didik dan memerintahkan
untuk menghafalkannya berpengaruh kepada sikap peserta didik untuk
mempraktikkan apa yang difahaminya dari terjemah tersebut secara lafdzi.
Hal ini menjadi baik untuk beberapa ayat Al-Qur’an dan Hadits yang tidak
membutuhkan penjelasan sikap terkait dengannya, namun akan menjadi
problem ketika untuk beberapa ayat Al-Qur’an untuk dijelaskan sikap
yang dilakukan sesuai dengan ayat tersebut. Contoh; dalam surah AlKafiruun disebutkan “Lakum diinukum wa liyadiin” adalah baik jika
diambil makna lafdzi darinya yaitu “bagimu adalah agamamu dan bagiku
agamaku”. Mengamalkan ayat ini di Indonesia yang multi agama tentu
dibutuhkan, namun jika tidak diberikan penjelasan bahwa dalam
memberikan penolakan juga harus disertai dengan sikap atau cara yang
baik dan jauh dari kekerasan baik itu secara verbal ataupun fisik, maka
yang terjadi adalah suatu model pembelajaran intoleransi kepada
masyarakat yang beragama lain.
Demikian itu tentu menjadi perhatian bagi para perumus kurikulum di
pemerintah pusat, agar SKL yang direncanakan dapat dicapai.
17
5. Dalam aspek afektif dan keterampilan juga disebutkan tentang
kemampuan dasar menulis dan membaca di Madrasah Ibtidaiyah.
Kompetensi dasar yang dipaparkan adalah peserta didik diharapkan
mampu untuk menulis dan membaca dengan materi dari surah-surah
pendek dalam Al-Qur’an. Demikian itu akan memberikan kesulitan
tersendiri bagi guru maupun peserta didik. Sehingga kalau boleh dikatakan
bahwa pendekatan untuk pembentukan sikap dan keterampilan berbasis
pada hafalan.
Proses pembelajaran demikian baik saja untuk kepentingan pragmatis, asal
peserta didik hafal ayat, hadits, dan terjemahnya, peserta didik akan
mendapatkan pengetahuan dan dengan demikian dia akan merubah
sikapanya. Tentu demikian itu baik untuk waktu singkat, yaitu menghafal
dan mengingat. Tetapi jika tidak dibarengi dengan kemampuan membaca
dan menulis yang baik akan menjadi problem di masa yang akan datang.
6. Dalam menyusun SKL, KI, dan KD, pemerintah belum menyusun secara
sistematis dalam mengembangkan dari SKL, menjadi KI, dan berikutnya
menjadi KD. KI dan KD yang terdapat dalam lampiran PMA No.912 tidak
memberikan arahan untuk pengembangan peserta didik, jika dilihat dari
pengembangan peserta didik dengan taksonomi bloom. Hal ini dapat
dilihat kemiripannya KI dan KD pada setiap jenjang di tingkat Madrasah
Ibtidaiyah. Perubahan pada setiap jenjang hanya pada materi surah-surah
dan hadits yang disampaikan. Demikian itu tentu tidak tepat, mengingat
kandungan setiap surah dalam Al-Qur’an memiliki makna yang berbedabeda. Contoh: memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun,
peduli, dan percaya diri, tentu tidak semua surah mengandung sikap-sikap
tersebut, surah tertentu penekanannya adalah kejujuran, surah yang lain
pentingnya tanggung jawab. Demikian juga terhadap karakter-karakter
yang lain. Menyamakan semua karakter untuk semua surah tentu menjadi
keberatan tersendiri bagi peserta didik di tingkat Madrasah Ibtidaiyah.
Demikian itu karena daya abstraksi peserta didik belum berkembang
dengan baik pada siswa Madrasah Ibtidaiyah.
18
7. Jumlah hadits yang dipelajari lebih sedikit sekali, dibandingkan dengan
jumlah ayat-ayat Al-Qur’an. Apalagi fokus pemerintah adalah peningkatan
aspek afektif dan sikap, baiknya adalah dengan mengambil hadits tentang
akhlak. Hadits Nabi Saw, lebih mudah untuk difahami daripada ayat-ayat
Al-Qur’an.
Peserta didik pada usia Madrasah Ibtidaiyah adalah masa yang baik untuk
pembentukan sikap. Sebagaimana dalam teori perkembangan kognitif
Piaget
yang
menyebutkan
“Pada
tahapan
ini,
pemikiran
logis
menggantikan pemikiran intuitif asalkan pemikiran tersebut dapat
diaplikasikan menjadi contoh-contoh konkret atau spesifik”. Pada masa ini
juga adalah masa social imitation, peserta didik akan mengimitasi sikap
orang-orang dewasa di sekitarnya.
Ketika peserta didik dalam kondisi ini, maka pembelajaran hadits-hadits
yang pendek dan bernilai prilaku sangat menguatkan pemikiran dan
kesadaran peserta didik.
8. Perlu diupayakan usaha sinkronisasi antara SKL, KI, dan KD. Mengingat
perubahan paradigma kurikulum 2013 yang berbeda dengan kurikulum
KTSP. Perbedaan itu terletak pada SKL yang diturunkan menjadi KI dan
KD pada Kurikulum 2013, sedangkan dalam KTSP SK dan KD
merupakan jalan menuju SKL.
Sinkronisasi SKL, KI, dan KD ini menjadi penting, karena keterkaitan
yang direncanakan. Dengan itu diharapkan ketercapaian SKL dapat fokus
dan terarah.
19
Bab III
Alternatif Pemecahan dan Kebijakan Ideal
Dari berbagai problem tersebut, alternative berikut dapat dijadikan pilihan
sebagai kebijakan yang ideal:
1. Perubahan paradigma dalam Kurikulum 2013 perlu disosialisasikan
dengan baik kepada seluruh guru madrasah di Indonesia. Demikian itu
mengingat perbedaan yang mendasar antara kurikulum 2013 dengan
kurikulum KTSP tentang SKL.
2. Sebagaimana tujuan pembelajaran Al-Qur’an dan Hadits, dan Bahasa Arab
adalah agar peserta didik mampu untuk membaca dan menulisa Al-Qur’an
dan Hadits, dan Bahasa Arab. Maka diharapkan kepada para perumus
kebijakan tentang kurikulum menekankan pada kemampuan dasar
membaca dan menulis, bukan kemampuan melafalkan dan menghafalkan.
3. Tujuan dari pembelajaran Bahasa Arab adalah meningkatkan kemampuan
peserta didik dalam qira‟ah, kitabah, istima‟ dan kalam. Tidak ada hal
yang terpenting dan mendasar dari semua itu adalah kecuali dengan
kemampuan baca tulis huruf hijaiyah. Maka untuk peserta didik jenjang
Madrasah Ibtidaiyah, diharapkan mampu untuk menulis dan membaca
huruf hijaiyah dengan benar. Untuk itu kemampuan membaca dan menulis
huruf hijaiyah harus menjadi bagian awal dari KI dan KD pada
pembelajaran bahasa Arab, bukan kemampuan menghafal.
4. Diantara tujuan Kurikulum 2013 adalah pengembangan sikap afektif,
untuk mengambil sikap afektif dari surah-surah pendek dalam Al-Qur’an
yang menjadi KD dibutuhkan kemampuan guru dalam bidang ulumu-lQur‟an. Oleh karena itu, Kementrian Agama atau dalam hal ini MGMP
Al-Qur’an dan Hadits untuk memberikan seminar atau diskusi mengenai
tafsir dari surah-surah pendek yang menjadi KD.
5. Menulis
dan
membaca
bahasa
Arab
merupakan
dasar
untuk
mengembangan pengetahuan peserta didik terutama dalam aspek sikap.
Karena dengan kemampuan menulis dan membaca, peserta didik akan
20
dilatih untuk belajar secara mandiri dan mengelola pengetahuan yang
dimilikinya. Dan dengan kemampuan tersebut, peserta didika akan
mencari, membaca, menemukan, dan menganalisa bacaan tersebut,
kemudian menuliskannya. Untuk itu kemampuan membaca dan menulis
hendaknya menjadi prioritas dalam membuat kebijakan.
6. Penyusunan SKL, SK, KD yang sistematis akan membantu guru-guru
dalam menyampaikan mata pelajaran dan memberikan evaluasi terkait
dengannya. Dalam penyusunan tiga hal tersebut, pemerintah diharapkan
untuk selalu melibatkan guru yang mewakili berbagai daerah khususnya
daerah-daerah 3T.
7. Jumlah Hadits pada pelajaran Qur’an dan Hadits terlalu sedikit jika
dibandingkan dengan surah-surah pendek yang diajarkan, oleh karena itu
perlu ditambah hadits-hadits pilihan. Utamanya adalah hadits-hadits
tentang akhlaq.
8. Kepada pemerintah dalam hal ini Kementrian Agama hendaknya membuat
satu kajian khusus tentang kurikulum yang telah dilaksanakannya dan
yang akan dilaksanakannya. Dengan kata lain evaluasi kurikulum, dengan
evaluasi tersebut diharapkan pemetaan peserta didik di Madrasah dapat
dimonitoring untuk ditingkatkan mutu dan pengembangannya.
9. Upaya sinkronisasi SKL, KI, dan KD merupakan hal mutlak yang harus
dilakukan oleh Pemerintah. Utamanya adalah antara Kompetensi Inti dan
Kompetensi Dasar. Penyusunan konten Kompetensi Inti dan Kompetensi
Dasar yang tidak seksama sehingga menyebabkan ketidakselarasan. Oleh
karena itu, Kementrian Agama hendaknya melibatkan guru-guru.
10. Kurikulum yang akan diterapkan hendaknya melalui proses ujicoba,
sebelum diberlakukan secara nasional di seluruh Indonesia. Demikian itu
penting, mengingat keanekaragaman dan keberagaman warga Negara
Republik Indonesia.
21
Bab IV
Kesimpulan dan Rekomendasi
Dari pembahasan yang ringkas tersebut kiranya dapat disimpulkan
beberapa hal:
1. Kebijakan pemerintah dalam hal ini Kementrian Agama adalah tepat
kiranya untuk mengimplementasikan Kurikulum 2013 untuk mata
pelajaran agama Islam dan bahasa Arab.
2. Ketidakselarasan nilai-nilai dalam implementasi Kurikulum 2013
untuk mata pelajara PAI dan Bahasa Arab merupakan tanggungjawab
pemerintah dalam hal ini Kementrian Agama untuk memberikan
evaluasi-evaluasi terkait hubungan antara Standar Kompetensi Lulusan
dan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar.
3. Dalam merumuskan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar,
pemerintah hendaknya memperhatikan aspek perkembangan peserta
didik baik itu untuk Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan
Madrasah Aliyah.
4. Diperlukan suatu kurikulum yang terintegrasi untuk Pendidikan
Agama Islam dan Bahasa Arab, dari jenjang Madrasah Ibtidaiyah
hingga jenjang Madrasah Aliyah. Dengan demikian ketercapaian
tujuan pendidikan nasional dan diukur dengan efektif dan efisien.
5. Mata pelajaran Al-Qur’an Hadits dan Bahasa Arab merupakan mata
pelajaran penting bagi madrasah, karena dengan dua hal tersebut
berbagai pengetahuan tentang Islam dapat dibuka wawasannya. Maka
pembelajaran yang terstruktur mengenai baca-tulis bahasa Arab atau
Al-Qur’an adalah mutlak diperlukan.
6. Kurikulum Al-Qur’an dan Hadits untuk tingkat dasar adalah
kemampuan menulis dan membaca bahasa Arab. Oleh karena itu,
kepada pemerintah untuk merubah kurikulumnya pada aspek
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar untuk jenjang Madrasah
22
Ibtidaiyah pada kemampuan untuk menulis dan membaca huruf
hijaiyah.
Adapun rekomendasi yang diberikan adalah sebagai berikut:
1. Kepada pemerintah diharapkan untuk selalu mensosialisasikan hakikat
perubahan kurikulum dari KTSP menjadi kurikulum 2013. Dimana
perubahan itu tidak sekedar nama, namun juga terkait dengan capaian yang
akan dihasilkan tekait ketercapaian SKL.
2. Kepada guru-guru diharapkan untuk diberikan bekal dalam memahami
SKL dan turunannya, benar bahwa yang demikian itu dari pemerintah,
namun dengan memiliki bekal, guru dapat memberikan koreksi yang
sesuai untuk ketercapaian tujuan pendidikan.
3. Kepada Pemerintah dalam hal ini kementrian Agama, hendaknya memiliki
satu
instrument
untuk
menguji
ketercapaian
kurikulum
yang
dicanangkannya, sehingga kebijakan perubahan kurikulum tidak terkesan
“mengikuti” kebijakan Mentri Pendidikan Dasar dan Menengah.
Mengingat domain yang berbeda antara ilmu pengetahuan exact dengan
pengetahuan Agama Islam dan Bahasa Arab.
4. Kepada guru-guru untuk memberikan pembelajaran baca-tulis bahasa Arab
dengan baik dan benar sejak dini, mengingat fenomena saat ini, bahwa
banyak lembaga pendidikan Islam bangga dengan lulusan yang mampu
menghafal Al-Qur’an, namun ketika disajikan bacaan berbahasa arab,
peserta didik tersebut merasa kesulitan untuk membacanya. Pada
prinsipnya, hemat penulis bahwa pendidikan dasar adalah untuk
kemampuan membaca dan menulis.
5. Pada aspek afektif dan sikap, Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar
hendaknya memperhatikan juga psikologi perkembangan peserta didik,
baik itu sosial, emosional, dan psikoemosional. Demikian itu agar tercapai
proses pembelajaran yang terukur.
23
DAFTAR RUJUKAN
Chan, Sam M. ed.all. Isu-Isu Kritis Kebijakan Penddiikan Era Otonomi Daerah,
Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.
Irianto,Yoyon Bahtiar, Kebijakan Pembaruan Pendidikan; Konsep, Teori, dan
Model, Jakarta: Rajawali Press, 2011
Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam dari Paradigma Pengembangan
hingga Manajemen Kelembagaan, Kurikulum dan Strategi Pembelajaran.
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009.
Rosyada, Dede, Paradigma Pendidikan Demokratis; Sebuah Model Pelibatan
Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2013
Rusman, Manajemen Kurikulum, Jakarta: Raja Grafindo, 2011
Santrock, John W. Perkembangan Anak Edisi Kesebelas, jilid 1, Alih bahasa Mila
Rachmawati dan Anna Kuswanti, Jakarta: Erlangga, 2007
Tilaar, H.A. R. dan Nugroho, Riant, Kebijakan Pendidikan: Pengantar Untuk
Memahami Kebijakan Pendidiakn dan Kebijakan Pendidiakn Sebagai
Kebijakan Publik, Jakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Referensi Internet:
www.okezone.com
Referensi Undang-Undang:
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.
PMA RI No. 000912 Tahun 2013 Tentang Kurikulum Madrasah 2013.
KMA RI No. 207 Tahun 2014 Tentang Kurikulum Madrasah.
Surat Edaran Dirjen Pendis Nomor; SE/DJ.I/PP.00.6/1/2015.