Academia.eduAcademia.edu

Kajian Kritis PMA No. 912 tentang Kurikulum 2013

Diantara problem implementasi kurikulum 2013, sebagaimana dilansir dalam laman kemendikbud yang dikutip okezone.com adalah: 1. Tidak ada kajian terhadap penerapan kurikulum 2006 yang berujung pada kesimpulan urgensi perpindahan kepada kurikulum 2013. 2. Tidak ada evaluasi menyeluruh terhadap uji coba penerapan kurikulum 2013 setelah setahun penerapan di sekolah-sekolah yang ditunjuk. 3. Kurikulum sudah diterapkan di seluruh sekolah di bulan Juli 2014, sementara instruksi untuk melakukan evaluasi baru dibuat 14 Oktober 2014, yaitu enam hari sebelum pelantikan presiden baru (Peraturan Menteri No. 159). Penjelasan poin ini adalah, pada pasal 2 ayat 2 dalam peraturan Menteri Nomor 159 Tahun 2014 itu menyebutkan bahwa evaluasi Kurikulum untuk mendapatkan informasi mengenai; kesesuaian antara Ide kurikulum dan Desain kurikulum; Kesesuaian antara Desain Kurikulum dan Dokumen Kurikulum; Kesesuaian antra Dokumen kurikulum dan Implementasi Kurikulum; dan Kesesuaian antara Ide Kurikulum, Hasil Kurikulum, dan Dampak Kurikulum. Kenyataannya, Kurikulum 2013 diterapkan di seluruh sekolah sebeleum dievaluasi kesesuaian antara ide, desain, dokumen hingga dampak kurikulum. 4. Penyeragaman tema di seluruh kelas, sampai metode, isi pembelajaran dan buu yang bersifat wajib sehingga terindikasi bertentangan dengan UU Sisdiknas. 5. Penyusunan konten Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar yang tidak seksama sehingga menyebabkan ketidakselarasan.

1 Kajian Kritis PMA RI No. 000912 Tahun 2013 Tentang Kurikulum Madrasah 2013 Mata Pelajaran Al-Qur’an-Hadits dan Bahasa Arab Oleh: Djamaluddin Perawironegoro Bab I Pendahuluan a. Latar Belakang Diantara problem implementasi kurikulum 2013, sebagaimana dilansir dalam laman kemendikbud yang dikutip okezone.com adalah: 1. Tidak ada kajian terhadap penerapan kurikulum 2006 yang berujung pada kesimpulan urgensi perpindahan kepada kurikulum 2013. 2. Tidak ada evaluasi menyeluruh terhadap uji coba penerapan kurikulum 2013 setelah setahun penerapan di sekolah-sekolah yang ditunjuk. 3. Kurikulum sudah diterapkan di seluruh sekolah di bulan Juli 2014, sementara instruksi untuk melakukan evaluasi baru dibuat 14 Oktober 2014, yaitu enam hari sebelum pelantikan presiden baru (Peraturan Menteri No. 159). Penjelasan poin ini adalah, pada pasal 2 ayat 2 dalam peraturan Menteri Nomor 159 Tahun 2014 itu menyebutkan bahwa evaluasi Kurikulum untuk mendapatkan informasi mengenai; kesesuaian antara Ide kurikulum dan Desain kurikulum; Kesesuaian antara Desain Kurikulum dan Dokumen Kurikulum; Kesesuaian antra Dokumen kurikulum dan Implementasi Kurikulum; dan Kesesuaian antara Ide Kurikulum, Hasil Kurikulum, dan Dampak Kurikulum. Kenyataannya, Kurikulum 2013 diterapkan di seluruh sekolah sebeleum dievaluasi kesesuaian antara ide, desain, dokumen hingga dampak kurikulum. 4. Penyeragaman tema di seluruh kelas, sampai metode, isi pembelajaran dan buu yang bersifat wajib sehingga terindikasi bertentangan dengan UU Sisdiknas. 5. Penyusunan konten Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar yang tidak seksama sehingga menyebabkan ketidakselarasan. 2 6. Kompetensi Spiritual dan Sikap terlalu dipaksakan sehingga mengganggu substansi keilmuan dan menimbulkan kebingungan dan beban administrative berlebihan bagi para guru. 7. Metode penilaiain sangat kompleks dan menyita waktu sehingga membingungkan guru dan mengalihkan fokus dari memberi perhatian sepenuhnya pada siswa. 8. Ketidaksiapan guru menerapkan metode pembelajaran pada Kurikulum 2013 yang menyebabkan beban juga tertumpuk pada siswa sehingga menghabiskan waktu siswa di sekolah dan di luar sekolah. 9. Ketergesa-gesaan penerapan menyebabkan ketidaksiapan penulisan, pencetakan dan peredaran buku sehingga menyebabkan berbagai permasalahan di ribuan sekolah akibat keterlambatan atau ketiadaan buku. 10. Berganti-gantinya regulasi kementrian akibat revisi yang berulang. Beberapa problem tersebut menjadi kendala bagi implementasi Kurikulum 2013. Sehingga menjadi pedoman bagi Mentri Pendidikan Dasar Dan Menengah Anies Baswedan dalam memberlakukan penerapan Kurikulum 2013 secara terbatas pada sekolah yang telah memakainya selama tiga semester. Sedangkan sekolah yang baru menerapkan Kurikulum 2013 selama satu semester diimbau kembali ke KTSP. Dengan catatan bahwa pada tahun 2018, diharapkan seluruh sekolah telah mengimplementasikan Kurikulum 2013. Sejalan dengan hal tersebut, pada tanggal 31 Desember 2014 Menteri Agama Republik Indonesia Lukman Hakim Saifuddin, mengeluarkan kebijakan yaitu Keputusan Menteri Agama Tentang Kurikulum Madrasah, yaitu KTSP 2006 dan Kurikulum 2013 pada Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah/Madrasah Aliyah Kejuruan, yaitu meliputi mata pelajaran umum. Sedangkan, Kurikulum 2013 meliputi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab. Demikian itu tertuang dalam KMA RI No. 207 Tahun 2014 Tentang Kurikulum Madrasah. Untuk menjamin keberlaksanaan Kurikulum Madrasah tersebut dikuatkan dengan Surat Edaran Dirjen Pendis Nomor; SE/DJ.I/PP.00.6/1/2015. Yang di antara isinya adalah “Penerapan Kurikulum Mata Pelajaran Pendidikan Agama 3 Islam (PAI) dan Bahasa Arab materi pembelajaran mengacu pada KMA No. 165 Tahun 2014 Tanggal 17 Oktober 2014 tentang Pedoman Kurikulum Madrasah 2013 mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab untuk Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah”. Adapun Kurikulum Madrasah 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab tertulis dalam Peraturan Menteri Agama Republik Indonesi (PMA RI) Nomor 000912 Tahun 2013. Di dalamnya terdapat tentang (1) pemberlakuan Kurikulum 2013 untuk mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah yang berlaku secara nasional, mencakup Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum, Standar Isi, Standar Proses, Standar Penilaian Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab. Dan (2) Mencabut atau menyatakan tidak berlaku Nomor 02 Tahun 2008 Tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab. Perubahan kurikulum yang disahkan oleh Mentri Agama merupakan suatu usaha untuk mengembangkan peserta didik pengembangan ketercapaian pembelajaran. Tidak dapat dipungkiri bahwa selama ini para peserta didik hanya mempelajari agama sebagai ilmu pengetahuan, dan jauh dari praktek. Maka yang terjadi saat ini adalah suatu peningkatan pengetahuan yang pesat, namun tidak merubah peserta didik. Pendidikan yang diharapkan sebagai motor perubahan sikap dan perilaku telah keluar dari khitthoh yaitu memproduk manusia yang memiliki integritas, jujur, amanah, kreatif, dan lain-lain sebagaimana dalam tujuan pendidikan nasional. Menjadi manusia-manusia yang kaya akan pengetahuan dalam berbagai bentuk ilmu termasuk ilmu agama, namun tidak membentuk sikap dan perilaku yang positif jauh dari fitrah manusia, dan bahkan cenderung hayawany. Nampak saat ini apa yang dikatakan dengan krisis multidimensi, yang dapat dilihat saat ini dari mulai krisis ekonomi, krisis sosial, krisis budaya, krisis kepercayaan, dan berbagai krisis-krisis yang lain. Yang demikian itu jika ditelisik lebih mendalam adalah krisis pada diri manusia itu sendiri. Dari krisis pada diri manusia sebagai individu berdampak secara global pada krisis organisasi, berkembang menjadi 4 penyakit dalam lembaga. Dan jika diperluas menjadi krisis nasional. Demikian itu menjadi keprihatinan bagi semua warga Negara lebih utamanya umat Islam, yang menjadi warga mayoritas bagi pelaku dan penerima kebijakan yang diberikan oleh Negara. Pendidikan adalah salah satu media atau alat yang dapat memberikan pencerahan terhadap kondisi masyarakat yang sedemikian rupa. Terlebih pendidikan agama Islam, karena pada prinsipnya pendidikan Agama dapat membentuk karakter peserta didik sebagaimana diharapkan. Kurikulum 2013 adalah suatu usaha untuk memberikan perubahan terhadap output peserta didik, dengan menekankan pada aspek afektif dan psikomotorik. Dengan penekanan pada dua aspek tersebut dan dibekali dengan aspek kognitif, diharapkan peserta didik dapat menunjukkan perilaku atau sikap yang baik dalam proses pembelajaran. Sehingga demikian itu menjadi hal yang dibiasakan atau habitual dalam kesehariannya. Untuk itu, pemerintah dalam hal ini Kementrian Agama menerbitkan kurikulum 2013 yang dituangkan dalam PMA No. 912 tahun 2013. Makalah ini hendak menganlisis kebijakan pemerintah, dalam hal ini Kebijakan Mentri Agama RI No. 912 tahun 2013 tentang SKL. Mengingat banyaknya content terkait dengan mata pelajaran PAI dan jenjang yang bervariasi dari Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah. Maka makalah ini hendak memfokuskan pada mata pelajaran Qur’an Hadits dan Bahasa Arab. b. Fokus Kajian Berdasarkan latar belakang tersebut, maka makalah ini tertuju pada beberapa fokus sebagai berikut: 1. Deskripsi naskah Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No. 000912 Tahun 2013 Tentang Kurikulum Madrasah 2013 Mata Pelajaran Al-Qur’an-Hadits dan Bahasa Arab untuk Madrasah Ibtidaiyah 2. Analisis Teoritis tentang hubungan perkembangan peserta didik usia SD/MI, dan Taksonomi Bloom. 5 3. Analisis Kritis terhadap PMA No. 00912 Tahun 2013 Tentang Kurikulum Madrasah 2013 Mata Pelajaran Al-Qur’an-Hadits dan Bahasa Arab untuk Madrasah Ibtidaiyah. Bab II Fokus Kebijakan, Kajian Teoritis, dan Analisis Kebijakan a. Fokus Kebijakan Fungsi dan tujuan dari pendidikan nasional sebagaimana tertuang dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 adalah: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Untuk menjamin ketercapaian tujuan dan fungsi tersebut, maka pemerintah merumuskan Standar Nasional Pendidikan (SNP). SNP adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Republik Indonesia. Adapun komponen dalam SNP tersebut adalah (1) Standar Kompetensi Lulusan, (2) Standar Isi, (3) Standar Proses, (4) Standar Pendidik dan Kependidikan, (5) Standar Sarana dan Prasarana, (6) Standar Pengelolaan, (7) Standar Pembiayaan, dan (8) Standar Penilaian. Dalam PP No. 32 Tahun 2013 Tentang Standar Nasional Pendidikan disebutkan definisi beberapa istilah yang nantinya akan terkait dengan pembahasan PMA No. 912 Tahun 2013, demikian itu karena istilah-istilah berikut juga digunakan untuk memahami PMA No. 912, istilah-istilah tersebut adalah: 1. Kompetensi adalah seperangkat sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang harus dimiliki dan dikuasai oleh Peserta Didik setelah mempelajarai suatu muatan pembelajaran dan menamatkan suatu program, atau menyelesaikan satuan pendidikan tertentu. 6 2. Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yangmencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. 3. Standar Isi adalah kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai Kompetensi Lulusan pada jenjang jenis pendidikan tertentu. 4. Kompetensi Inti adalah tingkat kemampuan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan yang harus dimiliki seorang Peserta didik pada setiap tingkat kelas atau program. 5. Kompetensi Dasar adalah kemampuan untuk mencapai kompetensi inti yang harus diperoleh Peserta didik melalui pembelajaran. Sebagaimana diungkapkan dalam PMA No 912 Tahun 2013 dalam Bab II tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab untuk Madrasah Ibtidaiyah adalah: Setelah menjalani proses pembelajaran secara integral, lulusan Madrasah Ibtidaiyah diharapkan memiliki sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai berikut: Madrasah Ibtidaiyah Dimensi Kualifikasi Kemampuan Sikap Memiliki perilaku yang mencerminkan orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam di lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain. Pengetahuan Memiliki pengetahuan faktual dan konseptual berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dalam wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain. Keterampilan Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang produktif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sesuai dengan yang ditugaskan kepadanya. 7 Struktur kelompok mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab dalam kurikulum madrasah ibtidaiyah meliputi; 1) Al-Qur’an Hadits; 2) Akidah Akhlaq; 3) Fikih; 4) Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) ; dan (5) Bahasa Arab. Masing-masing mata pelajaran tersebut pada dasarnya saling terkait dan melengkapi. Tujuan dan ruang lingkup mata pelajaran Al-Qur’an-Hadits dan Bahasa Arab Madrasah Ibtidaiyah adalah: 1. Al-Qur’an Hadits Mata pelajaran Al-Qur’an-Hadits di Madrasah Ibtidaiyah bertujuan untuk: a) Memberikan kemampuan dasar kepada peserta didik dalam membaca, menulis, membiasakan, dan meggemari membaca Al-Qur’an-Hadits. b) Memberikan pengertian, pemahaman, penghayatan, isi kandungan ayatayat al-Qur’an-Hadits melalui keteladanan dan pembiasaan. c) Membina dan membimbing perilaku peserta didik dengan berpedoman pada isi kandungan ayat Al-Qur’an dan Hadits. Adapun ruang lingkup mata pelajaran Al-Qur’an-Hadits: a) Pengetahuan dasar membaca dan menulis Al-Qur’an yang benar sesuai dengan kaidah ilmu tajwid. b) Hafalan surat-surat pendek dalam Al-Qur’an dan pemahaman sederhana tentang arti dan makna kandungannya serta pengalamannya melalui keteladanan dan pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari. c) Pemahaman dan pengamalan melalui keteladanan dan pembiasaan mengenai hadis-hadis yang berkaitan dengan kebersihan, niat, menghormati orang tua, persaudaraan, silaturahmi, takwa, menyayangi anak yatim, salat berjama’ah, ciri-ciri orang munafik, dan amal shalih. 2. Bahasa Arab Mata pelajaran Bahasa Arab memiliki tujuan sebagai berikut: a) Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Arab, baik lisan maupun tulis, yang mencakup empat kecakapan berbahasa, yakni 8 menyimak (istima‟), berbicara (kalam), membaca (qira‟ah), dan menulis (kitabah). b) Menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya bahasa Arab sebagai salah satu bahasa asing untuk menjadi alat utama belajar, khususnya dalam mengkaji sumber-sumber ajaran Islam. c) Mengembangkan pemahaman tentang saling keterkaitan antara bahasa dan budaya serta memperluas cakrawala budaya. Dengan demikian, peserta didik diharapkan memiliki wawasan lintas budaya dan melibatkan diri dalam keragaman budaya. Ruang lingkup pelajaran bahasa Arab di Madrasah Ibtidaiyah meliputi tema-tema tentang perkenalan, peralatan madrasah, pekerjaan, alamat, keluarga, anggota badan, di rumah, di kebun, di madrasah, di laboratorium, di perpustakaan, di kantin, jam, kegiatan sehari-hari, pekerjaan, rumah, dan rekreasi. b. Kajian Teori 1. Perkembangan Peserta Didik Usia SD/MI (6 – 12 Tahun) Dalam teori Piaget usia antara 7 hingga 11 tahun adalah termasuk dalam Tahapan Operasional Konkret. Pada tahapan ini, pemikiran logis menggantikan pemikiran intuitif asalkan pemikiran tersebut dapat diaplikasikan menjadi contohcontoh yang konkret atau spesifik. Contohnya, para pemikir operasional konkret tidak dapat membayangkan langkah-langkah penting untuk melengkapi persamaan al-Jabar, yang terlalu abstrak bagi perkembangan pemikiran tahapan ini. Anak-anak pada tahapan ini dapat menunjukkan operasi-operasi konkret yang merupakan tindakan mental dua-arah (reversible) terhadap objek-objek rill dan konkret.1 Pada tahapan ini beberapa tindakan yang dilakukan anak adalah: Konservasi, dan klasifikasi. Konservasi adalah mendemonstrasikan kemampuan anak dalam melakukan operasi-operasi konkret. Klasifikasi adalah kemampuan untuk mengklasifikasikan benda dan memahami relasi antar benda tersebut. Secara khusus, anak-anak operasional konkret akan dapat memahami (1) 1 John W. Santrock, Perkembangan Anak Edisi Kesebelas, jilid 1, Alih bahasa Mila Rachmawati dan Anna Kuswanti, (Jakarta: Erlangga, 2007), hal. 255 9 Keterhubungan antara kumpulan dan sub kumpulan, (2) Seriation, yaitu operasi konkret meliputi pengurutan stimuli sepanjang dimensi kuantitatif, (3) Transitivity, yaitu kemampuan memikirkan relasi gabungan secara logis. Piaget yakin bahwa pemahaman transitivity adalah tanda pemikiran operasi yang konkret.2 Sedangkan tahapan yang juga termasuk dalam usia SD adalah kategori Tahapan Operasional Formal dalam Teori Piaget. Tahapan operasional formal yang muncul antara usia 11 hingga 15 tahun adalah tahapan teori Piaget yang keempat dan terakhir. Dalam tahapan ini, individu bergerak melalui pengalamanpengalaman konkret dan berpikir dalam cara-cara yang abstrak dan lebih logis. Sebagai bagian dari kemampuan berpikir abstrak, mereka mengembangakn gambaran-gambaran tentang situasi-situasi ideal. 3 Karakteristik tahapan ini: Pemikiran Abstrak, Idealis, dan Logis. Kualitas abstraksi pemikiran pada tingkat operasional formal terlihat jelas dalam kemampuan remaja menyelesaikan masalah verbal. Egosentrisme Remaja yaitu kesadaran diri yang bertambah tinggi pada remaja, yang menganggap semua orang tertarik pada diri mereka, disertai munculnya perasaan unik dan tidak terkalahkan. Elkind yakin bahwa egosentrisme remaja dapat dibagi menjadi dua tipe pemikiran sosial – penonton imajinatif dan fable personal. Penonton imajinatif mengacu pada aspek egosentrisme remaja yang meliputi prilaku mencari perhatian – usaha untuk diperhatikan, diliha, dan “di atas panggung.” Fabel personal adalah bagian egosentrisme yang melibatkan kesadaran para remaja akan keunikan dan kedigjayaan pribadi. Rasa keunikan ini membuat mereka merasa bahwa tidak ada seorangpun yang dapat memahami bagaimana sesungguhnya perasaan mereka.4 2. Tujuan Pembelajaran Tujuan pendidikan nasional pada prinsipnya telah mencakup tiga kompetensi dalam pendidikan, baik itu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ranah 2 Santrock, hal. 257 Santrock, hal. 257 4 Santrock, hal. 259 3 10 afektif adalah (1) beriman, (2) bertakwa, (3) berakhlak mulia, dan (4) sehat. Ranah kognitif adalah (1) berilmu, dan (2) cakap. Sedangkan ranah psikomotorik adalah (1) kreatif, (2) mandiri, dan (3) menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Melalui proses pembelajaran diharapkan peserta didik mencapai tujuan tersebut, yaitu melalui penguasaan tiga kompetensi. Adapun teori umum yang relevan sampai saat ini adalah teori Benjamin S. Bloom yang popular dengan Taksonomi Bloom. Dalam Taksonomi tersebut Bloom -sebagaimana diungkapkan oleh Wiles dan Bondi- membagi tujuan pembelajaran menjadi tiga, kognitif, afektif, dan psikomotorik, yang masing-masing memiliki 6, 5, dan 4 level kompetensi. a) Kompetensi Kognitif 1) Knowledge, yakni kemampuan untuk mengingat, dan mengetahui secara benar. 2) Comprehension, yakni kemampuan untuk memahami apa yang sedang dikomunikasikan dan mampu mengimplementasikan ide tanpa harus mengaitkannya dengan ide lain, dan juga tanpa harus melihat ide itu secara mendalam. Untuk level ini, diperlukan dukungan knowledge. 3) Application, yakni kemampuan untuk menggunakan sebuah ide, prinsip-prinsip dan teori-teori pada kasus baru pada situasi yang spesifik. Untuk level ini, diperlukan dukungan knowledge, dan comprehension. 4) Analysis, yakni kemampuan untuk menguraikan ide-ide pada bagianbagian konstituen, agar semua unsur dalam organisasi itu menjadi jelas. Untuk level ini, diperlukan dukungan knowledge, comprehension, dan application. 5) Synthesis, yakni kemampuan untuk memosisikan seluruh bagian menjadi satu kesatuan yang utuh. Untuk level ini diperlukan dukungan knowledge, comprehension, application, dan analysis. 6) Evaluation, yakni kemampuan untuk menilai apakah ide, prosedur, dan metode yang digunakan itu sudah sesuai dengan kriteria atau belum. 11 Untuk level ini diperlukan dukungan knowledge, comprehension, application, dan synthesis.5 b) Kompetensi Afektif 1) Receiving, yakni mendatangi, menjadi peduli terhadap sebuah ide, sebuah proses atau sesuatu yang lain, dan ada keinginan untuk memerhatikan sebuah fenomena yang khusus. 2) Responding, yakni memberikan respons pada tahap pertama dengan kerelaan, dan berikutnya dengan keinginan untuk menerima dengan penuh kepuasan. Untuk level responding diperlukan dukungan receiving. 3) Valuing, yakni menerima nilai dari sesuatu, ide, atau perilaku, memilih salah satu nilai ang menurutnya paling benar, selalu konsisten dalam menerimanya, dan bahkan terus berupaya untuk meningkatkan konsistensinya. Untuk pengembangan level valuing diperlukan dukungan receiving dan responding. 4) Organization, yakni kemampuan mengorganisasikan nilai-nilai, menentukan pola-pola hubungan antara satu nilai dengan lainnya, dan mengadaptasikan perilaku pada sistem nilai. Untuk level ini diperlukan dukungan receiving dan responding, dan valuing. 5) Characterization, yakni kemampuan mengeneralisasikan nilai-nilai dalam tendensi control, penekanan pada konsistensi, dan kemudian mengintegrasikan semua nilai menjadi filosofi hidup atau worldview mereka. Untuk level ini diperlukan dukungan receiving dan responding, valuing , dan organizing of values.6 c) Kompetensi Psikomotorik 1) Observing, yakni mengamati proses, memberikan perhatian terhadap step-step dan teknik-teknik yang dilalui dan yang digunakan dalam 5 Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis; Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2013), hal. 68 6 Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis; hal. 69 12 menyelesaikan sebuah pekerjaan atau mengartikulasikan sebuah perilaku. 2) Imitating, yakni mengikuti semua arahan, tahap-tahap dan teknikteknik yang diamatinya dalam menyelesaikan sesuatu, dengan penuh kesadaran dan dengan usaha yang sungguh-sungguh. Untuk level ini perlu dukungan observing. 3) Practicing, mengulang tahap-tahap dan teknik-teknik ang dicoba diikutinya itu, sehingga menjadi kebiasaan. Untuk ini diperlukan kesungguhan upaya, dan memperlancar langkah-langkah tersebut melalui pembiasaan terus-menerus. Untuk ini diperlukan dukungan observing, dan imitating. 4) Adapting, yakni melakukan penyesuaian individual terhadap tahaptahap dan teknik-teknik yang telah dibiasakannya, agar sesuai dengan kondisi dan situasi pelaku sendiri. Untuk level ini diperlukan dukungan observing, imitating, dan practicing.7 Dari pemaparan tersebut, dapat difahami bahwa dalam pencapaian setiap kompetensi dimulai dari tahap yang paling rendah, berlanjut hingga yang tertinggi. Dan ketercapaian tiap tahap menjadi dasar untuk mencapai tahapan yang berikutnya yang lebih tinggi. Pada proses pembelajaran, dalam satu materi atau bahan ajar seorang guru atau pendidik dapat secara bersamaan mengintegrasikan tujuan-tujuan tersebut dalam satu bahasan pelajaran. Contoh; Dalam pelajaran Al-Qur’an-Hadits membahas satu surah yaitu surah Al-Fatihah, tujuan dari pembelajaran surah AlFatihah dapat mencakup tiga kompetensi tersebut. Dalam ranah kognitif dapat mencakup 6 level, dalam ranah afektif dapat mencakup 5 level, dan dalam ranah psikomotorik dapat mencakup 4 level tersebut. Hampir semua pembahasan mengenai surah-surah dalam Al-Qur’an dapat dicapai kompetensi-kompetensi yang diharapkan. Namun permasalahannya adalah, dalam merumuskan tujuan-tujuan pembelajaran yang berdasarkan tiga 7 Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis;hal. 70-71 13 kompetensi tersebut harus memperhatikan pola perkembangan peserta didik. Sehingga tidak menjadi beban bagi peserta didik. Perhatian antara kesesuaian indicator kompetensi dengan perkembangan peserta didik adalah penting. Mengingat bahwa peserta didik masih dalam tahap pertumbuhan yang sangat mungkin untuk berkembang. Apabila tidak terjadi penyesuaian, maka yang terjadi adalah peserta didik menjadi keberatan dan menghindar untuk mendalami pelajaran tersebut. c. Analitis Kritis Dari pemaparan kajian teori tersebut dapat dikritisi beberapa hal diantaranya: 1. Terdapat perubahan alur pikir pencapaian SKL antara kurikulum KTSP 2004, 2006 dan Kurikulum 2013. Pada kurikulum KTSP 2004 dan 2006 kerangka penyusunannya adalah dari (1) Tujuan Pendidikan Nasional diturunkan menjadi (2) kerangka dasar kurikulum yang berisi muatan filosofis, yuridis, dan konseptual. Kemudian diturunkan menjadi (3) standar isi yang di dalamnya terdapat SKL Mapel termasuk SK dan KD. Dari standar isi tersebut diturunkan secara bersamaan yaitu (4) standar proses, (5) standar kompetensi lulusan, dan (6) standar penilaian. Kemudian diturunkan darinya (7) pedoman, dan berikutnya (8) syllabus. Dari syllabus tersebut guru merumuskan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, Buku Teks Siswa, dan Pembelajaran dan Penilaian. Sedangkan, titik pembeda antara KTSP 2004 dan 2006 adalah bahwa pada KTSP 2006 Syllabus berikut turunannya di susun oleh Satuan Pendidikan/Guru. Dan titik persamaannya adalah bahwa Standar Isi sebagai sumber standar proses, kompetensi lulusan, dan penilaian. Pada Kurikulum 2013 Standar Kompetensi Lulusan sebagai sumber standar proses, Isi, dan penilaian. Adapun alur berfikir pada Kurikulum 2013 adalah; (1) Kesiapan Peserta Didik, (2) Tujuan Pendidikan Nasional, dan (3) Kebutuhan, menghasilkan (4) standar kompetensi lulusan satuan pendidikan. Dari SKL tersebut menurunkan (5) kerangka dasar kurikulum, kemudian menurunkan (6) struktur kurikulum, (7) Kompetensi Inti kelas 14 dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran, secara bersamaan dengan standar proses dan standar penilaian. Dan kemudian menghasilkan (8) syllabus, dari syllabus tersebut disusun oleh pemerintah berikut buku pegangan murid dan buku pegangan guru. Sedangkan oleh guru, yaitu membuat Rencana Pembelajaran, Pelaksanaan Pembelajaran, Penilaian Pembelajaran, dan buku pengayaan. 2. Sebagaimana diungkapkan dalam tujuan pembelajaran Al-Qur’an dan Hadits untuk Madrasah Ibtidaiyah yaitu: “Memberikan kemampuan dasar kepada peserta didik dalam membaca, menulis, membiasakan, dan meggemari membaca Al-Qur’an-Hadits.” Dalam ruang lingkup mata pelajaran Al-Qur’an dan Hadits disebutkan “Pengetahuan dasar membaca dan menulis Al-Qur’an yang benar sesuai dengan kaidah ilmu tajwid.” Faktanya adalah bahwa dalam kompetensi inti dan kompetensi dasar yang dilampirkan dalam PMA 912 tidak menunjukkan satu indikatorpun yang menunjukkan satu pembelajaran tentang baca tulis Al-Qur’an dan Hadits yang terstruktur dari pengenalan huruf hijaiyah dan tanda bacanya, penulisan huruf hijaiyah dan tanda bacanya. Yang ditekankan di dalamnya adalah kemampuan untuk melafalkan, menghafalkan, dan membaca huruf hijaiyah melalui surah-surah pendek, Penekanan pada pembelajaran model hafalan memberikan kesulitan tersendiri bagi peserta didik, dikarenakan pengetahuannya tentang huruf hijaiyah dan atribut yang terkait dengannya tidak dimiliki. Dan pada hasilnya, peserta didik hanya ikut melafalkan, dan yang terbaik diantaranya adalah mampu untuk menghafalkan. Akan tetapi, untuk membaca surah-surah yang lain akan kesulitan. Demikian itu tentu menghambat ketercapaian tujuan dan standar kompetensi lulusan yang diharapkan. 3. Mata pelajaran Bahasa Arab memiliki tujuan “Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Arab, baik lisan maupun tulis, yang mencakup empat kecakapan berbahasa, yakni menyimak (istima‟), berbicara (kalam), membaca (qira‟ah), dan menulis (kitabah)”. Dan untuk 15 ruang lingkupnya disebutkan “tema-tema tentang perkenalan, peralatan madrasah, pekerjaan, alamat, keluarga, anggota badan, di rumah, di kebun, di madrasah, di laboratorium, di perpustakaan, di kantin, jam, kegiatan sehari-hari, pekerjaan, rumah, dan rekreasi.” Dalam lampiran PMA No. 912 telah dituliskan tentang kompetensi dasar dan kompetensi inti yang menjadi panduan pada pembelajaran bahasa Arab di Madrasah Ibtidaiyah. Kompetensi inti dan kompetensi dasar yang dituliskan lebih cenderung untuk mempelajari bahasa melalui pembiasaan istima‟ dan kalam , sedikit menyentuh aspek qira‟ah dan kitabah. Sehingga yang muncul adalah kebiasaan untuk menghafal materi, kemudian untuk mempraktekkannya. Dan untuk menulis dan membaca menjadi hal yang kurang diperhatikan. Implikasi dari kurikulum ini jika dilakukan adalah peserta didik hanya akan mampu untuk melafalkan dan mengungkapkan untuk materi yang dipelajarinya, selebihnya untuk menulis apa yang ia ucapkan atau mengembangkannya menjadi kesulitan tersendiri. Dalam kurikulum ini juga tidak disampaikan dengan jelas tentang pembelajaran menulis bahasa Arab. Mengingat bahasa Arab memiliki kerumitan tersendiri dalam penulisannya dimana huruf Arab berbeda ketika berada di depan, di akhir, dan di tengah. Kemudian juga beberapa huruf Arab tidak dapat disambungkan dengan huruf lainnya dan mengharuskan untuk tidak disambung. Demikian itu penting untuk dipelajari bagi peserta didik di tingkat dasar. Mengingat kemampuan menulis adalah kemampuan dasar. Dalam aspek qira‟ah juga masih belum menjadi perhatian dalam kurikulum ini, membaca masih di dasari dari pelafalan guru atas suatu bacaan, tidak dimulai dari membaca huruf hijaiyah. Guru akan bisa menyampaikannya dengan baik, namun guru akan melafalkan berulangulang dan cenderung tidak efektif. Tentu berbeda ketika guru mengajarkan bahasa Arab dimulai dengan membaca huruf hijaiyah dan mengenali harakah-harakahnya. Ketika 16 peserta didik mampu untuk membaca dengan sendirinya, beban guru akan berkurang. Guru hanya perlu untuk melafalkan dalam rangka mengenalkan lahjah „araby dan ekspresi yang terkait dengan bacaan. Dengan demikian untuk berikutnya guru bisa memberikan tugas untuk pengembangan berikutnya pada peserta didik. 4. Pada aspek afektif kurikulum 2013 untuk Madrasah Ibtidaiyah telah dipaparkan dengan baik yaitu diantaranya adalah agar peserta didik terbiasa mengamalkan ajaran dari surah-surah dan Hadits yang disampaikan pada proses pembelajaran. Tentu hal ini menjadi baik dan bahkan harapan setiap orang tua muslim agar anaknya yang diamanahkan di lembaga pendidikan Islam berperilaku sebagaimana Allah Swt dan Rasul-Nya memerintahkan dalam Al-Qur’an dan Hadits. Hal ini menjadi problem ketika guru tidak memiliki pengetahuan yang luas mengenai Ulumu-l-Qur‟an. Kecenderungan guru untuk memberikan terjemah surah-surah pendek kepada peserta didik dan memerintahkan untuk menghafalkannya berpengaruh kepada sikap peserta didik untuk mempraktikkan apa yang difahaminya dari terjemah tersebut secara lafdzi. Hal ini menjadi baik untuk beberapa ayat Al-Qur’an dan Hadits yang tidak membutuhkan penjelasan sikap terkait dengannya, namun akan menjadi problem ketika untuk beberapa ayat Al-Qur’an untuk dijelaskan sikap yang dilakukan sesuai dengan ayat tersebut. Contoh; dalam surah AlKafiruun disebutkan “Lakum diinukum wa liyadiin” adalah baik jika diambil makna lafdzi darinya yaitu “bagimu adalah agamamu dan bagiku agamaku”. Mengamalkan ayat ini di Indonesia yang multi agama tentu dibutuhkan, namun jika tidak diberikan penjelasan bahwa dalam memberikan penolakan juga harus disertai dengan sikap atau cara yang baik dan jauh dari kekerasan baik itu secara verbal ataupun fisik, maka yang terjadi adalah suatu model pembelajaran intoleransi kepada masyarakat yang beragama lain. Demikian itu tentu menjadi perhatian bagi para perumus kurikulum di pemerintah pusat, agar SKL yang direncanakan dapat dicapai. 17 5. Dalam aspek afektif dan keterampilan juga disebutkan tentang kemampuan dasar menulis dan membaca di Madrasah Ibtidaiyah. Kompetensi dasar yang dipaparkan adalah peserta didik diharapkan mampu untuk menulis dan membaca dengan materi dari surah-surah pendek dalam Al-Qur’an. Demikian itu akan memberikan kesulitan tersendiri bagi guru maupun peserta didik. Sehingga kalau boleh dikatakan bahwa pendekatan untuk pembentukan sikap dan keterampilan berbasis pada hafalan. Proses pembelajaran demikian baik saja untuk kepentingan pragmatis, asal peserta didik hafal ayat, hadits, dan terjemahnya, peserta didik akan mendapatkan pengetahuan dan dengan demikian dia akan merubah sikapanya. Tentu demikian itu baik untuk waktu singkat, yaitu menghafal dan mengingat. Tetapi jika tidak dibarengi dengan kemampuan membaca dan menulis yang baik akan menjadi problem di masa yang akan datang. 6. Dalam menyusun SKL, KI, dan KD, pemerintah belum menyusun secara sistematis dalam mengembangkan dari SKL, menjadi KI, dan berikutnya menjadi KD. KI dan KD yang terdapat dalam lampiran PMA No.912 tidak memberikan arahan untuk pengembangan peserta didik, jika dilihat dari pengembangan peserta didik dengan taksonomi bloom. Hal ini dapat dilihat kemiripannya KI dan KD pada setiap jenjang di tingkat Madrasah Ibtidaiyah. Perubahan pada setiap jenjang hanya pada materi surah-surah dan hadits yang disampaikan. Demikian itu tentu tidak tepat, mengingat kandungan setiap surah dalam Al-Qur’an memiliki makna yang berbedabeda. Contoh: memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri, tentu tidak semua surah mengandung sikap-sikap tersebut, surah tertentu penekanannya adalah kejujuran, surah yang lain pentingnya tanggung jawab. Demikian juga terhadap karakter-karakter yang lain. Menyamakan semua karakter untuk semua surah tentu menjadi keberatan tersendiri bagi peserta didik di tingkat Madrasah Ibtidaiyah. Demikian itu karena daya abstraksi peserta didik belum berkembang dengan baik pada siswa Madrasah Ibtidaiyah. 18 7. Jumlah hadits yang dipelajari lebih sedikit sekali, dibandingkan dengan jumlah ayat-ayat Al-Qur’an. Apalagi fokus pemerintah adalah peningkatan aspek afektif dan sikap, baiknya adalah dengan mengambil hadits tentang akhlak. Hadits Nabi Saw, lebih mudah untuk difahami daripada ayat-ayat Al-Qur’an. Peserta didik pada usia Madrasah Ibtidaiyah adalah masa yang baik untuk pembentukan sikap. Sebagaimana dalam teori perkembangan kognitif Piaget yang menyebutkan “Pada tahapan ini, pemikiran logis menggantikan pemikiran intuitif asalkan pemikiran tersebut dapat diaplikasikan menjadi contoh-contoh konkret atau spesifik”. Pada masa ini juga adalah masa social imitation, peserta didik akan mengimitasi sikap orang-orang dewasa di sekitarnya. Ketika peserta didik dalam kondisi ini, maka pembelajaran hadits-hadits yang pendek dan bernilai prilaku sangat menguatkan pemikiran dan kesadaran peserta didik. 8. Perlu diupayakan usaha sinkronisasi antara SKL, KI, dan KD. Mengingat perubahan paradigma kurikulum 2013 yang berbeda dengan kurikulum KTSP. Perbedaan itu terletak pada SKL yang diturunkan menjadi KI dan KD pada Kurikulum 2013, sedangkan dalam KTSP SK dan KD merupakan jalan menuju SKL. Sinkronisasi SKL, KI, dan KD ini menjadi penting, karena keterkaitan yang direncanakan. Dengan itu diharapkan ketercapaian SKL dapat fokus dan terarah. 19 Bab III Alternatif Pemecahan dan Kebijakan Ideal Dari berbagai problem tersebut, alternative berikut dapat dijadikan pilihan sebagai kebijakan yang ideal: 1. Perubahan paradigma dalam Kurikulum 2013 perlu disosialisasikan dengan baik kepada seluruh guru madrasah di Indonesia. Demikian itu mengingat perbedaan yang mendasar antara kurikulum 2013 dengan kurikulum KTSP tentang SKL. 2. Sebagaimana tujuan pembelajaran Al-Qur’an dan Hadits, dan Bahasa Arab adalah agar peserta didik mampu untuk membaca dan menulisa Al-Qur’an dan Hadits, dan Bahasa Arab. Maka diharapkan kepada para perumus kebijakan tentang kurikulum menekankan pada kemampuan dasar membaca dan menulis, bukan kemampuan melafalkan dan menghafalkan. 3. Tujuan dari pembelajaran Bahasa Arab adalah meningkatkan kemampuan peserta didik dalam qira‟ah, kitabah, istima‟ dan kalam. Tidak ada hal yang terpenting dan mendasar dari semua itu adalah kecuali dengan kemampuan baca tulis huruf hijaiyah. Maka untuk peserta didik jenjang Madrasah Ibtidaiyah, diharapkan mampu untuk menulis dan membaca huruf hijaiyah dengan benar. Untuk itu kemampuan membaca dan menulis huruf hijaiyah harus menjadi bagian awal dari KI dan KD pada pembelajaran bahasa Arab, bukan kemampuan menghafal. 4. Diantara tujuan Kurikulum 2013 adalah pengembangan sikap afektif, untuk mengambil sikap afektif dari surah-surah pendek dalam Al-Qur’an yang menjadi KD dibutuhkan kemampuan guru dalam bidang ulumu-lQur‟an. Oleh karena itu, Kementrian Agama atau dalam hal ini MGMP Al-Qur’an dan Hadits untuk memberikan seminar atau diskusi mengenai tafsir dari surah-surah pendek yang menjadi KD. 5. Menulis dan membaca bahasa Arab merupakan dasar untuk mengembangan pengetahuan peserta didik terutama dalam aspek sikap. Karena dengan kemampuan menulis dan membaca, peserta didik akan 20 dilatih untuk belajar secara mandiri dan mengelola pengetahuan yang dimilikinya. Dan dengan kemampuan tersebut, peserta didika akan mencari, membaca, menemukan, dan menganalisa bacaan tersebut, kemudian menuliskannya. Untuk itu kemampuan membaca dan menulis hendaknya menjadi prioritas dalam membuat kebijakan. 6. Penyusunan SKL, SK, KD yang sistematis akan membantu guru-guru dalam menyampaikan mata pelajaran dan memberikan evaluasi terkait dengannya. Dalam penyusunan tiga hal tersebut, pemerintah diharapkan untuk selalu melibatkan guru yang mewakili berbagai daerah khususnya daerah-daerah 3T. 7. Jumlah Hadits pada pelajaran Qur’an dan Hadits terlalu sedikit jika dibandingkan dengan surah-surah pendek yang diajarkan, oleh karena itu perlu ditambah hadits-hadits pilihan. Utamanya adalah hadits-hadits tentang akhlaq. 8. Kepada pemerintah dalam hal ini Kementrian Agama hendaknya membuat satu kajian khusus tentang kurikulum yang telah dilaksanakannya dan yang akan dilaksanakannya. Dengan kata lain evaluasi kurikulum, dengan evaluasi tersebut diharapkan pemetaan peserta didik di Madrasah dapat dimonitoring untuk ditingkatkan mutu dan pengembangannya. 9. Upaya sinkronisasi SKL, KI, dan KD merupakan hal mutlak yang harus dilakukan oleh Pemerintah. Utamanya adalah antara Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar. Penyusunan konten Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar yang tidak seksama sehingga menyebabkan ketidakselarasan. Oleh karena itu, Kementrian Agama hendaknya melibatkan guru-guru. 10. Kurikulum yang akan diterapkan hendaknya melalui proses ujicoba, sebelum diberlakukan secara nasional di seluruh Indonesia. Demikian itu penting, mengingat keanekaragaman dan keberagaman warga Negara Republik Indonesia. 21 Bab IV Kesimpulan dan Rekomendasi Dari pembahasan yang ringkas tersebut kiranya dapat disimpulkan beberapa hal: 1. Kebijakan pemerintah dalam hal ini Kementrian Agama adalah tepat kiranya untuk mengimplementasikan Kurikulum 2013 untuk mata pelajaran agama Islam dan bahasa Arab. 2. Ketidakselarasan nilai-nilai dalam implementasi Kurikulum 2013 untuk mata pelajara PAI dan Bahasa Arab merupakan tanggungjawab pemerintah dalam hal ini Kementrian Agama untuk memberikan evaluasi-evaluasi terkait hubungan antara Standar Kompetensi Lulusan dan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar. 3. Dalam merumuskan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar, pemerintah hendaknya memperhatikan aspek perkembangan peserta didik baik itu untuk Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah. 4. Diperlukan suatu kurikulum yang terintegrasi untuk Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab, dari jenjang Madrasah Ibtidaiyah hingga jenjang Madrasah Aliyah. Dengan demikian ketercapaian tujuan pendidikan nasional dan diukur dengan efektif dan efisien. 5. Mata pelajaran Al-Qur’an Hadits dan Bahasa Arab merupakan mata pelajaran penting bagi madrasah, karena dengan dua hal tersebut berbagai pengetahuan tentang Islam dapat dibuka wawasannya. Maka pembelajaran yang terstruktur mengenai baca-tulis bahasa Arab atau Al-Qur’an adalah mutlak diperlukan. 6. Kurikulum Al-Qur’an dan Hadits untuk tingkat dasar adalah kemampuan menulis dan membaca bahasa Arab. Oleh karena itu, kepada pemerintah untuk merubah kurikulumnya pada aspek Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar untuk jenjang Madrasah 22 Ibtidaiyah pada kemampuan untuk menulis dan membaca huruf hijaiyah. Adapun rekomendasi yang diberikan adalah sebagai berikut: 1. Kepada pemerintah diharapkan untuk selalu mensosialisasikan hakikat perubahan kurikulum dari KTSP menjadi kurikulum 2013. Dimana perubahan itu tidak sekedar nama, namun juga terkait dengan capaian yang akan dihasilkan tekait ketercapaian SKL. 2. Kepada guru-guru diharapkan untuk diberikan bekal dalam memahami SKL dan turunannya, benar bahwa yang demikian itu dari pemerintah, namun dengan memiliki bekal, guru dapat memberikan koreksi yang sesuai untuk ketercapaian tujuan pendidikan. 3. Kepada Pemerintah dalam hal ini kementrian Agama, hendaknya memiliki satu instrument untuk menguji ketercapaian kurikulum yang dicanangkannya, sehingga kebijakan perubahan kurikulum tidak terkesan “mengikuti” kebijakan Mentri Pendidikan Dasar dan Menengah. Mengingat domain yang berbeda antara ilmu pengetahuan exact dengan pengetahuan Agama Islam dan Bahasa Arab. 4. Kepada guru-guru untuk memberikan pembelajaran baca-tulis bahasa Arab dengan baik dan benar sejak dini, mengingat fenomena saat ini, bahwa banyak lembaga pendidikan Islam bangga dengan lulusan yang mampu menghafal Al-Qur’an, namun ketika disajikan bacaan berbahasa arab, peserta didik tersebut merasa kesulitan untuk membacanya. Pada prinsipnya, hemat penulis bahwa pendidikan dasar adalah untuk kemampuan membaca dan menulis. 5. Pada aspek afektif dan sikap, Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar hendaknya memperhatikan juga psikologi perkembangan peserta didik, baik itu sosial, emosional, dan psikoemosional. Demikian itu agar tercapai proses pembelajaran yang terukur. 23 DAFTAR RUJUKAN Chan, Sam M. ed.all. Isu-Isu Kritis Kebijakan Penddiikan Era Otonomi Daerah, Bogor: Ghalia Indonesia, 2010. Irianto,Yoyon Bahtiar, Kebijakan Pembaruan Pendidikan; Konsep, Teori, dan Model, Jakarta: Rajawali Press, 2011 Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam dari Paradigma Pengembangan hingga Manajemen Kelembagaan, Kurikulum dan Strategi Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009. Rosyada, Dede, Paradigma Pendidikan Demokratis; Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2013 Rusman, Manajemen Kurikulum, Jakarta: Raja Grafindo, 2011 Santrock, John W. Perkembangan Anak Edisi Kesebelas, jilid 1, Alih bahasa Mila Rachmawati dan Anna Kuswanti, Jakarta: Erlangga, 2007 Tilaar, H.A. R. dan Nugroho, Riant, Kebijakan Pendidikan: Pengantar Untuk Memahami Kebijakan Pendidiakn dan Kebijakan Pendidiakn Sebagai Kebijakan Publik, Jakarta: Pustaka Pelajar, 2009. Referensi Internet: www.okezone.com Referensi Undang-Undang: Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. PMA RI No. 000912 Tahun 2013 Tentang Kurikulum Madrasah 2013. KMA RI No. 207 Tahun 2014 Tentang Kurikulum Madrasah. Surat Edaran Dirjen Pendis Nomor; SE/DJ.I/PP.00.6/1/2015.