Academia.eduAcademia.edu

KONSEP GANGGUAN JIWA

KONSEP GANGGUAN JIWA DEFINISI Gangguan jiwa adalah gangguan yang mengenai satu atau lebih fungsi jiwa.Gangguan jiwa adalah gangguan otak yang ditandai oleh terganggunya emosi, proses berpikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca indera).Gangguan jiwa ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita (dan keluarganya) (Stuart & Sundeen, 1998). Gangguan jiwa dapat mengenai setiap orang, tanpa mengenal umur, ras, agama, maupun status sosial-ekonomi.Gangguan jiwa bukan disebabkan oleh kelemahan pribadi.Di masyarakat banyak beredar kepercayaan atau mitos yang salah mengenai gangguan jiwa, ada yang percaya bahwa gangguan jiwadisebabkan oleh gangguan roh jahat, ada yang menuduh bahwa itu akibat guna-guna, karena kutukan atau hukuman atas dosanya. Kepercayaan yang salah ini hanya akan merugikan penderita dan keluarganya karena pengidap gangguan jiwa tidak mendapat pengobatan secara cepat dan tepat (Notosoedirjo, 2005). Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial. Penyebab gangguan jiwa itu bermacam-macam ada yang bersumber dari berhubungan dengan orang lain yang tidak memuaskan seperti diperlakukan tidak adil, diperlakukan semena-mena, cinta tidak terbalas, kehilangan seseorang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, dan lain-lain. Selain itu ada juga gangguan jiwa yang disebabkan faktor organik, kelainan saraf dan gangguan pada otak (Djamaludin, 2001). Jiwa atau mental yang sehat tidak hanya berarti bebas dari gangguan. Seseorang bisa dikatakan jiwanya sehat jika ia bisa dan mampu untuk menikmati hidup, punya keseimbangan antara aktivitas kehidupannya, mampu menangani masalah secara sehat, serta berperilaku normal dan wajar, sesuai dengan tempat atau budaya dimana dia berada. Orang yang jiwanya sehat juga mampu mengekpresikan emosinya secara baik dan mampu beradaptasi dengan lingkungannya, sesuai dengan kebutuhan. PSIKOPATOLOGI Skizofrenia Sebagi Bentuk Gangguan Jiwa Skizofrenia merupakan bahasan yang menarik perhatian pada konferensi tahunan “The American Psychiatric Association/APA” di Miami, Florida, Amerika Serikat, Mei 1995 lalu. Sebab di AS angka pasien skizofrenia cukup tinggi (lifetime prevalance rates) mencapai 1/100 penduduk. Sebagai perbandungan, di Indonesia bila pada PJPT I angkanya adalah 1/1000 penduduk maka proyeksinya pada PJPT II, 3/1000 penduduk, bahkan bisa lebih besar lagi. Berdasarkan data di AS: Setiap tahun terdapat 300.000 pasien skizofrenia mengalami episode akut; Prevalensi skizofrenia lebih tinggi dari penyakit Alzheimer, multipel skelosis, pasien diabtes yang memakai insulin, dan penyakit otot (muscular dystrophy); 20%-50% pasien skizofrenia melakukan percobaan bunuh diri, dan 10% di antaranya berhasil (mati bunuh diri); Angka kematian pasien skizofrenia 8 kali lebih tinggi dari angka kematian penduduk pada umumnya. Faktor Penyebab Skizofrenia Hingga sekarang belum ditemukan penyebab (etilogi) yang pasti mengapa seseorang menderita skizofrenia, padahal orang lain tidak. Ternyata dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan tidak ditemukan faktor tunggal. Penyebab skizofrenia menurut penelitian mutakhir antara lain : Faktor genetik; Virus; Auto antibody; Malnutrisi. Sejauh manakah peran genetik pada skizofrenia? Dari penelitian diperoleh gambaran sebagai berikut : Studi terhadap keluarga menyebutkan pada orang tua 5,6%, saudara kandung 10,1%; anak-anak 12,8%; dan penduduk secara keseluruhan 0,9%. Studi terhadap orang kembar (twin) menyebutkan pada kembar identik 59,20%; sedangkan kembar fraternal 15,2%. Penelitian lain menyebutkan bahwa gangguan pada perkembangan otak janin juga mempunyai peran bagi timbulnya skizofrenia kelak dikemudian hari. Gangguan ini muncul, misalnya, karena kekurangan gizi, infeksi, trauma, toksin dan kelainan hormonal. Penelitian mutakhir menyebutkan bahwa meskipuna ada gen yang abnormal, skizofrenia tidak akan muncul kecuali disertai faktor-faktor lainnya yang disebut epigenetik faktor. Kesimpulannya adalah bahwa skizofrenia muncul bila terjadi interaksi antara abnormal gen dengan : Virus atau infeksi lain selama kehamilan yang dapat menganggu perkembangan otak janin; Menurunnya autoimun yang mungkin disebabkan infeksi selama kehamilan; Komplikasi kandungan; dan Kekurangan gizi yang cukup berat, terutama pada trimester kehamilan. Selanjutnya dikemukakan bahwa orang yang sudah mempunyai faktor epigenetik tersebut, bila mengalami stresor psikososial dalam kehidupannya, maka risikonya lebih besar untuk menderita skizofrenia dari pada orang yang tidak ada faktor epigenetik sebelumnya. Penyebab Umum Gangguan Jiwa Manusia bereaksi secara keseluruhan, secara holistik, atau dapat dikatakan juga, secara somato-psiko-sosial. Dalam mencari penyebab gangguan jiwa, maka ketiga unsur ini harus diperhatikan. Gangguan jiwa artinya bahwa yang menonjol ialah gejala-gejala yang patologik dari unsur psike. Hal ini tidak berarti bahwa unsur yang lain tidak terganggu. Sekali lagi, yang sakit dan menderita ialah manusia seutuhnya dan bukan hanya badannya, jiwanya atau lingkungannya. Hal-hal yang dapat mempengaruhi perilaku manusia ialah keturunan dan konstitusi, umur dan sex, keadaan badaniah, keadaan psikologik, keluarga, adat-istiadat, kebudayaan dan kepercayaan, pekerjaan, pernikahan dan kehamilan, kehilangan dan kematian orang yang dicintai, agresi, rasa permusuhan, hubungan antar amanusia, dan sebagainya. Tabel di bawah ini Taksiran kasar jumlah penderita beberapa jenis gangguan jiwa yang ada dalam satu tahun di Indonesia dengan penduduk 130 juta orang. Psikosa fungsional 520.000 Sindroma otak organik akut 65.000 Sindroma otak organik menahun 130.000 Retradasi mental 2.600.000 Nerosa 6.500.000 Psikosomatik 6.500.000 Gangguan kepribadian 1.300.000 Ketergantungan obat 1.000 17.616.000 Biarpun gejala umum atau gejala yang menonjol itu terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin di badan (somatogenik), dilingkungan sosial (sosiogenik) ataupun dipsike (psikogenik). Biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbullah gangguan badan ataupun jiwa. Umpamanya seorang dengan depresi, karena kurang makan dan tidur daya tahan badaniah seorang berkurang sehingga mengalami keradangan tenggorokan atau seorang dengan mania mendapat kecelakaan. Sebaliknya seorang dengan penyakit badaniah umpamanya keradangan yang melemahkan, maka daya tahan psikologiknya pun menurun sehingga ia mungkin mengalami depresi. Sudah lama diketahui juga, bahwa penyakit pada otak sering mengakibatkan gangguan jiwa. Contoh lain ialah seorang anak yang mengalami gangguan otak (karena kelahiran, keradangan dan sebagainya) kemudian menadi hiperkinetik dan sukar diasuh. Ia mempengaruhi lingkungannya, terutama orang tua dan anggota lain serumah. Mereka ini bereaksi terhadapnya dan mereka saling mempengaruhi. Sumber penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor pada ketiga unsur itu yang terus menerus saling mempengaruhi, yaitu : Faktor-faktor somatik (somatogenik) 1.1. Neroanatomi 1.2. Nerofisiologi 1.3. nerokimia 1.4. tingkat kematangan dan perkembangan organik 1.5. faktor-faktor pre dan peri – natal Faktor-faktor psikologik ( psikogenik) : 2.1. Interaksi ibu –anak : normal (rasa percaya dan rasa aman) atau abnormal berdasarkan kekurangan, distorsi dan keadaan yang terputus (perasaan tak percaya dan kebimbangan) 2.2. Peranan ayah 2.3. Persaingan antara saudara kandung 2.4. inteligensi 2.5. hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat 2.6. kehilangan yang mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu atau rasa salah 2.7. Konsep dini : pengertian identitas diri sendiri lawan peranan yang tidak menentu 2.8. Keterampilan, bakat dan kreativitas 2.9. Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya 2.10. Tingkat perkembangan emosi Faktor-faktor sosio-budaya (sosiogenik) 3.1. Kestabilan keluarga 3.2. Pola mengasuh anak 3.3. Tingkat ekonomi 3.4. Perumahan : perkotaan lawan pedesaan 3.5. Masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka dan fasilitas kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan yang tidak memadai 3.6. Pengaruh rasial dan keagamaan 3.7. Nilai-nilai Faktor keturunan Pada mongoloisme atau sindroma Down (suatu macam retardasi mental dengan mata sipit, muka datar, telinga kecil, jari-jari pendek dan lain-lain) terdapat trisoma (yaitu tiga buah, bukan dua) pada pasangan Kromosoma No. 21. Sindroma Turner (dengan ciri-ciri khas : tubuh pendek, leher melebar, infantilisme sexual) ternyata berhubungan dengan jumlah kromosima sex yang abnormal. Gangguan yang berhubungan dengan kromosoma sex dikatakan “terikat pada sex” (“sex linked”), artinya bahwa efek genetik itu hanya terdapat pada kromosoma sex. Kaum wanita ternyata lebih kurang peka terhadap gangguan yang terikat pada sex, karena mereka mempunyai dua kromosoma X : bila satu tidak baik, maka yang lain biasanya akan melakukan pekerjaannya. Akan tetapi seorang pria hanya mempunyai satu kromosoma X dan satu kromosoma Y, dan bila salah satu tidak baik, maka terganggulah ia. Masih dipermasalahkan, betulkan pria dengan XYY lebih cenderung melakukan perbuatan kriminal yang kejam ? Tabel Penelitian saudara kembar dan saudara kandung yang salah satunya menderita skizofrenia Hubungan dengan pasien skizofrenia. Faktor Konstitusi Konstitusi pada umumnya menunjukkan kepada keadaan biologik seluruhnya, termasuk baik yang diturunkan maupun yang didapati kemudian; umpamanya bentuk badan (perawakan), sex, temperamen, fungsi endoktrin daurat syaraf jenis darah. Jelas bahwa hal-hal ini mempengaruhi perilaku individu secara baik ataupun tidak baik, umpamanya bentuk badan yang atletik atau yang kurus, tinggi badan yang terlalu tinggi ataupun terlalu pendek, paras muka yang cantrik ataupun jelek, sex wanita atau pria, fungsi hormonal yang seimbang atau yang berlebihan salah satu hormon, urat syaraf yang cepat reaksinya atau yang lambat sekali, dan seterusnya. Semua ini turut mempengaruhi hidup seseorang. Cacat Kongenital Cacat kongenital atau sejak lahir dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak, terlebih yang berat, seperti retardasi mental yang brat. Akan tetapi pada umumnya pengaruh cacat ini pada timbulnya gangguan jiwa terutama tergantung pada individu itu, bagaimana ia menilai dan menyesuaikan diri terhadap keadaan hidupnya yang cacat atau berubah itu. Orang tua dapat mempersukar penyesuaian ini dengan perlindungan yang berlebihan (proteksi berlebihan). Penolakan atau tuntutan yang sudah di luar kemampuan anak. Singkatnya : kromosoma dan “genes” yang defektif serta banyak faktor lingkungan sebelum, sewaktu dan sesudah lahir dapat mengakibatkan gangguan badaniah. Cacat badaniah biasanya dapat dilihat dengan jelas,tetapi gangguan sistim biokimiawi lebih halus dan sukar ditentukan. Gangguan badaniah dapat mengganggu fungsi biologik atau psikologik secara langsung atau dapat mempengaruhi daya tahan terahdap stres. Perkembangan Psikologik yang salah Ketidak matangan atau fixasi, yaitu inidvidual gagal berkembang lebih lanjut ke fase berikutnya; “Tempat-tempat lemah” yang ditinggalkan oleh pengalaman yang traumatik sebagai kepekaan terhadap jenis stres tertentu, atau disorsi, yaitu bila inidvidu mengembangkan sikap atau pola reaksi yang tidak sesuai atau gagal mencapai integrasi kepribadian yang normal. Kita akan membicarakan beberapa faktor dalam perkembangan psikologik yang tidak sehat. Deprivasi dini Deprivasi maternal atau kehilangan asuhan ibu di rumah sendiri, terpisah dengan ibu atau di asrama, dapat menimbulkan perkembangan yang abnormal. Deprivasi rangsangan umum dari lingkungan, bila sangat berat, ternyata berhubungan edngan retardasi mental. Kekurangan protein dalam makanan, terutama dalam jangka waktu lama sebelum anak breumur 4 tahun, dapat mengakibatkan retardasi mental. Eprivasi atau frustrasi dini dapat menimbulkan “tempat-tempat yang lemah” pada jiwa, dapat mengakibatkan perkembangan yang salah ataupun perkembangan yang berhenti. Untuk perkembangan psikologik rupanya ada “masa-masa gawat”. Dalam masa ini rangsangan dan pengalaman belajar yang berhubungan dengannya serta pemuasan berbagai kebutuhan sangat perlu bagi urut-urutan perkembangan intelektual, emosional dan sosial yang normal. Pola keluarga yang petagonik Dalam masa kanak-kanak keluarga memegang peranan yang penting dalam pembentukan kepriadian. Hubungan orangtua-anak yang salah atau interaksi yang patogenik dalam keluarga sering merupakan sumber gangguan penyesuaian diri. Kadang-kadang orangtua berbuat terlalu banyak untuk anak dan tidak memberi kesempatan anak itu berkembang sendiri. Ada kalanya orangtua berbuat terlalu sedikit dan tidak merangsang anak itu atau tidak memberi bimbingan dan anjuran yang dibutuhkannya. Kadang-kadang mereka malahan mengajarkan anak itu pola-pola yang tidak sesuai. Akan tetapi pengaruh cara asuhan anak tergantung pada keadaan sosial secara keseluruhan dimana hal itu dilakukan. Dan juga, anak-anak bereaksi secara berlainan terhadap cara yang sama dan tidak semua akibat adalah tetapi kerusakan dini sering diperbaiki sebagian oleh pengalaman di kemudian hari. Akan tetapi beberapa jenis hubungan orangtua-anak sering terdapat dalam latar belakang anak-anak yang terganggu, umpamanya penolakan, perlindungan berlebihan, manja berlebihan, tuntutan perfeksionistik, standard moral yang kaku dan tidak realistik, disiplin yang salah, persaingan antar saudara yang tidak sehat, contoh orangtua yang salah, ketidak-sesuaikan perkawinan dan rumah tangganya yang berantakan, tuntutan yang bertentangan. Perlu diingat bahwa hubungan orangtua-anak selalu merupakan suatu interaksi (saling mempengaruhi), bukanlah hanya pengaruh satu arah dari orangtua ke anak. Masa remaja Masa remaja dikenal sebagai masa gawat dalam perkembangan kepribadian, sebagai masa “badai dan stres”. Dalam masa ini inidvidu dihadpai dengan pertumbuhan yang cepat, perubahanperubahan badaniah dan pematangan sexual. Pada waktu yang sama status sosialnya juga mengalami perubahan, bila dahulu ia sangat tergantung kepada orangtuanya atau orang lain, sekarang ia harus belajar berdiri sendiri dan bertanggung jawab yang membawa dengan sendirinya masalah pernikahan, pekerjaan dan status sosial umum. Kebebasan yang lebih besar membawa tanggung jawab yang lebih besar pula. Perubahan-perubahan ini mengakibatkan bawha ia harus mengubah konsep tentang diri sendiri. Tidak jarang terjadi “krisis identitas” (Erikson, 1950). Ia hasu memantapkan dirinya sebagai seorang individu yang berkepribadian lepas dari keluarganya, ia harus menyelesaikan masalah pendidikan, pernikahan dan kehidupan dalam masyarakat. Bila ia tidak dibekali dengan pegangan hidup yang kuat, maka ia akan mengalami “difusi identitas”, yaitu ia bingung tentang “apakah sbenarnya ia ini” dan “buat apakah sebebarnya hidup ini”. Sindroma ini disebut juga “anomi”, remaja itu merasa terombang ambing, terapung-apung dalam hidup ini tanpa tujuan tertentu. Banyak remaja sebenarnya tidak membernontak, akan tetapi hanya sekedar sedang mencari arti dirinya sendiri serta pegangan hidup yang berarti bagi mereka. Hal “badai dan stres” bagi kaum remaja ini sebagian besar berakar pada struktur sosial suatu masyarakat. Ada masyarakat yang membantu para remaja ini dengan adat-istiadatnya sehingga masa remaja dilalui tanpa gangguan emosional yang berarti. Kebanyakan kebutuhan kita hanya dapat diperoleh melalui hubungan dengan orang-orang lain. Jadi cara kita berhubungan dengan orang lain sangat mempengaruhi kepuasan hidup kita. Kegagalan untuk mengadakan hubungan antar manusia yang baik mungkin berasal dari dan mengakibatkan juga kekurang partisipasi dalam kelompok dan kekurangan identifikasi dengan kelompok dan konformitas (persesuaian) yang berlebihan dengan norma-norma kelompok (seperti dalam “gang” atau perkumpulan-perkumpulan rahasia para remaja). Secara garis besar dapat dikatakan bahwa kemampuan utama dalam hidup dan dalam menyesuaikan diri memerlukan “penerapan” tentang beberapa masalah utama dalam hidup, seperti pernikahan, ke-orangtua-an, pekerjaan dan hari tua. Di samping kemampuan umum ini dalam bidang badaniah, emosional, sosial dan intelektual, kita memerlukan persiapan bagi masalah. Masalah khas yang mungkin sekali akan dihadapi dalam berbagai masa hidup kita. Faktor sosiologik dalam perkembangan yang salah Alfin Toffler mengemukakan bahwa yang paling berbahaya di zaman modern, di negara-negara dengan “super-industrialisasi”, ialah kecepatan perubahan dan pergantian yang makin cepat dalam hal “ke-sementara-an” (“transience”), “ke-baru-an” (“novelty”) dan “ke-aneka-ragaman” (“diversity”). Dengan demikian individu menerima rangsangan yang berlebihan sehingga kemungkinan terjadinya kekacuan mental lebih besar. Karena hal ini lebih besar kemungkiannya dalam masa depan, maka dinamakannya “shok masa depan” (“future shock”). Telah diketahui bahwa seseorang yang mendadak berada di tengah-tengah kebudayaan asing dapat mengalami gangguan jiwa karena pengaruh kebudayaan ini yang serba baru dan asing baginya. Hal ini dinamakan “shock kebudayaan” (“culture shock”). Seperti seorang inidvidu, suatu masyarakat secara keseluruhan dapat juga berkembang ke arah yang tidak baik. Hal ini dapat dipengaruhi oleh lingkungan fisik (umpamanya daerah yang dahulu subur berubah menjadi tandus) ataupun oleh keadaan sosial masyarakat itu sendiri (umpanya negara dengan pimpinan diktatorial, diskriminasi rasial.religius yang hebat, ketidak-adilan sosial, dan sebagainya). Hal-hal ini merendahkan daya tahan frustasi seluruh masyarakat (kelompok) dan menciptakan suasana sosial yang tidak baik sehingga para anggotanya secara perorangan dapat menjurus ke gangguan mental. Faktor-faktor sosiokultural membentuk, baik macam sikap individu dan jenis reaksi yang dikembangkannya, maupun jenis stres yang dihadapinya. Genetika : Menurut Cloninger, 1989 gangguan jiwa; terutama gangguan persepsi sensori dan gangguan psikotik lainnya erat sekali penyebabnya dengan faktor genetik termasuk di dalamnya saudara kembar, atau anak hasil adopsi. Individu yang memiliki anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa memiliki kecenderungan lebih tinggi dibanding dengan orang yang tidak memiliki faktor herediter. Individu yang memiliki hubungan sebagai ayah, ibu, saudara atau anak dari klien yang mengalami gangguan jiwa memiliki kecenderungan 10 %, sedangkan keponakan atau cucu kejadiannya 2-4 %. Individu yang memiliki hubungan sebagai kembar identik dengan klien yang mengalami gangguan jiwa memiliki kecenderungan 46-48 %, sedangkan kembar dizygot memiliki kecenderungan 14-17 %. Faktor genetik tersebut sangat ditunjang dengan pola asuh yang diwariskan sesuai dengan pengalaman yang dimiliki oleh anggota keluarga klien yang mengalami gangguan jiwa. Neurobiological Menurut Konsep Neurobiological gangguan jiwa sangat berkaitan dengan keadaan struktur otak sebagai berikut : Abnormalities in the structure of the brain or in its activity in specific locations can cause or contribute to psychiatric disorders. For example, a communication problem in one small part of the brain can cause widespread dysfunction. It is also known that the following network of nuclei that control cognitive, behavioral, and emotional functioning ae particularly implicated in psychiatric disorders : The cerebral cortex, which is critical in decision making and higher-order thinking, such as abstract reasoning. The limbic system, which is involved in regulating emotional behavior, memory, and learning. The basal ganglia, some of which coordinate movement The hypothalamus, which regulates hormones through out the body and behaviors such as eating, drinking, and sex. The locus ceruleus, which manufactures neurons, which regulate sleep and are involved with behavior and mood. The substantia nigra, dopamine-producing cells involved in the control of complex movement, thinking, and emotional responses. Klien yang mengalami gangguan jiwa memiliki ciri-ciri biologis yang khas terutama pada susunan dan struktur syaraf pusat, biasanya klien mengalami pembesaran ventrikel ke III sebelah kirinya. Ciri lainnya terutama adalah pada klien yang mengalami Schizofrenia memiliki lobus frontalis yang lebih kecil dari rata-rata orang yang normal (Andreasen, 1991). Menurut Candel, Pada klien yang mengalami gangguan jiwa dengan gejala takut serta paranoid (curiga) memiliki lesi pada daerah Amigdala sedangkan pada klien Schizofrenia yang memiliki lesi pada area Wernick’s dan area Brocha biasanya disertai dengan Aphasia serta disorganisasi dalam proses berbicara (Word salad). Adanya Hiperaktivitas Dopamin pada klien dengan gangguan jiwa seringkali menimbulkan gejala-gejala Schizofrenia. Menurut hasil penelitian, neurotransmitter tertentu seperti Norepinephrine pada klien gangguan jiwa memegang peranan dalam proses learning, Memory reiforcement, Siklus tidur dan bangun, kecemasan, pengaturan aliran darah dan metabolisme. Neurotransmitter lain berfungsi sebagai penghambat aktivasi dopamin pada proses pergerakan yaitu GABA (Gamma Amino Butiric Acid). Menurut Singgih gangguan mental dan emosi juga bisa disebabkan oleh perkembangan jaringan otak yang tidak cocok (Aplasia). Kadang-kadang seseorang dilahirkan dengan perkembangan cortex cerebry yang kurang sekali, atau disebut sebagai otak yang rudimenter (Rudimentary Brain). Contoh gangguan tersebut terlihat pada Microcephaly yang ditandai oleh kecilnya tempurung otak. Adanya trauma pada waktu kelahiran, tumor, Infeksi otak seperti Enchepahlitis Letargica, gangguan kelenjar endokrin seperti thyroid, keracunan CO (carbon Monoxide)serta perubahanperubahan karena degenerasi yang mempengaruhi sistem persyarafan pusat. Biokimiawi tubuh Biochemistry. Several brain chemicals have been implicated in schizophrenia, but research to date points most strongly the following : AN excess of the neurotransmitter dopamine. An imbalance between dopamine and other neurotransmitters, particularly serotonin. Problems in the dopamine receptor systems several research strategies support the role of dopamine in schizophrenia. For instance, drugs that increase levels of dopamine in the brain can produce psychosis. Drugs that reduce dopamine function have antipsychotic effects as well. This is seen in the antipsychotic drugs that reduce the number of postsynaptic receptors that interact with dopamine. Birth Events. Many attempts have been made to study the influences of maternal nutrition, infection, placental insufficiency, anoxia, hemorrhage, and trauma before at birth as possible causes of schizophrenia. Neurobehavioral Kerusakan pada bagian-bagian otak tertentu ternyata memegang peranan pada timbulnya gejalagejala gangguan jiwa, misalnya: Kerusakan pada lobus frontalis: menyebabkan kesulitan dalam proses pemecahan masalah dan perilaku yang mengarah pada tujuan, berfikir abstrak, perhatian dengan manifestasi gangguan psikomotorik. Kerusakan pada Basal Gangglia dapat menyebabkan distonia dan tremor Gangguan pada lobus temporal limbic akan meningkatkan kewaspadaan, distractibility, gangguan memori (Short time). Stress : Stress psikososial dan stress perkembangan yang terjadi secara terus menerus dengan koping yang tidak efektif akan mendukung timbulnya gejala psikotik dengan manifestasi; kemiskinan, kebodohan, pengangguran, isolasi sosial, dan perasaan kehilangan. Menurut Singgih (1989:184), beberapa penyebab gangguan mental dapat ditimbulkan sebagai berikut : Prasangka orang tua yang menetap, penolakan atau shock yang dialami pada masa anak. Ketidaksanggupan memuasakan keinginan dasar dalam pengertian kelakuan yang dapat diterima umum. Kelelahan yang luar biasa, kecemasan, anxietas, kejemuan Masa-masa perubahan fisiologis yang hebat : Pubertas dan menopause Tekanan-tekanan yang timbul karena keadaan ekonomi, politik dan sosial yang terganggu Keadaan iklim yang mempengaruhi Exhaustion dan Toxema Penyakit kronis misalnya; shifilis, AIDS Trauma kepala dan vertebra Kontaminasi zat toksik Shock emosional yang hebat : ketakutan, kematian tiba-tiba orang yang dicintai. Penyalah gunaan obat-obatan : Koping yang maladaptif yang digunakan individu untuk menghadapi strsessor melalui obat-obatan yang memiliki sipat adiksi (efek ketergantungan) seperti Cocaine, amphetamine menyebabkan gangguan persefsi, gangguan proses berfikir, gangguan motorik dsb. Psikodinamik : Menurut Sigmund Freud adanya gangguan tugas pekembangan pada masa anak terutama dalam hal berhubungan dengan orang lain sering menyebabkan frustasi, konflik, dan perasaan takut, respon orang tua yang maladaptif pada anak akan meningkatkan stress, sedangkan frustasi dan rasa tidak percaya yang berlangsung terus-menerus dapat menyebabkan regresi dan withdral. Disamping hal tersebut di atas banyak faktor yang mendukung timbulnya gangguan jiwa yang merupakan perpaduan dari beberapa aspek yang saling mendukung yang meliputi Biologis, psikologis, sosial, lingkungan (environmental). Tidak seperti pada penyakit jasmaniah, sebabsebab gangguan jiwa adalah kompleks. Pada seseorang dapat terjadi penyebab satu atau beberapa faktor dan biasanya jarang berdiri sendiri. Mengetahui sebab-sebab gangguan jiwa penting untuk mencegah dan mengobatinya. Umumnya sebab-sebab gangguan jiwa dibedakan atas : Sebab-sebab jasmaniah/biologik Sebab-sebab kejiwaan/ psikologik Sebab-sebab yang berdasarkan kebudayaan. Untuk mengetahui mana penyebab yang asli dan mana yang bukan perlu diketahui dua istilah : sebab yang memberikan predisposisi adalah faktor yang menyebabkan seseorang menjadi rentan/ peka terhadap suatu gangguan jiwa (genetik, fisik atau latar belakang keluarga/ sosial. Sebab yang menimbulkan langsung atau pencetus adalah faktor traumatis langsung menyebabkan gangguan jiwa (kehilangan harta pekerjaan/ kematian, cendera berat, perceraian dan lain-lain. Sebab Biologik Keturunan Peran yang pasti sebagai penyebab belum jelas, mungkin terbatas dalam mengakibatkan kepekaan untuk mengalami gangguan jiwa tapi hal tersebut sangat ditunjang dengan faktor lingkungan kejiwaan yang tidak sehat. Jasmaniah beberapa penyelidik berpendapat bentuk tubuh seorang berhubungan dengan gangguan jiwa tertentu, Misalnya yang bertubuh gemuk / endoform cenderung menderita psikosa manik defresif, sedang yang kurus/ ectoform cenderung menjadi skizofrenia. Teperamen Orang yang terlalu peka/ sensitif biasanya mempunyai masalah kejiwaan dan ketegangan yang memiliki kecenderungan mengalami gangguan jiwa. Penyakit dan cedera tubuh Penyakit-penyakit tertentu misalnya penyakit jantung, kanker dan sebagainya, mungkin menyebabkan merasa murung dan sedih. Demikian pula cedera/cacat tubuh tertentu dapat menyebabkan rasa rendah diri. Irama sirkardian tubuh Circadian Rhythms : The recognition that human activities and behaviors such as sleeping, eating, body temperature, menses, and mood are cyclical and tend to be correlated with certain external environmental stimuli is not new. Recently, biological research has hypothesized that these body rhythms are governed by internal circadian pacemakers located in specific areas of the brain and that they ae subject to change by specific external cues. Sebab Psikologik Bermacam pengalaman frustasi, kegagalan dan keberhasilan yang dialami akan mewarnai sikap, kebiasaan dan sifatnya dikemudian hari. Hidup seorang manusia dapat dibagi atas 7 masa dan pada keadaan tertentu dapat mendukung terjadinya gangguan jiwa. TANDA GEJALA Alam perasaan (affect) tumpul dan mendatar. Gambaran alam perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi. Menarik diri atau mengasingkan diri (withdrawn). Tidak mau bergaul atau kontak dengan orang lain, suka melamun (day dreaming). Delusi atau Waham yaitu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal) meskipun telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinannya itu tidak rasional, namun penderita tetap meyakini kebenarannya. Sering berpikir/melamun yang tidak biasa (delusi). Halusinasi yaitu pengalaman panca indra tanpa ada rangsangan misalnya penderita mendengar suara-suara atau bisikan-bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari suara/bisikan itu. Merasa depresi, sedih atau stress tingkat tinggi secara terus-menerus. Kesulitan untuk melakukan pekerjaan atau tugas sehari-hari walaupun pekerjaan tersebut telah dijalani selama bertahun-tahun. Paranoid (cemas/takut) pada hal-hal biasa yang bagi orang normal tidak perlu ditakuti atau dicemaskan. Suka menggunakan obat hanya demi kesenangan. Memiliki pemikiran untuk mengakhiri hidup atau bunuh diri. Terjadi perubahan diri yang cukup berarti. Memiliki emosi atau perasaan yang mudah berubah-ubah. Terjadi perubahan pola makan yang tidak seperti biasanya. Pola tidur terjadi perubahan tidak seperti biasa. Kekacauan alam pikir yaitu yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya, misalnya bicaranya kacau sehingga tidak dapat diikuti jalan pikirannya. Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat dan gembira berlebihan. Kontak emosional amat miskin, sukar diajak bicara, pendiam. Sulit dalam berpikir abstrak. Tidak ada atau kehilangan kehendak (avalition), tidak ada inisiatif, tidak ada upaya/usaha, tidak ada spontanitas, monoton, serta tidak ingin apa-apa dan serba malas dan selalu terlihat sedih. MACAM-MACAM Gangguan jiwa artinya bahwa yang menonjol ialah gejala-gejala yang psikologik dari unsur psikis (Maramis, 1994). Macam-macam gangguan jiwa (Rusdi Maslim, 1998) antara lain Gangguan jiwa organik dan simtomatik, skizofrenia,gangguan skizotipal dan gangguan waham, gangguan suasana perasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa, retardasi mental, gangguan perkembangan psikologis, gangguan perilaku dan emosional dengan onset masa kanak dan remaja. Berikut penjelasannya : Skizofrenia Merupakan bentuk psikosa fungsional paling berat, dan menimbulkan disorganisasi personalitas yang terbesar. Skizofrenia juga merupakan suatu bentuk psikosa yang sering dijumpai dimana-mana sejak dahulu kala. Meskipun demikian pengetahuan kita tentang sebab-musabab dan patogenisanya sangat kurang (Maramis, 1994).Dalam kasus berat, klien tidak mempunyai kontak dengan realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya abnormal. Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan menuju kearah kronisitas, tetapi sekali-kali bisa timbul serangan. Jarang bisa terjadi pemulihan sempurna dengan spontan dan jika tidak diobati biasanya berakhir dengan personalitas yang rusak ” cacat ” (Ingram et al.,1995). Depresi Merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri (Kaplan, 1998). Depresi juga dapat diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan yang ditandai dengan kemurungan, keleluasaan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya (Hawari, 1997). Depresi adalah suatu perasaan sedih dan yang berhubungan dengan penderitaan. Dapat berupa serangan yang ditujukan pada diri sendiri atau perasaan marah yang mendalam (Nugroho, 2000). Depresi adalah gangguan patologis terhadap mood mempunyai karakteristik berupa bermacam-macam perasaan, sikap dan kepercayaan bahwa seseorang hidup menyendiri, pesimis, putus asa, ketidakberdayaan, harga diri rendah, bersalah, harapan yang negatif dan takut pada bahaya yang akan datang. Depresi menyerupai kesedihan yang merupakan perasaan normal yang muncul sebagai akibat dari situasi tertentu misalnya kematian orang yang dicintai. Sebagai ganti rasa ketidaktahuan akan kehilangan seseorang akan menolak kehilangan dan menunjukkan kesedihan dengan tanda depresi (Rawlins et al., 1993). Individu yang menderita suasana perasaan (mood) yang depresi biasanya akan kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energi yang menuju keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktifitas (Depkes, 1993). Depresi dianggap normal terhadap banyak stress kehidupan dan abnormal hanya jika ia tidak sebanding dengan peristiwa penyebabnya dan terus berlangsung sampai titik dimana sebagian besar orang mulai pulih (Atkinson, 2000). Kecemasan Sebagai pengalaman psikis yang biasa dan wajar, yang pernah dialami oleh setiap orang dalam rangka memacu individu untuk mengatasi masalah yang dihadapi sebaik-baiknya, Maslim (1991). Suatu keadaan seseorang merasa khawatir dan takut sebagai bentuk reaksi dari ancaman yang tidak spesifik (Rawlins 1993). Penyebab maupun sumbernya biasa tidak diketahui atau tidak dikenali. Intensitas kecemasan dibedakan dari kecemasan tingkat ringan sampai tingkat berat. Menurut Sundeen (1995) mengidentifikasi rentang respon kecemasan ke dalam empat tingkatan yang meliputi, kecemasan ringan, sedang, berat dan kecemasan panik. Gangguan Kepribadian Klinik menunjukkan bahwa gejala-gejala gangguan kepribadian (psikopatia) dan gejala-gejala nerosa berbentuk hampir sama pada orang-orang dengan intelegensi tinggi ataupun rendah. Jadi boleh dikatakan bahwa gangguan kepribadian, nerosa dan gangguan intelegensi sebagaian besar tidak tergantung pada satu dan lain atau tidak berkorelasi. Klasifikasi gangguan kepribadian : kepribadian paranoid, kepribadian afektif atau siklotemik, kepribadian skizoid, kepribadian axplosif, kepribadian anankastik atau obsesif-konpulsif, kepribadian histerik, kepribadian astenik, kepribadian anti sosial, Kepribadian pasif agresif, kepribadian inadequate (Maslim,1998). Gangguan Mental Organik Merupakan gangguan jiwa yang psikotik atau non-psikotik yang disebabkan oleh gangguan fungsi jaringan otak (Maramis, 1994). Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak atau yang terutama di luar otak. Bila bagian otak yang terganggu itu luas, maka gangguan dasar mengenai fungsi mental sama saja, tidak tergantung pada penyakit yang menyebabkannya bila hanya bagian otak dengan fungsi tertentu saja yang terganggu, maka lokasi inilah yang menentukan gejala dan sindroma, bukan penyakit yang menyebabkannya. Pembagian menjadi psikotik dan tidak psikotik lebih menunjukkan kepada berat gangguan otak pada suatu penyakit tertentu dari pada pembagian akut dan menahun. Gangguan Psikosomatik Merupakan komponen psikologik yang diikuti gangguan fungsi badaniah (Maramis, 1994). Sering terjadi perkembangan neurotik yang memperlihatkan sebagian besar atau semata-mata karena gangguan fungsi alat-alat tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf vegetatif. Gangguan psikosomatik dapat disamakan dengan apa yang dinamakan dahulu neurosa organ. Karena biasanya hanya fungsi faaliah yang terganggu, maka sering disebut juga gangguan psikofisiologik. Retardasi Mental Retardasi mental merupakan keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya rendahnya daya keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial (Maslim,1998). Gangguan Perilaku Masa Anak dan Remaja Anak dengan gangguan perilaku menunjukkan perilaku yang tidak sesuai dengan permintaan, kebiasaan atau norma-norma masyarakat (Maramis, 1994). Anak dengan gangguan perilaku dapat menimbulkan kesukaran dalam asuhan dan pendidikan. Gangguan perilaku mungkin berasal dari anak atau mungkin dari lingkungannya, akan tetapi akhirnya kedua faktor ini saling mempengaruhi. Diketahui bahwa ciri dan bentuk anggota tubuh serta sifat kepribadian yang umum dapat diturunkan dari orang tua kepada anaknya. Pada gangguan otak seperti trauma kepala, ensepalitis, neoplasma dapat mengakibatkan perubahan kepribadian. Faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi perilaku anak, dan sering lebih menentukan oleh karena lingkungan itu dapat diubah, maka dengan demikian gangguan perilaku itu dapat dipengaruhi atau dicegah. KLASIFIKASI Klasifikasi yang paling populer digunakan orang adalah klasifikasi gangguan yang dikemukakan oleh American Psychiatric association (APA) pada tahun 1952 yang akhirnya pada tahun 1992 telah berhasil melahirkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV (DSM-IV), setelah mengalami tiga kali revisi sejak tahun 1979. Di Indonesia, pemerintah telah berhasil melahirkan klasifikasi gangguan kejiwaan yang memuat gangguan kejiwaan yang disebut PPDGJ atau Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa, yang saat ini telah secara resmi digunakan adalah PPDGJ. Dalam DSM IV terdapat lima aksis gangguan. Dari lima aksis gangguan tersebut, terdapat dua aksis yang penting bagi kalangan psikologi sebagai berikut: Aksis I: Gangguan Klinis Gangguan klinis merupakan pola perilaku abnormal (gangguan mental) yang meenyebabkan hendaya fungsi dan perasaan tertekan pada individu. Kondisi lain yang mungkin menjadi fokus perhatian: masalah lain yang menjadi fokus diagnosis atau pandangan tapi bukan gangguan mental, seperti problem akademik, pekerjaan atau sosial, faktor psikologi yang mempengaruhi kondisi medis. Berikut ini merupakan ringkasan dari PPDGJ III yang dikutip dari Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa yang diedit Dr.Rusdi Maslim: F00-F09: Gangguan Mental Organik, termasuk Gangguan Mental Simtomatik Gangguan Mental Organik adalah gangguan mental yang berkaitan dengan penyakit/gangguan sistemik atau otak. Gangguan mental simtomatik adalah pengaruh terhadap otak merupakan akibat sekunder penyakit/gangguuan sistemik di luar otak. Gambaran utama: Gangguan fungsi kongnitif Gangguan sensorium – kesadaran, perhatian Sindrom dengan manifestasi yang menonjol dalam bidang persepsi (halusinasi), isi pikir (waham), mood dan emosi. F10-F19:  Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Alkohol dan Zat Psikoaktiflainnya. F20-F29: Skizofrenia, Gangguan Skizotipal dan Gangguan Waham Skizofrenia ditandai dengan penyimpangan fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh efek yang tidak wajar atau tumpul. Kesadaran jernih dan kemampuan intelektual tetap, walaupun kemunduran kognitif dapat berkembang kemudian. F30-F39: Gangguan Suasana Perasaan (Mood) Kelainan fundamental perubahan suasana perasaan (mood) atau afek, biasanya kearah depresi (dengan atau tanpa anxietas), atau kearah elasi (suasana perasaan yang meningkat). Perubahan afek biasanya disertai perubahan keseluruhan tingkat aktivitas dan kebanyakan gejala lain adalah sekunder terhadap perubahan itu. F40-F49: Gangguan Neurotik, Gangguan Somatoform dan Gangguan Terkait Stres F50-F59: Sindrom Perilaku yang Berhubungan dengan Gangguan Fisiologis dan Faktor Fisik. Aksis II: Gangguan Kepribadian Gangguan kepribadian mencakup pola perilaku maladaptif yang sangat kaku dan biasanya merusak hubungan antar pribadi dan adaptasi sosial. Gangguan kepribadian, seperti gangguan kepribadian paranoid, gangguan kepribadian skizoid, gangguan kepribadian skizotipal, gangguan kepribadian antisosial, dll. F60  Gangguan Kepribadian dan Perilaku Masa dewasa Kondisi klinis bermakna dan pola perilaku cenderung menetap, dan merupakan ekspresi pola hidup yang khas dari seseorang dan cara berhubungan dengan diri sendiri maupun orang lain. Beberapa kondisi dan pola perilaku tersebut berkembang sejak dini dari masa pertumbuhan dan perkembangan dirinya sebagai hasil interaksi faktor-faktor konstitusi dan pengalaman hidup, sedangkan lainnya didapat pada masa kehidupan selanjutnya. F70 Retardasi Mental Keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya hendaya ketrampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh. Dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik lain sehingga perilaku adaptif selalu ada. F80 Gangguan Perkembangan Psikologis Gambaran umum: Onset bervariasi selama masa bayi atau kanak-kanak Adanya hendaya atau keterlambatan perkembangan fungsi-fungsi yang berhubungan erat dengan kematangan biologis susunan saraf pusat Berlangsung terus-menerus tanpa remisi dan kekambuhan yang khas bagi banyak gangguan jiwa Pada sebagian besar kasus, fungsi yang dipengaruhi termasuk bahasa, keterampilan visuo-spasial, koordinasi motorik. Yang khas adalah hendayanya berkurang secara progresif dengan bertambahnya usia. F9 Gangguan Perilaku dan Emosional dengan Onset Biasanya Pada Masa Kanak dan Remaja Aksis III: Kondisi Medik Umum Kondisi medis umum dan kondisi medis yang mugkin penting bagi pemahaman atau penyembuhan atau penanganan gangguan mental individu. Meliputi kondisi klinis yang diduga menjadi penyebab atau bukan penyebab gangguan yang dialami individu. Aksis IV: Masalah Psikososial dan Lingkungan Masalah dengan keluarga, lingkungan sosial, pendidikan, pekerjaan, perumahan, ekonomi, akses pelayanan kesehatan, hukum, psikososial. Masalah psikososial dan lingkungan. Mencakup peristiwa hidup yang negatif maupun positif,dan kondisi lingkungan dan sosial yang tidak menguntungkan, dll. Aksis V: Penilaian Fungsi secara Global (Global Assesment of Functioning = GAF Scale) Assessment fungsi secara global mencakup assessment menyeluruh tentang fungsi psikologis sosial dan pekerjaan klien. Digunakan juga untuk mengindikasikan taraf keberfungsian tertinggi yang mungkin dicapai selama beberapa bulan pada tahun sebelumnya. 100-91 : gejala tidak ada, berfungsi maksimal, tidak ada masalah yang tidak tertanggulangi 90-81 : gejala minimal, fungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalh harian biasa 80-71 : gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial 70-61 : beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum baik 60-51 : gejala dan disabilitas sedang 50-41 : gejala dan disabilitas berat 40-31 : beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita dan komunikasi, disabilitas berat dalam beberapa fungsi 30-21 : disabilitas berat dalam komunikasi dan daya nilai, tidak mampu berfungsi dalam hampir semua bidang 20-11 : bahaya mencederai diri/orang lain, disabilitas sangat berat dalam komunikasi danmengurus diri 10-01 : persisten dan  lebih serius :  informasi tidak adekuat TERAPI GANGGUAN JIWA Psikofarmakologi Penanganan penderita gangguan jiwa dengan cara ini adalah dengan memberikan terapi obat-obatan yang akan ditujukan pada gangguan fungsi neuro-transmitter sehingga gejala-gejala klinis tadi dapat dihilangkan. Terapi obat diberikan dalam jangka waktu relatif lama, berbulan bahkan bertahun. Psikoterapi Terapi kejiwaan yang harus diberikan apabila penderita telah diberikan terapi psikofarmaka dan telah mencapai tahapan di mana kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik. Psikoterapi ini bermacam-macam bentuknya antara lain psikoterapi suportif dimaksudkan untuk memberikan dorongan, semangat dan motivasi agar penderita tidak merasa putus asa dan semangat juangnya. Psikoterapi Re-eduktif dimaksudkan untuk memberikan pendidikan ulang yang maksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu lalu, psikoterapi rekonstruktif dimaksudkan untuk memperbaiki kembali kepribadian yang telah mengalami keretakan menjadi kepribadian utuh seperti semula sebelum sakit, psikologi kognitif, dimaksudkan untuk memulihkan kembali fungsi kognitif (daya pikir dan daya ingat) rasional sehingga penderita mampu membedakan nilai- nilai moral etika. Psikoterapi perilaku dimaksudkan untuk memulihkan gangguan perilaku yang terganggu menjadi perilaku yang mampu menyesuaikan diri, psikoterapi keluarga dimaksudkan untuk memulihkan penderita dan keluarganya (Maramis, 1990) Terapi Psikososial Dengan terapi ini dimaksudkan penderita agar mampu kembali beradaptasi dengan lingkungan sosialnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban keluarga. Penderita selama menjalani terapi psikososial ini hendaknya masih tetap mengkonsumsi obat psikofarmaka( Hawari, 2007). Terapi Psikoreligius Terapi keagamaan ini berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang, berdoa, mamanjatkan puji-pujian kepada Tuhan, ceramah keagamaan, kajian kitab suci. Menurut Ramachandran dalam Yosep( 2007), telah mengatakan serangkaian penenelitian terhadap pasien pasca epilepsi sebagian besar mengungkapkan pengalaman spiritualnya sehingga semua yang dirasa menjadi sirna dan menemukan kebenaran tertinggi yang tidak dialami pikiran biasa merasa berdekatan dengan cahaya illahi. Rehabilitasi Program rehabilitasi penting dilakukan sebagi persiapan penempatan kembali kekeluarga dan masyarakat. Program ini biasanya dilakukan di lembaga (institusi) rehabilitasi misalnya di suatu rumah sakit jiwa. Dalam program rehabilitasi dilakukan berbagai kegiatan antara lain; dengan terapi kelompok yang bertujuan membebaskan penderita dari stress dan dapat membantu agar dapat mengerti jelas sebab dari kesukaran dan membantu terbentuknya mekanisme pembelaan yang lebih baik dan dapt diterima oleh keluarga dan masyarakat, menjalankan ibadah keagamaan bersama, kegiatan kesenian, terapi fisik berupa olah raga, keterampilan, berbagai macam kursus, bercocok tanam, rekreasi (Maramis, 1990). Pada umumnya program rehabilitasi ini berlangsung antara 3-6 bulan. Secara berkala dilakukan evaluasi paling sedikit dua kali yaitu evaluasi sebelum penderita mengikuti program rehabilitasi dan evaluasi pada saat si penderita akan dikembalikan ke keluarga dan ke masyarakat (Hawari, 2007). Selain itu peran keluarga juga penting, keluarga adalah orang-orang yang sangat dekat dengan pasien dan dianggap paling banyak tahu kondisi pasien serta dianggap paling banyak memberi pengaruh pada pasien. Sehingga keluarga sangat penting artinya dalam perawatan dan penyembuhan pasien. (Yosep, 2007). DAFTAR PUSTAKA Budi Ana Keliat, Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa, Buku Kedokteran, 1992 Antai Otong Deborah (1995). Psychiatric Nursing. Philadelphia : W.B. Company Gestrude K. Mc. Farland (1991). Psychiatric Mental Health Nursing. Philadelphia : J. B. Lippincot Company W.E., Maramis, Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga Press, Surabaya, 1990 John Santrock, Psychology The Sciences of Mind and behavior, University of dallas, Brown Publiser , 1999 Hunsberg and Abderson (1989). Psychiatric Mental Health Nursing, Philadelphia : W.B. Saunders Company. Clinton and Nelson, Mental Health Nursing Practice, Prentice hall Australia, Pty Ltd. 1996 Stuart Sundeen, Pocket Guide to Psychiatric Nursing, Mosby year 1995 Stuart Sundeen, Psychiatric Nursing, Mosby year, 1995 Antai otong (1994) Psychiatric Nursing : Biological and Behavioral Concepts. Philadelpia: W B Saunders Company Lefley (1996). Family Caregiving in Mental Illness. London : SAGE Publication Maccoby, E, 1980, Social Development, Psychological Growth and the Parent Child Relationship, Harcourt Jovanovich, Newyork Stuart GW Sundeen, 1995, Principle and practice of Psychiatric Nursing, Mosby Year Book, St. Louis Hurlock, 1999, Psikologi Perkembangan, Erlangga, Jakarta Departemen Kesehatan. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di Indonesia III. Jakarta: Departemen Kesehatan; 1993. Maslim R. 2001. Diagnosis gangguan jiwa, rujukan ringkas PPDGJ-III. Jakarta: PT Nuh Jaya. Prof. Dr. Wiramihardja, Sutardjo A. 2004. Pengantar Psikologi. Bandung: PT Refika Aditama Kaunang, Ireine dkk. 2015. Hubungan Pengetahuan Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien Skizofrenia Di Poliklinik Rumah Sakit Prof. V.L. Ratumbuysang Manado. UNSRAT, Manado. Permatasari, Linda dkk. Gambaran Dukungan Sosial yang Diberikan Keluarga Dalam Perawatan Penderita Skizofrenia di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat. Bandung, Jawa Barat. MAKALAH KONSEP GANGGUAN JIWA Disusun untuk Memenuhi Tugas Semester Pendek Mata Kuliah Mental Health Nursing Disusun Oleh: RAHMAYANI LATIF 115070207111032 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015