i
EKONOMI KERAKYATAN
iii
ii
Oleh : Mubyarto, dkk.
Diterbitkan oleh
Lembaga Suluh Nusantara
Bekerjasama dengan
American Institute For Indonesian Studies (AIFIS)
iv
Ekonomi Kerakyatan
DAFTAR ISI
Penulis :
Mubyarto, dkk.
Daftar Isi
Kata Pengantar
Penyunting :
Muhammad Ridwan
Desain sampul dan Tata letak :
Busthomi Rifa’i
Pracetak :
Firmansyah
Lia
Cetakan pertama, November 2014
ISBN : 978-602-71633-0-0
v
BAB I
MEMBEDAH KONSEP EKONOMI KERAKYATAN
• Ekonomi Kerakyatan Dalam Era Globalisasi
Mubyarto
•
•
•
•
Penerbit:
Lembaga Suluh Nusantara
Bekerjasama dengan:
American Institue For Indonesian Studies (AIFIS)
Redaksi :
Jl. Mimsa V K5 Peruahan Buncit Indah Jakarta Selatan 12510
Telp. 021-24001313
Email :
[email protected]/
[email protected]
www.suluhnusantara.org
1
3
Telaah Wacana Ekonomi Kerakyatan
Rizal Ramli
11
Solidaritas Sosial Ekonomi
Bambang Ismawan
23
Ekonomi Kerakyatan Sebagai Sistem Indonesia
Revrisond Baswir
29
Ekonomi Kerakyatan dan Revolusi Mental
Benny Pasaribu
39
BAB II
EKONOMI KERAKYATAN DALAM PERSPEKTIF AGAMA 43
• Ekonomi Kerakyatan Dalam Perspektif Agama Islam
Amin Suma
45
•
•
•
Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara
apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit
v
vii
•
Ekonomi Kerakyatan Menurut Kitab Amsal
Risnawaty Sinulingga
51
Wacana Ekonomi Spiritual di Tengah Pergulatan
Mazhab Ekonomi dan Implementasinya di Bali
I Made Sukarsa
63
Pandangan Agama Buddha Tentang Ekonomi
Y.M. Bhikkhu Suguno
75
Zakat dan Ekonomi Kerakyatan
Nur Mursidi
97
BAB III
APLIKASI EKONOMI KERAKYATAN MULTI SEKTORAL 101
• Menolak Liberalisasi Pertanian
Fadel Muhammad
103
•
vi
•
•
•
Konsep Ekonomi Kerakyatan dan Aplikasinya
Pada Sektor Kehutanan
San Afri Awang
107
Keuangan Inklusif dan Ekonomi Kerakyatan:
Peluang atau Ancaman?
Awalil Rizky
127
Tiada Ekonomi Kerakyatan Tanpa Penghapusan Utang
Dani Setiawan
139
Ideologi Ekonomi Bakul Dawet
M Sobary
147
BAB IV
KOPERASI SEBAGAI WUJUD EKONOMI KERAKYATAN 151
• Koperasi dan Ekonomi Humanistik
Sri-Edi Swasono
153
•
•
•
•
Mengembalikan Jati Diri Koperasi
Ali Mutasowiin
157
Menjernihkan Cita-Cita Koperasi (di) Indonesia
Tarli Nugroho
161
Membangun Koperasi Pasar Tradisional
Suroto
169
Koperasi Pasca Keputusan MK
Pariaman Sinaga
173
EPILOG : Melihat Gagasan Ekonomi Rakyat Bung Hatta
Sebagai Pijakan Konsepsi Ekonomi Kerakyatan
Sritua Arif
Indeks
Daftar Pustaka
Sumber Tulisan
177
187
191
Kata Pengantar
vii
E
konomi kerakyatan merupakan terminologi ekonomi
yang digunakan Mohammad Hatta pasca kolonialisme Hindia
Belanda. Dengan memperhatikan situasi kondisi sosial ekonomi
peninggalan pemerintah Hindia Belanda yang pada saat itu
menempatkan kaum pribumi dalam kelas strata sosial paling bawah.
Ekonomi kerakyatan diciptakan sebagai cara untuk menjadikan
bangsa pribumi sebagai tuan di negeri sendiri.
Konsep ekonomi kerakyatan kemudian dinyatakan dalam
konstitusi Republik Indonesia Pasal 33 UUD 1945, yang menjelaskan
secara terperinci mengenai (1) Perekonomian disusun sebagai
usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan. (2) Cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup
orang banyak (harus) dikuasai oleh negara. (3) Bumi, air, dan segala
kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Selain itu, negara memiliki peran yang sangat besar dalam
sistem ekonomi kerakyatan. Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 27 ayat 2 dan Pasal 34, peran negara dalam sistem ekonomi
kerakyatan antara lain meliputi lima hal sebagai berikut: (1)
mengembangkan koperasi (2) mengembangkan BUMN; (3)
memastikan pemanfaatan bumi, air, dan segala kekayaan yang
terkandung di dalamnya bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat; (4) memenuhi hak setiap warga negara untuk mendapatkan
pekerjaan dan penghidupan yang layak; (5) memelihara fakir
miskin dan anak terlantar.
viii
Pada masa sekarang ekonomi kerakyatan, menjadi sebuah
wacana yang terus diulang dengan tanpa diketahui pasti anatomi
dan struktur pastinya, semua ekonom baik yang berhaluan sosialis
dan kapitalis akan berusaha untuk menjelaskan dampak ekonomi
kepada rakyat. Waktu dan masa berganti dan tidak satupun
yang mampu membuktikan bahwa rakyat, kaum marginal, bisa
menikmati hasil kegiatan ekonomi secara adil dan merata.
Sukarno dengan konsep Marhaenismenya telah berusaha
untuk membangun model ekonomi kerakyatan Indonesia dengan
berpijak pada situasi dan kondisi rakyat Indonesia pada masanya,
Soeharto berusaha membangun ekonomi kerakyatan dengan
Repelitanya dengan basis pedesaan, era berganti dan ekonomi
kerakyatan tetap menjadi sebuah wacana yang semakin tidak jelas
dan rakyat tetap berada dalam kemiskinan yang semakin kronis.
Pada zaman reformasi pada masa pemerintahan SBY,
mindset ekonomi tidak jauh berbeda dengan zaman orde baru,
pemerintah lebih menekankan pertumbuhan ekonomi daripada
pemerataan ekonomi. Sehingga terjadilah disparitas ekonomi
yang luar biasa antara si kaya dengan si miskin, seperti dilansir
oleh Majalah Forbes yang berbasis di New York, Amerika Serikat
telah disebutkan ada sekitar 40 orang terkaya di Indonesia. Total
kekayaan mereka sebesar 88,6 miliar dollar AS atau setara Rp 850
triliun. Total kekayaan 40 orang ini pada tahun 2012 meningkat 4
persen dibandingkan dengan tahun 2011. Dengan demikian harta
kekayaan Rp 850 triliun hanya dikuasai oleh 40 orang sementara
bagi pekerja formal, termasuk buruh yang berjumlah 42,1 juta
orang berbagi pendapatan senilai Rp 1450 triliun. Inilah perbedaan
yang sangat menjulang antara si kaya dan si miskin ditengah system
ekonomi pasar yang tidak mentabukan setiap orang memiliki
kekayaan dalam jumlah yang begitu fantastis.
Pemerintah selama ini lebih cenderung pro investor ini bisa
dibuktikan dengan banyaknya investor yang menguasai sektorsektor strategis seperti energi, migas, dan lain-lain. Pemerintah
juga mengalami ketergantungan kepada hutang luar negeri.
Sedangkan di sektor riil seperti usaha kecil menengah banyak
yang mengalami gulung tikar karena tidak bisa bersaing dengan
perusahaan-perusahaan besar sehingga dengan demikian citacita untuk mewujudkan adanya keadilan dan kesejahteraan
masyarakat di bidang ekonomi masih jauh dari harapan, bahkan
ini menjadi sebuah cerminan bahwa pemerintah belum maksimal
dalam mengupayakan keberpihakan kepada pelaku ekonomi kecil
menengah.
Semua kebijakan yang memihak kepada rakyat adalah
ekonomi kerakyatan, tidak perlu repot mendeinisikannya (Rizal
Ramli, 2013), lalu bila Ekonomi Kerakyatan yang direleksikan
sebagai Solidaritas Sosial Ekonomi dan berarti “marilah membeli
hasil produksi dalam negeri walau dengan harga yang sedikit mahal,
atau marilah meminjam kepada koperasi walau dengan bunga yang
lebih tinggi dari bank komersil”, apakah ini adalah suatu keadilan?.
Bila demikian, maka hambatan implementasi ekonomi kerakyatan
seperti yang telah dikonsepkan oleh Bung Hatta pada masa sekarang
adalah bermuara pada paradigma berpikir (mind set) baik dari
pemerintah maupun rakyat Indonesia sendiri.
Konsep ekonomi kerakyatan sekarang lebih dideinisikan
sebagai usaha informal dengan hasil yang sedikit dan selalu
digunakan sebagai obyek kampanye dalam setiap Pemilu, karena
selalu memerlukan pertolongan. Apakah mungkin membangun
suatu usaha berorientasi Ekonomi Kerakyatan dengan skala
konglomerasi di Indonesia? Lalu kemana semua hasil bumi pertiwi
Indonesia?
ix
Tulisan ini disusun berdasarkan serial diskusi bertajuk “Telaah
Wacana Ekonomi Kerakyatan” yang digagas oleh AIFIS (Institut
Studi Indonesia Amerika), sebagai suatu sumbangsih pemikiran
bagi rakyat Indonesia untuk menemukan kembali konsep Ekonomi
Kerakyatan Indonesia seperti yang telah digagas oleh para Founding
Fathers of Indonesia.
BAB I
1
x
Deputy Director of AIFIS
MEMBEDAH
KONSEP EKONOMI
KERAKYATAN
BAB I
Membedah Konsep Ekonomi Kerakyatan
Johan Purnama
Mengembalikan Jati Diri
Koperasi
157
Gerakan koperasi harus menolak istilah ”saham” dan secara
hakiki menggantinya dengan istilah ”andil” yang tak semata-mata
uang. Itulah sebabnya dalam koperasi berlaku ”satu orang satu
suara” (capital-based..?), sedangkan dalam perseroan berlaku ”satu
saham satu suara” (people-based..?). Kooperativisme membangun
manusia human, kompetitivisme membangun pemodal. Absurditas
RUU ini juga dalam mengeksklusifkan koperasi tidak memperkukuh
posisi koperasi sebagai bagian integral perekonomian nasional.
Kompetitivisme yang bersarang pada pasar bebas telah
membuktikan kegagalan dan kebangkrutan teoretikal dan praxisnya. ”Kebersamaan” mulai muncul kembali setelah sejak lama
dikumandangkan moralis Inggris, Robert Owen (1771-1858).
Pemenang Nobel, Stiglitz, telah memperkukuh keyakinan awalnya
2002 tentang perlunya mengakhiri pasar bebas–to end the laissezfaire, buku terbarunya The Free Fall (2010) dan The Price of
Inequality (2012) yang mempertegas kegagalan-kegagalan pasar.
Hatta, Bapak Kedaulatan Rakyat dan Bapak Koperasi Indonesia,
telah menegaskan perlunya mengakhiri pasar bebas sejak 1934.
Koperasi sebagai bagian dari kooperativisme menolak
persaingan bebas meskipun menganjurkan ”berlomba” (berconcours, ber-contest), yang tertinggal ditolong agar maju. Kuantitas
koperasi bertambah, tidak semuanya dengan roh kooperativisme.
Ekonomi dunia mulai menolak neo-liberalisme yang individualistik
dan memanggil-manggil kembali ”kebersamaan”, kerja sama, dan
solidaritas.
Ali Mutasowiin1♦
H
ari Koperasi Nasional baru saja berlalu dan pemerintah
mengklaim koperasi telah tumbuh pesat lima tahun terakhir.
Menurut Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, jumlah
koperasi meningkat dari 170.411 unit pada 2009 menjadi 200.808
koperasi pada pertengahan 2013. Jumlah anggota koperasi juga
meningkat dari 29.240.271 anggota pada 2009 menjadi 34.685.145
anggota pada Juni 2013.
Seperti biasa, pemerintah lebih membanggakan pencapaian
kuantitatif, tanpa melihat kondisi di lapangan. Seperti pertumbuhan
ekonomi yang tinggi tanpa membandingkan dengan data koeisien
Gini yang menggambarkan ketimpangan pembagian kue ekonomi
nasional. Dalam konteks koperasi, pertanyaannya adalah seberapa
jauh capaian kuantitatif diiringi kualitatif, terutama manfaat dan
kesejahteraan anggotanya.
1
Pegiat Koperasi di Indonesia dan merupakan Dosen Fakultas Ekonomi dan
Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB)
BAB IV
Koperasi Sebagai Wujud Ekonomi Kerakyatan
AIFIS
Serial Discussion on Democracy Economy of Indonesia
156
Gerakan koperasi terserang ambivalensi ketika RUU
Perkoperasian mengadopsi istilah ”saham” bagi penyertaan anggota
koperasi, padahal koperasi adalah ”kumpulan orang”, bukan
”kumpulan modal” seperti halnya perseroan. Saham adalah uang,
istilah khas perseroan kapitalistik. Sementara kesertaan dalam
koperasi bukan berdasarkan modal uang, melainkan mengutamakan
modal sosial yang meliputi uang, jasa, usaha, partisipasi, dan nilainilai emansipasi.
Praktik Keliru Koperasi
Selain terkait manajemen, masalah utama banyak koperasi
justru adalah pengingkaran atas alasan pokok keberadaannya (raison
d’etre). Banyak koperasi didirikan demi mendapat proyek atau
bantuan pemerintah. Ada juga koperasi yang berkembang justru
karena bisnisnya tidak terkait dengan kepentingan anggotanya.
Lebih miris lagi, banyak koperasi mampu membukukan selisih
hasil usaha (SHU) tinggi, tetapi anggotanya jauh dari sejahtera.
UU Koperasi menegaskan bahwa tujuan dan kegiatan koperasi
harus disusun berdasarkan kebutuhan ekonomi anggotanya agar
menjadi sarana para anggota memenuhi kebutuhan ekonomi dan
meraih sejahtera bersama. Di sinilah sesungguhnya perbedaan
utama korporasi dan koperasi. Pada sebuah korporasi, adalah
wajar bila pemilik tidak terkait dan tidak menikmati bisnis yang
dijalankan korporasinya. Pada koperasi, karakteristik utama justru
identitas ganda anggota koperasi (the dual identity of the member),
yaitu anggota sebagai pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi
(user own oriented irm).
Dengan demikian, partisipasi anggota dalam kegiatan usaha
koperasi amatlah penting. Keberhasilan partisipasi ditentukan oleh
Hampir dapat dipastikan, koperasi-koperasi yang terlilit kasus
biasanya melenceng jauh dari hakikat koperasi. Banyak di antara
koperasi berhasil mencapai penjualan serta bottom line tinggi,
tetapi semua berasal dari usaha yang sedikit sekali atau bahkan
sama sekali tidak memberikan kemanfaatan ekonomi kepada
anggota koperasi.
Sayang, pemahaman yang keliru itu tidak hanya terjadi pada
masyarakat awam, tetapi juga kalangan pemerintahan. Hal ini,
misalnya, terlihat dari langkah Kementerian Koperasi dan UKM
yang mengeluarkan Surat Edaran Nomor 90/M.KUKM/VIII/2012
tentang revitalisasi badan usaha koperasi dengan pembentukan
usaha PT/CV. Surat itu mendorong koperasi membentuk unit usaha
berbentuk PT atau CV sebagai upaya revitalisasi sekaligus peningkat
daya saing menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.
Selain menyiratkan ketidakpercayaan terhadap kemampuan
kelembagaan koperasi, kebijakan itu juga menunjukkan ketidakpahaman perbedaan mendasar ilosoi koperasi dengan badan
usaha berbentuk PT atau CV.
Contoh lain adalah ritual tahunan pemilihan koperasi teladan
di sejumlah jenjang dan bidang, yang lebih sering mengedepankan
kemampuan koperasi meraih keuntungan inansial daripada
keterkaitan dan kemanfaatannya terhadap peningkatan kesejahteraan anggota.
Berbeda
Untuk mencegah penyimpangan, perlu dibangun kesadaran
tentang perbedaan mendasar antara badan usaha berbentuk
koperasi dan badan usaha lainnya. Sebagai contoh, apabila dijumpai
159
BAB IV
Koperasi Sebagai Wujud Ekonomi Kerakyatan
AIFIS
Serial Discussion on Democracy Economy of Indonesia
158
Sidang dugaan korupsi mantan Kepala Korlantas Djoko Susilo
menunjukkan, bagaimana terdakwa terbiasa memanfaatkan Primer
Koperasi Kepolisian (Primkoppol) untuk membiayai kegiatan
komando atau operasional Korlantas sekaligus menopang gaya hidup
pribadinya yang sangat mewah. Terungkap di persidangan bahwa
jumlah uang Primkoppol yang tidak jelas pertanggungjawabannya
mencapai Rp 12 miliar. Kasus Primkoppol Korlantas Polri bukanlah
kasus tunggal korupsi dan salah urus koperasi. Tahun lalu,
masyarakat dihebohkan kasus Koperasi Langit Biru yang diduga
menggelapkan dana nasabah triliunan rupiah. Ribuan nasabah,
yang tak disebut sebagai anggota, menyetorkan uang karena
mengharapkan bunga tinggi di atas bunga bank.
kesesuaian kebutuhan antaranggota, program, serta manajemen
koperasi. Anggota juga memiliki kebebasan untuk mengemukakan
pendapat, saran, dan kritik membangun untuk kemajuan koperasi.
Hal inilah yang sering dilalaikan banyak koperasi dalam praktiknya.
sebuah peluang usaha, pendirian sebuah koperasi bukanlah pilihan
yang benar jika tidak terdapat kesamaan kebutuhan ekonomi para
anggotanya.
161
Tarli Nugroho1♦
A
da perbedaan corak antara gagasan koperasi di Indonesia
dengan gagasan koperasi yang pada mulanya berkembang di Eropa.
Sejarah ekonomi atau sejarah perkembangan koperasi mengenai
gagasan koperasi, di Eropa hadir sebagai gagasan mengenai
lembaga ekonomi mikro. Gagasan ekonomi mikro adalah satu unit
usaha satu unit ekonomi yang dihidupi oleh kaum buruh atau kaum
petani yang digunakan sebagai alat untuk survive di tengah himpitan
kapitalisme. Bung Hatta ketika kuliah di Eropa mempelajari hal
tersebut. Ketika gagasan koperasi ini dibawa ke Indonesia oleh
Bung Hatta, gagasan koperasi yang semula adalah ide di level
mikro ekonomi ditarik menjadi gagasan di level makro ekonomi.
Jadi, koperasi digunakan sebagai gagasan untuk menyusun politik
perekonomian di Indonesia, sehingga lahirlah Pasal 33 itu.
Salah satu persoalan yang membuat koperasi di Indonesia tidak
1
Peneliti Institute for Policy Studies, Jakarta dan juga Peneliti di Mubyarto
Institute, Yogyakarta, dan anggota Dewan Redaksi Jurnal Ulumul Qur'an (Jakarta).
Telah menulis sejumlah buku mengenai ekonomi-politik dan ekonomi pertanian.
BAB IV
Koperasi Sebagai Wujud Ekonomi Kerakyatan
AIFIS
Serial Discussion on Democracy Economy of Indonesia
160
Selain itu, sebuah korporasi dianggap berhasil saat membukukan angka penjualan atau keuntungan tinggi. Sebaliknya, sebuah
koperasi yang meraih selisih hasil usaha kecil, barangkali akan tetap
dianggap berhasil mencapai misinya jika ia mampu memberikan
manfaat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar yang
menjadi anggotanya. Dengan demikian, daripada menetapkan
target sedikitnya tiga koperasi di Indonesia masuk jajaran koperasi
raksasa tingkat internasional 2014, mengapa tidak menetapkan
target untuk kemanfaatan koperasi bagi peningkatan kesejahteraan
ekonomi anggotanya.
Menjernihkan Cita-Cita
Koperasi (di) Indonesia