Academia.eduAcademia.edu

makalah Am dan khosh

‘AM DAN KHOSH MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH ULUMUL QUR’AN 2 DOSEN PENGAMPU: AFIFUL IKHWAN,M.Pd.I Disusun oleh: KELOMPOK 8 EMMA KRISNA SARI (NIM : 2014471968) LAILI RAHMAWATI (NIM : 2014471978) NUCHA RICHANA (NIM : 20144711002) SITI KUNJARIAH (NIM : 2014471986) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM(PAI) SEMESTER 2 SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MUHAMMADIYAH TULUNGAGUNG(STAIM) MEI 2015 KATA PENGANTAR Syukur alhamdulillah kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam kami haturkan kepada junjungan kita Nabi agung Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya yang telah memperjuangkan agama Islam. Kemudian dari pada itu, kami mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada pihak-pihak yang telah membantu demi terselesaikannya makalah ini, diantaranya : Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Muhammadiyah (STAIM) Tulungangung Bapak Nurul Amin, M.Ag Dosen Pengampu Bapak Afiful Ikhwan, M.Pd.I Teman-teman Mahasiswa dan seluruh pihak yang ikut berpartisipasi dalam penyelesaian makalah ini. Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan dan kekeliruan,maka dari itu kami mengharapkan saran dan kritik positif yang bersifat membangun sehingga makalah ini bisa diperbaiki seperlunya. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kelompok kami khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Amin Ya Robbal ‘Alamin. (PENYUSUN) DAFTAR ISI Halaman Judul i Kata Pengantar ii Daftar Isi iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 B. Rumusan Masalah 1 C. Tujuan Pembelajaran BAB II PEMBAHASAN A.Pengertian ‘Amm dan Khash 2 B.Lafal-lafal ‘Amm 3 C.Macam-macam ‘Amm 4 D.Pengertian Khash dan Mukhassis 7 E.Pembagian Mukhassis 8 F.Takhsis sunnah dengan Al-Qur’an 9 BAB III PENUTUP Kesimpulan 11 DAFTAR PUSTAKA 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Al Qur’an merupakan wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan Bahasa Arab. Sebagai bahasa Al Qur’an, Bahasa Arab memiliki berbagai macam dialek (lahjah), sehingga tidak sedikit dijumpai lafadz yang kadang kala bisa memiliki berbagai macam arti. Dalam Al Qur’an banyak dijumpai istilah yang biasa dipakai untuk menunjukkan makna tertentu, seperti lafadz ‘am, khas, muthlaq, muqayyad, dan lain sebagainya. Untuk bisa memahami dengan baik dan benar bahasa Al Qur’an tersebut, para ulama, baik ulama ushul fiqh, ulama tafsir, ulama lughah, dan lain sebagainya, telah mengadakan penelitian yang serius terhadap beberapa lafadz, khususnya yang terkait dengan uslub atau gaya bahasa arab. Hasil penelitian dari para ulama tersebut kemudian disusun menjadi beberapa kaidah-kaidah atau ketentuan-ketentuan yang dapat digunakan untuk memahami nash-nash Al Qur’an secara baik dan benar. Kaidah-kaidah tersebut bisa berupa kaidah yang terkait dengan masalah kebahasaan, hukum, ilmu-ilmu Al Qur’an, dan lain sebagainya. Dalam makalah ini kami akan mencoba untuk membahas kaidah-kaidah kebahasaan dalam Al Qur’an, khususnya dalam hal lafadz ‘am dan khas. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, disusun rumusan masalah sebagai berikut : Apakah pengertian lafadz ‘am dan khas ? Bagaimana cara mengetahui lafadz ‘am dan khas ? Apa saja jenis-jenis atau macam-macam lafadz ‘am ? Apa pengertian khas dan mukhassis? Bagaimana pembagian mukhassis? Bagaimana Pentakhshishan sunnah dengan Al Qur’an? C. Tujuan Pembelajaran Mengetahui pengertian lafadz ‘am dan khas. Mengetahui lafadz ‘am dan khas. Mengetahui jenis-jenis atau macam-macam lafadz ‘am. Mengetahui pengertian khas dan mukhassis. Mengetahui pembagian mukhassis. Mengetahui cara Pentakhshishan sunnah dengan Al Qur’an. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian ‘Amm dan Khash Al ‘amm secara etimologi berarti merata, yang umum. Sedangkan secara terminologi atau istilah, Muhammad Adib Saleh mendefinisikan bahwa al ‘amm adalah lafadz yang diciptakan untuk pengertian umum sesuai dengan pengertian tiap lafadz itu sendiri tanpa dibatasi dengan jumlah tertentu. Satria Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh, (Jakarta: Prenada Media, 2005), 196. Lafaz amm ini adalah menurut kepada bentuk dari suatu lafadz, di dalam lafadz itu tersimpul, atau masuk semua jenis yang sesuai dengan lafadz itu. Sebagaimana kita katakan al-insan (manusia, maka di dalam kata-kata al-insan ini termasuk semua manusia yang ada di dunia ini,baik manusia itu kecil ataupun besar, baik dia merdeka maupun dia masuk golongan budak, baik dia bebas maupun dia terikat. Adakalanya lafadz umum itu ditentukan dengan lafadz yang telah disediakan untuk itu, seperti lafadz “kullu, jami’u, dan lain-lain. Maka yang dimaksud dengan ‘amm yaitu suatu lafadz yang dipergunakan untuk menunjukkan suatu makna yang pantas (boleh) dimasukkan pada makna itu dengan mengucapkan sekali ucapan saja.seperti kita katakan arrijal, maka lafadz ini meliputi semua laki-laki. Nazar Bakry, Fiqh dan Ushul Fiqh, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 1996), 184 Manna’ Khalil al-Qattan mendefinisikan ‘Amm sebagai berikut yaitu: “lafadz yang menghabiskan atau mencakup segala apa yang pantas baginya tanpa ada pembatasan”. Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Quran, (Bogor: Litera Antar Nusa, Bogor, 2011), 312 Adapun Abdul Wahab Khalaf mendefinisikan Amm sebagai berikut yaitu Al-‘Amm ialah lafadz yang menurut arti bahasanya menunjukkan atas mencakup dan menghabiskan semua satu-satuan yang ada di dalam lafadz itu dengan tanpa menghitung ukuran tertentu dari satuan-satuan itu. Abdul Wahab Khalaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada), 298 Al-‘amm (keumuman) ialah lafadz yang menunjukkan pengertian yang meliputi seluruh objek-objeknya seperti: اِنَّ اْلاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ….الاية “sesungguhnya manusia itu dalam kerugian….”.(QS. Al Asr:2) Lafadz Insan adalah umum, yakni menunjukkan pengertian menyeluruh atas semua orang. Muhammad Al-Khudhori Biek, Ushul Fiqih, (Pekalongan: Raja Murah, 1986), 187 Dari sini bisa disimpulkan bahwa lafadz ‘amm atau umum ialah lafadz yang diciptakan untuk pengertian umum sesuai dengan pengertian lafadz itu sendiri tanpa dibatasi dengan jumlah tertentu. B. Lafal –Lafal ‘Amm Menurut Manna’ Khalil Al-Qattan Manna’ Khalil Al-Qattan, 316. , sedikitnya ada 6 sigat ‘Amm diantaranya : Kull, seperti firman Allah : كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ(ali ‘Imran : 185) dan … خَالِقُ كُلِّ شَيْئٍ(al-An’am : 102). Searti dengan kulladalah jami’. Lafaz-lafaz yang di-ma’rifah-kan dengan alyang bukan al-‘ahdiyah.Misalnya :وَالْعَصْرِ اِنَّ اْلاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ (al-‘Asr : 1-2). Maksudnya, setiap manusia, berdasarkan ayat selanjutnya :اِلاَّ الَّذِيْنَ اَمَنُوْا  (al-Asr : 3). Juga seperti : ,وَاَحَلَّ اللهُ اْلبَيْعَ(al-Baqarah : 275) dan وَالسَّارِقُ  والسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوْا أيْدِيَهُمَا… (al-Ma’idah : 38) Isim Nakirah dalam konteks Nafy dan Nahi, seperti : فَلاَ رَفَثَ وَلاَفُسوْقَ وَلاَ جِدَالَ فِي اْلحَجِّ (al-Baqarah : 197),  فَلاَ تَقُلْ لَهُمَا أُفِّ (Al-Isra’ : 23), atau dalam konteks syarat seperti : وَاِن اَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ اسْتَجَارَكَ فَاَجِرْهُ حَتىَّ يَسْمَعَ كَلاَمَ اللهِ (Al-bara’ah : 6) Al-Lati dan Al-Laziserta cabang-cabangnya. Misalnya : وَالَّذِيْ قَالَ لِوَالِدَيْهِ أُفٍّ لَكُمَا  (al-Ahqaf : 17) maksudnya setiap orang yang mengatakan seperti itu, berdasarkan firman sesudahnya dalam sigat jamak, yaitu : اُولَئِكَ الَّذِيْنَ حَقَّ عَلَيْهِ الْقَوْلُ(al-Ahqaf : 18) Semua isim syarat.Misalnya : فَمَنْ حَجَّ اْلبَيْتَ اَوِاعْتَمَرَفَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ اَنْ يَطَّوَفَ بِهِمَا(al-Baqarah : 158) ini untuk menunjukkan umum bagi semua yang berakal. Dan وَمَا تَفْعَلُوْ مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ الله (al-Baqarah : 197) ini untuk menunjukkan bagi yang tidak berakal. Ismul-Jins (kata jenis) yang di-idafat-kan kepada isim ma’rifah. Misalnya فَلْيَحْذَرِ الَّذِيْنَ يُخَالِفُوْنَ عَنْ أَمْرِهِ (an-Nur : 63) maksudnya segala perintah Allah. Dan يُوْصِيْكُمُ الله فيِ أَوْلاَدِكُمْ (an-Nisa’ : 11) C. Macam-macam ‘Amm Abdul Wahab Khalaf menyimpulkan bahwa menurut hasil penelitiannya terhadap beberapa nash, telah ditetapkan bahwa al-‘amm itu ada tiga bagian Abdul Wahab Khalaf, 305 : ‘Amm yang tetap dalam keumumannya (Al-‘amm al-baqi ala umumih) Seperti ‘Amm dalam firman Allah SWT : وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي اْلاَرْضِ اِلاَّ عَلَى اللهِ رِزْقُهَا “dan tidak ada satu binatang melata pun di bumi melainkan Allahlah yang memberi rizkinya.” (QS. Hud : 6) Dan firman Allah : وَجَعَلْنَا مِنَ اْلماَءِ كُلَّ شَيْئٍ حَيِّ “Dan daripada air ,kami jadikan segala sesuatu yang hidup” (QS.Al Anbiya 30) Di dalam masing-masing ayat tersebut terdapat ketetapan sunnah tuhan yang umum yang tidak ditakhsiskan atau diganti. Jadi Al-‘Amm yang terdapat dalam dua ayat tersebut, adalah pasti dalalahnya tentang keumumannya dan tidak mempunyai kemungkinan bahwa yang dimaksud daripadanya adalah kekhususan. Contoh lain seperti dicontohkan oleh Manna Khalil al-Qattan misalnya : dalam surat An-Nisa’ayat 176 :والله عَلىَ كُّلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ. Dalam surat Al-Kahfi ayat 49 :وَلاَ يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا.  Dalam surat An-Nisa’ ayat 23 :حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ اُمَّهَاتُكُمْ‘ Amm dalam ayat-ayat di atas tidak mengandung kekhususan. Manna’ Khalil Al-Qattan, 317 (Al-‘amm al-murad bihi al-khusus) Yaitu ‘amm yang dibarengi dengan qorinah yang dapat meniadakan ketetapan al-‘amm kepada keumumannya, dan dapat menjelaskan bahwa yang dimaksud daripadanya ialah sebagian satuannya. Seperti firman Allah : وَللهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ اْلبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلاً … ”mengerjakan haji ke baitullah adalah kewajiban manusia terhadap Allah” (QS. Ali Imron:97) Manusia dalam pengertian nash ini adalah ‘am, yang dimaksud dengan itu khusus orang-orang mukallaf. Karena akal itu (sebuah batasan) yang menetapkan tidak masuknya anak kecil dan orang-orang gila. Seperti firman Allah : مَاكَانَ ِلأَهْلِ اْلمَدِيْنَةِ وَمَنْ حَوْلَهُمْ مِنَ اْلاَعْرَابِ أَنْ يَتَخَلَّفُوْا عَنْ رَسُوْلِ اللهِ (التوبة :. ۱٢) “tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Baduwi yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (untuk pergi berjuang) (QS. At-Taubah : 120) Sepintas lalu difahami bahwa ayat tersebut menunjukkan makna umum, yaitu setiap penduduk madinah dan orang-orang sekitarnya termasuk orang-orang sakit dan orang-orang lemah harus turut menyertai Rasulullah pergi berperang.Namun yang dimaksud oleh ayat tersebut bukanlah makna umum itu, tetapi hanyalah orang-orang yang mampu. Satria Effendi, M. Zein Ushul Fiqh, 199 Contoh lain adalah seperti firman Allah ; اَلَّذِيْنَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ اِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوْا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ اِيْمَانًا وَقَالُوْا حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ اْلوَكِيْلُ (ال عمران : ۱٧۳) Maksud an-Nas yang pertama adalah Nu’aim bin Mas’ud, sedang An-Nas kedua adalah Abu Sufyan. Kedua lafadz tersebut tidak dimaksudkan untuk makna umum.kesimpulannya ditunjukkan pada ayat sesudahnya اِنَّمَا ذَالِكُمْ sebab syarat dengan  ذَالِكُمْ hanya menunjukkan kepada satu orang tertentu. ‘Amm yang di khususkan (Al-‘amm al-makhsus) yaitu‘amm al-Muthlaqyang dibarengi dengan qorinah yang dapat meniadakan kemungkinan mentakhsisnya, dan tidak pula merupakan qorinah yang dapat meniadakan dalalahnya atas umum. Seperti kebanyakan nash yang di dalamnya terdapat sighot umum, adalah digeneralkan dari qorinah-qorinah berupa akal atau lafadz, atau urf (kebiasaan) yang dapat menentukan umum atau khusus. Ini jelas umum sampai ada dalil yang mentakhsisnya.Seperti :وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ“perempuan-perempuan yang dijatuhi talak itu menahan diri atau menunggu” .dalam membedakan antara, al-‘am yang dimaksudkan dengan itu al-khusus dan al-amm al-makhsus, imam asy-Syaukani berkata : Al-‘amm yang dimaksudkan dengan itu al-khusus ialah bukan umum. Seperti khitab-khitab taklif yang umum. Maka yang dimaksud dengan al-amm di sana ialah khususnya orang-orang yang menjadi objek taklif. Karena akal merupakan batasan yang menghendaki memperkecualikan bukan mukallaf. Abdul Wahab Khalaf, 306 ‘Amm macam ini banyak ditemukan dalam Quran sebagaimana akan dikemukakan nanti. Contohnya, ayat 97surat ali Imran : وَللهِ عَلىَ النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلاً Pengertian Khas dan Mukhassis Lafadz khas merupakan lawan dari lafadz ‘am, jika lafadz ‘am memberikan arti umum, yaitu suatu lafadz yang mencakup berbagai satuan-satuan yang bnyak, maka lafadz khas adalah suatau lafadz yang menunjukan makna khusus. Mohammad Nor Ikhwan, Memahami Bahasa Al-qur’an,( Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2002), 185 Definisi lafadz khas dari para ulama adalah sebagai berikut: Menurut Manna al-Qaththan, lafadz khas adalah lafadz yang merupakan kebalikan dari lafadz ‘am, yaitu yang tidak menghabiskan semua apa yang pantas baginya tanpa ada pembatasan. Menurut Mushtafa Said al-Khin, lafadz khas adalah setiap lafadz yang digunakan untuk menunjukkan makna satu atas beberapa satuan yang diketahui. Sedangkan menurut Abdul Wahhab Khallaf, lafadz khas adalah lafadz yang digunakan untuk menunjukkan satu orang tertentu. Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Semarang: Dina Utama, 1994), 299. Khas adalah lawan kata ‘amm, karena itu tidak menghabiskan semua apa yang pantas baginya tanpa pembatasan. Takhsis adalah mengeluarkan sebagian apa yang dicakup lafadz ‘amm. Dan mukhassis (yang mengkhususkan) ada kalanya muttasil, yaitu yang antara ‘amm dan mukhassis tidak dipisah oleh sesuatu hal, dan adakalanya munfasil, yaitu kebalikan dari muttasil Manna’ khalil Al-Qattan, 319 Seperti yang dikemukakan Adib Shalih, lafadz khash adalah lafadz yang mengandung satu satu pengertian tunggal secara tunggal atau beberapa pengertian yang terbatas. Sedangkan Saiful Hadi mengatakan lafadz khusus adalah lafadz yang menunjukkan arti satu atau lebih tapi masih dapat di hitung atau terbatas, seperti Saeful Hadi, Ushul Fiqih, (Yogyakarta: Sabda Media, 2011), 46]رَجُلٌ, رَجُلاَنِ, أَلْفُ رِجَالٍ Jadi yang dimaksud dengan khas ialah lafadz yang tidak meliputi mengatakannya sekaligus terhadap dua sesuatu atau beberapa hal tanpa menghendaki kepada batasan. Nazar Bakri, 195 Pembagian Mukhassis Manna’ Khalil Al-Qattan membagi mukhassin menjadi 2 bagian yaitu mukhassin muttashil dan mukhassis munfasil. Mukhassis muttashil ada lima diantaranya : Istisna’ (pengecualian) seperti firman Allah : وَالَّذِيْنَ يَرْمُوْنَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوْ بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوْهُمْ ثَمَانِيْنَ جَلْدَةً وَلاَ تَقْبَلُوْا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا وَأُولَئِكَ هُمُ الفاَسِقُونَ اِلاَّ الَّذِيْنَ تَابُواْ (An-Nur : 4-5) Sifat, misalnya وَرَبَائِبُكُمُ اللاتي فِيْ حُجُوْرِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللاَّتِيْ دَخَلْتُمْ بِهِنَّ lafadz اللاَّتِيْ دَخَلْتُمْ بِهِنَّ adalah sifat bagi lafadz nisa’ukum. Maksudnya, anak perempuan istri telah digauliitu haram dinikahi oleh suami, dan halal bila belum menggaulinya. Syarat, misalnya :كُتِبَ عَلَيْكُمْ اِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ اِنْ تَرَكَ خَيْرً الوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنَ وَالاَقْرَبِيْنَ بِالمَعْرُوْفِ حَقَّا عَلىَ الْمُحْسِنِيْنَ  (al-Baqarah : 180). lafadzاِنْ تَرَكَ خَيْرً(jika ia meninggalkan harta) adalah syarat dalam wasiat. Dan وَالَّذِيْنَ يَبْتَغُوْنَ الْكِتَابَ مِمَّا مَلَكَتْ أَيْمَنُكُمْ فَكَاتِبُوْهُمْ اِنْ عَلِمْتُمْ فِيْهِمْ خَيْراً (an-Nur : 33), yakni mengetahui adanya kesanggupan untuk membayar ayau jujur dan penghasilan. Ghayah (batas sesuatu), seperti dalam وَلاَ تَحْلِقُوْ رُؤُسَكُمْ حَتَّىْ يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّه(al-Baqarah : 196) dan    وَلاَ تَقْرَبُوْهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ(Al-Baqarah : 222) Badal Ba’d min kull (sebagian menggantikan keseluruhan) Misalnya :وَللهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلاَ  (ali Imran : 97) lafadz  مَنِ اسْتَطَاعَ adalah badal dari النَّاسِ. maka kewajiban haji hanya khusus bagi mereka yang mampu. Manna’ khalil Al-Qattan, 319 Mukhassin munfasil adalah mukhassis yang terdapat di tempat lain, baik ayat, hadis, ijma’ ataupun qiyas. Contoh yang ditakhsis oleh Quran ialah :والمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلاَثَةَ قُرُوْءٍ (al-Baqarah : 228). Ayat ini adalah ‘Amm, mencakup setiap istri yang dicerai baik dalam keadaan hamil maupun tidak, sudah digauli maupun belum. Tetapi keumuman ini ditakhsis oleh ayat :وأولاَتُ الاَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ اَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ (at-Thalaq : 4) dan firmannya اِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُموْهُنَّ مِنْ قَبْلِ اَنْ تَمَسُّوْهُنَّ فَمَالَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ  (al-Ahzab : 49). Contoh yang ditakhsis oleh hadis ialah ayat :وَاَحَلَّ الله البَيْعَ وَحَرَّمَ الّرِبَا  (al-Baqarah : 275). Ayat ini di takhsis oleh jual beli yang fasid sebagaimana disebutkan dalam sejumlah hadis. Antara lain disebutkan dalam kitab sahih bukhari, dari ibnu umar, ia berkata : “Rasulullah melarang mengambil upah dari air mani kuda jantan”. Dalam sahihain diriwayatkan dari ibnu umar bahwa Rasulullah melarang jual beli kandungan binatang yang mengandung, jual beli seekor unta sampai unta itu melahirkan, kemudian anaknya itu beranak pula. (redaksi hadis ini adalah redaksi bukhari). Dan hadis-hadis lainnya. Dan dari jenis riba didispensasikanlah jual beli ‘ariyah, yakni menjual kurma basah yang masih di pohon dengan kurma kering. Jual beli ini diperkenankan (mubah) oleh sunnah. عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنََّ رَسُوْلَ الله صَلَّ الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَخَّصَ فِيْ بَيْعِ الْعَرَايَا بِخِرصِهَا فِيْمَا دُوْنَ خَمْسَةِ أَوْسُقٍ أَوء فِيْ خَمْسَةِ أَوْسُقٍ “Dari Abi Hurairah, Bahwa Rasulullah member keringanan untuk jual beli ‘ariyah dengan ukuran yang sama jika kurang dari lima wasaq’ (muttafaqun ‘alaihi) Manna’ khalil Al-Qattan, 320 Takhsis sunnah dengan al-Quran Di antara ulama ushul tidak ada perbedaan di dalam hal bahwa mentakhsis keumuman al-Quran dengan al-Quran atau dengan as-Sunnah yang mutawattir adalah boleh.Karena nash-nash al-Quran dan as-Sunnah yang mutawattir itu bersifat pasti ketetapannya. Maka sebagian bisa mentakhsis sebagian yang lain. Adapun mentakhsis al-Quran dengan as-Sunnah yang tidak mutawattir, menurut mayoritas ulama’ ushul boleh.Mereka beralasan bahwa hal itu terjadi, dan sepakat mengamalkannya. Jadi hadits: هُوَ الطَهُوْرُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ mentakhsis keumuman firman Allah حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ Hadits  يَحْرُمُ مِنَ الرَّضَاءِ مَا يَحْرُمُ مِنَ النَّسَبِadalah mentakhsis keumuman firman Allahوَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَالِكُمْ Mendakwahkan kemutawatiran atau kemasyhuran hadis-hadis ini, adalah tidak ada dalilnya.Inilah madzhab yang benar.Mereka yang melarang mentakhsis keumuman al-Quran dengan as-Sunnah yang tidak mutawattir adalah berarti menolak beberapa pengkhususan oleh Nabi.Bagi mereka tidak ada jalan mengingkari, mentakwili, dan menetapkan kemutawatiran hadits-hadits tersebut. Abdul Wahab Khalaf, 313 BAB III KESIMPULAN Kesimpulan Dari uraian sebelumnya di makalah ini, kami menyimpulkan diantaranya: Lafadz ‘am adalah lafadz yang memiliki  makna umum yang di dalamnya terdapat dua makna atau lebih.. Menurut Manna’ Khalil Al-Qattan sedikitnya ada 6 sigat ‘Amm Macam-macam ‘Amm: Al-‘amm al-baqi ala umumih Al-‘amm al-murad bihi al-khusus Al-‘amm al-makhsus Lafadz khas adalah suatau lafadz yang menunjukan makna khusus. Pembagian Mukhassis ada 4 yaitu: a. Istisnak. b. Sarat c. Sifat d. Ghayah e. Badal Ba’d min kull mentakhsis keumuman al-Quran dengan al-Quran atau dengan as-Sunnah yang mutawattir adalah boleh.Karena nash-nash al-Quran dan as-Sunnah yang mutawattir itu bersifat pasti ketetapannya. Maka sebagian bisa mentakhsis sebagian yang lain. DAFTAR PUSTAKA Al-Qattan.Manna’ Khalil.2011. Studi Ilmu-Ilmu Quran, Bogor;Litera Antar Nusa. Bakry. Bakrey.1996.Fiqh dan Ushul Fiqh, Jakarta; PT Rajagrafindo Persada. Beak.Muhammad Al-Khudhori.1986.Ushul Fiqih, Pekalongan; Raja Murah Effendi Satria Zein. M.2005.Ushul Fiqh, Jakarta; Prenada Media. Hadi.Saeful.2011.Ushul Fiqih, Yogyakarta;Sabda Media. Ikhwan.Mohammad Nor.2002.Memahami Bahasa Al-qur’an, Jogjakarta;Pustaka Pelajar. Khalaf.Abdul Wahab.1996.Kaidah-Kaidah Hukum Islam, Jakarta;PT Rajagrafindo Persada, Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel.2012.Studi Al-Quran, Surabaya;IAIN SA Press. Al Quran Terjemahan.2009.Pena Al-Qur’an.,Jakarta   ?