Academia.eduAcademia.edu

SEJARAH FILSAFAT BARAT DI ABAD PERTENGAHAN

Medieval philosophy is a significant period in the history of Western thought, characterized by the fusion of ancient Greek philosophy with Christian theology. This period spanned from the 5th to the 15th centuries and encompassed a variety of complex schools of thought, ranging from Patristic to Scholasticism. Medieval philosophy was shaped by the strong influence of Christianity, with a primary focus on questions concerning God, the universe, and the existence of humanity. Key figures in this era, such as Saint Augustine, Saint Thomas Aquinas, and John Duns Scotus, developed intricate theological and philosophical ideas that are still studied today. Despite being often referred to as the "Dark Ages" by Renaissance humanists, medieval philosophy was actually a period brimming with critical and innovative thought. Medieval philosophers developed sophisticated methods of thinking and argumentation, and they proposed new theories about the universe, logic, and ethics. Medieval philosophy has had a profound impact on the development of Western science and thought, and it remains relevant today in the context of thinking about religion, ethics, and metaphysics.

SEJARAH FILSAFAT BARAT DI ABAD PERTENGAHAN DAN PEMIKIRAN TOKOH ABAD PERTENGAHAN INDAH AINI Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Ushuludin Adab Dan Dakwah Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi ABSTRAK Filsafat Abad Pertengahan merupakan periode penting dalam sejarah pemikiran Barat, yang dicirikan oleh perpaduan antara filsafat Yunani Kuno dengan teologi Kristen. Periode ini berlangsung dari abad ke-5 hingga abad ke-15, dan di dalamnya terdapat berbagai aliran pemikiran yang kompleks, mulai dari pemikiran Patristik hingga Skolastik . Filsafat Abad Pertengahan dibentuk oleh pengaruh kuat dari agama Kristen, dengan fokus utama pada pertanyaan-pertanyaan tentang Tuhan, alam semesta, dan keberadaan manusia Tokoh-tokoh penting dalam periode ini, seperti Santo Agustinus, Santo Thomas Aquinas, dan John Duns Scotus, mengembangkan pemikiran teologi dan filsafat yang kompleks, yang masih dikaji hingga saat ini.. Meskipun sering disebut sebagai "abad kegelapan" oleh para humanis Renaissance, filsafat Abad Pertengahan sebenarnya merupakan periode yang penuh dengan pemikiran kritis dan inovatif. . Para filsuf Abad Pertengahan mengembangkan metode berpikir dan argumen yang kompleks, serta mengemukakan teori-teori baru tentang alam semesta, logika, dan etika. Filsafat Abad Pertengahan memiliki pengaruh yang besar pada perkembangan ilmu pengetahuan dan pemikiran Barat, dan masih relevan hingga saat ini dalam konteks pemikiran tentang agama, etika, dan metafisika ABSTRACT Medieval philosophy is a significant period in the history of Western thought, characterized by the fusion of ancient Greek philosophy with Christian theology. This period spanned from the 5th to the 15th centuries and encompassed a variety of complex schools of thought, ranging from Patristic to Scholasticism. Medieval philosophy was shaped by the strong influence of Christianity, with a primary focus on questions concerning God, the universe, and the existence of humanity. Key figures in this era, such as Saint Augustine, Saint Thomas Aquinas, and John Duns Scotus, developed intricate theological and philosophical ideas that are still studied today. Despite being often referred to as the "Dark Ages" by Renaissance humanists, medieval philosophy was actually a period brimming with critical and innovative thought. Medieval philosophers developed sophisticated methods of thinking and argumentation, and they proposed new theories about the universe, logic, and ethics. Medieval philosophy has had a profound impact on the development of Western science and thought, and it remains relevant today in the context of thinking about religion, ethics, and metaphysics. KATA KUNCI: Abad Pertengahan A. PENDAHULUAN Abad Pertengahan, yang sering dianggap sebagai periode kegelapan dan stagnasi, menyaksikan perkembangan intelektual yang pesat, khususnya dalam bidang filsafat. Era ini, yang berlangsung dari abad ke-5 hingga abad ke-15, menyaksikan munculnya ide-ide filosofis mendalam yang terus bergema dalam pemikiran kontemporer. Artikel ini menyelidiki lanskap filsafat abad pertengahan yang menarik, menjelajahi tema-tema utamanya, tokoh-tokoh berpengaruh, dan warisan abadi. Filsafat abad pertengahan muncul dari pertemuan pemikiran Yunani kuno, teologi Kristen, dan tradisi intelektual Islam yang sedang berkembang. Perpaduan unik ini menghasilkan berbagai macam penyelidikan filosofis, yang mencakup topik-topik seperti hakikat Tuhan, hubungan antara iman dan akal budi, kondisi manusia, dan pencarian ilmu pengetahuan. Eksplorasi ini akan menelusuri labirin filsafat abad pertengahan, menyoroti tokoh-tokoh utamanya, termasuk Augustinus dari Hippo, Thomas Aquinas, dan Averroes. Kita akan meneliti kontribusi mereka terhadap metafisika, etika, filsafat politik, dan filsafat sains. Lebih jauh, kita akan menyoroti dampak abadi filsafat abad pertengahan terhadap pemikiran modern, khususnya dalam bidang-bidang seperti hukum alam, konsep individu, dan hubungan antara agama dan pengetahuan sekuler. Dengan menggali warisan intelektual yang kaya dari filsafat abad pertengahan, artikel ini bertujuan untuk menjelaskan signifikansi dan relevansinya dengan diskusi kontemporer. Artikel ini berusaha menunjukkan bahwa Abad Pertengahan, jauh dari sekadar periode dormansi intelektual, merupakan wadah ide-ide filosofis mendalam yang terus membentuk pemahaman kita tentang dunia dan tempat kita di dalamnya.. B. METODE PENELITIAN Artikel ini menggunakan pendekatan historis-analitis untuk menelusuri perkembangan dan karakteristik filsafat abad pertengahan. Metode ini melibatkan beberapa langkah:  Tinjauan Literatur: Artikel ini akan mengkaji berbagai sumber primer dan sekunder yang relevan, termasuk karya-karya filosofis abad pertengahan, buku-buku sejarah filsafat, dan artikel-artikel ilmiah terkait. Fokus utama adalah pada karya-karya tokoh-tokoh kunci seperti Santo Agustinus, Thomas Aquinas, dan Aristoteles.  Analisis Teks: Artikel ini akan menganalisis secara mendalam teks-teks filosofis abad pertengahan, mengidentifikasi argumen-argumen kunci, konsep-konsep penting, dan metode pemikiran yang digunakan.  Konteks Historis: Artikel ini akan menempatkan pemikiran filsafat abad pertengahan dalam konteks historisnya, dengan mempertimbangkan pengaruh-pengaruh budaya, politik, dan agama yang membentuk pemikiran pada masa itu.  Perbandingan dan Kontras: Artikel ini akan membandingkan dan mengontraskan pemikiran para filsuf abad pertengahan dengan pemikiran filsuf dari periode lain atau dengan pemikiran dari tradisi filosofis lain. Hal ini dilakukan untuk memahami kekhasan dan kontribusi filsafat abad pertengahan dalam sejarah pemikiran Barat. Dengan menggunakan metode ini, artikel ini bertujuan untuk memberikan analisis yang komprehensif dan mendalam tentang filsafat abad pertengahan, mengungkap karakteristik uniknya, dan menunjukkan relevansinya dalam konteks pemikiran modern. C. PEMBAHASAN 1. SEJARAH FILSAFAT ABAD PERTENGAHAN Sejarah filsafat Abad Pertengahan dimulai kira-kira pada abad ke-5 sampai awal abad ke17. Para sejarawan umumnya menentukan tahun 476, yakni masa berakhirnya Kerajaan Romawi Barat yang berpusat di kota Roma dan munculnya Kerajaan Romawi Timur yang kelak berpusat di Konstantinopel (sekarang Istanbul), sebagai data awal zaman Abad Pertengahan dan tahun 1492 (penemuan benua Amerika oleh Columbus) sebagai data akhirnya Masa ini diawali dengan lahirnya filsafat Eropa. Sebagaimana halnya dengan filsafat Yunani yang dipengaruhi oleh kepercayaan, maka filsafat atau pemikiran pada Abad Pertengahan pun dipengaruhi oleh kepercayaan Kristen. Artinya, pemikiran filsafat Abad Pertengahan didominasi oleh agama. Periode abad pertengahan mempunyai perbedaan yang mencolok dengan abad sebelumnya. Perbedaan ini terletak pada dominasi agama. Timbulnya agama kristen pada permulaan abad masehi membawa perubahan besar terhadap kepercayaan agama. Zaman pertengahan adalah zaman keemasan bagi kekristenan. Disinilah yang menjadi persoalannya, karena agama kristen itu mengajarkan bahwa wahyu tuhanlah yang merupakan kebenaran sejati. Hal ini berbeda dengan pandangan Yunani kuno mengatakan bahwa kebenaran dapat dicapai oleh kemampuan akal Dunia kultur akademis serta pemikiran zaman di abad pertengahan dicirikan dengan adanya hubungan yang amat kuat antara ilmu filsafat dan agama Kristen dan memang demikian bahwa abad pertengahan merupakan masa kejayaan agama Kristen di mana perkembangan di bidang doktrin komprehensif begitu masif terjadi di biara-biara dan katedral sebagai pusat ilmu pengetahuan masa itu. Hampir semua klerus, yaitu golongan para imam atau pastor dan biarawan memiliki minat yang sangat tinggi untuk menumbuhkan dan melestarikan ajaran iman kristiani. Kitab suci sebagai wahyu Allah menjadi objek material dari ilmu pengetahuan kala itu. Gaya berpikir kritis, spekulatif, abstraktif, dan sistematis menjadi model bagi semua pihak yang bergiat di bidang ilmu pengetahuan kala itu. Masa „abad pertengahan dibagi ke dalam dua kelompok sesuai kultur akademisnya; zaman patristik dan skolastik Filsafat Barat abad pertengahan (476-1492 M) juga dapat dikatakan sebagai abad gelap. Berdasarkan pada pendekatan sejarah gereja, saat itu tindakan gereja sangat membelenggu kehidupaan manusia. Manusia tidak lagi memiliki kebebasan untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya. Para ahli pikir saat itu juga tidak memiliki kebebasan berpikir. Apalagi terdapat pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan ajaran agama dan gereja. Siapapun orang yang mengemukakannya akan mendapat hukuman berat. Pihak gereja melarang diadakannya penyelidikan-penyelidikan rasio terhadap agama. Karena itu kajian terhadap agama (teologi) yang tidak berdasarkan pada ketentuan gereja akan mendapat larangan yang ketata. Yang berhak mengadakan penyelidikan terhadap agama adalah gereja. Kendati demikian, ada juga yang melanggar peraturan tersebut dan mereka dianggap orang murtad dan kemudian diadakan pengejaran (inkuisisi).Pengejaran terhadap orang-orang murtad ini mencapai puncaknya pada saat Paus Innocentius III di akhir abad XII, dan yang paling berhasil di Spanyol. Untuk mengetahui corak pemikiran filsafat abad pertengahan, perlu dipahami kateristik dan ciri khas pemikiran filsafatnya. Beberapa karateristik yang perlu dimengerti adalah : a. Cara berfilsafatnya dipimpin oleh gereja. b. Berfilsafat di dalam lingkungan ajaran Aristoteles. c. Berfilsafat dengan pertolongan Augustinus. Abad pertengahan ini juga dapat dikatakan sebagai suatu masa yang penuh dengan upaya menggiring manusia ke dalam kehidupan/sistem kepercayaan yang picik dan fanatik, dengan menerima ajaran gereja secara membabi buta. Karena itulah perkembangan ilmu pengetahuan terhambat. Masa ini penuh dengan dominasi geraja yang tujuannya membimbing umat ke arah hidup yang saleh. Tetapi disisi lain, dominasi gereja ini tanpa dibarengi dengan memikirkan martabat dan kebebasan manusia yang mempunyai perasaan, pikiran, keinginan, dan cita-cita untuk menentukan masa depannya sendiri. Namun demikian, walaupun pada abad pertengahan pengaruh filsafat agama Kristen (filsafat Barat) sangat kuat, dalam sejarahnya juga filsafat Islam (filsafat Timur) juga muncul pada abad ini, seiring dengan muncul agama Islam yang dibawa Rasulullah saw. 2. PERIODE-PERIODE PADA ABAD PERTENGAHAN Secara garis besar, filsafat abad pertengahan dapat dibagi menjadi dua periode yaitu Zaman Patristik dan Zaman Skolastik. a. Zaman Patristik Patristik berasal dari kata patres (bentuk jamak dari pater) yang berarti bapakbapak. Yang dimaksudkan adalah para pujangga Gereja dan tokoh-tokoh Gereja yang sangat berperan sebagai peletak dasar intelektual kekristenan. Mereka khususnya mencurahkan perhatian pada pengembangan teologi, tetapi dalam kegiatan tersebut mereka tak dapat menghindarkan diri dari wilayah kefilsafatan. Masa Patristik dibagi atas Patristik Yunani (atau Patristik Timur) dan Patristik Latin (atau Patristik Barat). Bapak Gereja terpenting pada masa itu antara lain Tertullianus (160222), Justinus, Clemens dari Alexandria (150-251), Origenes (185-254), Gregorius dari Nazianza (330-390), Basilus Agung (330-379), Gregorius dari Nyssa (335-394), Dionysius Areopagita, Johanes Damascenus, Ambrosius, Hyeronimus, dan Agustinus (354-430). Tertullianus, Justinus, Clemens dari Alexandria, dan Origenes adalah pemikirpemikir pada masa awal patristik. Gregorius dari Nazianza, Basilus Agung, Gregorius dari Nyssa, Dionysius Areopagita,dan Johanes Damascenus adalah tokohtokoh pada masa patristik Yunani. Sedangkan Ambrosius, Hyeronimus, dan Agustinus adalah pemikir-pemikir yang menandai masa keemasan patristik Latin. Agustinus adalah seorang pujangga gereja dan filsuf besar. Setelah melewati kehidupan masa muda yang hedonistis, Agustinus kemudian memeluk agama Kristen dan menciptakan sebuah tradisi filsafat Kristen yang berpengaruh besar pada abad pertengahan. Agustinus menentang aliran skeptisisme (aliran yang meragukan kebenaran). Menurut Agustinus skeptisisme itu sebetulnya merupakan bukti bahwa ada kebenaran. Menurut Agustinus, Allah menciptakan dunia ex nihilo (konsep yang kemudian juga diikuti oleh Thomas Aquinos). Artinya, dalam menciptakan dunia dan isinya, Allah tidak menggunakan bahan. Filsafat patristik mengalami kemunduran sejak abad V hingga abad VIII. Di barat dan timur tokoh- tokoh dan pemikir-pemikir baru dengan corak pemikiran yang berbeda dengan masa patristik. b. Zaman Skolastik Zaman Skolastik dimulai sejak abad ke-9. Kalau tokoh masa Patristik adalah pribadipribadi yang lewat tulisannya memberikan bentuk pada pemikiran filsafat dan teologi pada zamannya, para tokoh zaman Skolastik adalah para pelajar dari lingkungan sekolah-kerajaan dan sekolah-katedral yang didirikan oleh Raja Karel Agung (742814) dan kelak juga dari lingkungan universitas dan ordo-ordo biarawan. Filsafat mereka disebut “Skolastik” (dari kata Latin “scholasticus”, “guru”), karena pada periode ini filsafat diajarkan dalam sekolah-sekolah, biara dan universitas-universitas menurut suatu kurikulum yang baku dan bersifat internasional.90 Tokoh-tokoh terpenting masa skolastik adalah Boethius (480-524), Johannes Scotus Eriugena (810-877), Anselmus dari Canterbury (1033-1109), Petrus Abelardus (1079-1142), Bonaventura (1221-1274), Singer dari Brabant (sekitar 1240-1281/4), Albertus Agung (sekitar 1205-1280), Thomas Aquinas (1225-1274), Johannes Duns Scotus (1266-1308), Gulielmus dari Ockham (1285-1349), dan Nicolaus Cusanus (14011464). Anselmus mengemukakan semboyan credo ut intelligam, yang artinya aku percaya agar aku mengerti. Kepercayaan digunakan untuk mencari pengertian, filsafat sebagai alat pikiran, teologi sebagai kepercayaan. Sumbangan terpenting Anselmus yaitu suatu ajaran ketuhanan yang bersifat filsafat. Dalam menjelaskan kedatangan dan kematian Kristus Anselmus menjelaskan bahwa kemuliaan Tuhan telah digelapkan oleh kejatuhan malaikat dan manusia. Hal ini merupakan penghinaan bagi Tuhan yang patut dikenai hukuman. Untuk menyelamatkan manusia, Tuhan menjelma menjadi anakNya agar hukuman dapat ditanggung. Dengan demikian keadilan, rahmat dan kasih Tuhan telah genap dan dipenuhi. Peter Abelardus dianggap membuka kembali kebebasan berpikir dengan semboyannya: intelligo ut credom (saya paham supaya saya percaya). Pemikiran Abelardus yang bercorak nominalismei ditentang oleh gereja karena mengritik kuasa rohani gereja. Dalam ajaran mengenai etika, Abelardus beranggapan bahwa ukuran etika ialah hukum kesusilaan alam. Kebajikan alam menjadikan manusia tidak perlu memiliki dosa asal. Tiap orang dapat berdosa jika menyimpang dari jalan kebajikan alam. Akal manusia sebagai pengukur dan penilai iman. Bagi Thomas Aquinas, tidak ada perbedaan antara akal dan wahyu Kebenaran iman hanya dapat dicapai melalui keyakinan dan wahyu (dunia diciptakan Tuhan dalam 6 hari). Ada kebenaran teologis alamiah yang dapat ditemukan pada akal dan wahyu (sebagai jalan menemukan kebenaran), tetapi hanya ada satu kebenaran, yaitu teologi iman. Pengetahuan tidak sama dengan kepercayaan. Pengetahuan didapat dari indra dan diolah dari akal, tetapi akal tidak bisa mencapai realitas tertinggi. Dalil akal harus diperkuat oleh agama. Aquinas yang pemikirannya dipengaruhi Aristoteles, melakukan pula pengristenan teori Aristoteles dalam teologi Kristen. Salah satu penyempurnaan teori Aristoteles oleh Aquinas yaitu pandangan bahwa wanita adalah pria yang tidak sempurna. Pria dianggap aktif dan kreatif, wanita dipandang pasif dan reseptif. Bagi Aqunias pria dan wanita memiliki jiwa yang sama, hanya sebagai makhluk alamlah wanita lebih rendah, jiwanya sama. Aku percaya sebab mustahil”, demikian semboyan Occam sebagai suatu gambaran terhadap hubungan tidak harmonis antara kepercayaan dan pengetahuan. Pandangan dengan corak nominalis ini banyak dikritik oleh gereja karena dianggap otoritas gereja. Bagi Occam, ”bukan saja akal manusia tidak akan dapat mengerti pernyataan Tuhan, tetapi juga akal akan menyerang segala ikrar keputusan gereja dengan hebat sebab akal manusia sekali-kali tidak bisa memasuki dunia ketuhanan. Manusia hanya dapat menggantungkan kepercayaan kepada kehendak Tuhan saja yang telah dinyatakan dalam alkitab”. Dengan demikian, antara keyakinan yang bersumber terhadap agama dan pengetahuan yang bersumber pada akal harus dipisahkan. Akibat pandangan ini Occam dihukum penjara oleh Paus, namun mendapat suaka dari Raja Louis IV. Periode ini terbagi menjadi tiga tahap 1. Periode Skolastik awal (800-120) Periode Skolastik awal (800-120) Ditandai oleh pembentukan metode yang lahir karena hubungan yang rapat antara agama dan filsafat. Yang tampak pada permulaan ialah persoalan tentang universalia. Ajaran Agustinus dan neoPlatonisme mempunyai pengaruh yang luas dan kuat dalam berbagai aliran pemikiran. Pada periode ini, diupayakan misalnya, pembuktian adanya Tuhan berdasarkan rasio murni, jadi tanpa berdasarkan Kitab Suci (Anselmus dan Canterbury). Problem yang hangat didiskusikan pada masa ini adalah masalah universalia dengan konfrontasi antara “Realisme” dan “Nominalisme” sebagai latar belakang problematisnya. Selain itu, dalam abad ke-12, ada pemikiran teoretis mengenai filsafat alam, sejarah dan bahasa, pengalaman mistik atas kebenaran religious pun mendapat tempat. 2. Periode puncak perkembangan skolastik (abad ke-13) Periode puncak perkembangan skolastik: dipengaruhi oleh Aristoteles akibat kedatangan ahli filsafat Arab dan yahudi. Filsafat Aristoteles memberikan warna dominan pada alam pemikiran Abad Pertengahan. Aristoteles diakui sebagai Sang Filsuf, gaya pemikiran Yunani semakin diterima, keluasan cakrawala berpikir semakin ditantang lewat perselisihan dengan filsafat Arab dan Yahudi. Universitasuniversitas pertama didirikan di Bologna (1158), Paris (1170), Oxford (1200), dan masih banyak lagi universitas yang mengikutinya. Pada abad ke-13, dihasilkan suatu sintesis besar dari khazanah pemikiran kristiani dan filsafat Yunani. Tokohtokohnya adalah Yohanes Fidanza (12211257), Albertus Magnus (1206-1280), dan Thomas Aquinas (1225-1274). Hasil sintesis besar ini dinamakan summa (keseluruhan). 3. Periode Skolastik lanjut atau akhir (abad ke-14-15) Periode skolastik Akhir abad ke 14-15 ditandai dengan pemikiran islam yang berkembang kearah nominalisme ialah aliran yang berpendapat bahwa universalisme tidak memberi petunjuk tentang aspek yang sama dan yang umum mengenai adanya sesuatu hal. Kepercayaan orang pada kemampuan rasio memberi jawaban atas masalah-masalah iman mulai berkurang. Ada semacam keyakinan bahwa iman dan pengetahuan tidak dapat disatukan. Rasio tidak dapat mempertanggungjawabkan ajaran Gereja, hanya iman yang dapat menerimanya. 3. TOKOH PEMIKIR FILSAFAT ABAD PERTENGAHAN 1. Aurelius Augustinus, (354-430) Augustinus lahir di tagasta, numidia ( sekarang Algeria), pada 13 november 354. ayahnya, patricius , adalah seorang pejabat pada kekaisaran romawi, yang telah kafir sampai kematiannya pada tahun 370. ibunya, monica (monnica), adalah penganut Kristen yang amat taat. Dalam bahasa latin augustinus di kenal dengan nama aurelius. Pendidikan yang mula-mula diterimanya ialah dalam bidang gramatika dan aritmetika. Ia sangat benci sama gurunya yang menggunakan hukuman dalam metode mengajarnya. Bahasa yunani dibencinya sehingga ia tidak mempunyai pengetehuan yang sempurna tentang bahasa itu. Tatkala berumur sebelas tahun, ia dikirim ke sekolah madaurus, suatu tempat orang kafir, atau sebutlah lingkungan kafir. Lingkungan itu telah mempengaruhi perkembangan mral dan agamanya sementara ibunya selalu mendoakan agar anaknya itu menerima ajaran Kristen. Keinginan ibunya ditulis oleh augustinus dalam bukunya confessionnnns, yang bila diterjemahkan kira-kira berarti “pengakuan” atau “syahadat”. Tahun 369-370 dihabiskannya di rumah sebagai penganggur, tetapi suatu bacaan tentang Cicero pada bukunya, hortensius, telah membimbingnya ke filsafat. Menurut ajaran Augustinus “Tentang Tuhan dan Manusia”, Ajaran Augustinus dapat dikatakan berpusat pada dua pool, Tuhan dan manusia. Akan tetapi dapat dikatakan bahwa seluruh ajaran Augustinus berpusat pada Tuhan. Kesimpulan ini di ambil karena ia mengatakan bahwa ia hanya ingin mengenal Tuhan dan Roh, tidak lebih dari itu. Ia sependapat dengan Plotinus yang mengatakan bahwa Tuhan itu diatas segala jenis (catagories). Sifat Tuhan yang paling penting ialah kekal, bijaksana, maha kuasa, tidak terbatas, maha tahu, maha sempurna dan tidak dapat diubah. Tuhan itu kuno tetapi selalu baru, Tuhan adalah suatu kebenaran yang abadi. Selain Confensions, The City of God barangkali adalah karya Augustinus yang paling berpengaruh. Buku The City of God dapat di bagi menjadi dua bagian besar, bagian pertama yaitu jilid 1-10 membicarakan tanggung jawab kristen terhadap perpecahan Romawi, sifat-sifat imperialistis, tidak pernahnya Romawi memperhatikan masyarakat taklukannya. Bagian kedua, yaitu jilid 11-22 membicarakan asal usul manusia, dunia Tuhan dan dunia Setan. Augustinus di anggap telah meletakan dasar-dasar pemikiran abad pertengahan, mengadaptasikan Platonisme ke dalam idea-idea kristen, memberikan formulasi sistematis tentang filsafat kristen. Filsafat Augustinus merupakan sumber atau asal usul reformasi yang dilakukan oleh protestan, khususnya pada Luther, Zwingli dan Calvin. Kutukannya kepada seks, pujiannya kepada kehidupan petapa, pandangannya tentang dosa asal, semuanya merupakan faktor yang memeberikan kondisi untuk wujud pandangan-pandangan abad pertengahan. 2. Thomas Aquinas (1225-1274 M) Ia lahir dari keluarga bangasawan, pada tahun 1225 Roccasecca, Italia. Pada masa mudanya dia hidup besama pamannya yang menjadi pimpinan ordo do Monte Casino. Ia berada disana pada tahun 1230-1239. Pada tahun 1239-1244 ia belajar di Universitas Napoli, tahun 1245-1248 di Universitas Paris di bawah bimbingan Albertus Magnus (St. Albert The Great). Sampai tahun 1252 ia dan Albertus tetap berada di cologne. Pemikiran Aquinas tentang teologi, Ia mengajukan lima dalil (argumen) untuk membuktikan bahwa eksistensi Tuhan dapat diketahui dengan akal, seperti sebagai berikut ini: 1) Argumen gerak Diangkat dari sifat alam yang selalu bergerak. Setiap yang bergerak pasti di gerakan oleh yang lain, sebab tidak mungkin suatu perubahan dari potensialitas ke aktualitas bergerak tanpa ada penyebabnya, dari sini dapat dibuktikan bahwa Tuhan itu ada. 2) Sebab yang mencukupi (efficient cause) Sebab pasti menghasilkan musabab, tidak ada sesuatu yang mempunyai sebab pada dirinya sendiri sebab. Itu berarti membuang sebab sama dengan membuang musabab, olehkarena itu dapat disimpulkan bahwa Tuhanlah yang menjadi penyebab dari semua musabab. 3) Kemunginan dan keharusan (possibility and necessity) Kita menyaksikan di alam ini bersifat mungkin. Kesimpulan itu kita ambil karena kenyataanya isi alam ini dimulai tidak ada, lalu muncul, lantas berkembang, akhirnya rusak atau menghilang. 4) Memperhatikan tingkatan yang terdapat pada alam ini Isi alam ini masing-masing berkelebihan dan berkekurangan, misalnya ada yang indah, lebih indah dan terindah. Dengan demikian sebab tertinggi menjadi sebab tingkatan di bawahnya. Maha sempurna, Maha Benar adalah Tuhan sebagai tingkatan tertinggi. 5) Keteraturan alam Kita saksikan isi alam dari jenis yang tidak berakal bergerak atau bertindak menuju tujuan tertentu,dan pada umumnya berhasil menuju tujuan itu, sedangkan ia tidak mempunyai pengetahuan tentang tujuan itu. D. KESIMPULAN Filsafat ilmu sebagai suatu studi filosofis yang sangat luas dan mendalam tentang suatu ilmu, yang pada dasarnya mencakup hakikat ilmu, tujuan ilmu, metode ilmu, bagian-bagian ilmu, jangkauan ilmu, dan hubungan ilmu dengan masalahmasalah kehidupan yang lain (nilai, etika, moral, kesejahteraan manusia). Sejarah filsafat Abad Pertengahan dimulai kira-kira pada abad ke5 sampai awal abad ke-17. Para sejarawan umumnya menentukan tahun 476, yakni masa berakhirnya Kerajaan Romawi Barat yang berpusat di kota Roma dan munculnya Kerajaan Romawi Timur yang kelak berpusat di Konstantinopel (sekarang Istanbul), sebagai data awal zaman Abad Pertengahan dan tahun 1492 (penemuan benua Amerika oleh Columbus) sebagai data akhirnya. Perkembangan filsafat pada masa pertengahan terjadi kemunduran karena sangat dipengaruhi oleh perkembangan agama kristen Semua pemikiran harus disesuaikan dengan seluruh ajaran kristiani, sehingga jika ada orang yang berusaha mengembangkan ilmu pengetahuan berdasarkan realitas dianggap menyimpang dari dari aturan- aturan kristiani. Tokohnya antara lain Augustine dengan penyeimbangan antara jasmani dan rohani. Tokoh lainnya adalah Thomas Aquinas yang mengadopsi pemikiran gurunya. Aristoteles tetapi setiap yang tida cocok dengan ajaran agama kristiani ditinggalkannya. Semua pemikirannya merupakan siar kristiani. Adapun karakteristik filsafat ilmu adalah menyeluruh yang berarti melihat hakikat ilmu sebagai suatu keseluruhan yang berkaitan dengan aspek atau dimenasi lain yang memberikan pengaruh atau kontribusi, mendasar yang bermakana menilai ilmu berdasarkan pijakan secara fundamental bukan pada benar dan salah saja, spekulatif makna kebenaran suatu ilmu dikaji melalui cara berpikir yang longgar namun tetap harus menetapkan kriteria tertentu meskipun kritteria itupun juga dapat berubah seiring dengan perkembangan kehidupan. DAFTAR PUSTAKA Tiar Ramon, perkembangan filsafat ilmu pada abad pertengahan Ahmad Benny Syahputra dkk sejarah pemikiran modren, Progran Studi Magister Pendidikan Sejarah UNY 2020 (Rombel B), hlm 122 Agrindo Zandro, Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol. 1 No. 2. April 2024, hlm 118 Ridha Ahida Jurnal Kajian Ilmu Pendidikan Volume 3 No 1 Halaman 83-89 Rahma Dona, dkk, Sejarah Filsafat Ilmu Periode Klasik Dan Pertengahan Volume 8 Nomor 2 Tahun 2024 Agrindo Zandro Philosophia Ancilla Theologiae: Memahami Koeksistensi Filsafat dan Teologi dalam Sejarah Filsafat Abad Pertengahan, Vol 1, No 2 (2024): April