Academia.eduAcademia.edu

Surat-surat perjanjian Ratifikasi Tanah era PB VII: Alih Aksara

2024, Perpusnas Press

Naskah Siti Dhusun memuat teks prosa yang disimpan di perpustakaan Sasana Pustaka Karaton Surakarta dengan nomor katalog KS172/2Ta, naskah ini merupakan naskah tunggal. Naskah terdiri dari 350 halaman yang berisi tentang catatan induk tanah dan desa di bawah kekuasaan Surakarta dan Yogyakarta ketika di bawah pemerintahan Pakubuwana VII. Secara khusus memuat ratifikasi tanah pasca perang Diponegoro di wilayah Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta pada September 1830. Alih aksara ini fokus pada surat-surat perjanjian tanah setelah adanya ratifikasi 1830. Diterbitkan

Alih Aksara Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII Alih Aksara Rendra Agusta 2024 ALIH AKSARA SURAT-SURAT PERJANJIAN RATIFIKASI TANAH ERA SUNAN PAKUBUWONO VII R endra A gusta SURAT-SURAT PERJANJIAN RATIFIKASI TANAH ERA SUNAN PAKUBUWONO VII ©2024 Perpustakaan Nasional RI P erpustakaan N asional R I, D ata K atalog D alam Terbitan (K D T) Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII)/Rendra Agusta—Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2024. xvi+99 hlm; 16 x 24 cm. ISBN : 978-623-117-179-5 (PDF) 1. Manuskrip I. Rendra Agusta II. Perpustakaan Nasional Pengalih Aksara : Rendra Agusta Penata Letak dan Desain Sampul : Tim Perpusnas Penerbit P erpusnas P R ESS A nggota IK A P I Jl. Salemba Raya 28 A, Jakarta Telp (021) 3922746 Surel: [email protected] Laman: https://press.perpusnas.go.id B U K U IN I TID A K D IP ER JU A LB ELIK A N SAM BUTAN DEPUTI BIDANG PENGEM BANGAN BAHAN PUSTAKA DAN JASA INFORMASI PERPUSTAKAAN PERPUSTAKAAN NASIONAL RI Para pembaca yang budiman, Kita semua tahu bahwa naskah kuno Nusantara merupakan salah satu warisan dokumenter bangsa Indonesia yang mencerminkan kekayaan warisan intelektual dan warisan sejarah bangsa Indonesia. Di dalamnya terkandung berbagai informasi penting yang harus diungkap dan disampaikan kepada masyarakat. Tetapi, naskah-naskah kuno yang ada di Nusantara biasanya digoreskan dalam aksara-aksara daerah, dan ditulis dalam berbagai bahasa daerah di Indonesia, seperti Jawa, Sunda, Batak, Bugis, dan bahasa daerah lain, atau dalam bahasa-bahasa asing seperti Arab, Cina, Sansekerta, Belanda, Inggris, Portugis, dan Prancis. Kenyataan ini tentu memberikan kesulitan tersendiri bagi kita untuk dapat langsung mengakses karya-karya tersebut. Langkah awal untuk mengungkap dan menyampaikan informasi yang terkandung di dalam naskah kepada masyarakat adalah melalui kajian-kajian filologis. Buku yang hadir di hadapan pembaca ini adalah buku hasil alih-aksara, alih-bahasa, saduran dan kajian yang bersumber dari naskah Nusantara. Buku-buku ini dimaksudkan untuk mendekatkan jarak antara sebuah karya yang dihasilkan di masa lampau dengan pembaca di masa kini. Pada tahun 2024, Perpustakaan Nasional mempunyai tiga program prioritas, yaitu Penguatan budaya baca dan literasi, i ii Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII Pengarus-utamaan naskah Nusantara, dan Standardisasi Perpustakaan. Satu dari tiga program tersebut, Pengarusutamaan Naskah Nusantara, menjadi sebuah program yang menaungi program-program pengelolaan naskah Nusantara secara nasional. Melalui program ini, Perpusnas berperan agar naskah Nusantara menjadi bagian yang penting bagi masyarakat pemilik kebudayaannya. Harapan kami, dan tentunya harapan kita semua, naskah kuno Nusantara sebagai warisan budaya bangsa yang sangat bernilai penting bagi identitas keIndonesian, dapat dikenal luas oleh masyarakat, tidak lagi menjadi wacana yang terpinggirkan. Program alih-aksara, alih-bahasa, saduran, dan kajian ini merupakan program perwujudan amanat Undang-Undang No. 43 Tahun 2017 Pasal 7 ayat 1 butir d yang mewajibkan Pemerintah untuk menjamin ketersediaan keragaman koleksi perpustakaan melalui terjemahan (translasi), alih aksara (transliterasi), alih suara ke tulisan (transkripsi), dan alih media (transmedia), juga Pasal 7 ayat 1 butir f yang berbunyi “Pemerintah berkewajiban meningkatkan kuantitas koleksi perpustakaan”. kualitas dan Sejak tahun 2015, sesuai dengan indikator kinerja di Perpusnas, kegiatan Alih Aksara, Alih Bahasa, Saduran dan Kajian Naskah Kuno Nusantara terus dilaksanakan secara rutin. Pada tahun 2024, Perpusnas menargetkan 160 judul penerbitan dari hasil karya tulis tersebut. Dengan demikian, hingga tahun 2024 telah terhimpun sebanyak 970 hasil penerbitan berbasis naskah yang diterbitkan oleh Perpustakaan Nasional. Ini menjadikan Perpusnas sebagai Lembaga yang paling aktif di Indonesia dalam menerbitkan hasil-hasil kajian berbasis naskah Nusantara. Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII iii Pencapaian ini tidak dapat diraih tanpa adanya peran para penulis yang terdiri dari filolog, akademisi, dan sastrawan. Oleh karena itu, Perpustakaan Nasional mengucapkan terima kasih kepada para kontributor yang telah mengirimkan karya-karya terbaiknya. Secara khusus, Perpustakaan Nasional juga mengucapkan terima kasih kepada Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) yang sejak awal terlibat dalam proses panjang seleksi karya, penyuntingan, proofreading, hingga buku ini dapat terbit dan dibaca oleh masyarakat. Kami berharap kiranya karya-karya yang dihasilkan dari kegiatan ini bisa mendapatkan apresiasi positif dari masyarakat, bukan hanya bagi para pegiat naskah saja, namun juga masyarakat umum, sehingga lebih banyak masyarakat yang mengenal dan peduli terhadap warisan budaya bangsa kita. Selamat membaca! Jakarta, Agustus 2024 iv Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII KATA SAM BUTAN KETUA UMUM MASYARAKAT PERNASKAHAN NUSANTARA Bangsa Indonesia memiliki warisan kekayaan intelektual dari leluhur berupa naskah kuno, yaitu “semua dokumen tertulis yang tidak dicetak atau tidak diperbanyak dengan cara lain, baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, dan yang mempunyai nilai penting bagi kebudayaan nasional, sejarah, dan ilmu pengetahuan” (UU No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, Pasal 1 Ayat 4). Jumlah warisan leluhur ini sampai saat ini belum dapat dihitung secara pasti karena banyak naskah kuno Nusantara yang dimiliki secara perorangan atau oleh komunitas adat dan belum dapat diakses. Namun demikian, Perpustakaan Nasional RI pernah mengidentifikasi bahwa sampai saat ini jumlah naskah kuno Nusantara berjumlah lebih dari 134.000 buah dan tersimpan di 31 negara. Jumlah naskah kuno yang relatif banyak itu terdiri dari beragam aksara dan bahasa. Keragaman aksara dan bahasa itu memerlukan keahlian yang berbeda-beda. Untuk naskah beraksara dan berbahasa Jawa, misalnya, diperlukan seorang peneliti naskah kuno yang menguasai secara aksara dan bahasa tersebut. Begitu pula untuk naskah beraksara dan berbahasa Sunda, Bali, BugisMakassar, dan sebagainya, memerlukan seorang peneliti yang menguasai aksara dan bahasa tersebut. Selain kemampuan membaca dan memahami jenis aksara dan bahasa tertentu yang digunakan di dalam naskah kuno, seorang peneliti juga harus menguasai teks yang terkandung v vi Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII di dalam naskah kuno yang ditelitinya. Seperti diketahui, naskah kuno merupakan dokumentasi bahasa, sastra, sejarah, adat-istiadat, hukum, pengobatan, serta berbagai pengetahuan yang pernah dicatat secara tertulis oleh leluhur bangsa kita dalam beragam jenis aksara dan bahasa. Oleh sebab itu, untuk dapat memahami sebuah teks yang terkandung dalam naskah kuno diperlukan seorang peneliti yang dapat memahami teks tersebut. Dengan keahlian dan keterampilan khusus untuk meneliti dan menangani naskah kuno, maka dapat dipahami kalau jumlah kajian dan publikasi naskah kuno belum sebanding dengan jumlah naskah kuno yang sudah diketahui. Dalam buku Direktori Edisi Naskah Nusantara (2000), sejak tahun 1913 sampai dengan akhir tahun 1990-an hanya ada 1.321 judul edisi naskah Nusantara. Edisi naskah yang dicatat dalam buku ini berupa skripsi, tesis, disertasi, dan penelitian mandiri, baik yang dipublikasikan secara internal di perguruan tinggi maupun yang dipublikasikan oleh penerbit komersial seperti Pustaka Jaya, Djambatan, dan Yayasan Obor Indonesia. Dalam buku Katalog Penelitian Naskah Nusantara Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta (2018), Jurusan Sastra Daerah dan Jurusan Sastra Indonesia, dari tahun 1980-an sampai dengan tahun 2018, telah menghasilkan 629 kajian terhadap naskah Nusantara (Jawa dan Melayu). Dalam buku Direktori Kajian Manuskrip Keagamaan di Perguruan Tinggi di Jawa Barat (2021), Zulkarnain Yani mencatat 102 kajian naskah kuno berupa skripsi, tesis, dan disertasi, yang dihasilkan tiga perguruan tinggi di Jawa Barat, yaitu Universitas Padjadjaran, Universitas Pendidikan Indonesia, dan UIN Sunan Gunung Djati, Bandung. Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII vii Informasi mengenai kajian naskah kuno Nusantara lainnya masih dapat ditelusuri dalam sejumlah buku direktori. Namun demikian, dapat disimpulkan bahwa publikasi atau penerbitan kajian naskah kuno Nusantara jumlahnya belum sebanding dengan jumlah naskah kuno Nusantara, apalagi jika ditambah dengan temuan-temuan baru mengenai keberadaan naskah kuno di berbagai wilayah di Indonesia. Oleh sebab itu, maka upaya penerbitan kajian naskah kuno Nusantara yang dilakukan oleh Perpustakaan Nasional RI melalui Program Alih Aksara, Alih Bahasa, Saduran, dan Kajian Naskah Kuno Nusantara Berbasis Kompetisi ini dapat mengisi rumpang jumlah publikasi tersebut. Program Alih Aksara, Alih Bahasa, Saduran, dan Kajian Naskah Kuno Nusantara Berbasis Kompetisi merupakan salah satu upaya untuk menyebarluaskan informasi dan berbagai pengetahuan yang terkandung dalam warisan intelektual dari leluhur. Program ini dapat memudahkan akses bagi khalayak luas dalam mengetahui dan memahami informasi yang terkandung di dalam naskah kuno Nusantara. Program penerbitan buku berbasis naskah kuno Nusantara sesungguhnya sudah relatif lama dilakukan oleh Perpustakaan Nasional, namun baru sejak tahun 2019 Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) secara resmi diajak bekerja sama dalam mengelola program ini. Pada tahun 2019 diterbitkan 150 judul buku alih aksara, alih bahasa, saduran, dan kajian. Namun, pada tahun 2020, 2021, dan 2022, karena kasus pandemic covid-19, jumlah buku yang diterbitkan melalui program ini menyusut drastis, yaitu 50 judul per tahun. Alhamdulillah pada tahun 2023 dan 2024 ini jumlah buku yang diterbitkan melalui program ini meningkat menjadi sekitar 140 dan 160 judul. viii Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII Dalam kesempatan ini, atas nama Masyarakat Pernaskahan Nusantara, saya mengucapkan terima kasih kepada Perpustakaan Nasional RI atas upaya terus-menerus untuk “mengarusutamakan” naskah kuno Nusantara, salah satunya melalui Program Alih Aksara, Alih Bahasa, Saduran, dan Kajian Naskah Kuno Nusantara Berbasis Kompetisi. Begitu pula kepada rekan-rekan peneliti, penulis, dan pemerhati naskah kuno Nusantara yang ikut berpartisipasi dalam program ini. Semoga Program Alih Aksara, Alih Bahasa, Saduran, dan Kajian Naskah Kuno Nusantara Berbasis Kompetisi ini dapat menjangkau khalayak luas sehingga informasi yang terkandung di dalam naskah kuno Nusantara dapat dibaca dan dinikmati sebanyak mungkin pembaca. September 2024 M unaw ar H olil KATA PENGANTAR Salam dan Bahagia! Puji syukur kami haturkan kepada Sang Hyang Maha Gusti, Summun Bonum yang senantiasa memberikan kelimpahan ilmu, kekuatan raga, dan kebahagiaan jiwa kepada semua kita semua, semoga berkatnya terus lumintu dalam kehidupan kita ke depan. Atas keberkahkan Entitas Agung ini akhirnya penulis menyelesaikan alih bahasa SuratSurat Perjanjian Ratifikasi Tanah era Sunan Pakubuwono VII ini dengan baik. Ucapan terima kasih berikutnya penulis sampaikan kepada pengelola Sasapustaka Kraton Surakarta yang telah mengijinkan penulis untuk meneliti naskah ini. Penulis tentunya menyampaikan agunging panuwun kepada lingkar kecil yang selalu menjadi support system terbesar sepanjang hayat, Rama Agus Hartono, Mak Sri Rahayu, Eyang Paniyem Soekarno, Mas Ignatius Indra Agusta, segenap keluarga Dipawijana dan Resadikrama Lasa, semoga karya kecil ini bisa menjadi sekuntum bunga pengharum meja makan keluarga. Ibarat tiada gading yang tak retak, pun demikian karya penulis ini. Penulis tidak bisa menyebut satu per satu orang-orang yang berpengaruh dalam proses penulisan alih bahasa ini, intinya penulis hanya bisa ngaturke panuwun, matur nuwun. Selamat membaca, semoga karya ini menjadi salah satu data pendukung kajian historis Kepatihan yang agaknya belum begitu berkembang di Vorstenlanden. Saran dan kritik senantiasa penulis nantikan dengan secangkir teh di angkringan jalan Ir. Sutami. Manawa ix x Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII lwih luwangana, manawi kurang tambuhena, apuranta riptaninghulun kadi tilas cekering hayam ring pagagan. Hatur nuhun! DAFTAR ISI SAMBUTAN DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN BAHAN PUSTAKA DAN JASA INFORMASI PERPUSTAKAAN PERPUSTAKAAN NASIONAL RI ..... i KATA SAMBUTAN KETUA UMUM MASYARAKAT PERNASKAHAN NUSANTARA ............................................. v KATA PENGANTAR .................................................................. ix DAFTAR ISI.................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ................................................................... xv DAFTAR TABEL ........................................................................ xvi BAB I. PENDAHULUAN ............................................................. 1 Latar Belakang ................................................................... 1 Deskripsi Naskah ................................................................ 2 Ringkasan Cerita .............................................................. 14 Surat Perjanjian Sewa Pasca Ratifikasi Tanah 1830 ........ 22 Surat Keterangan Sunan Pakubuwana VII kepada Dezentje......................................................................... 23 Surat Keterangan Patih Danureja Kepada Dezentje ..... 24 Surat Keterangan Sunan Pakubuwana VII Dan Sultan Hamengbuwana V Kepada Gilian Maclaine .................. 26 Surat Keterangan Sultan Hamengkuwana II Kepada Gilian Maclaine ............................................................. 27 Surat Keterangan Sunan Pakubuwana VII Kepada Dezentje......................................................................... 28 Surat Perjanjian Sultan Hamengkubuwana II Dan Dezentje......................................................................... 30 xi xii Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII Surat Keterangan PB VII Dan HB V Kepada Wiliyan Kusni ............................................................................. 33 Surat Keterangan Hamengkubuwana V Kepada Wiliyan Kusni ............................................................................. 35 Data Wilayah Keraton...................................................... 37 Tanah Kepatihan ........................................................... 37 Tanah dan Desa Abdi Dalem Wedana Panewu Kaparak Tengen........................................................................... 38 Tanah dan Desa Abdi Dalem Anon-anon Kaparak Tengen........................................................................... 39 Tanah dan Desa Abdi Dalem Damel Kaparak Kiwa ..... 42 Tanah dan Desa Abdi Dalem Anon-anon Keparak Kiwa ...................................................................................... 43 Tanah dan Desa milik Abdi Dalem Anon-anon Gedhong Tengen........................................................................... 46 Tanah Kabupaten Gedhong Kiwa .................................. 49 Tanah dan Desa Abdi Dalem Anon-anon Gedhong Kiwa Sebagian ........................................................................ 50 Tanah dan Desa Abdi Dalem Anon-anon Gedhong Kiwa, Tanah Lama yang Dikenai Pajak 3 Rupiah Tiap Jung . 51 Kawedanan Ageng Sasranegaran ................................... 51 Kawedanan Sewu Jayanegaran ...................................... 52 Kawedanan Umiring Yudanegaran ................................ 53 Kawedanan Panumping Prawiranegaran ....................... 54 Kawedanan Ngajeng Puspanegaran ............................... 54 Tanah dan Desa Milik R.T Amongpraja ....................... 55 Tanah dan Desa Milik R.T Prajadipura........................ 56 Tanah dan desa Abdi Dalem Kambeng .......................... 56 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII xiii Tanah dan Desa Abdi Dalem Lurah .............................. 57 Tanah dan Desa Abdi Dalem Anon-anon Griya, Kemasan dll. ................................................................. 57 Tanah dan Desa Milik R.P Atmadipura........................ 58 Tanah dan Desa Milik Nyai Ayu Sedhah Mirah dan Abdi Dalem Estri ................................................................... 59 Tanah dan Desa Milik Abdi Dalem Kadipaten .............. 60 Tanah Pajak Pangrembe Kadipaten .............................. 62 Tanah dan Desa Kabuminatan ...................................... 63 Tanah Pajak Pangrembe Kabuminatan ......................... 64 Tanah Mancanegara ...................................................... 66 Pedoman Alih Aksara ....................................................... 69 BAB II. HASIL ALIH AKSARA ............................................... 75 Halaman 6 ........................................................................ 75 Halaman 7 ........................................................................ 76 Halaman 8 ........................................................................ 78 Halaman 9 ........................................................................ 78 Halaman 10 ...................................................................... 80 Halaman 11 ...................................................................... 81 Halaman 12 ...................................................................... 82 Halaman 13 ...................................................................... 83 Halaman 14 ...................................................................... 84 Halaman 15 ...................................................................... 86 Halaman 16 ...................................................................... 87 Halaman 17 ...................................................................... 89 Halaman 18 ...................................................................... 90 Halaman 19 ...................................................................... 90 Halaman 20 ...................................................................... 91 Halaman 21 ...................................................................... 93 xiv Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 95 BIODATA PENULIS ................................................................... 99 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII xv DAFTAR GAMBAR Gambar 1. 1 Label Tambahan di Sampul Naskah.......................... 2 Gambar 1. 2 Judul Naskah ............................................................ 3 Gambar 1. 3 Lakuna Huruf............................................................ 6 Gambar 1. 4 Lakuna Suku Kata .................................................... 6 Gambar 1. 5 Lakuna Kata ............................................................. 6 Gambar Gambar Gambar Gambar 1. 1. 1. 1. 6 7 8 9 Adisi Huruf ............................................................... 7 Adisi Suku Kata........................................................ 7 Contoh Hipercorect 1 ................................................ 8 Contoh Hipercorect 2 ................................................ 8 Gambar 1. 10 Penulisan Siti Gunggung ......................................... 8 Gambar 1. 11 Penulisan Gunggung Siti ......................................... 8 Gambar 1. 12 Penulisan Waping ................................................... 9 Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar 1. 1. 1. 1. 1. 1. 1. 1. 13 14 15 16 17 18 19 20 Penulisan Pawing .................................................... 9 Penulisan Sokawati, Sukawati, Sokawangti ............. 9 Penulisan Panyarikan, Panyêrikan Dan Panyrikan 10 Watermark di Kertas ............................................ 10 Jenis Watermark dalam Buku Churchil ................ 10 Bentuk Huruf Tegak Kubistis ............................... 11 Bentuk Huruf Miring/ Cursive Script.................... 11 Nama Belanda ....................................................... 11 Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar 1. 1. 1. 1. 1. 1. 21 22 23 24 25 26 Nama Arab ........................................................... 12 Nama Tionghoa ..................................................... 12 Bahasa Substandar atau Dialek, èntên .................. 12 Penambahan Suku Kata “sa” ................................. 12 Keterangan Waktu ................................................ 13 Keterangan Waktu ................................................ 14 Gambar 1. 27 Keterangan Waktu ................................................ 14 Gambar 1. 28 Peta Wilayah Vorstenlanden (Tanah Kerajaan Mataram Islam tahun 1850 ................................. 16 xvi Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII DAFTAR TABEL Tabel 1. 1 Daftar Ratifikasi Tanah Mataram pada Tahun 1830 ... 19 Tabel 1. 2 Tabel Tanah Pajak Mancanegara Timur dan Barat .... 66 Tabel 1. 3 Tabel Wilayah Keraton dan Pajak Tanah Mancanegara Setelah Perang Diponegoro .......................................... 68 BAB I. PENDAHULUAN Latar B elakang Dalam khasanah sastra nusantara terdapat teks yang memang dimaksudkan sebagai hukum dalam masyarakat atau hukum adat. Di Jawa dikenal dengan anggêr-anggêr atau undangundang (Siti Baroroh Baried, 1994: 29). Ada beberapa peneliti yang membicarakan hukum Jawa secara khusus, di antaranya (1) Soeripto pada tahun 1929 menulis disertasi dengan judul Ontwikkelinggang der Vorstelandsche Wetboek; (2) Van Vollenhoven pada tahun 1923 menulis dalam buku Javaansche Adatrecht; serta (3) G.P Rouffer dengan artikel Vorstenlanden dalam Adatrecht, Vol. XXXIV, seri D, No. 81 (Prapto Yuwono: 2003: 4). Koleksi naskah Jawa juga memuat hukum seperti sêrat anggêr-anggêr Jawi yang diteliti T. Roorda pada tahun 1844, sêrat abdi dalêm kadipatèn karya Poespaningrat tahun 1906. Begitu pentingnya naskah hukum Jawa maka peneliti memilih naskah Pèngêtan Kagungan Dalêm Siti Dhusun Karaton Surakarta saha Ngayogyakarta nalika jaman Ingkang Sinuhun Pakubuwana kaping VII sebagai objek kajian. Berdasarkan uraian di atas, maka sebagai langkah awal peneliti untuk melakukan inventarisasi dari beberapa katalog (Girardet-Sutanto: 1983; Nancy K. Florida: 1996; T.E. Behrend: 1990; Fakultas Sastra Universitas Indonesia: 1998; dsb). Dari hasil inventarisasi yang dilakukan dari berbagai katalog, hanya ditemukan satu naskah yang berjudul Pèngêtan Kagungan Dalêm Siti Dhusun Karaton Surakarta saha Ngayogyakarta nalika jaman Ingkang Sinuhun Pakubuwana kaping VII (Terjemahan: catatan induk tanah 1 2 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII dan desa di bawah kekuasaan Keraton Surakarta dan Yogyakarta ketika pemerintahan Sunan Pakubuwana VII) selanjutnya disebut naskah SD. Penyederhanaan menjadi naskah SD terkait dengan label tambahan yang ada di sampul naskah yang bertuliskan siti dhusun. D eskripsi N askah G am bar 1. 1 Label Tam bahan di Sam pul N askah Sumber: naskah SD sampul luar, siti dhusun. (Terjemahan: tanah desa) Naskah SD memuat teks prosa yang disimpan di perpustakaan Sasana Pustaka Karaton Surakarta dengan nomor katalog KS172/2Ta, naskah ini merupakan naskah tunggal. Naskah ini terdiri dari 350 halaman yang berisi tentang catatan induk tanah dan desa di bawah kekuasaan Surakarta dan Yogyakarta ketika di bawah pemerintahan Pakubuwana VII. Selain judul yang tercantum dalam katalog, pemberian judul juga didukung oleh teks dalam naskah sebagai berikut. Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 3 G am bar 1. 2 Judul N askah Sumber: Naskah SD cover luar (sampul), Pèngêtan Kagungan Dalêm Siti Dhusun Karaton Surakarta saha Ngayogyakarta Nalika Jaman Ingkang Sinuhun Pakubuwana VII. (Terjemahan: catatan induk tanah dan desa milik Keraton Surakarta dan Yogyakarta ketika masa pemerintahan Pakubuwana VII). Naskah SD koleksi Perpustakaan Sasana Pustaka Karaton Surakarta memuat teks prosa atau gancaran. Ukuran sampul naskah 43 cm x 27,5 cm, ukuran naskah 42,5 cm x 27 cm dengan tebal 4,5 cm sedangkan ukuran teks 42,5 cm x 27 cm. Naskah ini terdiri dari 350 halaman (331 halaman isi dan 19 halaman kosong). Isi dari naskah SD yaitu 8 surat perjanjian sewa-menyewa tanah dan 26 data wilayah keraton Surakarta. Surat perjanjian meliputi (1) Dezentje dengan PB VII, HB II dan Patih Danureja, (2) perjanjian Wiliyan Kusni dengan PB VII dan HB II, (3) perjanjian Gilian Maclaine dengan PB VII, HB II dan HB V. Pada poin ketiga Macklin membuat perjanjian dalam dua masa pemerintahan raja Yogyakarta. Hal ini disebabkan karena Hamengkubuwana II bertahta selama tiga periode yang terpisah yakni periode pertama tahun (1792- 4 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 1810); periode kedua (1811-1812); dan periode ketiga (18261828) (Ricklefs: 2008). 1. 2. Sunan Pakubuwana VII kepada Dezentje Surat keterangan Patih Danureja kepada Dezentje 3. Surat keterangan Sunan Pakubuwana VII dan Sultan Hamengbuwana V kepada Gilian Maclaine 4. Surat keterangan Sultan Hamengkuwana II kepada 5. Gilian Maclaine Surat keterangan Sunan Pakubuwana VII kepada 6. Dezentje Surat perjanjian Sultan Hamengkubuwana II dan 7. Dezentje Surat keterangan PB VII dan HB V kepada Wiliyan Kusni 8. Surat keterangan Hamengkubuwana V kepada Wiliyan Kusni Adapun data wilayah keraton Surakarta meliputi: 1. Tanah Kepatihan 2. Tanah dan desa Abdi Dalem Wedana Panewu Kaparak Tengen 3. Tanah dan desa Abdi Dalem Anon-anon Kaparak Tengen 4. 5. 6. Tanah dan desa Abdi Dalem Damel Keparak Kiwa Tanah dan desa Abdi Dalem Anon-anon Keparak Kiwa Tanah dan desa Abdi Dalem Anon-anon Gedhong Tengen 7. Tanah Kabupaten Gedhong Kiwa 8. Tanah dan desa Abdi Dalem Anon-anon Gedhong Kiwa sebagian Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 9. 5 Tanah dan desa Abdi Dalem Anon-anon Gedhong Kiwa, tanah lama yang dikenai pajak 3 rupiah per jung. 10. Kawedanan Ageng Sasranegaran 11. Kawedanan Sewu Jayanegaran 12. Kawedanan Umiring Yudanegaran 13. Kawedanan Panumping Prawiranegaran 14. Kawedanan Ngajeng Puspanegaran 15. Tanah dan desa milik R.T Amongpraja 16. Tanah dan desa milik R.T Prajadipura 17. Tanah dan desa Abdi Dalem Kambeng 18. Tanah milik Abdi Dalem Lurah 19. Tanah dan desa Abdi Dalem Anon-anon Griya Kemasan dll 20. Tanah dan desa milik R.P Atmadipura 21. Tanah dan desa milik Nyai Ayu Sedhah Mirah dan Abdi Dalem Estri 22. Tanah dan desa Abdi Dalem kadipaten 23. Tanah pajak pangrembe Kadipaten 24. Tanah dan desa Kabuminatan 25. Tanah pajak Pangrembe Kabuminatan 26. Tanah mancanegara Penyalinan naskah berulang-ulang menyebabkan adanya versi yang berbeda. Edwar Djamaris (2006: 7), menjelaskan bahwa pekerjaan utama filologi adalah mendapatkan kembali naskah yang bersih dari kesalahan, yang berarti memberikan pengertian sebaik-baiknya dan yang bisa dipertanggungjawabkan, sehingga kita dapat mengetahui naskah yang paling dekat dengan aslinya. Hal ini penting supaya isi naskah tidak diinterpretasikan secara salah. Penanggulangan kemusnahan naskah yang lebih diprioritaskan 6 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII pada penyelamatan dan pelestarian naskah, mengingat isi naskah merupakan sumber informasi dan pengetahuan berbagai segi kebudayaan di masa lampau. Dilihat dari segi filologis teks SD memiliki beberapa kesalahan, berikut ini ada beberapa varian yang ditemukan. 1. Lakuna, ialah bagian yang terlampaui, baik suku kata, kata, kelompok kata maupun kalimat. Terdapat 36 lakuna yang ditemukan dalam SD. Lakuna yang banyak dijumpai adalah lakuna huruf dan lakuna suku kata. G am bar 1. 3 Lakuna H uruf Sumber: Naskah SD, hal. 37 baris 1. Tertulis ”ju” Seharusnya ialah” jung”. Jung adalah ukuran luas, 1 jung = ± 28.386 m2) G am bar 1. 4 Lakuna Suku K ata Sumber: Naskah SD, halaman 148 baris 3. Tertulis “P anè Ngabèi Sindupraja” dalam nama tersebut terdapat lakuna suku kata pada kata “panè” seharusnya ialah “panèwu”. G am bar 1. 5 Lakuna K ata Sumber: Naskah SD, hal. 29 baris 15. Tertulis “siti gunggung 15 … rupiyah kantor” dalam tabel tersebut terdapat lakuna kata, seharusnya ditulis “siti gunggung 15 jung 1.520 rupiyah kantor”. (Terjemahan: jumlah tanah 15 jung, pajak sebesar 1.520 rupiah kantor). Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 2. 7 Adisi, yaitu bagian yang kelebihan atau penambahan baik huruf, suku kata, kata, kelompok kata maupun kalimat. Dalam naskah SD, adisi yang dijumpai adalah adisi huruf dan adisi suku kata, yaitu 10 buah adisi. G am bar 1. 6 A disi H uruf Sumber: Naskah SD, hal. 11 baris 1. Terdapat adisi huruf yaitu pada kata “yèn orang têrang lan Panjênênganingsun”. Sandhangan cêcak pada kata “orang” seharusnya tidak ada, sehingga menjadi “ora” (Terjemahan: apabila tidak sesuai dengan perintahku). G am bar 1. 7 A disi Suku K ata Sumber: Naskah SD, hal. 36 baris 13. “mantri nèm wingking kalêbêt niyanaga, kusir, pangulu”. Kata niyanaga merupakan suatu adisi suku kata, maka sesuai pertimbangan kontekstual, seharusnya niyaga, sehingga menjadi “mantri nèm wingking kalêbêt niyaga, kusir, pangulu” (Terjemahan: Mantri nem wingking termasuk niyaga, kusir dan pangulu). 3. Hipercorect yaitu perubahan ejaan karena pergeseran lafal. Dalam naskah SD juga ditemukan 26 kasus hipercorect. 8 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII G am bar 1. 8 C ontoh H ipercorect 1 Sumber: Naskah SD, hal. 6 baris 18. Terdapat pergeseran lafal. Seharusnya mèlu (ditandai) tetapi ditulis milu. Kata milu konsisten dipakai oleh penulis. G am bar 1. 9 C ontoh H ipercorect 2 Sumber: Naskah SD, hal. 17 baris 7. Tertulis “trêngtrêming siti dhusun” seharusnya ditulis têntrêming siti dhusun (Terjemahan: tenteramnya desa). 4. Transposisi, yaitu pertukaran letak suku kata, kata maupun kelompok kata. Dalam naskah SD ditemukan 2 kasus transposisi. G am bar 1. 10 P enulisan Siti G un ggung Sumber: Naskah SD hal. 24 baris 9, siti gunggung (Terjemahan: tanah berjumlah). G am bar 1. 11 P enulisan G un ggung Siti Sumber: Naskah SD hal. 242 baris 17, gunggung siti (Terjemahan: jumlah tanah). Pada Gambar 10 dan 11 terlihat jelas terjadi transposisi. Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 9 G am bar 1. 12 P enulisan W aping Sumber: Naskah SD hal. 12 baris 11, “ing W aping Wetan, ing W aping Kulon” (terjemahan: di Waping Timur, di Waping Barat) G am bar 1. 13 P enulisan P aw ing Sumber: Naskah SD hal. 14 baris 9, “ing P aw ing Wetan, ing P aw ing Kulon” (terjemahan: di Pawing Timur, di Pawing Barat). Pada Gambar 14 dan 15, pada kata “ Pawing” dan “Waping” terjadi pertukaran posisi. 5. Ketidakkonsistenan dalam penulisan. Ada 6 kasus ketidakkonsistenan dalam naskah SD. Kasus tersebut antara lain ialah: a. Penulisan Sokawati, Sukawati dan Sukawangti. G am bar 1. 14 P enulisan Sokaw ati, Sukaw ati, Sokaw angti Sumber: Naskah SD, halaman 59 baris 14 dan 16, halaman 138 baris 5. b. Penulisan kata panyarikan, panyêrikan dan panyrikan. Penulisan yang benar adalah panyarikan, dari kata dasar carik atau juru tulis. 10 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII G am bar 1. 15 P enulisan P anyarikan, P anyêrikan D an P anyrikan Sumber: Naskah SD, hal. 131 baris 6, hal.156 baris 18, dan hal. 158 baris 5. Dari segi bahan, kertas yang digunakan naskah SD ini tergolong kertas Eropa. Dalam kertas juga terdapat watermark yang bertulis Co & Honic, menurut Churchill (1935: 15) kertas tersebut diperkirakan dibuat di Amsterdam tahun 1680. Selain tulisan tersebut ada juga simbol lingkaran dengan gambar mahkota di atasnya, bertuliskan ”Propatria Eius Libertate”, juga gambar Singa yang memegang tombak. G am bar 1. 16 W aterm ark di K ertas Sumber: Naskah SD Hal 11. G am bar 1. 17 Jenis W aterm ark dalam B uku C hurchil Sumber: Watermark pada kertas naskah sesuai dengan buku Watermark in Papper (Churchil, 1935: 15). Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 11 Tinta yang digunakan dari awal sampai akhir penulisan naskah adalah sama, yaitu berwarna hitam. Sedangkan dari segi jenis huruf, terdapat 2 jenis dalam naskah yakni berbentuk persegi atau bata sarimbag atau Karaton Surakarta Script pada halaman 6 sampai 333 dan huruf miring ke kanan atau Cursive script pada halaman 337-340. G am bar 1. 18 B entuk H uruf Tegak K ubistis Sumber: Naskah SD halaman 6, huruf tegak, berbentuk kubistis/bata sarimbag, tinta tebal. G am bar 1. 19 B entuk H uruf M iring/ C ursive S cript Sumber: Naskah SD hal 338, huruf miring ke kanan, tinta lebih tipis. Naskah SD merupakan naskah tulisan tangan (manuscript) dengan huruf Jawa, berbahasa Jawa baru ragam krama, ngoko, ragam substandar dan terdapat beberapa namanama orang asing (Belanda, Cina dan Arab) seperti: G am bar 1. 20 N am a B elanda Sumber: Naskah SD halaman 6 baris 3, tuan Yan Isak Pan Sipênopên. Ejaaan sebenarnya Yohan Isaac van Sevenhoven (Houben, 2002: 35). 12 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII G am bar 1. 21 N am a A rab Sumber: Naskah SD halaman 308 baris 13, Jajar Suranata Amad Ngapiyah. G am bar 1. 22 N am a Tionghoa Sumber: Naskah SD halaman 331 baris 4, Cina Lu Kang Manjatin G am bar 1. 23 B ahasa Substandar atau D ialek, èntên Sumber: Naskah SD, hal. 17 baris ke 16. Kata èntên merupakan bahasa substandar dimana bahasa bakunya adalah wontên. Pada naskah SD, terlihat gaya atau style penulis dalam melakukan pembetulan dan penambahan baik suku kata yang dirasa kurang sehingga mengakibatkan kebenaran makna. Dalam naskah SD ada 4 pembetulan yang ditemukan. G am bar 1. 24 P enam bahan Suku K ata “sa” Sumber: Naskah SD, hal. 104 baris 6. Ki Sêtradipa. Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 13 Naskah SD tidak terdapat penomoran halaman, maka penomoran halaman diurutkan dari lembar kertas pertama recto dan diteruskan halaman selanjutnya verso. Pada naskah SD tidak ditemukan identitas penulis/penyalin. Ada indikasi penulis ini adalah carik dalêm/pegawai kerajaan yang bertugas mencatat segala kepentingan kerajaan. Awal penulisan naskah SD tidak disebutkan dengan jelas, tetapi ada beberapa keterangan yang mengindikasikan bahwa naskah tersebut ditulis bertahap dari tahun 1820-1831. Ada enam buah keterangan waktu yang memperjelas bahwa naskah ditulis bertahap. Keterangan tersebut ditemukan pada halaman 8 pada naskah SD, yaitu tertulis ”Katulis Ngayogyakarta, Akad tanggal kaping 26 sasi Sura taun 1748”. (Terjemahan: Ditulis di Yogyakarta, Minggu 26 Sura 1748 jika dikonversi menjadi 5 November 1820). Keterangan naskah lain ditulis pada halaman 6, 9, 13, dan 19 yaitu ”Dhawuhing pangandika ing Surakarta Hadiningrat ping 24 Juni 1831”. (Terjemahan: Ketetapan di Surakarta Hadiningrat tanggal 24 Juni 1831). Beberapa hal tersebut mengindikasikan bahwa naskah SD ditulis secara bertahap. G am bar 1. 25 K eterangan W aktu Naskah SD, hal 8 tertulis ”Katulis Ngayogyakarta, Akad tanggal kaping 26 sasi Sura taun Je 1748”. (Terjemahan: Ditulis di Yogyakarta, Minggu 26 Sura 1748 Je atau dikonversi menjadi 5 November 1820). 14 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII G am bar 1. 26 K eterangan W aktu Sumber: Naskah SD, hal. 6 tertulis”Dhawuhing pangandika ing Surakarta Hadiningrat ping 24 Juni 1831”. (Terjemahan: Ketetapan di Surakarta Hadiningrat tanggal 24 Juni 1831). G am bar 1. 27 K eterangan W aktu Sumber: Naskah SD, hal. 17 baris ke-27 tertulis ” Karampungan tanggal ping 16 ing sasi Agustus taun 1827”. (Terjemahan: Diselesaikan pada tanggal 16 Agustus 1827). Berdasarkan keterangan di atas, maka disimpulkan bahwa naskah tersebut ditulis antara tahun 1820-1831. Oleh karena itu, umur naskah tersebut sekitar 182 tahun (tergolong naskah yang tua). R ingkasan C erita Kandungan isi naskah SD ini berisi tentang catatan induk tanah dan desa yang berada di wilayah vorstenlanden (Surakarta dan Yogyakarta) ketika masa pemerintahan Pakubuwana VII (1830-1858). Hal ini menarik untuk diteliti sehingga hasil penelitian naskah ini dapat digunakan sebagai sumber sejarah. nSejak masa pendudukan orang eropa di tanah Jawa, wilayah keraton Kejawen atau Vorstenlanden selalu mengalami perubahan. Perang suksesi yang terjadi 3 kali dalam sejarah kerajaan Kejawen membawa para penguasa monarki ke dalam perjanjian-perjanjian pembagian wilayah. Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755, Vorstenlandenter Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 15 bagi menjadi dua wilayah yakni Keraton Surakarta dan Yogyakarta. Berdasarkan perjanjian ini, wilayah Mataram dibagi dua yaitu wilayah di sebelah timur Kali Opak (melintasi daerah Prambanan sekarang) dikuasai oleh pewaris tahta Mataram (yaitu Sunan Pakubuwana III) dan tetap berkedudukan di Surakarta, sementara wilayah di sebelah barat (daerah Mataram yang asli) diserahkan kepada Pangeran Mangkubumi sekaligus ia diangkat menjadi Sultan Hamengkubuwana I yang berkedudukan di Yogyakarta. Di dalam perjanjian tersebut juga terdapat klausul yang menyatakan bahwa pihak VOC dapat menentukan siapa yang menguasai kedua wilayah itu jika diperlukan (Pranoedjoe: 2008). Perang Diponegoro membawa ancaman besar bagi pemerintah kolonial Belanda, diikuti dengan pemberontakan wilayah lain seperti Ambon (1817) dan Palembang (18181819). Setelah Diponegoro ditangkap, Belanda menginginkan pengurangan otoritas kekuasaan pangeran-pangeran Jawa maka Gubernur Jenderal Belanda, van Den Bosch mengutus P. Merkus, J.I. van Sevenhoven, dan H.G Nahuys van Burgst untuk menyelesaikan permasalahan di wilayah Vorstenlanden. Langkah pertama yang diambil ketiga utusan adalah penataan wilayah vorstenlanden yang tumpang tindih untuk memudahkan pengendaliannya, wilayah tersebut dapat kita lihat dalam buku Power of Propechy (Peter Carey, 2007: xxviii-xxx) atau di web www.gahetna.nl. 16 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII G am bar 1. 28 P eta W ilayah V orstenlan den (Tanah K erajaan M ataram Islam tahun 1850 Sumber: Buku Power of Prophechy (Peter Carey, 2007: xxviii-xxx) Pada tangggal 27 September 1830 penetapan batas wilayah baru antara keraton Surakarta dan Yogyakarta telah disepakati oleh kedua belah pihak. Penetapan batas baru tadi berbias kepada masalah yang lain seperti tanah lungguh yang disewakan kepada pengusaha asing. Dalam naskah SD terdapat surat perjanjian yang menyatakan perpindahan wilayah dari Yogyakarta ke Surakarta. Sarèhning saking panggawening watês anyar ana ing Klatèn, nalika ing sasi Septèmbêr ping 27 taun 1830, bumi desa kang wus kasêbut ing dhuwur mau mèlu dadi bawahingsun ing Surakarta. (Terjemahan: oleh karena pembuatan batas baru yang ada di Klaten pada tanggal 27 September 1830, tanah dan desa yang disebut di atas tadi menjadi wilayah Keraton Surakarta) (naskah SD halaman 9). Kewenangan Sevenhoven dalam pemulihan perekonomian keraton Surakarta dan Yogyakarta dipertegas dengan teks Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 17 dalam naskah SD. Teks yang mengungkapkan bahwa peralihan status wilayah sebuah tanah dan desa dijembatani oleh Sevenhoven. Panjênênganingsun Ingkang Sinuhun Kangjêng Susuhunan Pakubuwana Senapati Ing Ngalaga Ngabdurahman Sayidin Panatagama Kaping Pitu kang akêdhaton nagara ing Surakarta Hadiningrat amratelakake yèn Kangjêng tuwan Yan Isak Pan Sipênopên kumisaris kêraton nagara Surakarta Hadiningrat lan ing Ngayogyakarta Hadiningrat wus anduduhake marang ing panjênênganingsun piagême Radèn Adipati Danurêja ing Ngayogyakarta kang kagadhuhake marang tuwan Johanis Agustinis Dhèsênje. (Terjemahan: Aku Sunan Pakubuwana VII menerangkan bahwa tuan Yan Isaac van Sevenhoven selaku kumisaris keraton Surakarta dan Yogyakarta, sudah memperlihatkan kepadaku surat piagam Raden Adipati Danureja di Yogyakarta yang telah disewakan kepada tuan Johanes Agustinis Dezentje) (Naskah SD halaman 1). Secara garis besar naskah SD terbagi atas 2 hal yaitu surat Perjanjian sewa-menyewa tanah dan data wilayah keraton Surakarta (baik tanah, desa, nama pemilik dan pajak/kewajiban yang lainya). Naskah SD memuat 8 surat perjanjian sewa-menyewa tanah dan 26 data wilayah keraton Surakarta. Dalam pengalihaksaraan jilid satu ini penulis hanya akan mengkhususkan pada purat perjanjian sewa-menyewa tanah meliputi: 1. 2. Surat keterangan Sunan Pakubuwana VII kepada Dezentje Surat keterangan Patih Danureja kepada Dezentje 18 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 3. Surat keterangan Sunan Pakubuwana VII dan Sultan Hamengbuwana V kepada Gilian Maclaine 4. Surat keterangan Sultan Hamengkuwana II kepada Gilian Maclaine 5. Surat keterangan Sunan Pakubuwana VII kepada Dezentje 6. Surat perjanjian Sultan Hamengkubuwana II dan 7. Dezentje Surat keterangan PB VII dan HB V kepada Wiliyan 8. Kusni Surat keterangan Hamengkubuwana V kepada Wiliyan Kusni Dalam khasanah sastra nusantara terdapat teks yang memang dimaksudkan sebagai hukum dalam masyarakat atau hukum adat. Di Jawa dikenal dengan anggêr-anggêr atau undang-undang(Baried, 1994, hal. 29). Selain itu kita juga mengenal adanya Pèngêtan, Pratelan, Prangjanjèn, Rêrêpèn, dan lain-lainnya. Naskah dengan jenis – jenis ini adalah karya prosa non-sastra. Dari 350 halaman pada naskah SD, terdapat 20 halaman yang memuat tentang salinan perjanjian sewatanah yang memuat tentang perubahan-perubahan konsesi dan proses ratifikasi tanah di wilayah Yogyakarta-Surakarta. Perjanjian Giyanti memuat wilayah Kesultanan Yogyakarta pada mulanya dibagi menjadi beberapa lapisan yaitu Nagari Ngayogyakarta (Ibukota), Nagaraagung (wilayah utama atau pendamping), dan Mancanagara (wilayah luar). Wilayah ibukota dan nagaragung seluas 53.000 karya dan Mancanagara seluas 33.950 karya. Selain itu, masih terdapat tambahan wilayah dari Danurejo I di Banyumas, seluas 1.600 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 19 karya (sekitar 9,3544 km persegi). Data-data mengenai perpindahan kekuasaan sejak perjanjian Giyanti 1755 hingga perjanjian Klaten 1830 bukanlah hal yang mudah. Pada tahun 1773, daftar registrasi tanah dalam Serat Klepu diganti dengan Serat Ebuk Anyar. Kedua ini merupakan kompilasi wilayah Yogyakarta-Surakarta, hingga saat ini keberadaan kedua naskah ini dipertanyakan. Pada tahun 1792 dan 1802, Sultan Hamengkubuwono II membagi wilayahnya kembali untuk meningkatkan pendapatan keraton. Setelah itu, wilayah Yogyakarta-Surakarta yang belum jelas batasnya juga makin rumit ketika penambahan wilayah Pakualaman dan Mangkunegaran. Pada tahun 1812, Raffles membuat perjanjian penataan ulang tanah-tanah kerajaan yang lebih teratur (Ricklefs, 2002, hal. 114). Perjanjian Klaten pada tanggal 27 September 1830 merupakan penataan akhir wilayah keraton Yogyakarta maupun Surakarta yang lebih permanen. Pembagian tanah yang ditukarkan antara Yogyakarta dan Surakarta dibuat daftarnya oleh patih Danureja di Yogyakarta pada tahun 1830 (Houbent, Keraton dan Kumpeni: Surakarta dan Yogyakarta 1830-1870, 2002, hal. 118), berikut tabel redistribusi tanah tersebut. Tabel 1. 1 D aftar R atifikasi Tanah M ataram pada Tahun 1830 Sumber: Vincent Houben Tanah-tanah yang diberikan Surakarta kepada Yogyakarta Mataram dan Kulon Progo Gunung Kidul Mataram Utara, Krasak Karya Tanah-tanah yang diberikan Yogyakarta kepada Surakarta Karya 9.818 Pajang 15.094 471 Sokawati 2.172 500 Matesih 329 20 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII Tanah-tanah yang diberikan Surakarta kepada Yogyakarta Sokawati Utara, Sela Total Berdasarkan Karya Tanah-tanah yang diberikan Yogyakarta kepada Surakarta Karya 50 Sela dan Serang 450 10.839 tabel di Gunung Kendeng Traskaras Gunung Kidul Mataram, Imogiri dan Kotagedhe 177 700 189 500 Tanah Pancasan 2. 646 Total 22.257 atas, ratifikasi tanah membuat Yogyakarta kehilangan banyak wilayah di Nagara Agung dan Mancanegara. Pada naskah SD, terdapat nukilan mengenai pengelolaan wilayah Yogyakarta di Nagara Agung Siti Mlaya Kusuma atau Bumi Gede. Nagara Agung ini membentang dari gunung Ungaran sampai dengan Kedung Jati. Dalam naskah SD terdapat sembilan belas halaman surat yang memuat peralihan kekuasaan atas tanah di Bumi Gede. Secara admisnistratif wilayah ini berada di kawasan Kadipaten Ampel1dan Kadipaten Serang2. Salinan surat-surat tersebut memuat 1 perjanjian patih Danureja dengan Dezentje, 2 perjanjian dari Sultan Hamengku Buwono II dengan Dezentje, dan 1 surat perjanjian Sultan Hamengkubuwono V dengan Gillian Maclaine dan Wiliyan Kusni. Keempat surat perjanjian tersebut memuat tentang penyewaan tanah kepada para 1Saat 2Saat ini berada di wilayah Boyolali dan Kabupaten Semarang. ini ditenggelamkan di waduk Kedung Ombo Sragen pada tahun 1985. Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 21 pengusaha Eropa. Adapun beberapa nama yang disebut adalah Johanes Agustinus Dezentje, Maclaine, dan Wiliyan Kusni. Johannes Agustinus Dezentje atau biasa disebut sebagai Tinus Dezentje (1797-1839) adalah putra dari seorang pegawal berkebangsaan Eropa untuk raja dari Kasunanan Surakarta bernama August Jan Caspar (1765-1826). Tahun 1816 dari gajinya sebagai perwira, Caspar menyewa tanah apanage milik Kasunanan yang terbentang dari Salatiga, Ampel sampai Boyolali. Tanah ini selanjutnya diwariskan kepada Tinus, yang kemudian merintis usaha perkebunan keluarga Dezentje di Vorstenlanden (Ulbe Bosma, hal. 76). Saat Perang Jawa (1825-1830) berlangsung, kondisi ini mengancam bisnis perkebunan miliknya. Untuk menjamin keamanan bisnisnya, Tinus Dezentje rela mengeluarkan biaya untuk mempekerjakan 1.500 serdadu. Detasemen ini merupakan hulptroepen atau pasukan pembantu militer Belanda. Atas permintaan Jenderal De Kock, Dezentje mempengaruhi Sri Susuhunan untuk tetap bersikap netral dalam Perang Jawa. Untuk jasanya ini, kerajaan Belanda memberikan penghargaan berupa Orde de Nederlandse Leeuw kepada Tinus (Weitzel, hal. 115). Tinus meninggal pada 7 November 1839 dalam usia 42 tahun. Ia mewariskan lahan perkebunan seluas 1.275 Hektar. Sedangkan Gillian Maclaine adalah seorang pebisnis dan petualang yang berasal dari Skotlandia. Ia mendirikan perusahaan bernama GillianWatson. Maclaine datang mendarat di Batavia pada tahun 1820 sebagai agen dari Firma MacLachlan dari Inggris. Sesudah mendarat, Maclaine dan beberapa pengusaha Britania lainnya menyewa tanah di Vorstenlanden, membeli satu perkebunan di Buitenzorg, dan menyewa lahan di Malangbong 22 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII yang ditanaminya kopi. Dia juga bertindak sebagai agen bagi pengusaha kopi lainnya, di antaranya keluarga Dezentje yang sangat berpengaruh di daerah Surakarta dan sekitarnya. Pada tahun 1822 dia mendirikan firmanya sendiri yakni Maclaine & Co. di Batavia. Bagaimapaun, tidak semua hal berjalan mulus baginya. Pecahnya Perang Diponegoro di tahun 1825 menghancurkan usahanya baik di Vorstenlanden maupun di Malangbong. Pada tahun 1827 melalui temannya yakni Edward Watson, dia menerima tawaran saudagar kaya raya Britania di Calcutta di India John Palmer untuk menjadi agennya di Hindia, dia kemudian mengubah firmanya menjadi Maclaine Watson & Co. di tahun tersebut yang menandakan bergabungnya Watson sebagai partner dalam firma. Pada tahun 1830, resmi dia tidak memiliki tanah di wilayah Yogyakarta dan Surakarta, sekaligus mengakhiri hubungan bisnisnya dengan keluarga Dezentje (Knight, hal. 141). Sedangkan Wiliyan Kusni (William Kusni?) sampai tulisan ini dibuat, belum teridentifikasi siapa dan apa peranannya dalam penyewaan tanah di Yogyakarta dan Surakarta. Beberapa pengusaha tersebut wajib mentaati kebijakan kraton yang tentunya juga bersumber pada Angger-angger Jawi (Roorda, Serat Angger-Angger Jawi, 2002, hal. 223). Hal ini terkait pembayaran pajak, sumbangan saat Grebeg, dan kebijakan etik lain terkait kehidupan masyarakat di pedesaan dan pegunungan. Surat P erjanjian Sew a P asca R atifikasi Tanah 1830 Naskah SD memuat teks yang berisi piagêm/ surat perjanjian secara khusus tentang sewa-menyewa tanah di wilayah Surakarta dan Yogyakarta ketika pemerintahan Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 23 Pakubuwana VII. Adapun surat perjanjian tersebut sebagai berikut. Surat Keterangan Sunan Pakubuwana VII kepada Dezentje Pada naskah SD memuat surat perjanjian Sunan Pakubuwana VII dengan Dezentje. Dalam surat tersebut diceritakan bahwa Yohan Isaac van Sevenhoven selaku komisaris keraton Surakarta dan Yogyakarta telah menunjukkan surat piagam milik Raden Adipati Danureja yang disewa oleh tuan Johanes Agustinus Dezentje kepada Sunan Pakubuwana VII. Panjênênganingsun Ingkang Sinuhun Kangjêng Susuhunan Pakubuwana Senapati Ing Ngalaga Ngabdurahman Sayidin Panatagama Kaping Pitu kang akêdhaton nagara ing Surakarta Hadiningrat amratelakake yèn Kangjêng tuwan Yan Isak Pan Sipênopên kumisaris kêraton nagara Surakarta Hadiningrat lan ing Ngayogyakarta Hadiningrat wus anduduhake marang ing panjênênganingsun piagême Radèn Adipati Danurêja ing Ngayogyakarta kang kagadhuhake marang tuwan Johanis Agustinis Dhèsênje. (Terjemahan: Sunan Pakubuwana VII yang bertahta di keraton Surakarta menjelaskan bahwa Yohan Isaac van Sevenhoven selaku komisaris keraton Surakarta dan Yogyakarta telah menunjukkan surat piagam milik Raden Adipati Danureja yang disewa oleh tuan Johanes Agustinus Dezentje)(Naskah SD halaman 6). Isi dari surat tersebut menjelaskan bahwa tuan Johanes Agustinus Dezentje membayar pajak tanah dan desa di Penthongan 1 jung, Wanasegara 1 jung se-kikil. Jumlah seluruhnya 3 jung se-kikil. Lama pembayaran 8 tahun menjadi 16 angsuran mulai tanggal 20 Agustus 1830 sampai 19 Agustus tahun 1838, dibayar 245 reyal dalam setahun. Masih ada pajak 24 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII tiap setengah tahun yakni saat Grêbêg Pasa sebesar 122 ½ reyal dan Grêbêg Mulud sebesar 122½ reyal. Selain itu Tuan Johanes Agustinus Dezentje dipinjami tanah dan desa di Pantaran 1 jung. Tanah itu bebas pajak, namun Dezentje berwajiban menjaga, membersihkan pemakaman dan membenahi yang rusak. Dalam surat piagam tersebut dijelaskan pula, oleh karena pembuatan batas baru di Klaten pada tanggal 27 September 1830, maka tanah dan desa yang disebut di atas tadi menjadi kekuasaan keraton Surakarta Hadiningrat. Surat Keterangan Patih Danureja Kepada Dezentje Pada naskah SD juga memuat surat piagam Kanjeng Raden Adipati Danureja yang dipinjamkan kepada tuan Johanes Agustinus Dezentje di Ampel. Pada intinya tuan Johanes Agustinus Dezentje meminjam surat piagam dan membayar pajak tanah dan desa kepunyaan kerajaan, berikut ini namanama desanya. Pèngêt, iki layang manira piagêm Kangjêng Radèn Adipati Danurêja kagadhuha marang saudara tuwan Johanis Agustinis Dhèsênje ing Ampèl. (Terjemahan: Pengingat, ini surat piagamku Kanjeng Raden Adipati Danureja telah disewa kepada saudara tuan Johanes Agustinus Dezentje di Ampel) (Naskah SD halaman 7). Daerah yang disewa antara lain: Penthongan 1 jung, Banaran 1 jung, Wanasegara 1 jung se-kikil jadi jumlahnya 4 ½ jung, tanah tersebut terletak di sebelah timur gunung Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 25 Merbabu. Lama pembayaran pajak 8 tahun menjadi 16 angsuran mulai garêbêg Mulud Je 1758 hingga jatuh tempo pada garêbêg Pasa tahun 1765 menanggung 70 reyal, 1 reyal 30 uang dalam setahun. Jumlah pajak 4 ½ jung tadi, tiap setengah tahun menyerahkan 122 ½ reyal diserahkan dua kali dalam setahun. Lalu Danureja juga sudah menerima uang tunai sebesar 180 reyal berlaku selama 4 tahun. Danureja juga berjanji kepada tuan Dezentje saat penyerahan pajak tengahtahunan, ia menambahkan seperempat dari jumlah pajak setahun dan bersedia menerima 61 ¼ reyal saat penyerahan. Sedangkan sahnya uang tunai pajak 400 tadi sampai habis perjanjian dalam 8 tahun tidak dikenai pajak lainnya. Lalu tuan Dezentje juga dipinjami tanah bumi mutihan di Pantaran se-jung tadi. Dalam surat piagam ini juga dijelaskan bahwa Tuan Dezentje tidak diperkenankan bertindak di luar kewajibannya yakni membersihkan pemakaman dan membenahi yang rusak hingga baik. Saat garêbêg Mulud, para bêkêl wajib ke keraton untuk menyerahkan hasil bumi mutihan. Lalu tuan Dezentje juga tidak diperkenankan merusak desa, menganiaya orang desa atau menggelapkan pajak, mendatangkan orang jahat dan jangan bersekutu dengan orang yang berbuat jahat dan lain sebagainya. Sebaliknya tuan Dezentje wajib menjaga kesejahteraan penduduk. Dalam surat tersebut ditegaskan bahwa penduduk setempat baik warga maupun bêkêl yang termasuk dalam wilayah 40 jung se-kikil tadi, semua patuh kepada perintah tuan Dezentje. Surat ini ditulis di Yogyakarta, Minggu 26 Sura 1748. Pada akhir surat ada tembusan kepada tuan Residen 26 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII berkaitan dengan siti pamêthakan di Pantaran 1 jung. Intinya tanah itu tidak dimasukkan ke dalam surat milik tuan Dezentje, sebab akan menjadi pinjaman Mas Pengulu. Surat Keterangan Sunan Pakubuwana VII Dan Sultan Hamengbuwana V Kepada Gilian Maclaine Pada naskah SD juga dijelaskan bahwa Sunan Pakubuwana VII menerangkan tuan Yohan Isaac Van Sevenhoven selaku komisaris keraton Surakarta Hadiningrat dan Yogyakarta sudah menunjukkan surat piagam Sultan Hamengkubuwana V yang disewakan kepada tuan Gilian Maclaine. Panjênênganingsun Ingkang Sinuhun Kangjêng Susuhunan Pakubuwana Senapati Ing Ngalaga Ngabdurahman Sayidin Panatagama Kaping Pitu kang akêdhaton nagara ing Surakarta Hadiningrat amratelakake yèn kangjêng tuwan Yan Isak Pan Sipênopên, kumisaris kêraton nagara Surakarta Hadiningrat lan ing Ngayogyakarta Hadiningrat wus anduduhake marang Panjênênganingsun piagême Kangjêng Sultan Hamêngkubuwana Kaping Lima ing Ngayogyakarta Hadiningrat kang kagadhuhakên marang tuwan Giliyan Maklin. (Terjemahan: Sunan Pakubuwana VII menerangkan bahwa tuan Yohan Isaac Van Sevenhoven komisaris keraton Surakarta Hadiningrat dan Yogyakarta sudah menunjukkan surat piagam Sultan Hamengkubuwana V yang disewakan kepada tuan Gilian Maclaine) (Naskah SD halaman 9) Adapun isi surat tersebut; tuan Gilian Maclaine membayar pajak tanah dan desa di Dhadhah 1 jung, Sembung 1 jung, Sampetan 1 jung, Janarana 1 jung, jumlah 4 jung jelas Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 27 seperti Gouvernemen. Lama membayar pajak 13 tahun menjadi 26 angsuran, mulai bulan 1 Februari 1827 jatuh tempo pada 30 Januari 1840, dibayar seribu rupiah dalam setahun. Ada pajak tambahan setiap setengah tahun, saat garêbêg Pasa 500 rupiah, saat garêbêg Mulud 500 rupiah. Oleh karena pembuatan batas baru di Klaten pada tanggal 27 September 1830, maka tanah dan desa yang disebut di atas tadi menjadi kekuasaan keraton Surakarta Hadiningrat. Surat tersebut ditulis di Surakarta pada tanggal 24 Juni 1831. Surat Keterangan Sultan Hamengkuwana II Kepada Gilian Maclaine Pada naskah SD memuat surat piagam Sultan Hamengkubuwana II di Yogyakarta Hadiningrat dipinjamkan kepada tuan Gilian Maclaine. yang Pèngêt, layangingsun piagêm Kangjêng Sultan Sêpuh Hamêngkubuwana Senapati ing Ngalaga Ngabdurahman Sayidin Panatagama Kalipatulah Kaping 2 ing Ngayogyakarta Hadiningrat, ingsun gadhuhakên marang tuwan Giliyan Maklin. (Terjemahan: Pengingat, surat piagamku Sultan Sepuh Hamengkubuwana II di Yogyakarta. Aku dipinjamkan kepada tuan Gilian Maclaine) (Naskah SD halaman 10). Isi dari surat tersebut Gilian Maclaine dipinjami tanah di Dhadhakan 1 jung, Banaran 1 jung, Sembung 1 jung, Sampet 1 jung jumlah 4 jung. Tanah tersebut berada di sebelah gunung Merbabu yang pembayarannya sudah sesuai dengan gouvernemen Netherland. Lama pembayaran pajak selama 13 28 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII tahun menjadi 26 angsuran dimulai dari 1 Februari 1827 jatuh temponya pada tanggal 31 Januari 1840. Dibebani pajak sebesar 1000 rupiah dan dalam setahun keluar pajak pertengahan tahun. Saat garêbêg Pasa Macklin menyerahkan 500 rupiah dan saat garêbêg Mulud juga 500 rupiah. Pajak tersebut diluar pajak yang lain. Dalam surat ini memuat sanksi apabila Macklin merusak desa, menganiaya penduduknya atau tidak membayar pajak yaitu pencabutan hak sewa tanah. Lalu tuan Macklin juga wajib mengembalikan sawah irêngan saat jatuh tempo. Apabila ada tanaman yang belum tua seperti Kopi, Padi dan lain sebagainya yang belum dipanen atau masih menguning masih mendapat kelonggaran sampai selesai masa panen. Lalu tuan Macklin juga tidak berhak memecat atau menggantung kedudukan Dêmang, Bêkêl dan lain sebagainya atau melantiknya tanpa sepengetahuan Sultan Hamengkubuwana II. Pada bagian akhir surat juga terdapat perintah kepada tuan Macklin agar jangan sampai kedatangan/bersekutu dengan orang jahat terlebih perbuatan jahat dan mendirikan persekutuan penjahat. Sebaliknya Macklin wajib mengupayakan kemakmuran dan ketentraman desa tersebut. Surat Keterangan Sunan Pakubuwana VII Kepada Dezentje Dalam naskah SD memuat pernyataan Sunan Pakubuwana VII di keraton Surakarta yang menerangkan Yohan Isaac van Sevenhoven Yogyakarta selaku komisaris keraton sudah menunjukkan surat Surakarta dan piagam Sultan Hamengkubuwana V yang dipinjamkan kepada Johanes Agustinus Dezentje. Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 29 Panjênênganingsun Ingkang Sinuhun Kangjêng Susuhunan Pakubuwana Senapati Ing Ngalaga Ngabdurahman Sayidin Panatagama Kaping Pitu kang akêdhaton nagara ing Surakarta Hadiningrat amratelakakên yèn Kangjêng tuwan Yan Isak Pan Sipênopên kumisaris kêraton nagara Surakarta lan ing Ngayogyakarta wus anduduhake marang ing panjênênganingsun layang piagême Kangjêng Sultan Hamêngkubuwana Kaping 5 ing Ngayogyakarta Hadiningrat kang kagadhuhake marang tuwan Johanis Agustinis Dhèsênje. (Terjemahan: Sunan Pakubuwana VII di keraton Surakarta yang menerangkan bahwa Yohan Isaac van Sevenhoven selaku komisaris keraton Surakarta dan Yogyakarta sudah menunjukkan surat piagam Sultan Hamengkubuwana V yang dipinjamkan kepada Johanes Agustinus Dezentje) ( Naskah SD halaman 12) Isi surat tersebut menerangkan bahwa tuan Johanes Agustinus Dezentje wajib membayar pajak tanah dan desa di Gagatan sementara waktu hal itu sudah sesuai dengan Gouvernemen. Sedangkan nama-nama desa itu adalah Karang Gede, Kalimas Kulon, Seling Kidul, Waping Wetan, Waping Kulon, Kemusu, Ragum, Kedung Pring Pasarean, Tari, Karang Asem dan Balimbingan semua 12 jung. Ing Kebonan, Seling Lor, Sendang, Jatisari, Ngijo, Lembandatan, Kemusu, Kedung Lo, Krutukan, Karang Geneng, Kalongan, Dhuwaran, Kutukan Kayeng semua 17 jung. Di Pulutan, Dêmangan, Kemlaka Kerep, Pringapus semua 4 jung. Di Toyan, Karangjati, Gagatan Kulon, Gagatan Etan semua 8 jung. Di Talepat, Ngawen, Karangplasa, Karangtoya, Pidikan semua 4 jung. Di Tawangsari, Ngimbat, Balumbang Kendel, Gligang, 30 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII Karanglo, Kalangan, Sange Kaponan, Karanglo Pancas, Jamen Pancas, Tawangsari semua 13 jung. Di kaworan, Banger, Bali Kidul, Kemusu, Bala Lor semua 6 jung. Jumlah semua 64 jung lahan persawahan di luar ladang dan hutan. Pembayaran selama 15 tahun menjadi 30 angsuran dimulai 1 September 1827 jatuh tempo pada 13 Agustus 1842 pembayaran pajak seperti disebut di bawah ini. Dalam surat tersebut juga dijelaskan setiap lima tahun ada tambahan pajak sebesar 2.000 ringgit. Setelah pajak lima tahunan, ada tambahan pajak sebesar 300 ringgit. Dalam setahun juga terdapat pajak tengah tahunan, saat garêbêg Pasa 1.500 ringgit, saat garêbêg Mulud 1.500 ringgit. Oleh karena pembuatan batas baru yang berada di Klaten saat 27 September 1830, tanah dan desa yang tersebut di atas tadi menjadi bawah kekuasaan keraton Surakarta Hadiningrat. Surat ini ditulis di Surakarta Hadiningrat pada tanggal 24 Juni 1831. Surat Perjanjian Sultan Hamengkubuwana II Dan Dezentje Pada naskah SD juga surat perjanjian Sultan Hamengkubuwana II yang berada di Keraton Yogyakarta dengan Johanes Agustinus Dezentje di Surakarta. Surat perjanjian tersebut memuat 11 bab perjanjian. Punika ingkang sêrat prajangjian, Ingkang Sinuhun Kangjêng Sultan Sêpuh Hamêngkubuwana Senapati Ing Ngalaga Ngabdurahman Sayidin Panatagama Kalipatullah Kaping Kalih kang kêdhaton nagara ing Ngayogyakarta Hadiningrat akalihan tuwan Johanis Agustinis Dhèsênje ing Surakarta. Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 31 (Terjemahan: inilah surat perjanjian Sultan Hamengkubuwana II yang berada di Keraton Yogyakarta dengan Johanes Agustinus Dezentje di Surakarta) (Naskah SD halaman 14). Pada intinya surat tersebut menerangkan bahwa Sultan Hamengkubuwana meminjamkan tanah dan desa di Gagatan untuk sementara waktu. Sedangkan nama desa yang dipinjam lainnya antara lain: Karanggede, Kalimas Kulon, Seling Kidul, Pawing Wetan, Pawing Kulon, Pawing Wetan, Kumusu, Ragum, Kedung Pring, Pasarean, Tari, Karangasem, Balimbingan semua berjumlah 12 jung. Di Kebonan, Seling Lor, Sendang, Jatisari, Ngijo, Lembadhatan, Kemusu, Kedung Lo, Krutukan, Karang Geneng, Kalongan, Duwaran, Kutukan Kayeng semua berjumlah 17 jung. Di Pulutan, Gedangan, Kemlaka Kerep, Pringapus semua 4 jung. Di Toyan, Karang Jati, Gagatan Kulon, Gagatan Etan, semua 8 jung. Di Talepat, Ngawèn, Karang Plasa, Karang Toya, Pidikan semua 4 jung. Di Tawangsari, Ngimbat, Balumbang Kendel, Gligang, Karanglo, Kalangan, Sange Kaponan, Karanglo Pancas, Jamen Pancas, Tawangsari semua 13 jung. Di kaworan, Banger, Bali Kidul, Kemusu, Bala Lor semua 6 jung. Jumlah semua 64 jung lahan persawahan tidak termasuk ladang dan hutan. Lalu dijelaskan pula bahwa tuan Dezentje wajib membayar pajak tanah dan desa yang sudah disebut di depan tadi. Waktu pembayaran pajak selama 15 tahun dimulai 1 September 1827 dan jatuh temponya pada bulan Agustus 1842. Pembayaran pajak seperti di bawah ini penjelasannya. 32 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII Bersama dimulainya pembayaran pajak dalam 5 tahun sebesar 1.000 ringgit. Tiap tahunnya ada pajak tengahtahunan saat garêbêg Siyam 1.500 ringgit, saat garêbêg Mulud 1.500 ringgi. Setiap 5 tahun juga menanggung pajak 3.000 ringgit. Berkat kemurahan pemerintah, maka selama pembayaran dari awal hingga akhir nanti hanya membayar sebesar 2.000 ringgit. Dalam setahun membayar 2.400 ringgit. Yang terakhir limatahunan membayar 3.000 ringgit. Di dalam setahun akan membayar 3.600 ringgit. Tuan Dezentje juga wajib menyetujui isi surat yang sudah diberikan, juga memberi uang tunai sebesar 1.000 ringgit kepada Sultan yang mengetahui penerimaan pajak yang terakhir. Selain masalah pajak, ada kesepakatan lain yang harus dipatuhi tuan Dezentje yakni tidak akan melakukan tindakan semaunya sendiri, walaupun kepada rakyat jelata di lahan dan desa tadi. Tuan Dezentje juga wajib membayar upah pekerja. Apabila tuan Dezentje tidak menetapi perjanjian, membuat kerusakan tanah dan desa atau menggelapkan uang pajak walaupun sudah mengakui kesalahannya, maka Sultan mencabut tanah tersebut. Tuan Dezentje juga wajib mengembangkan tanaman Padi agar jangan sampai kekurangan beras. Selain itu tuan Dezentje berwenang menanam tumbuhan yang dianggap perlu. Tuan Dezentje menerima desa dan tanah irêngan, apabila sudah jatuh tempo maka wajib mengembalikannya kepada Sultan. Tetapi apabila saat jatuh tempo masih terdapat tanaman palawija seperti Padi, Jagung, Ketela serta semua yang sejenis. Hasilnya di bagi dua, setengah untuk Sultan, setengah lagi untuk tuan Dezentje. Apabila ada tanaman selain palawija yang membutuhkan lebih dari setahun seperti Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 33 Kopi, Tebu serta tanaman yang sejenis, maka tuan Dezentje tidak berhak memilikinya, hasil panen tetap menjadi milik Sultan. Tuan Dezentje tidak dikenai pajak tambahan lainnya kecuali pekerjaan memperbaiki jembatan, jalan-jalan dan lain sebagainya. Tugas Negara yang diemban tetap ditanggungnya. Berkaitan dengan ketenteraman warga desa, tuan Dezentje wajib menjaga keamanan dari tindakan jahat, perjudian, bersekutu dengan penjahat dan lain sebagainya. Sultan juga akan membantu Dezentje menjaga ketentraman dan kemakmuran desa. Tuan Dezentje juga berjanji tidak akan mendirikan pemberontakan di desa yang dipajaki tadi, memecat atau mengganti kepala desa serta berjanji tidak akan mengambil atau memakai nama seperti nama orang Jawa atau memberi nama kepada orang lain. Sedangkan apabila ada kepala desa yang kurang baik tindakannya atau membuat kesalahan, tuan Dezentje hanya berwenang menggantung jabatannya. Tetapi segeralah memberitahukan kepada Kanjeng Raden Adipati supaya diperiksa perkaranya, karena ia yang berwenang menyelesaikan atau menghukum kepada orang yang bersalah tadi. Ada lagi bab yang mengatur penggantian kepala desa atas perintah Kanjeng Raden Adipati. Surat ini ditulis tanggal 16 Agustus 1827 Pada bagian akhir terdapat perintah Residen terkait hutan Jati yang berada di Gagatan, intinya apabila diambil untuk membuat rumah Loji, jembatan dan lain sebagainnya, kayu tersebut bebas pajak. Surat Keterangan PB VII Dan HB V Kepada Wiliyan Kusni Dalam naskah SD juga berisi pernyataan Sunan Pakubuwana VII yang menjelaskan bahwa tuan Yohan Isaac van 34 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII Sevenhoven kumisaris keraton Surakarta dan Yogyakarta sudah menunjukkan surat piagam milik Sultan Hamengkubuwana V dipinjamkan kepada tuan Wiliyan Kusni. Panjênênganingsun Ingkang Sinuhun Kangjêng Susuhunan Pakubuwana Sênapati Ing Ngalaga Ngabdurahman Sayidina Panatagama Kaping Pitu ingkang kêdhaton nagara ing Surakarta Hadiningrat amratelakake yèn Kangjêng tuwan Yan Isak Pan Sipênopên, kumisaris kêraton nagara Surakarta lan ing Ngayogyakarta, wus anduduhake marang ing panjênênganipun piagême Kangjêng Sultan Hamêngkubuwana Senapati Ing Ngalaga Kaping Lima ing Ngayogyakarta Hadiningrat kang kagadhuhake marang tuwan Wiliyan Kusni. (Terjemahan: Sunan Pakubuwana VII yang menjelaskan bahwa tuan Yohan Isaac van Sevenhoven kumisaris keraton Surakarta dan Yogyakarta sudah menunjukkan surat piagam milik Sultan Hamengkubuwana V dipinjamkan kepada tuan Wiliyan Kusni )(Naskah SD halaman 19). Surat tersebut menjelaskan bahwa tuan Wiliyan Kusni wajib membayar pajak tanah dan desa di Sima 26 jung, jelas seperti keputusan Gouvernemen. Lama membayar pajak 18 tahun menjadi 36 angsuran mulai 1 Januari 1829 jatuh tempo pada 31 Desember 1846 jumlah pajak yang harus 624 rupiah. Dalam setahun ada pajak tengah tahunan 2 kali setahun, di saat garêbêg Pasa 312 rupiah dan saat garêbêg Mulud 312 rupiah. Oleh karena pembuatan batas baru di Klaten pada 27 Sepetember 1830, desa yag disebut di atas tadi menjadi Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 35 kekuasaan Surakarta Hadiningrat. Ditulis di Surakarta Hadiningrat pada tanggal 24 Juni 1831. Surat Keterangan Hamengkubuwana V Kepada Wiliyan Kusni Dalam naskah SD memuat surat Sultan Hamengkubuwana V yang tinggal di Yogyakarta yang dipinjamkan kepada tuan Wiliyan Kusni. Pènget, iki nawalaningsun piagêm Kangjêng Sultan Hamêngkubuwana ingkang Kaping 5 Senapati Ing Ngalaga Ngabdurahman Sayidina Panatagama Kalipatulah, ingkang ngrênggani nagara ing Ngayogyakarta Hadiningrat sun gadhuhakên marang tuwan Wiliyan Kusni. (Terjemahan: Pengingat, ini surat piagamku Sultan Hamengkubuwana V yang bertahta di Yogyakarta. Aku dipinjamkan kepada tuan Wiliyan Kusni)(Naskah SD halaman 20). Intinya tuan Wiliyan Kusni wajib membayar pajak tanah desa di Sima sebesar 26 jung serta pembayarannya sudah sesuai dengan keputusan tuan Gouvernemen Netherland. Sedangkan pembayaran selama 18 tahun menjadi 36 angsuran. Mulai tanggal 1 Januari 1829 jatuh tempo pada 31 Desember 1846, jumlahnya sebesar 624 rupiah setahun. Saat garêbêg Pasa 312 rupiah, saat pasa Mulud. Itu sudah tidak mendapat pajak tambahan lainnya atau sembarang yang keluar dari lahan itu. Tetapi Kusni masih dikenai tugas membersihan jembatan, jalan, jalan setapak dan lain sebagainya. Kusni wajib mengembalikan tanah Tanah dan desa yang irêngan. 36 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII Jika sudah jatuh tempo tetapi masih ada tanamannya, maka hasil panennya menjadi milik tuan Kusni dan tanah dikembalikan kepada Sultan. Dan apabila ada orang yang mau pohon Kahwa atau pohon lainnya yang masih ada buahnya, maka buahnya menjadi milik tuan Kusni dan pohonnya tetap menjadi milik Sultan, tidak diperkenankan tuan Kusni mengambil pohon yang sudah diunduh. Tuan Kusni juga tidak boleh menganiaya rakyat jelata. Apabila meminta pekerja dari rakyat juga wajib membayar sampai genap dan sesuai kehendak orang desa tadi. Kusni tidak diperkenankan membuat rusak masyarakat dan desa atau tidak membereskan pajak. Jika Kusni melanggarnya walaupun belum selesai dalam 18 tahun, pasti tanah dan desa di Sima akan diambil kembali oleh Sultan. Tuan Kusni juga wajib menjaga tanah dan desa di Sima, jangan membuat kerusuhan dalam desa tadi, jangan sampai ada perjudian, jangan sampai ada orang bertindak jahat atau membuat kerusuhan. Apalagi menolong orang yang bertindak jahat atau masyarakat desa jangan sampai berani menjadi tempat menginap orang jahat. Ada lagi, jika ada kendala dalam memberantas kejahatan, upayakan kesejahteraan. Tuan Kusni jangan sampai memakai kuasa pemerintah yang ada di sana atau memecat kepala desa apalagi memakai jabatan seperti rakyatku bangsa Jawa atau memberi nama kepada orang lain. Ada lagi, apabila ada orang desa yang menyimpang tingkahnya atau bertindak kurang tepat dengan jabatannya, maka Sultan berpihak kepada tuan Kusni. Tuan Kusni berhak menangguhkan jabatan kepala tadi, lalu wajib memberi tahu kepada pemerintah supaya penyidik segera menyelesaikan masalah yang ada di desa serta menghukum orang yang bersalah tadi. Ada lagi bab pemilihan kepala desa yang baru, Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 37 pengganti orang jahat tadi, jalankanlah sesuai aturan. Tuan Kusni tidak boleh meminjamkan atau menggelapkan tanah desa, menjadi sedikit atau lebih banyak kepada orang yang tak berhak. Apabila tuan Kusni sudah sampai jatuh tempo wajib mengembalikan tanah di desa tadi. D ata W ilayah K eraton Dalam naskah SD memuat data wilayah keraton baik di dalam Kuthanagara, Nagara Agung maupun Mancanegara. Secara khusus memuat 26 data wilayah. Tanah Kepatihan Pada naskah SD memuat catatan tanah dan desa Kepatihan di wilayah Pajang Sokawati. Selain itu juga memuat perubahan desa atau desa lama yang wajib pajak yang dibagi kepada seluruh pegawainya. Punika cacahipun siti dhusun lêlênggah ing Kêpatihan, tanah Pajang Sokawati, wêwahan siti dhusun utawi siti lami ingkang nyanggi sêsanggèn, tuwin ingkang kêbage dhatêng ing abdinipun sêdaya. (Terjemahan: inilah rincian tanah dan desa Kepatihan di wilayah Pajang Sokawati, perubahan desa atau desa lama yang wajib pajak serta tanah yang dibagi kepada seluruh pegawainya)(Naskah SD halaman 22). Adapun wilayah yang tercatat antara lain tanah dan desa milik K.R.A Sasradiningrat sebesar 5 jung, beliau berkewajiban membayar pajak berupa beras sebesar 104 tong tiap bulan. Ngabei Kartayuda mempunyai tanah sebesar 10 jung, membayar pajak berupa 230 botol minyak tiap bulan. 38 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII Dêmang Kartamenggala mempunyai tanah 10 jung, membayar 30 ikat rumput tiap hari. Ngabei Truna Menggala mempunyai tanah dan desa sebesar 7 jung, wajib membayar 350 gelondong kayu tiap bulan. Ngabei Wirasentika mempunyai 8 jung tanah, wajib menyerahkan pembantu untuk mengangkut barang dan penunggu kendaraan 16 orang tiap hari. Ngabei Karta Wijaya mempunyai 12 ½ jung tanah dan desa, wajib menyerahkan orang yang membantu memasak dan penampung air sebanyak 41 orang. Ngabei Sutadrana mempunyai 12 ½ jung tanah, wajib menyerahkan orang pelaku upacara keraton sebanyak 25 orang tiap upacara keraton dan menyerahkan sedah sebanyak 3.000 sêdhah. Seluruh tanah dan desa di bawah Kepatihan sebesar 1.015 jung dengan beban pajak sebesar 34.777 rupiah. Tanah dan Desa Abdi Dalem Wedana Panewu Kaparak Tengen Pada naskah SD memuat tanah dan desa Abdi Dalem Keparak Tengen seluas 900 karya baik tanah lama Pajang dan Sokawati. Punika kagungan dalèm siti dhusun ingkang kaparingakên dados lêlênggahipun Abdi Dalêm Wêdana Kaliwon Panèwu Kaparak Têngên. Gunggung siti 900 karya, siti dhusun lami kalih siti enggal tanah Pajang utawi Sokawati. (Terjemahan: inilah kepunyaan Raja berupa tanah dan desa yang menjadi gadhuhan Abdi Dalem Keparak Tengen. Jumlah tanah seluas 900 karya baik tanah lama Pajang dan Sokawati)(Naskah SD halaman 45). Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII Bagian ini menjelaskan bahwa Wedana 39 R.M.A Purwadiningrat mempunyai 200 karya dan membayar pajak tahunan sebesar 2.020 rupiah. Kaliwon R.Ng Purwadipura mempunyai 100 karya dan membayar pajak tahunan sebesar 821 rupiah. Panewu Mas Riyadipraja mempunyai tanah seluas 25 karya dan membayar 251 rupiah. Panewu dibawahnya terdapat 5 pegawai dengan total luas tanah dan desa sebesar 78 karya, membayar 828 rupiah. Panewu Ngabei Resa Praja mempunyai tanah seluas 25 karya dan membayar 234 rupiah. Panewu dibawahnya terdapat 5 pegawai dengan total luas tanah dan desa sebesar 85 karya, membayar pajak 794 ½ rupiah. Panewu Raden Purwadipraja mempunyai tanah seluas 25 karya dan membayar pajak sebesar 220 rupiah. Panewu dibawahnya terdapat 5 pegawai dengan total luas dan desa sebesar 85 karya, membayar 772 rupiah. Panewu Ngabei Sudirapraja mempunyai tanah seluas 25 karya dan membayar pajak 236 rupiah. Panewu dibawahnya terdapat 13 pegawai dengan total luas tanah sebesar 237 karya, membayar pajak 2.164 rupiah kantor. Tanah dan Desa Abdi Dalem Anon-anon Kaparak Tengen Pada naskah SD juga memuat catatan tanah dan desa Abdi Dalem Anon-anon Tengen baik Panewu, Mantri, Gandek, Jajar, dan tukang Undhagi. Punika pratelanipun kagungan dalêm siti dhusun lênggahipun Abdi Dalêm Anon-anon Kaparak Têngên. Panèwu, Mantri, Gandhèk, Jajar, Tukang undhagi. 40 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII (Terjemahan: inilah penjelasan kepunyaan Raja berupa tanah dan desa gadhuhan milik Abdi Dalem Anon-anon Tengen baik Panewu, Mantri, Gandek, Jajar, dan tukang Undhagi)(Naskah SD halaman 59). Pada bagian ini juga menjelaskan bahwa Panewu R.Rg. Prawira Duta mempunyai tanah seluas 32 karya membayar pajak 384 rupiah kantor dengan tambahan tiap tiga jung 24 rupiah. Panewu mempunyai 15 pegawai dengan jumlah tanah gadhuhan seluas 32 karya dengan beban pajak tahunan sebesar 300 rupiah dengan tambahan tiap jung 24 rupiah. Tanah gadhuhan milik 24 Abdi Dalem Sarageni seluas 52 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 619 rupiah ditambah pajak tiap jung 39 rupiah. Tanah gadhuhan milik 20 Abdi Dalem Nirbaya seluas 44 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 554 rupiah, ditambah pajak tiap jung 33 rupiah. Tanah gadhuhan milik 15 Abdi Dalem Sangkragnyana seluas 34 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 388 rupiah, ditambah pajak tiap jung 25 ½ rupiah. Tanah gadhuhan milik 15 Abdi Dalem Kaneman seluas 24 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 414 rupiah, ditambah pajak tiap jung 25 ½ rupiah. Tanah gadhuhan 9 Abdi Dalem Miji seluas 20 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 180, ditambah pajak tiap jung 15 rupiah. Tanah gadhuhan 9 Abdi Dalem Pinilih seluas 20 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 247 rupiah, ditambah pajak tiap jung 15 rupiah. Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 41 Tanah gadhuhan 8 Abdi Dalem Brajanala seluas 18 karya dengan tanggungan pajak tahunan 210 rupiah, ditambah pajak tiap jung 13 ½ rupiah. Tanah gadhuhan 8 Abdi Dalem Jajar Wisamerta seluas 18 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 171 rupiah, ditambah pajak tiap jung 13 1/2 rupiah. Tanah gadhuhan 8 Abdi Dalem Mangundara seluas 18 karya dengan tanggungan pajak tahunan 177 rupiah, ditambah pajak tiap jung 13 ½ rupiah. Tanah gadhuhan 8 Abdi Dalem Jajar Mandhung seluas 18 karya dengan tanggungan pajak tahunan 237 rupiah, ditambah pajak tiap jung 13 ½ rupiah. Tanah gadhuhan 8 Abdi Dalem Martalulut seluas 30 karjya dengan tanggungan pajak tahunan 397 rupiah, ditambah pajak tiap jung 22 ½ rupiah. Tanah gadhuhan 8 Abdi Dalem Panongsong Ampil seluas 32 karya dengan tanggungan pajak tahunan 234 rupiah, ditambah paak tiap jung 24 rupiah. Tanah gadhuhan 8 Abdi Dalem Jajar Priyataka seluas 24 karya dengan tanggungan pajak tahunan 295 rupiah, ditambah pajak tiap jung 18 rupiah. Tanah gadhuhan 35 Abdi Dalem Kemit Siti seluas 70 karya dengan tanggungan pajak tahunan 563 rupiah, ditambah pajak tiap jung 52 ½ rupiah. Tanah gadhuhan 20 Abdi Dalem Jajar Saraseja seluas 42 karya dengan tanggungan pajak tahunan 294 rupiah, ditambah pajak tiap jung 31 ½ rupiah. 42 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII Tanah gadhuhan 10 Abdi Dalem Jajar Kabayan seluas 40 karya dengan tanggungan pajak tahunan 480 rupiah, ditambah pajak tiap jung 30 rupiah. Jumlah Abdi Dalem 260, dengan tanah gadhuhan seluas 736 karya tanggungan pajak sebesar 8.480 rupiah, tambahan pajak 552 rupiah. Tanah gadhuhan 12 Abdi Dalem tukang batu seluas 76 karya dengan tanggungan pajak tahunan 634 rupiah, ditambah pajak tiap jung 57 rupiah. Tanah gadhuhan 12 Abdi Dalem Mantri Undhagi seluas 56 karya dengan tanggungan pajak tahunan 385 rupiah, ditambah pajak tiap jung 42 rupiah. Tanah gadhuhan 4 Abdi Dalem Mantri tukang landhean seluas 20 karya dengan tanggungan pajak tahunan 146 rupiah, ditambah pajak tiap jung 15 rupiah. Jumlah Abdi Dalem tukang, Undhagi 28 orang dengan luas tanah 152 karya, pajak tahunan sebesar 1.165 ditambah pajak tiap jung 114 rupiah. Tanah dan Desa Abdi Dalem Damel Kaparak Kiwa Pada naskah SD memuat tanah dan desa gadhuhan milik Abdi Dalem Kaparak Kiwa meliputi milik Wedana R.M.A Jayadiningrat seluas 40 jung dengan tanggungan pajak sebesar 3.255 rupiah. Penambahan tanah di Pajang dan Sokawati sebesar 20 1/8 jung dengan tanggungan pajak sebesar 715 rupiah. Punika kagungan dalêm siti dalam lêlênggahipun Abdi Dalêm Damêl Kêparak Kiwa, Wêdana Kaliwon sapangandhap, siti lami utawi siti inggal tanah Pajang Sokawati. Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 43 (Terjemahan: tanah dan desa gadhuhan milik Abdi Dalem Kaparak Kiwa. Wedana, Kaliwon sampai bawahannya. Tanah Lama atau pemekaran tanah baru di wilayah Pajang maupun Sokawati )(Naskah SD halaman 78). Tanah gadhuhan milik Kaliwon R.Ng Prigadipura seluas 30 jung dengan tanggungan pajak 1.645 rupiah. Tanah gadhuhan milik Panewu Ngabei Jayapraja seluas 6 ¾ jung dengan tanggungan pajak sebesar 362 ½ rupiah. Tanah gadhuhan milik Panewu Ngabei Jayapraja seluas 13 ½ jung dengan tanggungan pajak sebesar 677 ½ rupiah. Tanah gadhuhan 25 pegawai panewon Jayapraja seluas 65 ½ jung, dengan tanggungan pajak sebesar 4.127 rupiah. Tanah dan Desa Abdi Dalem Anon-anon Keparak Kiwa Pada naskah SD halaman 93-130 memuat penjelasan tentang tanah gadhuhan Abdi Dalem Anon-anon. Setelah adanya penataan ulang, tanah gadhuhan tersebut hanya tinggal sebagian. Selain itu terdapat pajak tambahan sebesar 3 rupiah tiap jung. Punika pratelanipun Abdi Dalêm Anon-anon Kêparak Kiwa. Sarêng sampun kêtata gêgadhuhanipun siti dhusun kantun nyapalih mawi kaparingan tambah sawulanipun nigang rupiyah sajung. (Terjemahan: inilah rincian Abdi Dalem Anon-anon Keparak Kiwa. Setelah penataan ulang, tanah gadhuhan tersebut hanya tinggal sebagian. Selain itu terdapat pajak 44 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII tambahan tiap bulan sebesar 3 rupiah untuk tiap jungnya)(Naskah SD halaman 93). Pada bagian ini juga memuat Tanah gadhuhan milik Panewu Gandhek Ngabei Duta Prawira seluas 32 karya dengan tanggungan pajak tahunan 384 rupiah, dengan tambahan tiap jungnya 24 rupiah. Panewu terdapat 23 pegawai dengan luas tanah gadhuhan sebesar 33 karya, membayar pajak tahunan sebesar 454 rupiah dengan tambahan pajak tiap jungnya sebesar 24 ½ rupiah. Jajar Gandhek dan Jajar Ketanggung tanah gadhuhan seluas 16 karya dibagi untuk 13 orang dengan tanggunggan pajak tahunan sebesar 330 rupiah ditambah pajak tiap jung sebesar 16 ½ rupiah. Jajar Sarageni sejumlah 24 orang. Tanah gadhuhan milik Jajar Sarageni seluas 48 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 843 rupiah. Jajar Brajanala sejumlah 7 orang mempunyai tanah gadhuhan seluas 18 karya dengan tanggungan tahunan sebesar 395 rupiah, ditambah pajak tiap jung sebesar 13 ½ rupiah. Jajar Wisamarta sejumlah 8 orang mempunyai tanah gadhuhan seluas 18 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 270 rupiah, ditambah pajak tiap jung 12 ½ rupiah. Jajar Miji Tanuastra sejumlah 16 orang mempunyai tanah gadhuhan seluas 36 karya, dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 520 rupiah ditambah pajak tiap jung 27 rupiah. Jajar Kaneman sejumlah 15 orang mempunyai tanah gadhuhan seluas 30 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 527 rupiah, ditambah pajak tiap jung 22 ½ rupiah. Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 45 Jajar Sangkragnyana sejumlah 15 orang mempunyai tanah gadhuhan seluas 30 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 507 rupiah, ditambah pajak tiap jung 22 ½ rupiah. Jajar Nirbita sejumlah 18 orang mempunyai tanah gadhuhan seluas 36 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 633 rupiah, ditambah pajak tiap jung 27 rupiah. Jajar Anggadara sejumlah 9 orang mempunyai tanah gadhuhan seluas 18 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 354 rupiah, ditambah pajak tiap jung sebesar 23 ½ rupiah. Jajar Nyutra sejumlah 9 orang mempunyai tanah gadhuhan seluas 18 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 252 rupiah, ditambah pajak tiap jung sebesar 13 ½ rupiah. Jajar Singa Segara sejumlah 12 orang mempunyai tanah gadhuhan seluas 26 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 302 rupiah, ditambah pajak tiap jung 19 ½ rupiah. Jajar Priyataka sejumlah 11 orang mempunyai tanah gadhuhan seluas 22 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 294 rupiah, ditambah pajak tiap jung 16 ½ rupiah. Jajar Ampil sejumlah 4 orang mempunyai tanah gadhuhan seluas 12 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 165 rupiah, ditambah pajak tiap jung 9 rupiah. Jajar Panongsong sejumlah 4 orang mempunyai tanah gadhuhan seluas 12 karya, dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 150 rupiah, ditambah pajak tiap jung 9 rupiah. 46 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII Jajar Kabayan sejumlah 10 orang mempunyai tanah gadhuhan seluas 31 karya dengan tanggungan pajak sebesar 328 rupiah, ditambah 23 ½ rupiah. Jajar Saraseja sejumlah 20 orang mempunyai tanah gadhuhan seluas 40 karya dengan tanggungan pajak sebesar 693 rupiah, ditambah 30 rupiah. Jumlah luas tanah Wêdana, Panèwu, Bêkêl, Jajar 657 karya dengan tanggungan pajak tahunan sejumlah 8.925 rupiah, ditambah pajak tiap jung sebesar 59 ½ rupiah. Pajak tanah seluas 79 karya dari 35 pegawai di Kemantren Anon-anon Keparak Kiwa sejumlah 1448 rupiah, ditambah pajak tiap jung sebesar 59 ½ rupiah. Tanah dan Desa milik Abdi Dalem Anon-anon Gedhong Tengen Pada naskah SD juga memuat catatan tanah gadhuhan Abdi Damel Dalem Gedhong Tengen, baik Wedana, Kaliwon sampai bawahannya meliputi tanah lama atau baru di Pajang atau Sokawati. Punika etangipun siti dhusun sêkantunipun siti lami, gêgadhuhanipun abdi dalȇm anon-anon gedhong tȇngȇn sabawahipun sêdaya. (Terjemahan: tanah gadhuhan Abdi Damel Dalem Gedhong Tengen sampai bawahannya) (Naskah SD halaman 131). Pada halaman ini juga menjelaskan Wedana R.T Prawiradipura mempunyai tanah gadhuhan seluas 50 jung atau 200 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 2.887 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 47 rupiah. Pajak adanya pembukaan lahan baru bagi Abdi Dalem tukang undhagi seluas 10 karya, dengan jumlah pajak tahunan sebesar 23 rupiah. Kaliwon R.Ng Puspadipura mempunyai tanah gadhuhan seluas 25 jung atau 100 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 1.777 rupiah. Panewu Ngabei Wirapraja mempunyai tanah gadhuhan seluas 30 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 363 ½ rupiah. Tanah gadhuhan Panewu Ngabei Jagapraja seluas 30 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 380 rupiah. Tanah gadhuhan Panewu Ngabei Sastrapraja seluas 30 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 353 rupiah. Tanah gadhuhan Panewu Ngabei Tirtapraja seluas 30 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 332 rupiah. Tanah gadhuhan Panewu Ngabei Surapraja seluas 30 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 350 rupiah. Tanah gadhuhan Jaksa Negara Ngabei Wira Satata seluas 30 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 285 ½ rupiah. Tanah gadhuhan Jaksa Pradata Ngabei Reksa Pradata seluas 30 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 275 ½ rupiah. Jadi luas tanah gadhuhan 19 orang mantri seluruhnya 380 karya dengan jumlah tanggungan pajak tahunan sebesar 3.839 ½ rupiah. Ini adalah data tanah dan desa yang menjadi gadhuhan Abdi Dalem Anon-anon Gedhong Tengen sampai pada bawahannya. Abdi dalem sejumlah 49 orang mempunyai luas tanah gadhuhan 33 jung atau 132 karya dengan tanggungan 48 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII pajak tahunan sebesar 1.517 rupiah, ditambah pajak tiap jung sebesar 40 ½ rupiah. Wedana R.T Kuda mempunyai tanah Jagadipura gadhuhan seluas Panegar 48 karya Damel dengan tanggungan pajak sebesar 1.120 rupiah, ditambah 36 rupiah. Kaliwon R. Ng Santa Turangga mempunyai tanah gadhuhan seluas 6 jung atau 24 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 700 rupiah, ditambah pajak tiap jung 18 rupiah. Panewu Raden Brata Turangga mempunyai tanah seluas 3 jung atau 12 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 210 rupiah, ditambah pajak tiap jung 9 rupiah. Raden Wignya Turangga mempunyai tanah gadhuhan seluas 3 jung atau 12 karya dengan tanggungan pajak tahunan 255 rupiah, ditambah pajak tiap jung sebesar 9 rupiah. Ngabei Patra Basanta mempunyai tanah gadhuhan seluas 3 jung atau 12 karya dengan tanggungan pajak sebesar 170 rupiah, ditambah pajak tiap jung sebesar 9 rupiah. Tanah gadhuhan 4 Mantri sepuh seluas 8 jung atau 32 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 460 rupiah, ditambah pajak tiap jung sebesar 24 rupiah. Tanah gadhuhan Mantri Nem dan Kabayan seluas 12 jung atau 48 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 462 rupiah, ditambah pajak tiap jung 36 rupiah. Tanah gadhuhan Jajar Sepuh dan Jajar Nem seluas 63 jung atau 240 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 4.236 rupiah, ditambah pajak tiap jung 189 rupiah. Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 49 Tanah gadhuhan Dêmang Niyaga Tengen seluas 5 jung atau 20 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 400 rupiah, ditambah pajak tiap jung 15 rupiah. Tanah gadhuhan Paneket Kerta Pangrawit 3 ½ jung atau 14 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 320 rupiah, ditambah pajak tiap jung 10 ½ rupiah. Tanah gadhuhan 4 Panelawe seluas 6 jung atau 24 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 440 rupiah, ditambah pajak tiap jung 18 rupiah. Tanah Abdi Dalem Pangrawit seluas 39 ½ jung atau 148 karya dengan tanggungan pajak tahunan 2.470 ½ rupiah, ditambah pajak tiap jung 118 ½ rupiah. Tanah Abdi Dalem Panyungging seluas 9 jung atau 36 karya dengan tanggungan pajak tahunan 410 rupiah, ditambah pajak tiap jung 27 rupiah. Tanah Abdi Dalem Tukang Jingga dan Tukang Methak seluas 4 jung atau 16 karya tanggungan pajak tahunan 144 rupiah, ditambah pajak tiap jung 12 rupiah. Semua Abdi Dalem berjumlah 144 orang dengan luas tanah gadhuhan 148 ½ jung atau 594 karya dengan jumlah pajak sebesar 8.807 ½ rupiah, ditambah 429 rupiah. Tanah Kabupaten Gedhong Kiwa Pada naskah SD halaman memuat catatan tanah gadhuhan kadipaten Gedhong Kiwa baik tanah lama atau tanah pemekaran baru di Kartodipuran seluas 900 karya. 50 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII Punika etangipun pambagenipun kagungan dalêm siti kabupatèn Gêdhong kiwa ing Kartadipuran. Siti lami siti inggal karya gunggung 900. (Terjemahan: inilah rincian pembagian kepunyaan raja berupa tanah gadhuhan kadipaten Gedhong Kiwa baik tanah lama atau tanah pemekaran baru di Kartodipuran seluas 900 karya)(Naskah SD halaman 145). Wedana R.T Kartadipura mempunyai tanah gadhuhan seluas 220 karya dan wajib membayar pajak tahunan sebesar 2.504 rupiah. Kaliwon R.Ng Rejodipura mempunyai tanah gadhuhan seluas 100 karya dan wajib membayar pajak tahunan 1.027 rupiah. Panewu berjumlah 5 orang dengan jumlah tanah gadhuhan seluas 150 karya dan membayar pajak tahunan sebesar 1.765 rupiah. Mantri dan pegawai bawahannya berjumlah 20 orang mempunyai tanah gadhuhan seluas 430 karya dan membayar pajak tahunan sebesar 4.624 rupiah. Tanah dan Desa Abdi Dalem Anon-anon Gedhong Kiwa Sebagian Pada naskah SD memuat catatan pembagian tanah gadhuhan Abdi Dalem Anon-Anon Gedhong Kiwa yang sebagian mempunyai seluas 156 karya dan membayar pajak sebesar 1.520 rupiah. Punika etangipun pambagenipun kagungan dalêm siti gadhuhanipun Abdi Dalêm Anon-anon bawah Gêdhong Kiwa ingkang sapalih. Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 51 (Terjemahan: pembagian tanah gadhuhan Abdi Dalem Anon-Anon Gedhong Kiwa yang sebagian)(Naskah SD halaman 155). Tanah dan Desa Abdi Dalem Anon-anon Gedhong Kiwa, Tanah Lama yang Dikenai Pajak 3 Rupiah Tiap Jung Pada naskah SD memuat catatan pembagian tanah gadhuhan Abdi Dalem Anon-anon Gedhong Kiwa yang mempunyai seluas 88 karya dan membayar 4.893 rupiah, ditambah pajak tiap jung sebesar 264 rupiah. Punika etangipun pambagenipun kagungan dalêm siti dhusun gadhuhanipun anon-anon gêdhong kiwa sêbawahipun sêdaya. Siti lami kapalih kaparingan yatra sawulan sagungipun nigang rupiyah. (Terjemahan: inilah rincian tanah dan desa Abdi Dalem Anon-anon Gedhong Kiwa, tanah lama yang dikenai pajak 3 rupiah tiap jung)(Naskah SD halaman 158). Kawedanan Ageng Sasranegaran Pada naskah SD halaman 164-176 memuat catatan tanah gadhuhan Kawedanan Sasranegaran baik di wilayah Pajang maupun Sokawati seluas 225 jung atau 900 karya yang terbagi kepada 43 Mantri. Punika etangipun kagungan dalêm siti dhusun lami tanah Pajang Sokawati ing sawêdana agêng Sasranêgaran. 52 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII (Terjemahan: inilah rincian kepunyaan raja berupa tanah gadhuhan wilayah Pajang dan Sokawati di Kawedanan Ageng Sasranegaran)(Naskah SD halaman 164). Rincian pembagiannya antara lain: R.M.T.A Sasranegara mempunyai tanah gadhuhan seluas 25 jung dan membayar pajak tahunan sebesar 1.208 rupiah. Tanah gadhuhan Panewu, Kemantren di Kawedanan Ageng Sasranegaran seluas 225 jung dan besar pajak tahunan 10.891 rupiah. Tanah gadhuhan milik Kori, Kebayan, Tukang Undhagi, dan Niyaga seluas 10 jung dan besar pajak tahunan 408 rupiah. Kawedanan Sewu Jayanegaran Pada naskah SD memuat catatan tanah gadhuhan Kawedanan Sewu Jayanegaran terdiri atas 561 karya tanah lama dan 339 karya tanah pemekaran baru baik di wilayah Pajang maupun Sokawati. Jumlah penjelasannya. luas wilayah 900 karya, berikut Punika pratelanipun etangipun kagungan dalêm siti lami tanah Pajang Sokawati ing sawêdana sewu ing Jayanêgaran. (Terjemahan: tanah gadhuhan Kawedanan Jayanegaran) (Naskah SD halaman 177). Sewu Wedana R.T Jayanegara mempunyai tanah gadhuhan seluas 200 karya dan membayar pajak tahunan sebesar 2.550 rupiah. Kaliwon R.Ng Wangsa Negara mempunyai tanah Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 53 gadhuhan seluas 100 karya dan membayaar pajak sebesar 1.277 rupiah. Tanah gadhuhan untuk 20 pegawai Panewu, Kemantren dan pegawai bawahan seluas 600 karya membayar pajak sebesar 7.615 rupiah. Jumlah tanah seluruhnya 900 karya dan pajak tahunan seluruhnya sebesar 11.442 rupiah. Kawedanan Umiring Yudanegaran Pada Naskah SD memuat catatan tanah gadhuhan Kawedanan Umiring Yudanegaran seluas 900 karya terdiri atas 620 karya tanah lama dan 280 karya tanah pemekaran baru baik di wilayah Pajang dan Sokawati. Punika pratelanipun etangipun kagungan dalêm siti lami tanah Pajang Sokawati ing sawêdana umiring Yudanêgaran 620 karya, wah siti inggal 280 karya, gunggung 900 karya. (Terjemahan: inilah rincian perhitungan kepunyaan Raja berupa tanah gadhuhan Kawedanan Umiring Yudanegaran seluas 900 karya)(Naskah SD halaman 188). Isi pada bagian ini antara lain: Wedana R.T Yudanegara mempunyai tanah gadhuhan seluas 50 jung atau 200 karya dan membayar pajak sebesar 2.244 rupiah. Kaliwon R.Ng Resa Negara mempunyai tanah gadhuhan seluas 25 jung atau 100 karya dan membayar pajak sebesar 1.157 rupiah. Selain itu juga memuat tanah gadhuhan milik 30 pegawai baik Panewu, Mantri dan pegawai di bawahnya seluas 600 karya. Mereka menanggung pajak sebesar 6.474 rupiah. Jadi jumlah luas seluruhnya 900 karya dan besar pajak 9.875 rupiah. 54 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII Kawedanan Panumping Prawiranegaran Pada naskah SD juga memuat catatan tanah gadhuhan kawedanan Prawiranegaran seluas 900 karya terbagi atas 43 Mantri dengan jumlah pajak tahunan sebesar 11.817 ½ rupiah. Punika etangipun kagungan dalêm siti dhusun tanah Pajang Sokawati lami utawi inggal ing sawêdana Panumping ing Prawiranêgaran 615 karya, wah siti inggal 285 karya, gunggung 900 karya. (Terjemahan: inilah perhitungan kepunyaan Raja tanah dan desa di wilayah Pajang Sokawati, tanah lama atau baru di Kawedanan Panumping di Prawiranegaran)(Naskah SD halaman 201) Wedana R.T Prawiranegara mempunyai tanah gadhuhan seluas 50 jung atau 200 karya dan membayar pajak tahunnan sebesar 2.665 rupiah. Kaliwon R.Ng Mangun Negara mempunyai tanah gadhuhan seluas 25 jung atau 100 karya dan membayar pajak tahunan sebesar 1354 ½ rupiah. Tanah 25 pegawai baik Panewu, Mantri maupun pegawai bawahan sebesar 600 karya dan membayar pajak tahunan sebesar 7.798 rupiah. Kawedanan Ngajeng Puspanegaran Pada naskah SD memuat catatan tanah gadhuhan Kawedanan Ngajeng Puspanegaran seluas 1.000 karya terdiri atas 522 karya tanah lama dan 478 tanah pemekaran baru baik di wilayah Pajang maupun Sokawati. Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 55 Punika etangipun kagungan dalêm siti lami tanah Pajang Sokawati sawêdana ngajêng Puspanêgaran. (Terjemahan: inilah rincian kepunyaan Raja berupa tanah lama wilayah Pajang Sokawati di Kawedanan Ngajeng Puspanegaran)(Naskah SD halaman 214). Wedana R.T Puspanegara mempunyai tanah gadhuhan 160 karya dan membayar pajak tahunan sebesar 2.180 rupiah. Kaliwon R.Ng Jaganegara mempunyai tanah gadhuhan 80 karya dan membayar pajak tahunan sebesar 1.010 rupiah. Tanah gadhuhan 41 pegawai baik Panewu, Mantri, Jaksa dan bawahannya 760 karya dan besar pajak 10.276 rupiah. Jumlah seluruhnya 1000 karya dan besar pajak tahunan 13.446 rupiah. Tanah dan Desa Milik R.T Amongpraja Pada naskah SD juga memuat catatan tanah gadhuhan R.T Amongpraja dan seluruh panekar-nya baik Kori, Carik, dan Sarayuda seluas 24 jung atau 96 karya dengan pajak tahunan sebesar 697 ½ rupiah, ditambah pajak bulanan 100 rupiah. Punika etangipun kagungan dalêm siti dhusun lami gadhuhanipun Radèn Tumênggung Among Praja sapanêkaripun, Kori, Carik, Sarayuda. (Terjemahan: inilah perhitungan kepunyaan raja berupa tanah gadhuhan milik R.T Amongpraja dan seluruh panekar-nya baik Kori, Carik, dan Sarayuda) (Naskah SD halaman 226). 56 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII Tanah dan Desa Milik R.T Prajadipura Pada naskah SD juga memuat tanah catatan gadhuhan milik Wedana R.T Prajadipura seluas 25 jung atau 104 karya dan membayar pajak tahunan sebesar 776 rupiah. Punika etangipun kagungan dalêm siti dhusun kambêng gadhuhanipun Radèn Tumênggung Prajadipura sakancanipun Kaliwon, Panèwu, Mantri ngajêng sêdaya ingkang tanah Pajang kaliyan tanah Sokawati. (Terjemahan: inilah perhitungan kepunyaan raja berupa tanah dan desa gadhuhan Abdi Dalem Kambeng Wedana R.T Prajadipura beserta seluruh rekannya baik Kaliwon, Panewu, Mantri Ngajeng semua yang berada di wilayah Pajang dan Sokawati)(Naskah SD halaman 227). Kaliwon R.Ng Yudamergana mempunyai 8 ½ jung atau 34 karya dan membayar pajak tahunan sebesar 137 rupiah. Tanah gadhuhan milik 20 pegawai baik Panewu, Mantri Ngajeng dan pegawai bawahannya seluas 194 jung atau 776 karya dan membayar pajak tahunan sebesar 3.994 rupiah. Tanah dan desa Abdi Dalem Kambeng Pada naskah SD memuat catatan tanah gadhuhan milik 22 Abdi Dalem Kambeng baik Wedana, Kaliwon, 20 panewu dan mantri seluas 280 jung atau 1370 karya dengan beban pajak tahunan sebesar 6.950 rupiah. Punika etangipun kagungan dalêm siti dhusun Kambêng. Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 57 (Terjemahan: Inilah rincian kepunyaan raja berupa tanah gadhuhan milik Abdi Dalem Kambêng)(Naskah SD halaman 235). Tanah dan Desa Abdi Dalem Lurah Pada naskah SD juga memuat catatan tanah gadhuhan milik Abdi Dalem Lurah, Kaliwon beserta rekan pegawainya baik Bêkêl, Panewu, Mantri, Jajar setelah ditata dan diberikan sesuai dalam surat piagam Raja. Punika pratelanipun siti dhusun gêgadhuhanipun Abdi Dalêm Lurah, Kaliwon sakancanipun Bêkêl Panèwu Mantri Jajar sêdaya. (Terjemahan: inilah rincian tanah dan desa gadhuhan milik Abdi Dalem Lurah, Kaliwon beserta rekan pegawainya baik Bêkêl, Panewu, Mantri)(Naskah SD halaman 242). Kaliwon R.Ng Mangundipura mempunyai tanah gadhuhan seluas 10 jung atau 40 karya membayar pajak sebesar 216 rupiah, ditambah pajak tiap jung 30 rupiah. Abdi Dalem Lurah berjumlah 11 orang memiliki tanah seluas 30 jung atau 120 karya dengan tanggungan pajak sebesar 1.097 rupiah, ditambah pajak tiap jung 66 rupiah. Tanah dan Desa Abdi Dalem Anon-anon Griya, Kemasan dll. Pada naskah SD memuat catatan tanah gadhuhan milik Abdi Dalem Griya Kemasan, tukang Gergaji, penjahit, tukang bordir, pandai besi dan tukang Sungging. 58 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII Punika pratelanipun siti dhusun gêgadhuhanipun Abdi Dalêm Anon-anon Griya Kêmasan sapanunggilipun, Grêji, Jaid, Balodir, Pandhe, Sungging. Ingkang siti lami kapalih, sêpalihipun kaparingan wêrdi yatra etang sajung nigang rupiyah abrit. (Terjemahan: inilah rincian tanah dan desa gadhuhan milik Abdi Dalem Griya Kemasan, tukang Gergaji, penjahit, tukang bordir, pandai besi dan tukang Sungging. Tanah lama dibagi, tiap bagian menanggung pajak 3 rupiah/jung)(Naskah SD halaman 245). Tanah gadhuhan milik Kaliwon R.Ng Citradipura seluas 6 jung atau 24 karya dengan tanggungan pajak sebesar 617 rupiah, ditambah pajak 18 rupiah. Abdi Dalem Griya Kemasan, tukang Gergaji, penjahit, tukang bordir, pandai besi dan tukang sungging berjumlah 46 orang memiliki tanah gadhuhan seluas 148 ¼ jung atau 581 karya membayar pajak sebesar 7.274 rupiah. Tanah dan Desa Milik R.P Atmadipura Pada naskah SD juga memuat catatan tanah gadhuhan milik Abdi Dalem R.P Atmadipura beserta seluruh rekan kerjanya Abdi Dalem Urdenas dan Abdi Dalem Lurah Punakawan. Punika etangipun gêgadhuhanipun siti Abdi Dalêm Radèn Panji Atmadipura sakancanipun Abdi Dalêm Urdênas utawi Abdi Dalêm Lurah Panakawan ingkang sami kaparingan tambah siti unusan Anon-anon ing Sastradipuran. (Terjemahan: inilah rincian tanah gadhuhan milik Abdi Dalem R.P Atmadipura beserta seluruh rekan kerjanya Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 59 Abdi Dalem Urdenas dan Abdi Dalem Lurah Punakawan yang mendapat tambahan tanah unusan Anon-anon di Sastradipuran)(Naskah SD halaman 257). Tanah gadhuhan milik Under Mayor R.P Atmadipura seluas 12 jung dengan pajak sebesar 503 rupiah. Tanah gadhuhan milik 18 Abdi Dalem Atmadipuran seluas 72 jung dengan pajak 4.982 rupiah. Tanah dan Desa Milik Nyai Ayu Sedhah Mirah dan Abdi Dalem Estri Pada naskah SD juga memuat tanah gadhuhan milik Abdi Dalem perempuan. Tanah gadhuhan milik Nyai Mas Ayu Sedhah Mirah beserta 44 rekannya seluas 72 jung dan membayar pajak sebesar 3840 rupiah. Punika pratelanipun siti dhusun gadhuhanipun Nyai Mas Ayu Sêdah Mirah sakalihan Nyai Tumêngggung sakancanipun Abdi Dalêm Èstri sêdaya. (Terjemahan: Tanah gadhuhan milik Nyai Mas Ayu Sedhah Mirah, Nyai Tumenggung beserta rekan Abdi Dalem Perempuan) (Naskah SD halaman 261). Tanah gadhuhan milik Nyai Mas Ayu Sedhah Mirah seluas 6 jung dan membayar pajak tahunan sebesar 541 rupiah. Tanah gadhuhan milik Nyai Tumenggung Soka seluas 4 jung dan membayar pajak tahunan sebesar 175 rupiah. Tanah gadhuhan milik Nyai Tumenggung Sana seluas 4 jung dan membayar pajak tahunan seluas 210 rupiah. 60 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII Tanah dan Desa Milik Abdi Dalem Kadipaten Naskah SD juga menjelaskan bahwa Abdi Dalem Kadipaten sejumlah 200 orang, Abdi Dalem di Sabinan sejumlah 167 memiliki tanah gadhuhan seluas 201 jung. Punika cacahipun Abdi Dalêm ing Kadospatèn. (Terjemahan: inilah rincian Abdi Dalem Kadipaten) (Naskah SD halaman 266). Bagian ini juga menyebut dua nama pujangga yaitu Wedana R.T Yasadipura mempunyai tanah gadhuhan seluas 37 ¼ jung dengan pajak tahunan sebesar 407 reyal dan Kaliwon R.Ng Ranggawarsita mempunyai tanah gadhuhan seluas 17 ¼ jung dengan pajak tahunan sebesar 225 reyal. Tanah gadhuhan 6 Abdi Dalem Panewu termasuk Mantri Jeksa Pradata seluas 34 ½ jung. Tanah gadhuhan 21 Abdi Dalem termasuk Mantri Sepuh Ajidan seluas 81 ½ jung. Tanah gadhuhan 20 Abdi Dalem Mantri Nem Damel termasuk Mantri Nem Ajidan seluas 56 ¾ jung. Tanah gadhuhan 10 Abdi Dalem Carik termasuk Kori seluas 15 jung. Tanah gadhuhan 15 Abdi Dalem Lurah Kapedhak termasuk Panurung, Ngawin, Panongsong seluas 21 ½ jung. Tanah gadhuhan 13 Abdi Dalem Bêkêl Kapedhak termasuk Panurung, Ngawin, Panongsong seluas 11 ¼ jung. Tanah gadhuhan 63 Abdi Dalem Jajar Kapedhak termasuk Panurung, Ngawin, Panongsong, Miji seluas 32 ¾ jung. Tanah gadhuhan 8 Abdi dalem Ajidan termasuk Palampah Jeksa Pradata seluas 7 jung. Tanah Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 61 gadhuhan Sikep M.Ng Wirasanta seluas 4 jung dan membayar pajak tahunan sebesar 58 reyal. Kaliwon Anon-anon R.Ng Wirayuda mempunyai tanah gadhuhan seluas 8 ½ jung dan membayar 49 rupiah. Tanah gadhuhan 14 Abdi Dalem Mantri Sepuh Anon-anon termasuk Emban Ngajeng Kaliwon seluas 54 jung. Tanah gadhuhan 6 Abdi Dalem Mantri Anon-anon seluas 21 ½ jung. Tanah gadhuhan 15 Abdi Dalem Gedhong, Lurah, Bêkêl termasuk Jajar seluas 9 jung. Tanah gadhuhan 19 Abdi Dalem Mantri Kemasan, Lurah, Bêkêl, Jajr termasuk tukang seluas 13 ½ jung. Tanah gadhuhan 16 Abdi Dalem Pandhe Undagi, Bêkêl, Jajar termasuk tukang perah seluas 13 ½ jung. Tanah gadhuhan 17 Abdi Dalem Niyaga di Nagabandan baik Bêkêl, Jajar, Dalang dan Dêmang seluas 11 ½ jung. Tanah gadhuhan 14 Abdi Dalem Niyaga di Jiwaleksanan baik Bêkêl, Jajar, Dalang dan Dêmang seluas 9 ¾ jung. Mantri Panewu Gamel R.Ng Lebda Turangga mempunyai tanah gadhuhan seluas 4 jung dan membayar pajak tahunan sebesar 52 reyal. Tanah gadhuhan 30 Abdi Dalem Panewu Gamel beserta bawahannya termasuk Kenek seluas 27 ¾ jung. Tanah gadhuhan 9 Abdi Dalem Suranata baik Mantri, Bêkêl maupun Jajar seluas 7 jung. Tanah gadhuhan 7 Abdi Dalem Kabayan baik Bêkêl maupun Jajar seluas 6 jung. Tanah gadhuhan 9 Abdi Dalem Ajidan baik Bêkêl maupun Jajarnya seluas 9 ½ jung. Abdi Dalem Undhagi Ngajeng Gajihan sebanyak 4 orang. Lurah Urdenas R.P Atma Marwata mempunyai tanah gadhuhan seluas 2 jung dan membayar pajak tahunan sebesar 62 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 31 ¼ reyal. Tanah gadhuhan 8 Abdi Dalem Urdenas seluas 9 jung. Tanah gadhuhan Abdi Dalem Estri Mbok Mas Ranadipura seluas 3 jung dan membayar pajak tahunan sebesar 19 reyal. Tanah gadhuhan Lurah Kanoman R.P Trunadipura seluas 2 jung dan membayar pajak tengah tahunan sebesar 15 reyal. Tanah Pajak Pangrembe Kadipaten Pada naskah SD juga memuat penjelasan tentang tanah pajak raja di Kadipaten yang disewa orang Eropa. Punika cacahipun kagungan dalêm siti pamaosan pangrêmbe ing Kadospatèn. Ingkang mêdal padintênan, wulanan, taunan sêsampunipun pranatan enggal punika, sêdaya ing ngandhap punika pratelanipun...ingkang nyêpêng siti tiyang Jawi utawi Walandi. (Terjemahan: inilah rincian kepunyaan raja berupa tanah pajak Pangrembe di Kadipaten baik pajak harian, bulanan maupun tahunan setelah peraturan baru...yang menguasai tanah orang Jawa maupun Belanda/Asing) (Naskah SD halaman 313). Orang Eropa yang menyewa antara lain Tuan Pit, Dezentje, Winner, Martenis, Plisingen, Op jumlah tanah 139 ½ jung dan membayar pajak tahunan sebesar 10.706 ½ rupiah. Tanah pangrembe yang menanggung pajak bulanan seluas 79 jung. Sehingga jumlah keseluruhan 218 ½ jung. Tanah Kadipaten Pangrembe dan tanah Abdi Dalem berjumlah 461 ½ jung. Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 63 Tanah dan Desa Kabuminatan Pada naskah SD juga memuat catatan tanah gadhuhan milik 16 orang Abdi Dalem Mantri Sepuh termasuk Patih, Jaksa, Mantri Sadasa, dan Kabayan seluas 52 ¾ jung di wilayah Kabuminatan. Punika kagungan dalêm siti Kabuminatan ingkang dados gêgadhuhanipun ing abdi. (Terjemahan: inilah kepunyaan raja berupa tanah di Kabuminatan yang menjadi gadhuhan para abdi)(Naskah SD halaman 317). Tanah gadhuhan 7 orang Abdi Dalem Mantri Nem termasuk Carik seluas 18 jung. Tanah gadhuhan 14 orang Abdi Dalem Lurah Miji Kiwa Tengen beserta Jajar-nya seluas 11 ¼ jung. Tanah gadhuhan 7 orang Abdi Dalem Lurah Kapedhak seluas 12 ½ jung. Tanah gadhuhan 7 orang Abdi Dalem Bêkêl kapedhak seluas 11 ½ jung. Tanah gadhuhan 21 orang Abdi Dalem Jajar Kapedhak seluas 5 ¼ jung. Tanah gadhuhan 5 orang Abdi Dalem Panongsong, Lurah, Bêkêl dan semua Jajarnya seluas 4 ½ jung. Tanah gadhuhan 6 orang Abdi Dalem Gamel dan Kusir seluas 4 jung. Tanah gadhuhan 23 orang Abdi Dalem Undhagi dan Lurah Niyaga seluas 9 1/8 jung. Tanah gadhuhan 5 orang Abdi Dalem Lurah Panjenengan seluas 6 jung. Tanah gadhuhan 11 orang Abdi Dalem Sentana dan Lurah Tenggan seluas 12 jung. Tanah gadhuhan 8 Abdi Dalem Priyayi Estri seluas 3 ½ jung. Sehingga jumlah Abdi Dalem 64 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII Kabuminatan 117 orang, dan memiliki tanah gadhuhan seluas 150 3/8 jung. Tanah Pajak Pangrembe Kabuminatan Pada naskah SD halaman 330-337 memuat penjelasan tentang tanah wajib pajak dan tanah milik raja yang berada di Kabuminatan baik yang menanggung pajak tahunan dan bulanan. Punika cacahipun kagungan dalêm siti pamaosan kalihan pangrêmbe ing Kabuminatan ingkang taunan utawi wulanan padintênan. (Terjemahan: inilah rincian kepunyaan raja berupa tanah pajak dan Pangrembe di Kabuminatan yang menghasilkan pajak tahunan, bulanan, atau harian) (Naskah SD halaman 330). Tuan Winer dan Prasdhe menyewa tanah seluas 36 jung dan membayar pajak setengah tahunan sebesar 524 rupiah. Tuan Plisingen menyewa tanah seluas 4 jung dan membayar pajak setengah tahunan 172 ½ rupiah. Selain pedagang Eropa terdapat juga nama saudagar Cina Lu Kang Manjatin menyewa tanah seluas 2 ½ jung dan membayar pajak setengah tahunan sebesar 500 rupiah. Tanah pajak seluas 65 dan membayar pajak setengah tahunan 1.640 rupiah. Nyonya Tedhoran Erni di Atmadiradan menyewa tanah 27 ½ jung dengan membayar pajak sebesar 990 rupiah. Tuan Dezentje menyewa tanah di Trasa Nganyu seluas 12 jung dan membayar pajak bulanan 800 botol minyak. Tuan Prasdhe di Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 65 Gebang menyewa tanah seluas 1 jung dan membayar pajak bulanan berupa 30 amêt Padi. Dêmang Dusun Bangsapatra menyewa tanah di Kumendang Leten 4 jung dengan pajak bulanan berupa 96 gelondong kayu. Mantri Kadipaten Ngabei Wangsadrana menyewa tanah di Kumendhang 4 ½ jung dan membayar pajak bulanan berupa 3 dhacin ikan. Pangeran Aneh Kajoran di Atmadiradan mempunyai tanah di Barongan seluas 1 jung dan membayar pajak hasil bumi Dhuku setiap musim panen. Ia juga menyewa tanah di Kerten dan Kawedusan seluas 1 ½ jung, membayar pajak bulanan berupa 450 candhik sedhah. Ia juga menyewa tanah di Pandangan ½ jung dan membayar pajak bulanan berupa 1 dhacin rumput. Tanah kawis kopèk milik Raden Mayor Jayawinata di Atmadiradan mempunyai tanah di Bendhikan dengan pajak 30 kelapa tiap bulan. Ia juga mempunyai tanah di Palar seluas 1 ½ jung dan membayar pajak bulanan berupa 16 supit gemblong, di Gandekan ia mempunyai tanah seluas ½ jung dan pajak berupa kewajiban menjaga Loji Kalitan, di Kerten ia mempunyai tanah seluas 1 jung dan pajak berupa kewajiban menjaga Loji Purwodadi, di Talanteran ia mempunyai tanah seluas 9 jung dan membayar pajak sebesar 120 rupiah serta 6 dhacin rumput tiap bulannya. Jadi jumlah seluruh tanah di Kabuminatan seluas 180 3/8 jung. 66 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII Tanah Mancanegara Berikut ini tanah pajak mancanegara timur dan barat ketika menjadi wilayah Surakarta. Siti pamaosan mancanêgara wêtan kilèn nalika têksih ndhèrèk ing Surakarta. (Terjemahan: tanah pajak mancanegara timur dan barat ketika menjadi wilayah Surakarta)(Naskah SD halaman 337). Tabel 1. 2 Tabel Tanah P ajak M ancanegara Tim ur dan B arat Di Kediri Wetan Di Kediri Sabrangan Kilen Di Blitar Di Sarengat Di Nganjuk Di Tlaga Di Ketanggung Di Toya Mas Di Banjar Di Pasir Di Panjer Di Prabalingga Luas tanah karya Pajak tahunan ringgit anggris Takêr têdhak ringgit anggris Tambahan yang diserahkan ringgit anggris Kain Batik dan lurik mahal 1000 10000 200 250 40 1000 2000 200 50 40 500 1000 112 2500 5000 2000 200 200 200 40 40 40 357 1792 200 404 6000 200 50 50 66 ½ seringgit dua uang seringgit dua uang 1000 1800 200 45 40 200 400 800 1600 2900 2100 100 200 400 40 62 ½ 52 ½ 20 40 80 400 3450 200 86 ¼ 40 40 40 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII Di Ngayah Di Pancas Di Tempuran Di Rawa Mati Malang Wera Di Dhudhu Walang 67 Kain Batik dan lurik mahal 200 200 Tambahan yang diserahkan ringgit anggris 86 ¼ 86 ¼ 200 160 40 Luas tanah karya Pajak tahunan ringgit anggris Takêr têdhak ringgit anggris 1200 516 3650 1600 100 4000 40 40 100 berupa Dhèdhès setahun 27 kati 100 Panumping-nya 120 Anggris 50 Berupa ikan dhalur satêngah taun 1680 iji gèsèk 7100 iji, tigan cubruk 2100 supit Seluruh wilayah pesisir diserahkan kepada Kumpeni pada masa pemerintahan Kangjeng tuan Gubernur Jendral Baron van Imhoff. Lalu Keraton menanggung pajak pesisir sebesar 2.000 ringgit pada tahun Dal 1671 di keraton Surakarta. Ketika masa pemerintahan Sunan Pakubuwana II dan III, Negara dibagi menjadi dua bagian. Pada tahun Je 1680, Pangeran Mangkubumi menjadi Sultan di Yogyakarta, maka sebagian pajak ditanggung oleh keraton Yogyakarta sehingga pajak pesisir yang ditanggung keraton Surakarta tinggal 1.000 ringgit. Keputusan pencabutan pajak pesisir dimulai ketika masa pemerintahan Gubernur Inggris Kangjeng tuan Gubernur Jendral Raffles. Bersamaan dengan keputusan tersebut tanah Kedu, Blora, Wirasaba dan Pacitan menjadi milik pemerintah pada tahun Alip 1739. Sunan Pakubuwana IV dan VI, setelah perang Diponegoro usai tahun Jimawal 1747, wilayah keraton tanah mancanegara timur dan barat semuanya diambil oleh Kanjeng Gouvernemen 68 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII Kangjeng tuan Gubernur Jendral van den Bosch digantikan gaji. Tabel 1. 3 Tabel W ilayah K eraton dan P ajak Tanah M ancanegara Setelah P erang D iponegoro Wilayah Jumlah tanah karya Di Kedhiri Di Sarengat Di Pace Di Nganjuk Di Caruban Di Jagaraga Tanah karecilan di Jaha Gamping Di Prasihan Di Sumbreng Di Pranaraga Di Toya Mas sabawahipun Di Rawa Jatimalang Wera Di Dhudhuwal Di Pancas Di Pamijen Sêgaluh Di Tambakan Di Kadhirèn Di Dhaya luhur Di Donan Di Tlaga 8.000 1.000 700 125 600 1.500 “ “ “ 11900 2800 50 50 516 2 4 2 225 50 325 Tanah gadhuhan milik para Pangeran maupun Abdi Dalem di tanah mancanegara timur-barat. Tanah mancanegara timur-barat yang diganti pajak tuan-tuan serta digantikan Kangjeng Gouvermen Dari Jawi kori Dari Bandar Susuh Dari pasar seluruh Negara Jumlah pajak setahun Pajak setahun rupiah 31.800 6.450 820 5.226 836 2.872 30 510 520 11.438 64.671 867 306 38.200 250 1.000 80 1.600 600 9.200 12.2954 34.282 100.000 306.000 11.322 751.604 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 69 Dibayar setiap bulan sebesar 62.633 rupiah pethak 65 sen. Ditetapkan oleh Sunan Pakubuwana VII ketika bulan Agustus tahun 1830 atau bulan Sapar tahun Je 1758. P edom an A lih A ksara Tahap awal yang harus dilakukan dalam suntingan teks adalah transliterasi. Transliterasi adalah penggantian atau pengalihan huruf demi huruf dari abjad satu ke abjad yang lain. Ada dua tugas pokok seorang filolog dalam transliterasi. Tugas pokok pertama adalah menjaga kemurnian ragam bahasa lama dalam naskah, khususnya penulisan kata. Penulisan kata yang menunjukkan ciri bahasa lama tetap dipertahankan bentuk aslinya, dan tidak disesuaikan penulisannya menurut EYD. Tugas pokok kedua yaitu dengan menyajikan teks sesuai dengan pedoman ejaan yang berlaku sekarang, khususnya teks yang tidak menunjukkan ragam bahasa lama (Djamaris, 2006:19-20). Dalam transleterasi naskah SD ragam bahasa lama tetap dipertahankan seperti nama kota Bayalali tetap ditulis Bayalali walaupun sekarang ditulis Boyolali. Suntingan teks adalah menyajikan teks dalam bentuk aslinya, yang bersih dari kesalahan berdasarkan bukti-bukti yang terdapat dalam naskah yang dikritisi. Penyuntingan teks dilakukan dengan sebaik-baiknya dengan memperhatikan pedoman ejaan yang berlaku, penggunaan huruf kapital, tanda-tanda baca, penyusunan alinea, dan bagian-bagian cerita (Djamaris, 2006: 9). Dalam penelitian ini, pedoman yang digunakan sebagai acuan dalam suntingan teks adalah Kamus Bausastra Djawa 70 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII (Poerwadarminta) dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Jawa Huruf Latin yang Disempurnakan (Balai Bahasa Yogyakarta, Departemen Pendidikan Nasional Pusat Bahasa). Aparat kritik (apparatus criticus) merupakan suatu pertanggungjawaban perbaikan bacaan dalam penelitian naskah yang menyertai suntingan teks dan merupakan kelengkapan kritik teks (Djamaris, 2006: 8). Dalam aparat kritik juga ditampilkan kelainan bacaan yang merupakan katakata atau bacaan salah di dalam naskah. Jones dalam (Robson, 1994: 23) mengungkapkan bahwa “edisi yang ideal harus menonjolkan prestasi penulis asli dan bukan pengetahuan penyunting”. Dalam hal menyajikan suntingan, ada dua alternatif yang bisa dilakukan. Pertama, apabila penyunting merasa bahwa ada kesalahan dalam teks tersebut, ia dapat memberikan tanda yang mengacu pada aparat kritik; di sini ia menyarankan bacaan yang lebih baik. Kedua, pada tempattempat yang terdapat kesalahan, penyunting dapat memasukkan koreksi ke dalam teks tersebut dengan tanda yang jelas yang mengacu pada aparat kritik; di sini bacaan asli akan didaftar dan ditandai. Dalam kedua metode tersebut, penyunting harus menyatakan dan mempertanggungjawabkan segala jenis perubahan yang dibuat agar bisa ditelusuri kembali bacaan aslinya tanpa kesulitan yang berarti (Robson, 1994: 25). Agar pembacaan dan pemahaman suntingan teks naskah SD dapat dipahami di kalangan masyarakat yang lebih luas, maka dalam penyajian suntingan teks ini digunakan tandatanda sebagai berikut. Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 71 a. Angka Arab dengan tanda [1], [2] dan seterusnya menunjukkan pergantian halaman. b. Angka Arab ukuran kecil di atas 1, 2, 3, dst menunjukkan nomor catatan atau kritik teks pada kata yang terdapat kesalahan. Usulan kata yang dianggap benar untuk kata yang dianggap salah, ditulis pada catatan kaki. Jika terdapat kesalahan yang sama lebih dari satu kata, maka nomor kritik teks hanya ditulis satu kali pada kata yang pertama ditemukan. Selanjutnya, usulan kata yang dianggap benar dari kesalahan kata yang sama akan mengikuti kritik teks pada kata yang pertama tersebut. Misalnya, ditemukan kata sumbêr lebih dari satu, maka kata yang dikritisi hanya pada kata sumbrê yang pertama ditemukan dan pada bagian usulan akan ditulis “sumbêr* dan di tempat yang lain”. Hal tersebut menunjukkan bahwa kata sumbrê dikritisi dengan kata sumbêr berdasarkan pertimbangan linguistik dan kata sumbêr yang ditemukan kemudian, kritik teksnya mengikuti usulan tersebut. c. Keterangan mengenai ilustrasi ditulis di bagian atas grafik. d. Tanda ^ di atas vokal e dibaca seperti dalam bahasa Indonesia kata “rentan, sekarang”. e. Tanda ` di atas vokal e dibaca seperti dalam bahasa Indonesia kata “ember, sukses”. Huruf vokal e dibaca seperti “e” dalam bahasa Indonesia f. pada kata “enak”. g. Tanda # menunjukkan bahwa kata tersebut dibetulkan h. berdasarkan pertimbangan kontekstual. Tanda * menunjukkan bahwa kata tersebut dibetulkan berdasarkan pertimbangan linguistik. 72 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII i. Sastra laku ditransliterasikan dengan tidak mengulang konsonan penutup pada kata berikutnya. Misalnya: ing Ngampèl ditransliterasikan ing Ampèl. j. Penulisan kata ulang (dwilingga) dalam dalam teks, akan ditransliterasikan dengan menggunakan tanda hubung (-), misalnya dandan akan ditransliterasikan dengan dandandandan. k. Penulisan kata reduplikasi awal sebagian (dwipurwa), ditulis menurut pelafalannya, misalnya gagadhuhanipun ditransliterasikan gêgadhuhanipun. l. Penulisan kata dasar yang berakhiran huruf /h/ dan mendapat akhiran /-e/, /-a/, /-an/, /-ane/, /-anira/ dalam penulisan aksara Jawa sering ditulis dengan fonem /y/, tetapi dalam suntingan teks fonem akan ditranslierasikan dengan huruf /h/, misalnya kaliyan ditransliterasikan kalihan. m. Penulisan awalan (prefiks) dipun diberi tanda hubung (-) jika bertemu dengan konsonan /g/ dan /y/ untuk memperjelas kata kesalahpahaman dan dalam menghindari pembacaan timbulnya suntingan teks. Misalnya, dipungalih ditransliterasikan dipun-galih. n. Penulisan kata konca, mongka, mongsa, dan bongsa, ditransliterasikan secara konsisten dengan kanca, mangka, mangsa, dan bangsa. o. Awalan /a/ pada amajêgi, anggliyêrna, anjawi dsb bukan merupakan kesalahan penulis, melainkan merupakan style atau gaya penulis, karena kata tersebut konsisten dari Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 73 halaman awal sampai terakhir pada naskah, yang maksudnya adalah majêgi, nggliyêrna, kajawi dll. p. Akhiran /êna/ pada angaturêna, angethèrêna, amangsulêna dsb bukan merupakan kesalahan penulis, melainkan merupakan style atau gaya penulis, karena kata tersebut konsisten dari awal sampai terakhir pada naskah, yang dimaksud ngaturna, ngethèrna, mangsulna dll. q. Akhiran /ing/ pada kata wondening, bakdaning, sarèhning dsb bukan merupakan kesalahan penulis, melainkan merupakan style atau gaya penulis, karena kata tersebut konsisten dari awal sampai terakhir pada naskah, yang dimaksud wondene, bakdane, sarèhne dll. r. Pembenaran berdasarkan linguistik maupun kontekstual pada kata yang sejenis maka akan dicetak huruf dicetak miring pada halaman berikutnya. Misal lakuna suku kata pada gugung, atas dasar pembenaran linguistik diganti menjadi gunggung. Apabila di halaman berikutnya terdapat kata gugung tidak diberi catatan kaki, hanya dicetak miring gunggung yang berarti idiom dengan s. sebelumnya. Penulisan nama kota atau sinonimnya dipertahankan sesuai ragam yang ada misalkan kata Waja, Waos dan Tosan. Pada kata tersebut tidak dianggap sebagai sebuah kesalahan karena merupakan style penulis. 74 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII BAB II. HASIL ALIH AKSARA Pèngêtan Kagungan Dalêm Siti Dhusun Karaton Surakarta saha Ngayogyakarta nalika Jaman Ingkang Sinuhun Pakubuwana VII H alam an 1-5… H alam an 6 Panjênênganingsun Ingkang Sinuhun Kangjêng Susuhunan Pakubuwana Senapati Ing Ngalaga Ngabdurahman Sayidin Panatagama Kaping Pitu kang akêdhaton nagara ing Surakarta Hadiningrat amratelakake yèn Kangjêng tuwan Yan Isak Pan Sipênopên kumisaris kêraton nagara Surakarta Hadiningrat lan ing Ngayogyakarta Hadiningrat wus anduduhake marang ing panjênênganingsun piyagême Radèn Adipati Danurêja ing Ngayogyakarta kang kagadhuhake marang tuwan Johanis Agustinis Dhèsênje. Unining layang piyagêm: Tuwan Johanis Agustinis Dhèsênje amajêgi bumi desa ing Pênthongan sajung, ing Wanasêgara sajung sakikil, gunggung3 kabèh telung jung sakikil. Lawase gone majêgi wolung taun dadi nêmbelas pasokan. Wiwit ing sasi Agustus ping 20 taun 1830 tempone ing sasi Agustus ping 19 taun angka4 1838, dèn pajêgi rongatus patangpuluh lima reyal ing dalêm sêtaun, mêtu têtêngahan ping pindho sêtaun, ing bakdane garêbêg Pasa 122 ½ reyal, ing bakdane garêbêg Mulud 122 ½ reyal. 3 4 gugung*# dan ditempat lainnya oka*# dan ditempat lainnya 75 76 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII Karo dene5 manèh6, tuwan Johanis Agustinis Dhèsênje digadhuhi bumi desa ing Pantaran sajung ora anganggo nyangga pajêg, amung rumêksa angrêsiki pasarean lan andadani kang padha rusak. Sarèhning saking panggawening watês anyar ana ing Kalathèn, nalika ing sasi Septembêr ping 27 taun 1830 bumi desa kang kasêbut ing dhuwur mau padha milu dadi bawahing Surakarta Hadiningrat. Kang iku layang piyagême Radèn Adipati Danurêja mau, ingsun têtêpake ing saunine kabèh kaya upamane panjênênganingsun dhewe kang amajêgake lan anggadhuhake bumi desa iku mau sarta agawe prajangjian kaya layang kang kasêbut ana ing layang piyagêm mau. Dhawuhing pangandika ing Surakarta Hadiningrat ping 24 Juni taun 1831. H alam an 7 Pèngêt, iki layang manira piyagêm Kangjêng Radèn Adipati Danurêja kagadhuha marang saudara tuwan Johanis Agustinis Dhèsênje ing Ampèl. Marmane saudara tuwan Johanis Agustinis Dhèsênje anggadhuh layang manira piyagêm. Dene ing mangko amajêgi kagungan dalêm bumi desa, iki arane desane. Ing Pênthongan sajung, Banaran sajung, Wanasêgara sajung sakikil, dadi cacah bumi kapatêngah jung, iku padha 5 6 dening dan di tempat lainnya maning dan di tempat lainnya Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 77 tanah sawetaning gunung Mêrbabu7 kabèh. Dene lawase gone amajêgi iku mau wolung taun dadi nêmbêlas pasokan, wiwit 8 ing garêbêg Mulud taun Je iki 1758. Dene tempone besuk pajêge bakdane garêbêg Pasa taun Jimawal 1765 disangga pajêge jung pitung puluh reyal, reyalan nêlung puluh uwang, sareyale ing dalêm sêtaun. Gunggung pajêg bumi kapat têngah jung mau, ing dalêm satêngah taun 122 ½ reyal, iku diladèkna ping pindho sêtaun. Lan manira wus angakoni anampani kêncèngan dhuwit akèhe9 180 reyal sumurup pajêge ing dalêm patang taun. Dene jangji manira marang saudara tuwan Dhèsênje ing sabên-sabên mangsa angladèkake pajêg satêngah taun, dicowoka sêprapatane pajêg sêtaun, manira wis trima ing sabên mangsa anampani pajêg 61 ¼ reyal. Dene sahe dhuwit kêncèngan pajêg patang atus iku mau, sak tempone jangji ing dalêm wolung taun sarta mati sabarang takêrturun10. Karo dene manèh saudara tuwan Dhèsênje manira gadhuhi kagungan dalêm bumi mutihan ing Pantaran sajung iku, ora kêna saudara tuwan Dhèsênje mau yèn angêmpèka gawene anjabane gawene dhewe rêrêsik pasarean sarta andandani kang padha rusak anyupriha bêcike. Dene samangsane ing sasi garêbêg Mulud, Bêkêle asaosa lumêbu mênyang nagara sarta angladèkna apa kang dadi sêsanggane bumi mutihan. Dene pêpacak manira marang 7 Rêbabu# kawit* 9 kèhe* 10 takrêturun* dan di tempat lainnya 8 78 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII saudara tuwan Dhèsênje, ora kêna yèn agawea rusaking desa, anganiaya wong desa, utawa angèthèrêna pajêg. Wêwalêr manira manèh marang saudara tuwan Dhèsênje, aja nganti kandhêg kampiran wong ala lan aja angrojongi wong kang panggaweane ala sapanunggalane kabèh, baH alam an 8 (-ba)lik anyupriha gêmah raharjaning. Kumisesa kono iku sarupaning wong bumi desa, bêbêkêle bumi patang jung sakikil kalêbu gadhuhane iku mau kabèh padha mituruta apa ing saparentahe saudara tuwan Dhèsênje, iku poma mituhua apa saunine layang manira piyagêm iki. Katulis Ngayogyakarta, Akad tanggal kaping 26 sasi Sura taun 1748. Kalih dene Kangjêng tuwan Residhèn, mênggah siti pamêthakan pun Pantaran sajung punika sampun ngantos kalêbêtakên wontên nawalanipun11 tuwan Dhèsênje, sabab badhe dados gadhuhanipun Mas Pangulu, ingkang mawi siti punika botên kapaosan amung kagadhuhi mawon lan malih mênggah padamêlanipun ing parêdèn inggih tumindaka kados limrahipun ing kathah. H alam an 9 Panjênênganingsun Ingkang Sinuhun Kangjêng Susuhunan Pakubuwana Senapati Ing Ngalaga Ngabdurahman Sayidin Panatagama Kaping Pitu kang akêdhaton nagara ing Surakarta Hadiningrat amratelakake yèn kangjêng tuwan Yan 11 nuwalanipun* Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 79 Isak Pan Sipênopên, kumisaris kêraton nagara Surakarta Hadiningrat lan ing Ngayogyakarta Hadiningrat wus anduduhake marang Panjênênganingsun piyagême Kangjêng Sultan Hamêngkubuwana Kaping Lima ing Ngayogyakarta Hadiningrat kang kagadhuhakên marang tuwan Giliyan Maklin, unine ing layang piyagêm. Tuwan Giliyan Maklin amajêgi kagungane bumi desa ing Dhadhah kana sajung, ing Sêmbung sajung, ing Sampêtan sajung, ing Janarana sajung, gunggung patang jung, têrang karo Kangjêng Guprêmen. Lawase gone amajêgi iku telulas taun dadi nêmlikur pasokan, wiwit ing sasi Pebruari12 ping sêpisan taun 1827. Tempone ing sasi Januari13 ping 30 taun 1840, dèn pajêgi sewu rupiyah ing dalêm sêtaun. Mêtu têtênggahan ping pindho sêtaun, ing bakdane garêbêg Pasa limangatus rupiyah, ing bakdaning garêbêg Mulud limangatus rupiyah. Sarèhning saking panggawening watês anyar ana ing Kalathèn, nalika ing sasi Septèmbêr ping 27 taun 1830, bumi desa kang wus kasêbut ing dhuwur mau mèlu dadi bawahingsun ing Surakarta Hadiningrat. Kang iku layang piyagême Kangjêng Sultan Hamêngkubuwana Kaping Lima mau, ingsun têtêpake ing saunine kabèh kaya upamane Panjênênganingsun dhewe kang amajêgake bumi desa iku mau lan agawe prajangjian kang kasêbut ana ing layang piyagêm mau. 12 13 Pembêrwari*# dan ditempat lainnya Janawari*# dan di tempat lainnya 80 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII Dhawuh pangandika ing Surakarta Hadiningrat, ping 24 Juni taun 1831 H alam an 10 Pèngêt, layangingsun Hamêngkubuwana 14 piyagêm Kangjêng Sultan Sêpuh Senapati ing Ngalaga Ngabdurahman Sayidin Panatagama Kalipatulah Kaping 2 ing Ngayogyakarta Hadiningrat, ingsun gadhuhakên marang tuwan Giliyan Maklin. Marmane ingsun gadhuhi layangingsun piyagêm, dene amajêgi kagunganingsun bumi desa ing Dhadhakan karya sajung, lan ing Banaran karya sajung, ing Sêmbung karya sajung, Sampêt karya sajung, gunggung kabèh patang jung. Iku kabèh padha kaprênah sawetaning gunung Mêrbabu15 sarta gone amajêgi wus têrang karo Kanjêng Guprêmèn Nedrêlan. Ana dene lawase gone amajêgi iku têlulas taun dadi 26 pasokan wiwit ing sasi Pebruari ping 1 taun 1827 tempone ing sasi Januari ping 31 taun angka 1840. Dèn pajêgi sewu rupiyah ing dalêm sêtaune mêtu têtêngahan ping pindho sêtahun, bakdaning garêbêg Pasa angladèkna kagunganingsun pajêg limangatus rupiyah. Ing bakdaning garêbêg Mulud limangatus rupiyah, iku mati ing sabarang takêrturun. Kang saupama tuwan Giliyan mau gawe rusaking desa, anganiaya ing wonge atawa angèthèrke kagunganingsun pajêg, sênajan durung tutug ing têlulas taun, amêsthi kagunganingsun bumi desa kang wus kasêbut ing ngarêp mau ingsun jabêl. 14 15 Hamangkubuwana*# dan di tempat lainnya Mrêbabu* Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 81 Dene ing mêngko tuwan Maklin atampa bumi sawah irêngan, besuk ing tempone iya angaturêna kagunganingsun bumi desa ing irêngan konjuk ing sampeyaningsun, dene yèn ana tandurane kang durung tuwa kayata Kopi, Pari, sapanunggalane kang durung kaundhuh, misih jênêng kuningan, iya ingsun sêrantèkake sarêsike pangundhuhe tuwan Maklin. Karo dene manèh tuwan Maklin ora wênang amocot atawa anggantung kalungguhane Dêmang, Bêkêl lan sapanunggalane lan anandur wong saliyane atas Panjênênganingsun kang kalungan panguwasa. Lan manèh pêpacakingsun marang tuwan Maklin, aja kandêg kampiran lan ngrojongi wong ala alaku durjana lan angadêgake ngabalaan, balik nyupriha têntrêm harjaning bumi desa ing kono. Wusana tuwan Maklin ora kêna anggliyêrake bumi desa kang diH alam an 11 (-di)pajêgi mau, yèn ora16 têrang lan panjênênganingsun. Pacuhan-pacuhan sakèhe kawulaningsun padha sira angèstokêna saunine layangingsun piyagêm kang ingsun gadhuhakên marang tuwan Giliyan Maklin, taha yèn tan angêstokêna atanapi yèn amaidoa. Kalaksanaa17 marang sakèhe para nayakaningsun ana ing alun-aluningsun ing Ngayogyakarta Hadiningrat sarta konjuk panjênênganingsun. Titi. 16 17 orang* kawlaksanaa 82 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII H alam an 12 Panjênênganingsun Ingkang Sinuhun Kangjêng Susuhunan Pakubuwana Senapati Ing Ngalaga Ngabdurahman Sayidin Panatagama Kaping Pitu kang akêdhaton nagara ing Surakarta Hadiningrat amratelakakên yèn Kangjêng tuwan Yan Isak Pan Sipênopên kumisaris kêraton nagara Surakarta lan ing Ngayogyakarta panjênênganingsun wus layang 18 Hamêngkubuwana Kaping 5 anduduhake piyagême marang Kangjêng ing Sultan ing Ngayogyakarta Hadiningrat kang kagadhuhake marang tuwan Johanis Agustinis Dhèsênje, unine layang piyagêm. Tuwan Johanis Agustinis Dhèsênje amajêgi kagungane bumi desa ing Gagatan ing sawêtara, têrang karo Kanjêng Guprêmèn. Dene arane desa sawiji-wijine ing ngisor iki pratelane. Ing Karanggêdhe, ing Kalimas kulon, ing Sêling kidul, ing Pawing Wetan, ing Pawing Kulon,19 ing Kumusu, ing Ragum, ing Kêdhung Pring, ing Pasarean, ing Tari, ing Karangasêm, ing Balimbingan kabèh rolas jung. Ing Kêbonan, ing Sêling Lor, ing Sêndhang, ing Jatisari, ing Ngijo, ing Lêmbandhatan, ing Kêmusu, ing Kêdhung Lo, ing Krutukan, ing Karang Gênêng, ing Kalongan, ing Dhuwaran, ing Kutukan Kayêng, kabèh pitulas jung. Ing Pulutan, ing Dêmangan, ing Kêmlaka Kêrêp, ing Pringapus kabèh patang Jung. 18 19 …*# ing Sêling kidul, ing Waping Wetan, ing Waping Kulon# Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 83 Ing Toyan, ing Karang Jati, ing Gagatan Kulon, ing Gagatan Etan, kabèh wolung jung. Ing Talepat, ing Ngawèn, ing Karang Plasa, ing Karang Toya, ing Pidikan kabèh patang jung. Ing Tawangsari, ing Ngimbat, ing Balumbang Kèndêl, ing Gligang, ing Karanglo, ing Kalangan, ing Sange Kaponan, ing Karanglo Pancas, ing Jamèn Pancas, ing Tawangsari kabèh telulas jung. Ing Kaworan, ing Bangêr, ing Bali Kidul, ing Kêmusu, ing Bala Lor kabèh nêm jung. Gunggung kabèh sêwidak papat jung bumi pêsawahan kajabane bumi patêgalan atawa alase. Gone amajêgi limalas taun dadi têlungpuluh pasokan. Wiwit ing sasi September ping 1 taun 1827, tempone ing sasi Agustus ping 13 taun 1842 dèn pajêgi kaya kang kaH alam an 13 (-ka)sêbut ing ngisor iki. Barêng wiwitane amajêgi ing limangatus kasangga pajêge sewu ringgit. Ing dalêm sêtaun mêtu têtêngahan garêbêg Pasa sêparo, ing garêbêg Mulud sêparo. limang taune manèh kasangga pajêg rongewu ringgit. Ing dalêm sêtaun iya mêtu têtêngahan kaya kang kasêbut mau. Sakarine kang limang taun, kasangga pajêg têlungatus ringgit. Ing dalêm sêtaun iya mêtu têtêngahan garêbêg Pasa sewu limangatus, ing garêbêg Mulud sewu limangatus. 84 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII Sarèhning saking panggawening watês anyar ana ing Kalathèn, nalika ing sasi Septèmbêr ping 27 taun 1830 bumi desa kang wus kasêbut ing dhuwur mau padha mèlu dadi bawahingsun ing Surakarta Hadiningrat. Kang iku layang piyagême Kangjêng Sultan Hamêngkubuwana mau, ingsun têtêpake ing saunine kabèh kaya upamane panjênênganingsun dhewe kang amajêgake bumi desa iku mau lan agawe prajangjian kaya kang kasêbut ana ing layang piyagêm mau. Dhawuh pangandika ing Surakarta Hadiningrat, ping 24 Juni taun 1831. H alam an 14 Punika ingkang sêrat prajangjian, Ingkang Sinuhun Kangjêng Sultan Sêpuh Hamêngkubuwana Senapati Ing Ngalaga Ngabdurahman Sayidin Panatagama Kalipatullah Kaping Kalih kang kêdhaton nagara ing Ngayogyakarta Hadiningrat akalihan tuwan Johanis Agustinis Dhèsênje ing Surakarta. B ab 1 Ingkang Sinuhun Kangjêng Sultan andhawuhakên pangandika yèn amajêgakên dhumatêng tuwan Dhèsênje siti dhusun ing Gagatan ing sawêtawis, wondening mênggah namaning dhusun ing satunggal-tunggalipun ing ngandhap punika pratelanipun. Ing Karang Gedhe, ing Kalimas Kulon, ing Sili Kidul, ing Pawing Wetan, ing Pawing Kulon, ing Kumusu, ing Ragum, ing Kêdhung Pring, ing Pasarean, ing Tari, ing Karangasêm, ing Balimbingan sêdaya kalihwêlas jung. Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 85 Ing Kebonan, ing Sêling lor, ing Sêndhang, ing Jatisari, ing Ngijo, ing Lêmbadhatan, ing Kêmusu, ing Kêdhung Lo, ing Krutukan, ing Karang Gênêng, ing Kalongan, ing Dhuwaran, ing Kutukan Kayêng sêdaya karya pitulas jung. Ing Pulutan, ing Gêdhangan, ing Kêmlaka Kêrêp, ing Pringapus sêdaya sêkawan20 jung. Ing Toyan, ing Karang Jati, ing Gagatan Kulon, ing Gagatan Etan, kabèh wolung jung. Ing Talepat, ing Ngawèn, ing Karang Plasa, ing Karang Toya, ing Pidikan kabèh patang jung. Ing Tawangsari, ing Ngambat, ing Balumbang Kèndêl, ing Gligang, ing Karang Lo, ing Kalangan, ing Sange Kaponan, ing Karanglo Pancas, ing Jatèn pancas, ing Ngawangsari sêdaya karya tigawêlas jung. Ing Kaworan, ing Bangêr, ing Bala Kidul, ing Kêmusu sarta ing Bala Lor sêdaya karya nêm jung. Utawi sêdaya sêwidak sêkawan jung siti pasabinan anjawi siti patêgilan utawi wananipun punika botên tumut kaetang. Wondening tuwan Dhèsênje inggih angakèni yèn amajègi siti dhusun kang sampun sami kasêbut ing ngajêng wau sêdaya. B ab 2 Mênggah lamine gènipun amajêgi wau gangsal wêlas taun, wiwit ing sapisan sasi Sèp- 20 kawan* dan di tempat lainnya 86 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII H alam an 15 (-Sep)tèmbêr taun sèwu wolungatus pitulikur, yèn temponipun pêjah ing sasi Agustus taun sèwu wolungatus sêkawan dasa kalih. B ab 3 Wondening pas bayaring pajêg kados ing ngandhap punika pratelanipun. Sarêng wiwitipun amajêgi ing dalêm gangsal taun kasanggi pajêg sèwu ringgit. Ing dalêm sêtaunipun mêdal têtêngahan ing garêbêg Siyam sapalih, ing garêbêg Mulud sapalih. Gangsal taunipun malih kasanggi pajêg tigangewu ringgit. Ing dalêm sêtaun inggih mêdal tatêngahan kados kasêbut wau. Sakantunipun ingkang gangsal taun kang kasanggi pajêg tigangèwu ringgit, ing dalêm sêtaun inggih mêdal tatêngahan ing garêbêg Siyam sewu gangsalatus, ing garêbêg Mulud sèwu gangsalatus. Ananging mênggah rampungan pajêg punika mila kadamêl kados ingkang kasêbut ing ngajêng wau. Sawab kawuninganipun nagara salamènipun dumugi ing mangke pajêgipun inggih amung sèwu ringgit ing dalêm sêtaun. Saupami benjing nagara manggih katêranganipun yèn pajêgipun mila kang wau langkung sèwu ringgit, tuwan Dhèsênje inggih badhe bayar langkung kadosta upaminipun pajêg sèwu kalihatus ringgit ing dalêm sêtaun kados ingkang gangsal taun wiwitan pajêge sèwu ringgit. Kang dalêm sêtaun mau tuwan Dhèsênje inggih badhe bayar sèwu kalihatus ringgit kang gangsal taunipun malih pajêg Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII kalihèwu. Kang dalêm sêtaun. badhe bayar 87 kalihèwu sêkawanatus ringgit. Ingkang pungkasan gangsal taun, pajêg tigangèwu ringgit. Ing dalêm sêtaun badhe bayar tigangèwu nêmatus ringgit, sawab ing mangke pakèwêd anggènipun21 amriksani. B ab 4 Tuwan Dhèsênje anyanggêmi ing sumangsanipun sêrat prajangjian punika sampun kaparingakên22. Tumuntên anyaosi kêncèngan kathahipun sèwu ringgit, dhumatêng ingkang Sinuhun Kangjêng Sultan sumêrêp23 pajêg ing wêkasanipun tampa. H alam an 16 B ab 5 Tuwan Dhèsênje aprajangji badhe botên nindakakên ing sakajêngipun, ingatasipun tiyang alit ing siti dhusun wau. Kang sarta tuwan Dhèsênje aprajangji mênggahing bayaran ingkang dhatêng tiyang alit sumêrêp gènipun nyanggi pêdamêlanipun punika badhe karuhan ing pambayaranipun ingkang kaliyan sami narimahipun. Wondening bilih tuwan Dhèsênje botên anêtêpi ing prajangjianipun, adamêl risaking siti dhusun utawi angèthèrakên ing sêsanggènipun uwang pajêg, mangka sampun têtela têtêp ing kalêpatanipun, punika ingkang Sinuhun Kangjêng Sultan wênang andhadhala siti 21 22 23 ênggênipun* kaparêngkên* sumrêrêp* dan ditempat lainnya 88 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII dhusun saking tuwan Dhèsênje sanajan dèrèng dumugi ing mangsanipun tempo. B ab 6 Tuwan Dhèsênje aprajangji badhe anyuprih gêmah harjanipun ing tanêm tuwuh kang nami Pantun supados sampun kantos kêkirangan uwos. Ananging tuwan Dhèsênje wênang ananêmana barang tanêm tuwuh pundi kang dipungalih dados prayogi. B ab 7 Tuwan Dhèsênje anampèni siti dhusun irêngan, benjing yèn sampun dumugi ing mangsanipun tempo inggih amangsulêna irêngan dhumatêng ingkang Sinuhun Kangjêng Sultan. Ananging yèn mangsa amangsulakên, mangka têksih wonten tanêmanipun palawija kadosta Pantun, Jagung, Kêtela sarta sêsamining palawija, punika bagi kalih ingkang Sinuhun Kangjêng Sultan kagungan sêpalih, tuwan Dhèsênje sêpalih. Saupami wontên tanêm tuwuh kang sanès palawija ingkang botên angêmungakên sêtaun kemawon24 kadosta Kopi, Têbu, sarta sêsaminipun tanêm tuwuh punika tuwan Dhèsênje botên ndhèrèk anggadhuhi têtêp dados kagunganipun ingkang Sinuhun Kangjêng Sultan. B ab 8 Tuwan Dhèsênje botên kenging ing sêsangèn takêrturun sapanunggalipun, kajawi amung pêdamêlan bab andadosi karêtêg, margi-margi, pêdamêlani- 24 kimawon* sapanunggilanipun ingkang watês Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 89 H alam an 17 (-pêdamêlani)pun ing nagara punika têksih kasanggia. B ab 9 Tuwan Dhèsênje aprajangji badhe rumêksa supados siti dhusun ingkang sampun dipunpajêgi wau sampun ngantos 25 wontên lampah ingkang botên prayogi utawi tiyang ngadêgakên botohan punapa dene ngrojongi tiyang dursila sapanunggilipun. Wondening ingkang Sinuhun Kangjêng Sultan aprajangji badhe ambiyantuni dhatêng tuwan Dhèsênje gènira anyuprih tata gêmah têntrêming26 siti dhusun. B ab 10 Tuwan Dhèsênje aprajangji botên anindakakên panguwasa wontên siti dhusun ingkang dipunpajêgi wau, utawi amocot punapa dene ananêm kêpala dhusun sarta aprajangji botên badhe amêndhêt utawi angangge nama kados tiyang Jawi punapa dene anyukanana nama dhatêng tiyang sanès. Wondening bilih wontên kêpala dhusun awon ing lampahipun utawi adamêl kalêpatan, tuwan Dhèsênje amung kenging anggantung ing kalênggahanipun. Ananging enggala angaturana wuninga dhatêng Kangjêng Radèn Adipati supados kapariksaa prakawisipun dhatêng Kangjêng Radèn Adipati punika ingkang badhe angrampungi utawi angukum dhatêng tiyang ingkang adamêl kalêpatan wau. Wontên27 dene bab 25 26 27 kantos* trêngtrêming èntên* 90 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII pananêming kêpala dhusun punika atas Kangjêng Radèn Adipati darbeni pangucap. B ab 11 Tuwan Dhèsênje aprajangji badhe amanut anglampahi sakathahe parentah bab pamajêgipun siti dhusun, dados kaparentah kang sampun tumindak utawi ingkang badhe katindakakên ing wingking. Karampungan tanggal ping 16 ing sasi Agustus taun 1827. Ingkang punika Kangjêng tuwan Rèsidhèn, mênggah wana kajêng Jatos pun Gagatan lulusH alam an 18 -kados parentahing Guprêmèn. Mênawi kapêndhêt kadamêl Loji utawi karêtêg-karêtêg sapanunggilanipun. Ladosa adat ingkang sampun kêlampahan lan padamêlanipun ing prêdèn tumindaka kados limrahipun ing kathah. H alam an 19 Panjênênganingsun Ingkang Sinuhun Kangjêng Susuhunan Pakubuwana Sênapati Ing Ngalaga Ngabdurahman Sayidina Panatagama Kaping Pitu ingkang kêdhaton nagara ing Surakarta Hadiningrat amratelakake yèn kangjêng tuwan Yan Isak Pan Sipênopên, kumisaris kêraton nagara Surakarta lan ing Ngayogyakarta, wus anduduhake marang ing panjênênganipun piyagême Kangjêng Sultan Hamêngkubuwana Senapati Ing Ngalaga Kaping Lima ing Ngayogyakarta Hadiningrat kang kagadhuhake marang tuwan Wiliyan Kusni, unine layang piyagêm. Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 91 Tuwan Wiliyan Kusni amajêgi kagungane bumi desa ing Sima nêmlikur jung, têrang28 karo kangjêng Guprêmèn lawase gone amajêgi wolulas taun dadi têlungpuluh nêm pasokan. Wiwit ing sasi Januari ping 1 taun 1829 tempone ing sasi Dhesèmber ping 31 taun 1846 dèn pajêgi nêmatus patlikur29 rupiyah. Ing dalêm sêtaun metu tatêngahan ping pindho sêtaun, ing bakdaning garêbêg Pasa, 312 rupiyah, ing bakdaning garêbêg Mulud 312 rupiyah. Sarèhning saking panggawening watês anyar ana ing Kalathèn, nalika sasi Sèptèmber ping 27 taun 1830 bumi desa ingkang kasêbut ing dhuwur mau mèlu dadi bawahingsun ing Surakarta Hadiningrat. Kang iku layang piyagême Kangjêng Sultan Hamêngkubuwana Kaping Lima mau ingsun têtêpake saunine kabèh kaya upamane Panjênênganingsun dhewe kang amajêgake bumi desa iku mau, lan agawe prajangjian kaya kang kasêbut ing layang piyagêm mau. Dhawuhing pangandika ing Surakarta Hadiningrat ping 24 Juni taun 1831. H alam an 20 Pènget, iki nawalaningsun piyagêm Kangjêng Sultan Hamêngkubuwana ingkang Kaping 5 Senapati Ing Ngalaga Ngabdurahman Sayidina Panatagama Kalipatulah, ingkang ngrênggani nagara ing Ngayogyakarta Hadiningrat sun gadhuhakên marang tuwan Wiliyan Kusni. Marmane tuwan Wiliyan Kusni kagadhuhan nawalaningsun. 28 29 trêrang* padlikur* 92 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII Dene ing mêngko amajêgi kagunganingsun bumi desa tanah ing Sima 26 jung sarta gone amajêgi uwis têrang ing Kangjêng tuwan Guprêmèn Nèdrêlan. Dene lawase gone amajêgi iku 18 taun, dadi têlungpuluh nêm pasokan. Wiwit tanggal ping 1 sasi Januari taun 1829 tempone tanggal ping 31 sasi Dhesèmbêr taun 1846, dipajêgi 624 rupiyah ing dalêm sêtaun. Sabakdane garêbêg Pasa 312 rupiyah, sabakdane garêbêg Mulud 312 rupiyah. Iku wus mati barang takêrturun atawa sabarang wêtune ing bumi kang dudu pajêg. Ananging misih kêna bubutane, dandan-dandan karêtêg, dêdalan, lurung sapanunggalane. Apa kang dadi pamundhuting parentah. Ana dene tuwan Kusni mau atampaa kagunganingsun bumi desa ing Sima irêngan, besuk yèn wis tempone tuwan Kusni iya ambalekna kagunganingsun bumi mau iya irêngan. Yèn saupama wis tempone bumi desa mau misih ana tandurane, lulusa mênyang tuwan Kusni, bumine iya lulusa dadi kagunganingsun manèh. Lan Tuwan Kusni yèn ana karêpe, bab wit-witan30 Kahwa atawa wit-witan liyane, kang misih ana wohe, mungguh wohe mau iya lulusa mênyang tuwan Kusni, ana dene wite iya têtêpa dadi kagunganingsun, ora kêna tuwan Kusni angrêngkuha wit-witan kang wus diunduh wohe. Wondening wêwalêringsun marang tuwan Kusni ora kênaa yèn anganiayaa marang wong cilik31. Yèn jaluk bahu-sukune wong cilik, ambayar samurcate sarta kang dadi panrimane wong desa mau. Ora kêna Kusni agawe rusaking wong, miwah rusaking desa atawa angèthèrake kagunganingsun pajêg. 30 31 wiwitan*# dan ditempat lainnya calik*# Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 93 Sênajan durung tutug ing jangji wolulas taun, amêsthi kagunganingsun bumi desa ing Sima kang kasêbut ing ngarêp mau iya bakal sun pundhut. Tuwan Kusni anjagaa ing kagunganingsun bumi desa ing Sima, aja agawe rusuhH alam an 21 -sajroning desa kono mau, aja nganti ana wong botohan, aja ana wong ala aluputan atawa wong liyane rêrusuhan apa manèh wong ala nganti katulungan marang desa bumi kono atawa wong desa aja nganti wani-wani kanggonan wong ala. Ana dene yèn ana abote olèhe bakal nyirnaake wong ala, supriha gêmah harjaning bumi desa mau, iya ingsun bakal amaringi pitulung lan manèh tuwan Kusni aja wani-wani anganggo panguwasaning parentah nagara ana ing tanah kono atawa amocota kêpala desa. Apa manèh anganggoa kalungguhan, kaya kawulaningsun bangsa Jawa atawa aweha aran marang ing wong liyane. Ana dene saupama ana wong desa kang ngalap trape, pênggaweane ora pantês angênggoni ing kalungguhane, ingsun amênangakên marang tuwan Kusni. Gantunga kalungguhane marang ing kêpala iku mau, ananging anyaosa uninga ing panjênênganingsun supaya ingsun bisa ametokake gandhèk titi priksa, mungguh prakarane ing desa bisaa rampung sarta angukumi marang wong kang luput iku mau. Ana dene bab panggawene kêpala desa anyar, gêgêntine wong kang ala iku mau kasumanggakna apa kang dadi karsaningsun. 94 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII Tuwan Kusni ora kêna yèn amajêgêna atawa angliyêrna bumi desa, dadia sêthithik atawa kathah marang ing wong liyane mêsthi ora kêna. Ana dene tuwan Kusni yèn nêja anglakoni kang mêngkono iku mau, ora kêna ora iya matura dhimin marang ing Panjênênganingsun iya anglilani ananging kauningana marang ing Kangjêng Guprêmèn. Lan manèh yèn wis têkan ing tempone tuwan Kusni olehe amajêgi kagunganingsun bumi desa ing Sima iku mau, iya ingsun lilani32 amajêgi manèh marang ing kagunganingsun bumi desa iku mau ananging yèn kalayan parêngingsun ana dene ing samangsane besuk tumêka ing tempone bumi desa ing Sima mau, mulih marang ing Panjênênganingsun iku amêsthi ora anganggo ongkos. 32 lalani*# DAFTAR PUSTAKA Agusta, R. (2013). Pengetan Kagungan Dalem Siti Dhusun . Surakarta: UNS . Baried, S. B. (1994). Pengantar Teori Filologi. Jakarta: Kemdikbud RI. Carey, P. (2011). Kuasa Ramalan. Jakarta: KPG. Djamaris, E. (2002). Metode Penelitian Filologi. Jakarta: CV. Manasco. Florida, N. K. (1993). Javanese Literature in Surakarta Manuscripts: Introduction and manuscripts of the Karaton Surakarta. Cornell US: Southeast Asia Program - Cornell University. Girardet, N. (1983). Descriptive catalogue of the Javanese manuscripts and printed books in the main libraries of Surakarta and Yogyakarta. Wiesbaden: Steiner. Houbent, V. (2002). Keraton dan Kumpeni: Surakarta dan Yogyakarta 1830-1870. Jakarta: KITLV. Knight, G. R. (2015). Trade and Empire in Early Nineteenth-Century Southeast Asia: Gillian Maclaine and his Business Network (Worlds of the East India Company) . Woodbridge UK: Boydell Press. 95 96 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII Lindsay, J., Soetanto, R. M., Feinstein, A. H., & Behrend, T. E. (1994). Katalog induk naskah-naskah Nusantara. Jilid 2 : Kraton Yogyakarta. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Mujizah. (2014). Menyingkap Sejarah Perbudakan dalam Manuskrip Indonesia: Surat Raja Tanette. Metasastra. Poerwadarminta, W. (1935). Baoesastra Djawa. Batavia: J. B. WOLTERS' UITGEVERS = MAATSCHAPPAIJ N.V. GRONINGEN. Pudjiastuti, T. (2004). Surat-Surat Sultan Banten Koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia. Wacana. Ramadhan, L. J. (2015). Perjanjian Klaten 1830: Dampaknya Pada Kasultanan Yogyakarta. Yogyakarta: UNY. Rcklefs, M. (2002). Yogyakarta di Bawah Sultan Mangkubumi, 1749-1792: Sejarah Pembagian Jawa. Yogyakarta: Mata Bangsa. Robson, S. (1994). Prinsip-prinsip Filologi Indonesia. Jakarta: RUL. Roorda, T. (2002). Serat Angger-Angger Jawi. Yogyakarta: Kepel Press. Soemantri, E. H. (1986). Identifikasi Naskah. Bandung: Fakultas Sastra UNPAD. Suryadi. (2007). Surat-Surat Sultan Buton, Dayyan Asraruddin dan Kaimuddin I. Humaniora, 284-301. Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 97 Sutopo, H. (2002). Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press. T. E. Behrend, A. H. (1990). Katalog induk naskah-naskah nusantara: Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Jakarta: Djambatan. Ulbe Bosma, J. A.-C. (2007). Sugarlandia Revisited: Sugar and Colonialism in Asia and the Americas, 1800-1940. New York: Independent Publishing. Weitzel, A. W. (1852). De oorlog op Java van 1825 tot 1830: hoofdzakelijk bewerkt naar de nagelatene papieren van Z. Exc. den luitenant-generaal baron Merkus de Kock. Michigan: University of Michigan Library. 98 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII 99 BIODATA PENULIS R endra A gusta, S.S., M .Sos. Seorang peneliti muda yang fokus pada naskah-naskah dan arsip Jawa. Ia menyelesaikan Studi S1 Sastra Jawa dan S2 Kajian Budaya di Universitas Sebelas Maret. Salah satu kajiannya adalah Kajian Filologis Historis terhadap korpus naskah Siti Dhusun di Yogyakarta dan Surakarta 1755-1830. Saat ini aktif dalam Komunitas Sraddha, sebuah komunitas yang bergerak di bidang pernaskahan dan kesusasteraan Jawa Kuna dan Klasik di Surakarta. Selain itu ia juga aktif dalam Masyarakarat Pernaskahan Nusantara, Kawi Society, dan Perkumpulan Ahli Epigrafi Indonesia. Ia dapat dihubungi melalui email [email protected] 100 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII Naskah Siti Dhusun memuat teks prosa yang disimpan di perpustakaan Sasana Pustaka Karaton Surakarta dengan nomor katalog KS172/2Ta, naskah ini merupakan naskah tunggal. Naskah terdiri dari 350 halaman yang berisi tentang catatan induk tanah dan desa di bawah kekuasaan Surakarta dan Yogyakarta ketika di bawah pemerintahan Pakubuwana VII. Secara khusus memuat ratifikasi tanah pasca perang Diponegoro di wilayah Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta pada September 1830. Alih aksara ini fokus pada surat-surat perjanjian tanah setelah adanya ratifikasi 1830. Diterbitkan oleh: Perpusnas Press, Anggota IKAPI bekerja sama dengan Masyarakat Pernaskahan Nusantara