Alih Aksara
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi
Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
Alih Aksara
Rendra Agusta
2024
ALIH AKSARA
SURAT-SURAT PERJANJIAN RATIFIKASI
TANAH ERA SUNAN PAKUBUWONO VII
R endra A gusta
SURAT-SURAT PERJANJIAN RATIFIKASI TANAH ERA
SUNAN PAKUBUWONO VII
©2024 Perpustakaan Nasional RI
P erpustakaan N asional R I, D ata K atalog D alam
Terbitan (K D T)
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan
Pakubuwono VII)/Rendra Agusta—Jakarta:
Perpustakaan Nasional RI, 2024.
xvi+99 hlm; 16 x 24 cm.
ISBN
: 978-623-117-179-5 (PDF)
1. Manuskrip
I. Rendra Agusta
II. Perpustakaan Nasional
Pengalih Aksara
: Rendra Agusta
Penata Letak dan Desain Sampul
: Tim Perpusnas
Penerbit
P erpusnas P R ESS
A nggota IK A P I
Jl. Salemba Raya 28 A, Jakarta
Telp (021) 3922746
Surel:
[email protected]
Laman: https://press.perpusnas.go.id
B U K U IN I TID A K D IP ER JU A LB ELIK A N
SAM BUTAN DEPUTI BIDANG
PENGEM BANGAN BAHAN PUSTAKA DAN
JASA INFORMASI PERPUSTAKAAN
PERPUSTAKAAN NASIONAL RI
Para pembaca yang budiman,
Kita semua tahu bahwa naskah kuno Nusantara merupakan
salah satu warisan dokumenter bangsa Indonesia yang
mencerminkan kekayaan warisan intelektual dan warisan
sejarah bangsa Indonesia. Di dalamnya terkandung berbagai
informasi penting yang harus diungkap dan disampaikan
kepada masyarakat. Tetapi, naskah-naskah kuno yang ada di
Nusantara biasanya digoreskan dalam aksara-aksara daerah,
dan ditulis dalam berbagai bahasa daerah di Indonesia, seperti
Jawa, Sunda, Batak, Bugis, dan bahasa daerah lain, atau
dalam bahasa-bahasa asing seperti Arab, Cina, Sansekerta,
Belanda, Inggris, Portugis, dan Prancis. Kenyataan ini tentu
memberikan kesulitan tersendiri bagi kita untuk dapat
langsung mengakses karya-karya tersebut.
Langkah awal untuk mengungkap dan menyampaikan
informasi yang terkandung di dalam naskah kepada
masyarakat adalah melalui kajian-kajian filologis. Buku yang
hadir di hadapan pembaca ini adalah buku hasil alih-aksara,
alih-bahasa, saduran dan kajian yang bersumber dari naskah
Nusantara. Buku-buku ini dimaksudkan untuk mendekatkan
jarak antara sebuah karya yang dihasilkan di masa lampau
dengan pembaca di masa kini.
Pada tahun 2024, Perpustakaan Nasional mempunyai tiga
program prioritas, yaitu Penguatan budaya baca dan literasi,
i
ii
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
Pengarus-utamaan naskah Nusantara, dan Standardisasi
Perpustakaan. Satu dari tiga program tersebut, Pengarusutamaan Naskah Nusantara, menjadi sebuah program yang
menaungi program-program pengelolaan naskah Nusantara
secara nasional. Melalui program ini, Perpusnas berperan agar
naskah Nusantara menjadi bagian yang penting bagi
masyarakat pemilik kebudayaannya. Harapan kami, dan
tentunya harapan kita semua, naskah kuno Nusantara sebagai
warisan budaya bangsa yang sangat bernilai penting bagi
identitas keIndonesian, dapat dikenal luas oleh masyarakat,
tidak lagi menjadi wacana yang terpinggirkan.
Program alih-aksara, alih-bahasa, saduran, dan kajian ini
merupakan program perwujudan amanat Undang-Undang No.
43 Tahun 2017 Pasal 7 ayat 1 butir d yang mewajibkan
Pemerintah untuk menjamin ketersediaan keragaman koleksi
perpustakaan melalui terjemahan (translasi), alih aksara
(transliterasi), alih suara ke tulisan (transkripsi), dan alih
media (transmedia), juga Pasal 7 ayat 1 butir f yang berbunyi
“Pemerintah berkewajiban meningkatkan
kuantitas koleksi perpustakaan”.
kualitas
dan
Sejak tahun 2015, sesuai dengan indikator kinerja di
Perpusnas, kegiatan Alih Aksara, Alih Bahasa, Saduran dan
Kajian Naskah Kuno Nusantara terus dilaksanakan secara
rutin. Pada tahun 2024, Perpusnas menargetkan 160 judul
penerbitan dari hasil karya tulis tersebut. Dengan demikian,
hingga tahun 2024 telah terhimpun sebanyak 970 hasil
penerbitan berbasis naskah yang diterbitkan oleh
Perpustakaan Nasional. Ini menjadikan Perpusnas sebagai
Lembaga yang paling aktif di Indonesia dalam menerbitkan
hasil-hasil kajian berbasis naskah Nusantara.
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
iii
Pencapaian ini tidak dapat diraih tanpa adanya peran
para penulis yang terdiri dari filolog, akademisi, dan
sastrawan. Oleh karena itu, Perpustakaan Nasional
mengucapkan terima kasih kepada para kontributor yang
telah mengirimkan karya-karya terbaiknya. Secara khusus,
Perpustakaan Nasional juga mengucapkan terima kasih
kepada Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) yang
sejak awal terlibat dalam proses panjang seleksi karya,
penyuntingan, proofreading, hingga buku ini dapat terbit dan
dibaca oleh masyarakat. Kami berharap kiranya karya-karya
yang dihasilkan dari kegiatan ini bisa mendapatkan apresiasi
positif dari masyarakat, bukan hanya bagi para pegiat naskah
saja, namun juga masyarakat umum, sehingga lebih banyak
masyarakat yang mengenal dan peduli terhadap warisan
budaya bangsa kita. Selamat membaca!
Jakarta, Agustus 2024
iv
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
KATA SAM BUTAN KETUA UMUM
MASYARAKAT PERNASKAHAN
NUSANTARA
Bangsa Indonesia memiliki warisan kekayaan intelektual
dari leluhur berupa naskah kuno, yaitu “semua dokumen
tertulis yang tidak dicetak atau tidak diperbanyak dengan cara
lain, baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri
yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, dan
yang mempunyai nilai penting bagi kebudayaan nasional,
sejarah, dan ilmu pengetahuan” (UU No. 43 Tahun 2007
tentang Perpustakaan, Pasal 1 Ayat 4).
Jumlah warisan leluhur ini sampai saat ini belum dapat
dihitung secara pasti karena banyak naskah kuno Nusantara
yang dimiliki secara perorangan atau oleh komunitas adat dan
belum dapat diakses. Namun demikian, Perpustakaan
Nasional RI pernah mengidentifikasi bahwa sampai saat ini
jumlah naskah kuno Nusantara berjumlah lebih dari 134.000
buah dan tersimpan di 31 negara. Jumlah naskah kuno yang
relatif banyak itu terdiri dari beragam aksara dan bahasa.
Keragaman aksara dan bahasa itu memerlukan keahlian yang
berbeda-beda. Untuk naskah beraksara dan berbahasa Jawa,
misalnya, diperlukan seorang peneliti naskah kuno yang
menguasai secara aksara dan bahasa tersebut. Begitu pula
untuk naskah beraksara dan berbahasa Sunda, Bali, BugisMakassar, dan sebagainya, memerlukan seorang peneliti yang
menguasai aksara dan bahasa tersebut.
Selain kemampuan membaca dan memahami jenis aksara
dan bahasa tertentu yang digunakan di dalam naskah kuno,
seorang peneliti juga harus menguasai teks yang terkandung
v
vi
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
di dalam naskah kuno yang ditelitinya. Seperti diketahui,
naskah kuno merupakan dokumentasi bahasa, sastra, sejarah,
adat-istiadat, hukum, pengobatan, serta berbagai pengetahuan
yang pernah dicatat secara tertulis oleh leluhur bangsa kita
dalam beragam jenis aksara dan bahasa. Oleh sebab itu, untuk
dapat memahami sebuah teks yang terkandung dalam naskah
kuno diperlukan seorang peneliti yang dapat memahami teks
tersebut.
Dengan keahlian dan keterampilan khusus untuk meneliti
dan menangani naskah kuno, maka dapat dipahami kalau
jumlah kajian dan publikasi naskah kuno belum sebanding
dengan jumlah naskah kuno yang sudah diketahui. Dalam
buku Direktori Edisi Naskah Nusantara (2000), sejak tahun
1913 sampai dengan akhir tahun 1990-an hanya ada 1.321
judul edisi naskah Nusantara. Edisi naskah yang dicatat dalam
buku ini berupa skripsi, tesis, disertasi, dan penelitian mandiri,
baik yang dipublikasikan secara internal di perguruan tinggi
maupun yang dipublikasikan oleh penerbit komersial seperti
Pustaka Jaya, Djambatan, dan Yayasan Obor Indonesia.
Dalam buku Katalog Penelitian Naskah Nusantara Universitas
Sebelas Maret (UNS) Surakarta (2018), Jurusan Sastra Daerah
dan Jurusan Sastra Indonesia, dari tahun 1980-an sampai
dengan tahun 2018, telah menghasilkan 629 kajian terhadap
naskah Nusantara (Jawa dan Melayu). Dalam buku Direktori
Kajian Manuskrip Keagamaan di Perguruan Tinggi di Jawa
Barat (2021), Zulkarnain Yani mencatat 102 kajian naskah
kuno berupa skripsi, tesis, dan disertasi, yang dihasilkan tiga
perguruan tinggi di Jawa Barat, yaitu Universitas
Padjadjaran, Universitas Pendidikan Indonesia, dan UIN
Sunan Gunung Djati, Bandung.
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
vii
Informasi mengenai kajian naskah kuno Nusantara lainnya
masih dapat ditelusuri dalam sejumlah buku direktori. Namun
demikian, dapat disimpulkan bahwa publikasi atau penerbitan
kajian naskah kuno Nusantara jumlahnya belum sebanding
dengan jumlah naskah kuno Nusantara, apalagi jika ditambah
dengan temuan-temuan baru mengenai keberadaan naskah
kuno di berbagai wilayah di Indonesia.
Oleh sebab itu, maka upaya penerbitan kajian naskah
kuno Nusantara yang dilakukan oleh Perpustakaan Nasional
RI melalui Program Alih Aksara, Alih Bahasa, Saduran, dan
Kajian Naskah Kuno Nusantara Berbasis Kompetisi ini dapat
mengisi rumpang jumlah publikasi tersebut.
Program Alih Aksara, Alih Bahasa, Saduran, dan Kajian
Naskah Kuno Nusantara Berbasis Kompetisi merupakan salah
satu upaya untuk menyebarluaskan informasi dan berbagai
pengetahuan yang terkandung dalam warisan intelektual dari
leluhur. Program ini dapat memudahkan akses bagi khalayak
luas dalam mengetahui dan memahami informasi yang
terkandung di dalam naskah kuno Nusantara. Program
penerbitan
buku
berbasis
naskah
kuno
Nusantara
sesungguhnya sudah relatif lama dilakukan oleh Perpustakaan
Nasional, namun baru sejak tahun 2019 Masyarakat
Pernaskahan Nusantara (Manassa) secara resmi diajak bekerja
sama dalam mengelola program ini. Pada tahun 2019
diterbitkan 150 judul buku alih aksara, alih bahasa, saduran,
dan kajian. Namun, pada tahun 2020, 2021, dan 2022, karena
kasus pandemic covid-19, jumlah buku yang diterbitkan
melalui program ini menyusut drastis, yaitu 50 judul per
tahun. Alhamdulillah pada tahun 2023 dan 2024 ini jumlah
buku yang diterbitkan melalui program ini meningkat menjadi
sekitar 140 dan 160 judul.
viii Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
Dalam kesempatan ini, atas nama Masyarakat
Pernaskahan Nusantara, saya mengucapkan terima kasih
kepada Perpustakaan Nasional RI atas upaya terus-menerus
untuk “mengarusutamakan” naskah kuno Nusantara, salah
satunya melalui Program Alih Aksara, Alih Bahasa, Saduran,
dan Kajian Naskah Kuno Nusantara Berbasis Kompetisi.
Begitu pula kepada rekan-rekan peneliti, penulis, dan
pemerhati naskah kuno Nusantara yang ikut berpartisipasi
dalam program ini.
Semoga Program Alih Aksara, Alih Bahasa, Saduran, dan
Kajian Naskah Kuno Nusantara Berbasis Kompetisi ini dapat
menjangkau khalayak luas sehingga informasi yang
terkandung di dalam naskah kuno Nusantara dapat dibaca dan
dinikmati sebanyak mungkin pembaca.
September 2024
M unaw ar H olil
KATA PENGANTAR
Salam dan Bahagia!
Puji syukur kami haturkan kepada Sang Hyang Maha
Gusti,
Summun
Bonum
yang
senantiasa
memberikan
kelimpahan ilmu, kekuatan raga, dan kebahagiaan jiwa
kepada semua kita semua, semoga berkatnya terus lumintu
dalam kehidupan kita ke depan. Atas keberkahkan Entitas
Agung ini akhirnya penulis menyelesaikan alih bahasa SuratSurat Perjanjian Ratifikasi Tanah era Sunan Pakubuwono
VII ini dengan baik. Ucapan terima kasih berikutnya penulis
sampaikan kepada pengelola Sasapustaka Kraton Surakarta
yang telah mengijinkan penulis untuk meneliti naskah ini.
Penulis tentunya menyampaikan agunging panuwun
kepada lingkar kecil yang selalu menjadi support system
terbesar sepanjang hayat, Rama Agus Hartono, Mak Sri
Rahayu, Eyang Paniyem Soekarno, Mas Ignatius Indra
Agusta, segenap keluarga Dipawijana dan Resadikrama Lasa,
semoga karya kecil ini bisa menjadi sekuntum bunga
pengharum meja makan keluarga. Ibarat tiada gading yang
tak retak, pun demikian karya penulis ini. Penulis tidak bisa
menyebut satu per satu orang-orang yang berpengaruh dalam
proses penulisan alih bahasa ini, intinya penulis hanya bisa
ngaturke panuwun, matur nuwun. Selamat membaca, semoga
karya ini menjadi salah satu data pendukung kajian historis
Kepatihan yang agaknya belum begitu berkembang di
Vorstenlanden. Saran dan kritik senantiasa penulis nantikan
dengan secangkir teh di angkringan jalan Ir. Sutami. Manawa
ix
x
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
lwih luwangana, manawi kurang tambuhena, apuranta
riptaninghulun kadi tilas cekering hayam ring pagagan. Hatur
nuhun!
DAFTAR ISI
SAMBUTAN DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN
BAHAN PUSTAKA DAN JASA INFORMASI
PERPUSTAKAAN PERPUSTAKAAN NASIONAL RI ..... i
KATA SAMBUTAN KETUA UMUM MASYARAKAT
PERNASKAHAN NUSANTARA ............................................. v
KATA PENGANTAR .................................................................. ix
DAFTAR ISI.................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................... xv
DAFTAR TABEL ........................................................................ xvi
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................. 1
Latar Belakang ................................................................... 1
Deskripsi Naskah ................................................................ 2
Ringkasan Cerita .............................................................. 14
Surat Perjanjian Sewa Pasca Ratifikasi Tanah 1830 ........ 22
Surat Keterangan Sunan Pakubuwana VII kepada
Dezentje......................................................................... 23
Surat Keterangan Patih Danureja Kepada Dezentje ..... 24
Surat Keterangan Sunan Pakubuwana VII Dan Sultan
Hamengbuwana V Kepada Gilian Maclaine .................. 26
Surat Keterangan Sultan Hamengkuwana II Kepada
Gilian Maclaine ............................................................. 27
Surat Keterangan Sunan Pakubuwana VII Kepada
Dezentje......................................................................... 28
Surat Perjanjian Sultan Hamengkubuwana II Dan
Dezentje......................................................................... 30
xi
xii Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
Surat Keterangan PB VII Dan HB V Kepada Wiliyan
Kusni ............................................................................. 33
Surat Keterangan Hamengkubuwana V Kepada Wiliyan
Kusni ............................................................................. 35
Data Wilayah Keraton...................................................... 37
Tanah Kepatihan ........................................................... 37
Tanah dan Desa Abdi Dalem Wedana Panewu Kaparak
Tengen........................................................................... 38
Tanah dan Desa Abdi Dalem Anon-anon Kaparak
Tengen........................................................................... 39
Tanah dan Desa Abdi Dalem Damel Kaparak Kiwa ..... 42
Tanah dan Desa Abdi Dalem Anon-anon Keparak Kiwa
...................................................................................... 43
Tanah dan Desa milik Abdi Dalem Anon-anon Gedhong
Tengen........................................................................... 46
Tanah Kabupaten Gedhong Kiwa .................................. 49
Tanah dan Desa Abdi Dalem Anon-anon Gedhong Kiwa
Sebagian ........................................................................ 50
Tanah dan Desa Abdi Dalem Anon-anon Gedhong Kiwa,
Tanah Lama yang Dikenai Pajak 3 Rupiah Tiap Jung . 51
Kawedanan Ageng Sasranegaran ................................... 51
Kawedanan Sewu Jayanegaran ...................................... 52
Kawedanan Umiring Yudanegaran ................................ 53
Kawedanan Panumping Prawiranegaran ....................... 54
Kawedanan Ngajeng Puspanegaran ............................... 54
Tanah dan Desa Milik R.T Amongpraja ....................... 55
Tanah dan Desa Milik R.T Prajadipura........................ 56
Tanah dan desa Abdi Dalem Kambeng .......................... 56
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII xiii
Tanah dan Desa Abdi Dalem Lurah .............................. 57
Tanah dan Desa Abdi Dalem Anon-anon Griya,
Kemasan dll. ................................................................. 57
Tanah dan Desa Milik R.P Atmadipura........................ 58
Tanah dan Desa Milik Nyai Ayu Sedhah Mirah dan Abdi
Dalem Estri ................................................................... 59
Tanah dan Desa Milik Abdi Dalem Kadipaten .............. 60
Tanah Pajak Pangrembe Kadipaten .............................. 62
Tanah dan Desa Kabuminatan ...................................... 63
Tanah Pajak Pangrembe Kabuminatan ......................... 64
Tanah Mancanegara ...................................................... 66
Pedoman Alih Aksara ....................................................... 69
BAB II. HASIL ALIH AKSARA ............................................... 75
Halaman 6 ........................................................................ 75
Halaman 7 ........................................................................ 76
Halaman 8 ........................................................................ 78
Halaman 9 ........................................................................ 78
Halaman 10 ...................................................................... 80
Halaman 11 ...................................................................... 81
Halaman 12 ...................................................................... 82
Halaman 13 ...................................................................... 83
Halaman 14 ...................................................................... 84
Halaman 15 ...................................................................... 86
Halaman 16 ...................................................................... 87
Halaman 17 ...................................................................... 89
Halaman 18 ...................................................................... 90
Halaman 19 ...................................................................... 90
Halaman 20 ...................................................................... 91
Halaman 21 ...................................................................... 93
xiv Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 95
BIODATA PENULIS ................................................................... 99
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. 1 Label Tambahan di Sampul Naskah.......................... 2
Gambar 1. 2 Judul Naskah ............................................................ 3
Gambar 1. 3 Lakuna Huruf............................................................ 6
Gambar 1. 4 Lakuna Suku Kata .................................................... 6
Gambar 1. 5 Lakuna Kata ............................................................. 6
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
1.
1.
1.
1.
6
7
8
9
Adisi Huruf ............................................................... 7
Adisi Suku Kata........................................................ 7
Contoh Hipercorect 1 ................................................ 8
Contoh Hipercorect 2 ................................................ 8
Gambar 1. 10 Penulisan Siti Gunggung ......................................... 8
Gambar 1. 11 Penulisan Gunggung Siti ......................................... 8
Gambar 1. 12 Penulisan Waping ................................................... 9
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
1.
1.
1.
1.
1.
1.
1.
1.
13
14
15
16
17
18
19
20
Penulisan Pawing .................................................... 9
Penulisan Sokawati, Sukawati, Sokawangti ............. 9
Penulisan Panyarikan, Panyêrikan Dan Panyrikan 10
Watermark di Kertas ............................................ 10
Jenis Watermark dalam Buku Churchil ................ 10
Bentuk Huruf Tegak Kubistis ............................... 11
Bentuk Huruf Miring/ Cursive Script.................... 11
Nama Belanda ....................................................... 11
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
1.
1.
1.
1.
1.
1.
21
22
23
24
25
26
Nama Arab ........................................................... 12
Nama Tionghoa ..................................................... 12
Bahasa Substandar atau Dialek, èntên .................. 12
Penambahan Suku Kata “sa” ................................. 12
Keterangan Waktu ................................................ 13
Keterangan Waktu ................................................ 14
Gambar 1. 27 Keterangan Waktu ................................................ 14
Gambar 1. 28 Peta Wilayah Vorstenlanden (Tanah Kerajaan
Mataram Islam tahun 1850 ................................. 16
xvi Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
DAFTAR TABEL
Tabel 1. 1 Daftar Ratifikasi Tanah Mataram pada Tahun 1830 ... 19
Tabel 1. 2 Tabel Tanah Pajak Mancanegara Timur dan Barat .... 66
Tabel 1. 3 Tabel Wilayah Keraton dan Pajak Tanah Mancanegara
Setelah Perang Diponegoro .......................................... 68
BAB I. PENDAHULUAN
Latar B elakang
Dalam khasanah sastra nusantara terdapat teks yang memang
dimaksudkan sebagai hukum dalam masyarakat atau hukum
adat. Di Jawa dikenal dengan anggêr-anggêr atau undangundang (Siti Baroroh Baried, 1994: 29). Ada beberapa peneliti
yang membicarakan hukum Jawa secara khusus, di antaranya
(1) Soeripto pada tahun 1929 menulis disertasi dengan judul
Ontwikkelinggang der Vorstelandsche Wetboek; (2) Van
Vollenhoven pada tahun 1923 menulis dalam buku Javaansche
Adatrecht; serta (3) G.P Rouffer dengan artikel Vorstenlanden
dalam Adatrecht, Vol. XXXIV, seri D, No. 81 (Prapto
Yuwono: 2003: 4). Koleksi naskah Jawa juga memuat hukum
seperti sêrat anggêr-anggêr Jawi yang diteliti T. Roorda pada
tahun 1844, sêrat abdi dalêm kadipatèn karya Poespaningrat
tahun 1906. Begitu pentingnya naskah hukum Jawa maka
peneliti memilih naskah Pèngêtan Kagungan Dalêm Siti
Dhusun Karaton Surakarta saha Ngayogyakarta nalika jaman
Ingkang Sinuhun Pakubuwana kaping VII sebagai objek kajian.
Berdasarkan uraian di atas, maka sebagai langkah awal
peneliti untuk melakukan inventarisasi dari beberapa katalog
(Girardet-Sutanto: 1983; Nancy K. Florida: 1996; T.E.
Behrend: 1990; Fakultas Sastra Universitas Indonesia: 1998;
dsb). Dari hasil inventarisasi yang dilakukan dari berbagai
katalog, hanya ditemukan satu naskah yang berjudul Pèngêtan
Kagungan Dalêm Siti Dhusun Karaton Surakarta saha
Ngayogyakarta
nalika
jaman
Ingkang
Sinuhun
Pakubuwana kaping VII (Terjemahan: catatan induk tanah
1
2
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
dan desa di bawah kekuasaan Keraton Surakarta dan
Yogyakarta ketika pemerintahan Sunan Pakubuwana VII)
selanjutnya disebut naskah SD. Penyederhanaan menjadi
naskah SD terkait dengan label tambahan yang ada di sampul
naskah yang bertuliskan siti dhusun.
D eskripsi N askah
G am bar 1. 1 Label Tam bahan di Sam pul N askah
Sumber: naskah SD sampul luar, siti dhusun. (Terjemahan: tanah desa)
Naskah SD memuat teks prosa yang disimpan di perpustakaan
Sasana Pustaka Karaton Surakarta dengan nomor katalog
KS172/2Ta, naskah ini merupakan naskah tunggal. Naskah ini
terdiri dari 350 halaman yang berisi tentang catatan induk
tanah dan desa di bawah kekuasaan Surakarta dan Yogyakarta
ketika di bawah pemerintahan Pakubuwana VII. Selain judul
yang tercantum dalam katalog, pemberian judul juga
didukung oleh teks dalam naskah sebagai berikut.
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
3
G am bar 1. 2 Judul N askah
Sumber: Naskah SD cover luar (sampul), Pèngêtan Kagungan Dalêm Siti
Dhusun Karaton Surakarta saha Ngayogyakarta Nalika Jaman Ingkang
Sinuhun Pakubuwana VII. (Terjemahan: catatan induk tanah dan desa
milik Keraton Surakarta dan Yogyakarta ketika masa pemerintahan
Pakubuwana VII).
Naskah SD koleksi Perpustakaan Sasana Pustaka Karaton
Surakarta memuat teks prosa atau gancaran. Ukuran sampul
naskah 43 cm x 27,5 cm, ukuran naskah 42,5 cm x 27 cm
dengan tebal 4,5 cm sedangkan ukuran teks 42,5 cm x 27 cm.
Naskah ini terdiri dari 350 halaman (331 halaman isi dan 19
halaman kosong).
Isi dari naskah SD yaitu 8 surat perjanjian sewa-menyewa
tanah dan 26 data wilayah keraton Surakarta. Surat perjanjian
meliputi (1) Dezentje dengan PB VII, HB II dan Patih
Danureja, (2) perjanjian Wiliyan Kusni dengan PB VII dan
HB II, (3) perjanjian Gilian Maclaine dengan PB VII, HB II
dan HB V. Pada poin ketiga Macklin membuat perjanjian
dalam dua masa pemerintahan raja Yogyakarta. Hal ini
disebabkan karena Hamengkubuwana II bertahta selama tiga
periode yang terpisah yakni periode pertama tahun (1792-
4
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
1810); periode kedua (1811-1812); dan periode ketiga (18261828) (Ricklefs: 2008).
1.
2.
Sunan Pakubuwana VII kepada Dezentje
Surat keterangan Patih Danureja kepada Dezentje
3.
Surat keterangan Sunan Pakubuwana VII dan Sultan
Hamengbuwana V kepada Gilian Maclaine
4.
Surat keterangan Sultan Hamengkuwana II kepada
5.
Gilian Maclaine
Surat keterangan Sunan Pakubuwana VII kepada
6.
Dezentje
Surat perjanjian Sultan Hamengkubuwana II dan
7.
Dezentje
Surat keterangan PB VII dan HB V kepada Wiliyan
Kusni
8.
Surat keterangan Hamengkubuwana V kepada Wiliyan
Kusni
Adapun data wilayah keraton Surakarta meliputi:
1. Tanah Kepatihan
2.
Tanah dan desa Abdi Dalem Wedana Panewu Kaparak
Tengen
3.
Tanah dan desa Abdi Dalem Anon-anon Kaparak
Tengen
4.
5.
6.
Tanah dan desa Abdi Dalem Damel Keparak Kiwa
Tanah dan desa Abdi Dalem Anon-anon Keparak Kiwa
Tanah dan desa Abdi Dalem Anon-anon Gedhong
Tengen
7.
Tanah Kabupaten Gedhong Kiwa
8.
Tanah dan desa Abdi Dalem Anon-anon Gedhong Kiwa
sebagian
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
9.
5
Tanah dan desa Abdi Dalem Anon-anon Gedhong Kiwa,
tanah lama yang dikenai pajak 3 rupiah per jung.
10. Kawedanan Ageng Sasranegaran
11. Kawedanan Sewu Jayanegaran
12. Kawedanan Umiring Yudanegaran
13. Kawedanan Panumping Prawiranegaran
14. Kawedanan Ngajeng Puspanegaran
15. Tanah dan desa milik R.T Amongpraja
16. Tanah dan desa milik R.T Prajadipura
17. Tanah dan desa Abdi Dalem Kambeng
18. Tanah milik Abdi Dalem Lurah
19. Tanah dan desa Abdi Dalem Anon-anon Griya Kemasan
dll
20. Tanah dan desa milik R.P Atmadipura
21. Tanah dan desa milik Nyai Ayu Sedhah Mirah dan Abdi
Dalem Estri
22. Tanah dan desa Abdi Dalem kadipaten
23. Tanah pajak pangrembe Kadipaten
24. Tanah dan desa Kabuminatan
25. Tanah pajak Pangrembe Kabuminatan
26. Tanah mancanegara
Penyalinan naskah berulang-ulang menyebabkan adanya
versi yang berbeda. Edwar Djamaris (2006: 7), menjelaskan
bahwa pekerjaan utama filologi adalah mendapatkan kembali
naskah yang bersih dari kesalahan, yang berarti memberikan
pengertian
sebaik-baiknya
dan
yang
bisa
dipertanggungjawabkan, sehingga kita dapat mengetahui
naskah yang paling dekat dengan aslinya. Hal ini penting
supaya isi naskah tidak diinterpretasikan secara salah.
Penanggulangan kemusnahan naskah yang lebih diprioritaskan
6
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
pada penyelamatan dan pelestarian naskah, mengingat isi
naskah merupakan sumber informasi dan pengetahuan
berbagai segi kebudayaan di masa lampau.
Dilihat dari segi filologis teks SD memiliki beberapa
kesalahan, berikut ini ada beberapa varian yang ditemukan.
1.
Lakuna, ialah bagian yang terlampaui, baik suku kata,
kata, kelompok kata maupun kalimat. Terdapat 36 lakuna
yang ditemukan dalam SD. Lakuna yang banyak dijumpai
adalah lakuna huruf dan lakuna suku kata.
G am bar 1. 3 Lakuna H uruf
Sumber: Naskah SD, hal. 37 baris 1. Tertulis ”ju” Seharusnya ialah”
jung”. Jung adalah ukuran luas, 1 jung = ± 28.386 m2)
G am bar 1. 4 Lakuna Suku K ata
Sumber: Naskah SD, halaman 148 baris 3. Tertulis “P anè Ngabèi
Sindupraja” dalam nama tersebut terdapat lakuna suku kata pada
kata “panè” seharusnya ialah “panèwu”.
G am bar 1. 5 Lakuna K ata
Sumber: Naskah SD, hal. 29 baris 15. Tertulis “siti gunggung 15 …
rupiyah kantor” dalam tabel tersebut terdapat lakuna kata,
seharusnya ditulis “siti gunggung 15 jung 1.520 rupiyah kantor”.
(Terjemahan: jumlah tanah 15 jung, pajak sebesar 1.520 rupiah
kantor).
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
2.
7
Adisi, yaitu bagian yang kelebihan atau penambahan baik
huruf, suku kata, kata, kelompok kata maupun kalimat.
Dalam naskah SD, adisi yang dijumpai adalah adisi huruf
dan adisi suku kata, yaitu 10 buah adisi.
G am bar 1. 6 A disi H uruf
Sumber: Naskah SD, hal. 11 baris 1. Terdapat adisi huruf yaitu
pada kata “yèn orang têrang lan Panjênênganingsun”.
Sandhangan cêcak pada kata “orang” seharusnya tidak ada,
sehingga menjadi “ora” (Terjemahan: apabila tidak sesuai dengan
perintahku).
G am bar 1. 7 A disi Suku K ata
Sumber: Naskah SD, hal. 36 baris 13. “mantri nèm wingking kalêbêt
niyanaga, kusir, pangulu”. Kata niyanaga merupakan suatu adisi
suku kata, maka sesuai pertimbangan kontekstual, seharusnya
niyaga, sehingga menjadi “mantri nèm wingking kalêbêt niyaga,
kusir, pangulu” (Terjemahan: Mantri nem wingking termasuk
niyaga, kusir dan pangulu).
3.
Hipercorect yaitu perubahan ejaan karena pergeseran
lafal. Dalam naskah SD juga ditemukan 26 kasus
hipercorect.
8
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
G am bar 1. 8 C ontoh H ipercorect 1
Sumber: Naskah SD, hal. 6 baris 18. Terdapat pergeseran lafal.
Seharusnya mèlu (ditandai) tetapi ditulis milu. Kata milu konsisten
dipakai oleh penulis.
G am bar 1. 9 C ontoh H ipercorect 2
Sumber: Naskah SD, hal. 17 baris 7. Tertulis “trêngtrêming siti
dhusun” seharusnya ditulis têntrêming siti dhusun
(Terjemahan: tenteramnya desa).
4.
Transposisi, yaitu pertukaran letak suku kata, kata
maupun kelompok kata. Dalam naskah SD ditemukan 2
kasus transposisi.
G am bar 1. 10 P enulisan Siti G un ggung
Sumber: Naskah SD hal. 24 baris 9, siti gunggung
(Terjemahan: tanah berjumlah).
G am bar 1. 11 P enulisan G un ggung Siti
Sumber: Naskah SD hal. 242 baris 17, gunggung siti (Terjemahan:
jumlah tanah). Pada Gambar 10 dan 11 terlihat jelas terjadi
transposisi.
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
9
G am bar 1. 12 P enulisan W aping
Sumber: Naskah SD hal. 12 baris 11, “ing W aping Wetan, ing
W aping Kulon” (terjemahan: di Waping Timur, di Waping
Barat)
G am bar 1. 13 P enulisan P aw ing
Sumber: Naskah SD hal. 14 baris 9, “ing P aw ing Wetan, ing
P aw ing Kulon” (terjemahan: di Pawing Timur, di Pawing Barat).
Pada Gambar 14 dan 15, pada kata “ Pawing” dan “Waping” terjadi
pertukaran posisi.
5.
Ketidakkonsistenan
dalam
penulisan.
Ada
6
kasus
ketidakkonsistenan dalam naskah SD. Kasus tersebut
antara lain ialah:
a. Penulisan Sokawati, Sukawati dan Sukawangti.
G am bar 1. 14 P enulisan Sokaw ati, Sukaw ati, Sokaw angti
Sumber: Naskah SD, halaman 59 baris 14 dan 16, halaman 138
baris 5.
b. Penulisan kata panyarikan, panyêrikan dan panyrikan.
Penulisan yang benar adalah panyarikan, dari kata
dasar carik atau juru tulis.
10 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
G am bar 1. 15 P enulisan P anyarikan, P anyêrikan D an
P anyrikan
Sumber: Naskah SD, hal. 131 baris 6, hal.156 baris 18, dan hal. 158
baris 5.
Dari segi bahan, kertas yang digunakan naskah SD ini
tergolong kertas Eropa. Dalam kertas juga terdapat watermark
yang bertulis Co & Honic, menurut Churchill (1935: 15) kertas
tersebut diperkirakan dibuat di Amsterdam tahun 1680. Selain
tulisan tersebut ada juga simbol lingkaran dengan gambar
mahkota di atasnya, bertuliskan ”Propatria Eius Libertate”,
juga gambar Singa yang memegang tombak.
G am bar 1. 16 W aterm ark di K ertas
Sumber: Naskah SD Hal 11.
G am bar 1. 17 Jenis W aterm ark dalam B uku C hurchil
Sumber: Watermark pada kertas naskah sesuai dengan buku Watermark
in Papper (Churchil, 1935: 15).
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
11
Tinta yang digunakan dari awal sampai akhir penulisan
naskah adalah sama, yaitu berwarna hitam. Sedangkan dari
segi jenis huruf, terdapat 2 jenis dalam naskah yakni
berbentuk persegi atau bata sarimbag atau Karaton Surakarta
Script pada halaman 6 sampai 333 dan huruf miring ke kanan
atau Cursive script pada halaman 337-340.
G am bar 1. 18 B entuk H uruf Tegak K ubistis
Sumber: Naskah SD halaman 6, huruf tegak, berbentuk kubistis/bata
sarimbag, tinta tebal.
G am bar 1. 19 B entuk H uruf M iring/ C ursive S cript
Sumber: Naskah SD hal 338, huruf miring ke kanan, tinta lebih tipis.
Naskah
SD
merupakan
naskah
tulisan
tangan
(manuscript) dengan huruf Jawa, berbahasa Jawa baru ragam
krama, ngoko, ragam substandar dan terdapat beberapa namanama orang asing (Belanda, Cina dan Arab) seperti:
G am bar 1. 20 N am a B elanda
Sumber: Naskah SD halaman 6 baris 3, tuan Yan Isak Pan Sipênopên.
Ejaaan sebenarnya Yohan Isaac van Sevenhoven (Houben, 2002: 35).
12 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
G am bar 1. 21 N am a A rab
Sumber: Naskah SD halaman 308 baris 13, Jajar Suranata
Amad Ngapiyah.
G am bar 1. 22 N am a Tionghoa
Sumber: Naskah SD halaman 331 baris 4, Cina Lu Kang Manjatin
G am bar 1. 23 B ahasa Substandar atau D ialek, èntên
Sumber: Naskah SD, hal. 17 baris ke 16. Kata èntên merupakan bahasa
substandar dimana bahasa bakunya adalah wontên.
Pada naskah SD, terlihat gaya atau style penulis dalam
melakukan pembetulan dan penambahan baik suku kata yang
dirasa kurang sehingga mengakibatkan kebenaran makna.
Dalam naskah SD ada 4 pembetulan yang ditemukan.
G am bar 1. 24 P enam bahan Suku K ata “sa”
Sumber: Naskah SD, hal. 104 baris 6. Ki Sêtradipa.
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
13
Naskah SD tidak terdapat penomoran halaman, maka
penomoran halaman diurutkan dari lembar kertas pertama
recto dan diteruskan halaman selanjutnya verso. Pada naskah
SD tidak ditemukan identitas penulis/penyalin. Ada indikasi
penulis ini adalah carik dalêm/pegawai kerajaan yang bertugas
mencatat segala kepentingan kerajaan.
Awal penulisan naskah SD tidak disebutkan dengan jelas,
tetapi ada beberapa keterangan yang mengindikasikan bahwa
naskah tersebut ditulis bertahap dari tahun 1820-1831. Ada
enam buah keterangan waktu yang memperjelas bahwa naskah
ditulis bertahap. Keterangan tersebut ditemukan pada
halaman
8
pada
naskah
SD,
yaitu
tertulis
”Katulis
Ngayogyakarta, Akad tanggal kaping 26 sasi Sura taun 1748”.
(Terjemahan: Ditulis di Yogyakarta, Minggu 26 Sura 1748 jika
dikonversi menjadi 5 November 1820). Keterangan naskah lain
ditulis pada halaman 6, 9, 13, dan 19 yaitu ”Dhawuhing
pangandika ing Surakarta Hadiningrat ping 24 Juni 1831”.
(Terjemahan: Ketetapan di Surakarta Hadiningrat tanggal 24
Juni 1831). Beberapa hal tersebut mengindikasikan bahwa
naskah SD ditulis secara bertahap.
G am bar 1. 25 K eterangan W aktu
Naskah SD, hal 8 tertulis ”Katulis Ngayogyakarta, Akad tanggal kaping 26
sasi Sura taun Je 1748”. (Terjemahan: Ditulis di Yogyakarta, Minggu 26
Sura 1748 Je atau dikonversi menjadi 5 November 1820).
14 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
G am bar 1. 26 K eterangan W aktu
Sumber: Naskah SD, hal. 6 tertulis”Dhawuhing pangandika ing Surakarta
Hadiningrat ping 24 Juni 1831”. (Terjemahan: Ketetapan di Surakarta
Hadiningrat tanggal 24 Juni 1831).
G am bar 1. 27 K eterangan W aktu
Sumber: Naskah SD, hal. 17 baris ke-27 tertulis ” Karampungan tanggal
ping 16 ing sasi Agustus taun 1827”. (Terjemahan: Diselesaikan pada
tanggal 16 Agustus 1827).
Berdasarkan keterangan di atas, maka disimpulkan
bahwa naskah tersebut ditulis antara tahun 1820-1831. Oleh
karena itu, umur naskah tersebut sekitar 182 tahun (tergolong
naskah yang tua).
R ingkasan C erita
Kandungan isi naskah SD ini berisi tentang catatan induk
tanah dan desa yang berada di wilayah vorstenlanden
(Surakarta dan Yogyakarta) ketika masa pemerintahan
Pakubuwana VII (1830-1858). Hal ini menarik untuk diteliti
sehingga hasil penelitian naskah ini dapat digunakan sebagai
sumber sejarah. nSejak masa pendudukan orang eropa di
tanah Jawa, wilayah keraton Kejawen atau Vorstenlanden
selalu mengalami perubahan. Perang suksesi yang terjadi 3 kali
dalam sejarah kerajaan Kejawen membawa para penguasa
monarki ke dalam perjanjian-perjanjian pembagian wilayah.
Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755, Vorstenlandenter
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
15
bagi menjadi dua wilayah yakni Keraton Surakarta dan
Yogyakarta. Berdasarkan perjanjian ini, wilayah Mataram
dibagi dua yaitu wilayah di sebelah timur Kali Opak (melintasi
daerah Prambanan sekarang) dikuasai oleh pewaris tahta
Mataram (yaitu Sunan Pakubuwana III) dan tetap
berkedudukan di Surakarta, sementara wilayah di sebelah
barat (daerah Mataram yang asli) diserahkan kepada
Pangeran Mangkubumi sekaligus ia diangkat menjadi Sultan
Hamengkubuwana I yang berkedudukan di Yogyakarta. Di
dalam perjanjian tersebut juga terdapat klausul yang
menyatakan bahwa pihak VOC dapat menentukan siapa yang
menguasai kedua wilayah itu jika diperlukan (Pranoedjoe:
2008).
Perang Diponegoro membawa ancaman besar bagi
pemerintah kolonial Belanda, diikuti dengan pemberontakan
wilayah lain seperti Ambon (1817) dan Palembang (18181819). Setelah Diponegoro ditangkap, Belanda menginginkan
pengurangan otoritas kekuasaan pangeran-pangeran Jawa
maka Gubernur Jenderal Belanda, van Den Bosch mengutus
P. Merkus, J.I. van Sevenhoven, dan H.G Nahuys van Burgst
untuk menyelesaikan permasalahan di wilayah Vorstenlanden.
Langkah pertama yang diambil ketiga utusan adalah
penataan wilayah vorstenlanden yang tumpang tindih untuk
memudahkan pengendaliannya, wilayah tersebut dapat kita
lihat dalam buku Power of Propechy (Peter Carey, 2007:
xxviii-xxx) atau di web www.gahetna.nl.
16 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
G am bar 1. 28 P eta W ilayah V orstenlan den (Tanah K erajaan
M ataram Islam tahun 1850
Sumber: Buku Power of Prophechy (Peter Carey, 2007: xxviii-xxx)
Pada tangggal 27 September 1830 penetapan batas
wilayah baru antara keraton Surakarta dan Yogyakarta telah
disepakati oleh kedua belah pihak. Penetapan batas baru tadi
berbias kepada masalah yang lain seperti tanah lungguh yang
disewakan kepada pengusaha asing. Dalam naskah SD
terdapat surat perjanjian yang menyatakan perpindahan
wilayah dari Yogyakarta ke Surakarta.
Sarèhning saking panggawening watês anyar ana ing
Klatèn, nalika ing sasi Septèmbêr ping 27 taun 1830, bumi
desa kang wus kasêbut ing dhuwur mau mèlu dadi
bawahingsun ing Surakarta.
(Terjemahan: oleh karena pembuatan batas baru yang
ada di Klaten pada tanggal 27 September 1830, tanah dan
desa yang disebut di atas tadi menjadi wilayah Keraton
Surakarta) (naskah SD halaman 9).
Kewenangan Sevenhoven dalam pemulihan perekonomian
keraton Surakarta dan Yogyakarta dipertegas dengan teks
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
17
dalam naskah SD. Teks yang mengungkapkan bahwa
peralihan status wilayah sebuah tanah dan desa dijembatani
oleh Sevenhoven.
Panjênênganingsun Ingkang Sinuhun Kangjêng Susuhunan
Pakubuwana Senapati Ing Ngalaga Ngabdurahman Sayidin
Panatagama Kaping Pitu kang akêdhaton nagara ing
Surakarta Hadiningrat amratelakake yèn Kangjêng tuwan
Yan Isak Pan Sipênopên kumisaris kêraton nagara
Surakarta Hadiningrat lan ing Ngayogyakarta Hadiningrat
wus anduduhake marang ing panjênênganingsun piagême
Radèn Adipati Danurêja ing Ngayogyakarta kang
kagadhuhake marang tuwan Johanis Agustinis Dhèsênje.
(Terjemahan: Aku Sunan Pakubuwana VII menerangkan
bahwa tuan Yan Isaac van Sevenhoven selaku kumisaris
keraton Surakarta dan Yogyakarta, sudah
memperlihatkan kepadaku surat piagam Raden Adipati
Danureja di Yogyakarta yang telah disewakan kepada
tuan Johanes Agustinis Dezentje) (Naskah SD halaman
1).
Secara garis besar naskah SD terbagi atas 2 hal yaitu surat
Perjanjian sewa-menyewa tanah dan data wilayah keraton
Surakarta (baik tanah, desa, nama pemilik dan
pajak/kewajiban yang lainya). Naskah SD memuat 8 surat
perjanjian sewa-menyewa tanah dan 26 data wilayah keraton
Surakarta. Dalam pengalihaksaraan jilid satu ini penulis hanya
akan mengkhususkan pada purat perjanjian sewa-menyewa
tanah meliputi:
1.
2.
Surat keterangan Sunan Pakubuwana VII kepada
Dezentje
Surat keterangan Patih Danureja kepada Dezentje
18 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
3.
Surat keterangan Sunan Pakubuwana VII dan Sultan
Hamengbuwana V kepada Gilian Maclaine
4.
Surat keterangan Sultan Hamengkuwana II kepada
Gilian Maclaine
5.
Surat keterangan Sunan Pakubuwana VII kepada
Dezentje
6.
Surat perjanjian Sultan Hamengkubuwana II dan
7.
Dezentje
Surat keterangan PB VII dan HB V kepada Wiliyan
8.
Kusni
Surat keterangan Hamengkubuwana V kepada Wiliyan
Kusni
Dalam khasanah sastra nusantara terdapat teks yang
memang dimaksudkan sebagai hukum dalam masyarakat atau
hukum adat. Di Jawa dikenal dengan anggêr-anggêr atau
undang-undang(Baried, 1994, hal. 29). Selain itu kita juga
mengenal adanya Pèngêtan, Pratelan, Prangjanjèn, Rêrêpèn,
dan lain-lainnya. Naskah dengan jenis – jenis ini adalah karya
prosa non-sastra. Dari 350 halaman pada naskah SD, terdapat
20 halaman yang memuat tentang salinan perjanjian sewatanah yang memuat tentang perubahan-perubahan konsesi
dan proses ratifikasi tanah di wilayah Yogyakarta-Surakarta.
Perjanjian Giyanti memuat wilayah Kesultanan
Yogyakarta pada mulanya dibagi menjadi beberapa lapisan
yaitu Nagari Ngayogyakarta (Ibukota), Nagaraagung (wilayah
utama atau pendamping), dan Mancanagara (wilayah luar).
Wilayah ibukota dan nagaragung seluas 53.000 karya dan
Mancanagara seluas 33.950 karya. Selain itu, masih terdapat
tambahan wilayah dari Danurejo I di Banyumas, seluas 1.600
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
19
karya (sekitar 9,3544 km persegi). Data-data mengenai
perpindahan kekuasaan sejak perjanjian Giyanti 1755 hingga
perjanjian Klaten 1830 bukanlah hal yang mudah. Pada tahun
1773, daftar registrasi tanah dalam Serat Klepu diganti dengan
Serat Ebuk Anyar. Kedua ini merupakan kompilasi wilayah
Yogyakarta-Surakarta, hingga saat ini keberadaan kedua
naskah ini dipertanyakan. Pada tahun 1792 dan 1802, Sultan
Hamengkubuwono II membagi wilayahnya kembali untuk
meningkatkan pendapatan keraton. Setelah itu, wilayah
Yogyakarta-Surakarta yang belum jelas batasnya juga makin
rumit ketika penambahan wilayah Pakualaman dan
Mangkunegaran. Pada tahun 1812, Raffles membuat
perjanjian penataan ulang tanah-tanah kerajaan yang lebih
teratur (Ricklefs, 2002, hal. 114). Perjanjian Klaten pada
tanggal 27 September 1830 merupakan penataan akhir wilayah
keraton Yogyakarta maupun Surakarta yang lebih permanen.
Pembagian tanah yang ditukarkan antara Yogyakarta dan
Surakarta dibuat daftarnya oleh patih Danureja di Yogyakarta
pada tahun 1830 (Houbent, Keraton dan Kumpeni: Surakarta
dan Yogyakarta 1830-1870, 2002, hal. 118), berikut tabel
redistribusi tanah tersebut.
Tabel 1. 1 D aftar R atifikasi Tanah M ataram pada Tahun 1830
Sumber: Vincent Houben
Tanah-tanah
yang diberikan
Surakarta
kepada
Yogyakarta
Mataram dan
Kulon Progo
Gunung Kidul
Mataram Utara,
Krasak
Karya
Tanah-tanah yang
diberikan Yogyakarta
kepada Surakarta
Karya
9.818
Pajang
15.094
471
Sokawati
2.172
500
Matesih
329
20 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
Tanah-tanah
yang diberikan
Surakarta
kepada
Yogyakarta
Sokawati Utara,
Sela
Total
Berdasarkan
Karya
Tanah-tanah yang
diberikan Yogyakarta
kepada Surakarta
Karya
50
Sela dan Serang
450
10.839
tabel
di
Gunung Kendeng
Traskaras
Gunung Kidul
Mataram, Imogiri dan
Kotagedhe
177
700
189
500
Tanah Pancasan
2. 646
Total
22.257
atas,
ratifikasi
tanah
membuat
Yogyakarta kehilangan banyak wilayah di Nagara Agung dan
Mancanegara. Pada naskah SD, terdapat nukilan mengenai
pengelolaan wilayah Yogyakarta di Nagara Agung Siti Mlaya
Kusuma atau Bumi Gede. Nagara Agung ini membentang dari
gunung Ungaran sampai dengan Kedung Jati. Dalam naskah
SD terdapat sembilan belas halaman surat yang memuat
peralihan kekuasaan atas tanah di Bumi Gede. Secara
admisnistratif wilayah ini berada di kawasan Kadipaten
Ampel1dan Kadipaten Serang2. Salinan surat-surat tersebut
memuat 1 perjanjian patih Danureja dengan Dezentje, 2
perjanjian dari Sultan Hamengku Buwono II dengan Dezentje,
dan 1 surat perjanjian Sultan Hamengkubuwono V dengan
Gillian Maclaine dan Wiliyan Kusni. Keempat surat perjanjian
tersebut memuat tentang penyewaan tanah kepada para
1Saat
2Saat
ini berada di wilayah Boyolali dan Kabupaten Semarang.
ini ditenggelamkan di waduk Kedung Ombo Sragen pada tahun 1985.
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
21
pengusaha Eropa. Adapun beberapa nama yang disebut adalah
Johanes Agustinus Dezentje, Maclaine, dan Wiliyan Kusni.
Johannes Agustinus Dezentje atau biasa disebut
sebagai Tinus Dezentje (1797-1839) adalah putra dari seorang
pegawal berkebangsaan Eropa untuk raja dari Kasunanan
Surakarta bernama August Jan Caspar (1765-1826). Tahun
1816 dari gajinya sebagai perwira, Caspar menyewa tanah
apanage milik Kasunanan yang terbentang dari Salatiga,
Ampel sampai Boyolali. Tanah ini selanjutnya diwariskan
kepada Tinus, yang kemudian merintis usaha perkebunan
keluarga Dezentje di Vorstenlanden (Ulbe Bosma, hal. 76).
Saat Perang Jawa (1825-1830) berlangsung, kondisi ini
mengancam bisnis perkebunan miliknya. Untuk menjamin
keamanan bisnisnya, Tinus Dezentje rela mengeluarkan biaya
untuk mempekerjakan 1.500 serdadu. Detasemen ini
merupakan hulptroepen atau pasukan pembantu militer
Belanda. Atas permintaan Jenderal De Kock, Dezentje
mempengaruhi Sri Susuhunan untuk tetap bersikap netral
dalam Perang Jawa. Untuk jasanya ini, kerajaan Belanda
memberikan penghargaan berupa Orde de Nederlandse Leeuw
kepada Tinus (Weitzel, hal. 115). Tinus meninggal pada 7
November 1839 dalam usia 42 tahun. Ia mewariskan lahan
perkebunan seluas 1.275 Hektar. Sedangkan Gillian Maclaine
adalah seorang pebisnis dan petualang yang berasal dari
Skotlandia. Ia mendirikan perusahaan bernama GillianWatson. Maclaine datang mendarat di Batavia pada tahun
1820 sebagai agen dari Firma MacLachlan dari Inggris.
Sesudah mendarat, Maclaine dan beberapa pengusaha Britania
lainnya menyewa tanah di Vorstenlanden, membeli satu
perkebunan di Buitenzorg, dan menyewa lahan di Malangbong
22 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
yang ditanaminya kopi. Dia juga bertindak sebagai agen bagi
pengusaha kopi lainnya, di antaranya keluarga Dezentje yang
sangat berpengaruh di daerah Surakarta dan sekitarnya. Pada
tahun 1822 dia mendirikan firmanya sendiri yakni Maclaine &
Co. di Batavia. Bagaimapaun, tidak semua hal berjalan mulus
baginya. Pecahnya Perang Diponegoro di tahun 1825
menghancurkan usahanya baik di Vorstenlanden maupun di
Malangbong. Pada tahun 1827 melalui temannya yakni
Edward Watson, dia menerima tawaran saudagar kaya raya
Britania di Calcutta di India John Palmer untuk menjadi
agennya di Hindia, dia kemudian mengubah firmanya menjadi
Maclaine Watson & Co. di tahun tersebut yang menandakan
bergabungnya Watson sebagai partner dalam firma. Pada
tahun 1830, resmi dia tidak memiliki tanah di wilayah
Yogyakarta dan Surakarta, sekaligus mengakhiri hubungan
bisnisnya dengan keluarga Dezentje (Knight, hal. 141).
Sedangkan Wiliyan Kusni (William Kusni?) sampai tulisan ini
dibuat, belum teridentifikasi siapa dan apa peranannya dalam
penyewaan tanah di Yogyakarta dan Surakarta. Beberapa
pengusaha tersebut wajib mentaati kebijakan kraton yang
tentunya juga bersumber pada Angger-angger Jawi (Roorda,
Serat Angger-Angger Jawi, 2002, hal. 223). Hal ini terkait
pembayaran pajak, sumbangan saat Grebeg, dan kebijakan
etik lain terkait kehidupan masyarakat di pedesaan dan
pegunungan.
Surat P erjanjian Sew a P asca R atifikasi Tanah 1830
Naskah SD memuat teks yang berisi piagêm/ surat
perjanjian secara khusus tentang sewa-menyewa tanah di
wilayah Surakarta dan Yogyakarta ketika pemerintahan
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
23
Pakubuwana VII. Adapun surat perjanjian tersebut sebagai
berikut.
Surat Keterangan Sunan Pakubuwana VII kepada Dezentje
Pada naskah SD memuat surat perjanjian Sunan Pakubuwana
VII dengan Dezentje. Dalam surat tersebut diceritakan bahwa
Yohan Isaac van Sevenhoven selaku komisaris keraton
Surakarta dan Yogyakarta telah menunjukkan surat piagam
milik Raden Adipati Danureja yang disewa oleh tuan Johanes
Agustinus Dezentje kepada Sunan Pakubuwana VII.
Panjênênganingsun Ingkang Sinuhun Kangjêng Susuhunan
Pakubuwana Senapati Ing Ngalaga Ngabdurahman Sayidin
Panatagama Kaping Pitu kang akêdhaton nagara ing
Surakarta Hadiningrat amratelakake yèn Kangjêng tuwan
Yan Isak Pan Sipênopên kumisaris kêraton nagara
Surakarta Hadiningrat lan ing Ngayogyakarta Hadiningrat
wus anduduhake marang ing panjênênganingsun piagême
Radèn Adipati Danurêja ing Ngayogyakarta kang
kagadhuhake marang tuwan Johanis Agustinis Dhèsênje.
(Terjemahan: Sunan Pakubuwana VII yang bertahta di
keraton Surakarta menjelaskan bahwa Yohan Isaac van
Sevenhoven selaku komisaris keraton Surakarta dan
Yogyakarta telah menunjukkan surat piagam milik Raden
Adipati Danureja yang disewa oleh tuan Johanes Agustinus
Dezentje)(Naskah SD halaman 6).
Isi dari surat tersebut menjelaskan bahwa tuan Johanes
Agustinus Dezentje membayar pajak tanah dan desa di
Penthongan 1 jung, Wanasegara 1 jung se-kikil. Jumlah
seluruhnya 3 jung se-kikil. Lama pembayaran 8 tahun menjadi
16 angsuran mulai tanggal 20 Agustus 1830 sampai 19 Agustus
tahun 1838, dibayar 245 reyal dalam setahun. Masih ada pajak
24 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
tiap setengah tahun yakni saat Grêbêg Pasa sebesar 122 ½
reyal dan Grêbêg Mulud sebesar 122½ reyal. Selain itu Tuan
Johanes Agustinus Dezentje dipinjami tanah dan desa di
Pantaran 1 jung. Tanah itu bebas pajak, namun Dezentje
berwajiban
menjaga,
membersihkan
pemakaman
dan
membenahi yang rusak.
Dalam surat piagam tersebut dijelaskan pula, oleh
karena pembuatan batas baru di Klaten pada tanggal 27
September 1830, maka tanah dan desa yang disebut di atas
tadi menjadi kekuasaan keraton Surakarta Hadiningrat.
Surat Keterangan Patih Danureja Kepada Dezentje
Pada naskah SD juga memuat surat piagam Kanjeng Raden
Adipati Danureja yang dipinjamkan kepada tuan Johanes
Agustinus Dezentje di Ampel. Pada intinya tuan Johanes
Agustinus Dezentje meminjam surat piagam dan membayar
pajak tanah dan desa kepunyaan kerajaan, berikut ini namanama desanya.
Pèngêt, iki layang manira piagêm Kangjêng Radèn Adipati
Danurêja kagadhuha marang saudara tuwan Johanis
Agustinis Dhèsênje ing Ampèl.
(Terjemahan: Pengingat, ini surat piagamku Kanjeng
Raden Adipati Danureja telah disewa kepada saudara tuan
Johanes Agustinus Dezentje di Ampel) (Naskah SD
halaman 7).
Daerah yang disewa antara lain: Penthongan 1 jung,
Banaran 1 jung, Wanasegara 1 jung se-kikil jadi jumlahnya 4
½ jung, tanah tersebut terletak di sebelah timur gunung
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
25
Merbabu. Lama pembayaran pajak 8 tahun menjadi 16
angsuran mulai garêbêg Mulud Je 1758 hingga jatuh tempo
pada garêbêg Pasa tahun 1765 menanggung 70 reyal, 1 reyal
30 uang dalam setahun. Jumlah pajak 4 ½ jung tadi, tiap
setengah tahun menyerahkan 122 ½ reyal diserahkan dua kali
dalam setahun. Lalu Danureja juga sudah menerima uang
tunai sebesar 180 reyal berlaku selama 4 tahun.
Danureja juga berjanji kepada tuan Dezentje saat
penyerahan pajak tengahtahunan, ia menambahkan
seperempat dari jumlah pajak setahun dan bersedia menerima
61 ¼ reyal saat penyerahan. Sedangkan sahnya uang tunai
pajak 400 tadi sampai habis perjanjian dalam 8 tahun tidak
dikenai pajak lainnya. Lalu tuan Dezentje juga dipinjami
tanah bumi mutihan di Pantaran se-jung tadi. Dalam surat
piagam ini juga dijelaskan bahwa Tuan Dezentje tidak
diperkenankan bertindak di luar kewajibannya yakni
membersihkan pemakaman dan membenahi yang rusak hingga
baik.
Saat garêbêg Mulud, para bêkêl wajib ke keraton untuk
menyerahkan hasil bumi mutihan. Lalu tuan Dezentje juga
tidak diperkenankan merusak desa, menganiaya orang desa
atau menggelapkan pajak, mendatangkan orang jahat dan
jangan bersekutu dengan orang yang berbuat jahat dan lain
sebagainya. Sebaliknya tuan Dezentje wajib menjaga
kesejahteraan penduduk.
Dalam surat tersebut ditegaskan bahwa penduduk
setempat baik warga maupun bêkêl yang termasuk dalam
wilayah 40 jung se-kikil tadi, semua patuh kepada perintah
tuan Dezentje. Surat ini ditulis di Yogyakarta, Minggu 26 Sura
1748. Pada akhir surat ada tembusan kepada tuan Residen
26 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
berkaitan dengan siti pamêthakan di Pantaran 1 jung. Intinya
tanah itu tidak dimasukkan ke dalam surat milik tuan
Dezentje, sebab akan menjadi pinjaman Mas Pengulu.
Surat Keterangan Sunan Pakubuwana VII Dan Sultan
Hamengbuwana V Kepada Gilian Maclaine
Pada naskah SD juga dijelaskan bahwa Sunan Pakubuwana
VII menerangkan tuan Yohan Isaac Van Sevenhoven selaku
komisaris keraton Surakarta Hadiningrat dan Yogyakarta
sudah menunjukkan surat piagam Sultan Hamengkubuwana V
yang disewakan kepada tuan Gilian Maclaine.
Panjênênganingsun Ingkang Sinuhun Kangjêng Susuhunan
Pakubuwana Senapati Ing Ngalaga Ngabdurahman Sayidin
Panatagama Kaping Pitu kang akêdhaton nagara ing
Surakarta Hadiningrat amratelakake yèn kangjêng tuwan
Yan Isak Pan Sipênopên, kumisaris kêraton nagara
Surakarta Hadiningrat lan ing Ngayogyakarta Hadiningrat
wus anduduhake marang Panjênênganingsun piagême
Kangjêng Sultan Hamêngkubuwana Kaping Lima ing
Ngayogyakarta Hadiningrat kang kagadhuhakên marang
tuwan Giliyan Maklin.
(Terjemahan: Sunan Pakubuwana VII menerangkan bahwa
tuan Yohan Isaac Van Sevenhoven komisaris keraton
Surakarta
Hadiningrat
dan
Yogyakarta
sudah
menunjukkan surat piagam Sultan Hamengkubuwana V
yang disewakan kepada tuan Gilian Maclaine) (Naskah SD
halaman 9)
Adapun isi surat tersebut; tuan Gilian Maclaine
membayar pajak tanah dan desa di Dhadhah 1 jung, Sembung
1 jung, Sampetan 1 jung, Janarana 1 jung, jumlah 4 jung jelas
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
27
seperti Gouvernemen. Lama membayar pajak 13 tahun
menjadi 26 angsuran, mulai bulan 1 Februari 1827 jatuh tempo
pada 30 Januari 1840, dibayar seribu rupiah dalam setahun.
Ada pajak tambahan setiap setengah tahun, saat garêbêg Pasa
500 rupiah, saat garêbêg Mulud 500 rupiah. Oleh karena
pembuatan batas baru di Klaten pada tanggal 27 September
1830, maka tanah dan desa yang disebut di atas tadi menjadi
kekuasaan keraton Surakarta Hadiningrat. Surat tersebut
ditulis di Surakarta pada tanggal 24 Juni 1831.
Surat Keterangan Sultan Hamengkuwana II Kepada Gilian
Maclaine
Pada
naskah
SD
memuat
surat
piagam
Sultan
Hamengkubuwana II di Yogyakarta Hadiningrat
dipinjamkan kepada tuan Gilian Maclaine.
yang
Pèngêt, layangingsun piagêm Kangjêng Sultan Sêpuh
Hamêngkubuwana Senapati ing Ngalaga Ngabdurahman
Sayidin Panatagama Kalipatulah Kaping
2
ing
Ngayogyakarta Hadiningrat, ingsun gadhuhakên marang
tuwan Giliyan Maklin.
(Terjemahan: Pengingat, surat piagamku Sultan Sepuh
Hamengkubuwana II di Yogyakarta. Aku dipinjamkan
kepada tuan Gilian Maclaine) (Naskah SD halaman 10).
Isi dari surat tersebut Gilian Maclaine dipinjami tanah di
Dhadhakan 1 jung, Banaran 1 jung, Sembung 1 jung, Sampet
1 jung jumlah 4 jung. Tanah tersebut berada di sebelah gunung
Merbabu
yang
pembayarannya
sudah
sesuai
dengan
gouvernemen Netherland. Lama pembayaran pajak selama 13
28 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
tahun menjadi 26 angsuran dimulai dari 1 Februari 1827 jatuh
temponya pada tanggal 31 Januari 1840. Dibebani pajak
sebesar 1000 rupiah dan dalam setahun keluar pajak
pertengahan tahun. Saat garêbêg Pasa Macklin menyerahkan
500 rupiah dan saat garêbêg Mulud juga 500 rupiah. Pajak
tersebut diluar pajak yang lain.
Dalam surat ini memuat sanksi apabila Macklin merusak
desa, menganiaya penduduknya atau tidak membayar pajak
yaitu pencabutan hak sewa tanah. Lalu tuan Macklin juga
wajib mengembalikan sawah irêngan saat jatuh tempo.
Apabila ada tanaman yang belum tua seperti Kopi, Padi dan
lain sebagainya yang belum dipanen atau masih menguning
masih mendapat kelonggaran sampai selesai masa panen. Lalu
tuan Macklin juga tidak berhak memecat atau menggantung
kedudukan
Dêmang,
Bêkêl
dan
lain
sebagainya
atau
melantiknya tanpa sepengetahuan Sultan Hamengkubuwana
II.
Pada bagian akhir surat juga terdapat perintah kepada
tuan Macklin agar jangan sampai kedatangan/bersekutu
dengan orang jahat terlebih perbuatan jahat dan mendirikan
persekutuan
penjahat.
Sebaliknya
Macklin
wajib
mengupayakan kemakmuran dan ketentraman desa tersebut.
Surat Keterangan Sunan Pakubuwana VII Kepada Dezentje
Dalam naskah SD memuat pernyataan Sunan Pakubuwana
VII di keraton Surakarta yang menerangkan Yohan Isaac van
Sevenhoven
Yogyakarta
selaku komisaris keraton
sudah menunjukkan surat
Surakarta dan
piagam Sultan
Hamengkubuwana V yang dipinjamkan kepada Johanes
Agustinus Dezentje.
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
29
Panjênênganingsun Ingkang Sinuhun Kangjêng Susuhunan
Pakubuwana Senapati Ing Ngalaga Ngabdurahman Sayidin
Panatagama Kaping Pitu kang akêdhaton nagara ing
Surakarta Hadiningrat amratelakakên yèn Kangjêng tuwan
Yan Isak Pan Sipênopên kumisaris kêraton nagara
Surakarta lan ing Ngayogyakarta wus anduduhake marang
ing panjênênganingsun layang piagême Kangjêng Sultan
Hamêngkubuwana Kaping 5 ing Ngayogyakarta Hadiningrat
kang kagadhuhake marang tuwan Johanis Agustinis
Dhèsênje.
(Terjemahan: Sunan Pakubuwana VII di keraton Surakarta
yang menerangkan bahwa Yohan Isaac van Sevenhoven
selaku komisaris keraton Surakarta dan Yogyakarta sudah
menunjukkan surat piagam Sultan Hamengkubuwana V
yang dipinjamkan kepada Johanes Agustinus Dezentje) (
Naskah SD halaman 12)
Isi surat tersebut menerangkan bahwa tuan Johanes
Agustinus Dezentje wajib membayar pajak tanah dan desa di
Gagatan sementara waktu hal itu sudah sesuai dengan
Gouvernemen. Sedangkan nama-nama desa itu adalah Karang
Gede, Kalimas Kulon, Seling Kidul, Waping Wetan, Waping
Kulon, Kemusu, Ragum, Kedung Pring Pasarean, Tari,
Karang Asem dan Balimbingan semua 12 jung. Ing Kebonan,
Seling Lor, Sendang, Jatisari, Ngijo, Lembandatan, Kemusu,
Kedung Lo, Krutukan, Karang Geneng, Kalongan, Dhuwaran,
Kutukan Kayeng semua 17 jung. Di Pulutan, Dêmangan,
Kemlaka Kerep, Pringapus semua 4 jung. Di Toyan,
Karangjati, Gagatan Kulon, Gagatan Etan semua 8 jung. Di
Talepat, Ngawen, Karangplasa, Karangtoya, Pidikan semua 4
jung. Di Tawangsari, Ngimbat, Balumbang Kendel, Gligang,
30 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
Karanglo, Kalangan, Sange Kaponan, Karanglo Pancas,
Jamen Pancas, Tawangsari semua 13 jung. Di kaworan,
Banger, Bali Kidul, Kemusu, Bala Lor semua 6 jung. Jumlah
semua 64 jung lahan persawahan di luar ladang dan hutan.
Pembayaran selama 15 tahun menjadi 30 angsuran dimulai 1
September 1827 jatuh tempo pada 13 Agustus 1842
pembayaran pajak seperti disebut di bawah ini.
Dalam surat tersebut juga dijelaskan setiap lima tahun
ada tambahan pajak sebesar 2.000 ringgit. Setelah pajak lima
tahunan, ada tambahan pajak sebesar 300 ringgit. Dalam
setahun juga terdapat pajak tengah tahunan, saat garêbêg
Pasa 1.500 ringgit, saat garêbêg Mulud 1.500 ringgit. Oleh
karena pembuatan batas baru yang berada di Klaten saat 27
September 1830, tanah dan desa yang tersebut di atas tadi
menjadi bawah kekuasaan keraton Surakarta Hadiningrat.
Surat ini ditulis di Surakarta Hadiningrat pada tanggal 24 Juni
1831.
Surat Perjanjian Sultan Hamengkubuwana II Dan Dezentje
Pada
naskah
SD
juga
surat
perjanjian
Sultan
Hamengkubuwana II yang berada di Keraton Yogyakarta
dengan Johanes Agustinus Dezentje di Surakarta. Surat
perjanjian tersebut memuat 11 bab perjanjian.
Punika ingkang sêrat prajangjian, Ingkang Sinuhun
Kangjêng Sultan Sêpuh Hamêngkubuwana Senapati Ing
Ngalaga Ngabdurahman Sayidin Panatagama Kalipatullah
Kaping Kalih kang kêdhaton nagara ing Ngayogyakarta
Hadiningrat akalihan tuwan Johanis Agustinis Dhèsênje
ing Surakarta.
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
31
(Terjemahan:
inilah
surat
perjanjian
Sultan
Hamengkubuwana II yang berada di Keraton Yogyakarta
dengan Johanes Agustinus Dezentje di Surakarta) (Naskah
SD halaman 14).
Pada intinya surat tersebut menerangkan bahwa Sultan
Hamengkubuwana meminjamkan tanah dan desa di Gagatan
untuk sementara waktu. Sedangkan nama desa yang dipinjam
lainnya antara lain: Karanggede, Kalimas Kulon, Seling
Kidul, Pawing Wetan, Pawing Kulon, Pawing Wetan,
Kumusu, Ragum, Kedung Pring, Pasarean, Tari, Karangasem,
Balimbingan semua berjumlah 12 jung. Di Kebonan, Seling
Lor, Sendang, Jatisari, Ngijo, Lembadhatan, Kemusu, Kedung
Lo, Krutukan, Karang Geneng, Kalongan, Duwaran, Kutukan
Kayeng semua berjumlah 17 jung. Di Pulutan, Gedangan,
Kemlaka Kerep, Pringapus semua 4 jung. Di Toyan, Karang
Jati, Gagatan Kulon, Gagatan Etan, semua 8 jung. Di Talepat,
Ngawèn, Karang Plasa, Karang Toya, Pidikan semua 4 jung.
Di Tawangsari, Ngimbat, Balumbang Kendel, Gligang,
Karanglo, Kalangan, Sange Kaponan, Karanglo Pancas,
Jamen Pancas, Tawangsari semua 13 jung. Di kaworan,
Banger, Bali Kidul, Kemusu, Bala Lor semua 6 jung. Jumlah
semua 64 jung lahan persawahan tidak termasuk ladang dan
hutan.
Lalu
dijelaskan
pula
bahwa
tuan
Dezentje
wajib
membayar pajak tanah dan desa yang sudah disebut di depan
tadi. Waktu pembayaran pajak selama 15 tahun dimulai 1
September 1827 dan jatuh temponya pada bulan Agustus
1842. Pembayaran pajak seperti di bawah ini penjelasannya.
32 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
Bersama dimulainya pembayaran pajak dalam 5 tahun sebesar
1.000 ringgit. Tiap tahunnya ada pajak tengahtahunan saat
garêbêg Siyam 1.500 ringgit, saat garêbêg Mulud 1.500 ringgi.
Setiap 5 tahun juga menanggung pajak 3.000 ringgit. Berkat
kemurahan pemerintah, maka selama pembayaran dari awal
hingga akhir nanti hanya membayar sebesar 2.000 ringgit.
Dalam setahun membayar 2.400 ringgit. Yang terakhir
limatahunan membayar 3.000 ringgit. Di dalam setahun akan
membayar 3.600 ringgit. Tuan Dezentje juga wajib menyetujui
isi surat yang sudah diberikan, juga memberi uang tunai
sebesar 1.000 ringgit kepada Sultan yang mengetahui
penerimaan pajak yang terakhir.
Selain masalah pajak, ada kesepakatan lain yang harus
dipatuhi tuan Dezentje yakni tidak akan melakukan tindakan
semaunya sendiri, walaupun kepada rakyat jelata di lahan dan
desa tadi. Tuan Dezentje juga wajib membayar upah pekerja.
Apabila tuan Dezentje tidak menetapi perjanjian, membuat
kerusakan tanah dan desa atau menggelapkan uang pajak
walaupun sudah mengakui kesalahannya, maka Sultan
mencabut
tanah
tersebut.
Tuan
Dezentje
juga
wajib
mengembangkan tanaman Padi agar jangan sampai
kekurangan beras. Selain itu tuan Dezentje berwenang
menanam tumbuhan yang dianggap perlu.
Tuan Dezentje menerima desa dan tanah irêngan, apabila
sudah jatuh tempo maka wajib mengembalikannya kepada
Sultan. Tetapi apabila saat jatuh tempo masih terdapat
tanaman palawija seperti Padi, Jagung, Ketela serta semua
yang sejenis. Hasilnya di bagi dua, setengah untuk Sultan,
setengah lagi untuk tuan Dezentje. Apabila ada tanaman
selain palawija yang membutuhkan lebih dari setahun seperti
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
33
Kopi, Tebu serta tanaman yang sejenis, maka tuan Dezentje
tidak berhak memilikinya, hasil panen tetap menjadi milik
Sultan. Tuan Dezentje tidak dikenai pajak tambahan lainnya
kecuali pekerjaan memperbaiki jembatan, jalan-jalan dan lain
sebagainya. Tugas Negara yang diemban tetap ditanggungnya.
Berkaitan dengan ketenteraman warga desa, tuan
Dezentje wajib menjaga keamanan dari tindakan jahat,
perjudian, bersekutu dengan penjahat dan lain sebagainya.
Sultan juga akan membantu Dezentje menjaga ketentraman
dan kemakmuran desa. Tuan Dezentje juga berjanji tidak akan
mendirikan pemberontakan di desa yang dipajaki tadi,
memecat atau mengganti kepala desa serta berjanji tidak akan
mengambil atau memakai nama seperti nama orang Jawa atau
memberi nama kepada orang lain. Sedangkan apabila ada
kepala desa yang kurang baik tindakannya atau membuat
kesalahan, tuan Dezentje hanya berwenang menggantung
jabatannya. Tetapi segeralah memberitahukan kepada
Kanjeng Raden Adipati supaya diperiksa perkaranya, karena
ia yang berwenang menyelesaikan atau menghukum kepada
orang yang bersalah tadi. Ada lagi bab yang mengatur
penggantian kepala desa atas perintah Kanjeng Raden
Adipati. Surat ini ditulis tanggal 16 Agustus 1827
Pada bagian akhir terdapat perintah Residen terkait hutan
Jati yang berada di Gagatan, intinya apabila diambil untuk
membuat rumah Loji, jembatan dan lain sebagainnya, kayu
tersebut bebas pajak.
Surat Keterangan PB VII Dan HB V Kepada Wiliyan Kusni
Dalam naskah SD juga berisi pernyataan Sunan Pakubuwana
VII yang menjelaskan bahwa tuan Yohan Isaac van
34 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
Sevenhoven kumisaris keraton Surakarta dan Yogyakarta
sudah
menunjukkan
surat
piagam
milik
Sultan
Hamengkubuwana V dipinjamkan kepada tuan Wiliyan Kusni.
Panjênênganingsun Ingkang Sinuhun Kangjêng Susuhunan
Pakubuwana Sênapati Ing Ngalaga Ngabdurahman Sayidina
Panatagama Kaping Pitu ingkang kêdhaton nagara ing
Surakarta Hadiningrat amratelakake yèn Kangjêng tuwan
Yan Isak Pan Sipênopên, kumisaris kêraton nagara
Surakarta lan ing Ngayogyakarta, wus anduduhake marang
ing
panjênênganipun
piagême
Kangjêng
Sultan
Hamêngkubuwana Senapati Ing Ngalaga Kaping Lima ing
Ngayogyakarta Hadiningrat kang kagadhuhake marang
tuwan Wiliyan Kusni.
(Terjemahan: Sunan Pakubuwana VII yang menjelaskan
bahwa tuan Yohan Isaac van Sevenhoven kumisaris
keraton Surakarta dan Yogyakarta sudah menunjukkan
surat piagam milik Sultan Hamengkubuwana V
dipinjamkan kepada tuan Wiliyan Kusni )(Naskah SD
halaman 19).
Surat tersebut menjelaskan bahwa tuan Wiliyan Kusni
wajib membayar pajak tanah dan desa di Sima 26 jung, jelas
seperti keputusan Gouvernemen. Lama membayar pajak 18
tahun menjadi 36 angsuran mulai 1 Januari 1829 jatuh tempo
pada 31 Desember 1846 jumlah pajak yang harus 624 rupiah.
Dalam setahun ada pajak tengah tahunan 2 kali setahun, di
saat garêbêg Pasa 312 rupiah dan saat garêbêg Mulud 312
rupiah. Oleh karena pembuatan batas baru di Klaten pada 27
Sepetember 1830, desa yag disebut di atas tadi menjadi
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
35
kekuasaan Surakarta Hadiningrat. Ditulis di Surakarta
Hadiningrat pada tanggal 24 Juni 1831.
Surat Keterangan Hamengkubuwana V Kepada Wiliyan
Kusni
Dalam naskah SD memuat surat Sultan Hamengkubuwana V
yang tinggal di Yogyakarta yang dipinjamkan kepada tuan
Wiliyan Kusni.
Pènget, iki nawalaningsun piagêm Kangjêng Sultan
Hamêngkubuwana ingkang Kaping 5 Senapati Ing Ngalaga
Ngabdurahman Sayidina Panatagama Kalipatulah, ingkang
ngrênggani nagara ing Ngayogyakarta Hadiningrat sun
gadhuhakên marang tuwan Wiliyan Kusni.
(Terjemahan: Pengingat, ini surat piagamku Sultan
Hamengkubuwana V yang bertahta di Yogyakarta. Aku
dipinjamkan kepada tuan Wiliyan Kusni)(Naskah SD
halaman 20).
Intinya tuan Wiliyan Kusni wajib membayar pajak tanah
desa di Sima sebesar 26 jung serta pembayarannya sudah
sesuai dengan keputusan tuan Gouvernemen Netherland.
Sedangkan pembayaran selama 18 tahun menjadi 36 angsuran.
Mulai tanggal 1 Januari 1829 jatuh tempo pada 31 Desember
1846, jumlahnya sebesar 624 rupiah setahun. Saat garêbêg
Pasa 312 rupiah, saat pasa Mulud. Itu sudah tidak mendapat
pajak tambahan lainnya atau sembarang yang keluar dari
lahan itu. Tetapi Kusni masih dikenai tugas membersihan
jembatan, jalan, jalan setapak dan lain sebagainya. Kusni
wajib mengembalikan tanah Tanah dan desa yang irêngan.
36 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
Jika sudah jatuh tempo tetapi masih ada tanamannya, maka
hasil panennya menjadi milik tuan Kusni dan tanah
dikembalikan kepada Sultan. Dan apabila ada orang yang mau
pohon Kahwa atau pohon lainnya yang masih ada buahnya,
maka buahnya menjadi milik tuan Kusni dan pohonnya tetap
menjadi milik Sultan, tidak diperkenankan tuan Kusni
mengambil pohon yang sudah diunduh.
Tuan Kusni juga tidak boleh menganiaya rakyat jelata.
Apabila meminta pekerja dari rakyat juga wajib membayar
sampai genap dan sesuai kehendak orang desa tadi. Kusni
tidak diperkenankan membuat rusak masyarakat dan desa
atau tidak membereskan pajak. Jika Kusni melanggarnya
walaupun belum selesai dalam 18 tahun, pasti tanah dan desa
di Sima akan diambil kembali oleh Sultan.
Tuan Kusni juga wajib menjaga tanah dan desa di Sima,
jangan membuat kerusuhan dalam desa tadi, jangan sampai
ada perjudian, jangan sampai ada orang bertindak jahat atau
membuat kerusuhan. Apalagi menolong orang yang bertindak
jahat atau masyarakat desa jangan sampai berani menjadi
tempat menginap orang jahat. Ada lagi, jika ada kendala
dalam memberantas kejahatan, upayakan kesejahteraan. Tuan
Kusni jangan sampai memakai kuasa pemerintah yang ada di
sana atau memecat kepala desa apalagi memakai jabatan
seperti rakyatku bangsa Jawa atau memberi nama kepada
orang lain. Ada lagi, apabila ada orang desa yang menyimpang
tingkahnya atau bertindak kurang tepat dengan jabatannya,
maka Sultan berpihak kepada tuan Kusni. Tuan Kusni berhak
menangguhkan jabatan kepala tadi, lalu wajib memberi tahu
kepada pemerintah supaya penyidik segera menyelesaikan
masalah yang ada di desa serta menghukum orang yang
bersalah tadi. Ada lagi bab pemilihan kepala desa yang baru,
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
37
pengganti orang jahat tadi, jalankanlah sesuai aturan.
Tuan Kusni tidak boleh meminjamkan atau
menggelapkan tanah desa, menjadi sedikit atau lebih banyak
kepada orang yang tak berhak. Apabila tuan Kusni sudah
sampai jatuh tempo wajib mengembalikan tanah di desa tadi.
D ata W ilayah K eraton
Dalam naskah SD memuat data wilayah keraton baik di dalam
Kuthanagara, Nagara Agung maupun Mancanegara. Secara
khusus memuat 26 data wilayah.
Tanah Kepatihan
Pada naskah SD memuat catatan tanah dan desa Kepatihan
di wilayah Pajang Sokawati. Selain itu juga memuat
perubahan desa atau desa lama yang wajib pajak yang dibagi
kepada seluruh pegawainya.
Punika cacahipun siti dhusun lêlênggah ing Kêpatihan,
tanah Pajang Sokawati, wêwahan siti dhusun utawi siti lami
ingkang nyanggi sêsanggèn, tuwin ingkang kêbage dhatêng
ing abdinipun sêdaya.
(Terjemahan: inilah rincian tanah dan desa Kepatihan di
wilayah Pajang Sokawati, perubahan desa atau desa lama
yang wajib pajak serta tanah yang dibagi kepada seluruh
pegawainya)(Naskah SD halaman 22).
Adapun wilayah yang tercatat antara lain tanah dan desa
milik
K.R.A
Sasradiningrat
sebesar
5
jung,
beliau
berkewajiban membayar pajak berupa beras sebesar 104 tong
tiap bulan. Ngabei Kartayuda mempunyai tanah sebesar 10
jung, membayar pajak berupa 230 botol minyak tiap bulan.
38 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
Dêmang Kartamenggala mempunyai tanah 10 jung, membayar
30 ikat rumput tiap hari. Ngabei Truna Menggala mempunyai
tanah dan desa sebesar 7 jung, wajib membayar 350 gelondong
kayu tiap bulan. Ngabei Wirasentika mempunyai 8 jung tanah,
wajib menyerahkan pembantu untuk mengangkut barang dan
penunggu kendaraan 16 orang tiap hari. Ngabei Karta Wijaya
mempunyai 12 ½
jung tanah dan desa, wajib menyerahkan
orang yang membantu memasak dan penampung air sebanyak
41 orang. Ngabei Sutadrana mempunyai 12 ½ jung tanah,
wajib menyerahkan orang pelaku upacara keraton sebanyak 25
orang tiap upacara keraton dan menyerahkan sedah sebanyak
3.000 sêdhah.
Seluruh tanah dan desa di bawah Kepatihan sebesar 1.015
jung dengan beban pajak sebesar 34.777 rupiah.
Tanah dan Desa Abdi Dalem Wedana Panewu Kaparak
Tengen
Pada naskah SD memuat tanah dan desa Abdi Dalem Keparak
Tengen seluas 900 karya baik tanah lama Pajang dan
Sokawati.
Punika kagungan dalèm siti dhusun ingkang kaparingakên
dados lêlênggahipun Abdi Dalêm Wêdana Kaliwon Panèwu
Kaparak Têngên. Gunggung siti 900 karya, siti dhusun lami
kalih siti enggal tanah Pajang utawi Sokawati.
(Terjemahan: inilah kepunyaan Raja berupa tanah dan
desa yang menjadi gadhuhan Abdi Dalem Keparak Tengen.
Jumlah tanah seluas 900 karya baik tanah lama Pajang dan
Sokawati)(Naskah SD halaman 45).
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
Bagian
ini
menjelaskan
bahwa
Wedana
39
R.M.A
Purwadiningrat mempunyai 200 karya dan membayar pajak
tahunan sebesar 2.020 rupiah. Kaliwon R.Ng Purwadipura
mempunyai 100 karya dan membayar pajak tahunan sebesar
821 rupiah.
Panewu Mas Riyadipraja mempunyai tanah seluas 25
karya dan membayar 251 rupiah. Panewu dibawahnya
terdapat 5 pegawai dengan total luas tanah dan desa sebesar
78 karya, membayar 828 rupiah.
Panewu Ngabei Resa Praja mempunyai tanah seluas 25
karya dan membayar 234 rupiah. Panewu dibawahnya
terdapat 5 pegawai dengan total luas tanah dan desa sebesar
85 karya, membayar pajak 794 ½ rupiah.
Panewu Raden Purwadipraja mempunyai tanah seluas 25
karya dan membayar pajak sebesar 220 rupiah. Panewu
dibawahnya terdapat 5 pegawai dengan total luas dan desa
sebesar 85 karya, membayar 772 rupiah.
Panewu Ngabei Sudirapraja mempunyai tanah seluas 25
karya dan membayar pajak 236 rupiah. Panewu dibawahnya
terdapat 13 pegawai dengan total luas tanah sebesar 237
karya, membayar pajak 2.164 rupiah kantor.
Tanah dan Desa Abdi Dalem Anon-anon Kaparak Tengen
Pada naskah SD juga memuat catatan tanah dan desa Abdi
Dalem Anon-anon Tengen baik Panewu, Mantri, Gandek,
Jajar, dan tukang Undhagi.
Punika pratelanipun kagungan dalêm siti dhusun
lênggahipun Abdi Dalêm Anon-anon Kaparak Têngên.
Panèwu, Mantri, Gandhèk, Jajar, Tukang undhagi.
40 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
(Terjemahan: inilah penjelasan kepunyaan Raja berupa
tanah dan desa gadhuhan milik Abdi Dalem Anon-anon
Tengen baik Panewu, Mantri, Gandek, Jajar, dan tukang
Undhagi)(Naskah SD halaman 59).
Pada bagian ini juga menjelaskan bahwa Panewu R.Rg.
Prawira Duta mempunyai tanah seluas 32 karya membayar
pajak 384 rupiah kantor dengan tambahan tiap tiga jung 24
rupiah. Panewu mempunyai 15 pegawai dengan jumlah tanah
gadhuhan seluas 32 karya dengan beban pajak tahunan sebesar
300 rupiah dengan tambahan tiap jung 24 rupiah.
Tanah gadhuhan milik 24 Abdi Dalem Sarageni seluas 52
karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 619 rupiah
ditambah pajak tiap jung 39 rupiah.
Tanah gadhuhan milik 20 Abdi Dalem Nirbaya seluas 44
karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 554 rupiah,
ditambah pajak tiap jung 33 rupiah.
Tanah gadhuhan milik 15 Abdi Dalem Sangkragnyana
seluas 34 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 388
rupiah, ditambah pajak tiap jung 25 ½ rupiah.
Tanah gadhuhan milik 15 Abdi Dalem Kaneman seluas 24
karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 414 rupiah,
ditambah pajak tiap jung 25 ½ rupiah.
Tanah gadhuhan 9 Abdi Dalem Miji seluas 20 karya
dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 180, ditambah
pajak tiap jung 15 rupiah.
Tanah gadhuhan 9 Abdi Dalem Pinilih seluas 20 karya
dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 247 rupiah,
ditambah pajak tiap jung 15 rupiah.
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
41
Tanah gadhuhan 8 Abdi Dalem Brajanala seluas 18 karya
dengan tanggungan pajak tahunan 210 rupiah, ditambah pajak
tiap jung 13 ½ rupiah.
Tanah gadhuhan 8 Abdi Dalem Jajar Wisamerta seluas 18
karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 171 rupiah,
ditambah pajak tiap jung 13 1/2 rupiah.
Tanah gadhuhan 8 Abdi Dalem Mangundara seluas 18
karya dengan tanggungan pajak tahunan 177 rupiah,
ditambah pajak tiap jung 13 ½ rupiah.
Tanah gadhuhan 8 Abdi Dalem Jajar Mandhung seluas 18
karya dengan tanggungan pajak tahunan 237 rupiah,
ditambah pajak tiap jung 13 ½ rupiah.
Tanah gadhuhan 8 Abdi Dalem Martalulut seluas 30
karjya dengan tanggungan pajak tahunan 397 rupiah,
ditambah pajak tiap jung 22 ½ rupiah.
Tanah gadhuhan 8 Abdi Dalem Panongsong Ampil seluas
32 karya dengan tanggungan pajak tahunan 234
rupiah,
ditambah paak tiap jung 24 rupiah.
Tanah gadhuhan 8 Abdi Dalem Jajar Priyataka seluas 24
karya dengan tanggungan pajak tahunan 295 rupiah,
ditambah pajak tiap jung 18 rupiah.
Tanah gadhuhan 35 Abdi Dalem Kemit Siti seluas 70 karya
dengan tanggungan pajak tahunan 563 rupiah, ditambah pajak
tiap jung 52 ½ rupiah.
Tanah gadhuhan 20 Abdi Dalem Jajar Saraseja seluas 42
karya dengan tanggungan pajak tahunan 294 rupiah,
ditambah pajak tiap jung 31 ½ rupiah.
42 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
Tanah gadhuhan 10 Abdi Dalem Jajar Kabayan seluas 40
karya dengan tanggungan pajak tahunan 480 rupiah,
ditambah pajak tiap jung 30 rupiah. Jumlah Abdi Dalem 260,
dengan tanah gadhuhan seluas 736 karya tanggungan pajak
sebesar 8.480 rupiah, tambahan pajak 552 rupiah.
Tanah gadhuhan 12 Abdi Dalem tukang batu seluas 76
karya dengan tanggungan pajak tahunan 634 rupiah,
ditambah pajak tiap jung 57 rupiah.
Tanah gadhuhan 12 Abdi Dalem Mantri Undhagi seluas 56
karya dengan tanggungan pajak tahunan 385 rupiah,
ditambah pajak tiap jung 42 rupiah.
Tanah gadhuhan 4 Abdi Dalem Mantri tukang landhean
seluas 20 karya dengan tanggungan pajak tahunan 146 rupiah,
ditambah pajak tiap jung 15 rupiah. Jumlah Abdi Dalem
tukang, Undhagi 28 orang dengan luas tanah 152 karya, pajak
tahunan sebesar 1.165 ditambah pajak tiap jung 114 rupiah.
Tanah dan Desa Abdi Dalem Damel Kaparak Kiwa
Pada naskah SD memuat tanah dan desa gadhuhan milik Abdi
Dalem
Kaparak Kiwa
meliputi milik Wedana R.M.A
Jayadiningrat seluas 40 jung dengan tanggungan pajak sebesar
3.255 rupiah. Penambahan tanah di Pajang dan Sokawati
sebesar 20 1/8 jung dengan tanggungan pajak sebesar 715
rupiah.
Punika kagungan dalêm siti dalam lêlênggahipun Abdi
Dalêm Damêl Kêparak Kiwa, Wêdana Kaliwon
sapangandhap, siti lami utawi siti inggal tanah Pajang
Sokawati.
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
43
(Terjemahan: tanah dan desa gadhuhan milik Abdi Dalem
Kaparak Kiwa. Wedana, Kaliwon sampai bawahannya.
Tanah Lama atau pemekaran tanah baru di wilayah Pajang
maupun Sokawati )(Naskah SD halaman 78).
Tanah gadhuhan milik Kaliwon R.Ng Prigadipura seluas
30 jung dengan tanggungan pajak 1.645 rupiah.
Tanah gadhuhan milik Panewu Ngabei Jayapraja seluas 6
¾ jung dengan tanggungan pajak sebesar 362 ½ rupiah.
Tanah gadhuhan milik Panewu Ngabei Jayapraja seluas 13
½ jung dengan tanggungan pajak sebesar 677 ½ rupiah. Tanah
gadhuhan 25 pegawai panewon Jayapraja seluas 65 ½ jung,
dengan tanggungan pajak sebesar 4.127 rupiah.
Tanah dan Desa Abdi Dalem Anon-anon Keparak Kiwa
Pada naskah SD halaman 93-130 memuat penjelasan tentang
tanah gadhuhan Abdi Dalem Anon-anon. Setelah adanya
penataan ulang, tanah gadhuhan tersebut hanya tinggal
sebagian. Selain itu terdapat pajak tambahan sebesar 3 rupiah
tiap jung.
Punika pratelanipun Abdi Dalêm Anon-anon Kêparak
Kiwa. Sarêng sampun kêtata gêgadhuhanipun siti dhusun
kantun nyapalih mawi kaparingan tambah sawulanipun
nigang rupiyah sajung.
(Terjemahan: inilah rincian Abdi Dalem Anon-anon
Keparak Kiwa. Setelah penataan ulang, tanah gadhuhan
tersebut hanya tinggal sebagian. Selain itu terdapat pajak
44 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
tambahan tiap bulan sebesar 3 rupiah untuk tiap jungnya)(Naskah SD halaman 93).
Pada bagian ini juga memuat Tanah gadhuhan milik
Panewu Gandhek Ngabei Duta Prawira seluas 32 karya
dengan tanggungan pajak tahunan 384 rupiah, dengan
tambahan tiap jungnya 24 rupiah. Panewu terdapat 23
pegawai dengan luas tanah gadhuhan sebesar 33 karya,
membayar pajak
tahunan
sebesar 454 rupiah
dengan
tambahan pajak tiap jungnya sebesar 24 ½ rupiah.
Jajar Gandhek dan Jajar Ketanggung tanah gadhuhan
seluas 16 karya dibagi untuk 13 orang dengan tanggunggan
pajak tahunan sebesar 330 rupiah ditambah pajak tiap jung
sebesar 16 ½ rupiah.
Jajar Sarageni sejumlah 24 orang. Tanah gadhuhan milik
Jajar Sarageni seluas 48 karya dengan tanggungan pajak
tahunan sebesar 843 rupiah.
Jajar Brajanala sejumlah 7 orang mempunyai tanah
gadhuhan seluas 18 karya dengan tanggungan tahunan sebesar
395 rupiah, ditambah pajak tiap jung sebesar 13 ½ rupiah.
Jajar Wisamarta sejumlah 8 orang mempunyai tanah
gadhuhan seluas 18 karya dengan tanggungan pajak tahunan
sebesar 270 rupiah, ditambah pajak tiap jung 12 ½ rupiah.
Jajar Miji Tanuastra sejumlah 16 orang mempunyai tanah
gadhuhan seluas 36 karya, dengan tanggungan pajak tahunan
sebesar 520 rupiah ditambah pajak tiap jung 27 rupiah.
Jajar Kaneman sejumlah 15 orang mempunyai tanah
gadhuhan seluas 30 karya dengan tanggungan pajak tahunan
sebesar 527 rupiah, ditambah pajak tiap jung 22 ½ rupiah.
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
45
Jajar Sangkragnyana sejumlah 15 orang mempunyai tanah
gadhuhan seluas 30 karya dengan tanggungan pajak tahunan
sebesar 507 rupiah, ditambah pajak tiap jung 22 ½ rupiah.
Jajar Nirbita sejumlah 18 orang mempunyai tanah
gadhuhan seluas 36 karya dengan tanggungan pajak tahunan
sebesar 633 rupiah, ditambah pajak tiap jung 27 rupiah.
Jajar Anggadara sejumlah 9 orang mempunyai tanah
gadhuhan seluas 18 karya dengan tanggungan pajak tahunan
sebesar 354 rupiah, ditambah pajak tiap jung sebesar 23 ½
rupiah.
Jajar Nyutra sejumlah 9 orang mempunyai tanah
gadhuhan seluas 18 karya dengan tanggungan pajak tahunan
sebesar 252 rupiah, ditambah pajak tiap jung sebesar 13 ½
rupiah.
Jajar Singa Segara sejumlah 12 orang mempunyai tanah
gadhuhan seluas 26 karya dengan tanggungan pajak tahunan
sebesar 302 rupiah, ditambah pajak tiap jung 19 ½ rupiah.
Jajar Priyataka sejumlah 11 orang mempunyai tanah
gadhuhan seluas 22 karya dengan tanggungan pajak tahunan
sebesar 294 rupiah, ditambah pajak tiap jung 16 ½ rupiah.
Jajar Ampil sejumlah 4 orang mempunyai tanah gadhuhan
seluas 12 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 165
rupiah, ditambah pajak tiap jung 9 rupiah.
Jajar Panongsong sejumlah 4 orang mempunyai tanah
gadhuhan seluas 12 karya, dengan tanggungan pajak tahunan
sebesar 150 rupiah, ditambah pajak tiap jung 9 rupiah.
46 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
Jajar Kabayan sejumlah 10 orang mempunyai tanah
gadhuhan seluas 31 karya dengan tanggungan pajak sebesar
328 rupiah, ditambah 23 ½ rupiah.
Jajar Saraseja sejumlah 20 orang mempunyai tanah
gadhuhan seluas 40 karya dengan tanggungan pajak sebesar
693 rupiah, ditambah 30 rupiah. Jumlah luas tanah Wêdana,
Panèwu, Bêkêl, Jajar 657 karya dengan tanggungan pajak
tahunan sejumlah 8.925 rupiah, ditambah pajak tiap jung
sebesar 59 ½ rupiah.
Pajak tanah seluas 79 karya dari 35 pegawai di Kemantren
Anon-anon Keparak Kiwa sejumlah 1448 rupiah, ditambah
pajak tiap jung sebesar 59 ½ rupiah.
Tanah dan Desa milik Abdi Dalem Anon-anon Gedhong
Tengen
Pada naskah SD juga memuat catatan tanah gadhuhan Abdi
Damel Dalem Gedhong Tengen, baik Wedana, Kaliwon sampai
bawahannya meliputi tanah lama atau baru di Pajang atau
Sokawati.
Punika etangipun siti dhusun sêkantunipun siti lami,
gêgadhuhanipun abdi dalȇm anon-anon gedhong tȇngȇn
sabawahipun sêdaya.
(Terjemahan: tanah gadhuhan Abdi Damel Dalem
Gedhong Tengen sampai bawahannya) (Naskah SD
halaman 131).
Pada halaman ini juga menjelaskan Wedana R.T
Prawiradipura mempunyai tanah gadhuhan seluas 50 jung atau
200 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 2.887
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
47
rupiah. Pajak adanya pembukaan lahan baru bagi Abdi Dalem
tukang undhagi seluas 10 karya, dengan jumlah pajak tahunan
sebesar 23 rupiah.
Kaliwon R.Ng Puspadipura mempunyai tanah gadhuhan
seluas 25 jung atau 100 karya dengan tanggungan pajak
tahunan sebesar 1.777 rupiah.
Panewu Ngabei Wirapraja mempunyai tanah gadhuhan
seluas 30 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 363
½ rupiah. Tanah gadhuhan Panewu Ngabei Jagapraja seluas
30 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 380
rupiah. Tanah gadhuhan Panewu Ngabei Sastrapraja seluas 30
karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 353 rupiah.
Tanah gadhuhan Panewu Ngabei Tirtapraja seluas 30 karya
dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 332 rupiah. Tanah
gadhuhan Panewu Ngabei Surapraja seluas 30 karya dengan
tanggungan pajak tahunan sebesar 350 rupiah. Tanah
gadhuhan Jaksa Negara Ngabei Wira Satata seluas 30 karya
dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 285 ½ rupiah.
Tanah gadhuhan Jaksa Pradata Ngabei Reksa Pradata seluas
30 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 275 ½
rupiah.
Jadi luas tanah gadhuhan 19 orang mantri seluruhnya 380
karya dengan jumlah tanggungan pajak tahunan sebesar 3.839
½ rupiah.
Ini adalah data tanah dan desa yang menjadi gadhuhan
Abdi Dalem Anon-anon Gedhong Tengen sampai pada
bawahannya. Abdi dalem sejumlah 49 orang mempunyai luas
tanah gadhuhan 33 jung atau 132 karya dengan tanggungan
48 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
pajak tahunan sebesar 1.517 rupiah, ditambah pajak tiap jung
sebesar 40 ½ rupiah.
Wedana R.T Kuda
mempunyai
tanah
Jagadipura
gadhuhan
seluas
Panegar
48
karya
Damel
dengan
tanggungan pajak sebesar 1.120 rupiah, ditambah 36 rupiah.
Kaliwon R. Ng Santa Turangga mempunyai tanah
gadhuhan seluas 6 jung atau 24 karya dengan tanggungan
pajak tahunan sebesar 700 rupiah, ditambah pajak tiap jung
18 rupiah.
Panewu Raden Brata Turangga mempunyai tanah seluas
3 jung atau 12 karya dengan tanggungan pajak tahunan
sebesar 210 rupiah, ditambah pajak tiap jung 9 rupiah.
Raden Wignya Turangga mempunyai tanah gadhuhan
seluas 3 jung atau 12 karya dengan tanggungan pajak tahunan
255 rupiah, ditambah pajak tiap jung sebesar 9 rupiah.
Ngabei Patra Basanta mempunyai tanah gadhuhan seluas
3 jung atau 12 karya dengan tanggungan pajak sebesar 170
rupiah, ditambah pajak tiap jung sebesar 9 rupiah.
Tanah gadhuhan 4 Mantri sepuh seluas 8 jung atau 32
karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 460 rupiah,
ditambah pajak tiap jung sebesar 24 rupiah.
Tanah gadhuhan Mantri Nem dan Kabayan seluas 12 jung
atau 48 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 462
rupiah, ditambah pajak tiap jung 36 rupiah.
Tanah gadhuhan Jajar Sepuh dan Jajar Nem seluas 63 jung
atau 240 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar
4.236 rupiah, ditambah pajak tiap jung 189 rupiah.
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
49
Tanah gadhuhan Dêmang Niyaga Tengen seluas 5 jung
atau 20 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 400
rupiah, ditambah pajak tiap jung 15 rupiah.
Tanah gadhuhan Paneket Kerta Pangrawit 3 ½ jung atau
14 karya dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 320
rupiah, ditambah pajak tiap jung 10 ½ rupiah.
Tanah gadhuhan 4 Panelawe seluas 6 jung atau 24 karya
dengan tanggungan pajak tahunan sebesar 440 rupiah,
ditambah pajak tiap jung 18 rupiah.
Tanah Abdi Dalem Pangrawit seluas 39 ½ jung atau 148
karya dengan tanggungan pajak tahunan 2.470 ½ rupiah,
ditambah pajak tiap jung 118 ½ rupiah.
Tanah Abdi Dalem Panyungging seluas 9 jung atau 36
karya dengan tanggungan pajak tahunan 410 rupiah,
ditambah pajak tiap jung 27 rupiah.
Tanah Abdi Dalem Tukang Jingga dan Tukang Methak
seluas 4 jung atau 16 karya tanggungan pajak tahunan 144
rupiah, ditambah pajak tiap jung 12 rupiah. Semua Abdi
Dalem berjumlah 144 orang dengan luas tanah gadhuhan 148
½ jung atau 594 karya dengan jumlah pajak sebesar 8.807 ½
rupiah, ditambah 429 rupiah.
Tanah Kabupaten Gedhong Kiwa
Pada naskah SD halaman memuat catatan tanah gadhuhan
kadipaten Gedhong Kiwa baik tanah lama atau tanah
pemekaran baru di Kartodipuran seluas 900 karya.
50 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
Punika etangipun pambagenipun kagungan dalêm siti
kabupatèn Gêdhong kiwa ing Kartadipuran. Siti lami siti
inggal karya gunggung 900.
(Terjemahan: inilah rincian pembagian kepunyaan raja
berupa tanah gadhuhan kadipaten Gedhong Kiwa baik
tanah lama atau tanah pemekaran baru di Kartodipuran
seluas 900 karya)(Naskah SD halaman 145).
Wedana R.T Kartadipura mempunyai tanah gadhuhan
seluas 220 karya dan wajib membayar pajak tahunan sebesar
2.504 rupiah. Kaliwon R.Ng Rejodipura mempunyai tanah
gadhuhan seluas 100 karya dan wajib membayar pajak tahunan
1.027 rupiah. Panewu berjumlah 5 orang dengan jumlah tanah
gadhuhan seluas 150 karya dan membayar pajak tahunan
sebesar 1.765 rupiah. Mantri dan pegawai bawahannya
berjumlah 20 orang mempunyai tanah gadhuhan seluas 430
karya dan membayar pajak tahunan sebesar 4.624 rupiah.
Tanah dan Desa Abdi Dalem Anon-anon Gedhong Kiwa
Sebagian
Pada naskah SD memuat catatan pembagian tanah gadhuhan
Abdi Dalem Anon-Anon Gedhong Kiwa yang sebagian
mempunyai seluas 156 karya dan membayar pajak sebesar
1.520 rupiah.
Punika etangipun pambagenipun kagungan dalêm siti
gadhuhanipun Abdi Dalêm Anon-anon bawah Gêdhong
Kiwa ingkang sapalih.
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
51
(Terjemahan: pembagian tanah gadhuhan Abdi
Dalem Anon-Anon Gedhong Kiwa yang
sebagian)(Naskah SD halaman 155).
Tanah dan Desa Abdi Dalem Anon-anon Gedhong Kiwa,
Tanah Lama yang Dikenai Pajak 3 Rupiah Tiap Jung
Pada naskah SD memuat catatan pembagian tanah gadhuhan
Abdi Dalem Anon-anon Gedhong Kiwa yang mempunyai
seluas 88 karya dan membayar 4.893 rupiah, ditambah pajak
tiap jung sebesar 264 rupiah.
Punika etangipun pambagenipun kagungan dalêm siti
dhusun
gadhuhanipun
anon-anon
gêdhong
kiwa
sêbawahipun sêdaya. Siti lami kapalih kaparingan yatra
sawulan sagungipun nigang rupiyah.
(Terjemahan: inilah rincian tanah dan desa Abdi Dalem
Anon-anon Gedhong Kiwa, tanah lama yang dikenai pajak
3 rupiah tiap jung)(Naskah SD halaman 158).
Kawedanan Ageng Sasranegaran
Pada naskah SD halaman 164-176 memuat catatan tanah
gadhuhan Kawedanan Sasranegaran baik di wilayah Pajang
maupun Sokawati seluas 225 jung atau 900 karya yang terbagi
kepada 43 Mantri.
Punika etangipun kagungan dalêm siti dhusun lami tanah
Pajang Sokawati ing sawêdana agêng Sasranêgaran.
52 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
(Terjemahan: inilah rincian kepunyaan raja berupa tanah
gadhuhan wilayah Pajang dan Sokawati di Kawedanan
Ageng Sasranegaran)(Naskah SD halaman 164).
Rincian pembagiannya antara lain: R.M.T.A Sasranegara
mempunyai tanah gadhuhan seluas 25 jung dan membayar
pajak tahunan sebesar 1.208 rupiah.
Tanah gadhuhan Panewu, Kemantren di Kawedanan
Ageng Sasranegaran seluas 225 jung dan besar pajak tahunan
10.891 rupiah. Tanah gadhuhan milik Kori, Kebayan, Tukang
Undhagi, dan Niyaga seluas 10 jung dan besar pajak tahunan
408 rupiah.
Kawedanan Sewu Jayanegaran
Pada naskah SD memuat catatan tanah gadhuhan Kawedanan
Sewu Jayanegaran terdiri atas 561 karya tanah lama dan 339
karya tanah pemekaran baru baik di wilayah Pajang maupun
Sokawati. Jumlah
penjelasannya.
luas
wilayah
900
karya,
berikut
Punika pratelanipun etangipun kagungan dalêm siti lami
tanah Pajang Sokawati ing sawêdana sewu ing
Jayanêgaran.
(Terjemahan: tanah gadhuhan Kawedanan
Jayanegaran) (Naskah SD halaman 177).
Sewu
Wedana R.T Jayanegara mempunyai tanah gadhuhan
seluas 200 karya dan membayar pajak tahunan sebesar 2.550
rupiah. Kaliwon R.Ng Wangsa Negara mempunyai tanah
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
53
gadhuhan seluas 100 karya dan membayaar pajak sebesar 1.277
rupiah.
Tanah gadhuhan untuk 20 pegawai Panewu, Kemantren
dan pegawai bawahan seluas 600 karya membayar pajak
sebesar 7.615 rupiah. Jumlah tanah seluruhnya 900 karya dan
pajak tahunan seluruhnya sebesar 11.442 rupiah.
Kawedanan Umiring Yudanegaran
Pada Naskah SD memuat catatan tanah gadhuhan Kawedanan
Umiring Yudanegaran seluas 900 karya terdiri atas 620 karya
tanah lama dan 280 karya tanah pemekaran baru baik di
wilayah Pajang dan Sokawati.
Punika pratelanipun etangipun kagungan dalêm siti lami
tanah Pajang Sokawati ing sawêdana umiring Yudanêgaran
620 karya, wah siti inggal 280 karya, gunggung 900 karya.
(Terjemahan: inilah rincian perhitungan kepunyaan Raja
berupa tanah gadhuhan Kawedanan Umiring Yudanegaran
seluas 900 karya)(Naskah SD halaman 188).
Isi pada bagian ini antara lain: Wedana R.T Yudanegara
mempunyai tanah gadhuhan seluas 50 jung atau 200 karya dan
membayar pajak sebesar 2.244 rupiah. Kaliwon R.Ng Resa
Negara mempunyai tanah gadhuhan seluas 25 jung atau 100
karya dan membayar pajak sebesar 1.157 rupiah.
Selain itu juga memuat tanah gadhuhan milik 30
pegawai baik Panewu, Mantri dan pegawai di bawahnya seluas
600 karya. Mereka menanggung pajak sebesar 6.474 rupiah.
Jadi jumlah luas seluruhnya 900 karya dan besar pajak 9.875
rupiah.
54 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
Kawedanan Panumping Prawiranegaran
Pada naskah SD juga memuat catatan tanah gadhuhan
kawedanan Prawiranegaran seluas 900 karya terbagi atas 43
Mantri dengan jumlah pajak tahunan sebesar 11.817 ½ rupiah.
Punika etangipun kagungan dalêm siti dhusun tanah Pajang
Sokawati lami utawi inggal ing sawêdana Panumping ing
Prawiranêgaran 615 karya, wah siti inggal 285 karya,
gunggung 900 karya.
(Terjemahan: inilah perhitungan kepunyaan Raja tanah
dan desa di wilayah Pajang Sokawati, tanah lama atau
baru
di
Kawedanan
Panumping
di
Prawiranegaran)(Naskah SD halaman 201)
Wedana R.T Prawiranegara mempunyai tanah gadhuhan
seluas 50 jung atau 200 karya dan membayar pajak tahunnan
sebesar 2.665 rupiah.
Kaliwon R.Ng Mangun
Negara
mempunyai
tanah
gadhuhan seluas 25 jung atau 100 karya dan membayar pajak
tahunan sebesar 1354 ½ rupiah.
Tanah 25 pegawai baik Panewu, Mantri maupun pegawai
bawahan sebesar 600 karya dan membayar pajak tahunan
sebesar 7.798 rupiah.
Kawedanan Ngajeng Puspanegaran
Pada naskah SD memuat catatan tanah gadhuhan Kawedanan
Ngajeng Puspanegaran seluas 1.000 karya terdiri atas 522
karya tanah lama dan 478 tanah pemekaran baru baik di
wilayah Pajang maupun Sokawati.
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
55
Punika etangipun kagungan dalêm siti lami tanah Pajang
Sokawati sawêdana ngajêng Puspanêgaran.
(Terjemahan: inilah rincian kepunyaan Raja berupa tanah
lama wilayah Pajang Sokawati di Kawedanan Ngajeng
Puspanegaran)(Naskah SD halaman 214).
Wedana R.T Puspanegara mempunyai tanah gadhuhan
160 karya dan membayar pajak tahunan sebesar 2.180 rupiah.
Kaliwon R.Ng Jaganegara mempunyai tanah gadhuhan 80
karya dan membayar pajak tahunan sebesar 1.010 rupiah.
Tanah gadhuhan 41 pegawai baik Panewu, Mantri, Jaksa
dan bawahannya 760 karya dan besar pajak 10.276 rupiah.
Jumlah seluruhnya 1000 karya dan besar pajak tahunan 13.446
rupiah.
Tanah dan Desa Milik R.T Amongpraja
Pada naskah SD juga memuat catatan tanah gadhuhan R.T
Amongpraja dan seluruh panekar-nya baik Kori, Carik, dan
Sarayuda seluas 24 jung atau 96 karya dengan pajak tahunan
sebesar 697 ½ rupiah, ditambah pajak bulanan 100 rupiah.
Punika etangipun kagungan dalêm siti dhusun lami
gadhuhanipun Radèn Tumênggung Among Praja
sapanêkaripun, Kori, Carik, Sarayuda.
(Terjemahan: inilah perhitungan kepunyaan raja berupa
tanah gadhuhan milik R.T Amongpraja dan seluruh
panekar-nya baik Kori, Carik, dan Sarayuda) (Naskah SD
halaman 226).
56 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
Tanah dan Desa Milik R.T Prajadipura
Pada naskah SD juga memuat tanah catatan gadhuhan milik
Wedana R.T Prajadipura seluas 25 jung atau 104 karya dan
membayar pajak tahunan sebesar 776 rupiah.
Punika etangipun kagungan dalêm siti dhusun kambêng
gadhuhanipun
Radèn
Tumênggung
Prajadipura
sakancanipun Kaliwon, Panèwu, Mantri ngajêng sêdaya
ingkang tanah Pajang kaliyan tanah Sokawati.
(Terjemahan: inilah perhitungan kepunyaan raja berupa
tanah dan desa gadhuhan Abdi Dalem Kambeng Wedana
R.T Prajadipura beserta seluruh rekannya baik Kaliwon,
Panewu, Mantri Ngajeng semua yang berada di wilayah
Pajang dan Sokawati)(Naskah SD halaman 227).
Kaliwon R.Ng Yudamergana mempunyai 8 ½ jung atau
34 karya dan membayar pajak tahunan sebesar 137 rupiah.
Tanah gadhuhan milik 20 pegawai baik Panewu, Mantri
Ngajeng dan pegawai bawahannya seluas 194 jung atau 776
karya dan membayar pajak tahunan sebesar 3.994 rupiah.
Tanah dan desa Abdi Dalem Kambeng
Pada naskah SD memuat catatan tanah gadhuhan milik 22
Abdi Dalem Kambeng baik Wedana, Kaliwon, 20 panewu dan
mantri seluas 280 jung atau 1370 karya dengan beban pajak
tahunan sebesar 6.950 rupiah.
Punika etangipun kagungan dalêm siti dhusun Kambêng.
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
57
(Terjemahan: Inilah rincian kepunyaan raja berupa tanah
gadhuhan
milik Abdi Dalem Kambêng)(Naskah SD
halaman 235).
Tanah dan Desa Abdi Dalem Lurah
Pada naskah SD juga memuat catatan tanah gadhuhan milik
Abdi Dalem Lurah, Kaliwon beserta rekan pegawainya baik
Bêkêl, Panewu, Mantri, Jajar setelah ditata dan diberikan
sesuai dalam surat piagam Raja.
Punika pratelanipun siti dhusun gêgadhuhanipun Abdi
Dalêm Lurah, Kaliwon sakancanipun Bêkêl Panèwu Mantri
Jajar sêdaya.
(Terjemahan: inilah rincian tanah dan desa gadhuhan milik
Abdi Dalem Lurah, Kaliwon beserta rekan pegawainya baik
Bêkêl, Panewu, Mantri)(Naskah SD halaman 242).
Kaliwon R.Ng Mangundipura mempunyai tanah gadhuhan
seluas 10 jung atau 40 karya membayar pajak sebesar 216
rupiah, ditambah pajak tiap jung 30 rupiah.
Abdi Dalem Lurah berjumlah 11 orang memiliki tanah
seluas 30 jung atau 120 karya dengan tanggungan pajak
sebesar 1.097 rupiah, ditambah pajak tiap jung 66 rupiah.
Tanah dan Desa Abdi Dalem Anon-anon Griya, Kemasan
dll.
Pada naskah SD memuat catatan tanah gadhuhan milik Abdi
Dalem Griya Kemasan, tukang Gergaji, penjahit, tukang
bordir, pandai besi dan tukang Sungging.
58 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
Punika pratelanipun siti dhusun gêgadhuhanipun Abdi
Dalêm Anon-anon Griya Kêmasan sapanunggilipun, Grêji,
Jaid, Balodir, Pandhe, Sungging. Ingkang siti lami kapalih,
sêpalihipun kaparingan wêrdi yatra etang sajung nigang
rupiyah abrit.
(Terjemahan: inilah rincian tanah dan desa gadhuhan milik
Abdi Dalem Griya Kemasan, tukang Gergaji, penjahit,
tukang bordir, pandai besi dan tukang Sungging. Tanah
lama dibagi, tiap bagian menanggung pajak 3
rupiah/jung)(Naskah SD halaman 245).
Tanah gadhuhan milik Kaliwon R.Ng Citradipura seluas 6
jung atau 24 karya dengan tanggungan pajak sebesar 617
rupiah, ditambah pajak 18 rupiah.
Abdi Dalem Griya Kemasan, tukang Gergaji, penjahit,
tukang bordir, pandai besi dan tukang sungging berjumlah 46
orang memiliki tanah gadhuhan seluas 148 ¼ jung atau 581
karya membayar pajak sebesar 7.274 rupiah.
Tanah dan Desa Milik R.P Atmadipura
Pada naskah SD juga memuat catatan tanah gadhuhan milik
Abdi Dalem R.P Atmadipura beserta seluruh rekan kerjanya
Abdi Dalem Urdenas dan Abdi Dalem Lurah Punakawan.
Punika etangipun gêgadhuhanipun siti Abdi Dalêm Radèn
Panji Atmadipura sakancanipun Abdi Dalêm Urdênas
utawi Abdi Dalêm Lurah Panakawan ingkang sami
kaparingan tambah siti unusan Anon-anon ing
Sastradipuran.
(Terjemahan: inilah rincian tanah gadhuhan milik Abdi
Dalem R.P Atmadipura beserta seluruh rekan kerjanya
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
59
Abdi Dalem Urdenas dan Abdi Dalem Lurah Punakawan
yang mendapat tambahan tanah unusan Anon-anon di
Sastradipuran)(Naskah SD halaman 257).
Tanah gadhuhan milik Under Mayor R.P Atmadipura
seluas 12 jung dengan pajak sebesar 503 rupiah.
Tanah gadhuhan milik 18 Abdi Dalem Atmadipuran seluas
72 jung dengan pajak 4.982 rupiah.
Tanah dan Desa Milik Nyai Ayu Sedhah Mirah dan Abdi
Dalem Estri
Pada naskah SD juga memuat tanah gadhuhan milik Abdi
Dalem perempuan. Tanah gadhuhan milik Nyai Mas Ayu
Sedhah Mirah beserta 44 rekannya seluas 72 jung dan
membayar pajak sebesar 3840 rupiah.
Punika pratelanipun siti dhusun gadhuhanipun Nyai Mas
Ayu Sêdah Mirah sakalihan Nyai Tumêngggung
sakancanipun Abdi Dalêm Èstri sêdaya.
(Terjemahan: Tanah gadhuhan milik Nyai Mas Ayu
Sedhah Mirah, Nyai Tumenggung beserta rekan Abdi
Dalem Perempuan) (Naskah SD halaman 261).
Tanah gadhuhan milik Nyai Mas Ayu Sedhah Mirah seluas
6 jung dan membayar pajak tahunan sebesar 541 rupiah.
Tanah gadhuhan milik Nyai Tumenggung Soka seluas 4 jung
dan membayar pajak tahunan sebesar 175 rupiah. Tanah
gadhuhan milik Nyai Tumenggung Sana seluas 4 jung dan
membayar pajak tahunan seluas 210 rupiah.
60 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
Tanah dan Desa Milik Abdi Dalem Kadipaten
Naskah SD juga menjelaskan bahwa Abdi Dalem Kadipaten
sejumlah 200 orang, Abdi Dalem di Sabinan sejumlah 167
memiliki tanah gadhuhan seluas 201 jung.
Punika cacahipun Abdi Dalêm ing Kadospatèn.
(Terjemahan: inilah rincian Abdi Dalem Kadipaten)
(Naskah SD halaman 266).
Bagian ini juga menyebut dua nama pujangga yaitu
Wedana R.T Yasadipura mempunyai tanah gadhuhan seluas
37 ¼ jung dengan pajak tahunan sebesar 407 reyal dan
Kaliwon R.Ng Ranggawarsita mempunyai tanah gadhuhan
seluas 17 ¼ jung dengan pajak tahunan sebesar 225 reyal.
Tanah gadhuhan 6 Abdi Dalem Panewu termasuk Mantri
Jeksa Pradata seluas 34 ½ jung. Tanah gadhuhan 21 Abdi
Dalem termasuk Mantri Sepuh Ajidan seluas 81 ½ jung. Tanah
gadhuhan 20 Abdi Dalem Mantri Nem Damel termasuk Mantri
Nem Ajidan seluas 56 ¾ jung. Tanah gadhuhan 10 Abdi Dalem
Carik termasuk Kori seluas 15 jung. Tanah gadhuhan 15 Abdi
Dalem
Lurah
Kapedhak
termasuk
Panurung,
Ngawin,
Panongsong seluas 21 ½ jung. Tanah gadhuhan 13 Abdi Dalem
Bêkêl Kapedhak termasuk Panurung, Ngawin, Panongsong
seluas 11 ¼ jung. Tanah gadhuhan 63 Abdi Dalem Jajar
Kapedhak termasuk Panurung, Ngawin, Panongsong, Miji
seluas 32 ¾ jung. Tanah gadhuhan 8 Abdi dalem Ajidan
termasuk Palampah Jeksa Pradata seluas 7 jung. Tanah
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
61
gadhuhan Sikep M.Ng Wirasanta seluas 4 jung dan membayar
pajak tahunan sebesar 58 reyal.
Kaliwon Anon-anon R.Ng Wirayuda mempunyai tanah
gadhuhan seluas 8 ½ jung dan membayar 49 rupiah. Tanah
gadhuhan 14 Abdi Dalem Mantri Sepuh Anon-anon termasuk
Emban Ngajeng Kaliwon seluas 54 jung.
Tanah gadhuhan 6 Abdi Dalem Mantri Anon-anon seluas
21 ½ jung. Tanah gadhuhan 15 Abdi Dalem Gedhong, Lurah,
Bêkêl termasuk Jajar seluas 9 jung. Tanah gadhuhan 19 Abdi
Dalem Mantri Kemasan, Lurah, Bêkêl, Jajr termasuk tukang
seluas 13 ½ jung. Tanah gadhuhan 16 Abdi Dalem Pandhe
Undagi, Bêkêl, Jajar termasuk tukang perah seluas 13 ½ jung.
Tanah gadhuhan 17 Abdi Dalem Niyaga di Nagabandan baik
Bêkêl, Jajar, Dalang dan Dêmang seluas 11 ½ jung. Tanah
gadhuhan 14 Abdi Dalem Niyaga di Jiwaleksanan baik Bêkêl,
Jajar, Dalang dan Dêmang seluas 9 ¾ jung. Mantri Panewu
Gamel R.Ng Lebda Turangga mempunyai tanah gadhuhan
seluas 4 jung dan membayar pajak tahunan sebesar 52 reyal.
Tanah gadhuhan 30 Abdi Dalem Panewu Gamel beserta
bawahannya termasuk Kenek seluas 27 ¾ jung. Tanah
gadhuhan 9 Abdi Dalem Suranata baik Mantri, Bêkêl maupun
Jajar seluas 7 jung. Tanah gadhuhan 7 Abdi Dalem Kabayan
baik Bêkêl maupun Jajar seluas 6 jung. Tanah gadhuhan 9
Abdi Dalem Ajidan baik Bêkêl maupun Jajarnya seluas 9 ½
jung. Abdi Dalem Undhagi Ngajeng Gajihan sebanyak 4 orang.
Lurah Urdenas R.P Atma Marwata mempunyai tanah
gadhuhan seluas 2 jung dan membayar pajak tahunan sebesar
62 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
31 ¼ reyal. Tanah gadhuhan 8 Abdi Dalem Urdenas seluas 9
jung.
Tanah gadhuhan Abdi Dalem Estri Mbok Mas Ranadipura
seluas 3 jung dan membayar pajak tahunan sebesar 19 reyal.
Tanah gadhuhan Lurah Kanoman R.P Trunadipura seluas
2 jung dan membayar pajak tengah tahunan sebesar 15 reyal.
Tanah Pajak Pangrembe Kadipaten
Pada naskah SD juga memuat penjelasan tentang tanah pajak
raja di Kadipaten yang disewa orang Eropa.
Punika cacahipun kagungan dalêm siti pamaosan
pangrêmbe ing Kadospatèn. Ingkang mêdal padintênan,
wulanan, taunan sêsampunipun pranatan enggal punika,
sêdaya ing ngandhap punika pratelanipun...ingkang
nyêpêng siti tiyang Jawi utawi Walandi.
(Terjemahan: inilah rincian kepunyaan raja berupa tanah
pajak Pangrembe di Kadipaten baik pajak harian, bulanan
maupun tahunan setelah peraturan baru...yang menguasai
tanah orang Jawa maupun Belanda/Asing) (Naskah SD
halaman 313).
Orang Eropa yang menyewa antara lain Tuan Pit,
Dezentje, Winner, Martenis, Plisingen, Op jumlah tanah 139
½ jung dan membayar pajak tahunan sebesar 10.706 ½ rupiah.
Tanah pangrembe yang menanggung pajak bulanan seluas
79 jung. Sehingga jumlah keseluruhan 218 ½ jung.
Tanah Kadipaten Pangrembe dan tanah Abdi Dalem
berjumlah 461 ½ jung.
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
63
Tanah dan Desa Kabuminatan
Pada naskah SD juga memuat catatan tanah gadhuhan milik
16 orang Abdi Dalem Mantri Sepuh termasuk Patih, Jaksa,
Mantri Sadasa, dan Kabayan seluas 52 ¾ jung di wilayah
Kabuminatan.
Punika kagungan dalêm siti Kabuminatan ingkang dados
gêgadhuhanipun ing abdi.
(Terjemahan: inilah kepunyaan raja berupa tanah di
Kabuminatan yang menjadi gadhuhan para abdi)(Naskah
SD halaman 317).
Tanah gadhuhan 7 orang Abdi Dalem Mantri Nem
termasuk Carik seluas 18 jung. Tanah gadhuhan 14 orang Abdi
Dalem Lurah Miji Kiwa Tengen beserta Jajar-nya seluas 11 ¼
jung. Tanah gadhuhan 7 orang Abdi Dalem Lurah Kapedhak
seluas 12 ½ jung. Tanah gadhuhan 7 orang Abdi Dalem Bêkêl
kapedhak seluas 11 ½ jung. Tanah gadhuhan 21 orang Abdi
Dalem Jajar Kapedhak seluas 5 ¼ jung. Tanah gadhuhan 5
orang Abdi Dalem Panongsong, Lurah, Bêkêl dan semua Jajarnya seluas 4 ½ jung. Tanah gadhuhan 6 orang Abdi Dalem
Gamel dan Kusir seluas 4 jung. Tanah gadhuhan 23 orang Abdi
Dalem Undhagi dan Lurah Niyaga seluas 9 1/8 jung. Tanah
gadhuhan 5 orang Abdi Dalem Lurah Panjenengan seluas 6
jung. Tanah gadhuhan 11 orang Abdi Dalem Sentana dan
Lurah Tenggan seluas 12 jung. Tanah gadhuhan 8 Abdi Dalem
Priyayi Estri seluas 3 ½ jung. Sehingga jumlah Abdi Dalem
64 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
Kabuminatan 117 orang, dan memiliki tanah gadhuhan seluas
150 3/8 jung.
Tanah Pajak Pangrembe Kabuminatan
Pada naskah SD halaman 330-337 memuat penjelasan tentang
tanah wajib pajak dan tanah milik raja yang berada di
Kabuminatan baik yang menanggung pajak tahunan dan
bulanan.
Punika cacahipun kagungan dalêm siti pamaosan kalihan
pangrêmbe ing Kabuminatan ingkang taunan utawi wulanan
padintênan.
(Terjemahan: inilah rincian kepunyaan raja berupa tanah
pajak dan Pangrembe di Kabuminatan yang menghasilkan
pajak tahunan, bulanan, atau harian) (Naskah SD halaman
330).
Tuan Winer dan Prasdhe menyewa tanah seluas 36 jung
dan membayar pajak setengah tahunan sebesar 524 rupiah.
Tuan Plisingen menyewa tanah seluas 4 jung dan
membayar pajak setengah tahunan 172 ½ rupiah.
Selain pedagang Eropa terdapat juga nama saudagar Cina
Lu Kang Manjatin menyewa tanah seluas 2 ½ jung dan
membayar pajak setengah tahunan sebesar 500 rupiah. Tanah
pajak seluas 65 dan membayar pajak setengah tahunan 1.640
rupiah.
Nyonya Tedhoran Erni di Atmadiradan menyewa tanah
27 ½ jung dengan membayar pajak sebesar 990 rupiah. Tuan
Dezentje menyewa tanah di Trasa Nganyu seluas 12 jung dan
membayar pajak bulanan 800 botol minyak. Tuan Prasdhe di
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
65
Gebang menyewa tanah seluas 1 jung dan membayar pajak
bulanan berupa 30 amêt Padi.
Dêmang
Dusun
Bangsapatra
menyewa
tanah
di
Kumendang Leten 4 jung dengan pajak bulanan berupa 96
gelondong kayu.
Mantri Kadipaten Ngabei Wangsadrana menyewa tanah
di Kumendhang 4 ½ jung dan membayar pajak bulanan
berupa 3 dhacin ikan.
Pangeran Aneh Kajoran di Atmadiradan mempunyai
tanah di Barongan seluas 1 jung dan membayar pajak hasil
bumi Dhuku setiap musim panen. Ia juga menyewa tanah di
Kerten dan Kawedusan seluas 1 ½ jung, membayar pajak
bulanan berupa 450 candhik sedhah. Ia juga menyewa tanah
di Pandangan ½ jung dan membayar pajak bulanan berupa 1
dhacin rumput.
Tanah kawis kopèk milik Raden Mayor Jayawinata di
Atmadiradan mempunyai tanah di Bendhikan dengan pajak
30 kelapa tiap bulan. Ia juga mempunyai tanah di Palar seluas
1 ½ jung dan membayar pajak bulanan berupa 16 supit
gemblong, di Gandekan ia mempunyai tanah seluas ½ jung dan
pajak berupa kewajiban menjaga Loji Kalitan, di Kerten ia
mempunyai tanah seluas 1 jung dan pajak berupa kewajiban
menjaga Loji Purwodadi, di Talanteran ia mempunyai tanah
seluas 9 jung dan membayar pajak sebesar 120 rupiah serta 6
dhacin rumput tiap bulannya. Jadi jumlah seluruh tanah di
Kabuminatan seluas 180 3/8 jung.
66 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
Tanah Mancanegara
Berikut ini tanah pajak mancanegara timur dan barat ketika
menjadi wilayah Surakarta.
Siti pamaosan mancanêgara wêtan kilèn nalika têksih
ndhèrèk ing Surakarta.
(Terjemahan: tanah pajak mancanegara timur dan barat
ketika menjadi wilayah Surakarta)(Naskah SD halaman
337).
Tabel 1. 2 Tabel Tanah P ajak M ancanegara Tim ur dan B arat
Di Kediri
Wetan
Di Kediri
Sabrangan
Kilen
Di Blitar
Di Sarengat
Di Nganjuk
Di Tlaga
Di
Ketanggung
Di Toya
Mas
Di Banjar
Di Pasir
Di Panjer
Di
Prabalingga
Luas
tanah
karya
Pajak
tahunan
ringgit
anggris
Takêr
têdhak
ringgit
anggris
Tambahan
yang
diserahkan
ringgit
anggris
Kain
Batik
dan
lurik
mahal
1000
10000
200
250
40
1000
2000
200
50
40
500
1000
112
2500
5000
2000
200
200
200
40
40
40
357
1792
200
404
6000
200
50
50
66 ½
seringgit
dua uang
seringgit
dua uang
1000
1800
200
45
40
200
400
800
1600
2900
2100
100
200
400
40
62 ½
52 ½
20
40
80
400
3450
200
86 ¼
40
40
40
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
Di Ngayah
Di Pancas
Di
Tempuran
Di Rawa
Mati Malang
Wera
Di Dhudhu
Walang
67
Kain
Batik
dan
lurik
mahal
200
200
Tambahan
yang
diserahkan
ringgit
anggris
86 ¼
86 ¼
200
160
40
Luas
tanah
karya
Pajak
tahunan
ringgit
anggris
Takêr
têdhak
ringgit
anggris
1200
516
3650
1600
100
4000
40
40
100
berupa Dhèdhès setahun 27 kati
100
Panumping-nya 120 Anggris
50
Berupa ikan dhalur satêngah taun 1680 iji
gèsèk 7100 iji, tigan cubruk 2100 supit
Seluruh wilayah pesisir diserahkan kepada Kumpeni pada
masa pemerintahan Kangjeng tuan Gubernur Jendral Baron
van Imhoff. Lalu Keraton menanggung pajak pesisir sebesar
2.000 ringgit pada tahun Dal 1671 di keraton Surakarta.
Ketika masa pemerintahan Sunan Pakubuwana II dan III,
Negara dibagi menjadi dua bagian. Pada tahun Je 1680,
Pangeran Mangkubumi menjadi Sultan di Yogyakarta, maka
sebagian pajak ditanggung oleh keraton Yogyakarta sehingga
pajak pesisir yang ditanggung keraton Surakarta tinggal 1.000
ringgit. Keputusan pencabutan pajak pesisir dimulai ketika
masa pemerintahan Gubernur Inggris Kangjeng tuan
Gubernur Jendral Raffles. Bersamaan dengan keputusan
tersebut tanah Kedu, Blora, Wirasaba dan Pacitan menjadi
milik pemerintah pada tahun Alip 1739.
Sunan Pakubuwana IV dan VI, setelah perang Diponegoro
usai tahun Jimawal 1747, wilayah keraton tanah mancanegara
timur dan barat semuanya diambil oleh Kanjeng Gouvernemen
68 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
Kangjeng tuan Gubernur Jendral van den Bosch digantikan
gaji.
Tabel 1. 3 Tabel W ilayah K eraton dan P ajak Tanah
M ancanegara Setelah P erang D iponegoro
Wilayah
Jumlah
tanah karya
Di Kedhiri
Di Sarengat
Di Pace
Di Nganjuk
Di Caruban
Di Jagaraga
Tanah karecilan di Jaha Gamping
Di Prasihan
Di Sumbreng
Di Pranaraga
Di Toya Mas sabawahipun
Di Rawa Jatimalang Wera
Di Dhudhuwal
Di Pancas
Di Pamijen Sêgaluh
Di Tambakan
Di Kadhirèn
Di Dhaya luhur
Di Donan
Di Tlaga
8.000
1.000
700
125
600
1.500
“
“
“
11900
2800
50
50
516
2
4
2
225
50
325
Tanah gadhuhan milik para Pangeran maupun
Abdi Dalem di tanah mancanegara timur-barat.
Tanah mancanegara timur-barat yang diganti
pajak tuan-tuan serta digantikan Kangjeng
Gouvermen
Dari Jawi kori
Dari Bandar Susuh
Dari pasar seluruh Negara
Jumlah pajak setahun
Pajak
setahun
rupiah
31.800
6.450
820
5.226
836
2.872
30
510
520
11.438
64.671
867
306
38.200
250
1.000
80
1.600
600
9.200
12.2954
34.282
100.000
306.000
11.322
751.604
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
69
Dibayar setiap bulan sebesar 62.633 rupiah pethak 65 sen.
Ditetapkan oleh Sunan Pakubuwana VII ketika bulan Agustus
tahun 1830 atau bulan Sapar tahun Je 1758.
P edom an A lih A ksara
Tahap awal yang harus dilakukan dalam suntingan teks
adalah transliterasi. Transliterasi adalah penggantian atau
pengalihan huruf demi huruf dari abjad satu ke abjad yang
lain. Ada dua tugas pokok seorang filolog dalam transliterasi.
Tugas pokok pertama adalah menjaga kemurnian ragam
bahasa lama dalam naskah, khususnya penulisan kata.
Penulisan kata yang menunjukkan ciri bahasa lama tetap
dipertahankan
bentuk
aslinya,
dan
tidak
disesuaikan
penulisannya menurut EYD. Tugas pokok kedua yaitu dengan
menyajikan teks sesuai dengan pedoman ejaan yang berlaku
sekarang, khususnya teks yang tidak menunjukkan ragam
bahasa lama (Djamaris, 2006:19-20). Dalam transleterasi
naskah SD ragam bahasa lama tetap dipertahankan seperti
nama kota Bayalali tetap ditulis Bayalali walaupun sekarang
ditulis Boyolali.
Suntingan teks adalah menyajikan teks dalam bentuk
aslinya, yang bersih dari kesalahan berdasarkan bukti-bukti
yang terdapat dalam naskah yang dikritisi. Penyuntingan teks
dilakukan dengan sebaik-baiknya dengan memperhatikan
pedoman ejaan yang berlaku, penggunaan huruf kapital,
tanda-tanda baca, penyusunan alinea, dan bagian-bagian
cerita (Djamaris, 2006: 9).
Dalam penelitian ini, pedoman yang digunakan sebagai
acuan dalam suntingan teks adalah Kamus Bausastra Djawa
70 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
(Poerwadarminta) dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Jawa
Huruf Latin yang Disempurnakan (Balai Bahasa Yogyakarta,
Departemen Pendidikan Nasional Pusat Bahasa).
Aparat kritik (apparatus criticus) merupakan suatu
pertanggungjawaban perbaikan bacaan dalam penelitian
naskah yang menyertai suntingan teks dan merupakan
kelengkapan kritik teks (Djamaris, 2006: 8). Dalam aparat
kritik juga ditampilkan kelainan bacaan yang merupakan katakata atau bacaan salah di dalam naskah. Jones dalam
(Robson, 1994: 23) mengungkapkan bahwa “edisi yang ideal
harus menonjolkan prestasi penulis asli dan bukan
pengetahuan penyunting”.
Dalam hal menyajikan suntingan, ada dua alternatif yang
bisa dilakukan. Pertama, apabila penyunting merasa bahwa
ada kesalahan dalam teks tersebut, ia dapat memberikan
tanda yang mengacu pada aparat kritik; di sini ia
menyarankan bacaan yang lebih baik. Kedua, pada tempattempat yang terdapat kesalahan, penyunting dapat
memasukkan koreksi ke dalam teks tersebut dengan tanda
yang jelas yang mengacu pada aparat kritik; di sini bacaan asli
akan didaftar dan ditandai. Dalam kedua metode tersebut,
penyunting harus menyatakan dan mempertanggungjawabkan
segala jenis perubahan yang dibuat agar bisa ditelusuri
kembali bacaan aslinya tanpa kesulitan yang berarti (Robson,
1994: 25).
Agar pembacaan dan pemahaman suntingan teks naskah
SD dapat dipahami di kalangan masyarakat yang lebih luas,
maka dalam penyajian suntingan teks ini digunakan tandatanda sebagai berikut.
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
71
a.
Angka Arab dengan tanda [1], [2] dan seterusnya
menunjukkan pergantian halaman.
b.
Angka Arab ukuran kecil di atas 1, 2, 3, dst menunjukkan
nomor catatan atau kritik teks pada kata yang terdapat
kesalahan. Usulan kata yang dianggap benar untuk kata
yang dianggap salah, ditulis pada catatan kaki. Jika
terdapat kesalahan yang sama lebih dari satu kata, maka
nomor kritik teks hanya ditulis satu kali pada kata yang
pertama ditemukan. Selanjutnya, usulan kata yang
dianggap benar dari kesalahan kata yang sama akan
mengikuti kritik teks pada kata yang pertama tersebut.
Misalnya, ditemukan kata sumbêr lebih dari satu, maka
kata yang dikritisi hanya pada kata sumbrê yang pertama
ditemukan dan pada bagian usulan akan ditulis “sumbêr*
dan di tempat yang lain”. Hal tersebut menunjukkan
bahwa kata
sumbrê
dikritisi
dengan
kata
sumbêr
berdasarkan pertimbangan linguistik dan kata sumbêr
yang ditemukan kemudian, kritik teksnya mengikuti
usulan tersebut.
c.
Keterangan mengenai ilustrasi ditulis di bagian atas grafik.
d.
Tanda ^ di atas vokal e dibaca seperti dalam bahasa
Indonesia kata “rentan, sekarang”.
e.
Tanda ` di atas vokal e dibaca seperti dalam bahasa
Indonesia kata “ember, sukses”.
Huruf vokal e dibaca seperti “e” dalam bahasa Indonesia
f.
pada kata “enak”.
g.
Tanda # menunjukkan bahwa kata tersebut dibetulkan
h.
berdasarkan pertimbangan kontekstual.
Tanda * menunjukkan bahwa kata tersebut dibetulkan
berdasarkan pertimbangan linguistik.
72 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
i.
Sastra laku ditransliterasikan dengan tidak mengulang
konsonan penutup pada kata berikutnya. Misalnya: ing
Ngampèl ditransliterasikan ing Ampèl.
j.
Penulisan kata ulang (dwilingga) dalam dalam teks, akan
ditransliterasikan dengan menggunakan tanda hubung (-),
misalnya dandan akan ditransliterasikan dengan dandandandan.
k.
Penulisan kata reduplikasi awal sebagian (dwipurwa),
ditulis menurut pelafalannya, misalnya gagadhuhanipun
ditransliterasikan gêgadhuhanipun.
l.
Penulisan kata dasar yang berakhiran huruf /h/ dan
mendapat akhiran /-e/, /-a/, /-an/, /-ane/, /-anira/
dalam penulisan aksara Jawa sering ditulis dengan fonem
/y/,
tetapi
dalam
suntingan
teks
fonem
akan
ditranslierasikan dengan huruf /h/, misalnya kaliyan
ditransliterasikan kalihan.
m. Penulisan awalan (prefiks) dipun diberi tanda hubung (-)
jika bertemu dengan konsonan /g/ dan /y/ untuk
memperjelas
kata
kesalahpahaman
dan
dalam
menghindari
pembacaan
timbulnya
suntingan
teks.
Misalnya, dipungalih ditransliterasikan dipun-galih.
n.
Penulisan kata konca, mongka, mongsa, dan bongsa,
ditransliterasikan secara konsisten dengan kanca, mangka,
mangsa, dan bangsa.
o.
Awalan /a/ pada amajêgi, anggliyêrna, anjawi dsb bukan
merupakan kesalahan penulis, melainkan merupakan style
atau gaya penulis, karena kata tersebut konsisten dari
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
73
halaman awal sampai terakhir pada naskah, yang
maksudnya adalah majêgi, nggliyêrna, kajawi dll.
p.
Akhiran
/êna/
pada
angaturêna,
angethèrêna,
amangsulêna dsb bukan merupakan kesalahan penulis,
melainkan merupakan style atau gaya penulis, karena kata
tersebut konsisten dari awal sampai terakhir pada naskah,
yang dimaksud ngaturna, ngethèrna, mangsulna dll.
q.
Akhiran /ing/ pada kata wondening, bakdaning, sarèhning
dsb bukan merupakan kesalahan penulis, melainkan
merupakan style atau gaya penulis, karena kata tersebut
konsisten dari awal sampai terakhir pada naskah, yang
dimaksud wondene, bakdane, sarèhne dll.
r.
Pembenaran berdasarkan linguistik maupun kontekstual
pada kata yang sejenis maka akan dicetak huruf dicetak
miring pada halaman berikutnya. Misal lakuna suku kata
pada gugung, atas dasar pembenaran linguistik diganti
menjadi gunggung. Apabila di halaman berikutnya
terdapat kata gugung tidak diberi catatan kaki, hanya
dicetak miring gunggung yang berarti idiom dengan
s.
sebelumnya.
Penulisan nama kota atau sinonimnya dipertahankan
sesuai ragam yang ada misalkan kata Waja, Waos dan
Tosan. Pada kata tersebut tidak dianggap sebagai sebuah
kesalahan karena merupakan style penulis.
74 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
BAB II. HASIL ALIH AKSARA
Pèngêtan Kagungan Dalêm Siti Dhusun Karaton Surakarta
saha Ngayogyakarta nalika Jaman Ingkang Sinuhun
Pakubuwana VII
H alam an 1-5…
H alam an 6
Panjênênganingsun Ingkang Sinuhun Kangjêng Susuhunan
Pakubuwana Senapati Ing Ngalaga Ngabdurahman Sayidin
Panatagama
Kaping
Pitu
kang
akêdhaton
nagara
ing
Surakarta Hadiningrat amratelakake yèn Kangjêng tuwan Yan
Isak Pan Sipênopên kumisaris kêraton nagara Surakarta
Hadiningrat
lan
ing
Ngayogyakarta
Hadiningrat
wus
anduduhake marang ing panjênênganingsun piyagême Radèn
Adipati Danurêja ing Ngayogyakarta kang kagadhuhake
marang tuwan Johanis Agustinis Dhèsênje. Unining layang
piyagêm:
Tuwan Johanis Agustinis Dhèsênje amajêgi bumi desa ing
Pênthongan sajung, ing Wanasêgara sajung sakikil, gunggung3
kabèh telung jung sakikil. Lawase gone majêgi wolung taun dadi
nêmbelas pasokan. Wiwit ing sasi Agustus ping 20 taun 1830
tempone ing sasi Agustus ping 19 taun angka4 1838, dèn pajêgi
rongatus patangpuluh lima reyal ing dalêm sêtaun, mêtu
têtêngahan ping pindho sêtaun, ing bakdane garêbêg Pasa 122
½ reyal, ing bakdane garêbêg Mulud 122 ½ reyal.
3
4
gugung*# dan ditempat lainnya
oka*# dan ditempat lainnya
75
76 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
Karo dene5 manèh6, tuwan Johanis Agustinis Dhèsênje
digadhuhi bumi desa ing Pantaran sajung ora anganggo
nyangga pajêg, amung rumêksa angrêsiki pasarean lan
andadani kang padha rusak.
Sarèhning saking panggawening watês anyar ana ing
Kalathèn, nalika ing sasi Septembêr ping 27 taun 1830 bumi
desa kang kasêbut ing dhuwur mau padha milu dadi bawahing
Surakarta Hadiningrat.
Kang iku layang piyagême Radèn Adipati Danurêja mau,
ingsun
têtêpake
ing
saunine
kabèh
kaya
upamane
panjênênganingsun dhewe kang amajêgake lan anggadhuhake
bumi desa iku mau sarta agawe prajangjian kaya layang kang
kasêbut ana ing layang piyagêm mau.
Dhawuhing pangandika ing Surakarta Hadiningrat ping 24
Juni taun 1831.
H alam an 7
Pèngêt, iki layang manira piyagêm Kangjêng Radèn Adipati
Danurêja kagadhuha marang saudara tuwan Johanis Agustinis
Dhèsênje ing Ampèl. Marmane saudara tuwan Johanis
Agustinis Dhèsênje anggadhuh layang manira piyagêm. Dene
ing mangko amajêgi kagungan dalêm bumi desa, iki arane
desane.
Ing Pênthongan sajung, Banaran sajung, Wanasêgara
sajung sakikil, dadi cacah bumi kapatêngah jung, iku padha
5
6
dening dan di tempat lainnya
maning dan di tempat lainnya
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
77
tanah sawetaning gunung Mêrbabu7 kabèh. Dene lawase gone
amajêgi iku mau wolung taun dadi nêmbêlas pasokan, wiwit 8
ing garêbêg Mulud taun Je iki 1758. Dene tempone besuk
pajêge bakdane garêbêg Pasa taun Jimawal 1765 disangga
pajêge jung pitung puluh reyal, reyalan nêlung puluh uwang,
sareyale ing dalêm sêtaun. Gunggung pajêg bumi kapat têngah
jung mau, ing dalêm satêngah taun 122 ½ reyal, iku diladèkna
ping pindho sêtaun. Lan manira wus angakoni anampani
kêncèngan dhuwit akèhe9 180 reyal sumurup pajêge ing dalêm
patang taun.
Dene jangji manira marang saudara tuwan Dhèsênje ing
sabên-sabên
mangsa
angladèkake
pajêg
satêngah
taun,
dicowoka sêprapatane pajêg sêtaun, manira wis trima ing
sabên mangsa anampani pajêg 61 ¼ reyal. Dene sahe dhuwit
kêncèngan pajêg patang atus iku mau, sak tempone jangji ing
dalêm wolung taun sarta mati sabarang takêrturun10.
Karo dene manèh saudara tuwan Dhèsênje manira gadhuhi
kagungan dalêm bumi mutihan ing Pantaran sajung iku, ora
kêna saudara tuwan Dhèsênje mau yèn angêmpèka gawene
anjabane gawene dhewe rêrêsik pasarean sarta andandani kang
padha rusak anyupriha bêcike.
Dene samangsane ing sasi garêbêg Mulud, Bêkêle asaosa
lumêbu mênyang nagara sarta angladèkna apa kang dadi
sêsanggane bumi mutihan. Dene pêpacak manira marang
7
Rêbabu#
kawit*
9 kèhe*
10 takrêturun* dan di tempat lainnya
8
78 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
saudara tuwan Dhèsênje, ora kêna yèn agawea rusaking desa,
anganiaya wong desa, utawa angèthèrêna pajêg.
Wêwalêr manira manèh marang saudara tuwan Dhèsênje,
aja nganti kandhêg kampiran wong ala lan aja angrojongi wong
kang panggaweane ala sapanunggalane kabèh, baH alam an 8
(-ba)lik anyupriha gêmah raharjaning. Kumisesa kono iku
sarupaning wong bumi desa, bêbêkêle bumi patang jung sakikil
kalêbu gadhuhane iku mau kabèh padha mituruta apa ing
saparentahe saudara tuwan Dhèsênje, iku poma mituhua apa
saunine layang manira piyagêm iki.
Katulis Ngayogyakarta, Akad tanggal kaping 26 sasi Sura
taun 1748.
Kalih dene Kangjêng tuwan Residhèn, mênggah siti
pamêthakan pun Pantaran sajung punika sampun ngantos
kalêbêtakên wontên nawalanipun11 tuwan Dhèsênje, sabab
badhe dados gadhuhanipun Mas Pangulu, ingkang mawi siti
punika botên kapaosan amung kagadhuhi mawon lan malih
mênggah padamêlanipun ing parêdèn inggih tumindaka kados
limrahipun ing kathah.
H alam an 9
Panjênênganingsun Ingkang Sinuhun Kangjêng Susuhunan
Pakubuwana Senapati Ing Ngalaga Ngabdurahman Sayidin
Panatagama
Kaping
Pitu
kang
akêdhaton
nagara
ing
Surakarta Hadiningrat amratelakake yèn kangjêng tuwan Yan
11
nuwalanipun*
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
79
Isak Pan Sipênopên, kumisaris kêraton nagara Surakarta
Hadiningrat
lan
ing
Ngayogyakarta
Hadiningrat
wus
anduduhake marang Panjênênganingsun piyagême Kangjêng
Sultan Hamêngkubuwana Kaping Lima ing Ngayogyakarta
Hadiningrat kang kagadhuhakên marang tuwan Giliyan
Maklin, unine ing layang piyagêm.
Tuwan Giliyan Maklin amajêgi kagungane bumi desa ing
Dhadhah kana sajung, ing Sêmbung sajung, ing Sampêtan
sajung, ing Janarana sajung, gunggung patang jung, têrang
karo Kangjêng Guprêmen. Lawase gone amajêgi iku telulas
taun dadi nêmlikur pasokan, wiwit ing sasi Pebruari12 ping
sêpisan taun 1827. Tempone ing sasi Januari13 ping 30 taun
1840, dèn pajêgi sewu rupiyah ing dalêm sêtaun. Mêtu
têtênggahan ping pindho sêtaun, ing bakdane garêbêg Pasa
limangatus rupiyah, ing bakdaning garêbêg Mulud limangatus
rupiyah.
Sarèhning saking panggawening watês anyar ana ing
Kalathèn, nalika ing sasi Septèmbêr ping 27 taun 1830, bumi
desa kang wus kasêbut ing dhuwur mau mèlu dadi bawahingsun
ing Surakarta Hadiningrat. Kang iku layang piyagême
Kangjêng Sultan Hamêngkubuwana Kaping Lima mau, ingsun
têtêpake ing saunine kabèh kaya upamane Panjênênganingsun
dhewe kang amajêgake bumi desa iku mau lan agawe
prajangjian kang kasêbut ana ing layang piyagêm mau.
12
13
Pembêrwari*# dan ditempat lainnya
Janawari*# dan di tempat lainnya
80 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
Dhawuh pangandika ing Surakarta Hadiningrat, ping 24
Juni taun 1831
H alam an 10
Pèngêt,
layangingsun
Hamêngkubuwana
14
piyagêm
Kangjêng
Sultan
Sêpuh
Senapati ing Ngalaga Ngabdurahman
Sayidin Panatagama Kalipatulah Kaping 2 ing Ngayogyakarta
Hadiningrat, ingsun gadhuhakên marang tuwan Giliyan
Maklin. Marmane ingsun gadhuhi layangingsun piyagêm, dene
amajêgi kagunganingsun bumi desa ing Dhadhakan karya
sajung, lan ing Banaran karya sajung, ing Sêmbung karya
sajung, Sampêt karya sajung, gunggung kabèh patang jung. Iku
kabèh padha kaprênah sawetaning gunung Mêrbabu15 sarta
gone amajêgi wus têrang karo Kanjêng Guprêmèn Nedrêlan.
Ana dene lawase gone amajêgi iku têlulas taun dadi 26
pasokan wiwit ing sasi Pebruari ping 1 taun 1827 tempone ing
sasi Januari ping 31 taun angka 1840. Dèn pajêgi sewu rupiyah
ing dalêm sêtaune mêtu têtêngahan ping pindho sêtahun,
bakdaning garêbêg Pasa angladèkna kagunganingsun pajêg
limangatus rupiyah. Ing bakdaning garêbêg Mulud limangatus
rupiyah, iku mati ing sabarang takêrturun.
Kang saupama tuwan Giliyan mau gawe rusaking desa,
anganiaya ing wonge atawa angèthèrke kagunganingsun pajêg,
sênajan durung tutug ing têlulas taun, amêsthi kagunganingsun
bumi desa kang wus kasêbut ing ngarêp mau ingsun jabêl.
14
15
Hamangkubuwana*# dan di tempat lainnya
Mrêbabu*
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
81
Dene ing mêngko tuwan Maklin atampa bumi sawah
irêngan, besuk ing tempone iya angaturêna kagunganingsun
bumi desa ing irêngan konjuk ing sampeyaningsun, dene yèn
ana tandurane kang durung tuwa kayata Kopi, Pari,
sapanunggalane
kang
durung
kaundhuh,
misih
jênêng
kuningan, iya ingsun sêrantèkake sarêsike pangundhuhe tuwan
Maklin.
Karo dene manèh tuwan Maklin ora wênang amocot atawa
anggantung kalungguhane Dêmang, Bêkêl lan sapanunggalane
lan anandur wong saliyane atas Panjênênganingsun kang
kalungan panguwasa. Lan manèh pêpacakingsun marang tuwan
Maklin, aja kandêg kampiran lan ngrojongi wong ala alaku
durjana lan angadêgake ngabalaan, balik nyupriha têntrêm
harjaning bumi desa ing kono. Wusana tuwan Maklin ora kêna
anggliyêrake bumi desa kang diH alam an 11
(-di)pajêgi mau, yèn ora16 têrang lan panjênênganingsun.
Pacuhan-pacuhan
sakèhe
kawulaningsun
padha
sira
angèstokêna saunine layangingsun piyagêm kang ingsun
gadhuhakên marang tuwan Giliyan Maklin, taha yèn tan
angêstokêna atanapi yèn amaidoa. Kalaksanaa17 marang
sakèhe para nayakaningsun ana ing alun-aluningsun ing
Ngayogyakarta Hadiningrat sarta konjuk panjênênganingsun.
Titi.
16
17
orang*
kawlaksanaa
82 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
H alam an 12
Panjênênganingsun Ingkang Sinuhun Kangjêng Susuhunan
Pakubuwana Senapati Ing Ngalaga Ngabdurahman Sayidin
Panatagama
Kaping
Pitu
kang
akêdhaton
nagara
ing
Surakarta Hadiningrat amratelakakên yèn Kangjêng tuwan
Yan Isak Pan Sipênopên kumisaris kêraton nagara Surakarta
lan
ing
Ngayogyakarta
panjênênganingsun
wus
layang
18
Hamêngkubuwana Kaping 5
anduduhake
piyagême
marang
Kangjêng
ing
Sultan
ing Ngayogyakarta Hadiningrat
kang kagadhuhake marang tuwan Johanis Agustinis Dhèsênje,
unine layang piyagêm.
Tuwan Johanis Agustinis Dhèsênje amajêgi kagungane
bumi desa ing Gagatan ing sawêtara, têrang karo Kanjêng
Guprêmèn. Dene arane desa sawiji-wijine ing ngisor iki
pratelane.
Ing Karanggêdhe, ing Kalimas kulon, ing Sêling kidul, ing
Pawing Wetan, ing Pawing Kulon,19 ing Kumusu, ing Ragum,
ing Kêdhung Pring, ing Pasarean, ing Tari, ing Karangasêm,
ing Balimbingan kabèh rolas jung.
Ing Kêbonan, ing Sêling Lor, ing Sêndhang, ing Jatisari,
ing Ngijo, ing Lêmbandhatan, ing Kêmusu, ing Kêdhung Lo,
ing Krutukan, ing Karang Gênêng, ing Kalongan, ing
Dhuwaran, ing Kutukan Kayêng, kabèh pitulas jung.
Ing Pulutan, ing Dêmangan, ing Kêmlaka Kêrêp, ing
Pringapus kabèh patang Jung.
18
19
…*#
ing Sêling kidul, ing Waping Wetan, ing Waping Kulon#
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
83
Ing Toyan, ing Karang Jati, ing Gagatan Kulon, ing
Gagatan Etan, kabèh wolung jung.
Ing Talepat, ing Ngawèn, ing Karang Plasa, ing Karang
Toya, ing Pidikan kabèh patang jung.
Ing Tawangsari, ing Ngimbat, ing Balumbang Kèndêl, ing
Gligang, ing Karanglo, ing Kalangan, ing Sange Kaponan, ing
Karanglo Pancas, ing Jamèn Pancas, ing Tawangsari kabèh
telulas jung.
Ing Kaworan, ing Bangêr, ing Bali Kidul, ing Kêmusu, ing
Bala Lor kabèh nêm jung. Gunggung kabèh sêwidak papat jung
bumi pêsawahan kajabane bumi patêgalan atawa alase. Gone
amajêgi limalas taun dadi têlungpuluh pasokan. Wiwit ing sasi
September ping 1 taun 1827, tempone ing sasi Agustus ping 13
taun 1842 dèn pajêgi kaya kang kaH alam an 13
(-ka)sêbut ing ngisor iki.
Barêng wiwitane amajêgi ing limangatus kasangga pajêge
sewu ringgit. Ing dalêm sêtaun mêtu têtêngahan garêbêg Pasa
sêparo, ing garêbêg Mulud sêparo. limang taune manèh
kasangga pajêg rongewu ringgit. Ing dalêm sêtaun iya mêtu
têtêngahan kaya kang kasêbut mau.
Sakarine kang limang taun, kasangga pajêg têlungatus
ringgit. Ing dalêm sêtaun iya mêtu têtêngahan garêbêg Pasa
sewu limangatus, ing garêbêg Mulud sewu limangatus.
84 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
Sarèhning saking panggawening watês anyar ana ing
Kalathèn, nalika ing sasi Septèmbêr ping 27 taun 1830 bumi
desa kang wus kasêbut ing dhuwur mau padha mèlu dadi
bawahingsun ing Surakarta Hadiningrat. Kang iku layang
piyagême
Kangjêng Sultan Hamêngkubuwana mau, ingsun
têtêpake ing saunine kabèh kaya upamane panjênênganingsun
dhewe kang amajêgake bumi desa iku mau lan agawe
prajangjian kaya kang kasêbut ana ing layang piyagêm mau.
Dhawuh pangandika ing Surakarta Hadiningrat, ping 24
Juni taun 1831.
H alam an 14
Punika ingkang sêrat prajangjian, Ingkang Sinuhun Kangjêng
Sultan
Sêpuh
Hamêngkubuwana
Senapati
Ing
Ngalaga
Ngabdurahman Sayidin Panatagama Kalipatullah Kaping
Kalih kang kêdhaton nagara ing Ngayogyakarta Hadiningrat
akalihan tuwan Johanis Agustinis Dhèsênje ing Surakarta.
B ab 1
Ingkang
Sinuhun
Kangjêng
Sultan
andhawuhakên
pangandika yèn amajêgakên dhumatêng tuwan Dhèsênje siti
dhusun ing Gagatan ing sawêtawis, wondening mênggah
namaning dhusun ing satunggal-tunggalipun ing ngandhap
punika pratelanipun.
Ing Karang Gedhe, ing Kalimas Kulon, ing Sili Kidul, ing
Pawing Wetan, ing Pawing Kulon, ing Kumusu, ing Ragum,
ing Kêdhung Pring, ing Pasarean, ing Tari, ing Karangasêm,
ing Balimbingan sêdaya kalihwêlas jung.
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
85
Ing Kebonan, ing Sêling lor, ing Sêndhang, ing Jatisari,
ing Ngijo, ing Lêmbadhatan, ing Kêmusu, ing Kêdhung Lo, ing
Krutukan, ing Karang Gênêng, ing Kalongan, ing Dhuwaran,
ing Kutukan Kayêng sêdaya karya pitulas jung.
Ing Pulutan, ing Gêdhangan, ing Kêmlaka Kêrêp, ing
Pringapus sêdaya sêkawan20 jung.
Ing Toyan, ing Karang Jati, ing Gagatan Kulon, ing
Gagatan Etan, kabèh wolung jung.
Ing Talepat, ing Ngawèn, ing Karang Plasa, ing Karang
Toya, ing Pidikan kabèh patang jung.
Ing Tawangsari, ing Ngambat, ing Balumbang Kèndêl, ing
Gligang, ing Karang Lo, ing Kalangan, ing Sange Kaponan,
ing Karanglo Pancas, ing Jatèn pancas, ing Ngawangsari
sêdaya karya tigawêlas jung.
Ing Kaworan, ing Bangêr, ing Bala Kidul, ing Kêmusu
sarta ing Bala Lor sêdaya karya nêm jung. Utawi sêdaya
sêwidak sêkawan jung siti pasabinan anjawi siti patêgilan utawi
wananipun punika botên tumut kaetang. Wondening tuwan
Dhèsênje inggih angakèni yèn amajègi siti dhusun kang sampun
sami kasêbut ing ngajêng wau sêdaya.
B ab 2
Mênggah lamine gènipun amajêgi wau gangsal wêlas taun,
wiwit ing sapisan sasi Sèp-
20
kawan* dan di tempat lainnya
86 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
H alam an 15
(-Sep)tèmbêr taun sèwu wolungatus pitulikur, yèn temponipun
pêjah ing sasi Agustus taun sèwu wolungatus sêkawan dasa
kalih.
B ab 3
Wondening pas bayaring pajêg kados ing ngandhap punika
pratelanipun.
Sarêng wiwitipun amajêgi ing dalêm gangsal taun kasanggi
pajêg sèwu ringgit. Ing dalêm sêtaunipun mêdal têtêngahan
ing garêbêg Siyam sapalih, ing garêbêg Mulud sapalih. Gangsal
taunipun malih kasanggi pajêg tigangewu ringgit. Ing dalêm
sêtaun inggih mêdal tatêngahan kados kasêbut wau.
Sakantunipun ingkang gangsal taun kang kasanggi pajêg
tigangèwu ringgit, ing dalêm sêtaun inggih mêdal tatêngahan
ing garêbêg Siyam sewu gangsalatus, ing garêbêg Mulud sèwu
gangsalatus. Ananging mênggah rampungan pajêg punika mila
kadamêl kados ingkang kasêbut ing ngajêng wau. Sawab
kawuninganipun nagara salamènipun dumugi ing mangke
pajêgipun inggih amung sèwu ringgit ing dalêm sêtaun.
Saupami
benjing
nagara
manggih
katêranganipun
yèn
pajêgipun mila kang wau langkung sèwu ringgit, tuwan
Dhèsênje inggih badhe bayar langkung kadosta upaminipun
pajêg sèwu kalihatus ringgit ing dalêm sêtaun kados ingkang
gangsal taun wiwitan pajêge sèwu ringgit.
Kang dalêm sêtaun mau tuwan Dhèsênje inggih badhe
bayar sèwu kalihatus ringgit kang gangsal taunipun malih pajêg
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
kalihèwu.
Kang
dalêm
sêtaun.
badhe
bayar
87
kalihèwu
sêkawanatus ringgit. Ingkang pungkasan gangsal taun, pajêg
tigangèwu ringgit. Ing dalêm sêtaun badhe bayar tigangèwu
nêmatus ringgit, sawab ing mangke pakèwêd anggènipun21
amriksani.
B ab 4
Tuwan Dhèsênje anyanggêmi ing sumangsanipun sêrat
prajangjian punika sampun kaparingakên22. Tumuntên anyaosi
kêncèngan kathahipun sèwu ringgit, dhumatêng ingkang
Sinuhun Kangjêng Sultan sumêrêp23 pajêg ing wêkasanipun
tampa.
H alam an 16
B ab 5
Tuwan Dhèsênje aprajangji badhe botên nindakakên ing
sakajêngipun, ingatasipun tiyang alit ing siti dhusun wau.
Kang sarta tuwan Dhèsênje aprajangji mênggahing bayaran
ingkang
dhatêng
tiyang
alit
sumêrêp
gènipun
nyanggi
pêdamêlanipun punika badhe karuhan ing pambayaranipun
ingkang kaliyan sami narimahipun. Wondening bilih tuwan
Dhèsênje botên anêtêpi ing prajangjianipun, adamêl risaking
siti dhusun utawi angèthèrakên ing sêsanggènipun uwang
pajêg, mangka sampun têtela têtêp ing kalêpatanipun, punika
ingkang Sinuhun Kangjêng Sultan wênang andhadhala siti
21
22
23
ênggênipun*
kaparêngkên*
sumrêrêp* dan ditempat lainnya
88 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
dhusun saking tuwan Dhèsênje sanajan dèrèng dumugi ing
mangsanipun tempo.
B ab 6
Tuwan
Dhèsênje
aprajangji
badhe
anyuprih
gêmah
harjanipun ing tanêm tuwuh kang nami Pantun supados
sampun kantos kêkirangan uwos. Ananging tuwan Dhèsênje
wênang ananêmana barang tanêm tuwuh pundi kang dipungalih dados prayogi.
B ab 7
Tuwan Dhèsênje anampèni siti dhusun irêngan, benjing
yèn
sampun
dumugi
ing
mangsanipun
tempo
inggih
amangsulêna irêngan dhumatêng ingkang Sinuhun Kangjêng
Sultan. Ananging yèn mangsa amangsulakên, mangka têksih
wonten tanêmanipun palawija kadosta Pantun, Jagung, Kêtela
sarta sêsamining palawija, punika bagi kalih ingkang Sinuhun
Kangjêng Sultan kagungan sêpalih, tuwan Dhèsênje sêpalih.
Saupami wontên tanêm tuwuh kang sanès palawija ingkang
botên angêmungakên sêtaun kemawon24 kadosta Kopi, Têbu,
sarta sêsaminipun tanêm tuwuh punika tuwan Dhèsênje botên
ndhèrèk
anggadhuhi
têtêp
dados
kagunganipun
ingkang
Sinuhun Kangjêng Sultan.
B ab 8
Tuwan Dhèsênje botên kenging ing sêsangèn takêrturun
sapanunggalipun, kajawi amung pêdamêlan bab andadosi
karêtêg,
margi-margi,
pêdamêlani-
24
kimawon*
sapanunggilanipun
ingkang
watês
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
89
H alam an 17
(-pêdamêlani)pun ing nagara punika têksih kasanggia.
B ab 9
Tuwan Dhèsênje aprajangji badhe rumêksa supados siti
dhusun ingkang sampun dipunpajêgi wau sampun ngantos 25
wontên lampah ingkang botên prayogi utawi tiyang ngadêgakên
botohan punapa dene ngrojongi tiyang dursila sapanunggilipun.
Wondening ingkang Sinuhun Kangjêng Sultan aprajangji badhe
ambiyantuni dhatêng tuwan Dhèsênje gènira anyuprih tata
gêmah têntrêming26 siti dhusun.
B ab 10
Tuwan Dhèsênje aprajangji botên anindakakên panguwasa
wontên siti dhusun ingkang dipunpajêgi wau, utawi amocot
punapa dene ananêm kêpala dhusun sarta aprajangji botên
badhe amêndhêt utawi angangge nama kados tiyang Jawi
punapa dene anyukanana nama dhatêng tiyang sanès.
Wondening
bilih
wontên
kêpala
dhusun
awon
ing
lampahipun utawi adamêl kalêpatan, tuwan Dhèsênje amung
kenging anggantung ing kalênggahanipun. Ananging enggala
angaturana wuninga dhatêng Kangjêng Radèn Adipati supados
kapariksaa prakawisipun dhatêng Kangjêng Radèn Adipati
punika ingkang badhe angrampungi utawi angukum dhatêng
tiyang ingkang adamêl kalêpatan wau. Wontên27 dene bab
25
26
27
kantos*
trêngtrêming
èntên*
90 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
pananêming kêpala dhusun punika atas Kangjêng Radèn
Adipati darbeni pangucap.
B ab 11
Tuwan Dhèsênje aprajangji badhe amanut anglampahi
sakathahe parentah bab pamajêgipun siti dhusun, dados
kaparentah kang sampun tumindak utawi ingkang badhe
katindakakên ing wingking.
Karampungan tanggal ping 16 ing sasi Agustus taun 1827.
Ingkang punika Kangjêng tuwan Rèsidhèn, mênggah wana
kajêng Jatos pun Gagatan lulusH alam an 18
-kados parentahing Guprêmèn. Mênawi kapêndhêt kadamêl
Loji utawi karêtêg-karêtêg sapanunggilanipun. Ladosa adat
ingkang sampun kêlampahan lan padamêlanipun ing prêdèn
tumindaka kados limrahipun ing kathah.
H alam an 19
Panjênênganingsun Ingkang Sinuhun Kangjêng Susuhunan
Pakubuwana Sênapati Ing Ngalaga Ngabdurahman Sayidina
Panatagama Kaping Pitu ingkang kêdhaton nagara ing
Surakarta Hadiningrat amratelakake yèn kangjêng tuwan Yan
Isak Pan Sipênopên, kumisaris kêraton nagara Surakarta lan
ing
Ngayogyakarta,
wus
anduduhake
marang
ing
panjênênganipun piyagême Kangjêng Sultan Hamêngkubuwana
Senapati Ing Ngalaga Kaping Lima ing Ngayogyakarta
Hadiningrat kang kagadhuhake marang tuwan Wiliyan Kusni,
unine layang piyagêm.
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
91
Tuwan Wiliyan Kusni amajêgi kagungane bumi desa ing
Sima nêmlikur jung, têrang28 karo kangjêng Guprêmèn lawase
gone amajêgi wolulas taun dadi têlungpuluh nêm pasokan.
Wiwit ing sasi Januari ping 1 taun 1829 tempone ing sasi
Dhesèmber ping 31 taun 1846 dèn pajêgi nêmatus patlikur29
rupiyah. Ing dalêm sêtaun metu tatêngahan ping pindho
sêtaun, ing bakdaning garêbêg Pasa, 312 rupiyah, ing
bakdaning garêbêg Mulud 312 rupiyah.
Sarèhning saking panggawening watês anyar ana ing
Kalathèn, nalika sasi Sèptèmber ping 27 taun 1830 bumi desa
ingkang kasêbut ing dhuwur mau mèlu dadi bawahingsun ing
Surakarta Hadiningrat. Kang iku layang piyagême Kangjêng
Sultan Hamêngkubuwana Kaping Lima mau ingsun têtêpake
saunine kabèh kaya upamane Panjênênganingsun dhewe kang
amajêgake bumi desa iku mau, lan agawe prajangjian kaya
kang kasêbut ing layang piyagêm mau.
Dhawuhing pangandika ing Surakarta Hadiningrat ping 24
Juni taun 1831.
H alam an 20
Pènget,
iki
nawalaningsun
piyagêm
Kangjêng
Sultan
Hamêngkubuwana ingkang Kaping 5 Senapati Ing Ngalaga
Ngabdurahman Sayidina Panatagama Kalipatulah, ingkang
ngrênggani
nagara ing Ngayogyakarta Hadiningrat sun
gadhuhakên marang tuwan Wiliyan Kusni. Marmane tuwan
Wiliyan Kusni kagadhuhan nawalaningsun.
28
29
trêrang*
padlikur*
92 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
Dene ing mêngko amajêgi kagunganingsun bumi desa
tanah ing Sima 26 jung sarta gone amajêgi uwis têrang ing
Kangjêng tuwan Guprêmèn Nèdrêlan. Dene lawase gone
amajêgi iku 18 taun, dadi têlungpuluh nêm pasokan. Wiwit
tanggal ping 1 sasi Januari taun 1829 tempone tanggal ping 31
sasi Dhesèmbêr taun 1846, dipajêgi 624 rupiyah ing dalêm
sêtaun. Sabakdane garêbêg Pasa 312 rupiyah, sabakdane
garêbêg Mulud 312 rupiyah. Iku wus mati barang takêrturun
atawa sabarang wêtune ing bumi kang dudu pajêg. Ananging
misih kêna bubutane, dandan-dandan karêtêg, dêdalan, lurung
sapanunggalane. Apa kang dadi pamundhuting parentah.
Ana dene tuwan Kusni mau atampaa kagunganingsun
bumi desa ing Sima irêngan, besuk yèn wis tempone tuwan
Kusni iya ambalekna kagunganingsun bumi mau iya irêngan.
Yèn saupama wis tempone bumi desa mau misih ana
tandurane, lulusa mênyang tuwan Kusni, bumine iya lulusa
dadi kagunganingsun manèh. Lan Tuwan Kusni yèn ana
karêpe, bab wit-witan30 Kahwa atawa wit-witan liyane, kang
misih ana wohe, mungguh wohe mau iya lulusa mênyang tuwan
Kusni, ana dene wite iya têtêpa dadi kagunganingsun, ora kêna
tuwan Kusni angrêngkuha wit-witan kang wus diunduh wohe.
Wondening wêwalêringsun marang tuwan Kusni ora kênaa
yèn anganiayaa marang wong cilik31. Yèn jaluk bahu-sukune
wong cilik, ambayar samurcate sarta kang dadi panrimane
wong desa mau. Ora kêna Kusni agawe rusaking wong, miwah
rusaking desa atawa angèthèrake kagunganingsun pajêg.
30
31
wiwitan*# dan ditempat lainnya
calik*#
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
93
Sênajan durung tutug ing jangji wolulas taun, amêsthi
kagunganingsun bumi desa ing Sima kang kasêbut ing ngarêp
mau iya bakal sun pundhut.
Tuwan Kusni anjagaa ing kagunganingsun bumi desa ing
Sima, aja agawe rusuhH alam an 21
-sajroning desa kono mau, aja nganti ana wong botohan, aja
ana wong ala aluputan atawa wong liyane rêrusuhan apa
manèh wong ala nganti katulungan marang desa bumi kono
atawa wong desa aja nganti wani-wani kanggonan wong ala.
Ana dene yèn ana abote olèhe bakal nyirnaake wong ala,
supriha gêmah harjaning bumi desa mau, iya ingsun bakal
amaringi pitulung lan manèh tuwan Kusni aja wani-wani
anganggo panguwasaning parentah nagara ana ing tanah kono
atawa
amocota
kêpala
desa.
Apa
manèh
anganggoa
kalungguhan, kaya kawulaningsun bangsa Jawa atawa aweha
aran marang ing wong liyane. Ana dene saupama ana wong
desa kang ngalap trape, pênggaweane ora pantês angênggoni
ing kalungguhane, ingsun amênangakên marang tuwan Kusni.
Gantunga kalungguhane marang ing kêpala iku mau, ananging
anyaosa uninga ing panjênênganingsun supaya ingsun bisa
ametokake gandhèk titi priksa, mungguh prakarane ing desa
bisaa rampung sarta angukumi marang wong kang luput iku
mau. Ana dene bab panggawene kêpala desa anyar, gêgêntine
wong kang ala iku mau kasumanggakna apa kang dadi
karsaningsun.
94 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
Tuwan Kusni ora kêna yèn amajêgêna atawa angliyêrna
bumi desa, dadia sêthithik atawa kathah marang ing wong
liyane mêsthi ora kêna. Ana dene tuwan Kusni yèn nêja
anglakoni kang mêngkono iku mau, ora kêna ora iya matura
dhimin marang ing Panjênênganingsun iya anglilani ananging
kauningana marang ing Kangjêng Guprêmèn.
Lan manèh yèn wis têkan ing tempone tuwan Kusni olehe
amajêgi kagunganingsun bumi desa ing Sima iku mau, iya
ingsun lilani32 amajêgi manèh marang ing kagunganingsun
bumi desa iku mau ananging yèn kalayan parêngingsun ana
dene ing samangsane besuk tumêka ing tempone bumi desa ing
Sima mau, mulih marang ing Panjênênganingsun iku amêsthi
ora anganggo ongkos.
32
lalani*#
DAFTAR PUSTAKA
Agusta, R. (2013). Pengetan Kagungan Dalem Siti Dhusun .
Surakarta: UNS .
Baried, S. B. (1994). Pengantar Teori Filologi. Jakarta:
Kemdikbud RI.
Carey, P. (2011). Kuasa Ramalan. Jakarta: KPG.
Djamaris, E. (2002). Metode Penelitian Filologi. Jakarta: CV.
Manasco.
Florida, N. K. (1993). Javanese Literature in Surakarta
Manuscripts: Introduction and manuscripts of the
Karaton Surakarta. Cornell US: Southeast Asia
Program - Cornell University.
Girardet, N. (1983). Descriptive catalogue of the Javanese
manuscripts and printed books in the main libraries of
Surakarta and Yogyakarta. Wiesbaden: Steiner.
Houbent, V. (2002). Keraton dan Kumpeni: Surakarta dan
Yogyakarta 1830-1870. Jakarta: KITLV.
Knight, G. R. (2015). Trade and Empire in Early
Nineteenth-Century Southeast Asia: Gillian Maclaine
and his Business Network (Worlds of the East India
Company) . Woodbridge UK: Boydell Press.
95
96 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
Lindsay, J., Soetanto, R. M., Feinstein, A. H., & Behrend, T.
E. (1994). Katalog induk naskah-naskah Nusantara.
Jilid 2 : Kraton Yogyakarta. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Mujizah. (2014). Menyingkap Sejarah Perbudakan dalam
Manuskrip Indonesia: Surat Raja Tanette. Metasastra.
Poerwadarminta, W. (1935). Baoesastra Djawa. Batavia: J.
B. WOLTERS' UITGEVERS = MAATSCHAPPAIJ
N.V. GRONINGEN.
Pudjiastuti, T. (2004). Surat-Surat Sultan Banten Koleksi
Arsip Nasional Republik Indonesia. Wacana.
Ramadhan, L. J. (2015). Perjanjian Klaten 1830: Dampaknya
Pada Kasultanan Yogyakarta. Yogyakarta: UNY.
Rcklefs, M. (2002). Yogyakarta di Bawah Sultan
Mangkubumi, 1749-1792: Sejarah Pembagian Jawa.
Yogyakarta: Mata Bangsa.
Robson, S. (1994). Prinsip-prinsip Filologi Indonesia.
Jakarta: RUL.
Roorda, T. (2002). Serat Angger-Angger Jawi. Yogyakarta:
Kepel Press.
Soemantri, E. H. (1986). Identifikasi Naskah. Bandung:
Fakultas Sastra UNPAD.
Suryadi. (2007). Surat-Surat Sultan Buton, Dayyan
Asraruddin dan Kaimuddin I. Humaniora, 284-301.
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
97
Sutopo, H. (2002). Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta:
UNS Press.
T. E. Behrend, A. H. (1990). Katalog induk naskah-naskah
nusantara: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
Jakarta: Djambatan.
Ulbe Bosma, J. A.-C. (2007). Sugarlandia Revisited: Sugar
and Colonialism in Asia and the Americas, 1800-1940.
New York: Independent Publishing.
Weitzel, A. W. (1852). De oorlog op Java van 1825 tot 1830:
hoofdzakelijk bewerkt naar de nagelatene papieren van
Z. Exc. den luitenant-generaal baron Merkus de Kock.
Michigan: University of Michigan Library.
98 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
99
BIODATA PENULIS
R endra A gusta, S.S., M .Sos. Seorang peneliti muda
yang
fokus
pada
naskah-naskah
dan
arsip
Jawa.
Ia
menyelesaikan Studi S1 Sastra Jawa dan S2 Kajian Budaya di
Universitas Sebelas Maret. Salah satu kajiannya adalah Kajian
Filologis Historis terhadap korpus naskah Siti Dhusun di
Yogyakarta dan Surakarta 1755-1830. Saat ini aktif dalam
Komunitas Sraddha, sebuah komunitas yang bergerak di
bidang pernaskahan dan kesusasteraan Jawa Kuna dan Klasik
di Surakarta. Selain itu ia juga aktif dalam Masyarakarat
Pernaskahan Nusantara, Kawi Society, dan Perkumpulan Ahli
Epigrafi Indonesia. Ia dapat dihubungi melalui email
[email protected]
100 Surat-Surat Perjanjian Ratifikasi Tanah Era Sunan Pakubuwono VII
Naskah Siti Dhusun memuat teks prosa yang disimpan di perpustakaan
Sasana Pustaka Karaton Surakarta dengan nomor katalog KS172/2Ta,
naskah ini merupakan naskah tunggal. Naskah terdiri dari 350 halaman
yang berisi tentang catatan induk tanah dan desa di bawah kekuasaan
Surakarta dan Yogyakarta ketika di bawah pemerintahan Pakubuwana VII.
Secara khusus memuat ratifikasi tanah pasca perang Diponegoro di wilayah
Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta pada September 1830.
Alih aksara ini fokus pada surat-surat perjanjian tanah setelah adanya
ratifikasi 1830.
Diterbitkan oleh:
Perpusnas Press, Anggota IKAPI
bekerja sama dengan
Masyarakat Pernaskahan Nusantara