Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
2018
…
19 pages
1 file
AbstrakPenelitian ini membahas tentang Misi Katolik di Kalimantan Barat padatahun 1905-1961. Tahun 1905 adalah awal kedatangan misionaris Ordo Kapusindi Kalimantan Barat, sedangkan tahun 1961 adalah tahun berdirinya hierarkiGereja Katolik di Kalimantan Barat, ditandai dengan berdirinya tiga keuskupan diKalimantan Barat yaitu Keuskupan Agung Pontianak, Keuskupan Sintang, danKeuskupan Ketapang.Sejalan dengan tujuan penelitian tersebut, maka penelitian ini mengunakanmetode sejarah yaitu heuristik (pengumpulan sumber), kritik sumber, interprestasipenulis dan historiografi. Sumber didapat dengan menggunakan dokumendokumenresmi yang diterbitkan oleh pemerintah kolonial Belanda maupunterbitan yang dikeluarkan para misionaris, di antaranya yaitu Besluit, BorneoAlmanak, Het Missiewerk, Indisch Missie Tijdschrift, Koloniaal Missie Tijdschrift,Missive van Gouverneur, MvO, dan Staatsblad. Selain itu dilengkapi pula dengansumber-sumber sekunder yang didapatkan dari buku-buku referensi, jurnal, d...
Pendahuluan Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk keempat terbesar di dunia, dengan jumlah penduduk sebesar 270.054.853 jiwa pada tahun 2018. Di Indonesia, terdapat lima agama yang diakui negara, yakni Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu dan Buddha. Islam adalah agama terbesar di Indonesia, disusul dengan Kristen sebagai agama kedua terbesar di Indonesia, yakni 10% dari jumlah penduduk Indonesia. Walaupun begitu, agama Kristen tetaplah agama minoritas di Indonesia. Salah satu daerah dengan jumlah penduduk Kristen yang cukup besar di Indonesia adalah Maluku. Sepanjang sejarahnya, kekristenan cukup berkembang di daerah ini sejak pertama kali masuk walaupun acap kali mengalami pasang-surut. Berjalannya usaha misi di daerah ini pun tidak terlepas dari sejarah dunia. Untuk itulah dalam makalah ini akan dipaparkan sejarah misi yang dilakukan di Maluku. Pada tahun 1570, pusat misi di Maluku ditimpa bencana yang hebat. Hal ini disebabkan oleh terbunuhnya Sultan Hairun (Ternate) dalam sebuah benteng yang dilakukan oleh para pejabat kolonial Portugis. 16 Akibatnya, kampung Kristen dibakar. Semua orang Portugis menjadi sangat dibenci, kehidupan rohani mundur, jumlah penganut Kristen berkurang, dan jumlah misionaris tinggal sedikit serta menderita. Keadaan ini diperparah dengan kehadiran pemerintah kolonial Belanda di Maluku. Dengan demikian, peranan Portugis di Indonesia semakin merosot sejak abad ke-17. Mereka gagal menyaingi kiprah Belanda di Indonesia. Akibatnya, penyebaran agama Kristen Katolik mulai surut dan digantikan oleh Belanda yang menyebarkan Kristen Protestan. Kelanjutan Misi di Maluku Pada tahun 1596 tibalah kapal-kapal Belanda yang pertama di perairan Indonesia. Kekuasaan Belanda kemudian meluas dengan cepat, 17 terbukti dengan berhasilnya kepulauan Maluku dan Nusa Tenggara Timur direbut dari kekuasaan Portugis. Hal ini membuat karya misi menjadi tersendat dan pudar di daerah kepulauan tersebut. 18 Hampir tidak ada usaha pekabaran Injil kepada orang-orang pribumi dari mereka. Di samping itu, pemerintahan Belanda yang "kalvinis" mempersulit perkembangan Gereja Katolik di nusantara. Tahun 1602 dibentuk kongsi perkapalan Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC), yang berdaulat atas seluruh jajahan Belanda di Asia. 19 VOC adalah "negara" yang dengannya gereja di Indonesia berurusan. Oleh karena penekanan bahwa, "siapa punya Negara, dia punya agama," maka orang-orang Kristen Katolik di Ambon disuruh menjadi Protestan dan imam-imam mereka diusir karena dicurigai sebagai mata-mata Portugis. 20 16 Ibid, 17.
Seri Filsafat Teologi
Artikel ini berfokus pada tonggak-tonggak sejarah misi dalam Gereja Katolik. Dengan metode historis-panoramik, penulis berusaha untuk mengajukan beberapa tonggak penting yang telah dilalui oleh para misionaris, sebagai salah satu bukti nyata penyebaran iman mereka, yang didorong oleh amanat Kristus untuk mewartakan Injil ke segala makhluk (Markus 16:15). Amanat ini terartikulasi dalam karya para rasul. Dari Kisah Para Rasul, kita ketahui ada beberapa pusat misi, dimana para Rasul mempersiapkan diri dengan pengajaran dan pembentukan komunitas. Diantaranya, yang paling jelas ialah Antiokhia. Paulus merupakan produk misionaris yang berasal dari “sekolah” Antiokhia. Semangat misi ini di kemudian hari diteruskan oleh Gereja Katolik hingga lahirlah Propaganda Fide (1622). Pendirian Propaganda Fide ini memiliki keterkaitan latar belakang cukup beragam. Yang barangkali harus dicatat bahwa tahun itu 1622 merupakan pasca-seratus tahun kurang satu dari Bulla Paus, Decet Romanum, yang menghuk...
2021
This study aims to determine the role of missionaries in building a Catholic Education Culture in Manggarai Raya Post Independence (1995 and 1983). The method used is qualitative descriptive. Data in this study were collected throught the observation, interview dan documentation stage. The results of the study concluded tha the arrival of missionaries such as the Pius XII Kisol seminary and St. Klaus Junior hihg School. Many schools were built not only solely for the benefit of the Catholic church but also as a form of their concern for the civilization of society in Manggarai Raya.
Majalah Riwajat, 2022
Memasuki abad ke-20 gairah penginjilan kepada masyarakat Tionghoa di Hindia-Belanda semakin meningkat. Meskipun kekristenan telah hadir di Nusantara sejak abad ke-15 namun karya misi kepada etnis yang berasal dari Tiongkok ini baru dilakukan secara serius oleh Board Foreign Mission dari Gereja Methodist yang sebelumnya telah hadir di Semenanjung Malaya. Pada masa ini pewartaan Injil di pulau Jawa tidak hanya didominasi oleh para zendeling Belanda tetapi juga para misionaris dari Benua Amerika. J. R. Denyes menjadi utusan Methodist pertama di Pulau Jawa, awalnya ia memilih Batavia sebagai tempat berkarya karena dekat dengan pusat pemerintahan Hindia Belanda. Namun, pada kelanjutannya pusat misi Methodist tersebut dipindahkan ke Buitenzorg (Bogor) yang tidak jauh dari Batavia. Pekabaran Injil di kota Bogor ini mendapatkan sambutan hangat dari masyarakat Tionghoa terutama setelah dibukanya sekolah berbahasa Inggris pada tahun 1906. Bahkan penginjilan di wilayah ini sempat menyasar masyarakat Sunda yang ada di Tjisaroea, terbukti dalam Minutes of Fifteenth Session of The Malaysia Conference of The Methodist Episcopal Church 1908 dituliskan bahwa pada tahun 1907 telah dibangun gereja sederhana bagi orang-orang Sunda di Tjisaroea. Jemaat Sunda ini dilayani oleh Buchanan yang juga berasal dari Amerika. Meskipun berperan penting dalam menyebarkan kekristenan di Bogor dan sekitarnya kisah para misionaris Amerika ini jarang sekali diulas dalam buku-buku sejarah gereja di Indonesia. Buku-buku Sejarah gereja di Indonesia mayoritas masih ditulis oleh orang-orang Belanda dan mengutamakan sejarah misi yang dilakukan badan-badan zending dari negeri tersebut. Oleh sebab itu penulis berupaya secara singkat mengulas karya misionaris Amerika di Buitnezorg tahun 1905-1909
Agama Kristen adalah agama misi, kemunculan agama ini di mulai dari sebuah negara di timur tengah atau lebih tepatnya di negara Palestina, melalui sejarahnya yang sangat panjang hingga kini agama Kristen menyebar ke seluruh penjuru dunia melalui misi penginjilannya. Tidak mengherankan sekarang agama Krsiten menjadi agama nomor satu dengan pemeluk terbanyak di dunia terutama di benua Eropa dan Amerika. Sama halnya dengan agama Islam, agama Kristen juga menyebarkan ajarannya ke Asia Tenggara termasuk ke Indonesia. Indonesia merupakan sebuah negara yang sangat subur sekali, komoditi utama yang menguntungkan dan bisa membuat kaya pada zaman dahulu yaitu rempah-rempah membuat bangsa barat tertarik datang ke Indonesia, melalui bangsa Portugis yang datang ke Indonesia, agama Kristen Katolik tersebar ke Indonesia, begitu juga dengan agama Kristen Protestan, agama ini juga tersebar hingga ke Indonesia melalui bangsa Belanda yang datang kemudian. Kedatangan agama Kristen ke Indonesia tidak hanya tertuju di Indonesia bagian timur saja, agama Kristen juga tersebar ke bagian barat khususnya di Batavia, maka sejarah Kristen di Indonesia juga tidak lepas dari catatan sejarah perkembangan Gereja di Indonesia bagian barat khusunya di Batavia yang akan di bahas lebih lanjut di makalah ini. PEMBAHASAN Misi di Indonesia barat Pekerjaan misi pada abad ke-16 sampai ke-18 tidak hanya terbatas pada Indonesia timur saja. Ada juga usaha menyebarluaskan agama Kristen di Indonesia barat. Pulau Jawa pada abad ke-16 sudah di Islamkan. Tetapi di ujung Timur beberapa negara Hindu, sisa-sisa kerajaan Majapahit, masih bertahan. Beberapa tenaga misionaris dikirim ke Panarukan dan Blambangan. Mereka berhasil membaptis sejumlah orang termasuk beberapa anggota keluarga raja. Tetapi menjelang tahun 1600 kedua kerajaan itu runtuh dan di Islamkan. Sekitar tahun 1690, seorang misionaris bekerja di pedalaman Kalimantan selatan, dan berhasil membaptis beberapa ribu orang. Tetapi ia mati dibunuh dan hasil-hasil pekerjaannya hilang tak berbekas. Dalam abad ke-17 dan ke-18 ada juga misionaris-misonaris di Aceh, tetapi mereka hanya diperbolehkan melayani orang-orang asing (pedagang-pedagang
2018
Sebagai agama yang berakar dari rumpun Abrahamic religion, antara Kristen dan Islam sama-sama bercirikan sebagai agama misi atau dakwah. Umat kedua agama mempunyai komitmen terhadap perintah menyebarluaskan agama masing-masing. Persoalanya ketika aktivitas misi dan dakwah bertemu pada satu wilayah yang sama, memicu terjadinya ketegangan dan gesekan di antara kedua belah pihak serta berpengaruh terhadap hubungan antar umat beragama. Namun terdapat kenyataan lain yang menunjukkan antar umat beragama (Katolik dan Islam) hidup bersama dengan saling percaya dan mengakui keberadaan pihak lain seperti yang terlihat pada masyarakat Banjaroya. Penelitian ini mengambil fokus tentang Misi Katolik dan Dakwah Islam di Banjaroya: Mencari Modus Vivendi Antar Umat Beragama. Pertanyaan penelitian yang diajukan, pertama, apa bentuk misi Katolik dan dakwah Islam di Banjaroya? Kedua, bagaimana hubungan antara umat Katolik dan Muslim di Banjaroya? Ketiga, apa rumusan modus vivendi antar umat beragama ma...
Kalimantan atau juga disebut Borneo pada jaman penjajahan (kolonial), adalah pulau terbesar ketiga di dunia yang terletak di sebelah utara Pulau Jawa dan di sebelah barat Pulau Sulawesi. Saat ini pulau Kalimantan masuk ke wiliyah tiga negara, Indonesia (73%), Malaysia (26%), dan Brunei (1%). Pulau Kalimantan terkenal dengan julukan "Pulau Seribu Sungai" karena banyaknya sungai yang mengalir di pulau ini. Nama Borneo, yang berasal dari nama kesultanan Brunei (karena Brunei saat itu merupakan pelabuhan yang ramai dan strategis) adalah nama yang dipakai oleh penjajah Spanyol, Perancis, Inggris dan Belanda untuk menyebut pulau ini secara keseluruhan. Sedangkan Kalimantan adalah nama yang digunakan oleh penduduk kawasan timur pulau ini yang sekarang termasuk wilayah Indonesia. Jika ditilik dari bahasa Jawa, nama Kalimantan berarti "Sungai Intan”. Negara-negara Islam muncul, berkembang dan berjaya di Kalimantan pada saat kekuatan Islam secara global sedang kuat dan berjaya. Terbukti tahun 1453 kekhilafahan Turki Utsmani berhasil menaklukkan Konstantinopel di Barat dan di ujung Timur, Islam berkembang di kepulauan Indonesia dan Filipina. Sebaliknya kekuatan Eropa (Barat) belum menjadi kekuatan yang diperhitungkan di tataran global maupun kawasan Asia Tenggara. Sebelum abad ke-17 banyak umat Islam yang menulis sejarahnya sendiri. Namun setelah abad ke-17 penulisan sejarah didominasi oleh para penulis Barat (Eropa) yang mulai menancapkan kuku-kuku penjajahannya di dunia Islam. Pada masa penjajahan tersebut sejarah peradaban Islam ditulis oleh orang Barat yang kebanyakan menngunakan perspektif penjajah. Penulisan sejarah Islam oleh sejarahwan dari negara penjajah tersebut berusaha mengecilkan peran Islam dan politik Islam dengan berusaha memunculkan dan membesar-besarkan peran dan kejayaan politik pra Islam (nativisme). Di Nusantara hal ini terjadi karena hampir di semua daerah, penjajah Belanda selalu berhadapan dengan orang Islam ketika mereka hendak mencapai tujuan penjajahannya. Para ulama dan pemimpin Islam memimmpin jihad untuk mempertahankan wilayah dan hak-hak mereka yang berusaha dirampas oleh penjajah kafir. Oleh sebab itu, seorang arsitek politik kolonial yang mashur, Snouck Hurgronje menyimpulkan bahwa Islam menjadi ancaman paling berbahaya bagi penjajah Belanda untuk mewujudkan dan melanggengkan misi penjajahannya (Gold, Glory and Gospel). Para penjajah sadar bahwa sejarah menjadi sarana yang efektif untuk mempropagandakan idiologi dan peradaban selain Islam, yang lebih bisa kompromi dengan penjajah. Maka, tulisan-tulisan sarjana Belanda banyak sekali mengangkat sejarah era pra Islam. Bahkan De Graaf, seorang sejarahwan Belanda, menyebut bahwa terlalu banyak tulisan mengenai sejarah di abad 20 yang meneliti dan mengulas peradaban pra Islam yang merupakan peradaban yang datang dari India tersebut. Perusakan sejarah yang didukung dengan teori nativikasi (kembali ke aslinya) yang dilakukan oleh penjajah adalah salah satu upaya mereka mencegah kebangkitan kembali institusi politik yang berdasarkan Islam yang bisa mengancam kepentingan dan keberlangsungan penjajahan. Eksistensi negara Islam berusaha dikaburkan dalam penulisan sejarah Belanda di masa lalu, dan berlanjut di era kemerdekaan. Tegaknya negara yang berdasarkan Islam di Asia Tenggara dan khusunya di Kalimantan adalah sebuah fakta sejarah yang tidak bisa ditutup-tutupi, dan mulai terkuak seiring dengan berjalannya waktu. Kejayaan politik dan peradaban Islam tidak kalah dengan kejayaan peradaban pra Islam yang selalu berusaha dipromosikan oleh Penjajah. Berdasar konvensi Montevideo 27 Desember 1933 mengenai hak dan kewajiban Negara (Rights and Duties of States) menyebutkan bahwa Negara sebagai subjek dalam hukum internasional harus memiliki empat unsur yaitu : penduduk yang tetap, wilayah tertentu, pemerintahan yang berdaulat dan kapasitas untuk berhubungan dengan Negara lain. Dalam konteks Islam, sebuah negara bisa disebut sebagai sebuah negara Islam (Daarul Islam), bila memenuhi syarat-syarat sesuai ketentuan syar’i (hukum Islam). Ibnu Qayyim berkata, “Jumhur ulama telah bersepakat bahwa Daarul Islam adalah negeri yang dikuasai kaum muslimin dan ditegakan hukum-hukum Islam. Sedangkan negeri yang tidak berlaku padanya hukum-hukum Islam, maka ia bukan termasuk Daarul Islam meskipun ia berbatasan langsung (dengan Daarul Islam).” Seiring dengan berjalannya waktu, keemasan masa kejayaan peradaban Islam di wilayah ini mulai terkuak sedikit demi sedikit. Emas tetaplah emas walaupun tertutup dengan lumpur penjajahan Eropa. Emas itu berusaha ditutupi dengan berbagai propaganda penjajah yang menyatakan bahwa masa Islam adalah masa yang penuh dengan kekerasan dan pertumpahan darah. Namun sejarah justru membuktikan sebaliknya, rakyat negara-negara Islam di kepulauan Nusantara hidup damai, aman, tentram dan penuh keadilan dengan syariat Islam, sebelum kedatangan penjajah. Ketika penjajah datang keadaan berubah demikian cepat; kekerasan, ketidak adilan dan pertumpahan darah terjadi di mana-mana, di tempat penjajah berusaha menamcapkan kepentingannya. Negara-negara Islam yang menerapkan hukum (syariat) Islam -yang dianggap tidak berperikemanusiaan oleh para penjajah Barat- justru terbukti berhasil mencapai tujuan untuk mewujudkan masyarakat yang aman, adil dan makmur. Sebaliknya penjajah yang membawa sistem hukum Barat terbukti gagal mewujudkan semua itu. Negara-negara kesultanan Islam yang banyak terdapat di pulau Kalimantan seperti, Kesultanan Samudera Brunei Darussalam, Banjar, Kutai serta negara-negara lainnya memenuhi syarat disebut sebagai sebuah negara dan negara Islam. Di negara-negara tersebut Islam menjadi agama resmi negara yang dianut oleh para pemimpinnya dan mayoritas rakyatnya. Kehidupan bermasyarakat dan bernegara juga dilandaskan pada aturan syariat Islam. Negara Islam Kesultanan Brunei berdaulat dan menerapkan hukum Islam secara menyeluruh termasuk dalam hal jinayah (pidana). Brunei telah mempunyai Undang-undang tertulis yang menjadi pedoman hukum Islam yang sudah dikodifikasi menjadi Hukum Kanun Brunei yang berdasarkan ketentuan hukum (syariat) Islam. Demikian juga negara Islam kesultanan Banjar yang berdaulat dan berhasil memakmurkan rakyatnya serta menciptakan keadilan dengan menerapkan syariat Islam selama ratusan tahun. Hukum Islam yang yang dijalankan berdasarkan Al Qur’an dan Hadits Nabi juga mengakomodasi adat setempat yang sudah mengalami proses islamisasi sehingga tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Di masa akhir Banjar baru dilakukan kodifikasi hukum Islam yang sebelumnya telah dilaksanakan. Sebelum adanya campur tangan penjajah Belanda, Pengadilan Agama di Kesultanan Sambas secara turun-temurun melaksanakan hukum Islam yang juga menerapkan Qisas menurut hukum Islam. Misalnya membunuh dihukum bunuh, berzina dikenakan hukum rajam. Setelah masa penjajahan hukum Islam berusaha dikebiri, hanya diberlakukan untuk masalah keluarga dan ibadah mahdhah saja. Sedangkan untuk perkara pidana tidak boleh lagi dilaksanakan dan diganti dengan hukum penjajah yang dibawa dari Eropa. Rakyat di kesultanan Kutai dan Sambas serta negara-negara Islam lainnya di Kalimantan hidup dengan makmur, temtram dan damai sebelum kedatangan para penjajah Eropa. Para sultan di negara-negara Islam di Kalimantan tersebut semuanya muslim dan berusaha mengamalkan ajaran-ajaran Islam serta berusaha menerapkan aturan hukum syariat Islam. Adapun mengenai adanya unsur adat dalam kitab hukum yang ditemukan para sejarahwan bukan sesuatu yang mengejutkan, karena memang hukum Islam bisa menerima dan mentolerir adat selama adat tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Islam atau telah mengalami proses Islamisasi. Para pemimpin dan ulama tidak tinggal diam dengan terjadinya penjajahan, dan kezaliman di negerinya. Mereka bahu membahu bersama rakyat mengobarkan perang sabil untuk melawan penjajah Belanda. Pangeran Hidayatullah dari Kesultanan Banjar contohnya, menganggap perang melawan Belanda adalah perang sabil atau jihad terhadap orang kafir Belanda. Untuk itu Belanda memberikan imbalan atas kepala Pangeran Hidayatullah seperti juga Pangeran Antasari sebesar 10.000,- gulden bagi siapa saja yang berhasil menangkapnya atau membunuhnya. (K. Subroto)
2019
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan sejarah Gereja Bethel Indonesia (GBI) di Kalimantan Tengah. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif. Prosedur pada penelitian ini, yaitu observasi, pemilihan narasumber penelitian, wawancara, pengolahan data, analisis data, penyusunan laporan akhir. Metode pengumpulan data pada penelitian ini, yaitu dengan observasi, wawancara, dokumen, diskusi terarah. Analisis data dengan melakukan interpretasi dari data yang didapatkan di lapangan. Cara- cara penafsiran dan pembahasannya dalam bentuk deskripsi. Hasil analisis data menunjukkan bahwa adanya sejarah masuknya Kristen di Kalimantan Tengah, penelusuran sejarah masuknya aliran Pinkster (Pentakosta) pra sejarah sebelum hadirnya GBI di Kalimantan Tengah, Beralihnya sebagian besar pendeta GBIS ke GBI.
Formazione e cura degli educatori salesiani, presentazione, 2018
Food Cultures of the World Encyclopedia, 2011
M.R. Picuti, Nuove acquisizioni epigrafiche dall'area urbana di Bevagna, in Bollettino storico della città di Foligno, XIV, 1990, pp. 462- 481, 1990
Jurnal Teknik Industri/Jurnal teknik industry, 2024
Qué pasa con el estudio de los medios. Diálogo con las Ciencias Sociales en Iberoamérica., 2011
Legacies of the Forgotten: Sporting Biographies from Pre-1930s South America, 2024
Archaeologies of early Modern Spanish Colonialism
Sensors and Materials
Análise Psicológica, 2012
ACS Omega, 2022
Regional Anesthesia & Pain Medicine, 2020
Pakistan journal of biological sciences : PJBS, 2021
Studia Psychologica, 2022
Medical Teacher, 2021