Academia.eduAcademia.edu

Siti Hafifah (21022112

Pemenuhan persyaratan penguasaan kompetensi sebagai agen pembel-ajaran meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Hal ini nantinya dibuktikan dengan sertifikat pendidik seperti dijelaskan dalam Undang-Undang No. 14 Tahun tentang Guru dan Dosen Pasal 8 yang berbunyi: "Selain itu dalam Undang-Undang Nomor 14 tentang Guru dan Dosen pada Pasal 8 yang berbunyi "Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional". Semangat dari pasal ini adalah untuk meningkatkan kompetensi pendidik itu sendiri, serta berusaha lebih menghargai profesi pendidik. Dengan sertifikasi ini maka diharapkan profesi pendidik lebih dihargai dan dapat meningkatkan mutu pendidik di Indonesia. Hal ini dilakukan sebagai langkah agar para pendidik menjadi tenaga profesional. Kompetensi berasal dari kata competency (bahasa Inggris) yang memiliki arti ability (kemampuan), capability (kesanggupan), proficiency (keahlian), qualification (kecakapan), eligibility (memenuhi persyaratan), readiness (kesiapan), skill (kemahiran), dan adequency (kepadanan) (Marshal, 1994). Menurut Uzer Usman (1997), kompetensi adalah suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik kualitatif maupun kuantitatif.

Kompetensi Guru Siti Hafifah (21022112) Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Padang Email: [email protected] A. Hubungan Kompetensi Guru Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan pendidik adalah pendidik profesional. Pemenuhan persyaratan penguasaan kompetensi sebagai agen pembel- ajaran meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Hal ini nantinya dibuktikan dengan sertifikat pendidik seperti dijelaskan dalam Undang-Undang No. 14 Tahun tentang Guru dan Dosen Pasal 8 yang berbunyi: "Selain itu dalam Undang-Undang Nomor 14 tentang Guru dan Dosen pada Pasal 8 yang berbunyi "Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional". Semangat dari pasal ini adalah untuk meningkatkan kompetensi pendidik itu sendiri, serta berusaha lebih menghargai profesi pendidik. Dengan sertifikasi ini maka diharapkan profesi pendidik lebih dihargai dan dapat meningkatkan mutu pendidik di Indonesia. Hal ini dilakukan sebagai langkah agar para pendidik menjadi tenaga profesional. Kompetensi berasal dari kata competency (bahasa Inggris) yang memiliki arti ability (kemampuan), capability (kesanggupan), proficiency (keahlian), qualification (kecakapan), eligibility (memenuhi persyaratan), readiness (kesiapan), skill (kemahiran), dan adequency (kepadanan) (Marshal, 1994). Menurut Uzer Usman (1997), kompetensi adalah suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik kualitatif maupun kuantitatif. Kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak secara kon- sisten dan terusmenerus sehingga memungkinkan seseorang untuk menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu (Depdiknas, 2003). Ada beberapa unsur yang terkandung dalam kompetensi, Gordo menje- laskan beberapa ranah dalam konsep kompetensi: 1) pengetahuan, kesadaran dalam kognitif; 2) pemahaman, kedalaman kognitif dan afektif individu; 3) kemampuan, sesuatu yang dimiliki peserta didik untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya; 4) nilai, standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang; 5) sikap, perasaan atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar; 6) minat, kecenderungan seseorang untuk melakukan perbuatan (Mulyasa, 2005). Pengertian kompetensi dalam hal ini adalah memandang kompetensi sebagai hasil pembelajaran dalam perspektif pendidikan, yang mencakup tiga aspek yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja. Sebagai karakteristik individu yang melekat, kompetensi merupakan bagian dan kepribadian individu yang relatif dan stabil, dapat dilihat, serta diukur dari perilaku individu yang bersangkutan di tempat kerja atau dalam berbagai situasi. Jordan, Carlile, and Stack (2008: 203) membedakan antara kompetensi dan kompeten. Kompetensi adalah kemampuan dalam melakukan seperangkat tugas yang membutuhkan integrasi pengetahuan, keterampilan, dan sikap, sedangkan kompeten meru- pakan kemampuan melakukan peran secara efektif dalam suatu konteks. Kompetensi menurut Harris (1995: 20) adalah "The possession and development of sufficient skills, appropriate attitudes and experience for suc- cessfull performance in life roles". Sedangkan menurut Spencer and Spencer (1993: 9) kompetensi adalah: An underlying characteristic of an individual that is causally related to criterionreferenced effective and/or superior performance in a job or situation. Underlying characteristic means the competency is a fairly deep and enduring part of a person's personality and can predict behavior in a wide variety ofsituations and job tasks. Causally related means that a competency causes or predicts behavior and performance. Criterion-referenced means that the competency actually predicts who does something well or poorly, as measured on a specific criterion or standard. Secara lebih rinci Spencer & Spencer (1993: 9-11) memerinci ada lima dimensi dalam kompetensi, yakni: 1) motif (motive); 2) pembawaan (trait); 3) konsep diri (self-concept); 4) pengetahuan (knowledge); dan 5) keterampilan (skill). Spencer & Spencer menyebutnya sebagai model gunung es (the iceberg model) atau model inti dan permukaan (sentral and surface competencies). B. Kemampuan Berkomunikasi Kemampuan Komunikasi Guru Dalam Pembelajaran Pembelajaran merupakan hal yang paling sangat berpengaruh di dalam sistem pembelajaran di kelas, sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar (Gagne dan Brigga dalam Majid, 2014:283). Pada dasarnya, proses pembelajaran di dalam kelas ini merupakan yang sudah terencana. Oleh karena itu rencana tersebut sudah banyak tercantum dalam kegiatan yang telah guru persiapkan untuk dapat menunjang keberhasilan dari proses belajar mengajar di kelas, yang di dalamnya guru dan peserta didik saling berinteraksi. Adapun tugas dari seorang guru adalah mampu menciptakan suasana di kelas menjadi suasana yang tertib, kondusif dan aman pada saat belajar mengajar. Suasana yang diciptakan oleh guru dan peserta didik itu harus benar-benar kondusif agar tidak terjadinya perselisihan antara guru dan peserta didik dan juga guru harus bertanggung jawab dalam mengorganisasikan keadaan di dalam kelas selama proses belajar mengajar berlangsung. Kemampuan Komunikasi yang Efektif Antara Guru dan Siswa Di dalam dunia pendidikan komunikasi itu sangat penting apalagi komunikasi yang dilakukan oleh seorang guru. Komunikasi ini juga membantu guru dalam kemampuannya berkomunikasi hal tersebut bukan hanya untuk menyampaikan informasi saja, melainkan adanya tujuan tertentu untuk membangun sebuah komunikasi yang lebih efektif antara guru dengan peserta didiknya. Menurut Eko Harry Susanto (2010:13) bahwa komunikasi itu dinilai efektif, apabila yang dimaksud oleh pengirim sebagai orang dalam menyampaikan pesan sehingga berkaitan erat dengan respon yang ditangkap dan dipahami oleh si penerima pesan. Oleh karena itu kemampuan berkomunikasi guru ini membutuhkan umpan balik (feed back). Karena, melalui umpan balik inilah apakah kemampuannya dalam berkomunikasi sudah tercapai atau tidaknya dalam menyampaikan pembelajaran yang efektif kepada peserta didik saat berlangsung. Sedangkan menurut Kementrian Dinas Pendidikan (2011:14) “komunikasi yang efektif terjadi jika terwujudnya kesamaan sebuah makna atas pesan atau informasi diantara pihak-pihak yang termasuk kedalam komunikasi tersebut”. Agar dapat berkomunikasi dengan baik, sebaiknya seorang guru itu juga perlu memiliki cara bahasa yang baik. Karena, guru itu harus memiliki banyak kosa kata dan kekayaan dalam berbahasa serta dalam mengeluarkan kemampuannya berkomunikasi efektif dengan peserta didik guru itu perlu juga menguasai ucapan dan bahasa yang tepat pada saat menyampaikan materi pelajaran. Dan juga hal lainnya yang mempengaruhi suatu keberhasilan dari kemampuan berkomunikasi guru itu sendiri dengan peserta didiknya yaitu penguasaan dan juga cara mengajarnya. Seorang guru yang profesional itu adalah seorang guru yang mampu berkomunikasi dengan peserta didik secara efektif dan efisien dengan peserta didiknya karena di dalam pembelajaran itu komunikasi bergantung kepada guru seberapa efektif kah guru berkomunikasi dengan peserta didik di kelas atau di luar kelas. C. Hubungan Kompetensi Sosial dengan Hubungan Masyarakat Kompetensi sosial terkait dengan kemampuan guru sebagai makhluk sosial dalam berinteraksi dengan orang lain. Sebagai makhluk sosial guru berperilaku santun, mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan secara efektif dan menarik, mempunyai rasa empati terhadap orang lain. Kemampuan guru berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan menarik dengan peserta didik, sesama pendidik dan tenaga kependidikan, orang tua dan wali peserta didik, masyarakat sekitar madrasah dan sekitar di mana pendidik itu tinggal, dan dengan pihak-pihak berkepentingan dengan madrasah. Kondisi objektif ini menggambarkan bahwa kemampuan sosial guru tampak ketika bergaul dan melakukan interaksi sebagai profesi maupun sebagai masyarakat, dan kemampuan mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Slamet dalam Syaiful Sagala, indikator kompetensi sosial guru meliputi hal-hal berikut: 1. Memahami dan menghargai perbedaan (respek) serta memiliki kemampuan mengelola konflik dan benturan. 2. Melaksanakan kerjasama secara harmonis dengan kawan sejawat, kepala sekolah dan wakil kepala sekolah, dan pihak-pihak terkait lainnya. 3. Membangun kerja tim (teamwork) yang kompak, cerdas, dinamis, dan lincah. 4. Melaksanakan komunikasi (oral, tertulis, tergambar) secara efektif dan menyenangkan dengan seluruh warga sekolah, orang tua peserta didik, dengan kesadaran sepenuhnya bahwa masing-masing memiliki peran dan tanggung jawab terhadap kemajuan pembelajaran. 5. Memiliki kemampuan memahami dan menginternalisasikan perubahan lingkungan yang berpengaruh terhadap tugasnya. 6. Memiliki kemampuan mendudukkan dirinya dalam sistem nilai yang berlaku di masyarakat sekitarnya. 7. Melaksanakan prinsip-prinsip tata kelola yang baik (misalnya: partisipasi, transparansi, akuntabilitas, penegakan hukum, dan profesionalisme). D. Kedisiplinan Guru merupakan komponen vital, penggerak utama sebagai faktor penentu kesuksesan dari sistem pendidikan dan pengajaran yang akhirnya akan memengaruhi produktivitas sekolah. Secara umum kualitas pendidikan formal yang tercermin dari lulusannya sangat dipengaruhi oleh kualitas siswa, proses belajar mengajar, dan kedisiplinan mengajar guru. Haryadi (2005) menyatakan bahwa kualitas pendidikan dipengaruhi oleh kualitas tenaga pengajar, sistem belajar mengajar, sarana dan prasarana, lokasi, serta administrasi dan birokrasi. Oleh karena itu salah satu upaya yang harus dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas sekolah adalah melalui peningkatan kedisiplinan mengajar guru. Hal ini sejalan dengan pendapat Kusumastuti (2001), yang menyatakan bahwa pengembangan mutu pendidikan dapat ditempuh melalui pengembangan mutu para pendidiknya. Upaya pengembangan mutu pendidik diharapkan ada peningkatan mutu pendidikan yang tercermin melalui lulusan. Memang ada banyak faktor yang memengaruhi nilai kelulusan siswa, antara lain adalah kemampuan dan kondisi siswa, tingkat kesulitan soal ujian, dan kinerja lembaga. Salah satu kinerja lembaga yang sangat berpengaruh terhadap kelulusan siswa adalah kedisiplinan mengajar guru yang optimal. Ketidakoptimalan kedisiplinan mengajar guru sangat dimungkinkan karena kurang optimalnya supervisi akademik yang dilakukan kepala sekolah. Siswoyo (2006) mengatakan, agar kedisiplinan mengajar guru meningkat sangat dibutuhkan pemimpin yang mampu memberdayakan karyawan utamanya adalah guru. Guru merupakan ujung tombak keberhasilan pendidikan. Menurut Halsey (dalam Tu'u, 2004) istilah disiplin dalam bahasa Inggris berasal dari kata "discipline" yang berarti tertib, taat, mengendalikan tingkah laku, penguasaan diri, dan kendali diri. Sedangkan Damayanti dkk., (2002) mengatakan bahwa kedisiplinan mengajar guru berkaitan dengan kinerja guru. Kualitas guru yang dibutuhkan dalam era pembangunan adalah mereka yang mampu dan siap berperan secara profesional dalam dua lingkungan besar yaitu lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Menurut Damayanti (2002) untuk menghasilkan guru yang memiliki disiplin tinggi dalam kinerjanya ada empat kompetensi yang mesti dimiliki guru, yaitu kompetensi pedagogi, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang didapat dari pendidikan profesi (UU Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 10 ayat 1). Sugiyono dkk., (2004) mengatakan bahwa mutu pendidikan belum dapat memenuhi kualitas yang baik yang diduga penyebabnya antara lain 1) kurangnya kedisiplinan guru dalam melaksanakan tugas, 2) mutu guru menurun, 3) kurangnya penghargaan terhadap guru. penghargaan ini sangat penting yang salah satunya untuk memotivasi kediplinan kerja guru. Penghargaan dapat berupa pujian, hadiah, surat penghargaan, dan lain sebagainya. Sudiyono (2000) menyebutkan bahwa kedisiplinan guru adalah prestasi yang diperlihatkan guru dalam melaksanakan tugas pokok dalam mengajar, mendidik, dan melatih. Dalam mengajar yang diperlihatkan guru adalah menyampaikan materi ajar (sikap, pengetahuan, dan keterampilan) kepada siswa. Hal ini disebabkan guru mempunyai kemampuan merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi proses belajar mengajar dalam suasana interaksi edukatif di sekolah (Sudiyono, 2000). Guru yang mempunyai kedisiplinan mengajar yang tinggi adalah guru yang mengutamakan tugasnya (merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi proses belajar mengajar), sehingga secara berkelanjutan akan mewujudkan dan meningkatkan prestasi kerja yang dimanifestasikan dalam bentuk kerja keras, tekun, dan berwawasan ke depan. Berdasarkan Keputusan Mendikbud RI Nomor 025/0/1995 tentang Petunjuk Teknis Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru Dan Angka Kredit, unsur utama yang merupakan refleksi mengajar guru diukur dari prestasi yang dicapai atau dilaksanakan oleh guru mulai dari kemampuan merencanakan pembelajaran, kemudian melaksanakan pembelajaran, serta melaksanakan evaluasi. Guru memiliki peran yang bersifat multifungsi, lebih dari sekadar yang tertuang pada produk hukum tentang guru, seperti No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No. 74 tentang Guru, bahwa guru berperan sebagai perancang, penggerak, evaluator, dan motivator. Ketiga indikator dari profesional guru tersebut, yaitu: perencanaan pembelajaran (input), pelaksanaan pembelajaran (proses), dan evaluasi pembelajaran (output) dilakukan oleh guru dengan baik, maka profesional guru bisa dikatakan baik. Untuk menjadikan guru sebagai tenaga profesional maka perlu diadakan pembinaan secara terus-menerus dan berkesinambungan, dan menjadikan guru sebagai tenaga kerja perlu diperhatikan, dihargai dan diakui keprofesionalannya. Dari pendapat Hasibuan, Sudiyono, dan Keputusan Mendikbud RI Nomor 025/0/1995, yang dimaksud dengan kedisiplinan mengajar guru adalah kesadaran dan kesediaan guru dalam melaksanakan tugas pokok dalam mengajar yang meliputi kedisiplinan dalam menyusun perencanaan pembelajaran, kedisiplinan melaksanakan kegiatan pembelajaran, kedisiplinan melaksanakan evaluasi di akhir pembelajaran. pelaksanaan supervisi perseorangan terhadap guru. Salah satu teknik supervisi individual yaitu kunjungan kelasyang dilaksanakan dengan empat tahap, dimulai dari tahap persiapan, tahap pengamatan, tahap akhir kunjungan dan tahap tindak lanjut. E. Kesejahteraan Moekijat (1997) mengemukakan bahwa kesejahteraan adalah setiap pelayanan/kenikmatan hidup yang diberikan oleh seseorang majikan sebagai tambahan gaji/upah. Kesejahteraan juga bisa diartikan sebagai kesejahteraan sosial yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Kebutuhan PokokPokok Kesejahteraan Sosial pasal 2 ayat 1 dalam Sumarnonugroho, dikemukakan kesejahteraan sosial adalah suatu tatanan kehidupan dan penghidupan sosial, material, spiritual, yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir batin yang memungkinkan bagi setiap warganegara untuk menyadarkan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai Pancasila. Kesejahteraan bagi setiap manusia adalah harapan yang paling mendasar. Manusia dikatakan sejahtera jika kebutuhan-kebutuhannya tercapai. Kesejahteraan bagi pegawai pada umumnya dapat meningkatkan disiplin kerja. Menurut Undang-Undang Guru dan Dosen dikatakan bahwa kesejahteraan guru meliputi tiga tunjangan yakni tunjangan fungsional, tunjangan profesi serta tunjangan khusus. Tunjangan fungsional berlaku umum dan berhak diterima oleh seluruh guru negeri maupun swasta dari pemerintah pusat dan daerah. Tunjangan profesi diberikan kepada guru yang telah meraih sertifikasi pendidik. Sedangkan tunjangan khusus diberikan kepada guru yang bertugas di daerah dengan tingkat kesulitan khusus seperti daerah terpencil, daerah konflik dan sebagainya. F. Iklim Kerja Pendapat Marzuki dalam (Supardi, 2014:121) iklim kerja di sekolah merupakan keadaan sekitar sekolah dan suasana yang sunyi serta nyaman kondusif untuk pembelajaran yang dapat meningkatkan prestasi akademik. Sekolah yang memiliki iklim kerja yang kondusif sangat menunjang terhadap ketenangan dan kenyamanan dalam bekerja, sehingga akan menimbulkan tingkat prestasi kerja dalam suatu pekerjaan. Iklim kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi. Kemudian tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai kerja atau bekerja. Iklim kerja di dalam organisasi dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok. Pertama, friendly environment yaitu iklim yang ramah yang memberikan dukungan dana dan nilainilai budaya. Kedua, hostile environment yaituiklim yang tidak ramah, berupa lingkungan yang mengekang perkembangan organisasi. Iklim yang kondusif akan menciptakan sebuah kondisi yang mendorongnya untuk bekerja dengan giat. Dan penelitian oleh Eko Adi Siswanto (2012) bahwa iklim kerja berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja dan juga oleh penelitian Usman (2011) bahwa iklim kerja secara bersama-sama memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja. Kinerja dalam sebuah organisasi merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam suatu lembaga organisasi, baik itu lembaga pemerintahan maupun lembaga swasta. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kinerja pegawai, salah satunya adalah iklim kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa iklim yang kondusif mempunyai dampak signifikan terhadap kinerja dan keefektifan organisasi. Sebagai suatu sistem nilai yang memberikan pedoman berperilaku kerja dan menjadi prinsip pengoperasian dasar bagi para karyawan, iklim yang kondusif memfasilitasi pemahaman yang jelas tentang “the way things done around here” Iklim kerja dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah working climate atau environment. Iklim kerja merupakan suatu lingkungan yang dirasakan oleh anggota organisasi dalam berkerja. Iklim kerja juga dapat didefenisikan sebagai seperangkat ciri atau atribut yang dirasakan dan dipertimbangkan individu yang berdampak pada keinginan personal dengan maksud untuk berprestasi sebaik mungkin. Iklim kerja dilakukan di madrasah akan memiliki kenyamanan sehingga menciptakan suasana lebih tenang tanpa tekanan dan tidak unsur paksaan. Iklim kerja dalam suatu perusahaan sangat penting. Iklim yang ada didalam suatu perusahaan mempunyai dampak pada tinggi rendahnya semangat kerja seseorang. Iklim kerja dipengaruhi oleh lingkungan internal atau psikologi perusahaan. Tinggi rendahnya semangat kerja pegawai juga dipengaruhi oleh keadaan iklim kerja yang berlangsung ditempat mereka bekerja. Pengendalian iklim kerja merupakan salah satu cara yang dapat digunakan dalam meningkatan prodktifitas sumber daya manusia Iklim kerja dalam suatu perusahaan sangat penting. Iklim yang ada didalam suatu perusahaan mempunyai dampak pada tinggi rendahnya semangat kerja seseorang. Iklim kerja dipengaruhi oleh lingkungan internal atau psikologi perusahaan. Tinggi rendahnya semangat kerja pegawai juga dipengaruhi oleh keadaan iklim kerja yang berlangsung ditempat mereka bekerja. Pengendalian iklim kerja merupakan salah satu cara yang dapat digunakan dalam meningkatan prodktifitas sumber daya manusia. Iklim yang tepat untuk mencapai tujuannya yang tentunya harus sesuai dengan tujuan para pekerjanya. Iklim kerja terwujud yang disebabkan adanya proses hubungan antara personal organisasi sehingga hubungan tersebut mengakibatkan adanya karakteristik pada suatu organisasi. Keanekaragaman pekerjaan yang dirancang di dalam organisasi yang bersifat individu sebagai motor penggerak akan menggambarkan perbedaan tersebut. Semua perusahaan tentu memiliki strategi dalam manajemen Sumber Daya Manusia. Iklim kerja yang terbuka memacu pegawai untuk mengutarakan kepentingan dan ketidakpuasan tanpa adanya rasa takut akan tindakan balasan dan tekanan. Ketidakpuasan seperti itu dapat ditangani dengan cara yang positif dan bijaksana. Iklim keterbukaan hanya akan tercipta jika semua anggota memiliki tingkat keyakinan yang tinggi dan mempercayai keadilan dalam bertindak. Iklim kerja penting untuk diciptakan karena merupakan persepsi seorang tentang apa yang diberikan oleh perusahaan dan dijadikan dasar bagi penentu tingkah laku anggota selanjutnya. Iklim kerja ditentukan oleh seberapa baik anggota diarahkan, dibangun, dan dihargai oleh perusahaan. DAFTAR PUSTAKA Hariandja, Marihot Tua Efendi. (2002). Manajemen Sumber Daya manusia. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. Mulyadi and Rivai. (2009) Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Cetakan Kesembilan. Nurihsan, Ahmad Juntika. (2006). Bimbingan dan konseling dalam berbagai latar belakang. Bandung: PT Rafika Aditama. Schein, Edgar H. (2004). Organizational Culture and Leadership. Third Edition, JosseyBass Publishers, San Francisco. Sunyoto, Danang. (2014). Konsep Dasar Riset Pemasaran & Perilaku Konsumen. CAPS: Yogyakarta. Suryana, D., & Latifa, B. (2023). Inner Child influence on Early Childhood Emotions. Educational Administration: Theory and Practice, 293). Suryana, D., Husna, A., & Mahyuddin, N. (2023), CIPP Evaluation Model: Analysis of Education Implementation in PAUD Based on Government Policy on Implementation of Learning During the Covid-19 Pandemic, Jumal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 74) 4386-4396. Suryana, D. (2022). Permainan edukatif setatak angka dalam menstimulasi kemampuan berfikir simbolik anak usia dini. Jurnal Obsesi. Jumal Pendidikan Anak Usia Dini, 6(3), 1790-1798. Suryana, D., & Sakti, R. (2022). Tipe Pola Asuh Orang Tua dan Implikasinya terhadap Kepribadian Anak Usia Dini. Jurnal Obsesi Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 6(5), 4479-4492. Suryana, D., Mayar, F, & Sari, R. E. (2021). Pengaruh Metode Sumbang Kurenah terhadap Perkembangan Karakter Anak Taman Kanak-kanak Kecamatan Rao. Jurnal Obsesi Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 6(1). 341-352. Suryana, D., Sari, N. E., Mayar, F. & Satria, S. (2021) English Learning interactive Media for Early Childhood Through the Total Physical Response Method. Jurnal Pendidikan Usia Dini 15(1), 60-80. Suryana, D., Khairma, F. S., San, N. E, Mayar, F. & Satria, S. (2020). Star of the week programs based on peer relationship for children social emotional development. Jumal Pendidikan Usia Dini, 1-4(2), 288-302. Suryana, D., Yulia, R., & Safrizal, S. (2021), CONTENT ANALYSIS OF AL-QUR'AN SCIENCE INTEGRATION IN CHILDREN'S ANIMATED SERIAL OF RIKO THE SERIES ON HUJAN'S EPISODE Ta'dib, 24(1), 93-101. Suryana, D., Tika, R., & Wardani, E. K. (2022, June). Management of creative early childhood education environment in increasing golden age creativity. In 6th International Conference of Early Childhood Education (ICECE-6 2027) (pp. 17-20) Allants Press. Suryana, D., & Yuanita, S. K. S. (2022). Efektifitas Teknik Mind Mapping terhadap Kemampuan Membaca Anak Usia Dini. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 6(4), 2874-2885. Tohardi, Ahmad. (2002). Pemahaman Praktis Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Universitas Tanjung Pura, Mandar Maju.