Kompetensi Guru
Siti Hafifah (21022112)
Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, Fakultas Ilmu Pendidikan,
Universitas Negeri Padang
Email:
[email protected]
A. Hubungan Kompetensi Guru
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Peraturan
Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
menyatakan pendidik adalah pendidik profesional.
Pemenuhan persyaratan penguasaan kompetensi sebagai agen pembel- ajaran
meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional. Hal ini nantinya dibuktikan dengan sertifikat pendidik seperti
dijelaskan dalam Undang-Undang No. 14 Tahun tentang Guru dan Dosen Pasal 8
yang berbunyi: "Selain itu dalam Undang-Undang Nomor 14 tentang Guru dan Dosen
pada Pasal 8 yang berbunyi "Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,
sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional".
Semangat dari pasal ini adalah untuk meningkatkan kompetensi pendidik itu
sendiri, serta berusaha lebih menghargai profesi pendidik. Dengan sertifikasi ini maka
diharapkan profesi pendidik lebih dihargai dan dapat meningkatkan mutu pendidik di
Indonesia. Hal ini dilakukan sebagai langkah agar para pendidik menjadi tenaga
profesional.
Kompetensi berasal dari kata competency (bahasa Inggris) yang memiliki arti
ability (kemampuan), capability (kesanggupan), proficiency (keahlian), qualification
(kecakapan), eligibility (memenuhi persyaratan), readiness
(kesiapan), skill
(kemahiran), dan adequency (kepadanan) (Marshal, 1994).
Menurut Uzer Usman (1997), kompetensi adalah suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik kualitatif maupun kuantitatif.
Kompetensi
adalah
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai
dasar
yang
direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak secara kon- sisten dan terusmenerus sehingga memungkinkan seseorang untuk menjadi kompeten, dalam arti
memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu
(Depdiknas, 2003).
Ada beberapa unsur yang terkandung dalam kompetensi, Gordo menje- laskan
beberapa ranah dalam konsep kompetensi: 1) pengetahuan, kesadaran dalam kognitif;
2) pemahaman, kedalaman kognitif dan afektif individu; 3) kemampuan, sesuatu yang
dimiliki peserta didik untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya; 4) nilai,
standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri
seseorang; 5) sikap, perasaan atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari
luar; 6) minat, kecenderungan seseorang untuk melakukan perbuatan (Mulyasa,
2005).
Pengertian kompetensi dalam hal ini adalah memandang kompetensi sebagai hasil
pembelajaran dalam perspektif pendidikan, yang mencakup tiga aspek yaitu
pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja. Sebagai karakteristik individu yang
melekat, kompetensi merupakan bagian dan kepribadian individu yang relatif dan
stabil, dapat dilihat, serta diukur dari perilaku individu yang bersangkutan di tempat
kerja atau dalam berbagai situasi. Jordan, Carlile, and Stack (2008: 203) membedakan
antara kompetensi dan kompeten. Kompetensi adalah kemampuan dalam melakukan
seperangkat tugas yang membutuhkan integrasi pengetahuan, keterampilan, dan sikap,
sedangkan kompeten meru- pakan kemampuan melakukan peran secara efektif dalam
suatu konteks.
Kompetensi menurut Harris (1995: 20) adalah "The possession and development
of sufficient skills, appropriate attitudes and experience for suc- cessfull performance
in life roles". Sedangkan menurut Spencer and Spencer (1993: 9) kompetensi adalah:
An underlying characteristic of an individual that is causally related to criterionreferenced effective and/or superior performance in a job or situation. Underlying
characteristic means the competency is a fairly deep and enduring part of a person's
personality and can predict behavior in a wide variety ofsituations and job tasks.
Causally related means that a competency causes or predicts behavior and
performance. Criterion-referenced means that the competency actually predicts who
does something well or poorly, as measured on a specific criterion or standard.
Secara lebih rinci Spencer & Spencer (1993: 9-11) memerinci ada lima dimensi
dalam kompetensi, yakni: 1) motif (motive); 2) pembawaan (trait); 3) konsep diri
(self-concept); 4) pengetahuan (knowledge); dan 5) keterampilan (skill). Spencer &
Spencer menyebutnya sebagai model gunung es (the iceberg model) atau model inti
dan permukaan (sentral and surface competencies).
B. Kemampuan Berkomunikasi
Kemampuan Komunikasi Guru Dalam Pembelajaran Pembelajaran merupakan hal
yang paling sangat berpengaruh di dalam sistem pembelajaran di kelas, sehingga
proses belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar (Gagne dan Brigga dalam
Majid, 2014:283). Pada dasarnya, proses pembelajaran di dalam kelas ini merupakan
yang sudah terencana. Oleh karena itu rencana tersebut sudah banyak tercantum
dalam kegiatan yang telah guru persiapkan untuk dapat menunjang keberhasilan dari
proses belajar mengajar di kelas, yang di dalamnya guru dan peserta didik saling
berinteraksi. Adapun tugas dari seorang guru adalah mampu menciptakan suasana di
kelas menjadi suasana yang tertib, kondusif dan aman pada saat belajar mengajar.
Suasana yang diciptakan oleh guru dan peserta didik itu harus benar-benar kondusif
agar tidak terjadinya perselisihan antara guru dan peserta didik dan juga guru harus
bertanggung jawab dalam mengorganisasikan keadaan di dalam kelas selama proses
belajar mengajar berlangsung.
Kemampuan Komunikasi yang Efektif Antara Guru dan Siswa Di dalam dunia
pendidikan komunikasi itu sangat penting apalagi komunikasi yang dilakukan oleh
seorang guru. Komunikasi ini juga membantu guru dalam kemampuannya
berkomunikasi hal tersebut bukan hanya untuk menyampaikan informasi saja,
melainkan adanya tujuan tertentu untuk membangun sebuah komunikasi yang lebih
efektif antara guru dengan peserta didiknya. Menurut Eko Harry Susanto (2010:13)
bahwa komunikasi itu dinilai efektif, apabila yang dimaksud oleh pengirim sebagai
orang dalam menyampaikan pesan sehingga berkaitan erat dengan respon yang
ditangkap dan dipahami oleh si penerima pesan. Oleh karena itu kemampuan
berkomunikasi guru ini membutuhkan umpan balik (feed back). Karena, melalui
umpan balik inilah apakah kemampuannya dalam berkomunikasi sudah tercapai atau
tidaknya dalam menyampaikan pembelajaran yang efektif kepada peserta didik saat
berlangsung.
Sedangkan menurut Kementrian Dinas Pendidikan (2011:14) “komunikasi yang
efektif terjadi jika terwujudnya kesamaan sebuah makna atas pesan atau informasi
diantara pihak-pihak yang termasuk kedalam komunikasi tersebut”. Agar dapat
berkomunikasi dengan baik, sebaiknya seorang guru itu juga perlu memiliki cara
bahasa yang baik. Karena, guru itu harus memiliki banyak kosa kata dan kekayaan
dalam berbahasa serta dalam mengeluarkan kemampuannya berkomunikasi efektif
dengan peserta didik guru itu perlu juga menguasai ucapan dan bahasa yang tepat
pada saat menyampaikan materi pelajaran. Dan juga hal lainnya yang mempengaruhi
suatu keberhasilan dari kemampuan berkomunikasi guru itu sendiri dengan peserta
didiknya yaitu penguasaan dan juga cara mengajarnya.
Seorang guru yang profesional itu adalah seorang guru yang mampu
berkomunikasi dengan peserta didik secara efektif dan efisien dengan peserta
didiknya karena di dalam pembelajaran itu komunikasi bergantung kepada guru
seberapa efektif kah guru berkomunikasi dengan peserta didik di kelas atau di luar
kelas.
C. Hubungan Kompetensi Sosial dengan Hubungan Masyarakat
Kompetensi sosial terkait dengan kemampuan guru sebagai makhluk sosial dalam
berinteraksi dengan orang lain. Sebagai makhluk sosial guru berperilaku santun,
mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan secara efektif dan
menarik, mempunyai rasa empati terhadap orang lain. Kemampuan guru
berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan menarik dengan peserta didik,
sesama pendidik dan tenaga kependidikan, orang tua dan wali peserta didik,
masyarakat sekitar madrasah dan sekitar di mana pendidik itu tinggal, dan dengan
pihak-pihak berkepentingan dengan madrasah. Kondisi objektif ini menggambarkan
bahwa kemampuan sosial guru tampak ketika bergaul dan melakukan interaksi
sebagai profesi maupun sebagai masyarakat, dan kemampuan mengimplementasikan
dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Slamet dalam Syaiful Sagala, indikator kompetensi sosial guru meliputi
hal-hal berikut:
1. Memahami dan menghargai perbedaan (respek) serta memiliki kemampuan
mengelola konflik dan benturan.
2. Melaksanakan kerjasama secara harmonis dengan kawan sejawat, kepala sekolah
dan wakil kepala sekolah, dan pihak-pihak terkait lainnya.
3. Membangun kerja tim (teamwork) yang kompak, cerdas, dinamis, dan lincah.
4. Melaksanakan komunikasi (oral, tertulis, tergambar) secara efektif dan
menyenangkan dengan seluruh warga sekolah, orang tua peserta didik, dengan
kesadaran sepenuhnya bahwa masing-masing memiliki peran dan tanggung jawab
terhadap kemajuan pembelajaran.
5. Memiliki
kemampuan
memahami
dan
menginternalisasikan
perubahan
lingkungan yang berpengaruh terhadap tugasnya.
6. Memiliki kemampuan mendudukkan dirinya dalam sistem nilai yang berlaku di
masyarakat sekitarnya.
7. Melaksanakan prinsip-prinsip tata kelola yang baik (misalnya: partisipasi,
transparansi, akuntabilitas, penegakan hukum, dan profesionalisme).
D. Kedisiplinan
Guru merupakan komponen vital, penggerak utama sebagai faktor penentu
kesuksesan dari sistem pendidikan dan pengajaran yang akhirnya akan memengaruhi
produktivitas sekolah. Secara umum kualitas pendidikan formal yang tercermin dari
lulusannya sangat dipengaruhi oleh kualitas siswa, proses belajar mengajar, dan
kedisiplinan mengajar guru. Haryadi (2005) menyatakan bahwa kualitas pendidikan
dipengaruhi oleh kualitas tenaga pengajar, sistem belajar mengajar, sarana dan
prasarana, lokasi, serta administrasi dan birokrasi. Oleh karena itu salah satu upaya
yang harus dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas sekolah adalah melalui
peningkatan kedisiplinan mengajar guru. Hal ini sejalan dengan pendapat
Kusumastuti (2001), yang menyatakan bahwa pengembangan mutu pendidikan dapat
ditempuh melalui pengembangan mutu para pendidiknya.
Upaya pengembangan mutu pendidik diharapkan ada peningkatan mutu
pendidikan yang tercermin melalui lulusan. Memang ada banyak faktor yang
memengaruhi nilai kelulusan siswa, antara lain adalah kemampuan dan kondisi siswa,
tingkat kesulitan soal ujian, dan kinerja lembaga. Salah satu kinerja lembaga yang
sangat berpengaruh terhadap kelulusan siswa adalah kedisiplinan mengajar guru yang
optimal.
Ketidakoptimalan kedisiplinan mengajar guru sangat dimungkinkan karena
kurang optimalnya supervisi akademik yang dilakukan kepala sekolah. Siswoyo
(2006) mengatakan, agar kedisiplinan mengajar guru meningkat sangat dibutuhkan
pemimpin yang mampu memberdayakan karyawan utamanya adalah guru. Guru
merupakan ujung tombak keberhasilan pendidikan.
Menurut Halsey (dalam Tu'u, 2004) istilah disiplin dalam bahasa Inggris berasal
dari kata "discipline" yang berarti tertib, taat, mengendalikan tingkah laku,
penguasaan diri, dan kendali diri. Sedangkan Damayanti dkk., (2002) mengatakan
bahwa kedisiplinan mengajar guru berkaitan dengan kinerja guru. Kualitas guru yang
dibutuhkan dalam era pembangunan adalah mereka yang mampu dan siap berperan
secara profesional dalam dua lingkungan besar yaitu lingkungan sekolah dan
lingkungan masyarakat. Menurut Damayanti (2002) untuk menghasilkan guru yang
memiliki disiplin tinggi dalam kinerjanya ada empat kompetensi yang mesti dimiliki
guru, yaitu kompetensi pedagogi, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional yang didapat dari pendidikan profesi (UU Nomor 14 Tahun
2005 Pasal 10 ayat 1). Sugiyono dkk., (2004) mengatakan bahwa mutu pendidikan
belum dapat memenuhi kualitas yang baik yang diduga penyebabnya antara lain 1)
kurangnya kedisiplinan guru dalam melaksanakan tugas, 2) mutu guru menurun, 3)
kurangnya penghargaan terhadap guru. penghargaan ini sangat penting yang salah
satunya untuk memotivasi kediplinan kerja guru. Penghargaan dapat berupa pujian,
hadiah, surat penghargaan, dan lain sebagainya.
Sudiyono (2000) menyebutkan bahwa kedisiplinan guru adalah prestasi yang
diperlihatkan guru dalam melaksanakan tugas pokok dalam mengajar, mendidik, dan
melatih. Dalam mengajar yang diperlihatkan guru adalah menyampaikan materi ajar
(sikap, pengetahuan, dan keterampilan) kepada siswa. Hal ini disebabkan guru
mempunyai kemampuan merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi proses
belajar mengajar dalam suasana interaksi edukatif di sekolah (Sudiyono, 2000). Guru
yang mempunyai kedisiplinan mengajar yang tinggi adalah guru yang mengutamakan
tugasnya (merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi proses belajar mengajar),
sehingga secara berkelanjutan akan mewujudkan dan meningkatkan prestasi kerja
yang dimanifestasikan dalam bentuk kerja keras, tekun, dan berwawasan ke depan.
Berdasarkan Keputusan Mendikbud RI Nomor 025/0/1995 tentang Petunjuk Teknis
Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru Dan Angka Kredit, unsur utama
yang merupakan refleksi mengajar guru diukur dari prestasi yang dicapai atau
dilaksanakan oleh guru mulai dari kemampuan merencanakan pembelajaran,
kemudian melaksanakan pembelajaran, serta melaksanakan evaluasi.
Guru memiliki peran yang bersifat multifungsi, lebih dari sekadar yang tertuang
pada produk hukum tentang guru, seperti No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
dan Peraturan Pemerintah No. 74 tentang Guru, bahwa guru berperan sebagai
perancang, penggerak, evaluator, dan motivator.
Ketiga indikator dari profesional guru tersebut, yaitu: perencanaan pembelajaran
(input), pelaksanaan pembelajaran (proses), dan evaluasi pembelajaran (output)
dilakukan oleh guru dengan baik, maka profesional guru bisa dikatakan baik. Untuk
menjadikan guru sebagai tenaga profesional maka perlu diadakan pembinaan secara
terus-menerus dan berkesinambungan, dan menjadikan guru sebagai tenaga kerja
perlu diperhatikan, dihargai dan diakui keprofesionalannya.
Dari pendapat Hasibuan, Sudiyono, dan Keputusan Mendikbud RI Nomor
025/0/1995, yang dimaksud dengan kedisiplinan mengajar guru adalah kesadaran dan
kesediaan guru dalam melaksanakan tugas pokok dalam mengajar yang meliputi
kedisiplinan dalam menyusun perencanaan pembelajaran, kedisiplinan melaksanakan
kegiatan pembelajaran, kedisiplinan melaksanakan evaluasi di akhir pembelajaran.
pelaksanaan supervisi perseorangan terhadap guru. Salah satu teknik supervisi
individual yaitu kunjungan kelasyang dilaksanakan dengan empat tahap, dimulai dari
tahap persiapan, tahap pengamatan, tahap akhir kunjungan dan tahap tindak lanjut.
E. Kesejahteraan
Moekijat
(1997)
mengemukakan
bahwa
kesejahteraan
adalah
setiap
pelayanan/kenikmatan hidup yang diberikan oleh seseorang majikan sebagai
tambahan gaji/upah. Kesejahteraan juga bisa diartikan sebagai kesejahteraan sosial
yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Kebutuhan
PokokPokok Kesejahteraan Sosial pasal 2 ayat 1 dalam Sumarnonugroho,
dikemukakan kesejahteraan sosial adalah suatu tatanan kehidupan dan penghidupan
sosial, material, spiritual, yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan
ketentraman lahir batin yang memungkinkan bagi setiap warganegara untuk
menyadarkan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial
yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi
hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai Pancasila.
Kesejahteraan bagi setiap manusia adalah harapan yang paling mendasar. Manusia
dikatakan sejahtera jika kebutuhan-kebutuhannya tercapai. Kesejahteraan bagi
pegawai pada umumnya dapat meningkatkan disiplin kerja.
Menurut Undang-Undang Guru dan Dosen dikatakan bahwa kesejahteraan guru
meliputi tiga tunjangan yakni tunjangan fungsional, tunjangan profesi serta tunjangan
khusus. Tunjangan fungsional berlaku umum dan berhak diterima oleh seluruh guru
negeri maupun swasta dari pemerintah pusat dan daerah. Tunjangan profesi diberikan
kepada guru yang telah meraih sertifikasi pendidik. Sedangkan tunjangan khusus
diberikan kepada guru yang bertugas di daerah dengan tingkat kesulitan khusus
seperti daerah terpencil, daerah konflik dan sebagainya.
F. Iklim Kerja
Pendapat Marzuki dalam (Supardi, 2014:121) iklim kerja di sekolah merupakan
keadaan sekitar sekolah dan suasana yang sunyi serta nyaman kondusif untuk
pembelajaran yang dapat meningkatkan prestasi akademik. Sekolah yang memiliki
iklim kerja yang kondusif sangat menunjang terhadap ketenangan dan kenyamanan
dalam bekerja, sehingga akan menimbulkan tingkat prestasi kerja dalam suatu
pekerjaan. Iklim kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup
sebagai nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan pendorong, membudaya
dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi. Kemudian tercermin
dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang
terwujud sebagai kerja atau bekerja. Iklim kerja di dalam organisasi dibedakan
menjadi 2 (dua) kelompok. Pertama, friendly environment yaitu iklim yang ramah
yang memberikan dukungan dana dan nilainilai budaya. Kedua, hostile environment
yaituiklim yang tidak ramah, berupa lingkungan yang mengekang perkembangan
organisasi.
Iklim
yang kondusif
akan menciptakan sebuah kondisi
yang
mendorongnya untuk bekerja dengan giat.
Dan penelitian oleh Eko Adi Siswanto (2012) bahwa iklim kerja berpengaruh
positif terhadap kepuasan kerja dan juga oleh penelitian Usman (2011) bahwa iklim
kerja secara bersama-sama memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja. Kinerja
dalam sebuah organisasi merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan
dalam suatu lembaga organisasi, baik itu lembaga pemerintahan maupun lembaga
swasta. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kinerja pegawai, salah satunya
adalah iklim kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa iklim yang kondusif
mempunyai dampak signifikan terhadap kinerja dan keefektifan organisasi. Sebagai
suatu sistem nilai yang memberikan pedoman berperilaku kerja dan menjadi prinsip
pengoperasian dasar bagi para karyawan, iklim yang kondusif memfasilitasi
pemahaman yang jelas tentang “the way things done around here” Iklim kerja dalam
bahasa Inggris dikenal dengan istilah working climate atau environment. Iklim kerja
merupakan suatu lingkungan yang dirasakan oleh anggota organisasi dalam berkerja.
Iklim kerja juga dapat didefenisikan sebagai seperangkat ciri atau atribut yang
dirasakan dan dipertimbangkan individu yang berdampak pada keinginan personal
dengan maksud untuk berprestasi sebaik mungkin. Iklim kerja dilakukan di madrasah
akan memiliki kenyamanan sehingga menciptakan suasana lebih tenang tanpa tekanan
dan tidak unsur paksaan.
Iklim kerja dalam suatu perusahaan sangat penting. Iklim yang ada didalam suatu
perusahaan mempunyai dampak pada tinggi rendahnya semangat kerja seseorang.
Iklim kerja dipengaruhi oleh lingkungan internal atau psikologi perusahaan. Tinggi
rendahnya semangat kerja pegawai juga dipengaruhi oleh keadaan iklim kerja yang
berlangsung ditempat mereka bekerja. Pengendalian iklim kerja merupakan salah satu
cara yang dapat digunakan dalam meningkatan prodktifitas sumber daya manusia
Iklim kerja dalam suatu perusahaan sangat penting. Iklim yang ada didalam suatu
perusahaan mempunyai dampak pada tinggi rendahnya semangat kerja seseorang.
Iklim kerja dipengaruhi oleh lingkungan internal atau psikologi perusahaan. Tinggi
rendahnya semangat kerja pegawai juga dipengaruhi oleh keadaan iklim kerja yang
berlangsung ditempat mereka bekerja. Pengendalian iklim kerja merupakan salah satu
cara yang dapat digunakan dalam meningkatan prodktifitas sumber daya manusia.
Iklim yang tepat untuk mencapai tujuannya yang tentunya harus sesuai dengan
tujuan para pekerjanya. Iklim kerja terwujud yang disebabkan adanya proses
hubungan antara personal organisasi sehingga hubungan tersebut mengakibatkan
adanya karakteristik pada suatu organisasi. Keanekaragaman pekerjaan yang
dirancang di dalam organisasi yang bersifat individu sebagai motor penggerak akan
menggambarkan perbedaan tersebut. Semua perusahaan tentu memiliki strategi dalam
manajemen Sumber Daya Manusia. Iklim kerja yang terbuka memacu pegawai untuk
mengutarakan kepentingan dan ketidakpuasan tanpa adanya rasa takut akan tindakan
balasan dan tekanan. Ketidakpuasan seperti itu dapat ditangani dengan cara yang
positif dan bijaksana. Iklim keterbukaan hanya akan tercipta jika semua anggota
memiliki tingkat keyakinan yang tinggi dan mempercayai keadilan dalam bertindak.
Iklim kerja penting untuk diciptakan karena merupakan persepsi seorang tentang apa
yang diberikan oleh perusahaan dan dijadikan dasar bagi penentu tingkah laku
anggota selanjutnya. Iklim kerja ditentukan oleh seberapa baik anggota diarahkan,
dibangun, dan dihargai oleh perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Hariandja, Marihot Tua Efendi. (2002). Manajemen Sumber Daya manusia. Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Mulyadi and Rivai. (2009) Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Cetakan
Kesembilan.
Nurihsan, Ahmad Juntika. (2006). Bimbingan dan konseling dalam berbagai latar
belakang. Bandung: PT Rafika Aditama.
Schein, Edgar H. (2004). Organizational Culture and Leadership. Third Edition, JosseyBass Publishers, San Francisco.
Sunyoto, Danang. (2014). Konsep Dasar Riset Pemasaran & Perilaku Konsumen.
CAPS: Yogyakarta.
Suryana, D., & Latifa, B. (2023). Inner Child influence on Early Childhood Emotions.
Educational Administration: Theory and Practice, 293).
Suryana, D., Husna, A., & Mahyuddin, N. (2023), CIPP Evaluation Model: Analysis of
Education
Implementation
in
PAUD
Based
on
Government
Policy on
Implementation of Learning During the Covid-19 Pandemic, Jumal Obsesi: Jurnal
Pendidikan Anak Usia Dini, 74) 4386-4396.
Suryana, D. (2022). Permainan edukatif setatak angka dalam menstimulasi kemampuan
berfikir simbolik anak usia dini. Jurnal Obsesi. Jumal Pendidikan Anak Usia Dini,
6(3), 1790-1798.
Suryana, D., & Sakti, R. (2022). Tipe Pola Asuh Orang Tua dan Implikasinya terhadap
Kepribadian Anak Usia Dini. Jurnal Obsesi Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini,
6(5), 4479-4492.
Suryana, D., Mayar, F, & Sari, R. E. (2021). Pengaruh Metode Sumbang Kurenah
terhadap Perkembangan Karakter Anak Taman Kanak-kanak Kecamatan Rao.
Jurnal Obsesi Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 6(1). 341-352.
Suryana, D., Sari, N. E., Mayar, F. & Satria, S. (2021) English Learning interactive
Media for Early Childhood Through the Total Physical Response Method. Jurnal
Pendidikan Usia Dini 15(1), 60-80.
Suryana, D., Khairma, F. S., San, N. E, Mayar, F. & Satria, S. (2020). Star of the week
programs based on peer relationship for children social emotional development.
Jumal Pendidikan Usia Dini, 1-4(2), 288-302.
Suryana, D., Yulia, R., & Safrizal, S. (2021), CONTENT ANALYSIS OF AL-QUR'AN
SCIENCE INTEGRATION IN CHILDREN'S ANIMATED SERIAL OF RIKO
THE SERIES ON HUJAN'S EPISODE Ta'dib, 24(1), 93-101.
Suryana, D., Tika, R., & Wardani, E. K. (2022, June). Management of creative early
childhood education environment in increasing golden age creativity. In 6th
International Conference of Early Childhood Education (ICECE-6 2027) (pp. 17-20)
Allants Press.
Suryana, D., & Yuanita, S. K. S. (2022). Efektifitas Teknik Mind Mapping terhadap
Kemampuan Membaca Anak Usia Dini. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak
Usia Dini, 6(4), 2874-2885.
Tohardi, Ahmad. (2002). Pemahaman Praktis Manajemen Sumber Daya Manusia.
Bandung: Universitas Tanjung Pura, Mandar Maju.