Academia.eduAcademia.edu

JurnaL Tentang Enceng Gondok

JurnaL Tentang Enceng Gondok

Jurnal Penelitian Sains Volume 17 Nomor 1 Januari 2014 Efektivitas Eceng Gondok (Eichhornia crassipes), Hydrilla (Hydrilla verticillata), dan Rumput Payung (Cyperus alternifolius) dalam Pengolahan Limbah Grey Water Sy. Ummi Kalsum1), A. Napoleon2), dan Bambang Yudono3) 1) Mahasiswa Pengelolaan Sumber Daya Alam Pascasarjana Universitas Sriwijaya; 2)Staf Pengajar Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya; 3)Staf Pengajar Jurusan Kimia FMIPA Universitas Sriwijaya Abstract: The purpose of this research is to determine the effectiveness of each phytoremediation agents, namely water hyacinth (Eichhornia crassipes), Hydrilla (Hydrilla verticillata) and Umbrella Grass (Cyperus alternifolius) in domestic wastewater remediate greywater manifold. The method used is pupossive sampling. Domestic waste water samples taken from residential waste and plant samples were taken from the field. Domestic waste water created within 4 concentrations are 100%, 75%, 5% and 25% and into the each concentration of waste water planted with each phytoremediation agent. The result showed that water hyacinth (Eichhornia crassipes) with 25% concentration of waste is most effective than the two other phytoremediation agents in remediate waste water with the ability to improve the quality of waste as indicated by the decline in 85% BOD value, 82% COD value, and 86% of TSS value. Keywords: Phytoremediation, domestic waste water,greywater Email: [email protected], [email protected], [email protected] 1 PENDAHULUAN M anusia dalam kehidupannya sehari-hari tidak lepas dari berbagai aktivitas yang dapat menyebabkan bertambahnya kuantitas limbah cair dan salah satu sumber penghasilnya adalah rumah tangga. Meningkatnya aktivitas manusia di rumah tangga menyebabkan semakin besarnya volume limbah yang dihasilkan dari waktu ke waktu. Volume limbah rumah tangga meningkat 5 juta m3 pertahun (Haryoto, 1999). Menurut data Status Lingkungan Hidup Indonesia tahun 2002, tidak kurang dari 400.000 m3/hari limbah rumah tangga dibuang langsung ke sungai dan tanah, tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu dan 61,5 % dari jumlah tersebut terdapat di Pulau Jawa. Konsekuensinya adalah beban badan air menjadi semakin berat, termasuk terganggunya komponen lain seperti saluran air, biota perairan dan sumber air penduduk. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya pencemaran yang banyak menimbulkan kerugian bagi manusia dan lingkungan. Pada berbagai tempat di tanah air, limbah cair domestik atau limbah cair rumah tangga belum terjangkau oleh teknologi pengolahan limbah. Selain biaya yang mahal dan penerapan yang sulit, masih kuatnya pemikiran dan anggapan sebagian besar masyarakat bahwa pembuangan limbah rumah tangga secara langsung ke lingkungan tidak akan © 2014 JPS MIPA UNSRI menimbulkan dampak yang serius. Dalam kondisi demikian, diperlukan suatu sistem pengolahan rumah tangga yang selain murah dan mudah diterapkan, juga dapat memberi hasil yang optimal dalam mengelola dan mengendalikan limbah rumah tangga sehingga dampaknya dapat dikurangi. Salah satu pemikiran yang dapat dikembangkan adalah pemanfaatan sumberdaya alam yang telah diketahui memiliki kaitan erat dengan proses penjernihan limbah cair domestik, dalam hal ini berbagai jenis tanaman air (Yusuf, 2008). Berdasarkan fakta dan penemuan mengenai kemampuan tanaman air dalam remediasi limbah, maka teknik penggunaan agen fitoremediasi dalam pengelolaan limbah cair rumah tangga sangat memungkinkan. Untuk itu, maka suatu penelitian mengenai jenis agen fitoremediasi tanaman air ini perlu dilakukan dan diharapkan dari pengolahan limbah cair rumah tangga ini, air hasil pengolahan limbah telah sesuai dengan baku mutu lingkungan, karakteristik yang menunjukkan bahwa air limbah tersebut dapat mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan dapat di ditekan sehingga tidak lagi membahayakan lingkungan, bahkan diharapkan air hasil pengolahan limbah cair rumah tangga ini dapat dimanfaatkan. 17105-20 Ummi dkk./Efektivitas Eceng Gondok … JPS Vol.17 No. 1 Januari 2014 2 METODOLOGI 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Alat dan Bahan Nilai BOD Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah toples berukuran 30 liter, slang, aerator, gelas ukur, gelas kimia, pH meter, botol BOD, Erlenmeyer, spatula, pipet tetes, spektrofotometer, corong pisah, dan timbangan serta alat-alat lain untuk uji laboratorium. Nilai BOD menunjukkan jumlah oksigen yang digunakan untuk mengoksidasi sejumlah tertentu zat organik dalam keadaan aerob, atau BOD merupakan ukuran jumlah zat organik yang dapat dioksidasi oleh bakteri aerob. Bahan-bahan yang diperlukan yaitu tanaman air (Eceng gondok, Hydrilla, dan Rumput payung), akuades, dan bahan-bahan uji laboratorium. Pengambilan Sampel Greywater Limbah Domestik Lokasi pengambilan sampel Grey water secara purposive sampling. Limbah diambil dari limbah domestik rumah susun Pengambilan Agen Fitoremediasi Tanaman air yang digunakan sebagai agen fitoremediasi, yaitu Eceng gondok, Hidrilla dan Rumput payung diambil dari lapangan. Kemudian tanaman di aklimatisasi selama 3 hari baru kemudian ditanam pada media berupa grey water limbah cair domestik. Penanaman Agen Fitoremediasi ke dalam Limbah Cair Sampel limbah yang telah diambil dimasukkan ke dalam bak-bak reaktor (toples berukuran 30 liter). Limbah dibuat dalam masing-masing konsenterasi (100%, 75%, 50%% dan 25%), lalu diukur nilai parameter kualitas awal awal limbah yang meliputi BOD, COD, TSS, dan PH. Kemudian ke dalam masingmasing limbah sesuai konsenterasi ditanam masingmasing dengan agen fitoremediasi. Setelah 7 hari diukur kembali parameter kualitas limbah seperti parameter yang diukur awalnya. Uji BOD, COD, TSS dan PH Parameter pengukuran yang dijadikan indikator kualitas limbah domestik pada penelitian ini meliputi BOD, COD, TSS dan PH. Pengukuran nilai BOD menggunakan metode titrasi yang merujuk pada SNI 6989.72:2009. Sedangkan pengukuran COD dilakukan dengan metode titrasi menggunakan refluks tertutup yang merujuk pada SNI 6989.73:2009. Parameter TSS diukur dengan metode gravimitri yang merujuk pada SNI 06-6989.3-2004. Sedangkan untuk pengukuran pH menggunakan pH meter yang prosedurnya merujuk pada SNI 06-6989.11-2004. Pada penelitian kali ini terjadi penurunan nilai BOD dari nilai BOD awal sebelum limbah diremediasi oleh tanaman air dan setelah limbah diremediasi oleh tanaman air. Data nilai BOD rata-rata setelah perlakuan disajikan dalam Tabel 1 di bawah ini: Tabel 1. Nilai BOD Limbah Grey Water yang ditanami Eceng Gondok, Hydrilla dan Rumput Payung untuk Masing-Masing Konsenterasi Konsenterasi Limbah Sebelum Perlakuan Non Tanaman 100% 75% 50% 25% 224 168,6 117 61 224 168,6 117 61 Setelah Perlakuan Eceng HydrilGondok la Rumput Payung 51,52 33,72 19,89 9,15 67,2 47,2 29,25 14,03 60,48 38,77 24,57 11,59 Berdasarkan Tabel 1 di atas, terlihat bahwa terjadi penurunan nilai BOD air limbah setelah diperlakukan dengan tanaman air. Penurunan nilai BOD terbesar terjadi pada perlakuan limbah yang ditanami oleh Eceng gondok (Eichhorrnia crassipes) nilai penurunan BOD di masing-masing perlakuan lebih besar dari dua agen fitoremediasi yang lain. Nilai BOD terkecil yaitu pada perlakuan limbah dengan konsenterasi 25% yaitu sebesar 9,15 mg/l, artinya terjadi penurunan sebesar 172,48 mg/l. Akan tetapi, hasil menunjukkan pada perlakuan limbah dengan konsenterasi 100% pun sudah dapat memperbaiki kualitas limbah dengan adanya perubahan nilai BOD dari 224 mg/l menjadi 51,52 mg/l yang menunjukkan nilai BOD akhir telah dibawah baku mutu lingkungan. Menurut Mahida (1981) nilai BOD akan semakin tinggi jika derajat pengotoran limbah semakin besar Penurunan nilai BOD pada perlakuan agen fitoremediasi yang efektif berikutnya adalah limbah yang diremediasi oleh tanaman Hydrilla (Hydrilla verticillata) pada konsenterasi 25% yaitu sebesar 164,25 mg/l, dimana terjadi perubahan nilai BOD dari 224 mg/l menjadi 11,59 mg/l . Hal serupa juga terjadi pada perlakuan limbah yang ditanami agen fitoremediasi berupa hydrilla ini, dimana pada konsenterasi limbah 100% terjadi penurunan BOD yang nilai nya telah dibawah baku mutu lingkungan, yaitu menjadi 60,48 mg/l. 17105-21 Ummi dkk./Efektivitas Eceng Gondok … JPS Vol.17 No. 1 Januari 2014 Untuk perlakuan dengan agen fitoremediasi Rumput payung (Cyperus alternifolius), penurunan nilai BOD juga terjadi pada konsenterasi limbah 25%, dimana nilai BOD setelah perlakuan adalah 14,03 mg/l yang berarti terjadi penurunan BOD sebesar 156,80 mg/l . Dan sama dengan dua perlakuan agen fitoremediasi yang lain, pada konsenterasi 100% perlakuan dengan menggunakan rumput payung ini juga sudah efektif menurunkan nilai BOD, dimana terjadi penurunan nilai BOD dari 224 mg/l menjadi 67,20 mg/l yang menunjukkan sudah berada dibawah baku mutu lingkungan. Persentase Penurunan BOD (%) Besarnya persentase penurunan BOD limbah greywater setelah perlakuan remediasi untuk masing-masing tanaman dan konsentrasi disajikan pada Gambar 1 di bawah ini: 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 85 81 77 83 79 75 8077 72 77 7370 Eceng Gondok Hydrilla Rumput Payung sis tanaman tersebut. Moorhead & Reddy (1988) mengatakan bahwa pelepasan oksigen dari hasil fotosintesis tanaman melalui perakaran merupakan sumber utama oksigen dalam badan air. Eceng gondok (Eichhornia crassipes) memiliki efektivitas terbaik dalam menurunkan nilai BOD, hal tersebut dikarenakan Eceng gondok adalah tumbuhan air mengapung yang memiliki kecepatan fotosintesis yang tinggi. Menurut Wolverton and McDonald (1976), Eceng gondok (Eichhornia crassipes) memiliki kemampuan menurunkan nilai BOD pada air yang tercemar. Nilai COD Nilai COD (Chemical Oxygen Demands) menunjukkan oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air (Boyd, 1990). Dari hasil penelitian kali ini menunjukkan terjadi penurunan nilai COD dari nilai COD awal dibandingkan dengan nilai COD setelah limbah di tanami dengan agen fitoremediasi. Data penurunan COD limbah greywater setelah diremediasi ditampilkan pada Tabel 2 di bawah ini: Tabel 2. Nilai COD limbah Greywater yang ditanami Eceng Gondok, Hydrilla dan Rumput Payung untuk MasingMasing Konsenterasi 25% 50% 75% 100% Konsentrasi Limbah Gambar 1. Persentase Penurunan BOD Limbah Greywater Setelah Diremediasi untuk Masing-Masing Jenis Tanaman dan Konsentrasi Berdasarkan Gambar 1 di atas tampak bahwa untuk perlakuan variasi konsentrasi efektivitas penurunan BOD terbaik terjadi pada konsentrasi 25%. Terjadinya penurunan yang besar pada konsenterasi ini dikarenakan pada konsenterasi ini tanaman lebih sedikit mengalami cekaman, sehingga tanaman dapat melakukan proses remediasi dengan lebih baik. Sedangkan untuk perlakuan jenis tanaman efektivitas penurunan BOD terbaik terjadi pada perlakuan Eceng gondok (Eichhornia crassipes). Pengaruh tanaman terhadap nilai BOD adalah bahwa tanaman air mampu menurunkan nilai BOD, yang berarti mampu menurunkan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba untuk mengoksidasi zat organik di dalam air limbah. Terjadinya penurunan kebutuhan oksigen biologi ini dikarenakan tanaman air mampu meningkatkan oksigen terlarut dalam air dari pelepasan oksigen melalui akar dan daun tanaman yang dihasilkan dari proses fotosinte- Konsenterasi Limbah Sebelum Perlakuan 100% 75% 50% 25% 367,36 280,52 187,68 101,84 Setelah Perlakuan Non Tanaman Eceng Gondok Hydrilla Rumput Payung 367,36 280,52 187,68 101,84 84,49 58,90 35,66 18,33 99,18 70,13 43,18 22,40 102,89 72,94 45,05 23,42 Berdasarkan Tabel 2 di atas tampak terjadi penurunan nilai COD limbah setelah diperlakukan dengan agen fitoremediasi pada variasi konsentrasi. Penurunan nilai COD yang paling efektif untuk perlakuan variasi konsentrasi terjadi pada konsentrasi limbah 25% untuk masing-masing jenis agen fitoremediasi. Sedangkan untuk perlakuan jenis tanaman, efektivitas terbaik ditunjukkan oleh limbah yang ditanami oleh Eceng gondok (Eichhornia crassipes) yaitu sebesar 82 %, dimana terjadi penurunan nilai COD dari COD awal 101,84 mg/l menjadi 18,33 mg/l. Kemudian diikuti oleh agen fitoremediasi Hydrilla (Hydrilla verticillata) dengan persentase penurunan COD sebesar 79%. Sedangkan Rumput payung (Cyperus alternifolius) mampu menurunkan nilai COD sebesar 77%. Besarnya persentase penurunan nilai COD limbah greywater setelah diremediasi untuk masingmasing agen fitoremediasi yang digunakan dan un- 17105-22 Ummi dkk./Efektivitas Eceng Gondok … JPS Vol.17 No. 1 Januari 2014 82 80 78 82 81 79 79 77 77 76 77 75 74 76 73 72 74 Eceng Gondok Hydrilla Rumput Payung Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan bahwa terjadi penurunan jumlah padatan tersuspensi total atau TSS dari limbah yang diremediasi oleh masing-masing agen fitoremediasi dibandingkan dengan limbah awal yang belum diremediasi. Data penurunan nilai TSS limbah greywater setelah perlakuan untuk masing-masing jenis agen fitoremediasi dan variasi konsentrasi disajikan pada Tabel 3 di bawah ini: Tabel 3. Nilai TSS limbah Greywater yang ditanami Eceng Gondok, Hydrilla dan Rumput Payung untuk MasingMasing Konsenterasi 72 70 68 66 25% 50% 75% 100% Konsentrasi Limbah Gambar 2. Persentase Penurunan COD Limbah Greywater Setelah Diremediasi untuk Masing-Masing Jenis Tanaman dan Konsentrasi Berdasarkan Gambar 2 tampak bahwa persentase penurunan COD untuk perlakuan kon-sentrasi limbah, limbah dengan konsentrasi 25% untuk setiap jenis agen fitoremediasi memiliki persentase penurunan terbesar dibanding perlakuan konsentrasi limbah yang lain, hal ini karena pada konsentrasi tersebut tanaman kurang tercekam dibandingkan pada konsentrasi limbah yang lain, sehingga proses remediasi limbah berlangsung lebih baik. Untuk perlakuan jenis tanaman, Eceng gondok memiliki efektivitas tertinggi dalam meremediasi limbah dibanding dua tanaman lain di setiap konsentrasi perlakuan. Eichhorrnia crassipes memiliki perakaran yang banyak sehingga dengan sistem perakaran tersebut mampu mengabsorbsi senyawa organik dan memfiltrasi senyawa anorganik, selain itu dapat meningkatkan oksigen terlarut melalui proses fotosintesis. Menurut Wolverton & McDonald (1976), efisiensi tersebut terjadi karena absorbsi senyawa organik, fraksinasi dan pelarutan melalui akar. Nilai TSS (Total Suspended Solids) Total suspended solids (TSS) menunjukkan residu dari padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2μm atau lebih besar dari ukuran partikel koloid. TSS menyebabkan kekeruhan pada air akibat padatan tidak terlarut dan tidak dapat langsung mengendap. TSS terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil dari sedimen, misalnya tanah liat, bahan-bahan organik tertentu, sel-sel mikroorganisme, dan sebagainya (Nasution, 2008). Konsenterasi Limbah Sebelum Perlakuan 100% 75% 50% 25% 382 294,6 199 104,5 Setelah Perlakuan Non Tanaman Eceng Gondok Hydrilla Rumput Payung 382 294,6 199 104,5 84,04 58,92 33,83 14,63 122,24 85,43 51,74 25,08 95,5 67,76 38,8 19,86 Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa setelah diremediasi dengan tanaman, TSS air limbah mengalami penurunan, dimana nilai TSS terkecil yaitu 14,63 NTU yang dihasilkan dari perlakuan limbah yang ditanami Eceng gondok (Eichhornia crassipes) pada konsentrasi 25%, selanjutnya disusul oleh Rumput Payung (Cyperus alternifolius) yang pada konsentrasi sama mampu menurunkan TSS dari 104,5 NTU menjadi 19,86 NTU, sedangkan perlakuan Hydrilla (Hydrilla verticillata) pada konsentrasi yang sama ini mampu menurunkan TSS dari 104,5 NTU menjadi 25,08 NTU. Besarnya persentase penurunan TSS limbah greywater setelah diremediasi masing-masing agen fitoremediasi pada variasi konsentrasi disajikan pada Gambar 3 di bawah ini : Persentase Penurunan TSS (%) Persentase Ppenurunan COD tuk masing-masing konsenterasi dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini: 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 86 81 76 83 80 74 80 77 71 78 75 68 Eceng Gondok Hydrilla Rumput Payung 25% 50% 75% 100% Konsentrasi Limbah Gambar 3. Persentase Penurunan TSS Limbah Greywater Setelah diremediasi untuk Masing-Masing Jenis Tanaman dan Konsentrasi Limbah 17105-23 Ummi dkk./Efektivitas Eceng Gondok … JPS Vol.17 No. 1 Januari 2014 Berdasarkan Gambar 3 diatas terlihat bahwa persentase penurunan TSS terbesar terjadi pada limbah yang diberi perlakuan dengan ditanami Eceng gondok pada konsentrasi limbah 25%. Artinya efektivitas penurunan TSS terbaik terjadi pada perlakuan tersebut. Eceng gondok dengan perakaran yang banyak efektif dalam memfiltrasi limbah. Pengaruh tanaman air dalam menurunkan jumlah padatan tersuspensi total (TSS) yang terkandung dalam air limbah adalah dengan adanya mekanisme pengendapan yang terjadi melalui tubuh tanaman terutama dibagian akar, karena salah satu tahapan dalam mekanisme fitoremediasi adalah adanya proses rhizofiltration. Menurut Kelly (1997), rhizofiltration adalah proses adsorpsi atau pengendapan zat kontaminan oleh akar untuk menempel pada akar. Nilai PH Menurut Sawyer & McCarty (2003), nilai pH mencirikan keseimbangan antara asam dengan basa dalam limbah dan merupakan pengukuran konsentrasi ion hidrogen. Adanya karbonat (CO 32-), hidroksida (OH-) dan bikarbonat (HCO3) menaikkan kebasaan air. Sementara adanya asam-asam mineral bebas dan asam karbonat menaikkan keasaman. Dalam air yang bersih jumlah konsentrasi ion H+ dan OH- berada dalam keseimbangan sehingga air yang bersih akan bereaksi netral. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam atau basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Disamping itu pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat terutama ion aluminium yang bersifat toksik. Sedangkan pH yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara ammonium dengan amoniak dalam air terganggu. Pada penelitian kali ini limbah yang dijadikan bahan penelitian adalah limbah domestik yang berjenis grey water, yaitu limbah domestik hasil dari kegiatan dapur, masak dan mencuci. Limbah yang berjenis greywater biasanya bersifat basa karena berasal dari penggunaan sabun dan deterjen yang mengandung senyawa yang dapat meningkatkan pH air. Dari penelitian didapatkan hasil yaitu terjadi penurunan pH limbah menjadi netral. Nilai PH limbah grey water untuk masing-masing agen fitoremediasi dan konsenterasi dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Nilai pH limbah Grey Water yang ditanami Eceng Gondok, Hydrilla dan Rumput Payung untuk MasingMasing Konsenterasi Setelah Perlakuan Konsenterasi Limbah Sebelum Perlakuan Non Tanaman Eceng Gondok Hydrilla Rumput Payung 100% 75% 50% 25% 8,6 8,4 8,3 8,0 8,6 8,4 8,3 8,0 8,0 7,6 7,4 7,0 8,2 7,8 7,6 7,0 8,1 7,7 7,5 7,0 Dari tabel 4 terlihat bahwa terjadi penurunan nilai pH menjadi netral pada perlakuan semua agen fitoremediasi dengan konsentrasi limbah 25%. Terjadinya penurunan pH menjadi netral dipengaruhi oleh adanya eksudat yang dihasilkan oleh tanaman yang dapat menurunkan pH yang bersifat basa. pH yang netral merupakan pH yang paling baik, karena dengan pH yang netral tersebut reaksi remediasi yang dilakukan tanaman terhadap kontaminan menjadi optimal, hal tersebut seperti yang dilaporkan dari hasil penelitian Ajayi dan Ogunbayo (2011) yang menyatakan bahwa pengurangan kontaminan dalam air limbah berlangsung optimal pada kisaran pH 5,4 – 7,0. 4 KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Penggunaan agen fitoremediasi dapat membantu meremediasi limbah domestiEfektivitas remediasi limbah tergantung dari jenis agen fitoremediasi dan konsenterasi limbah. 2. Eceng gondok (Eichhornia crassipes) memiliki efektivitas terbaik dalam meremediasi limbah domestik dibandingkan dengan Hydrilla (Hydrilla verticillata) dan Rumput payung (Cyperus alternifolius). 3. Penurunan BOD, COD, TSS dan pH terbesar terjadi pada erlakuan konsentrasi Limbah 25% Saran Dari hasil penelitian ini disarankan untuk menguji efektivitas remediasi limbah domestik dengan mengkombinasikan penggunaan agen fitoremediasi REFERENSI _____________________________ [1] 17105-24 Ajayi, T.O and Ogunbayo, A.O. 2012, Achieving Environmental Suistainability in Wastewater Treatment by Phytoremediation with Water Hyacinth (Eicchornia crassipes), Journal of Sustainable Development 5 : 80- Ummi dkk./Efektivitas Eceng Gondok … JPS Vol.17 No. 1 Januari 2014 90, Department of Chemical Engineering. University of Lagos, Akoka, Yaba, Nigeria. [2] [3] [4] Effendi, H. 2003, Telaah Kualitas Air : Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Fakhrizal, 2004, Mewaspadai Bahaya Limbah Domestik di Kali Mas, Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah, Download internet : www.terranet.or.id. 02 Maret 2013. Khiatuddin, M. 2003, Melestarikan Sumber Daya Air Dengan Teknologi Rawa Buatan, UGM Press, Yogyakarta. [13] Sawyer, C.N. and McCarty, 2003, Chemistry for Environmental Engineering and Sciences, 5th Edition, Mc Gram Hill Co : Singapore. [14] Sinha, A.K., Sinha, R.K. 2000, Sewage Management by Aquatic Weeds (Water Hyacinth and Duckweed : Economically Viable and Ecologically Suistainable Biochemical Technology. Environmental Education Journal 19 : 215-226. [15] Siregar, Sakti A, 2005, Instalasi Pengolahan Air Limbah. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. [16] Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. UI-PRESS. Jakarta. Supradata. 2005. Pengolahan Limbah Domestik Menggunakan Tanaman Hias Cyperus alternifolius, L. dalam Sistem Lahan Basah Buatan Aliran Bawah Permukaan (SSF-Wetlands). Tesis. [5] Khosiah, 2007, Pengaruh Limbah Domestik Terhadap Kualitas Air Danau Bratan di Daerah Begundul Bali, Tesis, Program Studi Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. [17] [6] Kodoatie, Robert J., Sjarief, Roestam, 2008, Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu, Penerbit Andi, Yogyakarta. [18] [7] Metcalf & Eddy, 1993, Wastewater Engineering Treatment Disposal Reuse, McGraw- Hill Comp. [19] Suriawiria, U, 1993, Mikrobiologi Air, Penerbit Alumni, Bandung. [8] Metcalf & Eddy. 2003, Wastewater Engineering : Treatment and Reuse. Fourth Edition. International Edition. McGraw-Hill. New York. [20] Tato, Syahriar, 2009, Mengolah Limbah Cair Rumah Tangga dengan Filter Biogeokimia, Penerbit Nala Cipta Litera. [9] Moorhead, K.K., & Reddy, K.R. 1988, Oxygen Transport Trough Selected Aquatic Macrophytes, Journal of Environmental Quality 17 (1) : 138-142. [21] [10] Pergub Sumsel No. 8 Tahun 2012 Tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri, Hotel, Rumah Sakit, Domestik dan Pertambangan Batubara. [11] PP Republik Indonesia No. 82 tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. [12] Prayitno, J., Priyanto, B, 2008, Fitoremediasi Sebagai Teknologi Pemulihan Pencemaran, Khususnya Logam Berat. Suresh, B., Ravisharkar, G.A, 2004, Phytoremediation – A Novel and Promising Approach for Environmental Clean up, Critical Review in Biotechnology 24 : 2-3. Wolverton,B.C., McDonald, R.C, 1976, Don’t Wate Waterweeds, New Scientist Journal 71 : 318-320. [22] Wolverton, B.C., Mckown, M.M, 1976, Water Hyacinth for Removal of Phenol from Polluted Waters, Aquatic Botany 30 : 29-37. [23] Yusuf, Guntur, 2008, Bioremediasi Limbah Rumah Tangga Dengan Sistem Simulasi Tanaman Air, Jurnal Bumi Lestari Vol, 8 No. 2 Hal : 136-144, Fakultas MIPA, Universitas Islam Makasar. ________________________ 17105-25