View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk
brought to you by
CORE
provided by Portal Jurnal Online Kopertais Wilyah IV (EKIV) - Cluster PANTURA
QIEMA(Qomaruddin Islamic Economy Magazine)
Vol.5 No.2 Agustus Tahun 2019
P-ISSN: 2528-2913
MEKANISME LEASING MENURUT HUKUM ISLAM SERTA
PERBANDINGANNYA
Nur Fadhillah
Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAI Qomaruddin Gresik
Abstrak:
Leasing (sewa guna usaha) merupakan salah satu pembiayaan yang berkembang di
Indonesia. Kegiatan utama leasing bergerak dalam pembiayaan barang modal yang
diperuntukkan bagi kalangan pengusaha baik perseorangan maupun berkelompok dalam
memenuhi kebutuhan barang modal untuk menjalankan kegiatan operasionalnya. Leasing
sebagai salah satu sistem pembiayaan yang mempunyai peranan dalam meningkatkan
pembangunan perekonomian Nasional. Hal ini dikarenakan leasing menjadi salah satu
alternatif pembiayaan yang membantu para pengusaha dalam memperoleh barang modal
dengan cara sewa atau beli dan barang modal tersebut juga dapat langsung digunakan dalam
melakukan kegiatan produksi, sedangkan pembayaran sewanya dapat dilakukan secara
berkala atau secara angsuran. Sistem keuangan dalam Islam harus menghindari adanya unsur
riba, gharar dan maitsir. Dalam mengatasi riba, Islam menggantinya dengan mekanisme
bagi hasil. Bagaimana leasing menurut hukum Islam dan bagaimana perbandingannya
dengan leasing konvesnional.
Kata kunci: Leasing, Hukum Islam, Perbandingan
Abstract:
Leasing is a financing that has developed in Indonesia. The main activity of leasing is
engaged in the financing of capital goods intended for entrepreneurs, both individuals and
groups, in meeting the needs of capital goods to carry out their operational activities. Leasing
as one of the financing systems that has a role in increasing national economic development.
This is because leasing is an alternative financing that helps entrepreneurs in obtaining capital
goods by way of rent or purchase and capital goods can also be directly used in conducting
production activities, while leasing payments can be made periodically or in installments. The
financial system in Islam must avoid the existence of elements of riba, gharar and maitsir. In
overcoming usury, Islam replaced it with a profit sharing mechanism. What is leasing
according to Islamic law and how it compares to conventional leasing.
Keywords: Leasing, Islamic Law, Comparison
A. PENDAHULUAN
Dunia bisnis semakin ramai seiring perkembangan zaman, tentunya kebutuhan dana
menjadi hal yang sangat dibutuhkan oleh kalangan usahawan, baik perseorangan maupun
usahawan yang tergabung secara berkelompok dalam mengembangkan usahanya. Untuk
memenuhi kebutuhan dana tersebut, maka dibutuhkan lembaga penyedia dana atau lembaga
135
QIEMA(Qomaruddin Islamic Economy Magazine)
Vol.5 No.2 Agustus Tahun 2019
P-ISSN: 2528-2913
pembiayaan. Salah satu pembiayaan yang berkembang pesat saat ini adalah sewa guna usaha
atau leasing.
Leasing merupakan salah satu cara bagi perusahaan untuk memperoleh aset atau
kepemilikan barang modal tanpa harus melalui proses yang panjang. Bagi perusahaan yang
mempunyai modal kurang dapat menggunakan leasing untuk membantu perusahaannya
dalam menjalankan kegiatannya. Leasing dipergunakan sebagai salah satu langkah untuk
menghindari resiko tinggi yang dirasakan oleh para usahawan. Sehingga usaha leasing dapat
berkembang pesat menjadi lembaga keuangan baru yang khusus bergerak dalam penyediaan
barang modal dan menjadi alternatif pembiayaan dalam suatu bisnis.
Sistem pembiayaan harus saling menguntungkan dan membutuhkan. Hal ini tidak
jauh berbeda dengan sistem keuangan dalam Islam, dimana didalamnya terdapat prinsip
ta‟awun (tolong-menolong dalam kebaikan) dan prinsip menghindari al-Ikhtinaz (menahan
uang dan membiarkannya menganggur/tidak berputar untuk kegiatan ekonomi).
Bentuk sistem keuangan atau lembaga keuangan Islam harus menghindari adanya
unsur riba, gharar dan maitsir. Dalam mengatasi riba, Islam menggantinya dengan
mekanisme bagi hasil baik dalam perbankan syari’ah, koperasi syari’ah, asuransi syari’ah,
leasing syari’ah dan lembaga syari’ah lainnya. Namun dalam pembahasan ini, akan
membahas dan menekankan tentang leasing syari’ah (Ijarah), berikut pandangan dalam
hukum Islam dan juga perbandingannya dengan leasing konvensional. Sehingga harapannya
masyarakat menjadi lebih bijak dan cerdas dalam memilih perusahaan leasing yang
digunakan.
B. KAJIAN TEORI
1. Mengenal Leasing Syari’ah
Leasing (Sewa guna usaha) pada awalnya dikenal di negara Amerika Serikat,
leasing dari asal kata lease yang mempunyai arti “menyewa”. Sedangkan dalam
ekonomi Islam, leasing adalah Ijarah (al-Ijarah) yang berasal dari kata al-Ajru yang
mempunyai arti al „Iwadhu (ganti).1 Definisi leasing dapat dijelaskan sebagaimana
berikut ini:
1
Ibrahim Warde, Islamic Finance: Keuangan Islam Dalam Perekonomian Global, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009), hal. 45
136
QIEMA(Qomaruddin Islamic Economy Magazine)
Vol.5 No.2 Agustus Tahun 2019
P-ISSN: 2528-2913
a. Berdasarkan SK Menteri Keuangan No.1169/KMK.01/1991 tanggal 21 Nopember
tahun 1991, leasing (sewa guna usaha)2 adalah kegiatan pembiayaan melalui
penyediaan barang modal baik dilakukan secara sewa guna usaha dengan
menggunakan hak opsi (finance lease) maupun tanpa hak opsi (operating lease)
yang dipergunakan oleh lessee (penyewa) dalam jangka waktu tertentu dengan
pembayaran secara berkala.3
b. Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa, melalui
pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan
(ownership/milkiyah) atas barang itu sendiri.4 Dalam perbankan syari’ah, ijarah
dikenal sebagai lease contract (kontrak sewa) bank atau lembaga keuangan yang
menyewakan peralatan (equipment) kepada nasabahnya dengan membebankan
biaya yang sudah ditentukan sebelumnya (fixed charge).
Mekanisme dan kegiatan yang dilakukan dalam leasing syari’ah adalah
sebagaimana berikut ini:
a. Transaksi Ijarah ditandai dengan adanya pemindahan manfaat atas barang dan
jasa. Pada dasarnya prinsip Ijarah sama dengan jual beli. Namun, perbedaannya
terletak pada obyek transaksi, pada Ijarah obyek transaksinya adalah jasa.
b. Pada akhir sewa, bank dapat menjual barang yang disewakan kepada nasabah.
Oleh karena itu dalam perbankan syari’ah dikenal dengan Ijarah muntahiya bi alTamlik (Ijarah dengan wa‟ad, dimana terjadi perpindahan kepemilikan objek
ijarah pada waktu tertentu).
c. Harga sewa dan harga jual diawal perjanjian telah disepakati antara pihak bank
dengan nasabah.5
d. Leasing Ijarah merupakan kegiatan pengadaan barang modal oleh lessor (pihak
yang menyewakan) dan diikuti perpindahan kepemilikan kepada lessee (pihak
yang menyewa/penyewa) dengan cara pembelian saham kepemilikan yang
pembayarannya dilakukan secara angsuran.6
2. Sejarah Leasing
2
Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 367
Martono, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Yogyakarta: Ekonosia, 2002), hal. 113
4
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hal.117
5
Muhammad Rifqi, Akuntansi Keuangan Syari‟ah, (Yogyakarta: P3EI Press, 2008), hal. 357
6
Imamudin Yuliadi, Ekonomi Islam Filosofi, Teori dan Implementasi, (Yogyakarta: LPPI UMY, 2007), hal. 134
3
137
QIEMA(Qomaruddin Islamic Economy Magazine)
Vol.5 No.2 Agustus Tahun 2019
P-ISSN: 2528-2913
Sejarah leasing menurut T.M. Tom Clark bermula sekitar tahun 1850, pada
saat tercatatnya perusahaan pertama di Amerika Serikat yang menyewakan kereta api.
Kemudian pada tahun 1877, perusahaan The Bell Telephone Company mulai
memberikan layanan penyewaan telepon kepada para pelanggan melalui pembayaran
secara angsuran. Sementara pada tahun 1952, perusahaan leasing di San Fransisco
menawarkan jasa penjualan secara leasing kepada perusahaan-perusahaan yang
menghasilkan barang-barang. Hal ini mendorong munculnya usaha leasing di Inggris,
Jerman dan Jepang.7
Sejarah leasing di Indonesia sendiri pertama kali berkembang pada tahun 1974
dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama MenKeu (Menteri Keuangan),
Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan dengan No. 122/1974, 32/1974 dan
30/1974 tanggal 7 Pebruari 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing. Usaha leasing
tersebut berkembang pesat menjadi salah satu alternatif sumber pembiayaan bagi
pengembangan dunia usaha, baik usaha berskala kecil maupun usaha yang berskala
besar.8
Pada tahun 1984 telah berdiri 48 perusahaan leasing leasing di Indonesia
dengan keseluruhan kontrak mencapai 436,1 miliar rupiah.9
3. Dasar Hukum Dari Leasing Syari’ah10
Leasing (sewa guna usaha) syari’ah adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan barang modal baik dilakukan secara sewa guna usaha dengan hak opsi
maupun tanpa hak opsi yang akan digunakan oleh penyewa dalam jangka waktu
tertentu dengan pembayaran secara angsuran dimana menggunakan prinsip ijarah dan
ijarah muntahiyah bi al-Tamlik.
Leasing (sewa guna usaha) syari’ah diatur di dalam:
a. Peraturan Ketua Badan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor Per03/BL/2007 tentang kegiatan Lembaga Pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah.
7
Subagyo dkk, Bank dan Lembaga keuangan lainnya, (Yogyakarta: STIE YKPN, 2002), hal. 223
Budi Rachmat, Multi Finance, Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen, (Jakarta: CV.
Novindo Pustaka Mandiri, 2002), hal. 1
9
Subagyo dkk, Bank dan Lembaga keuangan lainnya, hal. 23
10
Muhammad Rifqi, Akuntansi Keuangan Syariah, hal. 358-360
8
138
QIEMA(Qomaruddin Islamic Economy Magazine)
Vol.5 No.2 Agustus Tahun 2019
P-ISSN: 2528-2913
b. Peraturan Ketua Badan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor Per04/BL/2007 tentang akad-akad yang digunakan dalam kegiatan perusahaan
pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah.
c. Surat Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dengan
Nomor B-323/DSN-MUI/XI/2007 tanggal 29 November tahun 2007 tentang
Pernyataan DSN-MUI atas Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan.
Sedangkan leasing syari’ah menganut asas-asas yang berpedoman kepada alQur’an dan al-Hadits. Berikut ini Landasan hukum leasing syari’ah, dari al-Qur’an
dan al-Hadits:
a. Al-Qur’an
Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 23311 dan surat az Zukhruf ayat 3212:
Artinya:
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi
yang ingin menyempurnakan penyusuan dan kewajiban ayah memberi makan dan
pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan
menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan
karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban
demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan
keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya, dan jika kamu
ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu
memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan
ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan”.
11
12
Al Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Maktabah Al-Fatih Rasyid Media, 2016), hal. 38
Ibid, hal. 491
139
QIEMA(Qomaruddin Islamic Economy Magazine)
Vol.5 No.2 Agustus Tahun 2019
P-ISSN: 2528-2913
Artinya:
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan
antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah
meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar
sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu
lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”
b. Al-Hadits
1) Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Berbekam
kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu” (HR.
Bukhari).13
2) Dari Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Berikanlah upah pekerja
sebelum kering keringatnya (HR. Ibnu Majah).14
3) “Dahulu kami menyewa tanah dengan (jalan membayar dari) tanaman yang
tumbuh. Lalu Rasulullah SAW melarang kami cara itu dan memerintahkan
kami agar membayarnya dengan uang emas atau perak.” ( HR.Nasa’i).15
4. Sistem Pembiayaan Leasing Syari’ah
Dalam transaksi leasing terdiri atas tiga tahap, diantaranya tahap pra-periode
leasing, tahap periode leasing, dan tahap pasca periode leasing. Hal tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Tahap pra-periode leasing, tahap ini diawali dengan adanya kebutuhan lessee
(pihak yang menyewa/penyewa) yang membutuhkan barang modal beserta
pembiayaannya. Pihak lessee (penyewa) akan menghubungi dan merundingkan
kebutuhannya dengan calon supplier dan calon lessor (penyedia dana/pemilik
barang modal).
b. Tahap periode leasing, pada tahap ini lessor sebagai penyedia dana atau pemilik
barang modal memantau proses transaksi leasing untuk mengetahui apakah lessee
13
Abu Abdillah al-Bukhary, Sahih al-Bukhari, Juz III, Beirut: Dâr al-Fikr, 1410 H/1990 M, hal. 93
Al-Imam Abu Abdillah Muhammad ibn Yazid ibnu Majah al-Qazwini, Sunan Ibnu Majah, Jilid 2, hadis No.
2443 dalam CD program Maktabah al-Tsamilah, Global Islamic Software Company), hal. 817
15
Imam Nasay, Sunan Nasay, (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), hal. 271
14
140
QIEMA(Qomaruddin Islamic Economy Magazine)
Vol.5 No.2 Agustus Tahun 2019
P-ISSN: 2528-2913
(penyewa) telah memenuhi segala kewajibannya sesuai dengan perjanjian leasing
yang telah dilakukan. Jika terjadi penyimpangan oleh lessee dalam memenuhi
segala kewajibannya, maka dapat mengakibatkan lessee kehilangan haknya dan
menanggung segala resiko yang ditimbulkannya.
c. Tahap pasca periode leasing, dimana pada tahap ini setelah lessee memenuhi
segala kewajibannya termasuk memenuhi seluruh pembiayaan lessee kepada
lessor, maka lessee dapat menggunakan hak pilih yang diberikan kepadanya untuk
membeli barang modal yang disewakan atau memperpanjang perjanjian leasing.
Sistem
pembiayaan
yang
sering
dipergunakan
dalam
pembiayaan leasing dapat dilihat dari jenis transaksinya, dimana secara garis besar
dibagi menjadi dua kategori, yakni finance lease dan operating lease. Adapun dapat
dijelaskan sebagaimana berikut ini:
a.
Pembiayaan finance lease, yaitu pembiayaan yang dilakukan oleh lembaga
leasing dalam hal ini sebagai lessor adalah sebagai pihak yang membiayai
penyediaan barang modal.
b.
Pembiayaan operating lease, yaitu pembiayaan yang dilakukan oleh lessor
dengan sengaja membeli barang modal dan kemudian di-lease-kan (disewa guna
usahakan). Berbeda dengan finance lease, dalam operating lease jumlah seluruh
pembayaran yang dilakukan secara angsuran tidak mencakup jumlah biaya
yang dikeluarkan untuk memperoleh barang modal berikut dengan bunganya.
Oleh karena dalam sistem leasing konvensional belum dapat terbebas dari
bunga, maka bank syari’ah memberikan pembiayaan sewa dan jual beli dengan
menggunakan istilah leasing syari’ah (Ijarah muntahiya bi al-Tamlik). Ijarah
muntahiya bi al-Tamlik adalah akad sewa menyewa antara pemilik barang
modal/objek sewa (lessor) dan penyewa (lessee) untuk mendapatkan imbalan atas
objek sewa yang disewakannya dengan opsi perpindahan hak milik objek sewa
kepada penyewa (lessee) pada waktu tertentu sesuai dengan akad sewa.
Selain itu, juga terdapat beberapa jenis Ijarah dalam sistem pembiayaan,
diantaranya:
141
QIEMA(Qomaruddin Islamic Economy Magazine)
Vol.5 No.2 Agustus Tahun 2019
P-ISSN: 2528-2913
a.
Ijarah mutlaqah yaitu proses sewa-menyewa yang biasa ditemui dalam kegiatan
perekonomian sehari-hari.16
b.
Bai` al-Takjiri adalah suatu kontrak sewa yang diakhiri dengan penjualan atau
kepemilikan barang. Dalam kontrak ini, pembayaran sewa diperhitungkan
sedemikian rupa dan pembelian barang dapat dilakukan dengan cara mengangsur
(hire purchase).17
c.
Musyarakah
ijarah.
mutanaqisah merupakan
Musyarakah
mutanaqisah
kombinasi
adalah
antara musyarakah dengan
musyarakah atau syirkah yang
kepemilikan asset (barang) atau modal dari salah satu pihak (pemilik barang
modal/lessor) berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak
lainnya (Penyewa/lessee).18
C. ANALISA PERBANDINGAN
1. Leasing Konvensional
Leasing (sewa guna usaha)19 adalah setiap kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan barang-barang modal (objek sewa) untuk dipergunakan oleh suatu
perusahaan (penyewa/lessee) dalam jangka waktu tertentu dengan pembayaran
dilakukan secara berkala yang disertai dengan hak pilih bagi perusahaan
(penyewa/lessee) untuk membeli barang-barang modal dari pihak penyedia barang
modal (yang menyewakan/lessor) atau memperpanjang jangka waktu dari nilai sisa
uang yang telah disepakati bersama.
Bagi perusahaan, leasing merupakan alternatif bagi para pengusaha karena
perusahaan dapat memperoleh barang modal dengan jalan sewa beli dan barang
modal dapat langsung digunakan dalam berproduksi, sedangkan pembayaran sewanya
dapat diangsur sesuai kesepakatan dengan pihak lessor.
Melalui pembiayaan leasing, perusahaan (penyewa/lessee) dapat memperoleh
barang modal yang dapat dipergunakan dalam kegiatan operasional perusahaannya
dengan mudah dan cepat. Hal ini berbeda jika mengajukan kredit kepada bank yang
memerlukan berbagai persyaratan serta jaminan yang cukup besar. Bagi perusahaan
16
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Cet. IV, (Yogyakarta: Ekonosia, 2007),
hal.73
17
Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Press, 2001), hal. 36
18
Fatwa DSN-MUI No. 73/DSN-MUI/IX/2008 tentang Musyarakah Mutanaqishah, hal. 4
19
Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam, 367.
142
QIEMA(Qomaruddin Islamic Economy Magazine)
Vol.5 No.2 Agustus Tahun 2019
P-ISSN: 2528-2913
yang mempunyai modal minim, dengan melakukan pembiayaan leasing akan dapat
membantu perusahaan dalam menjalankan kegiatannya. Setelah jangka waktu leasing
selesai, perusahaan mempunyai pilihan untuk membeli barang modal dari pihak
penyedia (lessor).
Secara umum leasing mempunyai arti Equipment funding, yaitu pembiayaan
peralatan/barang modal yang dapat digunakan oleh perusahaan pada proses produksi,
baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan perjanjian antara lessor
(penyedia barang modal) dan lessee (penyewa) untuk menyewa atas barang modal
yang dipilih/ditentukan oleh lessee, dimana hak pemilikan barang modal ada pada
lessor sedangkan lessee hanya sebatas menggunakan barang modal tersebut dengan
pembayaran sewa yang telah ditentukan dalam jangka waktu tertentu”.
Leasing dikatakan sebagai alternatif pembiayaan modal bagi perusahaan,
karena mempunyai beberapa keuntungan sebagai berikut:
a. Fleksibel, karena kontrak dapat disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan
berdasarkan besarnya pembayaran dan periode lease (sewa) dapat diatur sesuai
dengan kondisi perusahaan.
b. Tidak memerlukan jaminan, karena hak kepemilikan atas barang modal yang di
lease (sewa) dan pengaturan pembayaran lease (sewa) sesuai dengan pendapatan
yang dihasilkan oleh barang modal yang di lease (sewa), hal itu sudah merupakan
jaminan bagi lease (sewa) itu sendiri.
c. Capital saving, karena tidak menyediakan dana yang besar, maksimal hanya
menyediakan down payment (pembayaran dimuka) yang jumlahnya tidak terlalu
besar, jadi dapat menghemat modal bagi lessee, sehingga lessee dapat
menggunakan dananya untuk keperluan lain. Karena leasing pada umumnya
membiayai 100% barang modal yang dibutuhkan oleh lessee.
d. Kecepatan dalam pelayanan, yaitu secara prosedur leasing lebih sederhana dan
cepat dalam merealisasikan pembiayaan jika dibandingkan mengajukan kredit
kepada bank.
e. Pembayaran angsuran lease (sewa) dihitung sebagai biaya operasional, dimana
pembayaran lease langsung dihitung sebagai biaya dalam menentukan laba rugi
perusahaan, jadi pembayarannya dihitung dari pendapatan sebelum pajak.
143
QIEMA(Qomaruddin Islamic Economy Magazine)
Vol.5 No.2 Agustus Tahun 2019
P-ISSN: 2528-2913
f. Pelindung terhadap inflasi, karena terhindar dari resiko penurunan nilai uang
(disebabkan oleh inflasi), karena lessee tetap membayar dengan satuan moneter
yang lalu terhadap sisa kewajibannya.
g. Adanya hak pilihan bagi lessee (penyewa) pada waktu akhir masa lease yang
dapat membeli barang modal dari pihak penyedia (lessor).
h. Adanya kepastian hukum, karena perjanjian leasing tidak dapat dibatalkan
meskipun dalam keadaan keuangan yang sangat sulit, perjanjian leasing tetap
berlaku.
2. Konsep Leasing Konvesional
Secara umum leasing dapat diklasifasikan sebagai berikut:20
a. Capital Lease
Lessee (penyewa) yang membutuhkan barang modal menentukan sendiri jenis
dari barang modal yang dibutuhkan, melakukan negoisasi harga dengan supplier,
bagaimana perawatan serta hal-hal lain yang berkaitan dengan pengoperasian barang
modal tersebut.
Lessor (penyedia barang modal/objek sewa) kemudian mengeluarkan dana
untuk membayar barang modal tersebut kepada supplier, berikutnya barang modal
diserahkan kepada lessee (penyewa). Setelah itu lessee akan membayar secara berkala
kepada lessor dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
Pembayaran sewa yang dikenakan kepada lessee (penyewa) atas penggunaan
barang modal secara keseluruhan meliputi harga barang yang dibayar oleh lessor
kepada supplier ditambah bunga serta keuntungan bagi pihak lessor.
Capital atau finance lease dibedakan menjadi dua, yaitu:
1) Direct finance lease
Lessor membeli barang atas permintaan lessee dan akan dipergunakan oleh
lessee.
2) Sale and lease back
Lessee menjual barang yang telah dimilikinya kepada lessor. Kemudian
dilakukan kontrak leasing antara lessee dengan lessor. Lessee membutuhan
dana cash yang dipergunakan untuk tambahan modal kerja atau kepentingan
20
Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam, hal. 368
144
QIEMA(Qomaruddin Islamic Economy Magazine)
Vol.5 No.2 Agustus Tahun 2019
P-ISSN: 2528-2913
lainnya. Lessor memberikan dana yang dibutuhkan sesuai dengan nilai objek
barang yang dilease.
b. Operating Lease
Lessor membeli barang modal dan kemudian menyewakan kepada lessee
dalam jangka waktu tertentu. Kemudian lessee membayar sewa atas barang modal
yang besarnya secara keseluruhan tidak meliputi harga barang serta biaya yang telah
dikeluarkan oleh lessor. Karena setelah lease berakhir diharapkan harga barang
tersebut masih cukup tinggi. Disini jelas tidak ditentukan adanya nilai sisa serta hak
opsi (pilihan) bagi lessee untuk membeli barang tersebut.
c. Sales Type Lease (Lease Penjualan)
Lease penjualan biasanya dilakukan oleh perusahaan yang melakukan lease
atas barang hasil produksinya. Dalam kontrak lease penjualan terdapat dua macam
pendapatan yaitu pendapatan penjualan barang dan pendapatan bunga atas jasa
penggunaan barang selama jangka waktu lease.
d. Leverage Lease
Leverage lease melibatkan pihak ketiga (credit provider). Lessor tidak
membiayai barang modal (objek leasing) hingga 100% dari harga barang melainkan
hanya sekitar 20% hingga 40%. Kemudian sisa dari harga barang tersebut akan
dibiayai oleh credit provider.
e. Cross Border Lease
Transaksi leasing yang dilakukan dengan melewati batas suatu negara, dimana
antara lessor dan lessee terletak pada dua negara yang berbeda. Barang-barang atau
peralatan dalam transaksi cross border lease mencapai nilai jutaan dollar. Seperti
pengadaan pesawat terbang bermesin jet dari Pabrikan Boeing dan Airbus.
3. Prosedur Mekanisme Leasing Konvesional
Secara garis besar prosedur dan mekanisme dalam melakukan perjanjian
leasing dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Lessee bebas memilih dan menentukan jenis serta jumlah peralatan yang
dibutuhkan, mengadakan negoisasi harga dan menunjuk supplier peralatan yang
dibutuhkan.
b. Kemudian lessee mengisi formulir permohonan lease (sewa) dan dikirimkan
kepada lessor dengan disertai kelengkapan dokumen.
145
QIEMA(Qomaruddin Islamic Economy Magazine)
Vol.5 No.2 Agustus Tahun 2019
P-ISSN: 2528-2913
c. Lessor melakukan evaluasi kelayakan dan memutuskan dalam memberikan
fasilitas lease dengan syarat dan kondisi yang telah disetujui lessee (kontrak
pembayaran sewa lease), setelah ini kontrak lease ditandatangani.
d. Lessee juga dapat menandatangani kontrak asuransi untuk peralatan yang di lease
dengan menggunakan perusahaan asuransi yang telah disetujui oleh lessor dan
tercantum dalam kontrak lease.
e. Lessor dan perusahaan asuransi terjalin perjanjian kontrak utama. Sedangkan
kontrak pembelian peralatan ditandatangani antara lessor dengan supplier
peralatan/barang modal tersebut.
f. Supplier mengirimkan peralatan yang di lease (sewa) ke tempat lessee (penyewa).
Agar kondisi peralatan terpelihara, supplier menandatangani perjanjian purna jual.
g. Lessee menandatangani serah terima peralatan/barang modal, setelah itu
menyerahkannya kepada supplier.
h. Supplier menyerahkan tanda terima peralatan/barang modal (yang telah ditanda
tangani oleh lessee) kepada lessor.
i. Lessor kemudian membayar harga peralatan/barang modal yang di lease kepada
supplier.
j. Lessee membayar sewa (lease) atas peralatan/barang modal secara berkala sesuai
dengan pembayaran yang telah ditentukan dalam kontrak lease.
4. Perbandingannya Dengan Konsep Syari’ah
Pembiayaan dengan prinsip syari’ah dalam menyediakan uang atau tagihan
berdasarkan kesepakatan antara pihak bank dengan pihak yang dibiayai dengan
mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut
dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil yang telah ditentukan.
Prinsip syari’ah dalam pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa, atau
dengan adanya pilihan (opsi) pemindahan kepemilikan atas barang modal yang
disewa dari pihak lessor (penyedia barang modal) ke pihak lessee (penyewa) yang
dikenal dengan Ijarah wa Iqtina, atau disebut juga dengan istilah Ijarah Muntahiya bi
al-Tamlik.
Dalam Ijarah Muntahiya bi al-Tamlik, perjanjian pemindahan kepemilikan
barang modal dilakukan di awal akad ijarah dengan wa‟ad (janji) yang hukumnya
tidak mengikat. Apabila janji itu ingin dilaksanakan, maka harus ada akad
146
QIEMA(Qomaruddin Islamic Economy Magazine)
Vol.5 No.2 Agustus Tahun 2019
P-ISSN: 2528-2913
pemindahan kepemilikan barang modal yang dilakukan pada saat masa ijarah selesai.
Sedangkan pada leasing konvensional, kepemilikan barang modal pada lessee
(penyewa) hanya terjadi bila hak opsi (pilihan) nya dilaksanakan oleh lessee.
Pada pembiayaan Ijarah Muntahiya bi al-Tamlik, lessor sebagai penyedia
barang modal dalam transaksi dengan prinsip Ijarah Muntahiya bi al-Tamlik
mempunyai dua pilihan:
a. Besarnya angsuran bulanan yang harus dibayarkan lessee (penyewa) kepada
lessor (penyedia barang modal) sudah termasuk dalam nilai perolehan barang
modal, sehingga pada waktu selesai masa ijarah nilai perolehan barang modal
yang masih tersisa telah nihil. Meskipun secara teori fiqih dikatakan hukumnya
tidak mengikat untuk memindahkan kepemilikan barang modal tersebut, namun
secara praktik bisnisnya barang modal tersebut akan diserahkan kepemilikannya
kepada lessee (penyewa). Sehingga dalam hal ini pembiayaan Ijarah Muntahiya bi
al-Tamlik lebih mirip dengan sewa beli dibandingkan dengan leasing.
b. Besarnya angsuran bulanan yang dibayarkan lessee (penyewa) kepada lessor tidak
termasuk nilai perolehan barang modal, sehingga pada waktu selesainya masa
ijarah nilai perolehan barang modal yang masih tersisa tidak nihil (biasanya
disebut nilai sisa). Kemudian, apabila lessee (penyewa) membayar nilai sisa
tersebut maka lessor akan memindahkan kepemilikan barang modal kepada lessee
(penyewa). Namun apabila lessee (penyewa) belum membayar nilai sisanya, maka
lessor belum memindahkan kepemilikan barang modal tersebut. Jadi dalam hal ini
pembiayaan Ijarah Muntahiya bi al-Tamlik lebih mirip dengan leasing
dibandingkan dengan sewa beli.
Adapun terdapat berbagai akad yang digunakan dalam konsep leasing
syari’ah, yaitu:21
a. Mudarabah merupakan perjanjian antara pihak pemilik modal (lessor) untuk
membiayai sepenuhnya dalam suatu proyek ataupun usaha lessee dengan
pembagian keuntungan yang telah disepakati bersama.
b. Murabahah, yakni perjanjian jual beli atas barang antara pemilik barang dengan
calon pembeli. Konsep leasing dapat masuk ke dalam akad ini dengan melakukan
pembelian barang dan menjualnya kepada calon pembeli (Lessee dapat bertindak
21
Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam, hal. 370
147
QIEMA(Qomaruddin Islamic Economy Magazine)
Vol.5 No.2 Agustus Tahun 2019
P-ISSN: 2528-2913
sebagai calon pembeli) dengan adanya tambahan keuntungan berdasarkan
persetujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
c. Salam, yaitu transaksi jual beli barang pesanan (muslam fih) antara pembeli
(muslam) dengan penjual (muslam ilaih). Dimana dalam transaksi ini barang
belum tersedia sehingga barang diserahkan secara tangguh. Dalam hal ini Lessee
dapat bertindak sebagai muslam yang kemudian melakukan pemesanan barang
kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan (muslam fih), hal ini disebut
dengan salam pararel.
d. Rahn adalah transaksi penyerahan barang dari lessee kepada lessor sebagai
jaminan atas sebagian atau seluruh hutangnya.
D. KESIMPULAN
Bagi perusahaan, leasing merupakan alternatif bagi para pengusaha karena
perusahaan dapat memperoleh barang modal dengan jalan sewa beli dan barang modal dapat
langsung digunakan dalam kegiatan produksi, sedangkan pembayaran sewanya dapat
diangsur sesuai kesepakatan dengan pihak lessor. Setelah jangka waktu leasing selesai,
perusahaan mempunyai pilihan untuk membeli barang modal dari pihak penyedia (lessor).
Selain itu leasing akan lebih menghemat biaya bila dibandingkan dengan membeli secara
tunai.
Namun dalam leasing konvensional pembayaran sewa yang dikenakan kepada lessee
(penyewa) atas penggunaan barang modal secara keseluruhan meliputi harga barang berikut
tambahan bunga serta keuntungan bagi pihak lessor. Sedangkan dalam leasing syari’ah
(Ijarah Muntahiya bi al-Tamlik) tidak ada bunga dalam pembiayaannya, selain itu perjanjian
pemindahan kepemilikan barang modal dilakukan di awal akad ijarah dengan wa‟ad (janji)
yang hukumnya tidak mengikat. Apabila janji itu ingin dilaksanakan, maka harus ada akad
pemindahan kepemilikan barang modal yang dilakukan pada saat masa ijarah selesai.
Sedangkan pada leasing konvensional, kepemilikan barang modal pada lessee (penyewa)
hanya terjadi bila hak opsi (pilihan) nya dilaksanakan oleh lessee.
Dengan adanya perusahaan pembiayaan yang berbasis syari’ah menjadi salah satu
alternatif dari bagi masyarakat di Indonesia. Praktik pembiayaan yang berlandaskan syari’ah
lebih tepat dan prospektif mengingat sebagian besar umat Islam merupakan mayoritas
penduduk di Indonesia.
148
QIEMA(Qomaruddin Islamic Economy Magazine)
Vol.5 No.2 Agustus Tahun 2019
P-ISSN: 2528-2913
Untuk menunjang perkembangan perusahaan pembiayaan syari’ah diperlukan perhatian
semua pihak, agar dapat berkembang dan terkendali dengan baik. Sehingga menjadi rantai
kehidupan bagi masyarakat muslim. Sehingga lebih cerdas dalam memilih leasing. Wa
Allahu a‟lamu bi al-Sowab.
E. DAFTAR PUSTAKA
Abu Abdillah al-Bukhary. 1990. Sahih al-Bukhari Juz III. Beirut: Dâr al-Fikr.
Al Qur’an dan Terjemahannya. 2016. Jakarta: Maktabah Al-Fatih Media.
Al-Imam Abu Abdillah Muhammad ibn Yazid ibnu Majah al-Qazwini, Sunan Ibnu Majah,
Jilid 2, hadis No. 2443 dalam CD program Maktabah al-Tsamilah, Global
Islamic Software Company.
Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema
Insani Press.
Fatwa DSN-MUI No. 73/DSN-MUI/IX/2008 tentang Musyarakah Mutanaqishah.
Huda, Nurul dan Mohamad Heykal. 2010. Lembaga Keuangan Islam. Jakarta: Kencana.
Imam Nasay, Sunan Nasay. 1994. Beirut: Dar al-Fikr.
Martono. 2002. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Yogyakarta: Ekonosia.
Muhammad. 2001. Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah.
Rachmat, Budi. 2002. Multi Finance, Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan
Konsumen. Jakarta: CV. Novindo Pustaka Mandiri.
Rifqi, Muhammad. 2008. Akuntansi Keuangan Syari‟ah. Yogyakarta: P3EI Press.
Subagyo dkk. 2002. Bank dan Lembaga keuangan lainnya. Yogyakarta: STIE YKPN.
Sudarsono, Heri. 2007. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Cet. IV. Yogyakarta:
Ekononsia.
Warde, Ibrahim. 2009. Islamic Finance: Keuangan Islam Dalam Perekonomian Global.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Yuliadi, Imamudin. 2007. Ekonomi Islam Filosofi, Teori dan Implementasi. Yogyakarta:
LPPI UMY.
149