LAPORAN PENDAHULUAN
POST PARTU SC (SECTIO CAESAREA)
BAB I
TEORITIS
Tinjauan Teoritis Medis
Pengertian
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Nanda, 2015).
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insis dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan i pada dinding depan perut dan dinding rahim perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009).
Sectio Caesarea adalah suatu pembedahan Sectio Caesarea adalah suatu pembedahan guna melahi guna melahirkan anak lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus (Oxorn & William, 2010).
Menurut Amru Sofian (2012) Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Amin & Hardhi, 2013).
Sectio Caesarea didefinisikan sebagai lahirnya janin melalui insisi pada dinding abdomen (laparatomi) dan dinding uterus (histerektomi).
Dari beberapa pengertian tentang Sectio Caesarea diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Sectio Caesarea adalah suatu tindakan pembedahan yang tujuannya untuk mengeluarkan janin dengan cara melakukan sayatan pada dinding abdomen dan dinding uterus dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram.
Klasifikasi
Menurut Sagita (2019), Klasifikasi Sectio Caesarea adalah sebagai berikut :
Sectio Caesarea transperitonealis profunda.
Sectio Caesarea transperitonealis profunda dengfan insisi di segmen bawah uterus, insisi pada bawah Rahim, bisa dengan Teknik melintang atau memanjang.
Keunggulan pembedahan ini :
Perdarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
Bahaya peritonitis tidak besar.
Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya rupture uteri dikemudian hari tidak besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.
Sectio Caesarea Korporal/klasik.
Pada Sectio Caesarea corporal/ klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini yang agak mudah dilakukan, hanya di selenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan Sectio Caesarea transperitonealis profunda, insisi memanjang pada segmen uterus.
Sectio Caesarea ekstra peritoneal
Sectio Caesarea ekstra peritoneal dahulu dlakukan untuk mengurangi bahaya injeksi peroral akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap injeksi pembedahan ini sekarang tidak banyak dilakukan. Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan pada pasien infeksi uteri berat.
Sectio Caesarea hysteroctomi
Setelah Sectio Caesarea, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi :
Atonia uteri.
Plasenta accrete.
Myoma uteri.
Infeksi intra uteri berat.
Etiologi
Etiologi yang berasal dari ibu
Yaitu pada primigravida dengan letak, primi para tua disertai letak kelainan letak ada, dispropopsi sevalo pelvic (dispropopsi janin / panggul ), dan sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul, plasenta previa terutama pada primigravida, solusio plasenta. Komplikasi kehamilan yaitu preeklamsia, atas permintaan, kehamilan yang disertai penyakit (jantung, DM), gangguan perjalanan persalinan (kista ovary, mioma uteri, dan sebagainya). 2.1.2.2 Etiologi yang berasal dari jani.
Etiologi ynag berasal dari janin
Fetal distress / gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin, prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum atau forceps ekstraksi (Nanda, 2015).
Manifestasi Klinis
Menurut Padila (2015), Manifestasi klinis Sectio Caesarea, yaitu sebagai berikut:
Fetal distress : kondisi janin yang tidak kondusif untuk memenuhi persalinan.
His lemah/melemah
Janan dalam posisi sungsang/ melintang.
Bayi besar (BBL ≥ 4,2 kg).
Plasenta previa : plasenta ada di depan jalan lahir.
Distosia persalinan : kelainan letak, panggul sempit.
Disprprsi cevalo-pelvik (ketidakseimbangan antara ukuran kepala dan panggul.
Rupture uteri mengancam.
Hydrocephalus.
Primi muda atau tua.
Partus dengan komplikasi.
Problem plasenta.
Patofisiologi
Seksio cesarea adalah suatu proses persalinan melalui pembedahan pada bagian perut dan rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram. Selain berasal dari faktor ibu seperti panggul sempit absolut, kegagalan melahirkan secara normal karena kurang adekuatnya stimulasi, tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi, stenosis serviks/vagina, plasenta previa, disproporsi sefalopelvik, ruptura uteri membakat, indikasi dilakukannya sectio caesarea dapat berasal dari janin seperti kelainan letak, gawat janin, prolapsus plasenta, perkembangan bayi yang terlambat, mencegah hipoksia janin, misalnya karena preeklamsia.
Setiap operasi sectio caesarea anestesi spinal lebih banyak dipakai dikarenakan lebih aman untuk janin. Tindakan anestesi yang diberikan dapat mempengaruhi tonus otot pada kandung kemih sehingga mengalami penurunan yang menyebabkan gangguan eliminasi urin.
Sayatan pada perut dan rahim akan menimbulkan trauma jaringan dan terputusnya inkontinensia jaringan, pembuluh darah, dan saraf disekitar daerah insisi. Hal tersebut merangsang keluarnya histamin dan prostaglandin. histamin dan prostaglandin ini akan menyebabkan nyeri pada daerah insisi. Rangsangan nyeri yang dirasakan dapat menyebabkan munculnya masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik. Selanjutnya hambatan mobilisasi fisik yang dialami oleh ibu nifas dapat menimbulkan masalah keperawatan defisit perawatan diri.
Adanya jaringan terbuka juga akan menimbulkan munculnya risiko tinggi terhadap masuknya bakteri dan virus yang akan menyebabkan infeksi apabila tidak dilakukan perawatan luka yang baik.
Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nanda (2015), pemeriksaan penunjang pada Sectio Caesarea adalah sebagai berikut :
Pemantauan janin terhadap kesehatan janin.
Pemantauan EKG.
JDL dengan diferensial.
Elektrolit.
Hemolobin/Hematokrit.
Golongan Darah.
Urinalis.
Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi.
Pemeriksaan sinar X sesuai indikasi.
Ultrasound sesuai pesanan.
Penatalaksanaan
Menurut Ramadanty (2019), penatalaksanan Sectio Caesarea adalah sebagaiberikut :
Pemberian Cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan per intavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
Diet
Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan per oral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 sampai 8 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi : Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 sampai 10 jam setelah operasi, Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar, Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya, Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler), Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca operasi.
Katerisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan rasa tidak enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
Pemberian Obat-Obatan
Antibiotik cara pemilihan dan pemberian antibiotik sangat berbeda-beda sesuai indikasi.
Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
Obat yang dapat di berikan melalui supositoria obat yang diberikan ketopropen sup 2x/24 jam, melalui orang obat yang dapat diberikan tramadol atau paracetamol tiap 6 jam, melalui injeksi ranitidin 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu.
Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia seperti neurobian I vit C.
Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus dibuka dan diganti.
Pemeriksaan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah, nadi,dan pernafasan.
Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.
Komplikasi
Menurut NANDA NIC-NOC (2015), komplikasi pada pasien Sectio Caesarea adalah sebagai berikut :
Komplikasi pada ibu
Infeksi puerperalis, bisa bersifat ringan seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas, atau bersifat berta seperti peritonitis, sepsis dan sebagainya. Infeksi postoperatif terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala-gejala yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Perdarahan, bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang cabang arteri uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri. Komplikasikomplikasi lain seperti luka kandung kencing dan embolisme paru. suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa ruptur uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah Sectio Caesarea.
Komplikasi-komplikasi lain
Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kemih, dan embolisme paru.
Komplikasi baru
Komplikasi yang kemudian tampak ialah kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptur uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesudah Sectio Caesarea Klasik.
Pencegahan
Menurut Sarwono (2005), Cara pencegahan yang dilakukan adalah untuk mengatasimya agar tidak mengalami sectio caesaria adalah dengan latihan senam hamil yang teratur dapat dijaga kondisi otot-otot dan persendian yang berperan dalam proses mekanisme persalinan.
Tinjauan Teoritis Keperawatan
Pengkajian Keperawatan
Menurut Prawirohardjo (2018) Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantung. Pada tahap ini terbagi atas :
Pengumpulan Data
Identidas.
Menurut Prawirohardjo (2018) Didalam identitas yang beresiko tinggi meliputi umur yaitu ibu yang mengalami kehamilan pertama dengan indikasi letak (primigravida), nama, tanggal lahir, alamat, no.RM, tanggal pengkajian.
Keluhan Utama
Pasien post operasi biasanya mengeluh nyeri pada luka post SC (sectio caesaria).
Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit yang dirasakan setelah pasien operasi.
Riwayat keluhan dahulu
Apakah pasien mengalami operasi sesar sebelumnya.
Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat penyakit keluarga seperti penyakit DM, jantung, asma dari komplikasi tersebut akan dilakukan operasi sesar karena jika terjadi DM, jantung dan asma pasien akan mengalami.
Riwayat perkawinan
Meliputi menikah sejak umur berapa dan berlangsung sudah berapa tahun pernikahannya tetapi ini tidak ada hubungannya dengan post SC yang akan dilakukan pada pasien.
Riwayat kehamilan saat ini
menghitun usia kehamilan dan tanggal tafsiran persalinan (HPHT), mengetahui perkiraan lahir bayi, apakah bayi lahir premature karena bayi premature merupakan factor predisposisi dari letak sungsang.
Riwayat persalinan
Meliputi jenis persalinan yang pernahdialami (SC/normal) adanya perdarahan atau tidak.
Riwayat ginelogi
Riwayat mensturasi
Meliputi menarche berapa siklus, berapa lama, haid pertama dan haid terakhir (HPHT).
Riwayat kehamilan, persalinan, nifas
Meliputi kehamilan keberapa anak keberapa , umur kehamilan berapa, ada penyulit atau tidak, penolong dalam persalinan, jenis persalinan SC atau normal, terdapat komplikasi nifas atau tidak.
Riwayat keluarga berencana
Apakah pernah melakukan KB sebelumnya, jenis kontrasepsinya apa, sejak kapan menggunakan kontrasepsi, apakah ada masala saat menggunakan kontrasepsi.
Pemeriksaan fisik
Menurut Prawirohardjo (2018) Pemeriksaan fisik adalah komponen pengkajian kesehatan yang bersifat obyektif yang dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan pada tubuh pasien dari ujung kepala sampai ujung kaki dengan melihat keadaan pasien (inspeksi). Peraba suatu sistem atau organ yang hendak diperiksa (Palpasi) mengetuk suatu sistem atau organ (Perkusi), dan mendengar suatu sistem atau organ (Auskultasi).
Keadaan umum
Biasanya pada pasien operasi keadaan umumnya lemah.
Tanda- tanda vital
Meliputi pemeriksaan Suhu, Tekanan darah, Pernafasan dan nadi.
Apabila terjadi perdarahan pada post partum tekana darah turun, nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun
Breathing (B1)
Inspeksi : bentuk dada simetris, pola nafas teratur, tidak ada retraksi dada, otot bantu nafas, frekuensi nafas, penggunaan alat bantu nafas. Palpasi : pemeriksaan vocal fremitus.
Perkusi : sonor.
Auskultasi : tidak ada suara nafas tambahan.
Blood (B2)
Inspeksi : tidak mengalami sianosis, CRT.
Palpasi : irama jantung teratur, tekanan darah bisa meningkat atau menurun.
Perkusi : pekak.
Auskultasi : bunyi jantung S1, S2 tunggal.
Brain (B3)
Inspeksi : kesadaran composmentis, orientasi baik, cojunctiva merah muda, pupil isokor.
Palpasi, Perkusi, Auskultasi : tidak ada masalah.
Bladder (B4)
Inspeksi : menggunakan kateter, warna urine kuning kemerahan, berbau amis terdapat lochea rubra berwarna merah segar, sedikit kotor.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada perkemihan.
Perkusi : tidak ada.
Auskultasi : tidak ada.
Bowel (B5)
Inspeksi : mukosa bibir lembab, bibir normal.
Palpasi : kontraksi uterus bisa baik/tidak, terdapat nyeri tekan pada TFU 2 diatas pusat.
Perkusi : abdomen tympani.
Auskultasi : terjadi penurunan pada bising usus
Bone (B6)
Inspeksi : turgor kulit elastis, warna kulit sawo matang atau kuning langsat, tidak ada edema, kelemahan otot, tampak sulit bergerak, kebutuhan klien masih dibantu keluarga, payudara menonjol, aerola hitam, puting menonjol, terdapat luka post operasi masih dibalut, terdapat striae.
Palpasi : akral hangat.
Perkusi : reflek patella (+).
Auskultasi : tidak ada.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang timbul pada ibu post operasi Sectio Caesarea
adalah sebagai berikut :
Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera fisik dibuktikan dengan tampak
meringis.
Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas dibuktikan dengan merasa lemah.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik dibuktikan dengan tidak mampu mandi/berpakaian secara mandiri.
Gangguan mobilitan fisik berhubungan dengan efek agen farmakologis (anestesi) dibuktikan dengan fisik lemah.
Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan prosedur pembedahan dibuktikan dengan perdarahan.
Intervensi Keperawatan
No
Diagnosis
(SDKI)
Tujuan
(SLKI)
Intervensi
(SIKI)
1
Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera fisik dibuktikan dengan tampak
meringis.
Setelah dilakuakn tindakan keperawatan, diharapkan rasa nyeri dapat berkurang, dengan kriteria hasil :
Keluhan nyeri menurun
Meringis menurun.
Sikap protektif menurun.
Gelisah menurun.
Observasi:
Identifikasi lokasi, karakteristik,durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
Identifikasi skala nyeri.
Identifikasi respons nyeri non verbal.
Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri.
Identifikasi penetahuan dan keyakinan tentang nyeri.
Identifikasi penaruh nyeri pada kualitas hidup.
Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan.
Monitor efek samping penggunaan analgesik.
Terapeutik:
Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri.
Fasilitas istirahat dan tidur.
Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri.
Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemeliharaan strategi meredakan nyeri.
Edukasi:
Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri.
Jelaskan strategi meredakan nyeri.
Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri.
Anjurkan menggunakan anasgetik secara tepat.
Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri.
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.
2
Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit.
Setelah dilakuakan tindakan keperawatan, diharapkan tingkat infeksi menurun, dengan kriteria hasil :
Kebersihan tangan meningkat.
Kebersihan badan meningkat.
Nyeri menurun.
Observasi:
Monitor tanda dan gejala infeksi
local dan sistemik
Terapeutik:
Batasi jumlah pengunjung.
Berikan perawatan kulit pada area edema.
Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien.
Pertahankan teknikn aseptic pada pasein beresiko tinggi
Edukasi:
Jelaska tanda dan gejala infeksi.
Ajarkan cuci tangan dengan benar.
Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi.
Anjurkan meningkatkan asupan cairan.
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian antibiotok
ataupun imusisas, jika perlu.
3
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas dibuktikan dengan merasa lemah.
Setelah dilakuakan tindakan keperawatan, diharapkan toleransi aktivitas meningkat, dengan kriteria hasil :
Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat.
Kecepatan berjalan meningkat.
Jarak berjalan meningkat.
Perasaan lemah menurun.
Observasi:
Identifikasi penyebab
gangguan integritas kulit
(misalnya perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan
kelembaban, suhu lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas).
Identifikasi keterbatasan fungsi dan gerak sendi.
Monitor lokasi dan sifat
ketidaknyamanan atau rasa sakit selama bergerak atau beraktivitas.
Terapeutik:
Lakukan pengendalian nyeri sebelum memulai latihan.
Berikan posisi tubuh optimal untuk gerakan sendimpasif atau aktif.
Fasilitasi menyusun jadwal latihan rentang gerak aktif atau pasif.
Berikan penguatan positif untuk melakukan latihan Bersama.
Edukasi:
Jelaskan kepada pasien atau keluarga
tujuan dan rencanakan latihan
Bersama.
Anjurkan pasien duduk ditempat tidur, disisi tempat tidur (menjuntai)
atau di kursi.
Anjurkan melakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif secara
sistematis.
4
Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik dibuktikan dengan tidak mampu mandi/berpakaian secara mandiri.
Setelah dilakuakan tindakan keperawatan, diharapkan perawatan diri meningkat, dengan kriteria hasil :
Kemampuan mandi meningkat.
Kemampuan mengenakan
pakaian secara mandiri
meningkat.
Mempertahankan kebersihan diri meningkat.
Observasi:
Dampingi dalam melakukan perawatan diri.
Fasilitasi kemandirian klien.
Jadwalkan rutinitas perawatan diri.
Edukasi:
Anjurkan melakukan perawatan diri
secara konsisten sesuai kemampuan.
Anjurkan ke toilet secara mandiri.
5
Gangguan mobilitan fisik berhubungan dengan efek agen farmakologis (anestesi) dibuktikan dengan fisik lemah.
Setelah dilakuakan tindakan keperawatan, diharapkan mobilitas fisik meningkat, dengan kriteria hasil :
Nyeri menurun.
Kelemahan fisik menurun.
Kekuatan otot meningkat.
Gerakan terbatas menurun.
Observasi:
Identifikasi adanya nyeri atau
keluhan fisik lainnya.
Identifikasi toleransi fisik
melakukan pergerakan
Terapeutik:
Fasilitas aktivitas mobilisasi dengan
alat bantu.
Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan pergerakan.
Edukasi:
Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi.
Anjurkan mobilisasi dini.
Ajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan (mis. duduk di tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi).
6
Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan prosedur pembedahan dibuktikan dengan perdarahan.
Setelah dilakuakan tindakan keperawatan, diharapkan keseimbangan cairan meningkat, dengan kriteria hasil :
Asupan cairan meingkat.
Kelembapan membrane mukosa meningkat.
Membrane mukosa membaik.
Turgo kulit membaik.
Observasi:
Monitor frekuensi dan kekuatan nadi.
Monitor tekana darah.
Monitor jumlah dan warna urin.
Monitor inteka dan output cairan.
Terapeutik:
Atur waktu pemantauan sesuai dengan kondiei klien.
Dokumentasikan hasil pemantauan.
Edukasi:
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan.
Informasikan hasil pemantauan.
Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana keperawatan yang dilakukan secara mandiri maupun dengan kolaborasi dengan multidisiplin yang lain. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan yang berfokus pada pasien dan berorientasi pada tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dimana tindakan dilakukan dan diselesaikan, sebagaimana digambarkan dalam rencana yang sudah dibuat (partisia et al., 2020).
Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara membandingkan tindakan keperawatan yang di lakukan terhadap hasil yang diharapkan. Evaluasi juga dilakukan untuk mengidentifiksi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi, perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang ingin dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan dalam kriteria hasil (Partisia et al., 2020).
DAFTAR PUSTAKA
Harry Oxorn & William R.Forte. 2010. Ilmu Kebidanan : Kebidanan : Patologi dan Patologi dan Fisiologi Fisiologi Persalinan. Jakarta : Andi Publisher.
Kusuma, Hardhi & Nurarif, Amin Huda. 2013. Handbook Handbook for Health Student: Nursing, Midwife, Pharmacy, Nursing, Midwife, Pharmacy, Docter Docter . Yogyakarta: Mediaction Publishing.
Nanda Internasional. 2015. Diagnose Keperawatan: Kerusakan Integritas Jaringan 2012-2015. Jakarta: EGC.
NANDA NIC-NOC. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA. Yogyakarta: Mediaction.
Padila. 2015. Asuhan Keperawatan Maternitas II. Yogyakarta : Nuha Medika.
Partisia, I., Juhdeliena,J., Kartika,L., Pakpahan, M., Siregar, D., Biantoro, B., Hutapea, A. D., Khusniyah, Z., & Sihombing, R. M (2020) Asuhan Keperawatan Dasar Pada Kbutuhan Manusia (Edisi I). Yayasan Kita Menulis. (diakses tanggal 28 juni 2021, jam 09.46).
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) Definisi dan Indikator Diagnostik ((cetakan 3 REVISI) 1 ed.). Jakarta : DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2018a). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) Definisi dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II)1ED.). Jakarta : DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2018b). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan ((Cetak II) ed 1.). Jakarta : DPP PPNI.
Prawirohardjo. (2018). Asuhan Keperawatan berdasarkan diagnosa medis Nanda NIC NOC. Yogyakarta.
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT.Bina Pustaka.
Sagita, F. Erin. (2019). Asuhan Keperawatan Ibu Post Partum Dengan Post Operasi Sectio Caesarea Di Ruangan Rawat Inap Kebidanan Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2019. Tulis Ilimiah, Prodi D-III Keperawatan. Padang : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Perintis Padang.