Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
2014, Majalah Kedokteran Bandung
…
6 pages
1 file
Auditory brainstem response (ABR) adalah pemeriksaan pendengaran yang reliabel, bertujuan untuk menilai singkronisasi saraf pendengaran perifer. Masalah pendengaran pada saat balita akan memberikan efek pada perkembangan, khususnya bicara dan bahasa. Deteksi dini merupakan hal yang penting sementara referensi nilai ABR untuk Indonesia saat ini masih belum ada. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai ABR pada anak usia di bawah 5 tahun dengan pendengaran normal. Telah dilakukan penelitian deskriptif potong lintang pada 198 balita, terdiri atas 119 laki-laki dan 79 perempuan berusia antara 3 bulan hingga 5 tahun di Poliklinik Dengar dan Bicara Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung, pada bulan Desember 2008 hingga Juni 2011, pada semua subjek dilakukan pemeriksaan ABR kemudian dihitung rerata setiap gelombang. Balita perempuan memiliki masa laten absolut gelombang I, III dan V, serta masa laten antara gelombang I-III, III-V, dan I-V lebih pendek secara bermakna dibandingkan dengan balita laki-laki. Masa laten rata-rata gelombang V pada balita laki-laki 6,07 msec±0,39 dan perempuan 5,90 msec±0,34. Kelompok usia 0-1 tahun memiliki masa laten absolut yang paling panjang. Tidak terdapat perbedaan masa laten absolut dan antara gelombang di kedua telinga pada laki-laki maupun perempuan pada usia di bawah lima tahun. Simpulan, masa laten absolut rata-rata gelombang V pada anak perempuan usia di bawah lima tahun adalah 5,90±0,34 msec, sedangkan pada anak laki-laki 6,07±0,39 msec. [MKB. 2014;46(3):183-8] Kata kunci: Gelombang ABR, masa laten ablosut, masa laten antar gelombang
2014
Auditory brainstem response (ABR) is a reliable hearing examination. It reflects the integrity of synchronous neurons firing within the periphery auditory pathways. Hearing impairment on the first five years will cause speech and language delays; therefore, early detection of hearing loss is very important. Nowadays, there is still no ABR value reference in Indonesia. The aim of this study was to establish the ABR values in toddlers with normal hearing. This was a descriptive cross-sectional study on 198 subjects between the ages of 3 month and 5 years in the period of December 2008 to June 2011 at the Hearing and Speech Clinic, Dr. Hasan Sadikin General Hospital, Bandung. The hearing level were diagnosed by ABR examination in all subjects and the mean of ABR wave was calculated. Girls displayed shorter absolute latency of wave I, III and V, and interwave latency of I–II, III–V, and I–V compared to boys. The wave V latency in boys was 6.07 msec ±0.39 and 5.90 msec ±0.34 in girls. Th...
Majalah Kedokteran Bandung, 2014
Auditory brainstem response (ABR) adalah pemeriksaan pendengaran yang reliabel, bertujuan untuk menilai singkronisasi saraf pendengaran perifer. Masalah pendengaran pada saat balita akan memberikan efek pada perkembangan, khususnya bicara dan bahasa. Deteksi dini merupakan hal yang penting sementara referensi nilai ABR untuk Indonesia saat ini masih belum ada. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai ABR pada anak usia di bawah 5 tahun dengan pendengaran normal. Telah dilakukan penelitian deskriptif potong lintang pada 198 balita, terdiri atas 119 laki-laki dan 79 perempuan berusia antara 3 bulan hingga 5 tahun di Poliklinik Dengar dan Bicara Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung, pada bulan Desember 2008 hingga Juni 2011, pada semua subjek dilakukan pemeriksaan ABR kemudian dihitung rerata setiap gelombang. Balita perempuan memiliki masa laten absolut gelombang I, III dan V, serta masa laten antara gelombang I-III, III-V, dan I-V lebih pendek secara bermakna dibandingkan dengan balita laki-laki. Masa laten rata-rata gelombang V pada balita laki-laki 6,07 msec±0,39 dan perempuan 5,90 msec±0,34. Kelompok usia 0-1 tahun memiliki masa laten absolut yang paling panjang. Tidak terdapat perbedaan masa laten absolut dan antara gelombang di kedua telinga pada laki-laki maupun perempuan pada usia di bawah lima tahun. Simpulan, masa laten absolut rata-rata gelombang V pada anak perempuan usia di bawah lima tahun adalah 5,90±0,34 msec, sedangkan pada anak laki-laki 6,07±0,39 msec. [MKB. 2014;46(3):183-8] Kata kunci: Gelombang ABR, masa laten ablosut, masa laten antar gelombang Abstract Auditory brainstem response (ABR) is a reliable hearing examination. It reflects the integrity of synchronous neurons firing within the periphery auditory pathways. Hearing impairment on the first five years will cause speech and language delays; therefore, early detection of hearing loss is very important. Nowadays, there is still no ABR value reference in Indonesia. The aim of this study was to establish the ABR values in toddlers with normal hearing. This was a descriptive cross-sectional study on 198 subjects between the ages of 3 month and 5 years in the period of December 2008 to June 2011 at the Hearing and Speech Clinic, Dr. Hasan Sadikin General Hospital, Bandung. The hearing level were diagnosed by ABR examination in all subjects and the mean of ABR wave was calculated. Girls displayed shorter absolute latency of wave I, III and V, and interwave latency of I-II, III-V, and I-V compared to boys. The wave V latency in boys was 6.07 msec ±0.39 and 5.90 msec ±0.34 in girls. The 0-1 years old group have the longest absolute and interwave latencies. There was no significant differences in absolute and interwave latency between both ears in boys and girls. The conclusion of this study is the average wave V latencies in boys and girls are 6.07±0.39 msec and 5.90 ±0.34, respectively. [MKB. 2014;46(3):183-8]
Surabaya PENDAHULUAN Gangguan pendengaran merupakan kecacatan yang dapat terjadi pada semua usia. Seperempat dari gangguan pendengaran tersebut dapat terjadi pada bayi baru lahir hingga usia balita. 1 Penyebab terbanyak gangguan pendengaran pada bayi baru lahir disebabkan oleh kelainan bawaan dengan prevalensi empat hingga enam bayi dalam 1000 kelahiran hidup di negara berkembang, sedangkan di negara maju insidensinya dua bayi dari 1000 kelahiran hidup. 2 Fungsi pendengaran memainkan peran penting dalam perkembangan intelektual dan sosial selama masa anak, jika terganggu akan mempengaruhi kesehatan pribadi dan sosial anak-anak. 1 Seorang anak diketahui mengalami gangguan pendengaran oleh keluarganya ketika terlambat berbicara dibandingkan anak seusianya. 3 Jika terlambat diketahui tentu hambatan yang akan dihadapi akan lebih besar lagi. Gangguan pendengaran atau gangguan pendengaran sejak lahir akan menyebabkan gangguan perkembangan bicara, bahasa, kognitif dan kemampuan akademik. 4 Data World Health Organization (WHO) tahun 2007, menunjukkan perbedaan persentase gangguan pendengaran di Asia Timur. Indonesia memiliki persentase paling kecil sebanyak 4.2%, Sri Lanka 9%, Thailand 13.3% dan Nepal 16.6%. Berdasarkan data tersebut, terdapat lebih dari 100 juta penduduk menderita gangguan pendengaran di Asia Timur. Penyebab gangguan pendengaran terebut, 50% faktor genetik, 50% sisanya disebabkan oleh faktor lingkungan seperti
Majalah Kedokteran Bandung, 2011
Gangguan dengar merupakan salah satu kelainan yang sering timbul sejak lahir (kongenital), sehingga deteksi dan rehabilitasi dini yang tepat dapat meningkatkan perkembangan bicara dan berbahasa. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui berbagai aspek gangguan dengar kongenital dari segi klinik maupun sosiologik. Subjek penelitian adalah anak yang dilakukan brainstem evoked response audiometry (BERA) di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin dengan gangguan dengar sensorineural bilateral kongenital selama periode April 2002-April 2005. Penelitian dilakukan secara deskriptif retrospektif. Sebanyak 286 anak termasuk dalam penelitian terdiri atas 149 (52,1%) laki-laki dan 137 (47,9%) perempuan. Sebanyak 58,7% terdeteksi pada usia >1-3 tahun. Usia anak saat dicurigai menderita gangguan dengar mulai dari usia 5 bulan sampai 14 tahun. Tenggang waktu antara usia pada saat mulai dicurigai adanya gangguan dengar dan dilakukan BERA adalah 82 (28,7%) <6 bulan, 72 (25,2%) antara >6 bulan sampai <1 tahun, dan 70 (24,4%) antara >1 sampai< 2 tahun. Penderita lebih banyak berasal dari daerah perkotaan, yaitu 149 (52,1%) anak dan sebagian besar dirujuk oleh spesialis THT sebanyak 129 (45,1%). Derajat gangguan dengar terbanyak adalah berat 181 (63,3%) dan sangat berat 96 (33,6%), sebagian besar bersifat simetris (71%). Faktor risiko terbanyak tidak teridentifikasi (51,1%), prematur/BBLR (13,6%), asfiksia (13,3%), hiperbilirubinemia (8,7%), dan rubela (7,3%). Simpulan, usia curiga pada saat anak dideteksi mengalami gangguan dengar masih tinggi. Agar deteksi dapat lebih dini, perlu peningkatan pengetahuan tenaga kesehatan dan masyarakat serta upaya pencegahan terhadap faktor risiko. [MKB. 2011;43(2):77-82].
2009
Uji pendengaran untuk deteksi dini KP (Kurang Pendengaran) meliputi OAE (Otoacoustic Emission) dan AABR (Automated Auditory Brainstem Response). Terdapat suatu uji pendengaran sederhana untuk deteksi dini KP yaitu reflek akustik ipsilateral. Ketepatan diagnosis hasil pemeriksaan OAE dan AABR telah teruji oleh hasil pemeriksaan ABR (Auditory Brainstem Response) sebagai baku emas, sedangkan ketepatan diagnosis hasil pemeriksaan reflek akustik ipsilateral belum pernah dilaporkan. Tujuan: Membandingkan hasil pemeriksaan reflek akustik ipsilateral dengan ABR sebagai baku emas untuk mendeteksi KP sensorineural pada bayi dan anak. Metode: Desain penelitian tes diagnostik. Sebanyak 91 bayi dan anak yang periksa di klinik THT-KL dan CDC (Clinical Diagnostic Center) RSUP Dr. Kariadi, yang memenuhi kriteria penelitian dilakukan pemeriksaan reflek akustik ipsilateral dan ABR.Hasilnya dianalisis untuk mengetahui sensitivitas, spesifisitas, PPV (Positive Predictive Value), NPV (Negative Predictive Value) dan akurasi pemeriksaan reflek akustik ipsilateral. Hasil: Didapatkan 91 subyek (182 telinga), laki-laki 56%; perempuan 44%. Reflek akustik ipsilateral tidak muncul 72,5%; muncul 27,5%; pendengaran normal 31,9%; KP sensorineural koklear 67,6%; auditory neuropathy 0,5%. Didapatkan sensitivitas 97,6%; spesifisitas 81%; PPV 91,7%; NPV 94%; akurasi 92,3%. Simpulan: Hasil pemeriksaan reflek akustik ipsilateral memiliki ketepatan diagnosis yang sebanding dengan hasil pemeriksaan ABR untuk mendeteksi KP sensorineural pada bayi dan anak. Kata Kunci: Deteksi KP sensorineural pada bayi dan anak, reflek akustik ipsilateral, auditory brainstem response, uji diagnostik.
Oto Rhino Laryngologica Indonesiana, 2019
Latar belakang: Variasi performa pasca implan koklea menunjukkan adanya variasi patologi yang belum dapat dijelaskan melalui pemeriksaan standar pra-operasi. Untuk itu dibutuhkan pemeriksaan yang dapat menunjukkan variasi integritas jaras auditori sebagai petunjuk variasi potensi internal tiap individu. Tujuan: Mendapatkan variasi respons jaras auditori terhadap stimulus listrik pasca implan berdasarkan pemeriksaan Implanted Electrically evoked Auditory Brainstem Respons (Imp-eABR), serta korelasinya dengan faktor internal pra-implan lain berupa usia, luas area n. koklearis dan kemampuan komunikasi pra-operasi. Metode: Kriteria subjek penelitian adalah pasien operasi implan koklea berusia kurang dari 10 tahun, memiliki koklea dan n. koklearis normal, dan pada pasien berusia lebih dari 4 tahun sudah memakai alat bantu dengar minimal 1 tahun. Pemeriksaan Imp-eABR dilakukan terhadap 5 elektrode yang mewakili area apikal, medial dan basal koklea. Dicari hubungan respons dari stimulasi terhadap ketiga faktor internal. Hasil: Pemeriksaan Imp-eABR dilakukan terhadap 28 telinga dari 19 pasien yang dilakukan operasi secara unilateral dan bilateral. Rerata skor total respons Imp-eABR adalah 6,3 + 2,63; dengan 60,7% telinga memiliki skor total kurang dari 8. Uji regresi linear menunjukkan faktor usia, luas area n. koklearis dan kemampuan komunikasi berkorelasi secara bermakna dan dapat memprediksi variasi skor Imp-eABR sebanyak 49,2%. Kesimpulan: Variasi skor total Imp-eABR pada pasien dengan faktor internal pra-operasi menunjukkan adanya patogenesis lain yang mendasari kemampuan transmisi jaras pendengaran retrokoklea terhadap stimulasi listrik dari implan koklea. Faktor internal pra-operasi dapat menjelaskan kurang dari 50% variasi respons Imp-eABR.
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia
Balance in children is one of the most important things to notice during its development. Increased risk of loss ofbalance is often associated with a slow reaction time. The purpose of this study was to determine the relationshipbetween auditory reaction time and body balance in students at Elementary School in Baha village. This research wasconducted in March 2018 with cross sectional analytic study design. Samples were taken by simple random samplingmethod with 96 samples. The sample age range is 8 - 10 years. The independent variable is auditory reaction timemeasured using computerized reaction time test software. Dependent variable is body balance measured usingPediatric Balance Scale. The relationship between two variables was analyze using Pearson Correlation test. There isa significant correlation between auditory reaction time to body balance, based on data output from analysis withsignificance (p = 0,006). Furthermore, based on data output known Correlation Coefficient of -...
2019
Abstrak Telah dilakukan penelitian tentang perubahan respon pendengaran karena pemakaian earphone terhadap karyawan bagian call center yang meliputi pengukuran intensitas kebisingan pada earphone yang biasa digunakan oleh karyawan, pengisian kuesioner dan pengukuran ambang pendengaran dengan audiometer. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kebisingan suara yang dikeluarkan oleh earphone terhadap ambang dengar manusia, mengetahui adanya hubungan lama masa kerja dan usia terhadap gangguan pendengaran pada karyawan call center. Rancangan penelitian eksperimen dengan Randomized Post Test Only Control Group Design. Setelah dilakukan pengambilan data intensitas kebisingan yang dikeluarkan oleh earphone adalah sekitar 59-62 dB. Untuk mengkaji pengaruh intensitas kebisingan terhadap pendengaran karyawan dilakukan pengukuran audiometer pada karyawan yang terpapar kebisingan earphone (kelompok perlakuan) dan karyawan yang tidak terpapar kebisingan earphone (kelompok kontrol). D...
2018 International Conference on Applied Engineering (ICAE), 2018
2010
Proyek adalah sekumpulan kegiatan yang dimaksudkan untuk mencapai hasil akhir tertentu yang cukup penting bagi kepentingan pihak manajemen. Proyek tersebut salah satunya meliputi proyek konstruksi. Proses pembangunan proyek konstruksi pada umumnya merupakan kegiatan yang banyak mengandung unsur bahaya. Salah satu fokus perusahaan kontraktor adalah menciptakan kondisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang baik di proyek. Sedangkan budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja memegang peranan yang sangat penting dalam membentuk perilaku pekerja terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi dan menganalisa faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi budaya keselamatan dan kesehatan kerja terutama pada proyek konstruksi, serta menganalisa pengaruh faktor-faktor budaya keselamatan dan kesehatan kerja terhadap kinerja proyek konstruksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan dan parsial variabel bebas yang terdiri dari Komitmen Top Management terhadap K3 (X 1 ), Peraturan dan Prosedur K3 (X 2 ), Komunikasi Pekerja (X 3 ), Kompetensi Pekerja (X 4 ), Lingkungan Kerja (X 5 ), dan Keterlibatan Pekerja dalam K3 (X 6 ) berpengaruh signifikan terhadap variabel Kinerja Proyek Konstruksi (Y). Karena koefisien regresi pengaruh Komitmen Top Management terhadap K3 (X1) terhadap Kinerja Proyek Konstruksi (Y) bertanda positif mengindikasikan bahwa pengaruh keduanya searah.
International Journal of Advance Research, Ideas and Innovations in Technology, 2017
Magyar Rendészet, 2019
Editorial Calixta, 2022
Girişimcilik ve İnovasyon Yönetimi
Comunidades carentes e a comunicação audiovisual : técnicas de edição como forma de expressão de comunidades oprimidas e oportunidade de vida para jovens moradores de favelas ., 2021
International Journal of Social Research Methodology, 2024
American Journal of Physical Anthropology, 2011
Cerebral Cortex, 2011
African Journal of Fisheries Science, 2017
Diabetes & Metabolism, 2011
Day 3 Thu, December 03, 2020, 2020
British journal of pharmacology and toxicology, 2011