ABDAN+RAHIM+OKE

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 9

P-ISSN : 2722-9564 Muaddib : Islamic Education Journal, 6(2), 2023

E- ISSN : 2722-9572

Peran Keluarga Membangun Jiwa Keagamaan Anak:


Tinjauan Perspektif Kebudayaan

Abdan Rahim

Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Ibnu Rusyd Tanah Grogot, Indonesia
Corresponding Author Email: [email protected]

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran keluarga membangun jiwa keagamaan anak:
tinjauan perspektif kebudayaan. Jenis penelitian ini merupakan penelitian library research
menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif. Dalam penelitian ini data diperoleh dari bahan-bahan
kepustakaan yang terdiri dari buku, jurnal, artikel, dan sumber-sumber lain yang relevan mengenai
konsep jiwa keagamaan, peran keluarga, dan kebudayaan dalam pembentukan jiwa keagamaan pada
anak. Setelah mendapatkan data-data tersebut, dilakukan analisis data yang meliputi reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini yaitu peran keluarga sangat penting
dalam membentuk jiwa keagamaan anak. Keluarga berperan sebagai lembaga pertama yang
mengenalkan dan menerapkan nilai-nilai keagamaan melalui interaksi positif, pendidikan agama
dalam kehidupan sehari-hari, dan teladan orang tua dalam praktik agama. Selain itu, kebudayaan
lokal, media massa, dan pengaruh budaya global juga memainkan peran penting dalam membentuk
pemahaman dan sikap anak terhadap agama. Namun demikian, peran keluarga dalam konteks
kebudayaan menjadi krusial dalam memastikan bahwa anak-anak memahami dan menginternalisasi
nilai-nilai keagamaan yang sesuai dengan nilai-nilai yang diwariskan oleh masyarakat.
Kata Kunci: Jiwa Keagamaan Anak, Peran Keluarga, Perspektif Kebudayaan.

INFORMASI ARTIKEL
Submitted, November 26, 2023
Revised, December 18, 2023
Accepted, December 26, 2023

How to Cite:
Rahim, A. (2023). Peran keluarga membangun jiwa keagamaan anak: Tinjauan perspektif kebudayaan.
Muaddib: Islamic Education Journal, 6(2), 79-87.
https://doi.org/10.19109/muaddib.v6i2.22168

Copyright © 2023, Muaddib : Islamic Education Journal, Print ISSN: 2722-9564, Online ISSN: 2722-9572 79
P-ISSN : 2722-9564 Muaddib : Islamic Education Journal, 6(2), 2023
E- ISSN : 2722-9572

PENDAHULUAN
Keluarga merupakan tempat pertama dan terpenting bagi pendidikan seseorang, di mana
anggota keluarga saling memengaruhi dan membentuk karakter serta kepribadian anak
(Samsudin, 2019). Sejak lahir, anak-anak menghabiskan sebagian besar waktu mereka bersama
keluarga, yang menjadi lingkungan pertama di mana mereka belajar nilai-nilai dasar, norma,
dan perilaku. Pendidikan dalam keluarga berperan besar dalam menanamkan watak, karakter,
dan nilai-nilai keagamaan sejak dini. Penanaman karakter dalam keluarga harus dilakukan
secara bertahap dan berkelanjutan agar membekas kuat dalam diri anak dan tidak mudah hilang
(Syarbini, 2014).
Pada periode awal kehidupan anak, peran pola asuh dalam keluarga sangat krusial karena
ini adalah saat di mana kepribadian anak sedang dibentuk. Pada masa-masa ini, anak-anak
berada dalam fase belajar yang intensif, di mana mereka menyerap nilai-nilai, norma, dan
perilaku dari lingkungan terdekat mereka, terutama keluarga. Pendidikan karakter yang
diberikan oleh keluarga Muslim, misalnya, menjadi landasan dalam memperkuat identitas
keislaman anak. Nilai-nilai yang ditanamkan dalam diri anak pada tahap ini akan sangat
membekas dan sulit berubah seiring waktu (Khairu, 2014). Anak-anak yang tumbuh dalam
lingkungan keluarga yang menekankan nilai-nilai keagamaan akan cenderung memiliki
pemahaman yang kuat tentang pentingnya menjalankan ajaran agama dalam kehidupan sehari-
hari. Anak-anak belajar tentang konsep akhlak, ibadah, dan interaksi sosial yang sesuai dengan
ajaran Islam. Pendidikan dalam keluarga Muslim diarahkan berdasarkan ajaran dan hukum
dalam Alquran dan Hadis Nabi Muhammad SAW., yang mengarahkan semua aktivitas keluarga
dalam mendidik anak-anak sesuai dengan perintah Allah SWT. dan Rasul-Nya (Warsah, 2020).
Orang tua diharapkan dapat memberikan contoh nyata dalam penerapan ajaran agama, seperti
shalat, membaca Alquran, berdoa, dan berakhlak baik kepada sesama.
Selain itu, perspektif budaya juga memainkan peran signifikan dalam membentuk
pemahaman agama anak-anak. Di tengah masyarakat yang majemuk dan multikultural, penting
bagi keluarga untuk memainkan peran yang kuat dalam pembentukan jiwa keagamaan anak.
Anak-anak adalah generasi penerus yang nantinya akan meneruskan nilai-nilai agama dan
tradisi keluarga. Budaya dapat membantu dalam memperkaya pemahaman agama anak dan
mendorong pemulihan terhadap warisan tradisional dalam keluarga. Budaya menyediakan
konteks di mana nilai-nilai agama diinterpretasikan dan dipraktikkan (Pirol, 2017). Setiap
budaya memiliki cara unik dalam mengajarkan dan menerapkan ajaran agama, yang
mencerminkan tradisi, kebiasaan, dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat tersebut.
Budaya juga memainkan peran penting dalam membentuk identitas keagamaan anak-anak.
Ketika anak-anak tumbuh dalam lingkungan budaya yang mendukung dan menghargai nilai-
nilai agama, mereka cenderung mengembangkan rasa kebanggaan terhadap identitas
keagamaan mereka (Ramadhan & Astutik, 2023).
Pola asuh keluarga, terutama dalam keluarga Muslim, berperan dalam membentuk
karakter dan kepribadian anak yang berlandaskan nilai-nilai keagamaan. Karimah, yang
mencakup berbagai aspek akhlak seperti hubungan dengan Allah, Nabi Muhammad SAW,
orang tua, saudara, kerabat, pembantu, tetangga, guru, dan teman, menjadi landasan penting
dalam pembentukan kepribadian muslim yang taat kepada Allah, Rasul, dan keluarga
(referensi). Faktor-faktor pembentuk kepribadian muslim meliputi faktor internal dan eksternal
(pendidikan), fitrah, taufik, dan hidayah, yang semuanya memainkan peran krusial dalam
perkembangan jiwa keagamaan anak-anak(Ahmad, 2017; Masrofah, Fakhruddin, & Mutia,
2020; Zenaida, Ardiansyah, & Widodo, 2023).

Copyright © 2023, Muaddib : Islamic Education Journal, Print ISSN: 2722-9564, Online ISSN: 2722-9572 80
P-ISSN : 2722-9564 Muaddib : Islamic Education Journal, 6(2), 2023
E- ISSN : 2722-9572

Meskipun banyak penelitian telah membahas pentingnya pendidikan keagamaan dalam


keluarga, masih terdapat kekurangan dalam memahami bagaimana budaya yang beragam
memengaruhi penerapan dan efektivitas pendidikan agama dalam keluarga. Penelitian yang
lebih mendalam diperlukan untuk mengeksplorasi cara-cara keluarga dari berbagai latar
belakang budaya dapat mengintegrasikan nilai-nilai keagamaan dengan mempertimbangkan
konteks budaya mereka yang unik.
Dengan mengeksplorasi celah-celah yang ada dalam literatur saat ini, penelitian ini dapat
membantu mengidentifikasi strategi yang lebih efektif dalam mengintegrasikan nilai-nilai
agama dalam pendidikan keluarga. Selain itu, penelitian ini juga akan memberikan wawasan
baru tentang bagaimana keluarga dapat memainkan peran yang lebih kuat dalam membentuk
jiwa keagamaan anak-anak, yang pada gilirannya dapat membantu membangun generasi yang
lebih beriman dan berkarakter kuat.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini merupakan penelitian library research menggunakan pendekatan
deskriptif-kualitatif. Pendekatan ini digunakan untuk menggambarkan dan menjelaskan
fenomena yang diteliti secara mendalam, dengan fokus pada interpretasi data dan bukan pada
pengukuran numerik (Sugiono, 2015). Dalam penelitian ini data diperoleh dari bahan-bahan
kepustakaan yang terdiri dari buku, jurnal, artikel, dan sumber-sumber lain yang relevan.
Sumber-sumber ini dipilih untuk mendukung analisis mini riset mengenai konsep jiwa
keagamaan, peran keluarga, dan kebudayaan dalam pembentukan jiwa keagamaan pada anak.
Setelah mendapatkan data-data tersebut, dilakukan analisis data yang meliputi reduksi
data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Huberman & Miles, 2002). Langkah pertama
adalah merumuskan konsep yang digunakan dalam mini riset ini. Kemudian, data yang
terkumpul disortir dan direduksi untuk mendapatkan kategorisasi yang diperlukan dalam mini
riset ini. Setelah proses kategorisasi, dilakukan interpretasi data yang mencakup konsep jiwa
keagamaan, peran keluarga, dan kebudayaan sebagai pembentuk jiwa keagamaan anak, serta
hubungan antara peran keluarga dan kebudayaan dalam pembentukan jiwa keagamaan pada
anak.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsep Jiwa Keagamaan
Secara etimologi, ungkapan jiwa keagamaan terdiri dari dua kata dasar, yaitu kata jiwa
dan agama. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, jiwa berarti seluruh kehidupan batin
seseorang (terdiri dari perasaan, pikiran, dan angan-angan). Sedangkan agama memiliki arti a
(tidak) dan gam (pergi, kacau). Jika kedua kata tersebut digabungkan, maka kata jiwa agama
memiliki pengertian tidak pergi, tidak kacau, tetap di tempat atau diwarisi turun temurun (Tim
Penyusun Kamus, 2007).
Sedangkan secara terminologi, tokoh-tokoh Ilmu Jiwa dan agama memberikan istilah
tentang jiwa dan agama. Menurut Nasution, pengertian agama intisarinya adalah ikatan. Oleh
karena itu, agama mengandung arti suatu ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi oleh
manusia. Ikatan dimaksud berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia sebagai
kekuatan gaib yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera, namun mempunyai pengaruh yang
besar dalam kehidupan manusia sehari-hari (Arifin, 2018).
Definisi lain tentang agama diberikan oleh Ahmad Tafsir, menurutnya agama adalah
suatu aturan tentang cara hidup di dunia. Definisi ini dibagi menjadi dua, yaitu: Pertama,
definisi agama yang menekankan pada aspek keiman dan kepercayaan; Kedua, definisi agama

Copyright © 2023, Muaddib : Islamic Education Journal, Print ISSN: 2722-9564, Online ISSN: 2722-9572 81
P-ISSN : 2722-9564 Muaddib : Islamic Education Journal, 6(2), 2023
E- ISSN : 2722-9572

yang menekankan segi agama sebagai aturan tentang cara hidup. Dari kedua pengertian tersebut
dapat dipahami bahwa agama adalah sistem kepercayaan tentang cara hidup, lahir batin dan
praktek yang sesuai dengan keyakinan tersebut (Tafsir, 2004).
Dari pengertian tentang jiwa dan agama di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan jiwa keagamaan merupakan suatu kekuatan batin, daya dan kesanggupan dalam jasad
manusia yang menurut para ahli Ilmu Jiwa Agama, kekuatan tersebut bersarang pada akal,
kemauan dan perasaan untuk mengatur hidup dan kehidupan manusia agar mencapai
kesejahteraan baik di kehidupan dunia ini maupun dan di akhirat kelak.
Hampir seluruh psikolog sependapat bahwa keinginan dan kebutuhan manusia itu bukan
hanya terbatas pada kebutuhan makanan, minuman, pakaian, atau kenikmatan-kenikmatan
lainnya. Pada diri manusia terdapat semacam sebuah keinginan dan kebutuhan yang bersifat
universal (Jalaluddin, 2005). Kebutuhan ini melebihi kebutuhan-kebutuhan lainnya, bahkan
mengatasi kebutuhan akan kekuasaan. Keinginan akan kebutuhan kodrati, berupa keinginan
untuk mencintai dan dicintai Tuhan.
Dalam kehidupan manusia memiliki kemungkinan beragama bahkan kemungkinan ini
sudah dianggap sebagai kebutuhan spiritual manusia. Menurut Jalaluddin, potensi bawaan
(agama) tersebut perlu dikembangkan melalui bimbingan dan pemeliharaan yang berlanjut,
terutama pada anak usia dini. Pengalaman-pengalaman yang diterima dari lingkungannya akan
membentuk rasa keagamaan pada diri anak. Perkembangan jiwa keagamaan pada anak akan
semakin berkembang jika diiringi oleh kasih sayang dari orang-orang disekitarnya.
Perkembangan jiwa agama pada anak dimulai sejak lahir dan akan terus berkembang. Dimulai
dari anak bisa bicara dan menyebut nama Tuhan, sampai ia melihat orang di sekitarnya
mengerjakan ibadah sebagai perintah Allah yang akhirnya jiwa agama pada anak akan terus
berkembang seiring dengan perilaku orang tua yang agamis dan mengarahkan anaknya dengan
pendidikan yang benar (Dacholfany & Hasanah, 2018).
Sehingga untuk membangun dan memperkuat jiwa keagamaan anak, penting untuk
memahami konsep jiwa keagamaan itu sendiri. Jiwa keagamaan merujuk pada aspek
spiritualitas dan hubungan anak dengan agamanya. Konsep ini mencakup pemahaman,
keyakinan, dan penghayatan terhadap ajaran dan praktik agama yang bersumber dari keluarga
dan budaya. Agama sebagai bagian dari kebudayaan memainkan peran penting dalam
membentuk jiwa keagamaan anak. Agama memberikan kerangka nilai, etika, dan pedoman
yang mengarahkan perilaku dan pemahaman tentang keberadaan Tuhan. Melalui agama, anak-
anak dapat memperoleh pemahaman tentang kewajiban agama, ibadah, dan praktik-praktik
keagamaan yang mendalam.
Selain itu, keagamaan juga bukan hanya pemahaman teoritis atau ritualistik semata, tetapi
juga melibatkan peran afektif dan praksis dalam kehidupan sehari-hari anak. Pemahaman dasar
mengenai keyakinan dan praktik keagamaan hanya merupakan dasar dari jiwa keagamaan yang
lebih komprehensif. Jiwa keagamaan juga mencakup aspek kehidupan sosial, moralitas, dan
pelayanan kepada sesama, yang tercermin dalam nilai-nilai agama yang diperoleh dari keluarga
dan budaya. Dalam konteks kebudayaan, konsep jiwa keagamaan anak bergantung pada praktik
agama yang dijalani dalam keluarga. Dalam budaya yang berbeda, terdapat variasi dalam
praktik dan tafsir agama, dan keluarga memiliki peran sentral dalam mentransmisikan dan
mendasarkan pemahaman agama anak sesuai dengan budaya yang ada.
Peran Keluarga dalam Pembentukan Nilai dan Norma
Semua norma dan etika yang dianut dalam masyarakat, keluarga memegang peranan
penting dalam membesarkan anak, dan budaya dapat diturunkan dari orang tua ke anak dan dari

Copyright © 2023, Muaddib : Islamic Education Journal, Print ISSN: 2722-9564, Online ISSN: 2722-9572 82
P-ISSN : 2722-9564 Muaddib : Islamic Education Journal, 6(2), 2023
E- ISSN : 2722-9572

generasi ke generasi seiring berkembangnya masyarakat. Keluarga memegang peranan penting


dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan moral dalam keluarga perlu
ditanamkan sejak usia dini pada setiap individu. Namun selain tingkat pendidikan, moral
individu juga menjadi tolak ukur berhasil tidaknya suatu pembangunan. Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi memegang peranan penting serta sangat mempengaruhi
perkembangan sikap dan intelektualitas generasi muda sebagai penerus bangsa (Puspytasari,
2022).
Samsul Nizar yang dikutip oleh Helmawati membagi fungsi keluarga menjadi delapan
fungsi, yaitu: fungsi keagamaan, fungsi cinta kasih, fungsi reproduksi, fungsi ekonomi, fungsi
pembudayaan, fungsi perlindungan, fungsi pendidikan dan sosial, dan fungsi pelestarian
lingkungan (Helmawati, 2014). Ketika kita sakit tentu ingin pulang ke rumah di mana keluarga
kita berada. Anggota keluarga akan merawat dan menjaga kita hingga sembuh. Ketika kita
berhasil dalam melakukan sesuatu, pastinya kita ingin menceritakan keberhasilan kita pada
orang-orang terdekat terutama keluarga. Ketika kita terkena musibah, kita akan leluasa berkeluh
kesah pada keluarga. Mereka akan rela berbagi dalam suka dan duka. Mereka akan selalu di
samping kita mendukung apapun yang terjadi. Adapun peran keluarga dalam pembentukan
nilai-nilai agama pada anak usia dini, yaitu:
1) Interaksi Keluarga yang Positif
Para pakar pendidikan sepakat bahwa (keluarga) adalah institusi pendidikan yang pertama
dan utama. Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi anak, yang bersifat informal dan
kodrati. Keluarga adalah tempat yang paling awal dan efektif untuk menjalankan fungsi
departemen kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan. Apabila keluarga gagal untuk
mengajarkan kejujuran, semangat, keinginan untuk menjadi yang terbaik, dan kemampuan-
kemampuan dasar maka akan sulit bagi institusi lain untuk memperbaiki kegagalan
kegagalannya (Muslich, 2011). Interaksi sosial merupakan suatu bentuk hubungan yang
dilihat dari aspek individu dan kelompok sosial, dimana mereka saling bertemu dan
menentukan sistem dan bentuk hubungan yang dapat menimbulkan perubahan dan
gangguan terhadap pola kehidupan yang sudah ada. Dari sudut pandang sosiologi, proses
interaksi sosial dalam kehidupan bermasyarakat dan berkeluarga bergantung pada dua
keadaan pokok: yaitu adanya kontak sosial dan adanya komunikasi (Veranda, 2020). Salah
satunya di dalam keluarga membutuhkan interaksi. Interaksi yang positif antar anggota
keluarga mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pembentukan nilai-nilai agama pada
anak usia dini. Ketika orang tua dan anggota keluarga lainnya berkomunikasi dengan penuh
kasih sayang, mempraktikkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari, dan
menunjukkan penghargaan terhadap agama, maka anak akan cenderung menyerap dan
meniru perilaku-perilaku tersebut. Lingkungan keluarga yang positif juga mencakup sikap
saling mendukung, memberikan dorongan positif, dan memberikan ruang bagi anak untuk
bertanya dan berdiskusi tentang nilai-nilai agama (Masriah, Nurlaeli, & Akil, 2023).
2) Pendidikan Agama dalam Kehidupan Sehari-hari
Pendidikan agama yang terintegrasi dalam kehidupan sehari-hari keluarga menjadi landasan
penting dalam pembentukan nilai-nilai agama pada anak usia dini. Keluarga dapat
melibatkan anak dalam praktik-praktik keagamaan seperti doa bersama, membaca teks suci,
atau mengikuti ibadah rutin. Selain itu, keluarga juga dapat memanfaatkan momen sehari-
hari seperti makan bersama, kegiatan keluarga, atau perayaan agama untuk memberikan
pengajaran agama secara informal kepada anak (Masriah dll., 2023).

Copyright © 2023, Muaddib : Islamic Education Journal, Print ISSN: 2722-9564, Online ISSN: 2722-9572 83
P-ISSN : 2722-9564 Muaddib : Islamic Education Journal, 6(2), 2023
E- ISSN : 2722-9572

3) Teladan Orang Tua dalam Praktik Agama


Orang tua memiliki peran penting sebagai teladan dalam praktik keagamaan. Ketika orang
tua secara konsisten mempraktikkan nilai-nilai agama yang mereka anut, anak cenderung
akan meniru dan menginternalisasikan nilai-nilai tersebut. Orang tua yang menjadi teladan
positif dalam menjalankan ibadah, menghormati ajaran agama, dan mengambil bagian
dalam kegiatan keagamaan dapat menginspirasi anak untuk mengembangkan nilai-nilai
agama yang sama (Masriah dll., 2023).
Dapat dipahami bahwa interaksi keluarga yang positif, pendidikan agama yang
diintegrasikan dalam kehidupan sehari-hari, dan keteladanan orang tua yang konsisten dalam
praktik keagamaan merupakan faktor penting dalam membentuk nilai-nilai agama pada anaki.
Dengan menjalankan peran-peran tersebut, keluarga dapat menjadi agen yang efektif dalam
membantu anak memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai agama sejak dini. Peran
keluarga juga sangat penting dalam pembentukan nilai dan norma dalam kehidupan anak.
Keluarga beperani sebagai lembaga pertama yang mengenalkan anak pada nilai-nilai dan
norma-norma yang ada dalam masyarakat, baik itu yang bersumber dari adat istiadat, agama,
maupun nilai-nilai menyeluruh yang berkaitan dengan perkembangan zaman.
Kebudayaan sebagai Pengaruh dalam Pembentukan Jiwa Keagamaan Anak
Kebudayaan merupakan kata yang diberi imbuhan ke- dan -an dengan kata dasar budaya.
Budaya merupakan bentuk jamak dari kata budi dan daya yang berarti cinta, karsa, dan rasa.
Kata budaya pada dasarnya berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu Budhayah bentuk jamak dari
kata Buddhi yang berarti budi atau akal. Dalam bahasa Inggris, kata budaya berasal dari kata
Culture, dalam bahasa Latin berasal dari kata colera yang berarti mengolah, mengerjakan,
menyuburkan, mengembangkan tanah (bertani). Dari arti ini berkembang arti culture sebagai
segala daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolaah tanah dan mengubah alam. Menurut
ilmu antropologi, kebudayaan merupaka seluruh sistem gagasan, tindakan dan hasil karya
manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar
(Koentjaraningrat, 2015). Jadi dapat dipahami bahwa, kebudayaan merupakan keseluruhan
gagasan, hasil, dan karya manusia. Terciptanya budaya tidak terlepa dari hubungan sesame
manusia dengan masyarakat. Kebudayaan mempunyai pengaruh yang besar terhadap
pembentukan jiwa keagamaan anak. Sebuah penelitian menemukan bahwa kebudayaan
berperan penting dalam membentuk pemahaman anak terhadap nilai, norma, dan keyakinan
sebagai bagian dari kehidupan beragama. Di Indonesia, negara yang kaya akan keberagaman
budaya dan agama, kebudayaan mempunyai pengaruh yang kuat dalam pembentukan jiwa
keagamaan pada anak.
Seperti yang diajarkan oleh wali songo saat memperkenalkan dan menyebarkan Islam di
Indonesia. Para wali songo menyebarkan agama Islam dengan pendekatan budaya, yaitu
memadukan seni budaya lokal dengan ajaran Islam. Sehingga dapat lebih diterima oleh
masyarakat. Menurut pengamatan penulis, kebudayaan lokal juga dapat menjadi faktor penting
dalam pembentukan jiwa keagamaan anak. Budaya lokal mencakup adat istiadat, tradisi, ritual
keagamaan, dan praktik keagamaan yang diwariskan oleh masyarakat dari generasi ke generasi.
Budaya tersebut dapat menjadi landasan penting bagi anak untuk memahami dan menghayati
nilai-nilai agama. Misalnya masyarakat Jawa yang mempunyai tradisi tahlilan, kenduri, dan
slametan yang merupakan ritual keagamaan berupa jamuan bersama untuk menghormati
leluhur dan mendapatkan berkah dari Tuhan. Melalui partisipasi dalam slametan, anak-anak
belajar tentang nilai-nilai keagamaan dan memahami pentingnya mempraktikkan ajaran agama
dalam kehidupan sehari-hari. Karena di dalam tradisi tersebut melakukan pembacaan doa dan

Copyright © 2023, Muaddib : Islamic Education Journal, Print ISSN: 2722-9564, Online ISSN: 2722-9572 84
P-ISSN : 2722-9564 Muaddib : Islamic Education Journal, 6(2), 2023
E- ISSN : 2722-9572

beberapa surat dan ayat pilihan lainnya, serta diikuti oleh kalimat-kalimat tahlil, tahmid, dan
tasbih.
Selain itu terdapat pula budaya sarung. Dalam keluarga, pengenalan dan penggunaan
sarung sering kali dimulai sejak anak usia dini. Anak-anak diajarkan tentang arti penting dan
nilai-nilai keagamaan yang berkaitan dengan tradisi menggunakan sarung. Orang tua
mengajarkan anak-anak bagaimana cara memakai, merawat, dan melipat sarung dengan benar.
Hal ini bukan hanya sebagai tradisi keluarga, tetapi juga sebagai cara untuk mengenalkan nilai-
nilai keagamaan yang berkaitan dengan ketertiban, keanggunan, dan kerendahan hati. Selain
itu, Kebudayaan sarung juga melibatkan akitivitas keagamaan yang dilakukan dalam konteks
penggunaan sarung. Contohnya, dalam keluarga yang mengajarkan kebudayaan sarung, anak-
anak sering kali diajak ikut serta dalam kegiatan seperti sholat berjamaah di masjid atau musala.
Mengenakan sarung saat melaksanakan ibadah juga merupakan tradisi yang diwariskan, dan
hal ini memberikan pengalaman dan pemahaman baru tentang nilai-nilai agama kepada anak.
Terdapat juga tradisi ziarah kubro. Tradisi ini biasa dilakukan oleh masyarakat di
Palembang. Tradisi ini dilakukan menjelang bulan Ramadhan tepatnya 10 hari terakhir bulan
Sya’ban atau 10 hari menjelang bulan Ramadhan. Tradisi ziarah kubro ini masih ada sampai
saat ini karena sebuah kearifan lokal. Ziarah kubro merupakan ziarah kubur ke makam para
wali yang ada di Kota Palembang yang dilakukan bersama-sama. Tradisi ini dilakukan sebagai
sarana untuk mengingat kembali jasa para ulama serta media untuk mendoakan para ulama
tersebut. Kegiatan ziarah kubro hanya dilakukan oleh kaum laki-laki, baik dewasa maupun
anak-anak. Dengan memperkenalkan tradisi ini kepada anak, mereka dapat mempelajari lebih
banyak sejarah keagamaan dan peran tokoh-tokoh agama dalam menyebarkan ajaran agama,
mereka juga akan memiliki pemahaman yang lebih dalam tentang nilai kesalehan dan sikap
menghargai.
Selain budaya lokal, pengaruh kebudayaan juga dapat ditemukan melalui media massa
dan teknologi. Media massa merupakan sarana penting dalam mempengaruhi pemahaman anak
tentang keagamaan. Misalnya, film, acara TV, dan lagu bertema religi dapat membantu
memperkuat pemahaman mereka tentang nilai-nilai keagamaan. Namun, perlu diingat bahwa
pengaruh media juga mempunyai risiko. Terlalu banyak paparan terhadap konten yang
bertentangan dengan ajaran agama dapat membuat anak bingung dan menghilangkan
pemahaman mereka tentang nilai-nilai keagamaan yang sebenarnya.
Pengaruh budaya global juga dapat mempengaruhi pembentukan jiwa keagamaan anak.
Globalisasi membawa kemajuan teknologi dan akses yang lebih luas terhadap informasi dan
budaya dari seluruh dunia. Anak-anak Indonesia yang terpapar dengan budaya global mampu
mengamati keberagaman agama yang ada di dunia. Mereka dapat mempelajari nilai-nilai
keagamaan dari budaya lain dan membandingkannya dengan nilai-nilai keagamaan lokal.
Namun orang tua juga perlu membantu anak memahami bahwa meskipun budaya global
memberikan wawasan yang berharga, mereka juga perlu mempertahankan dan menghormati
warisan keagamaan mereka sendiri.
Namun perlu diingat bahwa pengaruh kebudayaan tidak selalu memberikan pengaruh
positif terhadap pembentukan jiwa keagamaan anak. Budaya juga dapat mempengaruhi anak-
anak dengan nilai-nilai yang bertentangan dari ajaran agama atau dengan norma-norma yang
tidak sejalan dengan nilai-nilai keagamaan yang diinginkan. Misalnya, dalam budaya yang
terlalu individualistik dan materialistik, anak-anak mungkin lebih cenderung mengutamakan
kesenangan duniawi daripada melaksanakan ajaran agama yang mengajarkan kepedulian
terhadap sesama.

Copyright © 2023, Muaddib : Islamic Education Journal, Print ISSN: 2722-9564, Online ISSN: 2722-9572 85
P-ISSN : 2722-9564 Muaddib : Islamic Education Journal, 6(2), 2023
E- ISSN : 2722-9572

Oleh karena itu, peran keluarga dan pendidikan agama yang kuat sangat penting dalam
membimbing anak-anak dalam memahami dan menghargai ajaran agama serta membedakan
antara pengaruh budaya yang positif dan negatif. Keluarga menjadi lembaga pertama di mana
anak-anak diperkenalkan dan diajarkan tentang ajaran agama. Keluarga membantu anak-anak
menginternalisasi nilai-nilai keagamaan melalui contoh yang ditunjukkan oleh anggota
keluarga yang lebih tua, partisipasi dalam kegiatan keagamaan, serta doa dan peribadatan
keluarga. Jadi dapat disimpulkan bahwa kebudayaan memiliki pengaruh yang penting dalam
pembentukan jiwa keagamaan anak. Budaya lokal, media massa, dan pengaruh budaya global
semuanya berperan penting dalam membentuk pemahaman dan sikap anak terhadap agama.
Namun, perlu diingat bahwa pengaruh kebudayaan harus dikendalikan secara bijaksana agar
tidak mengaburkan pemahaman anak tentang nilai-nilai keagamaan yang sebenarnya.
Keterkaitan Peran Keluarga dan Kebudayaan dalam Membentuk Jiwa Keagamaan
Anak
Keluarga memiliki peran yang penting dalam memperkenalkan dan menerapkan nilai-
nilai keagamaan kepada anak-anak. Keluarga merupakan lingkungan pertama yang
mengenalkan anak pada ajaran agama, melalui berbagai kegiatan dan praktik keagamaan sehari-
hari. Misalnya, keluarga mendorong anak untuk berdoa, mengajarkan etika dan moral yang
berdasarkan ajaran agama, serta melibatkan mereka dalam kegiatan keagamaan seperti
kunjungan ke tempat ibadah atau partisipasi dalam upacara keagamaan keluarga.
Namun peran keluarga dalam pembentukan jiwa keagamaan anak tidak hanya sebatas
menanamkan nilai-nilai keagamaan saja. Keluarga juga bertanggung jawab untuk menjadi
contoh yang baik dan memberikan dukungan emosional kepada anak-anak. Anak-anak akan
meniru perilaku orang tua mereka dalam menjalankan ajaran agama. Oleh karena itu, perilaku
keluarga yang mencerminkan nilai-nilai keagamaan seperti kesabaran, toleransi, dan kasih
sayang sangat penting dalam membentuk jiwa keagamaan anak.
Selain keluarga, kebudayaan juga berperan dalam membentuk jiwa keagamaan anak.
Kebudayaan mencakup nilai-nilai, norma, tradisi, dan praktik yang diwariskan oleh masyarakat
dari generasi ke generasi. Di Indonesia, budaya lokal memiliki pengaruh kuat dalam
pemahaman dan penghayatan nilai-nilai keagamaan oleh anak-anak. Pengaruh kebudayaan juga
dapat ditemukan melalui media massa dan teknologi.(Ruyadi, 2010)
Penting untuk disadari bahwa peran keluarga dalam membentuk jiwa keagamaan anak
tidak terpisahkan dari pengaruh kebudayaan. Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat
membantu anak-anak menginternalisasi nilai-nilai keagamaan yang diperoleh dari budaya
mereka. Dalam konteks kebudayaan yang menghargai nilai-nilai keagamaan, keluarga berperan
sebagai pembawa tradisi dan penerus warisan keagamaan kepada generasi berikutnya. Keluarga
juga menjaga konsistensi dalam tindakan dan kata-kata yang mencerminkan nilai-nilai
keagamaan, sehingga anak-anak dapat memperoleh pemahaman yang kokoh tentang agama.
KESIMPULAN
Peran keluarga sangat penting dalam membentuk jiwa keagamaan anak. Keluarga
berperan sebagai lembaga pertama yang mengenalkan dan menerapkan nilai-nilai keagamaan
melalui interaksi positif, pendidikan agama dalam kehidupan sehari-hari, dan teladan orang tua
dalam praktik agama. Selain itu, kebudayaan lokal, media massa, dan pengaruh budaya global
juga memainkan peran penting dalam membentuk pemahaman dan sikap anak terhadap agama.
Namun demikian, peran keluarga dalam konteks kebudayaan menjadi krusial dalam
memastikan bahwa anak-anak memahami dan menginternalisasi nilai-nilai keagamaan yang
sesuai dengan nilai-nilai yang diwariskan oleh masyarakat.

Copyright © 2023, Muaddib : Islamic Education Journal, Print ISSN: 2722-9564, Online ISSN: 2722-9572 86
P-ISSN : 2722-9564 Muaddib : Islamic Education Journal, 6(2), 2023
E- ISSN : 2722-9572

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, E. S. (2017). Peran Pendidikan Agama Islam terhadap Akhlakul Karimah Anak. Jurnal
Pendidikan & Agama Islam, 19(2), 134–148.
Arifin, B. S. (2018). Psikologi Agama. Bandung: CV Pustaka Setia.
Dacholfany, M. I., & Hasanah, U. (2018). Pendidikan Anak Usia Dini menurut Konsep Islam.
Jakarta: Amzah.
Helmawati. (2014). Pendidikan Keluarga: Teoritis dan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Huberman, M., & Miles, M. B. (2002). The qualitative researcher’s companion. California:
Sage.
Jalaluddin. (2005). Pskologi Agama: Memahami dengan Mengaplikasikan Prinsip-Prinsip
Psikologi. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Khairu, S. (2014). Kesalahan Fatal Orangtua dalam Mendidik Anak Muslim. Yogyakarta:
Serambi Biru.
Koentjaraningrat. (2015). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Masriah, S., Nurlaeli, A., & Akil, A. (2023). Peran Keluarga Dalam Pembentukan Nilai-Nilai
Agama Pada Anak Usia Dini. ANSIRU PAI: Pengembangan Profesi Guru Pendidikan
Agama Islam, 7(2), 316–325.
Masrofah, T., Fakhruddin, F., & Mutia, M. (2020). Peran Orang Tua dalam Membina Akhlak
Remaja (Studi di Kelurahan Air Duku, Rejang Lebong-Bengkulu). A’DIBUNA: Jurnal
Pendidikan Agama Islam, 3(1), 39–58.
Muslich, M. (2011). Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Kritis Multidimensional.
Jakarta: Bumi Aksara.
Pirol, A. (2017). Dinamika Pemikiran Islam Modern. Palopo: Laskar Perubahan.
Puspytasari, H. H. (2022). Peran keluarga dalam pendidikan karakter bagi anak. Jurnal
Pendidikan Islam, 6(1), 1–10.
Ramadhan, M. G., & Astutik, A. P. (2023). Implementasi Budaya Religius dalam Penanaman
Adab Siswa. Jurnal PAI Raden Fatah, 5(3), 485–505.
Ruyadi, Y. (2010). Model pendidikan karakter berbasis kearifan budaya lokal (penelitian
terhadap masyarakat adat kampung benda kerep Cirebon provinsi jawa barat untuk
pengembangan pendidikan karakter di sekolah). Proceedings of The 4th International
Conference on Teacher Education, 577–595.
Samsudin, S. (2019). Pentingnya peran orangtua dalam membentuk kepribadian anak.
SCAFFOLDING: Jurnal Pendidikan Islam Dan Multikulturalism, 1(2), 50–61.
Sugiono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Bandung: CV Alfabeta.
Syarbini, A. (2014). Model Pendidikan Karakter dalam Keluarga. Jakarta: Elex Media
Komputindo.
Tafsir, A. (2004). Filsafat Umum dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Tim Penyusun Kamus. (2007). Kamus besar bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Veranda, E. F. (2020). Peran Petani Perempuan Terhadap Interaksi Sosial Keluarga Di Desa
Megarang Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan. Prosiding Conference on
Research and Community Services, 2(1), 770–782.
Warsah, I. (2020). Pendidikan Islam dalam Keluarga: Studi Psikologi dan Sosiologi
Masyarakat Multi Agama Desa Suro Bali. Jakarta: Tunas Gemilang Press.
Zenaida, Y. C., Ardiansyah, D., & Widodo, W. (2023). Membentuk Generasi Pemimpin Masa
Depan: Eksplorasi Pendidikan dan Pengasuhan Anak Perspektif Islam. Jurnal Pendidikan
Agama Islam Al-Thariqah, 8(2), 257–274.

Copyright © 2023, Muaddib : Islamic Education Journal, Print ISSN: 2722-9564, Online ISSN: 2722-9572 87

Anda mungkin juga menyukai