Etiologi, f risiko, patof HG
Etiologi, f risiko, patof HG
Etiologi, f risiko, patof HG
Ada 2 jenis virus herpes simpleks, VHS tipe I dan II merupakan virus herpes hominis
yang merupakan virus DNA. Pembagian tipe I dan II berdasarkan karakteristik pertumbuhan
1pada media kultur, antigenic marker, dan lokasi klinis (tempat predileksi).1
Virus herpes simpleks tipe 1 (HSV-l) umumnya menimbulkan infeksi pada mulut (herpes
labialis), namun dapat juga mengenai genital melalui seks oral dan belakangan semakin banyak
menimbulkan herpes genital. Virus herpes simpleks tipe 2 (HSV-2) merupakan penyebab umum
ulkus genital di banyak negara. Bila seseorang terinfeksi HSV-2, infeksi akan berlangsung
seumur hidup.2
referensi:
1. Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan. Kelamin. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI; 2016.
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2022 Tentang
Penanggulangan Human Immunodeficiency Virus, Acquired Immunodeficiency Syndrome, dan
Infeksi Menular Seksual
Faktor risiko
Faktor risiko umum untuk herpes genital termasuk
a. Kontak seksual dengan seseorang dengan HSV-1 atau HSV-2
b. Seks oral, anal atau vaginal tanpa menggunakan pelindung penghalang (kondom, dan lain
lain)
c. Pasangan seksual lebih dari satu
d. Pasangan seksual anonim
e. Adanya atau Riwayat infeksi menular seksual atau yang ditularkan melalui darah lainnya.
f. Wanita berisiko lebih tinggi tertular herpes genital dari pasangan pria daripada sebaliknya
g. Pasangan heteroseksual3 .
Referensi:
3. Corey L, Wald A, Patel R, et al. Once-daily valacyclovir to reduce the risk of transmission of
genital herpes. N Engl J Med. 2004; 350(1):11-20.
Patofisiologi
Infeksi HSV dibagi menjadi beberapa kategori episode, yaitu infeksi primer, infeksi non-
primer, infeksi rekurens, dan pelepasan virus tanpa gejala (asymptomatic viral shedding).
Episode infeksi primer, atau sering disebut infeksi inisial, merupakan fase virus memasuki tubuh
hospesnya dengan adanya kontak secara fisik antara virus dan tempat yang sesuai, seperti
membran mukosa atau kulit yang terluka lalu bereplikasi di epidermis dan dermis sehingga
mengakibatkan destruksi sel dan inflamasi.
Orang yang sudah terinfeksi dan menimbulkan gejala prodromal dimulai dengan rasa
gatal, panas, kencang, atau kesemutan pada kulit sebelum timbulnya lesi pada kulit. Lesi kulit
akan muncul sekitar 2-12 hari berupa papul, pustul, atau vesikel berkelompok dengan dasar
eritema tergantung derajat beratnya penyakit. Lesi biasanya bertahan hingga dua puluh hari tanpa
pemberian terapi. Respon antibodi akan terbentuk dan bertahan sepanjang hidup setelah 3-4
minggu sejak terinfeksi.
Vesikel yang timbul mudah pecah dan dapat menimbulkan multipel erosi dan ulkus
eritema dangkal setelah pecah. Gejala ini dapat hilang 2-3 minggu. Lokasi lesi yang sering
timbul gejala pada perempuan adalah labia mayor, labia minor, klitoris, introitus, vagina, dan
serviks, tapi lesi infeksi HSV ini dapat muncul juga di lipat paha, paha, dan bokong. Disuria
dapat dirasakan jika lesi mengenai uretra atau parauretra. Gejala neuralgia, konstipasi, dan
retention urin dapat muncul pada Herpetic Sacral Radiculomyelitis. Gejala bervariasi dari
asimptomatik hingga berat, terutama gejala yang timbul mengenai serviks. HSV servisitis dapat
disertai keluhan keputihan yang purulent dan darah.
Gejala-gejala lain perlahan dapat muncul mengikuti gejala awal seperti demam, sakit
kepala, sakit otot, dan lemah badan, lesi yang timbul minimal, atau tidak spesifik sehingga tidak
dapat dikenali oleh petugas medis. Kemudian, virus menginfeksi DNA hospes kemudian
replikasi virus sehingga menimbulkan gejala. Antibodi spesifik belum terbentuk pada episode I
infeksi primer, mengakibatkan lesi yang cukup luas dan berlangsung lama. Virus bermigrasi dari
lesi mukokutan ke ganglion saraf regional melalui serabut saraf sensorik kemudian virus berdiam
diri di ganglion dan bersifat laten sehingga tidak menimbulkan gejala. Seseorang yang memiliki
riwayat infeksi HSV sebelumnya dapat terinfeksi lagi dengan tipe HSV yang lain. Hasil
pemeriksaan diagnostik menunjukan hasil pasien memiliki antibodi terhadap salah satu tipe HSV
dan saat ini terinfeksi tipe HSV yang berbeda, hal ini disebut episode infeksi non-primer.
Antibodi yang sudah dibentuk oleh tubuh dapat bereaksi silang terhadap virus HSV tipe berbeda
sehingga gejala yang timbul tidak seberat episode inisial. Infeksi primer dengan non-primer dari
gejala klinis sulit untuk dibedakan, hal ini memerlukan pemeriksaan serologi tipe spesifik untuk
mengetahui adanya antibodi dari infeksi sebelumnya atau tidak.
Beberapa faktor seperti faktor pencetus, pajanan HSV sebelumnya, episode terdahulu,
dan tipe virus memengaruhi gejala yang timbul. Virus yang bersifat laten dapat mengalami
reaktivasi dan melakukan replikasi kembali dengan atau tanpa gejala jika ada faktor pencetus,
seperti trauma, koitus yang berlebihan, menstruasi, demam, gangguan pencernaan, stress,
makanan, alkohol, obat-obatan, atau factor pencetus lainnya, disebut infeksi rekurens. Lesi
rekurensi muncul di tempat infeksi primer terjadi dan antibodi spesifik sudah terbentuk pada saat
ini sehingga gejala yang timbul tidak seberat infeksi primer.
kulit setempat menyebabkan kelemahan setempat dan menimbulkan lesi rekurens, selain
virus yang terus menerus bermigrasi ke sel kulit. Rekurensi lebih sering terjadi pada infeksi yang
diakibatkan HSV-2 enam belas kali lebih dibandingkan infeksi yang disebabkan HSV-1, selain
itu frekuensinya pun lebih sering yaitu 3-4 kali per tahun. Rekurensi lebih sering terjadi pada
satu tahun pertama sejak infeksi inisial dan akan berkurang seiring berjalannya waktu. Reaktivasi
virus sering kali tidak menimbulkan gejala, hanya sekitar 20% pasien dengan riwayat infeksi
HSV mengeluhkan lesi di genital. Lesi yang timbul akan menghilang setelah sekitar 9 hari dan
pelepasan virus terjadi selama sekitar 4 hari. Jumlah virus pada infeksi rekurens tidak sebanyak
infeksi primer. Pelepasan virus tanpa gejala (asymptomatic viral shedding) dapat menyebabkan
transmisi virus pada pasangan seksual yang belum terinfeksi dan janin setiap saat. Pelepasan
virus dapat terjadi dalam waktu singkat sekitar 24-48 jam dari vulva, cervix, urethral, dan kulit
perianal. Hal ini diketahui pelepasan virus tanpa gejala yang paling sering terjadi ada penularan
infeksi HSV-2, terutama pada infeksi primer.
Referensi:
- Kang, Sewon, Masayuki Amagai, Anna L. Bruckner, Alexander H. Enk, David J.
Margolis, Amy J. McMichael, and Jeffrey S. Orringer, . 2019. Fitzpatrick’s Dermatology
9th Edition. Vol. 2. 2 vols. McGraw-Hill Education.
- Alifa D. Herpes Genitalis Pada Kehamilan. Indonesian Journal of Obstetrics &
Gynecology Science. 2021. DOI: http://dx.doi.org/10.24198/obgynia/v4n2s.317