Gel TNS

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI NON STERIL


PRAKTIKUM I
GEL

Nama Praktikan : 1. Ni Luh Putu Prayoni (211021056)

2. Ni Luh Putu Sakura Sathya Pradnyadari (211021057)

3. Ni Luh Putu Santya Damayanti (211021058)

4. Ni Made Diah Novikasari (211021059)

5. Ni Made Dwipa Jayanti (211021060)

Kelas : A6B

Kelompok : 5 (Lima)

Hari, Tanggal Praktikum : Sabtu, 21 Oktober 2023

Nama Dosen Koordinator : apt. I Gusti Ngurah Agung Windra Wartana Putra,

S.Farm., M.Sc.

Nama Asisten Dosen : Ni Kadek Putri Dwiyanti

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL

DENPASAR

2023
PRAKTIKUM I

GEL

I. TUJUAN PRAKTIKUM

Agar mahasiswa mengetahui formulasi dan cara pembuatan gel beserta cara
uji kualitasnya.

II. DASAR TEORI


Formulasi suatu produk farmasi dapat meliputi satu kombinasi atau lebih
bahan zat aktif/obat untuk menambah keefektifan produk tersebut. Interaksi antar
bahan obat perlu diperhatikan agar tidak terjadi efek yang tidak diinginkan. Efek
interaksi dapat dihilangkan atau dikurangi dengan memodifikasi formulasi.
Penambahan bahan lain atau bahan tambahan ke dalam formulasi dapat dilakukan
untuk menjaga kestabilan dan keefektifan terapi (Eliana dan Anung, 2022).
Sediaan topikal adalah sediaan yang diberikan melalui kulit dan membran
mukosa untuk menimbulkan efek lokal. Penghantaran obat melalui kulit ini
merupakan terapi yang efektif untuk pengobatan gangguan dermatitis lokal. Sistem
penghantaran ini memiliki efek samping yang kecil dan pengaplikasian yang mudah
sehingga penggunaan relatif aman digunakan untuk segala usia (Patel et al., 2011).
Penggunaan sediaan topikal yaitu dengan mengoleskan pada daerah kulit, merendam
bagian tubuh dengan larutan, atau menyediakan air mandi yang dicampur obat.
Beberapa contoh sediaan topikal adalah lotion, krim, salep, gel, dan lain-lain
(Kurniasari, dkk., 2023).
Gel merupakan salah satu contoh sediaan dari semisolid. Gel adalah sediaan
bermassa lembek, berupa suspensi yang dibuat dari zarah kecil senyawa organik atau
makromolekul senyawa organik, masing-masing terbungkus dan saling terserap
oleh cairan. Gel dapat didefinisikan sebagai sediaan semi padat yang terdiri dari
suspensi yang dibuat dari partikel organik kecil atau molekul organik besar,
berpenetrasi oleh suatu cairan. Gel adalah sistem semi padat yang pergerakan
medium pendispersinya terbatas oleh sebuah jalinan jaringan tiga dimensi dari
partikel – partikel atau makromolekul yang terlarut pada fase pendispersi (Allen et.
al., 2002). Gel memiliki sistem sistem dispersi yang banyak tersusun dari air serta
sangat rentan terhadap terjadinya instabilitas fisik, kimia maupun mikroba (Kasim,
dkk., 2019)
Fungsi dari gel adalah sebagai berikut :
1. Gel merupakan suatu sistem yang dapat diterima untuk pemberian oral,
dalam bentuk sediaan yang tepat, atau sebagai kulit kapsul yang dibuat dari
gelatin dan untuk bentuk sediaan obat long – acting yang diinjeksikan secara
intramuskular.
2. Gelling agent biasa digunakan sebagai bahan pengikat pada granulasi
tablet, bahan pelindung koloid pada suspensi, bahan pengental pada
sediaan cairan oral, dan basis suppositoria.
3. Untuk kosmetik, gel telah digunakan dalam berbagai produk kosmetik,
termasuk pada shampo, parfum, pasta gigi, dan kulit – dan sediaan perawatan
rambut.
4. Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal (non streril)
atau dimasukkan ke dalam lubang tubuh atau mata (gel steril)
(Depkes RI, 2020)
Prinsip pembuatan gel yaitu apabila senyawa polimer/makromolekul yang
bersifat hidrofil/hidrokoloid didispersikan ke dalam air maka akan mengembang
sehingga terjadi proses hidrasi molekul air melalui pembentukan ikatan hidrogen,
dimana molekul-molekul air akan terjebak didalam struktur molekul kompleks
tersebut dan akan terbentuk massa gel yang kaku/kenyal.
Syarat-syarat sediaan gel :
1. Memiliki viskositas dan daya lekat tinggi, tidak mudah mengalir pada
permukaan kulit.
2. Memiliki sifat tiksotropi, mudah merata bila dioleskan.
3. Memiliki derajat kejernihan tinggi (efek estetika).
4. Tidak meninggalkan bekas atau hanya berupa lapisan tipis seperti film saat
pemakaian.
5. Mudah tercucikan dengan air.
6. Daya lubrikasi tinggi.
7. Memberikan rasa lembut dan sensasi dingin saat digunakan
(Depkes RI, 2020)
Untuk hidrogel: harus menggunakan zat aktif yang larut dalam air
sehingga diperlukan penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar gel tetap
jernih pada berbagai perubahan tenperatur, tetapi gel tersebut sangat mudah
dicuci atau hilang ketika berkeringat, kandungan surfaktan yang tinggi dapat
menyebabkan iritasi dan harga lebih mahal. Penggunaan emolien golongan ester
harus diminimalkan atau dihilangkan untuk mencapai kejernihan yang tinggi. Untuk
hidroalkoholik : gel dengan kandungan alcohol yang tinggi dapat menyebabkan
pedih pada wajah dan mata, penampilan yang buruk pada kulit bila terkena
pemaparan cahaya matahari, alcohol akan menguap dengan cepat dan
meninggalkan film yang berpori atau pecah-pecah sehingga tidak semua area
tertutupi atau kontak dengan zat aktif (Putra, dkk., 2014).
Gel umumnya merupakan merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih,
tembus cahaya dan mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid mempunyai
kekuatan yang disebabkan oleh jaringan yang saling berikatan pada fase terdispersi
(Ansel, 1989). Zat-zat pembentuk gel digunakan sebagai pengikat dalam granulasi,
koloid pelindung dalam suspensi, pengental untuk sediaan oral dan sebagai basis
supositoria. Secara luas sediaan gel banyak digunakan pada produk obat-obatan,
kosmetik dan makanan juga pada beberapa proses industri. Pada kosmetik yaitu
sebagai sediaan untuk perawatan kulit, sampo, sediaan pewangi dan pasta gigi (Putra,
dkk., 2014).
Adapun penggolongan sediaan gel, sebagai berikut :
1. Berdasarkan Jumlah Fase
Menurut Farmakope Indonesia Edisi VI (2020), penggolongan sediaan
gel berdasarkan jumlah fase dibagi menjadi dua yaitu:
a. Gel Sistem Dua Fase
Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi
relatif besar, massa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma
misalnya magma bentonit. Baik gel maupun magma dapat berupa
tiksotropik, membentuk semipadat jika dibiarkan dan menjadi cair
pada pengocokan. Sediaan harus dikocok dahulu sebelum digunakan
untuk menjamin homogenitas.
b. Gel Sistem Fase Tunggal
Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang
tersebar sama dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat
adanya ikatan antara molekul makro yang 28 terdispersi dan cairan.
Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik misalnya
carbomer atau dari gom alam misalnya tragakan.
(Depkes RI, 2020)
2. Berdasarkan Sifat Koloid
Penggolongan gel berdasarkan sifat koloid adalah sebagai berikut:
a. Gel anorganik, contoh : bentonit magma.
b. Gel organik, pembentuk gel berupa polimer.
(Depkes RI, 2020)
3. Berdasarkan Sifat Pelarut
Penggolongan gel berdasarkan sifat pelarut adalah sebagai berikut:
a. Hidrogel (pelarut air)
Hidrogel pada umumnya terbentuk oleh molekul polimer
hidrofilik yang saling sambung silang melalui ikatan kimia atau gaya
kohesi seperti interaksi ionik, ikatan hidrogen atau interaksi hidrofobik.
Hidrogel mempunyai biokompatibilitas yang tinggi sebab hidrogel
mempunyai tegangan permukaan yang rendah dengan cairan biologi
dan jaringan sehingga meminimalkan kekuatan adsorbsi protein dan
adhesi sel, hidrogel menstimulasi sifat hidrodinamik dari gel
biologikal, sel dan jaringan dengan berbagai cara, hidrogel bersifat
lunak, elastis sehingga meminimalkan iritasi karena friksi pada
jaringan sekitarnya. Kekurangan hidrogel yaitu memiliki kekuatan
mekanik dan kekerasan yang rendah setelah mengembang. Contoh :
bentonit magma, gelatin.
b. Organogel (pelarut bukan air/pelarut organik)
Salah satu contohnya adalah plastibase (suatu polietilen dengan
BM rendah yang terlarut dalam minyak mineral dan didinginkan secara
shock cooled) dan dispersi logam stearat dalam minyak.
c. Xerogel
Gel yang telah padat dengan konsentrasi pelarut yang rendah
diketahui sebagai xerogel. Kondisi ini dapat dikembalikan pada
keadaan semula dengan penambahan agen yang mengembangkan
matriks gel. Contoh: gelatin kering, tragakan ribbons, acacia tears,
selulosa kering dan polystyrene.
(Kurniasari, dkk., 2023)
4. Berdasarkan Karakteristik Cairan Gel
a. Gel Hidrofilik
Gel hidrofilik memiliki basis yang umumnya terdiri dari
molekul-molekul organik yang besar dan dapat dilarutkan dengan fase
pendispersi. Sistem koloid hidrofilik lebih mudah dibuat dan memiliki
kestabilann yang lebih besar dibanding hidrofobik. Gel hidrofilik
umumnya mengandung komponen bahan pengembang, air, penahan
lembab dan pengawet. Karakteristik gel jenis ini mempunyai aliran
tiksotropik, tidak lengket, mudah menyebar, mudah dibersihkan,
kompatibel dengan beberapa eksipien dan larut dalam air .
b. Gel Hidrofobik
Gel hidrofobik memiliki basis yang umumnya mengandung
parafin cair dan polietilen atau minyak lemak dengan bahan
pembentuk gel koloidal silika atau aluminium atau zinc sabun. Gel ini
tersusun dari partikel partikel anorganik, bila ditambahkan ke dalam
fase pendispersi maka akan terjadi interaksi antara basis gel dan fase
pendispersi. Basis gel hidrofobik tidak secara spontan menyebar.
(Kasim, dkk., 2019)
5. Berdasarkan Sifat Dan Krakteristik Gel
Gel memiliki sifat dan karakteristik, sebagai berikut:
a. Swelling
Swelling adalah sifat gel yang dapat mengembang karena
komponen pembentuk gel dapat mengabsorbsi larutan sehingga terjadi
pertambahan volume. Pelarut akan berpenetrasi 30 diantara matriks gel
dan terjadi interaksi antara pelarut dengan gel. Pengembangan gel
kurang sempurna bila terjadi ikatan silang antar polimer di dalam
matriks gel dapat menyebabkan kelarutan komponen gel berkurang.
b. Sineris
Sineris adalah proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di
dalam massa gel. Cairan yang terjerat akan keluar dan berada di atas
permukaan gel. Pada pembentukan gel terjadi tekanan yang elastis,
sehingga terbentuk massa gel yang tegar. Mekanisme terjadinya
kontraksi berhubungan dengan fase relaksasi akibat adanya tekanan
elastik pada saat terbentuknya gel. Adanya perubahan pada ketegaran
gel akan mengakibatkan jarak antara matriks berubah, sehingga
memungkinkan cairan bergerak menuju permukaan. Sineris dapat
terjadi pada hidrogel maupun organogel.
c. Efek Suhu
Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk
melalui penurunan temperatur tapi dapat juga pembentukan gel terjadi
setelah pemanasan hingga suhu tertentu. Polimer seperti MC, HPMC,
terlarut hanya pada air yang dingin membentuk larutan yang kental.
Pada peningkatan suhu larutan tersebut membentuk gel. Fenomena
pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh
pemanasan disebut thermogelation.
d. Efek Elektrolit
Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh
pada gel hidrofilik dimana ion berkompetisi secara efektif dengan
koloid terhadap pelarut yang ada dan koloid digaramkan (melarut). Gel
yang tidak terlalu hidrofilik dengan konsentrasi elektrolit kecil akan
meningkatkan rigiditas gel dan mengurangi waktu untuk menyusun diri
sesudah pemberian tekanan geser. Gel Na-alginat akan segera
mengeras dengan adanya sejumlah konsentrasi ion kalsium yang
disebabkan karena terjadinya pengendapan parsial dari alginat sebagai
kalsium alginat yang tidak larut.
e. Elastisitas dan Rigiditas
Sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin agar dan
nitroselulosa, selama transformasi dari bentuk sol menjadi gel terjadi
peningkatan elastisitas dengan peningkatan konsentrasi pembentuk gel.
Bentuk struktur gel resisten terhadap perubahan atau deformasi dan
mempunyai aliran viskoelastik. Struktur gel dapat bermacam-macam
tergantung dari komponen pembentuk gel.
f. Rheologi
Larutan pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan
yang terflokulasi memberikan sifat aliran pseudoplastis yang khas, dan
menunjukkan jalan aliran non–newton yang dikarakterisasi oleh
penurunan viskositas dan peningkatan laju aliran.
(Putra, dkk., 2014)
III. ALAT DAN BAHAN

3.1 Alat

1. Cawan Porselen
2. Spatel Logam
3. Penjepit Kayu
4. Mixer
5. Gelas Ukur
6. Beker Glass
7. Batang Pengaduk
8. Stopwatch
9. Alat Evaluasi Sediaan

3.2 Bahan

1. Carbomer 3gr
2. TEA 4 ml
3. PG/Gliserin 10ml
4. Alkohol 96% 800 ml
5. Nipagin 2gr
6. Nipasol 0.2 gr
7. Fragrance q.s
8. Aquadest ad 1000 ml

IV. CARA KERJA

Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

Ditimbang bahan sesuai dengan perhitungan

Dikembangkan 1 gram carbomer dengan 40 mL aquadest (diaduk cepat).


Diusahakan tidak ada carbomer yang menggumpal

Dimasukkan 0,8 mL TEA, diaduk hingga homogen sampai terbentuk seperti lem

Dimasukkan 0,4 gram nipagin, 0,04 gram nipasol, 2 mL gliserin dan 160 mL
alkohol 96%

Diaduk hingga homogen kemudian dimasukkan sisa alkohol, lalu dikemas

Ditambahkan fragrance, kemudian diaduk hingga homogen

Dilakukan uji kualitas

V. UJI KUALITAS

5.1 Uji Oganoleptis

Disiapkan sediaan yang akan diuji organoleptis (sediaan gel industri dan sediaan gel
praktik)

Dilakukan pengamatan pada sediaan seperti tekstur, bau dan warna

Dicatat hasil uji tersebut

5.2 Uji Daya Sebar

Ditimbang 0,5 gram gel, kemudian diletakan ditengah kaca yang telah disediakan.
Diletakkan kaca yang lain diatas gel, lalu dibiarkan selama 1 menit


Diukur diameter gel yang menyebar dan dicatat

Ditambahkan 50 gram beban tambahan, kemudian didiamkan dan diukur diameter


setelah beban mencapai 500 gram

Setelah alat selesai digunakan, alat dibersihkan kembali

5.3 Uji Viskositas

Disiapkan sediaan yang akan diuji menggunakan beaker glass, serta disiapkan alat
yang akan digunakan yaitu viskometer brookfield

Dipilih nomor spindel yaitu 64 dan hubungkan dengan rotornya secara hati-hati

Turunkan spindle ke dalam sediaan sampai tanda batas tercelup

Diatur rpm yang di kehendaki dan no. Spindle, kemudian mulailah dari rpm yang
rendah yaitu 20 rpm

Baca skala viskositas dan % torque. Kemudian dilakukan hal yang sama dengan
menikkan besar rpm hingga 100 rpm. (rentang % torque yang boleh digunakan
yaitu antara 10-100%)

Dicatat hasil dari masing-masing rpm

Setelah alat selesai digunakan, alat dibersihkan kembali


5.4 Uji pH

Disiapkan sediaan yang akan diuji beserta alat pH meter

Dimasukkan elektroda ke dalam sampel sediaan dan ditunggu kira-kira 1-2 menit
hingga pembacaan stabil

Dicatat hasil pH yang didapat pada pengukuran

Setelah alat selesai digunakan, alat dibersihkan kembali


VI. HASIL PRAKTIKUM

Uji Kualitas Parameter Sediaan Gel Komersial Sediaan Gel Praktik

Uji Tekstur Lembut Lembut


Organoleptis
Bau Harum disertai bau Bau khas lavender
alkohol disertai bau alkohol

Warna Bening jernih Putih keruh

Uji Daya Penggaris a. Tanpa Beban a. Tanpa Beban


Sebar - Vertikal 7,3 cm - Vertikal 7,5 cm
- Horizontal 7,1 cm - Horizontal 8 cm
- Diagonal Kanan 7,5 - Diagonal Kanan 8
cm cm
- Diagonal Kiri 8,5 cm - Diagonal Kiri 8 cm

b. Beban 50 gram b. Beban 50 gram


- Vertikal 7,9 cm - Vertikal 8 cm
- Horizontal 8 cm - Horizontal 8,2 cm
- Diagonal Kanan 8,4 - Diagonal Kanan 8
cm cm
- Diagonal Kiri 9 cm - Diagonal Kiri 8,3 cm

c. Beban 500 gram c. Beban 500 gram


- Vertikal 9,9 cm - Vertikal 8 cm
- Horizontal 9,5 cm - Horizontal 8,2 cm
- Diagonal Kanan 8,6 - Diagonal Kanan 8
cm cm
- Diagonal Kiri 10 cm - Diagonal Kiri 8,3 cm

Uji Viskometer a. 20 rpm: 1248 cP, a. 20 rpm: 990,0 cP,


Viskositas Brookfield 20.8% 16,5%
spandel 63 b. 30 rpm: 992,0 cP, b. 30 rpm: 912,0 cP,
24,8% 22,8%
c. 50 rpm: 739,2 cP, c. 50 rpm: 667,2 cP,
30,8% 27,8%
d. 60 rpm: 672,0 cP, d. 60 rpm: 640,0 cP,
33,6% 32,0%
e. 100 rpm: 482,4 cP, e. 100 rpm: 518,6 cP,
40,2% 43,2%

Uji pH pH meter 7 7

Uji Daya Statif 02,32 detik 1 detik


Lekat
VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, sediaan yang dibuat adalah sediaan dalam bentuk gel.
Menurut Farmakope Indonesia edisi VI, pengertian gel adalah sistem semipadat terdiri
dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik
yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan (Depkes RI, 2020).
Gel umumnya merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih, tembus cahaya
dan mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid mempunyai kekuatan yang
disebabkan oleh jaringan yang saling berikatan pada fase terdispersi. Praktikum ini
dilakukan peracikan dan evaluasi sediaan gel hand sanitizer dari bahan aktif alkohol
96%. Hand sanitizer gel merupakan pembersih tangan berbentuk gel yang berguna
untuk membersihkan atau menghilangkan kuman pada tangan, mengandung bahan
aktif alkohol 60%. Alkohol banyak digunakan sebagai antiseptik atau desinfektan
untuk desinfeksi permukaan kulit yang bersih yang tidak terdapat luka. Alkohol
sebagai desinfektan mempunyai aktivitas bakterisidal, bekerja terhadap berbagai jenis
bakteri, tetapi tidak terhadap virus dan jamur. Pemakaian antiseptik tangan dalam
bentuk sediaan gel di kalangan masyarakat menengah ke atas sudah menjadi suatu
gaya hidup. Beberapa sediaan paten antiseptik tangan dapat dijumpai di pasaran
(Ansel, 2019).
Pada praktikum kali ini, praktikan melakukan praktikum gel dengan tujuan
praktikan bisa mengetahui formulasi dan cara pembuatan gel beserta cara uji
kualitasnya. Uji kualitas sediaan pada praktikum kali ini ada 5 uji yaitu uji
organoleptis, uji daya sebar, uji daya lekat, uji viskositas, dan uji pH. Bahan yang
digunakan pada pembuatan sediaan gel diantaranya adalah Carbomer 1,5 gr, TEA 2
mL, PG/Gliserin 5 ml, Alcohol 96% 400 mL, Nipagin 1 gr, Nipasol 0,1 gr, Fragrance
q.s dan Aquadest 500 mL.
Sebelum melakukan evaluasi sediaan gel dibuat rancangan formulasi sediaan
berdasarkan pertimbangan dari karakteristik kimia fisika baik dari segi bahan aktif
maupun bahan tambahan. Rancangan formula yang kami gunakan yaitu :

No. Bahan Jumlah Fungsi Bahan Alasan Penambahan

1. Carbomer 1,5 gr Gelling agent Sebagai basis gel dan


pendispersi.
2. Carbomer bersifat asam
TEA 2 mL Alkalizing agent sehingga perlu dinetralkan
oleh basa yaitu TEA.

3. Supaya sediaan hand


PG/Gliserin 5 mL Humektan sanitizer ketika digunakan
pada tangan tidak terasa
kering.

4. Alkohol 96% 400 mL Zat Aktif Antimikroba, desinfektan.

5. Dikombinasi dengan
Nipagin 1 gr Pengawet nipasol yang berguna
untuk mencegah
pertumbuhan mikroba.

6. Dikombinasi dengan
Nipasol 0,1 gr Pengawet nipagin yang berguna
untuk mencegah
pertumbuhan mikroba.

7. untuk memberikan aroma


Fragrance q.s Pengawi atau wangi tertentu pada
sediaan gel.

8. Aquadest 500 mL Pelarut Sebagai pelarut dalam


sediaan gel.

Pada praktikum kali ini pembuatan basis gel yaitu dengan mencampurkan 1,5
gram Carbomer yang dikembangkan dengan 200 mL aquadest, kemudian diaduk
cepat menggunakan mortir untuk mencegah terjadinya penggumpalan serbuk-serbuk
dari carbomer yang menjadi lebih besar dan susah untuk dipecahkan. Hal tersebut
diperhatikan agar dapat memastikan bahan Carbomer dan aquadest tercampur merata
atau homogen. Carbomer pada formula tersebut bertujuan untuk memberikan bentuk
sediaan gel yang transparan. Carbomer memiliki sifat mengikat air, carbomer juga
berfungsi sebagai gelling agent sekaligus basis gel. Carbomer merupakan jenis basis
hidrofilik karena dapat dilarutkan oleh fase pendispersinya. Prinsip pembentukan gel
hidrokoloid terjadi karena adanya pembentukan jala atau jaringan tiga dimensi oleh
molekul – molekul polimer yang terentang pada seluruh volume gel yang terbentuk
dengan merangkap sejumlah air didalamnya. Selanjutnya Carbomer yang sudah
dikembangkan dengan aquadest kemudian mixer lalu tambahkan TEA. Carbomer
bersifat asam sehingga perlu dinetralkan oleh basa yaitu TEA. Selain itu, TEA
berfungsi untuk membentuk massa gel jika ditambahkan pada larutan. TEA yang
digunakan pada formulasi gel hand sanitizer sebanyak 2 mL karena jika terlalu
banyak maka akan terbentuk gel yang sangat kental. TEA dalam formulasi in
digunakan sebagai penetral pH sekaligus sebagai penstabil dari Carbomer (Rahayu,
Titis, dkk., 2016).
Untuk menjaga stabilitas sediaan gel dari pengaruh mikroba formula ini juga
ditambahkan bahan pengawet seperti Nipagin dan Nipasol. Pada formulasi ini
digunakan Nipagin sebanyak 1 gram dan Nipasol sebanyak 0,1 gram. Ditambahkan
Gliserin sebagai pelembut supaya sediaan gel antiseptik hand sanitizer ketika
digunakan pada tangan tidak terasa kering akibat penggunaan alkohol dan
memberikan kesan lembut pada kulit. Ditambahkan 5 mL gliserin pada formulasi
sediaan gel, karena jika terlalu banyak akan membuat hand sanitizer gel menjadi
terasa lengket. Gliserin digunakan sebagai emolien agar ketika digunakan di
permukaan kulit tidak membuat kulit menjadi kering. Kemudian ditambahkan
Fragrance secukupnya untuk memberikan wangi atau aroma pada sediaan hand
sanitizer gel.
Pemilihan alkohol dalam formulasi gel hand sanitizer karena alkohol banyak
digunakan sebagai antiseptik untuk desinfeksi permukaan kulit yang bersih dan
alkohol juga sebagai desinfektan yang mempunyai aktivitas bakterisidal, bekerja
terhadap berbagai jenis bakteri, tetapi tidak terhadap virus dan jamur. Akan tetapi
karena merupakan pelarut organik maka alkohol dapat melarutkan lapisan lemak dan
sebum pada kulit, dimana lapisan tersebut berfungsi sebagai pelindung terhadap
infeksi mikroorganisme, selain itu alkohol juga berfungsi untuk memberikan rasa
dingin di tangan dan agar gel hand sanitizer lebih cepat kering pada saat digunakan
(Chamber,. et al. 2019).
Pada formulasi ini digunakan alkohol 96% karena pada konsentrasi ini
merupakan konsentrasi optimal untuk daya bakterisid dan digunakan sebanyak 400
mL. Daya kerja alkohol sangat cepat (efektif dalam 2 menit). Daya alkohol cepat,
tetapi singkat karena bersifat mudah menguap dan mekanisme kerjanya berdasarkan
denaturasi protein dalam lingkungan air. Jenis gel pada praktikum ini merupakan jenis
gel fase tunggal yang terdiri dari makromolekul organik yang tersebar sama dalam
suatu cairan sehingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul makro yang
terdispersi dari cairan. Setelah sediaan jadi, selanjutnya dilakukan uji evaluasi
sediaan. Evaluasi sediaan dilakukan untuk menguji apakah sediaan yang dibuat telah
sesuai dengan kriteria untuk sediaan gel dan dibandingkan dengan sediaan hand
sanitizer gel yang ada dipasaran.
Uji evaluasi pada sediaan gel meliputi 5 evaluasi uji antara lain Uji
Organoleptis, Uji Daya Sebar, Uji Daya Lekat, Uji Viskositas, dan Uji pH.
1. Uji Organoleptis
Uji Organoleptis dilakukan dengan cara menguji menggunakan panca
indra secara visual dan dilihat secara langsung bentuk, warna, bau, dan tekstur
dari gel. Alasan dilakukan uji organoleptis ini adalah untuk mengetahui
karakteristik dari gel yang telah dibuat apakah memenuhi syarat atau tidak. Gel
biasanya jernih dengan konsentrasi setengah padat (Ansel, 2019). Adapun hasil
pengamatan yang diperoleh yaitu pada sediaan pembanding memiliki tekstur
lembut, warna jernih bening, dan baunya harum disertai bau alkohol. Sementara
pada sediaan yang dibuat memiliki tekstur lembut, warna putih keruh, dan
memiliki bau khas lavender disertai bau alkohol.
2. Uji Daya Sebar
Uji Daya Sebar dilakukan untuk mengetahui kemampuan sebar gel saat
di aplikasikan pada permukaan kulit. Langkah pertama yang dilakukan yaitu
dengan menimbang sediaan gel sebanyak 0,5 g kemudian diletakkan pada
lempeng kaca A dan ditutup dengan lempeng kaca B, lalu diukur daya sebarnya
pada permukaan kaca dengan penggaris. Ditambahkan beban 50 gram lalu
didiamkan selama 1 menit dan diukur diameternya, setelah didapatkan hasil
ditambahkan beban hingga 500 gram kemudian diukur kembali diameternya.
Untuk sediaan gel komersial pada saat uji daya sebar tanpa beban
didapatkan hasil vertikal 7,3 cm, horizontal 7,1 cm, diagonal kanan 7,5 cm, dan
diagonal kiri 8,5 cm, kemudian ditambahkan beban 50 gram dan diukur
diameternya sehingga didapatkan hasil vertikal 7,9 cm, horizontal 8 cm, diagonal
kanan 8,4 cm, dan diagonal kiri 9 cm. Selanjutnya ditambahkan beban sebanyak
500 gram dan diukur kembali diameternya sehingga didapatkan uji daya sebarnya
yaitu vertikal 9,9 cm, horizontal 9,5 cm, diagonal kanan 8,6 cm, dan diagonal kiri
10 cm. Sedangkan untuk sediaan gel yang kami buat pada saat uji daya sebar
tanpa beban didapatkan hasil vertikal 7,5 cm, horizontal 8 cm, diagonal kanan 8
cm, dan diagonal kiri 8 cm, kemudian ditambahkan beban 50 gram dan diukur
diameternya sehingga didapatkan hasil vertikal 8 cm, horizontal 8,2 cm, diagonal
kanan 8 cm, dan diagonal kiri 8,3 cm. Selanjutnya ditambahkan beban sebanyak
500 gram dan diukur kembali diameternya sehingga didapatkan uji daya sebarnya
yaitu vertikal 8 cm, horizontal 8,2 cm, diagonal kanan 8 cm, dan diagonal kiri 8
cm. Persyaratan daya sebar untuk sediaan topikal yaitu sekitar 5-7 cm. Evaluasi
daya sebar adalah sediaan gel memiliki daya sebar yang memenuhi spesifikasi
sediaan yakni 5-7 cm. Daya sebar berbanding terbalik dengan viskositas sediaan
semi padat, jika viskositas semakin rendah maka daya sebar semakin tinggi (Garg
et al., 2013).
3. Uji Daya Lekat
Uji daya lekat dilakukan dengan meletakkan 0,5 gram gel di atas kaca
obyek kemudian ditutup dengan kaca obyek lainnya, dan diberi beban beban 1 kg
selama 3 menit. Penentuan daya lekat berupa waktu yang diperlukan sampai
kedua kaca obyek terlepas. Syarat daya lekat yaitu lebih dari 1 detik (Yusuf dkk,
2017).
Untuk sediaan gel komersial pada saat uji daya lekat didapatkan hasil yaitu
sebesar 02,32 detik. Sedangkan untuk sediaan gel yang kami buat pada saat uji
daya lekat yaitu didapatkan hasil sebesar 1 detik. Uji daya lekat ini menunjukkan
kemampuan sediaan dalam melekat pada tempat aplikasinya. Semakin lama
sediaan dapat melekat maka semakin lama zat aktif dapat kontak dengan tempat
aplikasi sehingga diharapkan efek antibakterinya dapat lebih optimal.
4. Uji Viskositas
Uji viskositas menunjukkan kekentalan suatu bahan yang diukur dengan
menggunakan alat viscometer. Dimana viscometer yang digunakan pada
praktikum kali ini adalah viscometer brookfield. Viskositas yang baik akan
memiliki nilai yang tinggi. Semakin tinggi viskositas suatu bahan, maka bahan
tersebut akan semakin stabil karena mengalami pergerakan partikel cenderung
lebih sulit dengan semakin kentalnya suatu bahan. Tujuan dari dilakukannya uji
viskositas ini adalah untuk menetapkan viskositas sediaan sehingga diketahui
konsistensi gel tersebut. Semakin tinggi nilai viskositasnya maka semakin tinggi
tingkat kekentalan dari sediaan tersebut. Viskositas sediaan dipengaruhi beberapa
faktor diantaranya yaitu faktor pencampuran atau pengadukan saat proses
pembuatan sediaan, pemilihan basis gel dan humektan, serta jumlah bahan dari
sediaan. (Rahayu, Titis, dkk., 2016).
Uji viskositas ini menggunakan alat viscometer Brookfield dengan no
spindle yaitu 63 dan didapatkan hasil untuk sediaan gel komersial yaitu pada rpm
20 sebesar 1248 cP, 20.8%, pada rpm 30 sebesar 992,0 cP, 24,8%, pada rpm 50
sebesar 739,2 cP, 30,8%, pada rpm 60 sebesar 672,0 cP, 33,6%, pada rpm 100
sebesar 482,4 cP, 40,2%. Sedangkan untuk sediaan gel buatan kami didapatkan
hasil yaitu pada rpm 20 sebesar 990,0 cP, 16,5%, pada rpm 30 sebesar 912,0 cP,
22,8%, pada rpm 50 sebesar 667,2 cP, 27,8%, pada rpm 60 sebesar 640,0 cP,
32,0%, pada rpm 100 sebesar 518,6 cP, 43,2%. Pada sediaan ini sudah sesuai
dengan rentang viskositas sediaan gel.
5. Uji pH
Pada evaluasi uji pH bertujuan tujuan untuk melihat pH pada sediaan,
apakah aman untuk pemakaian pada kulit atau tidak. Uji pH dilakukan dengan
menggunakan alat pH meter, dimana pH meter adalah sebuah alat elektronik yang
digunakan untuk mengukur pH (kadar keasaman atau alkalinitas) ataupun basa
dari suatu larutan. Keadaan pH harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak
mengganggu fungsi membrane sel dan tidak mengiritasi kulit. Nilai pH yang
diinginkan adalah nilai pH dari kulit sekitar 4,5– 6,5 (Rosmala, dkk, 2014).
Setelah dilakukan uji pH pada gel, sediaan gel komersial saat diuji
menggunakan alat uji pH nilai yang didapat yaitu 7 hal ini tidak sesuai dengan
literatur. Sedangkan setelah dilakukan uji pH pada gel, nilai pH sediaan yang
kami buat pada alat pH meter menunjukkan angka 7 artinya PH sediaan yang
kami buat tidak masuk dalam rentang pH yang diinginkan yaitu melebihi pH
literatur sehingga sediaan yang dibuat dapat mengiritasi kulit dan belum boleh
digunakan. Apabila sediaan gel terlalu asam dari pH kulit dikhawatirkan akan
mengiritasi kulit tetapi apabila terlalu basa maka kulit dikhawatirkan akan kering.
Sehingga untuk pembuatan sediaan berikutnya memerlukan adanya kontrol pH
pada sediaan gel saat pembuatan, sehingga sifat yang diinginkan tidak berubah
setelah pembuatan.
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa gel didefinisikan sebagai


sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil
atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Gel umumnya
merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih, tembus cahaya dan mengandung zat
aktif, merupakan dispersi koloid mempunyai kekuatan yang disebabkan oleh jaringan
yang saling berikatan pada fase terdispersi. Bahan yang digunakan pada saat
praktikum pembuatan sediaan gel diantaranya adalah Carbomer 1,5 gr, TEA 2 mL,
PG/Gliserin 5 ml, Alcohol 96% 400 mL, Nipagin 1 gr, Nipasol 0,1 gr, Fragrance q.s
dan Aquadest 500 mL. Uji kualitas sediaan pada praktikum kali ini dilakukan 5 uji
yaitu uji organoleptis, uji daya sebar, uji daya lekat, uji viskositas, dan uji pH.

Sediaan gel yang praktikan buat adalah hand sanitizer, yang mana sediaan
yang telah dibuat dilakukan uji evaluasi bersamaan dengan sediaan hand sanitizer
komersial sebagai pembanding. Pada uji organoleptis hasil pengamatan yang
diperoleh yaitu pada sediaan pembanding memiliki tekstur lembut, warna jernih
bening, dan baunya harum disertai bau alkohol. Sementara pada sediaan yang dibuat
memiliki tekstur lembut, warna putih keruh, dan memiliki bau khas lavender disertai
bau alkohol. Pada uji daya sebar dengan penambahan beban 500 g tidak memenuhi
syarat karena daya sebar yang dihasilkan melebihi standar yaitu 5-7 cm. Pada uji daya
lekat sediaan gel komersial didapatkan hasil yaitu sebesar 02,32 detik, sedangkan
untuk sediaan gel yang kami buat didapatkan hasil sebesar 1 detik. Pada uji viskositas
hasil sediaan gel sudah sesuai dengan rentang viskositas sediaan gel. Pada uji pH pada
gel, nilai pH sediaan yang kami buat pada alat pH meter menunjukkan angka 7 artinya
pH sediaan yang kami buat tidak masuk dalam rentang pH yang diinginkan yaitu
melebihi pH literatur sehingga sediaan yang dibuat dapat mengiritasi kulit dan belum
boleh digunakan.

8.2 Saran
Diharapkan praktikan dapat mempelajari formulasi sediaan gel dan cara
membuat gel yang baik. Pada saat pembuatan gel, praktikan harus mengetahui
kelarutan dari bahan-bahan sediaan agar gel yang dihasilkan dapat terbentuk sesuai
dengan spesifikasi yang diinginkan dan disarankan juga pada saat penambahan etanol
dituangkan sedikit demi agar sediaan tidak terlalu cair. Praktikan juga harus
mewaspadai faktor-faktor eksternal maupun internal yang dapat mempengaruhi
viskositas sediaan gel.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel Howard C. 2019. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Penerbit Universitas
Indonesia. Jakarta.
Chamber,. et al. 2019. Scientific Commite On Consumer Product : Opinion On
Triclosan. Health & Consumer Protection Directorate-General. SCCP/1192/08
Eliana dan Anung. 2022. Optimasi formula gel ekstrak etanol buah kapulaga dengan
kombinasi gelling agent HPMC dan Natrium Alginat menggunakan simplex
lattice design. Pekalongan : Universitas Pekalongan.
Depkes RI. 2020. Farmakope Indonesia Edisi VI. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Garg A, Deepeka A, Garg S, Singla AK. 2013. Spreading Of Semisolid Formulation.
Pharmaceutical Tecnology. :9;84-104.
Kasim, dkk. 2019. Penuntun Praktikum Teknologi Sediaan Semisolid & Liquid.
Jakarta : Institut Sains dan Teknologi Nasional.
Kurniasari, dkk. 2023. Laporan Praktikum Sediaan Gel Aloe Vera. Malang :
Universitas Muhammadiyah Malang.
Putra, dkk. 2014. Petunjuk Praktikum Formulasi dan Teknologi Sediaan Non Steril.
Denpasar : Universitas Udayana.
Rahayu, Titis, dkk. 2016. Optimasi Formulasi Gel Ekstrak Daun Tembakau
(Nicotiana tabacum) dengan Variasi Kadar Carbopol 940 dan TEA
Menggunakan Metode Simplex Lattice Design (SLD). Jurnal Ilmiah Farmasi,
Vol. 12 (1).
Yusuf, A.L., Nurawaliah, E., dan Harun, N., 2017. Uji Efektivitas Gel Ekstrak Etanol
Daun Kelor (Moringa oleifera L.) sebagai Antijamur Malassezia furfur.
Kartika: Jurnal Ilmiah Farmasi, 5 (2):62-67.
Rosmala Dewi, Iskandarsyah, & Dewi Oktarina. 2014. Sediaan Aloe Vera Gel. No.2,
116-133.
LAMPIRAN

GAMBAR KETERANGAN

Berikut alat dan bahan yang digunakan pada


saat praktikum

Proses penimbangan Carbomer sebanyak


1,5 gram

Proses penimbangan Nipagin sebanyak 1


gram
Proses penimbangan Nipasol sebanyak 0,1
gram

Sediaan gel yang akan dibandingkan (gel


pembanding) ditimbang sebanyak 0,23 gram
untuk uji daya lekat

Sediaan gel yang akan dibandingkan (beli


dipasaran) ditimbang sebanyak 0,5 gram
untuk uji daya sebar

Sediaan gel praktik yang dibuat ditimbang


sebanyak 0,23 gram untuk uji daya lekat
Sediaan gel praktik yang dibuat ditimbang
sebanyak 0,5 gram untuk uji daya sebar

Proses pembuatan sediaan gel dengan


mencampurkan 3 gram carbomer dan 200
ml aquadest digerus sampai larut, kemudian
dilakukan penambahan TEA sampai
terbentuk massa seperti lem

Sediaan gel yang sudah dibuat diaduk


menggunakan mixer dengan penambahan
nipagin, nipasol, fragrance, gliserin, dan
ditambahkan alkohol 96% 100 ml sedikit
demi sedikit hingga homogen

Dilakukan uji daya sebar menggunakan


penggaris dengan melakukan pengukuran
vertikal, diagonal kanan, horizontal,
diagonal pada sediaan gel praktik yang
dibuat dan sediaan gel pembanding dengan
tanpa beban, penambahan beban 50 gram
serta 500 gram.
Dilakukan uji viskositas menggunakan alat
viskometer brookfield spandel 63 pada
sediaan praktik gel yang dibuat
mendapatkan hasil 20 rpm: 990,0 cP, 16,5%

Dilakukan uji viskositas menggunakan alat


viskometer brookfield spandel 63 pada
sediaan praktik gel yang dibuat
mendapatkan hasil 30 rpm: 912,0 cP, 22,8%

Dilakukan uji viskositas menggunakan alat


viskometer brookfield spandel 63 pada
sediaan praktik gel yang dibuat
mendapatkan hasil 60 rpm: 640,0 cP, 32,0%
Dilakukan uji pH pada sediaan gel
pembanding dan sediaan gel praktik yang
menunjukkan hasil pH meter = 7

Anda mungkin juga menyukai