Kelompok 5 - Laporan Lumba Lumba - Penangkaran A
Kelompok 5 - Laporan Lumba Lumba - Penangkaran A
Kelompok 5 - Laporan Lumba Lumba - Penangkaran A
Disusun Oleh:
Kelompok 5
Muharnanta Fahreza 26040122130106
Galuh Yuanita Maira 26040121130074
Arshy Paramita 26040121130079
Acriska Nissia Gesta 26040122140094
Belinda Aureliawati 26040122140126
Johnatan Febian Revero 26040122140123
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan laporan praktikum pada praktikum Penangkaran dan Restocking Endangered
Species ini dengan sebaik mungkin dan dapat dikumpulkan dengan tepat waktu. Tidak lupa
juga penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada koordinator dosen
yaitu Ibu Dr. Ir. Retno Hartati, M. Sc. pada mata kuliah Pencemaran Laut Penangkaran dan
Restocking Endangered Species dan para asisten praktikum Penangkaran dan Restocking
Endangered Species yang sudah membantu dalam bimbingan materi serta memberikan
kesempatan kepada kami agar dapat menuliskan laporan praktikum ini.
Penulis menyadari bahwa masih ada banyak sekali kesalahan-kesalahan kecil maupun
besar dalam penulisan laporan resmi ini. Oleh karena itu, penulis ingin memohon maaf apabila
terjadi kesalahan, seperti kesalahan penulisan maupun penggunaan kata yang salah. Dan
penulis menerima kritik dan saran yang membangun agar laporan ini dapat tersusun lebih baik
lagi. Di akhir kata, penulis berharap agar laporan ini dapat menambah wawasan serta
bermanfaat untuk studi ke depannya.
DAFTAR ISI............................................................................................................................. 3
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................ 4
DAFTAR TABEL .................................................................................................................... 5
I. PENDAHULUAN ................................................................................................................. 6
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 6
1.2 Tujuan.......................................................................................................................... 6
1.3 Manfaat........................................................................................................................ 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................................... 8
2.1. Biologi Lumba-Lumba.................................................................................................... 8
2.2 Ekologi Lumba-Lumba ............................................................................................... 9
2.3 Habitat Lumba-Lumba .............................................................................................. 10
2.4. Identifikasi Lumba-Lumba........................................................................................ 11
2.5 Proses Perkawinan Lumba-Lumba............................................................................ 12
2.6 Pemeliharaan Bayi Lumba-Lumba............................................................................ 13
2.7 Pelepasliaran Lumba-Lumba..................................................................................... 13
2.8 Lokasi Pembesaran .................................................................................................... 14
2.9 Pemberian Pakan ....................................................................................................... 15
2.10 Risiko ........................................................................................................................ 16
III. MATERI DAN METODE PRAKTIKUM.................................................................... 17
3.1. Materi ........................................................................................................................ 17
3.2. Tempat....................................................................................................................... 17
3.3. Alat dan Bahan .......................................................................................................... 17
3.4 Metode....................................................................................................................... 17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................................ 19
4.1 Hasil .......................................................................................................................... 19
4.2. Pembahasan................................................................................................................... 19
V. KESIMPULAN.................................................................................................................. 24
5.1 Kesimpulan................................................................................................................ 24
5.2 Saran .......................................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 25
DAFTAR GAMBAR
1.2 Tujuan
1. Memahami biologi, ekologi dan habitat lumba-lumba sebagai dasar dilakukan
penangkaran terhadapnya
2. Mendesain pembesaran untuk melakukan penangkaran pada lumba-lumba
3. Mendesain usaha pembesaran lumba-lumba
1.3 Manfaat
1. Praktikan dapat memahami biologi, ekologi dan habitat lumba-lumba sebagai dasar
dilakukan penangkaran terhadapnya
2. Praktikan dapat mendesain pembesaran untuk melakukan penangkaran pada lumba-
lumba
3. Praktikan dapat mendesain usaha pembesaran lumba-lumba
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Ekologi Lumba-Lumba (Kebutuhan Kualitas Air Untuk Hidup, Misal Salinitas,
Suhu, pH, Substrat) (Belinda Aureliawati Wibowo_26040122140126)
Ekologi lumba-lumba dilihat berdasarkan parameter lingkungan yang diukur.
Parameter yang diukur adalah suhu dan salinitas karena kedua parameter fisika ini merupakan
faktor yang paling berpengaruh terhadap tingkat stress ikan. Stres yang dialami lumba-lumba
dapat menyebabkan penyimpangan tingkah laku pada lumba-lumba. Perubahan cuaca akan
mempengaruhi kondisi laut. Angin misalnya sangat menentukan terjadinya gelombang dan
arus di permukaan laut, dan curah hujan dapat menentukan salinitas air laut. Kondisi perairan
dapat pula mempengaruhi keberadaan biota yang ada di dalam perairan tersebut. Adanya
perubahan iklim yang berdampak terhadap peningkatan suhu permukaan laut mengakibatkan
terganggunya jalur migrasi dan waktu migrasi dari lumba-lumba. Sebagian dari lumba-
lumba dan paus hidup pada perairan yang hangat. Migrasi yang dilakukan mamalia di
daerah ekuator dari arktik dan antartika bertujuan untuk mendapatkan makanan dan untuk
beradaptasi terhadap suhu hangat. Suhu air di permukaan dipengaruhi oleh kondisi
meteorologi. Faktor-faktor meteorologi seperti curah hujan, penguapan, kelembaban udara,
suhu udara, kecepatan angin dan itensitas cahaya. Oleh sebab itu biasanya suhu permukaan
mengikuti pula pola musiman. Salinitas menggambarkan konsentrasi seluruh ion yang
terdapat di perairan (Faizah et al., 2017).
Beberapa jenis lumba-lumba memiliki toleransi terhadap salinitas. Hal ini dapat
diketahui dengan aktivitas beberapa lumba-lumba yang mampu berenang atau mencari
makan sampai ke wilayah estuari. Arus merupakan gerakan horizontal atau vertikal dari masa
air laut menuju kestabilan yang terjadi secara terus menerus. Arus perairan mempunyai peranan
yang penting dalam menentukan alur pelayaran bagi kapal-kapal. Arus juga dapat
dimanfaatkan oleh lumba-lumba dalam aktivitas renang. Beberapa spesies lumba-lumba
dijumpai berenang di depan atau samping kapal dengan memanfaatkan arus yang
dihasilkan dari kapal. Arus yang terdapat di perairan dimanfaatkan lumba-lumba untuk
menghemat energi saat melakukan aktivitas renang. Parameter kualitas air adalah faktor utama
dalam pemeliharan lumba-lumba. Hal ini dikarenakan perubahan parameter perairan akan
mempengaruhi kelangsungan hidup dari lumba-lumba itu sendiri. Kadar total klorin diperiksa
menggunakan spektroquant, standar pada kolam antara 0.20-1.00 ppm. Suhu kolam tidak
dibawah 10℃ dan tidak lebih dari 32℃. Salinitas air pada kolam standar 28-33. Standar pH
normal berkisar 7.20-8.20 (Lubis et al., 2016).
4.2. Pembahasan
4.2.1. Jelaskan Mengenai Alur Penangkaran Lumba-Lumba dari Desain Kolam yang
Telah Dibuat! (Muharnanta Fahreza_26040122140106)
Alur perawatan dan penangkaran hasil rescue lumba-lumba dimulai dengan
penyelamatan dan evaluasi awal kondisi hewan yang mungkin menjadi korban penangkapan
ilegal atau cedera akibat aktivitas manusia. Setelah diselamatkan, lumba-lumba menerima
perawatan medis yang sesuai untuk mengatasi cedera dan kondisi kesehatan lainnya. Setelah
kondisinya stabil, mereka dipindahkan ke fasilitas pembesaran yang menyediakan lingkungan
yang aman dan makanan yang cukup untuk pertumbuhan optimal. Setelah mencapai kondisi
fisik yang memadai, lumba-lumba yang diselamatkan dapat dimasukkan ke dalam program
peranakan untuk menjaga keberlanjutan populasi. Di sini, mereka dipasangkan dengan
pasangan yang sesuai untuk reproduksi yang diawasi ketat. Selama masa pembesaran dan
peranakan, lumba-lumba juga menjadi subjek edukasi untuk meningkatkan kesadaran publik
tentang pelestarian laut. Sebelum dilepas kembali ke habitat alaminya, mereka diberikan
pelatihan khusus untuk meningkatkan kemampuan bertahan hidup mereka. Proses pelepasan
kembali dilakukan dengan harapan bahwa lumba-lumba akan berhasil beradaptasi kembali ke
lingkungan laut yang alami (Fanny dan Redi, 2018)
Dalam perawatan, langkah awal melibatkan evakuasi hati-hati dari lokasi kejadian dan
stabilisasi kondisi hewan yang terdampar atau terluka. Selanjutnya, lumba-lumba menjalani
rehabilitasi di kolam yang disesuaikan dengan kebutuhan medis dan nutrisi mereka.
Pembesaran dilakukan setelah lumba-lumba pulih secara fisik dan emosional, dengan fokus
pada pengembangan perilaku alami dan kesehatan yang optimal. Sementara itu, proses
peranakan melibatkan pemilihan pasangan yang cocok, pemantauan ketat selama kehamilan
dan kelahiran, serta perawatan anak selama periode menyusui dan pembelajaran perilaku alami.
Alur dari melahirkan dan pembesaran lumba-lumba dimulai dengan proses melahirkan yang
alami, di mana induk lumba-lumba membantu bayinya untuk mengapung ke permukaan air
dan bernapas. Setelah melahirkan, induk lumba-lumba merawat dan menyusui bayinya dengan
penuh perhatian, sambil mengajari mereka berbagai keterampilan penting seperti berenang dan
berkomunikasi. Selanjutnya, bayi lumba-lumba memasuki tahap pembesaran awal, di mana
mereka tinggal di kolam pembesaran yang disediakan oleh fasilitas penangkaran. Di sini,
mereka terus diberi makanan bergizi dan dipantau secara teratur untuk memastikan kesehatan
dan perkembangan yang optimal. Selama masa pembesaran, lumba-lumba muda juga dilatih
untuk melakukan perilaku alami yang diperlukan untuk bertahan hidup di habitat alaminya,
seperti berburu dan bersosialisasi dengan sesama (Melinda et al., 2024).
4.2.2 Sebutkan dan Jelaskan Karakteristik Biologi Utama yang Berpengaruh Terhadap
Keberhasilan Restocking Lumba-Lumba! (Galuh Yuanita Maira_26040121130074)
Keberhasilan restocking lumba-lumba sangat dipengaruhi oleh karakteristik biologi
utama spesies tersebut. Faktor keberlanjutan genetik menjadi kunci dalam memastikan
populasi yang diintroduksi dapat berkembang secara mandiri. Lumba-lumba memiliki tingkat
reproduksi yang rendah dan lambat, dengan periode kehamilan yang panjang dan jumlah anak
yang dilahirkan terbatas, sehingga pemilihan individu yang memiliki keragaman genetik yang
cukup penting. Selain itu, parameter lingkungan seperti suhu air, salinitas, dan ketersediaan
makanan harus dipertimbangkan agar dapat menciptakan kondisi yang optimal bagi
kelangsungan hidup dan perkembangan lumba-lumba di habitat baru. Hal ini diperkuat oleh
Fany dan Redi (2018) bahwa penyelenggaraan fasilitas kolam dan sumber air untuk satwa harus
memperhatikan kebutuhan spesifik dari satwa yang bersangkutan. Peraturan Direktur Jenderal
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Nomor: P.16/IV-SET/2014) menegaskan bahwa
sumber air yang digunakan, baik dari laut maupun tawar yang dicampur dengan garam tanpa
natrium, haruslah sesuai dengan kebutuhan biologis lumba-lumba. Di samping itu, peraturan
ini juga menekankan pentingnya pemantauan yang cermat terhadap kondisi kolam dari
berbagai aspek. Salah satu aspek yang penting adalah penyesuaian kandang dengan bentuk
tubuh dan perilaku alami lumba-lumba. Jika lumba-lumba membutuhkan ruang gerak yang
luas, maka kolam haruslah direncanakan sedemikian rupa sehingga memberikan ruang gerak
yang memadai. Pasal 16 dari Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi
Alam (Nomor: P.09/IV-SET/2011) menegaskan bahwa lingkungan tempat tinggal satwa,
termasuk kelengkapannya, haruslah dirancang dengan mempertimbangkan kebutuhan biologis,
fisik, dan perilaku alami dari satwa tersebut. Hal ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan
yang nyaman dan aman bagi lumba-lumba, sehingga mereka dapat beradaptasi dengan baik
dan mempertahankan kesejahteraan mereka di fasilitas konservasi.
Fasilitas pemeliharaan lumba-lumba adalah fasilitas untuk mengembangbiakkan dan
memelihara lumba-lumba penangkaran untuk tujuan konservasi, penelitian, atau pameran.
Jenis fasilitas ini dirancang untuk menciptakan kondisi optimal bagi individu-individu yang
sedang berkembang biak atau lumba-lumba dewasa yang digunakan untuk berkembang biak
agar berhasil berkembang biak dan menghasilkan keturunan yang sehat. Menurut Pettit dan
McCulloch (2021), kolam harus cukup besar agar lumba-lumba dapat berenang dan berperilaku
alami. Kolam juga harus dilengkapi dengan sistem sirkulasi air, penyaringan, pemanas, dan
pencahayaan untuk menjaga kualitas dan kondisi air yang optimal. Lumba-lumba harus diberi
makan makanan yang seimbang dan bergizi serta menerima perawatan dokter hewan secara
teratur untuk menjaga kesehatannya. Lumba-lumba adalah hewan yang sangat sosial dan
membutuhkan interaksi sosial yang teratur dengan lumba-lumba lain untuk menjaga kesehatan
fisik dan mental mereka. Fasilitas juga harus menyediakan pengayaan lingkungan seperti
mainan dan teka-teki agar lumba-lumba tetap terstimulasi secara mental dan aktif. Fasilitas ini
membutuhkan program pengembangbiakan yang dirancang dengan cermat dengan
mempertimbangkan fisiologi reproduksi lumba-lumba, kebutuhan akan keanekaragaman
genetik, dan penghindaran perkawinan sedarah. Fasilitas ini juga berfungsi sebagai pusat
penelitian dan pendidikan, yang memberikan kesempatan kepada para ilmuwan dan mahasiswa
untuk mempelajari perilaku, fisiologi, dan konservasi lumba-lumba. Secara keseluruhan,
penangkaran lumba-lumba harus memprioritaskan kesehatan dan kesejahteraan lumba-lumba
yang mereka rawat sambil berkontribusi pada perlindungan dan pemahaman tentang lumba-
lumba.
4.2.3 Mengapa Memilih Posisi atau Lokasi Penempatan untuk Penangkaran yang
Tepat Sangat Dibutuhkan pada Usaha Penangkaran?
Memilih posisi atau lokasi penempatan lumba-lumba untuk penangkaran adalah
langkah krusial dalam memastikan keberhasilan usaha penangkaran tersebut. Lokasi yang tepat
akan memberikan kondisi lingkungan yang optimal bagi pertumbuhan dan kesejahteraan
lumba-lumba yang dipelihara. Faktor seperti kualitas air, suhu, dan keberadaan alami sumber
makanan menjadi pertimbangan utama dalam menentukan lokasi penangkaran yang sesuai.
Selain itu, keamanan dari ancaman eksternal seperti polusi, perburuan ilegal, dan gangguan
manusia juga harus dipertimbangkan dengan serius. Memilih lokasi yang terpencil namun tetap
dapat diakses oleh tenaga ahli dan mendapatkan perhatian yang memadai adalah strategi yang
bijaksana. Pemilihan posisi penempatan yang strategis juga dapat mempertimbangkan faktor-
faktor seperti aksesibilitas transportasi untuk distribusi lumba-lumba yang sehat dan aman.
Kesesuaian dengan peraturan dan regulasi lingkungan serta perlindungan hewan harus menjadi
prioritas dalam pemilihan lokasi penangkaran. Secara keseluruhan, pemilihan posisi atau lokasi
penempatan yang tepat merupakan landasan penting untuk keberhasilan jangka panjang dan
keberlanjutan usaha penangkaran lumba-lumba (Saputra et al., 2022)
Pemilihan lokasi atau posisi penempatan penangkaran yang tepat sangat penting dalam usaha
restocking karena faktor-faktor lingkungan dapat mempengaruhi keberhasilan bertahan
hidupnya lumba-lumba. Penangkaran harus ditempatkan di lokasi yang memenuhi persyaratan
lingkungan yang tepat, seperti akses yang mudah ke sumber air yang bersih dan sehat, suhu air
yang sesuai, dan ketersediaan pakan yang cukup. Jika penangkaran ditempatkan di lingkungan
yang tidak sesuai, hal tersebut dapat mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup lumba-lumba,
pertumbuhan, dan kesehatan. Selain itu, kondisi lingkungan yang buruk dapat memicu
timbulnya berbagai penyakit pada lumba-lumba. Dengan memilih posisi atau lokasi
penempatan penangkaran yang tepat, faktor-faktor lingkungan dapat diperhatikan dan diatur
dengan baik, sehingga dapat memaksimalkan keberhasilan produksi dan tingkat kelangsungan
hidup lumba-lumba (Suryawati et al., 2020).
4.2.4 Berdasarkan Studi Literatur dan Analisa Saudara Setelah Mendesain Kolam
untuk Penangkaran Lumba-Lumba, Apakah Feasible atau Layak Dilakukan di
Indonesia? (Muharnanta Fahreza_26040122140106)
Beberapa rekomendasi desain kolam lumba-lumba yang bertujuan meningkatkan
kecepatan gerak lumba-lumba, termasuk ukuran kolam yang luas, bentuk oval atau melingkar,
kedalaman yang memadai, serta penggunaan substrat halus dan sistem filtrasi yang efektif.
Rekomendasi ini sangat relevan di Indonesia, namun memerlukan penyesuaian dengan kondisi
alam dan spesies lumba-lumba yang beragam. Variasi iklim di Indonesia memerlukan
pengaturan suhu air yang berbeda-beda sesuai dengan lokasi geografis. Selain itu, gelombang
laut yang tinggi di beberapa daerah menuntut desain kolam yang memastikan keamanan lumba-
lumba. Selanjutnya, penyesuaian desain juga perlu dilakukan berdasarkan spesies lumba-
lumba yang dipelihara, mengingat karakteristik dan kebutuhan masing-masing spesies.
relevansi yang signifikan dengan konteks pengelolaan kolam lumba-lumba di Indonesia,
seperti yang telah dibahas sebelumnya. Pertama, dalam konteks keberagaman spesies lumba-
lumba di Indonesia, penyesuaian desain kolam dengan karakteristik masing-masing spesies
menjadi penting. Rekomendasi untuk memperhatikan ukuran kolam, bentuk, kedalaman,
substrat, dan sistem filtrasi dapat membantu mengakomodasi kebutuhan beragam spesies
lumba-lumba tersebut (Setyaningrum dan Indrawati 2020).
Karakteristik bioakustik dan tingkah laku lumba-lumba jantan hidung botol (Tursiops
aduncus) di alam liar memberikan wawasan penting untuk desain dan pengelolaan kolam
karantina lumba-lumba. Berdasarkan informasi tersebut, desain kolam karantina yang efektif
dapat mencakup beberapa aspek penting. Pertama, ukuran kolam yang luas dengan bentuk oval
atau melingkar meminimalkan hambatan air dan memungkinkan lumba-lumba berenang
dengan efisien. Kedalaman kolam yang dangkal, sekitar 3 meter, memudahkan observasi dan
penanganan lumba-lumba. Hindari penggunaan substrat kasar dan rintangan di kolam untuk
mengurangi risiko cedera pada lumba-lumba. Sistem filtrasi yang baik diperlukan untuk
menjaga kualitas air tetap bersih, sementara pengaturan suhu air dan area perlindungan seperti
gua buatan atau area teduh membantu menciptakan lingkungan yang nyaman bagi lumba-
lumba. Selain itu, pemahaman terhadap tingkah laku lumba-lumba di alam liar penting untuk
menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan mereka di kolam karantina. Lumba-
lumba adalah hewan sosial, aktif, dan cerdas, sehingga penting untuk menyediakan teman
sejenis, ruang untuk beraktivitas, serta stimulasi mental dalam bentuk mainan dan aktivitas.
Dengan memperhatikan karakteristik bioakustik dan tingkah laku lumba-lumba, desain kolam
karantina dapat disesuaikan untuk mengurangi stres dan kecemasan pada lumba-lumba serta
mempercepat adaptasi mereka di lingkungan baru (Lubis et al., 2016).
4.2.5 Apa Tantangan Dari Desain Kolam yang Saudara Buat dan Bagaimana Strategi
Saudara untuk Menghadapi Tantangan Tersebut? (Johnatan Febian
Revero_26040122140123)
V. KESIMPULAN
5.2 Saran
1) Diharapkan pada saat praktikum ditayangkan video yang mendukung modul tersebut
untuk memudahkan praktikan dalam memahami.
2) Diharapkan melalukan sesi doa pada saat memulai dan mengakhiri praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Andini, K. F. N., Khairina, A., Firdausi, H. Z., & Adikusuma, L. A. (2022). Industri Perikanan
Jepang Ditinjau dari Perspektif Tata Kelola Global. TRANSBORDERS: International
Relations Journal, 6(1), 63-79.
Andrimida, A., 2021. Pola Sebaran Lumba-Lumba Hidung Botol (Tursiops aduncus) di Selat
Sempu, Indonesia: Berdasarkan Hasil Pengamatan Oportunistik. JECE-Journal of
Empowerment Community and Education, 1(4).
Aulia, K. T., A. Indarwati dan Safika. 2022. Kelimpahan Fungi Kelas Dothideomycetes pada
Lumba-lumba Hidung Botol (Tursiops aduncus). Acta Veterinaria Indonesian., 10(2):
148-156.
Clegg, I. L. dan Delfour, F., 2018. Can We Assess Marine Mammal Welfare in Captivity and
in the Wild? Considering The Example Of Bottlenose Dolphins. Aquatic Mammals,
44(2).
Elmanaviean, M. dan Seta, D. R., 2023. Pemantauan Penanganan Esophageal Ulcer Dan
Gastric Ulcer Pada Lumba-Lumba Hidung Botol Indo-Pasifik (Tursiops Aduncus)
Dengan Teknik Endoskopi. ARSHI Veterinary Letters, 7(1): 11-12.
Faizah, R., Dharmadi, D. dan Purnomo, F. S., 2017. Distribusi Dan Kepadatan Lumba-Lumba
Sfenella longirostris Di Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur. Jurnal Penelitian Perikanan
Indonesia, 12(3): 175-181.
Fanny, V. dan Redi, A., 2018. Perlindungan Lumba-lumba Sebagai Satwa Langka yang
Dilindungi Dari Tindakan Penempatan dan Atraksi Hiburan yang tidak Sesuai. Jurnal
Hukum Adigama, 1(1), 1806-1831.
Fanny, V., & Redi, A. 2018. Perlindungan Lumba-lumba Sebagai Satwa Langka yang
Dilindungi Dari Tindakan Penempatan dan Atraksi Hiburan yang tidak Sesuai. Jurnal
Hukum Adigama, 1(1), 1806-1831.
Heryani, R. P. 2022. Case Study of Sound Production and Dolphin Behavior in Waters. Jurnal
Perikanan dan Kelautan., 27(1): 100-104.
La Manna, G., Ronchetti, F., & Sarà, G. 2016. Predicting common bottlenose dolphin habitat
preference to dynamically adapt management measures from a Marine Spatial Planning
perspective. Ocean & coastal management, 130, 317-327.
Lubis, M. Z., Pujiyanti, S., Hestrianoto, T., Wulandari, P. D. dan Sultan, K., 2016. Produksi
Suara dan Tingkah Laku Lumba-lumba Jantan Hidung Botol (Tursiops aduncus)
dengan Metode Bioakustik di Taman Safari, Cisarua Bogor, Indonesia. Jurnal
Enggano, 1(2): 20-28.
Lubis, M. Z., Wulandari, P. D. dan Hestrianoto, T., 2016. Karakteristik Bioakustik Dan
Tingkah Laku Lumba-Lumba Jantan Hidung Botol (Tursiops aduncus). Jurnal
Teknologi Perikanan dan Kelautan, 7(2): 179-190.
Lubis, M. Z., Wulandari, P. D., & Hestrianoto, T. 2016. Karakteristik bioakustik dan tingkah
laku lumba-lumba jantan hidung botol (Tursiops aduncus). Jurnal Teknologi Perikanan
dan Kelautan, 7(2), 179-190.
Marques, G. N., Silva, N. U., Leal, M. O., dan Flanagan, C. A. 2021. The use of posaconazole
delayed-release tablets in the successful treatment of suspected mucormycosis in a
bottlenose dolphin (Tursiops truncatus) calf. Medical Mycology Case Reports, 32, 77-
80.
Melinda, S., Kusumawati, I., & Rahma, E. A. (2024). PENANGANAN MAMALIA LAUT
TERDAMPAR LUMBA-LUMBA SPOTTED DOLPIN (Stenella attenuata) DI
UJONG BATEE. Jurnal Abdi Insani, 11(1), 81-87.
Pettit, S. G., & McCulloch, S. P. 2023. Odontocetes (‘Toothed Whales’): Cognitive Science
and Moral Standing–Are Dolphins Persons?. Journal of Applied Animal Ethics
Research, 5(1): 109-144.
Saputra, D. R. T., Rachmad, B., Sabariyah, N. dan Maulita, M., 2022. Hubungan Kemunculan
Lumba-Lumba Hidung Botol (Tursiops aduncus) dengan Karakteristik Lingkungan di
Perairan Nusa Penida, Provinsi Bali. In Prosiding Seminar Nasional Perikanan
Indonesia (pp. 349-363).
Sarinastitia, E.N. dan Wicaksonob, M.S., 2021. Komersialisasi dan pariwisata: Tantangan-
tantangan dalam pengelolaan Theme Park berbasis konservasi satwa liar berkelanjutan
di wilayah Jawa Tengah. Journal of Natural Resources and Environmental
Management., 11(1): 69-82.
Setyaningrum, W. dan Indrawati, I., 2020. Pengaruh Karakteristik Kolam terhadap Kecepatan
Gerak Lumba-Lumba. Sinektika: Jurnal Arsitektur, 16(1): 20-25.
Suryawati, S. H., Soetarto, E., Adrianto, L. dan Purnomo, A. H., 2020. Identifikasi sistem
insentif pengelolaan sumberdaya di Laguna Segara Anakan. Jurnal Kebijakan Sosial
Ekonomi Kelautan Dan Perikanan, 1(1): 45-61
Susanto, I. D. 2018. Estetika Gerak Ekor Orcaella Brevirostris dalam Teknik Bakar Raku.
Ekspresi Seni: Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Karya Seni, 20(1): 32-44.
Zuleni, E. 2023. KONSEP DASAR IPA (BIOLOGI) Berbasis Contextual Teaching and
Learning (CTL)(Disertai Petunjuk Analisis dan Refleksi Lingkungan sekitar). Penerbit
Lakeisha.