Bab 1 Pendahuluan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH

PEMULIABIAKAN ORGANISME AKUAKULTUR

ANNISA LAWIRA

PROGRAM STUDI AKUAKULTUR


JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2021
LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH
PEMULIABIAKAN ORGANISME AKUAKULTUR

PEMIJAHAN BUATAN PADA IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus)

Di susun sebagai salah satu syarat


untuk menyelesaikan mata kuliah
Pemuliabiakan Organisme Akuakultur

ANNISA LAWIRA
O 271 19 085

PROGRAM STUDI AKUAKULTUR


JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2021

iv
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Laporan Pemuliabiakan Organisme Akuakultur mengenai


Pemijahan Buatan pada Ikan Patin (Pangasius
hypophthalmus)

Nama : Annisa Lawira

Stambuk : O 271 19 085

Kelas : Akua 1

Kelompok : 2 (Dua)

Palu, 4 Mei 2021

Menyetujui,

Asisten Praktikum Mata Kuliah


Pemuliabiakan Organisme Akuaklutur

Fitri Nur Hasanah


O 271 17 033

Mengetahui,

Koordinator Mata Kuliah


Pemuliabiakan Organisme Akuakultur

Madinawati, S.Pi., M. Si
NIP. 19700203 199603 2 001

5
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukut penulis ucapkan kepada Tuhan YME, karena berkat Rahmat dan

Hidayah-Nya sehingga laporan praktikum ini dapat terselesaikan. Laporan praktikum

ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan mata kuliah

Pemuliabiakan Organisme Akuakultur . Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua yang selalu memberikan doa dan cinta kasihnya serta

dukungan selama ini dengan tulus serta harapan dan cita-citanya untukku.

2. Ibu Mainatwati, S.Pi., M.Si dosen koordinator Mata Kuliah Pemuliabakan

Organisme Akuakultur.

3. Asisten praktikum yang telah mendampingi praktikum Pemuliabiakan

Organisme Akuakultur.

4. Teman-teman yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini

teristimewa kelompok.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih sangat jauh dari kata sempurna.

Mohon maaf apabila didalam laporan ini masih banyak kekurangan atau kesalahan.

Penulis sangat mengharapkan saran serta masukkan yang bersifat konstruktif dari

semua pihak demi memperbaiki penyusunan laporan selanjutnya.

Palu, 4 Mei 2021

Annisa Lawira

6
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL...................................................... i
HALAMAN JUDUL......................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN........................................... iii
UCAPAN TERIMA KASIH............................................ iv
DAFTAR ISI...................................................................... v
DAFTAR TABEL............................................................. vi
DAFTAR GAMBAR......................................................... viii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang........................................................................ 1
1.2 Tujuan dan kegunaan.............................................................. 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Deskripsi Ikan Patin Siam (Pangasius hypophthalmus).........
2.1.1 Klasifikasi dan morfologi ikan patin
(Pangasius hypophthalmus)..........................................
2.1.2 Habitat dan penyebaran ikan patin
(Pangasius hypophthalmus)..........................................
2.1.3 Pakan dan kebiasaan makan..........................................
2.1.4 Reproduksi ikan patin (Pangasius hypophthalmus)......
2.2 Pemijahan Buatan Menggunakan Hormon............................. 7
2.3 Kualitas Air.............................................................................
2.3.1 Suhu............................................................................... 7
2.3.2 Oksigen terlarut............................................................. 7
2.3.3 pH .............................................................................. 7
BAB 3 METODE PRAKTEK
3.1 Waktu dan tempat.................................................................. 8
3.2 Alat dan bahan....................................................................... 8
3.3 Metode Praktek...................................................................... 9
3.4 Prosedur Pemijahan...............................................................
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengamatan Telur.................................................................. 17
4.2 Fekunditas.............................................................................. 23

7
4.3 Kualitas Air...........................................................................
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan................................................................................ 28
5.2 Saran...................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

8
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3-1. Alat dan bahan praktikuM................................................... 8

9
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2-1. Ikan Patin Siam (Pangasius hypophthalmus).................. 8

10
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Budidaya perikanan (aquaculture) merupakan salah satu subsektor yang

diharapkan dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Akuakultur di tingkat

bawah berkontribusi terhadap kesejahteraan pembudidaya ikan dalam menjamin

ketersediaan pangan rumah tangga, gizi, kesehatan, penyedia lapangan pekerjaan dan

juga pendapatan di pedesaan. Akuakultur bahkan pada skala tradisional berkontribusi

terhadap pengurangan kemiskinan dan peningkatan pendapatan di beberapa wilayah

dunia, antara lain China, Indonesia dan Vietnam (Hermawan, 2017).

Benih merupakan salah satu mata rantai dalam akuakultur dan kualitasnya sangat

menentukan keberhasilan usaha akuakultur. Benih yang unggul secara genetik dapat

dihasilkan melalui program seleksi dan sampai sekarang masih dominan digunakan

pada banyak spesies akuakultur. Heritabilitas yang tinggi untuk karakter penting

secara ekonomi, fekunditas yang tinggi, serta interval generasi yang relatif singkat

pada sebagian besar spesies ikan akan menghasilkan kemajuan genetik yang cepat

(Gjedrem dkk., 2012).

Ikan patin menjadi salah satu komoditas unggulan di bidang perikanan. Ikan air

tawar yang memiliki warna putih keabu-abuan ini, memiliki cita rasa yang khas dan

mengandung protein cukup tinggi. Protein daging ikan patin cukup tinggi yaitu

16,58%. Ikan patin dinilai lebih aman untuk kesehatan karena kadar kolesterolnya

rendah dibandingkan dengan daging ternak. Ikan patin tidak memiliki sisik dan

11
memiliki semacam duri yang tajam di bagian siripnya dan tergolong dalam kelompok

catfish. (Dewi, 2011 dalam Fariedah dkk., 2018).

Ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) merupakan salah satu spesies ikan

introduksi dan mulai berkembang di Indonesia pada tahun 1980. Ikan patin memiliki

berbagai keunggulan budidaya karena pertumbuhannya cepat, fekunditas tinggi, tidak

memiliki banyak duri, dapat dipijahkan secara massal dan memiliki peluang

pengembangan skala industri karena ikan patin ini memiliki harga jual yang tinggi

dan rasa daging yang digemari oleh masyarakat (Susanto dan Amri, 2001 dalam

Waspada, 2012). Keunggulan-keunggulan ini menyebabkan permintaan ikan patin

terus meningkat. Untuk mengatasi permintaan ikan patin ini salah satu caranya adalah

dengan cara mempercepat proses kematangan gonad dan reproduksi ikan patin

siam(Waspada, 2012).

1.2 Tujuan dan Kegunaan

Praktek ini dilakukan untuk mengetahui Teknik pemijahan ikan patin di Upr

Saluyu Potoya, Dolo Induk Kota Palu, Sulawesi Tengah, Kegunaan dari praktek ini

Agar Mahasiswa mengetahui bagaimana teknik pemijahan ikan patin yng dipelihara

dengan sistem semi intensif dan hasil praktek ini diharapkan dapat meningkatkan

pengetahuan mahasiswa tentang teknik Pemijahan ikan patin

12
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Ikan Patin Siam (Pangasius sp)

Ikan patin adalah salah satu ikan asli perairan Indonesia yang berhasil di

budidayakan. Jenis -jenis ikan patin di Indonesia sangat banyak antara lain,

Pangasius atau Pangasius jambal, Pangasius humeralis, Pangasius lithostoma,

Pangasius nasutus, Pangasius polyuranodon, Pangasius niewenhisii. Sedangkan

pangasius sutchi dan Pangasius hypophtalmus yang sedang di kenal sebagai jambal

siam atau lele bangkok merupakan ikan introduksi dari Thailand. Ikan patin

mempunyai bentuk tubuh memanjang dan berwarna putih perak dengan punggung

bewarna kebiruan. Ikan patin tidak memiliki sisik, kepala ikan relatif kecil dengan

mulut terletak di ujung kepala agak ke bawah dan termasuk dalam ciri khas

catfish(Suhara, 2019).

2.1.1 Klasifikasi dan morfologi ikan patin (Pangasius sp)

Menurut Kordi (2005) dalam Suhara (2019), sistematika ikan patin di

klasifikasikan sebagai berikut : Kingdom: Animalia Filum: Chordata Kelas: Pisces

Ordo: Ostariophysi Famili: Pangasiidae Genus: Pangasius Spesies: Pangasius

Hypophthalmus

13
Gambar 2.1 Ikan Patin (Pangasius sp)

Ikan Patin memiliki warna tubuh putih keperak-perakan dan punggung kebiru-

biruan, bentuk tubuh memanjang, kepala relatif kecil , ujung kepala terdapat mulut

yang dilengkapi dua pasang sungut pendek (Djariah, 2001 dalam Suhara, 2019). Pada

sirip punggung memiliki sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi patil yang

bergerigi dan besar di sebelah belakangnya. Sirip ekor membentuk cagak dan

bentuknya simetris. Ikan patin tidak mempunyai sisik, sirip dubur relatif panjang

yang terletak di atas lubang dubur terdiri dari 30-33 jari-jari lunak sedangkan sirip

perutnya memiliki enam jari-jari lunak. Sirip dada mempunyaii 12-13 jari-jari lunak

dan sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi senjata yang dikenal dengan patil. Di

bagian permukaan punggung ikan patin terdapat sirip lemak yang berukuran kecil. Di

Indonesia, ada dua macam ikan patin yang dikenal yaitu patin lokal (Pangasius

pangasius) atau sering pula disebut jambal (Pangasius djambal) dan patin Bangkok

atau patin Siam (Pangasius hypophtalamus sinonim P. sutchi). Patin jambal memiliki

sungut rahang atas jauh lebih panjang dari setengah panjang kepala dan hidung

sedikit menonjol kemuka serta mata agak ke bawah (Susanto dan Amri, 2002).

14
2.1.2 Habitat dan penyebaran

Di alam penyebaran geografis ikan patin cukup luas, hampir di seluruh wilayah

Indonesia. Secara alami ikan ini banyak ditemukan di sungai-sungai besar dan berair

tenang di Sumatera, seperti Sungai Way Rarem, Musi, Batanghari dan Indragiri.

Sungai-sungai besar lainnya di Jawa, seperti Sungai Brantas dan Bengawan. Bahkan

keluarga dekat lele ini juga dijumpai di sungai-sungai besar di Kalimantan, seperti

Sungai Kayan, Berau, Mahakam, Barito, Kahayan dan Kapuas. Umumnya, ikan ini

ditemukan di lokasi-lokasi tertentu di bagian sungai, seperti lubuk (lembah sungai)

yang dalam (Agribisnis dan Aquacultures, 2009 dalam Pramudya, 2014). Ikan patin

bersifat nocturnal atau melakukan aktivitas dimalam hari sebagaimana umumnya ikan

catfish lainnya. Patin suka bersembunyi di dalam liang-liang di tepi sungai habitat

hidupnya dan termasuk ikan dasar , hal ini bisa dilihat dari bentuk mulutnya yang

agak ke bawah(Susanto dan Amri 2002 dalam Pramudya, 2014).

2.1.3 Pakan dan kebiasaan makan

Ikan patin membutuhkan sumber energi yang berasal dari makanan untuk

pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Patin merupakan ikan pemakan segala

(omnivora), tetapi cenderung ke arah karnivora (Djariah, 2001 dalam Pramudya,

2014). Di alam makanan utama ikan patin berupa udang renik (crustacea), insekta

dan moluska. Sementara makanan pelengkap ikan patin berupa rotifera, ikan kecil

dan daun-daunan yang ada di perairan(Susanto dan Amri, 2002 dalam Pramudya,

2014). Ikan patin juga sangat tanggap terhadap pakan buatan (Arifin, 1993 dalam

Pramudya, 2014).

15
2.1.4 Reproduksi ikan patin

Faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan gonad dan proses reproduksi

induk ikan patin siam antara lain faktor internal dan faktor eksternal. Faktor lengkap

internal yang mempengaruhi pengelolaan yaitu jenis, lokal. hereditas ikan dan

fisiologi ikan. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi pengelolaan yaitu

pakan, lama penyinaran, dan suhu(Waspada, 2012).

Reproduksi pada ikan betina melibatkan dua proses utama, yaitu (1) perbesaran

ovari secara ber-tahap dengan pembentukan kuning telur melalui proses yang disebut

vitelogenesis; dan (2) maturasi, ovulasi, dan pemijahan. Kedua proses ini diatur oleh

hormon gonadotropin; FSH (Follicle Stimulating Hormone) terlibat dalam

vitelogenesis, sementara LH (Luteinizing Hormone) memacu maturasi dan ovulasi

(Sun dan Pankhurst, 2004 dalam tahapari, 2013). Reproduksi ikan berada di bawah

kontrol poros hipotalamus-pituitari-gonad dan melibatkan tiga faktor yang meliputi

sinyal lingkungan, sistem hormon, serta organ reproduksi. Pada banyak kasus, sinyal

lingkungan untuk proses pematangan gonad serta ovulasi dan pemijahan tidak

diketahui. Hal ini terutama menjadi masalah bagi spesies yang tidak memijah secara

spontan di dalam wadah budi daya seperti halnya ikan patin siam. Upaya untuk

menciptakan kondisi lingkungan yang sesuai dengan kondisi di alam agar dapat

merangsang pemijahan walaupun dalam kondisi yang kurang tepat sering kali

dilakukan melalui manipulasi atau pendekatan hormonal(Zairin, 2003 dalam

Tahapari, 2013).

16
2.2 Pemijahan Buatan Menggunakan Hormon (HCG dan Ovaprim)

Ovaprim memiliki fungsi merangsang ovulasi sedangkan HCG berfungsi

membantu terjadinya proses pematangan gonad. Harapannya induk-induk ikan yang

belum mengalami kematangan gonad dapat dirangsang dengan hormon HCG,

sehingga mengalami matang gonad dan dapat segera dipijahkan. Oleh karena itu

perlu alternatif untuk mengkombinasikan keduanya. Selain itu juga bertujuan untuk

memperoleh benih ikan diluar musim pemijahan, peningkatan efesiensi produksi,

meningkatkan kelangsungan hidup larva ikan (Donaldson and Hunter, 1983 dalam

Astiyani dkk., 2021).

2.3 Kualitas Air

2.3.1 Suhu

Suhu merupakan parameter yang harus diperhatikan pada proses budidaya ikan.

Secara umum laju pertumbuhan ikan akan meningkat jika sejalan dengan kenaikan

suhu pada batas tertentu. Jika kenaikan suhu melebihi batas akan menyebabkan

aktivitas metabolisme organisme air/hewan akuatik meningkat, hal ini akan

menyebabkan berkurangnya gas-gas terlarut di dalam air yang penting untuk

kehidupan ikan atau hewan akuatik lainnya. Walaupun ikan dapat menyesuaikan diri

dengan kenaikan suhu, akan tetapi kenaikan suhu melibihi batas toleransi ekstrim (35

°C) waktu yang lama maka akan menimbulkan stress atau kematian ikan Supratno

(2006) dalam Hasim, dkk 2015.

17
2.3.2 DO

Oksigen terlarut (DO) dalam suatu perairan merupakan parameter pengubah

kualitas air yang paling kritis dalam budidaya ikan, karena dapat mempengaruhi

kelangsungan hidup ikan yang dipelihara. Menurut Alabaster and Lloyd (1982) dalam

Hasim, dkk 2015 setiap jenis ikan memiliki sensitivitas yang berbeda terhadap

kandungan oksigen terlarut. Disamping itu perbedaan sensitivitas terhadap oksigen

terlarut juga terjadi pada setiap tahapan siklus kehidupan ikan. Oksigen yang terlarut

di dalam perairan sangat dibutuhkan untuk proses respirasi, baik oleh tanaman air,

ikan, maupun organisme lain yang hidup di dalam air, (Supratno 2006 dalam Hasim,

dkk., 2015).

2.3.3 Derajat keasaman (pH)

Derajat keasaman atau pH merupakan parameter kimia yang menunjukkan

konsentrasi ion hidrogen pada perairan. Konsentrasi ion hidrogen tersebut dapat

mempengaruhi reaksi kimia yang terjadi di lingkungan perairan(Purba dan

Alexander, 2010). PH adalah cerminan dari derajat keasaman yang diukur dari jumlah

ion hydrogen menggunakan rumus umum PH = -Log (H+). Air murni terdiri dari ion

H+ dan OHdalam jumlah berimbang hingga PH air murni biasanya 7. Makin banyak

ion OHdalam cairan makin rendah ion H+ dan makin tinggi PH. Cairan demikian

tersebut cairan alkalis . sebaliknya makin banyak ion H+ makin rendah PH dan cairan

tersebut bersifat masam (Purba dan Alexander, 2010)

18
BAB 3 METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum pemuliabiakan organisme akuakultur dilaksanakan mengenai

pemijahan buatan pada hari Sabtu, Tanggal 17-19 April , 2021 di Unit pembenihan

rakyat (UPR ) Saluyu, Desa Patoyo, Kecamatan Dolo, Kabupaten Sigi,

3.2 Alat dan Bahan

Tabel 3-1 Alat yang di gunakan untuk praktikum pemuliabiakan akuakultur

No. Alat Kegunaan


1. Suntik menyuntikan larutan HSG pada tubuh ikan
2. Loyang wadah untuk telur
3. Seser mengambil telur dalam wadah
4. Bulu ayam Untuk alat pengaduk dalam wadah
5. Tisu membersikan yang kotor
Tabel 3-2. Bahan yang digunakan

No
Bahan Kegunaan
.
1 Ikan Patin Organisme
2 Larutan NaCl Untuk menjaga kesimbangan ion sel mikroba
3 Tanah liat Untuk mencuci terul
4 Ovaprim Merangsang dan memacu hormone pada ikan
5 HCG Berperan mamacu manturasi gonad dan ovulasi
6 Air Tumbuh dan berkembang biak

19
3.3 Prosedur Pemijahan

1. Melakukan seleksi induk yang telah dikarantina selama 2 hari Seleksi induk

dilakukan dengan cara mengamati ciri-ciri induk yang matang gonad pada induk

betina dan jantan.

Ciri-ciri induk betina yang matang gonad:

a. Umur 3 tahun

b. Berat 3-4 kg

c. Bagian perut besar, lembek dan apabila distriping keluar telur

d. Dibagian perut terlihat kemerah-merahan

e. kloaka menonjol keluar dan berwarana merah tua

Ciri-ciri induk jantan yang matang gonad:

a. umur 2 tahun

b. ukuran 1-2 kg

c. kulit perut lembek dan tipis

d. apabila diurut keluar sperma berwarna putih kental

e. kelamin membengkak dan berwarna merah tua

2. Penimbangan Induk

Penimbangan induk dilakukan untuk mengetahui jumlah hormon HCG dan

ovaprim yang akan disuntikkan pada induk ikan patin pada setiap penyuntikan.

20
3. Penyuntikan

Melakukan penyuntikan pertama menggunakan hormon HCG dengan dosis 500

IU per kg untuk betina saja. Penyuntikan dilakukan pada bagian punggung sirip atas,

dengan posisi 30-45°. Interval waktu penyuntikan pertama dan kedua sekitar 24 jam.

Penyuntikan kedua untuk induk betina dan jantan menggunakan hormon ovaprim

dengan dosis untuk induk betina 0,5 ml/kg induk dan induk jantan 0,3 ml/kg.

4. Stripping (Pengurutan)

15 jam setelah penyuntikan kedua, akan dilakukan pengecekan terhadap induk

betina apakah sudah ovulasi atau belum. Langkah pertama yang dilakukan adalah

mengurut bagian perut ke arah bawah dengan lembut dan apabila keluar telur, maka

langkah yang perlu dilakukan adalah mengambil wadah untuk menampung telur

tersebut. Setelah itu, telur yang didapatkan dicampur dengan sperma lalu diaduk

menggunakan bulu ayam dan diencerkan menggunakan larutan fisiologis (NaCL).

Tujuan pengenceran ini adalah untuk mempertahankan daya hidup sperma dalam

waktu yang relatif lama. Setelah telur dan sperma tercampur, langkah selanjutnya

adalah mencuci campuran (telur+sperma) tersebut menggunakan tanah liat, tujuannya

adalah agar telur tidak lengket dan tidak menggumpal satu sama lain. Setelah itu,

dicuci kembali dan dilakukan hingga beberapa kali pembilasan menggunakan air,

sehingga telur bersih sempurna. Telur yang bersih tersebut, kemudian siap untuk

dimasukkan ke dalam corong penetasan.

21
5. Pengamatan perkembangan telur dan pengamaatan larva

Melakukan pengamatan terhadap telur dalam masa inkubasi. Masa inkubasi telur

akan berlangsung selama 18 jam. Setelah itu telur menetas menjadi larva barulah

dilakukan pengamatan pada larva.

22
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengamatan Telur

Berdasarkan praktikum pemuliabiakan organisme akuakultur yang telah dilakukan

didapatkan hasil tahap pembelahan sel telur pada ikan patin dapat dilihat pada tabel

dibawah ini :

Tabel 4-1. Fase perkembangan sel pada telur


Fase Telur dengan tanah liat Telur dengan ekstrak daun

ketapang
Fase menjadi 1 sel

Pukul 08.30

Fase menjadi 2 sel

Pukul 09.05

Fase menjadi 4 sel

Pukul 09.55

23
Fase menjadi 8 sel

Pukul 10.55

Fase menjadi 16 sel

Pukul 12.20

Fase menjadi 64 sel

Pukul 14.50

Tahap morula terjadi pada pukul 18.05 Larva menetas pada pukul 12.30

Pengamatan perkembangan embrio dilakukan dengan menggunakan mikroskop

stereo yang dilengkapi kamera digital. Pengamatan dilakukan secara terus menerus

sejak fertilisasi sampai terjadinya penetasan. Derajat tetas yang rendah bisa

diakibatkan oleh sifat telur ikan patin yang bersifat adhesive atau menempel sehingga

aliran oksigen pada telur yang saling menempel berkurang dan akan menyebabkan

24
tumbuhnya jamur pada telur-telur ikan patin tersebut. Tumbuhnya jamur pada telur

yang sudah terfertilisasi akan menyebabkan telur gagal menetas dan mengalami

kerusakan. Solusi yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah penggunaan

tanah liat. Tanah liat memiliki ukuran partikel-partikel yang sangat kecil dan tekstur

yang lembut sehingga dapat dengan baik menutup lendir pada telur. Telur-telur yang

telah dibilas dengan air tanah liat akan saling terpisah dan tidak lengket, Selain itu,

partikel pada tanah liat akan mengikis lapisan luar telur, sehingga dapat mempercepat

penetasan larva.Keberhasilan pemijahan salah satunya juga didukung oleh matangnya

telur yang bersamaan. Hal tersebut bisa diupayakan dengan melakukan penyuntikan

hormon yang bertujuan untuk merangsang kematangan gonad ikan(Fariedah, 2018).

4.2 Fekunditas

Berdasarkan praktikum pemuliabiakan organisme akuakultur yang telah dilakukan

didapatkan hasil fekunditas pada ikan patin dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4-2. Fekunditas sebagai berikut :

No Jumlah Bobot betina 6 kg Rata 15 (g) Fekunditas


indukan Indukan
1. 1 4,5 10.000 286.500

Berdasarkan data di atas, fekunditas total dari hasil pemijahan yaitu rata-rata

10.000 butil telur, dengan bobot telur yang di ke luarkan masing-masing indukan

adalah 15 gr. Singgah produktivitas telur ikan patin siam dapat mencapai 4.122.000

butir telur. Hasil pengamatan menunjukkan respons fekunditas perkilogram induk

ikan patin siam betina menghasilkan fekunditas telur perkilogram yang lebih baik bila

25
dibandingkan dengan kontrol. Ikan patin siam toleran terhadap kualitas air yang

rendah dan memiliki fekunditas yang tinggi(Legendre dkk.,1998 dalam

Mahdaliana, 2015).

4.3 Kualitas Air

Berdasarkan praktikum pemuliabiakan organisme akuakultur yang telah dilakukan

didapatkan hasil kualitas air pada wadah pemeliharaan ikan patin dapat dilihat pada

tabel dibawah ini :

Tabel 4-3. Kualitas Air

Kualitas Air A3 A4
Oksigen 9,1 8
Suhu 32 31
Ph 6,6 7

Berdasarkan data di atas Telur akan menetas pada 18-24 jam setelah ovulasi pada

suhu 29-300 C, sedangkan pada suhu 26-280 C telur akan menetas setelah 28 jam. 10-

12 jam setelah menetas, larva mulai bergerak naik turun ( kordi, 2005 ). Penetasan

telur ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal (kualitas telur dan

hormon) dan faktor eksternal (suhu, alkalinitas, salinitas, amonia, pencahayaan dan

pH) (Tang dan Affandi, 2001). Terhambatnya sekresi dan kerja enzim korionase

tersebut dapat disebabkan oleh parameter-parameter lingkungan seperti suhu, pH,

oksigen terlarut, salinitas dan sebagainya yang tidak sesuai dengan kelenjar

endodermal embrio yang berperan dalam menyekresikan enzim tersebut (Kumar and

Tembhre, 1997 dalam Putra dkk., 2020).

26
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari pratikum pemuliabiakan dalam rangka pengamatan serta melakukan

pemijahan buatan menggunakan hormon ovaprin dan HCG dapat disimpulkan

27
1. Penggunaan hormone ovaprin dan HCG terbukti mempercepat pemijahan dengan

pematangan gonat dipicu dengan penambahan hormone tersebut.

2. Serta dalam penetasan sendiri factor yang berperan penting yaitu cahaya dimana

bila cahaya mengenai telur secara langsung akan menghambat penetasan jadi cahaya

dalam penetasan harus diatur sedemikian rupa agar data mempercepat pemijahan

3. Kualitas air nilai suhu berkisar antara 27-30°C sedangkan ph yang sesuai berkisar

antara 7.1-8.2 serta kadar DO yaitu 7,45-8,89 dan semua masih terbilang optimal bagi

penetasan telur.

5.2 Saran

Saran kedepannya pada pratikum pemulibiakan dalam rangka pengamatan yang

dilakukan pada telur ikan patin serta pemijahan buatan ini dapat lebih baik lagi dalam

melakukan pengamatan dan perhitungan hasil yang didapatkan

DAFTAR PUSTAKA

Astiyani, W. P, Ega, A. P, Drh. Irvan, F, dan Jaziroh, R. W. 2021. Pembenihan


Ikan Patin Siam (Pangasius hypophthalamus) Menggunakan Induksi
Hormon HCG (Human Chrorionic Gonadotropin) Dan Ovaprim Di
Dinas Kelautan Dan Perikanan Subang, Jawa Barat. Jurnal Ilmu
Perikanan. Volume. 12 No. 1

28
Fariedah, F, Ilen, I, Yuwanita, R, Qurrota, A, dan Tahapari, E. 2018. Penggunaan
Tanah Liat Untuk Keberhasilan Pemijahan Ikan Patin Siam
(Pangasianodon hypophthalmus). Jurnal Ilmiah Perikanan Dan
Kelautan.Volume 10 No 2

Hasim, Yuniarti K dan Faizal K. 2015. Parameter Fisika-Kimia Perairan Danau


Limboto Sebagai Dasar Pengembangan Perikanan Budidaya Air Tawar. Jurnal
lmiah Perikanan dan Kelautan.bVolume 3. No. 4

Sitinjak, D, Muhammad, S dan Muarofah, G. 2019. Lama Waktu Dan


Perkembangan Telur Ikan Patin Siam (Pangasius Hypophtalmus) Dalam
Corong Penetasan Dengan Kepadatan Yang Berbeda. Jurnal Akuakultur
Sungai dan Danau. Vol. 4 No. 1

Suhara, A. 2019. Teknik Budidaya Pembesaran Dan Pemilihan Bibit Ikan Patin
(Studi Kasus Di Lahan Luas Desa Mekar Mulya, Kec. Teluk Jambe
Barat, Kab. Karawang). Jurnal Buana Pengabdian. Vol. 1 No. 2

Waspada, A. J. 2012. Performans Reproduktif Ikan Patin Siam (Pangasius


Hypopthalmus) Dalam Merespons Tingkat Penambahan Tepung Kroto
Pada Formulasi Pakan Berbasis Bahan Baku Lokal. Jurnal Ijas. Vol. 2
No. 2

Yonarta, D, Madyasta, A. R, dan Irmawati. 2020. Pemanfaatan Saprolegnia Zero


System Pada Pembenihan Ikan Patin (Pangasius Sp.) Sebagai Upaya
Peningkatan Pendapatan Masyarakat. Journal of Character Education
Society. Vol. 3, No. 2

LAMPIRAN

29
30

Anda mungkin juga menyukai