Tepung Sorghum Sebagai Zat Besi
Tepung Sorghum Sebagai Zat Besi
Tepung Sorghum Sebagai Zat Besi
Ummi Rufaizah
One of the habits of adolescents are consuming snacks high in fat and low in
fiber. Adolescent girls snacking more often than men. In addition to the problem of
unhealthy eating habits among adolescents, there is also the problem of anemia in
adolescent. Sorghum is a cereal that has a high dietary fibers and source of iron, so
the sorghum flour can be used for the production of high-fibre snacks bar and source
of iron for adolescent girls. The experimental design used in this research was
completely randomized design (CRD factorial). Factor in this research was formulas
of snack bars. Four formula resulting from the preliminary study as follows: formula
1, formula 2, formula 3, and formula 4. Formula 4 was the best base on results of
hedonic test. Based on the analysis of the contribution of nutrients, snack bar
selected (formula 4) contributed fiber 13,92 g (55.68% of nutrition label reference)
and iron 4.12 mg (15.84% of nutrition label reference), so selected snack bar can be
claimed as a high of dietary fiber and sources of iron.
Ummi Rufaizah
Skripsi
Sebagai syarat untuk dapat memperoleh gelar
Sarjana Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
Disetujui:
Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MSi
NIP. 19621204 198903 2 002 NIP: 19600205 198903 2 002
Diketahui,
Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 24 Januari 1987 dari Bapak Zulfi
Ramlan Pohan dan Ibu Emmi Herawati Siregar. Penulis merupakan anak kedua dari
empat bersaudara. Penulis mengawali pendidikan formalnya di Sekolah Dasar (SD)
Pabean I Sidoarjo, Jawa Timur (1993-1999), kemudian melanjutkan ke Madrasah
Tsanawiyah Assalaam Islamic Modern Boarding School, Surakarta, Jawa Tengah
(1999-2002). Sejak tahun 2002, penulis menempuh pendidikan di SMA Negeri 8
Semarang, Jawa Tengah sampai tahun 2005.
Pada tahun 2005, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian
Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa
Diploma IPB, pada Program Keahlian Supervisor Jaminan Mutu Pangan (SJMP)
sampai tahun 2008. Selama menjadi mahasiswa program Diploma, penulis aktif
sebagai anggota Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA), yaitu Himpunan
Mahasiswa Tapanuli Selatan di Bogor (IMATAPSEL). Penulis juga pernah
melakukan PKL (Praktek Kerja Lapang) di CV. King Food, Bekasi. Pada saat PKL
penulis membuat tugas akhir mengenai “Pengembangan Produk Untuk Mengurangi
Biaya Produksi di CV. King Food” dan lulus dengan predikat sangat memuaskan.
Pada tahun 2008, penulis melanjutkan pendidikannya di Ekstensi Gizi
Masyarakat. Selama menjadi mahasiswa Ekstensi, penulis aktif di Organisasi seperti
anggota FOSMA (Forum Silaturahmi Mahasiswa) ESQ IPB, sebagai pengurus divisi
PPSDM FOSMA ESQ Bogor. Penulis juga aktif dalam kegiatan training basic
Mahasiswa ESQ IPB, MABA IPB, In House Training (IHT) mahasiswa IPB, IHT
Bareskrim Kinasih, IHT basic Teens SMAN 1 Bogor, sebagai ATS (Asisten Training
Support). Penulis juga aktif sebagai panitiaan dalam kegiatan seminar CERMINAN
(Cermat Memilih Produk Perikanan), Tujuh Keajaiban Rezeki dengan Otak Kanan,
Seminar Percepatan Rezeki dalam 44 Hari, Majelis Konseling Akbar Darul Quran,
dan seminar lain yang diadakan ESQ BOGOR.
Tahun 2010 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa
Cibungbulang, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pada
tahun 2011, penulis melaksanakan Internship Dietetik (ID) di RSUD Cibinong, Bogor,
dengan topik “Studi Kasus Penyakit Ginjal Kronis dengan Komplikasi Darah Tinggi
dan Anemia”.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan
rahmat Nya sehingga skripsi dengan judul “Pemanfaatan Tepung Sorghum
(Sorghum bicolor L moench) pada Pembuatan Snack Bar Tinggi Serat dan Zat Besi
Untuk Remaja Puteri “dapat diselesaikan. Selain itu, penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS dan Ibu Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M.Si selaku
dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, memberikan arahan, kritik dan
saran, serta dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.
2. Ibu Dr. Ir. Lilik Kustiyah M.Si, selaku pembimbing akademik dan dosen penguji
yang senantiasa memberikan nasihat serta pengalaman hidup kepada penulis.
3. Bapak Mashudi atas segala bantuan dan motivasinya selama proses penelitian ini
berlangsung.
4. Keluarga besar Departemen Gizi masyarakat : para dosen, laboran dan staf atas
segala bantuannya.
5. Kedua orang tua dan keluarga atas atas kasih sayang, perhatian, dukungan
materiil maupun motivasinya.
Mohon maaf atas segala kesalahan yang dilakukan penulis selama proses
penelitian berlangsung. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dengan
pahala yang berlipat ganda, Amin. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini
bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan di bidang Gizi Masyarakat.
Ummi Rufaizah
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA ...................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vi
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
Latar Belakang ........................................................................................ 1
Tujuan ....................................................................................................... 3
Kegunaan ................................................................................................. 3
METODE ........................................................................................................ 18
Waktu dan Tempat ................................................................................... 18
Bahan dan Alat ......................................................................................... 18
Prosedur Penelitian ................................................................................... 19
Rancangan Percobaan ............................................................................. 26
Pengolahan dan Analisis Data ................................................................. 26
Nomor Halaman
Nomor Halaman
Nomor Halaman
Latar Belakang
Salah satu kebiasaan para remaja adalah mengkonsumsi jajanan yang tinggi
lemak dan rendah serat. Menurut Barasi (2007), banyak remaja putri merasa tidak
puas dengan bentuk tubuhnya, sehingga berusaha memperbaikinya dalam berdiet
setiap saat, 30% remaja putri berdiet secara aktif.
Selain masalah pola makan yang tidak sehat pada remaja, terdapat juga
masalah anemia pada remaja. Menurut Riskesdas (2007), prevalensi anemia pada
remaja indonesia dengan kisaran umur 16-24 tahun adalah sebanyak 6,9%. Jenis
anemia pada wanita umumnya anemia mikrositik-hipokromik, yaitu anemia karena
kekurangan zat besi. Pada wanita dewasa prevalensi anemia mikrositik-hipokromik
sebesar 59,9%.
Fungsi dari konsumsi zat besi menurut Barasi (2007), untuk transpor oksigen
dalam molekul hemoglobin, untuk menyediakan oksigen bagi otot, dan bekerja
dalam sistem imun tubuh. Zat besi dalam pangan terdiri dari besi heme dan besi non
heme. Besi heme berasal dari pangan hewani sedangkan zat besi non heme berasal
dari makanan nabati diantaranya serealia dan kacang-kacangan.
Remaja di Amerika Serikat sebanyak 87-88% yang berusia 12-18 tahun
mengkonsumsi setidaknya satu snack per hari (12-14 asupan kalori), dengan
kontribusi makanan ringan sekitar 25% setiap hari. Hasil penelitian menunjukkan
remaja wanita lebih sering ngemil dibandingkan pria. Akibatnya, dengan ngemil
dapat membuat para remaja kelebihan berat badan dan obesitas (Savige et al
2007). Kebiasaan ngemil yang baik pada remaja agar tidak menyebabkan kelebihan
berat badan, adalah dengan memilih jenis camilan yang bergizi dan mengandung
serat yang tinggi.
Serat pangan merupakan zat gizi penting yang kurang diperhatikan
konsumsinya. Kebutuhan serat pada masyarakat Indonesia menurut Widyakarya
Nasional Pangan dan Gizi (2004), adalah sebanyak 19-30 gr/kap/hari dengan
perbandingan serat pangan tidak larut dan serat pangan larut 3:1. Buah dan sayuran
merupakan sumber serat pangan yang masih kurang dikonsumsi. Menurut
Riskesdas (2007), kurangnya konsumsi buah dan sayuran pada usia remaja (umur
15-24 tahun) sekitar 93,8% artinya, konsumsi serat pada usia remaja masih sangat
2
sedikit jumlahnya dalam sehari. Rekomendasi konsumsi serat : 10-13 g/1000 kkal,
sehingga untuk konsumsi sekitar 2100 kkal dibutuhkan serat sebesar 25 g serat per
orang per hari (Hartoyo 2008).
Sorghum (Sorghum bicolor L moench) merupakan bahan pangan alternatif
yang menempati urutan keempat setelah beras, jagung dan gandum bagi penduduk
di benua Asia dan Afrika, dan menempati urutan serealia kelima terpenting sebagai
bahan pangan manusia yang dikonsumsi oleh lebih dari 500 juta orang di lebih dari
30 negara. Peranan sorghum sebagai pangan alternatif pada saat ini belum tergali
sepenuhnya dan masih terbatas pada peranannya sebagai alternatif sumber
karbohidrat lokal (Susilowati 2010).
Sorghum adalah tanaman serealia yang potensial untuk dibudidayakan dan
dikembangkan, khususnya pada daerah-daerah marginal dan kering di Indonesia.
Tanaman sorghum telah lama dan banyak dikenal oleh petani Indonesia khususnya
di daerah Jawa, NTB dan NTT. Di Indramayu dan daerah-daerah di Indonesia
bagian timur sorghum ditanam selama 100-110 hari. Sorghum di Indonesia memiliki
produktivitas tinggi dengan rata-rata 5-7 ton/panen/ha, lebih tinggi dari pada padi,
gandum, dan jagung. Bahkan, produktivitasnya bisa mencapai 11 ton per ha
(Soeranto 2010).
Snack bar merupakan salah satu makanan ringan berbentuk balok atau
batang dan umumnya dikonsumsi sebagai camilan atau kudapan. Menurut Budiman
(2009) snack berupa energi bar sudah banyak dijual di pasar swalayan merupakan
jenis snack sehat yang banyak mengandung energi, protein dan serat. Klaim tinggi
serat, hanya boleh digunakan untuk produk yang paling tidak mengandung serat 5
gram per 100 gram (padat) atau 100 ml cairan (Hariyadi 2005). Klaim high vitamin
dan mineral adalah sebanyak 15% dari NRV per 100 g dapat diklaim sebagai source
vitamin (Blanchfield 2000).
Produk snack bar di Indonesia belum banyak dikenal oleh masyarakat
karena masih kurangnya variasi produk yang diproduksi dan dijual. Berdasarkan
uraian di atas peneliti tertarik mengembangkan produk dengan memanfaatkan
tepung sorghum pada snack bar tinggi serat dan merupakan sumber zat besi untuk
remaja putri. Formula yang dibuat akan ditambah kismis sehingga dihasilkan snack
bar yang memiliki cita rasa yang enak dan disukai oleh konsumen. Terdapat empat
3
formula yang dihasilkan, dengan variasi buah dan jumlah adonan yang berbeda,
kemudian dipilih formula yang paling banyak disukai oleh panelis.
Tujuan
Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pemanfaatan tepung sorghum pada
pembuatan snack bar tinggi serat dan sumber zat besi untuk remaja puteri.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk :
1. Mempelajari sifat fisik (densitas kamba, nilai pH dan derajat putih), sifat
fungsional (daya serap air, dan daya serap minyak), dan sifat kimia (kadar
air, kadar abu, protein, lemak, serat, kadar Fe dan bioavailabilitas Fe) dari
tepung sorghum (Sorghum bicolor L moench).
2. Menentukan prosedur dan formula pembuatan snack bar sorghum (Sorghum
bicolor L moench) yang menghasilkan produk terbaik.
3. Mempelajari sifat kimia (kadar air, kadar abu, protein, lemak, serat, kadar Fe)
dari formula produk snack bar sorghum (Sorghum bicolor L moench) dan
bioavailabilitas Fe pada formula snack bar terpilih.
4. Mengetahui sifat organoleptik produk snack bar sorghum (Sorghum bicolor L
moench) yang dihasilkan.
5. Menilai kontribusi zat gizi snack bar sorghum (Sorghum bicolor L moench)
produk terpilih terhadap kebutuhan serat dan zat besi.
Kegunaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkenalkan snack bar tinggi serat
dan sumber zat besi yang terbuat dari tepung sorghum kepada masyarakat. Selain
dapat diterima juga kandungan serat dan zat besi yang baik untuk kesehatan
sehingga dapat dijadikan alternatif makanan selingan bagi remaja yang sering
mengkonsumsi camilan namun tidak membuat gemuk. Produk ini diharapkan dapat
membantu memenuhi kebutuhan gizi, serat, zat besi harian, serta meningkatkan nilai
ekonomis sorghum yang masih kurang pemanfaatannya sebagai bahan pangan
yang belum banyak digunakan pada pembuatan produk pangan.
TINJAUAN PUSTAKA
Sorghum
Sorghum manis (Sorghum bicolor L. moench) mempunyai bentuk biji yang
lebih kecil dari jenis sorghum biji, yaitu sekamnya panjang dan dengan warna biji
yang putih dan coklat. Sorghum ini telah dimanfaatkan sebagai makanan ternak,
sirup, gula, pengental, dan alkohol. Sorghum sebagai bahan pangan telah
dimanfaatkan untuk makanan pokok (beras sorghum) di daerah tertentu (Pulau
Jawa), campuran pembuatan makanan selingan (kue, biskuit dan roti) dan makanan
lainnya seperti tape. Sorghum sebagai produk pangan telah diolah lebih lanjut
dengan cara giling kering menjadi beras sorghum dan tepung, dengan giling basah
mendapatkan pati, dan dekstrose (Hubeis 1984).
Sorghum (Sorghum bicolor L. moench) termasuk ke dalam famili gramineae
dan sub famili panicoideae berasal dari Afrika. Tanaman ini mulai dikenal di
Indonesia sejak tahun 1925. Sorghum dikenal di Indonesia dengan nama yang
berbeda-beda, seperti cantel di Jawa Tengah dan Jawa Timur, jagung cantrik di
Jawa Barat dan batara tojeng di Sulawesi Selatan. Sorghum mulai berkembang baik
sejak tahun 1973, terutama di Demak, Kudus, Grobogan, Purwodadi, Lamongan,
dan Bojonegoro (Suprapto dan Mudjisihono 1987). Tanaman sorghum dapat dilihat
pada Gambar 1.
feterita. Biji sorghum yang berwarna putih atau lebih terang akan menghasilkan
tepung sorghum yang berwarna lebih putih, dan tepung ini cocok digunakan untuk
berbagai jenis makanan. Biji sorghum yang berwarna lebih gelap akan menghasilkan
tepung yang berwarna lebih gelap dengan rasa yang pahit. Tepung jenis ini tidak
cocok untuk bahan pangan, akan tetapi lebih cocok untuk bahan dasar pembuatan
minuman (Mudjisihono 1990).
Pada umumnya biji sorgum berbentuk bulat dengan ukuran biji kira-kira 4 x
2,5 x 3,5 mm. Berat biji bervariasi antara 8 mg-50 mg, rata-rata berat 28 mg.
Berdasarkan ukurannya sorghum dibagi atas : sorghum biji kecil (8-10 mg), sorghum
biji sedang ( 12-24 mg), dan sorghum biji besar (25-35 mg). Warna biji ini
merupakan salah satu kriteria menentukan kegunaannya. Varietas yang berwarna
lebih terang akan menghasilkan tepung yang lebih putih dan tepung ini cocok untuk
digunakan sebagai makanan lunak, roti dan lain-lainnya (Laimeheriwa 1990).
Gambar penampang membujur biji sorghum dapat dilihat pada Gambar 2.
Keterangan:
P =Perikar
TE=Testa
AL=Aleuron
E =Endosperma
PE=Peripheral endosperm
FE=Floury endosperm
HE=Horny endosperm
GE=Germ (lembaga)
HL=Hilar layer
Menurut Suprapto dan Mudjisihono (1987), hasil analisis kimia biji utuh
sorghum memiliki kandungan pati sebesar 73,8 %, protein 12,3 %, lemak 3,6 %,
abu 1,65 %, dan serat pangan sebanyak 2,2 %. Sorghum memiliki sifat fisik dengan
panjang 3-15 mm, lebar 2,5-4,5 mm, dan berat 23 mg/biji (Muchtadi dan Sugiono
6
1989). Menurut Suarni (2004), biji sorghum dapat diolah menjadi tepung dan
bermanfaat sebagai bahan substitusi terigu. Menurut Leder (2004), sorghum
merupakan sumber serat pangan yang baik, terutama serat pangan tidak larut
sebanyak 86,2%.
Sorghum juga mengandung senyawa anti nutrisi, terutama tanin yang
menyebabkan rasa sepat sehingga tidak sukai konsumen (Suarni 2004). Kulit biji
sorghum yang berwarna coklat dapat diartikan sebagai sorghum berkadar tanin
tinggi. Tanin dalam biji sorghum dapat bertindak sebagai zat anti nutrisi serta dapat
menimbulkan rasa pahit pada produk yang dihasilkan. Oleh karena itu selama
pengolahan bijinya, senyawa tanin ini perlu dikurangi atau bahkan dihilangkan sama
sekali (Mudjisihono 1990).
Menurut Suprapto dan Mudjisihono (1987), adanya tanin dalam biji sorghum
telah lama diketahui dapat mempengaruhi fungsi asam-asam amino dan kegunaan
dari protein. Tanin merupakan senyawa kimia yang termasuk golongan senyawa
polifenol. Dalam biji sorghum senyawa ini terletak dalam lapisan kulit biji, terutama
dalam lapisan perikarp dan lapisan testa. Kadar tanin dalam biji sorghum berkisar
antara 0,4-3,6 persen yang sebagian besar terdapat dalam lapisan testa.
Sorghum merupakan jenis serealia yang bebas gluten sehingga baik untuk
penderita penyakit celiac (suatu penyakit yang harus mengkonsumsi makanan
bebas gluten). Sorghum juga merupakan sumber potensial penting dari
nutraceuticals fenolat dan antioksidan sebagai penurun kolesterol (Taylor et al
2006). Kandungan gizi sorghum dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Kandungan gizi tepung sorghum dan jenis serealia lain
Dalam 100 g bahan pangan
Bahan
pangan Kalori Protein Lemak KH Serat Ca P Fe
(kal) (g) (g) (g) (%) (mg) (mg) (mg)
Sorghum 339 11,3 3,3 74,6 6,3 28 350 4,4
Terigu 364 10,3 1,0 76,3 2,7 15 108 4,6
Beras 130 2,7 0,3 77,1 0,4 10 43 1,2
Jagung 365 9,4 4,7 74,3 7,3 7 210 2,7
Sumber: USDA, 2009
Data diatas menunjukkan bahwa keistimewaan tepung sorghum memiliki nilai
protein yang paling tinggi diantara jenis pangan serealia lain. Selain itu, sorghum
juga memiliki kadar serat pangan dan kadar zat besi (Fe) yang tinggi.
7
Lemak dalam biji sorghum rata-rata 3,6%, pada sekam 4,9%, endosperm
0,63% dan lembaga 18,9% dari berat biji. Distribusi asam-asam lemak dalam biji
sorghum meliputi asam lemak utama seperti palmitat 11-13%, asam oleat 30-45%,
dan asam linoleat 33-49%. Lemak dalam biji sorghum sangat berguna bagi hewan
dan manusia, tetapi dapat menyebabkan bau yang tidak enak dan ketengikan dalam
produk bahan makanan (Suprapto dan Mudjisihono 1987).
Snack bar
Selain dari makanan pokok, ketersediaan zat-zat gizi juga bisa berasal dari
makanan kudapan, selingan, atau camilan (snack). Camilan biasanya dikonsumsi di
antara dua waktu makanan utama, yaitu antara makan pagi dan makan siang atau
antara makan siang dan makan malam. Snack bisa berupa makanan tradisional
buatan sendiri atau makanan modern hasil kreasi industri pangan. Snack tradisional
misalnya pisang goreng, lemper, risoles, dan getuk. Namun dewasa ini semakin
banyak orang yang menjatuhkan pilihan pada snack produksi industri pangan yang
tersedia secara luas di pasar (Astawan 2010).
Snack yang sehat tidak hanya kaya akan energi, tapi sebaiknya juga
mengandung protein, aneka vitamin, aneka mineral, serat pangan, dan komponen
bioaktif pendongkrak kesehatan. Selain itu, hindari membeli snack yang
mengandung bahan tambahan pangan (food additives), seperti pemanis, pewarna,
dan pengawet yang tidak sesuai aturan (Astawan 2010).
Makanan ringan atau dikenal dengan sebutan snack food adalah makanan
yang dikonsumsi diantara waktu makan utama dan umumnya sudah merupakan
bagian yang tidak ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari, terutama pada
kalangan anak-anak dan remaja (Muchtadi et al 1988).
Menurut Matz (1977) produk makanan ringan dibagi ke dalam beberapa
kategori, diantaranya snack berbasis popcorn, keripik yang dibuat dari adonan,
snack yang mengembang, snack gurih panggang, snack manis panggang, snack
berbasisi kacang-kacangan, keripik kentang, snack berbasis daging-dagingan, snack
berbasis buah-buahan dan snack jenis lainnya.
Snack campuran kacang dan buah-buahan kering yang saat ini populer di
berbagai negara adalah yang berbentuk bar, lazim disebut snack bar (Astawan
2010). Jenis sebutan snack bar lain adalah granola bar, energi bar, protein bar,
muesli bar. Muesli bar adalah camilan ringan yang terbuat dari kacang-kacangan
9
atau buah-buahan kering dengan bentuk dan ukuran yang beragam. Makanan jenis
ini sebaiknya dari buah-buahan yang sudah dipanggang. Pada umumnya memiliki
ukuran yang kecil, karena kandungan kalorinya kurang dari 600kJ, lemaknya kurang
dari 5 gram, dan gulanya kurang dari 9 gram (Achmad 2010).
Meski dulunya dikenal sebagai makanan para atlet snack bar ini lebih dikenal
dengan nama energi bar dan kini banyak disantap oleh orang biasa. Beragam jenis
energi bar dijual di pasar telah diperkaya oleh vitamin dan mineral, sehingga tidak
mengherankan, banyak orang memanfaatkannya sebagai makanan diet, bahkan
pengganti makan siang dan makan malam. Selain kaya gizi, variasi cita rasa, energi
bar yang manis legit juga sukses menjadikan jenis makanan ini diminati sebagai
kudapan di sela-sela waktu makan. Cukup makan satu batang, perut sudah kenyang
dan kebutuhan gizi sepanjang hari terpenuhi (Novita 2010).
Energi bar diciptakan awal tahun 1980-an oleh Brian Maxwel, seorang pelari
maraton olimpiade, dan istrinya Jennifer, seorang ahli nutrisi. Setelah melakukan
sejumlah percobaan dengan menggunakan bahan-bahan alami, keduanya berhasil
menciptakan makanan sederhana yang kaya gizi dan mampu menyediakan energi
tinggi sehingga dapat meningkatkan performa di lapangan. Singkat kata, makanan
yang diberi nama power bar ini populer di kalangan atlet, terutama mereka yang
hendak bertanding. Power Bar yang diciptakan Maxwel adalah solusi yang mereka
cari. Sejak itu, berbagai produsen makanan berlomba-lomba menciptakan energi bar
dalam berbagai varian rasa dan kandungan nutrisi (Novita 2010).
Komposisi sepotong energi bar terdiri dari bahan dasar gandum, beras,
madu, serta buah-buahan kering yang merupakan jenis karbohidrat kompleks,
sehingga mampu menghasilkan kalori cukup besar dan tahan lama (Novita 2010).
Snack bar dapat dilihat pada Gambar 3.
Umumnya, energi bar terdiri dari 70% karbohidrat, 20% protein, dan 10%
atau kurang kandungan lemak. Dalam perkembangannya, energi bar kini diperkaya
(difortifikasi) berbagai jenis vitamin dan mineral. Jenis mineral yang ditambahkan
umumnya kalsium, magnesium, atau zat besi. Dengan tujuan menambah cita rasa,
energi bar dibubuhi gula ataupun pemanis buatan, serta bahan pengaya rasa,
seperti cokelat dan kayu manis. Supaya tidak membosankan, energi bar kini tampil
dalam aneka cita rasa. Misalnya, rasa pisang almond, cokelat mint, pai apel,
mentega kacang, dan buah beri (Novita 2010).
Energi bar dikonsumsi untuk memperoleh asupan energi sebagai bahan
bakar untuk beraktivitas. Jadi, kandungan karbohidrat atau lemak di dalamnya mesti
cukup tinggi. Karena itu, semestinya di dalam kemasan energi bar tertera
kandungan karbohidrat 50%-60%, protein 10%-15%, dan kandungan serat pangan
25%-30%. Komposisi tersebut didasari oleh konsep gizi seimbang. Saat ini banyak
orang salah kaprah mengartikan segala bentuk makanan sehat dalam kemasan
sebagai energi bar. Padahal, berdasarkan komposisi zat gizi di dalamnya, makanan
sehat itu ada yang disebut sebagai energi bar, protein bar, atau diet bar (Novita
2010).
Diet bar kandungan gizi yang paling tinggi di dalamnya adalah serat pangan.
Itu sebabnya, diet bar tidak cocok dikonsumsi untuk tujuan menambah tenaga.
Sebaiknya memilih makanan sehat sebagai kudapan, yaitu diet bar yang kaya serat
pangan. Energi bar boleh dikonsumsi sebagai pengganti makan siang atau makan
malam, asalkan jumlah kalorinya tepat. Rata-rata, seseorang membutuhkan 300-600
kalori untuk makan siang, sesuai dengan berat badan dan jenis aktivitasnya. Jika
sepotong energi bar mengandung 200 kalori, maka butuh dua potong supaya bisa
memenuhi jumlah kalori yang diperlukan (Novita 2010).
Serat Pangan
Serat pangan adalah kelompok polisakarida dan polimer lain yang tidak
dapat dihidrolisis oleh sistem gastrointestinal (enzim pencernaan) bagian atas tubuh
manusia. Serat pangan digolongkan menjadi dua yaitu serat pangan larut dan serat
pangan tidak larut. Serat pangan larut terdiri atas gum, pektin, dan sebagian kecil
hemiselulosa larut. Serat pangan tidak larut terdiri atas selulosa, lignin, sebagian
besar hemiselulosa, sejumlah kecil kutin dan lilin tanaman, serta senyawa pektat
11
yang tidak larut (Hartoyo 2008). Serat yang larut air bermanfaat untuk menurunkan
kadar kolesterol, penurunan penyerapan glukosa, mengurangi penyakit jantung dan
diabetes. Serat tidak larut berfungsi menjaga keseimbangan flora usus, mencegah
konstipasi dan kanker usus besar (Jahari dan Sumarno 2002)
Rekomendasi konsumsi serat pangan : 10-13 g/1000 kkal, sehingga untuk
konsumsi sekitar 2100 kkal dibutuhkan serat pangan sebesar 25 g serat per orang
per hari. Serat pangan ini dapat diperoleh dari sayuran, buah-buahan, serealia, biji-
bijian, aditif pangan dan suplemen pangan (Hartoyo 2008). Menurut Koeswara
(2010) jumlah serat pangan yang harus dikonsumsi oleh orang dewasa adalah 20–
35 g/hari atau 10–15 g/1000 kkal. Kebutuhan serat pangan pada masyarakat
Indonesia menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004), adalah sebanyak
19-30 gr/kap/hari.
Efek fisiologis dari serat pangan diantaranya : meningkatkan sifat kamba dari
feses, meningkatkan produksi asam lemak rantai pendek, menurunkan kolesterol,
trigliserida dan glukosa darah. Potensial efek serat pangan dalam pencegahan
penyakit diantaranya : penyakit jantung koroner, resiko kanker, osteoporosis,
diabetes melitus, divertikulosis, dan mencegah konstipasi (Hartoyo 2008).
Serat pangan sering dibedakan atas kelarutannya dalam air. Serat pangan
total (TDF atau Total Dietary Fiber) terdiri atas komponen serat pangan larut air
(Soluble Dietary Fiber atau SDF) dan serat pangan tidak larut air (Insoluble Dietary
Fiber atau IDF). SDF adalah serat pangan yang dapat larut dalam air hangat atau
panas serta dapat terendapkan oleh air : etanol dengan perbandingan 1:4. IDF
diartikan sebagai serat pangan yang tidak larut dalam air panas atau dingin. Serat
pangan yang tidak larut dalam air adalah komponen struktural tanaman, sedangkan
yang larut adalah non komponen struktural. Serat pangan yang tidak larut dalam air
banyak terdapat pada kulit gandum, biji-bijian, sayuran dan kacang-kacangan. Serat
pangan yang larut dalam air biasanya berupa gum dan pectin (Koeswara 2010).
Serat pangan tidak larut (IDF) bermanfaat dalam mengatasi sembelit,
mencegah kanker terutama kanker kolon dan mengontrol berat badan. Kanker usus
besar (kolon) disebabkan oleh kontak sel-sel mukosa usus besar dengan zat-zat
karsinogen, terutama jika kontak tersebut terjadi dalam waktu yang lama dengan
konsentrasi senyawa karsinogen yang tinggi. Senyawa karsinogen berasal dari
makanan yang mengandung prekursor. Pada sistem pencernaan, senyawa
12
terbesar serat pangan yaitu sekitar sepertiga (36,2%) dari konsumsi serat,
sedangkan dari bahan pangan lainnya menyumbang antara 10%-17% atau sekitar
separuh dari sumbangan yang diberikan oleh serealia (Jahari dan Sumarno 2002).
heme menyumbang kebutuhan zat besi tubuh dalam jumlah yang relatif lebih
banyak.
Sehubungan dengan ketersediaan zat besi secara biologis, terdapat
beberapa faktor pendorong dan penghambat penyerapan zat besi di dalam tubuh
(Palupi et al 2010). Menurut Latunde dan Neale (1986), faktor yang mempengaruhi
ketersediaan biologis zat besi dapat dibagi ke dalam dua bagian, yaitu faktor
endogen (kondisi tubuh) dan faktor eksogen (zat makanan). Faktor endogen yaitu :
kebutuhan tubuh, dan sekresi saluran cerna. Faktor eksogen meliputi berbagai
komponen bahan pangan yang berinteraksi dalam pelepasan zat besi, yaitu :
kandungan zat besi bahan pangan, bentuk zat besi dalam bahan pangan, faktor
pendorong dan faktor penghambat absorpsi besi yang berasal dari bahan makanan.
Faktor-faktor pendorong penyerapan zat besi adalah asam askorbat dan
suatu senyawa yang belum teridentifikasi namun terdapat di dalam daging, ikan dan
unggas. Selain itu asam-asam organik juga dapat meningkatkan penyerapan zat
besi, diantaranya adalah: asam malat, sitrat, suksinat, laktat dan tartarat. Sebagai
bahan pereduksi, asam askorbat akan melindungi zat besi dari pembentukan feri-
hidroksida yang bersifat tidak larut. Selain itu juga dapat membentuk kelat Fe-
askorbat yang bersifat tetap larut meskipun terjadi peningkatan pH dalam sistem
pencernaan usus halus (Palupi et al 2010).
Pengaruh asam askorbat dalam memperkuat penyerapan zat besi hanya
terjadi apabila dikonsumsi bersama-sama dalam bahan pangan. Pemberian asam
askorbat 4-6 jam setelah mengonsumsi bahan pangan tidak akan berpengaruh
terhadap penyerapan zat besi. Sebaliknya, asam askorbat yang dikonsumsi
bersama-sama dalam bahan pangan akan meningkatkan penyerapan sebesar 3-6
kali. Asam askorbat yang telah teroksidasi hampir tidak berpengaruh dalam
memperkuat penyerapan zat besi. Selain itu, terdapat faktor dalam daging, ikan dan
unggas (meat fish poultry (MFP) factor) yang dapat meningkatkan penyerapan zat
besi (Palupi et al 2010). Meat faktor berperan dalam meningkatkan penyerapan zat
besi bentuk heme maupun non heme (Muchtadi et al 1992). Hal tersebut diduga
karena faktor MFP akan bereaksi dengan senyawa-senyawa yang dapat
menghambat penyerapan zat besi, seperti fitat dan ion-ion hidroksil (Palupi et al
2010).
15
dengan tripsin sendiri atau bersama dengan kimotripsin dalam bufer dengan pH
yang sesuai. Analisis yang dapat dilakukan sangat bervariasi tergantung dari metode
analisis kimia yang tersedia, tetapi secara singkat pertama-tama dilakukan
pengabuan lalu pengenceran dan diukur dengan spektrofotmeter pada panjang
gelombang yang sesuai (Palupi et al 2010).
Analisis ketersediaan zat besi secara in vitro didasarkan atas prinsip bahwa
zat besi yang telah dicerna dalam sistem pencernaan oleh enzim-enzim pencernaan
akan diserap melintasi dinding usus yang disimulasikan dengan kantong dialisis
berukuran 6000-8000 MWCO (moleculer weight cut of) yang menyerupai usus. Zat
besi yang dapat melintasi dinding usus (kantong dialisis) direaksikan dengan
senyawa pewarna dan intesitas warna yang terbentuk diukur menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 533 nm (Palupi et al 2010).
Remaja Puteri
Menurut Stang (2008) istilah remaja (adolescence) adalah salah satu periode
yang paling menarik namun menantang dalam pembangunan manusia. Umumnya
dianggap sebagai periode kehidupan yang terjadi antara 12 dan 21 tahun. Monks,
Knoers dan Haditono (2001) dalam Mar’at (2009) membedakan masa remaja atas
empat bagian yaitu :
(1). Masa pra-remaja atau pra-pubertas (usia 10-12 tahun)
(2). Masa remaja awal atau pubertas (usia 12-15 tahun)
(3). Masa remaja pertengahan (usia 15-18 tahun), dan
(4). Masa remaja akhir (usia 18-21 tahun).
Masa remaja adalah masa pertumbuhan. Pertumbuhan terjadi baik secara
fisik, yang ditandai dengan berkembangnya jaringan-jaringan dan organ tubuh yang
membuatnya lebih berisi maupun secara kejiwaan, yaitu kelabilan emosi karena
merupakan masa transisi dari jiwa kanak-kanak menuju dewasa (Garwati dan
Wijayati 2010).
Arisman (2004) mengatakan bahwa masa remaja merupakan jalan panjang
yang menjembatani periode kehidupan anak dan dewasa, yang berawal pada usia
9-10 tahun dan berakhir di usia 18 tahun. Masa ini merupakan sebuah dunia yang
lengang dan rentan dalam artian fisik, psikis, sosial, dan gizi. Pertumbuhan yang
disertai dengan perubahan fisik, memicu berbagai kebingungan. Golongan remaja
17
rentan akan adanya berbagai pengaruh dari luar yang dapat dengan mudah
langsung diikuti. Determinan utama bagi remaja adalah berasal dari teman sebaya.
Terdapat tiga kekuatan dalam masyarakat yang dapat mempengaruhi remaja, yaitu
salah satunya adalah keluarga, sekolah dan lingkungan sosial. Melalui berbagai
macam media massa, remaja berkenalan dengan berbagai macam peristiwa yang
terjadi dalam masyarakat sehingga akan mempengaruhi perkembangan kepribadian
remaja (Khumaidi 1989).
Berkaitan dengan perkembangan fisik, remaja adalah masa ketika seseorang
mulai memperhatikan keadaan tubuhnya dan sering gelisah jika mendapati tubuh
mereka ternyata tidak ideal. Banyak cara dilakukan oleh remaja untuk mendapatkan
bentuk tubuh yang menurut mereka lebih bagus dan menarik. Menurut Garwati dan
Wijayati (2010) berawal dari pemikiran inilah, kemudian banyak remaja akhirnya
terjebak pada pola makan yang tidak sehat. Mereka mengurangi porsi makan,
bahkan memangkas jadwal makan. Makan pun menjadi dua kali atau bahkan hanya
satu kali sehari.
WHO (2005) mengemukakan bahwa kerangka konseptual dan faktor
penyebab masalah gizi pada remaja adalah kurang konsumsi pangan, faktor gaya
hidup, penyakit infeksi dan masalah kesehatan lainnya. Kurang konsumsi pangan
disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor psikologi dan faktor sosial ekonomi. Faktor
psikologi adalah pola makan, kebiasaan makan, gangguan makan dan faktor sosial
ekonomi seperti akses terhadap pangan dan ketersediaan pangan. Kurang
konsumsi pangan menyebabkan kekurangan zat gizi makro dan mikro serta
berbagai penyakit kronik yang menyertainya.
Kebiasaan makanan yang terlihat lebih sering di kalangan remaja termasuk
konsumsi yang tidak teratur makan, ngemil, makan di luar rumah, dan diet (Stang
2008). Remaja di Amerika Serikat sebanyak 87-88% yang berusia 12-18 tahun
mengkonsumsi setidaknya satu snack per hari (12-14 asupan kalori), dengan
kontribusi makanan ringan sekitar 25% setiap hari. Hasil penelitian menunjukkan
remaja wanita lebih sering ngemil dibandingkan pria. Akibatnya, dengan ngemil
dapat membuat para remaja kelebihan berat badan dan obesitas (Savige et al
2007).
METODE
Prosedur Penelitian
Penelitian ini dibagi ke dalam dua tahap, yaitu tahap penelitian pendahuluan
dan penelitian lanjutan.
Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mendapatkan formula snack bar,
selain itu juga untuk menggali informasi tentang sifat fisik, sifat fungsional, dan sifat
kimia tepung sorghum. Untuk mendapatkan formula snack bar mula-mula dilakukan
trial and error formulasi snack bar yang berbahan dasar tepung sorghum. Trial and
error pembuatan snack bar ini terdiri dari dua tahap. Tahap pertama, dilakukan
dengan mensubstitusi tepung sorghum pada tepung terigu, serta diberi penambahan
isi kacang koro. Lima formula pun didapat, namun berdasarkan uji organoleptik
terbatas pada panelis, kelima formula kurang disukai, maka dilakukan perubahan
formula.
Pada pembuatan snack bar sorghum tahap ke II, dilakukan perbaikan
dengan menggunakan bahan baku 100% tepung sorghum serta menambahkan
beberapa bahan lain seperti selai nanas, dan isi buah, sehingga didapatkan dua
perlakuan formula yang berbeda yaitu penambahan isi buah cherry dan manisan
mangga. Penentuan taraf penambahan isi buah cherry dan manisan mangga yang
tepat didasarkan pada hasil uji organoleptik secara terbatas. Snack bar yang
dihasilkan disukai secara keseluruhan oleh panelis. Pembuatan snack bar dilakukan
berdasarkan Workman (2006) yang terdiri dari dua tahap yaitu: pencampuran dan
pemanggangan, tahap pembuatan snack bar dapat dilihat pada Gambar 4.
Sifat fisik tepung sorghum yang dianalisis meliputi densitas kamba, derajat
putih (dua kali ulangan) dan pH (tiga kali ulangan). Prosedur analisis sifat fisik yang
mengacu pada Muchtadi dan Sugiono (1989) dapat dilihat pada Lampiran 1. Sifat
fungsional yang dianalisis terdiri dari daya serap air, dan daya serap minyak dengan
dua kali ulangan. Prosedur analisis sifat fungsional yang mengacu pada Fardiaz et al
(1992) dapat dilihat pada Lampiran 2. Sifat kimia yang dianalisis meliputi kadar air,
kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar serat pangan, kadar
zat besi dan bioavailability zat besi. Penetapan kadar air dan kadar abu dengan
metode oven (Apriyantono et al 1989), penetapan kadar protein dilakukan dengan
metode Mikro Kjeldahl (Apriyantono et al 1989), penetapan kadar lemak
20
Tahap Pemanggangan
Adonan dipanggang selama 40 menit dengan suhu 160oC
Snack Bar
Gambar 4. Tahap pembuatan snack bar (modifikasi Workman 2006)
Penelitian Lanjutan
Penelitian lanjutan bertujuan untuk mempelajari pengaruh formula snack bar
yang menggunakan tepung sorghum terhadap sifat kimia dan organoleptik snack
bar. Sifat kimia yang dianalisis meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar
lemak, kadar karbohidrat, kadar serat pangan, dan kadar zat besi. Analisis kimia
pada produk dilakukan dengan dua ulangan, setiap ulangan dilakukan pengujian
duplo, sedangkan analisis bioavailability zat besi dilakukan dua kali ulangan, hanya
untuk formula terpilih saja.
Penetapan kadar air dengan metode oven dan kadar abu (Apriyantono et al
1989), penetapan kadar protein dilakukan dengan metode Mikro Kjeldahl
(Apriyantono et al 1989), penetapan kadar lemak menggunakan metode Ekstraksi
Soxhlet (Apriyantono et al 1989), penetapan kadar karbohidrat dengan metode by
difference (Winarno 1995), penetapan serat pangan dengan metode Enzimatis
21
(Muchtadi et al 1990), dan penetapan bioavailability zat besi secara in vitro (Roig et
al 1999). Prosedur analisis sifat kimia dapat dilihat pada Lampiran 3.
Formula snack bar juga diuji sifat organoleptiknya menggunakan uji hedonik
dan uji mutu hedonik (Soekarto 1985). Uji ini dilakukan oleh 30 orang panelis agak
terlatih. Parameter yang diuji pada uji hedonik adalah rasa, aroma, warna, dan
tekstur produk. Skala hedonik terdiri atas sembilan skala penilaian, yaitu 1 (amat
sangat tidak suka), 2 (sangat tidak suka), 3 (agak tidak suka), 4 (tidak suka), 5
(biasa), 6 (agak suka), 7 (suka), 8 (sangat suka), dan 9 (amat sangat suka).
Parameter uji mutu hedonik adalah warna, tekstur, aroma, dan rasa produk
snack bar, dengan sembilan skala penilaian. Skala penilaian dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Skala penilaian uji mutu hedonik
Skala Penilaian
Nilai
Warna Tekstur Aroma Rasa
Sangat padat
1 Coklat kehitaman Amat sangat apek Pahit
sangat keras
Padat sangat
2 Coklat tua Sangat apek Pahit asam
keras
3 Coklat Padat keras Apek Pahit manis
4 Coklat muda Padat agak keras Agak apek Agak pahit
5 Coklat kekuningan Padat Netral Hambar
Padat agak
6 Kuning kecoklatan Agak harum Agak manis
empuk
7 Kuning emas Empuk Harum Manis
8 Kuning keputihan Empuk renyah Sangat harum Manis asam
Amat sangat
9 Putih gading Renyah Asam manis
harum
Lembar penilaian uji organoleptik hedonik dan mutu hedonik dapat dilihat
pada Lampiran 4. Prosedur analisis Bioavailabilitas zat besi dapat dilihat pada
Gambar 5. Agar lebih jelas, tahap penelitian dapat dilihat pada Gambar 6,
sedangkan beberapa gambar penelitian disajikan pada Lampiran 5.
22
Sejumlah sampel
Sampel T2
(Total Asam Tertitrasi)
+ indikator PP
Misal larutan KOH 2 N = Timbang 112.2 g KOH
dilarutkan menjadi 1000 ml dg akuades simpan
Titrasi dg KOH standar diudara terbuka selama 2 hari. kemudian
sampai merah jambu dikalibrasi
Kalibrasi : timbang ± 0.01 g asam Oksalat +
akuades + 3 tts PP aduk sampai larut kmd tittrasi
dg larutan KOH 0.2 N sampai merah jambu.
N KOH =
mg Asam Oksalat / (ml titrasi x 63.037)
Hitung kebutuhan
NaHCO3
Kebutuhan NaHCO3
Ml titrasi T1 100
= N KOH x 56.1 x ------------ x --------- x ---------
1000 T2 20
= x gr KOH
Timbang NaHCO3 setara x gr KOH dan diencerkan sampai 100
ml
dengan akuades bebas ion
Masukkan Kantung
Dialisisis
+ 5 ml Pankreatin Bile
+ H2SO4 pekat 10 ml
+ 10 ml HNO3 pekat
Perhitungan
Diamkan semalam 1. Total Fe dalam Dialisat
Aliquot total dialisat
= (ppm sampel – Blanko) x ---------- x fp x -------------
+ H2O bebas Ion 1000 gr dial analisis
2. Biovailabilitas (%)
a. Total Fe. dlm sampel Bio (mg)
Panaskan sampai jernih Misal satuan. Fe = mg/100 g maka
Isi: Formula
Kismis, Kacang
Koro, dan Cherry
Uji Organoleptik
Panelis terbatas
F1 F2 F3 F4
Produk kurang
disukai
Analisis Boiavailabilitas Fe
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu perlakuan yaitu formula snack bar
dengan taraf sebanyak empat yaitu formula 1, formula 2, formula 3 dan formula 4.
Keempat formula tersebut terdiri dari adonan yang dengan jenis bahan yang sama,
dengan isi dan jumlah bahan yang berbeda. Keempat formula tersebut diperoleh
berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, formula secara lengkap disajikan pada
Tabel 8. Peubah respon dari penelitian ini adalah : sifat kimia (kadar air, kadar abu,
protein, karbohidrat, serat pangan, zat besi dan bioavailability zat besi) dan
organoleptik produk snack bar. Pada analisis sifat kimia dilakukan ulangan sebanyak
dua kali. Model linier rancangan tersebut adalah sebagai berikut :
Yij = µ + τi + εij
Keterangan:
Yij = Peubah respon snack bar karena pengaruh formula snack bar perlakuan ke-i
dengan ulangan ke-j
µ = Nilai rataan umum
τi = Pengaruh formula snack bar pada taraf ke-i terhadap peubah respon
i = Taraf (i= formula 1, formula 2, formula 3, formula 4)
j = Ulangan (j = 1, 2)
εij = Kesalahan penelitian karena pengaruh taraf ke-i peubah respon pada
ulangan ke-j
Pengolahan dan Analisis Data
Pada penelitian pendahuluan data rata-rata hasil uji organoleptik terbatas,
analisis sifat fisik, sifat fungsional dan sifat kimia tepung sorghum ditabulasikan dan
dianalisis deskriptif. Pada penelitian lanjutan data rata-rata hasil analisis sifat kimia,
uji hedonik dan uji mutu hedonik snack bar dianalisis dengan Analysis of Variance
(ANOVA). Jika uji ANOVA menunjukkan pengaruh perlakuan yang nyata, maka
dilanjutkan dengan Uji Duncan’s Multiple Range Test untuk mencari keberadaan
perbedaan dari perlakuan yang ada. Untuk data uji kimia, dan uji organoleptik snack
bar dibahas sesuai dengan hasil analisis. Produk terpilih ditetapkan berdasarkan
warna, tekstur, aroma dan rasa sehingga didapatkan nilai hedonik keseluruhan pada
hasil uji organoleptik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tepung Sorghum
Tepung sorghum yang dihasilkan dianalisis sifat fisik, sifat fungsional dan
sifat kimianya.
Sifat Fisik Tepung Sorghum
Sifat fisik tepung sorghum yang dianalisis meliputi densitas kamba, derajat
putih dan pH. Hasil selengkapnya disajikan pada Tabel 3, sedangkan tampilan
tepung sorghum disajikan pada Gambar 7.
Tabel 3. Sifat fisik tepung sorghum dan pembandingnya
Jenis tepung
Sifat fisik
Sorghum Terigu
Densitas kamba 0.79 g/ml 0.74 g/ml *
Derajat putih 50.33 % 70 % **
pH 6.14 5.63 **
* Muchtadi dan Sugiono (1989)
** Marahastuti (1993)
Daya Serap Air. Menunjukkan daya penyerapan tepung terhadap air pada
suhu kamar. Daya serap air ini diantaranya dipengaruhi oleh kadar air, ukuran
partikel, prositas dan perbedaan kandungan kimia bahan (Mulyandari 1992). Daya
serap air tepung sorghum sebesar 1.51%. Artinya setiap 1 g bahan dapat menyerap
29
air sebanyak 0.0151 g. Daya serap air tepung sorghum lebih kecil dibandingkan
tepung terigu. Daya serap air ini berkaitan dengan komposisi amilosa dan
amilopektin pati dari tepung sorghum. Kadar amilosa sorghum sekitar 23-28 %,
sisanya adalah amilopektin. Rendahnya kadar amilosa tepung sorghum,
menyebabkan nilai pengembangan volume akan semakin rendah. Hal itu karena
dengan kadar amilosa yang tinggi maka akan menyerap air lebih banyak sehingga
pengembangan volume juga semakin besar, begitu pula sebaliknya (Yuli 2009).
Daya serap air juga berhubungan degan kandungan protein bahan pangan.
Daya serap air yang tinggi penting peranannya untuk pembuatan produk olahan
yang membutuhkan pengembangan adonan. Menurut Fardiaz, Andarwulan, Wijaya
dan Puspitasari (1992), hal ini berkaitan dengan kemampuan tepung untuk
menyerap dan menahan sejumlah air sampai batas maksimal tanpa pencampuran
bahan tambahan guna pengembangan adonan. Sehingga tepung sorghum cocok
dipakai sebagai bahan baku dalam pembuatan produk yang tidak membutuhkan
pengembangan.
Daya Serap Minyak. Hasil analisis menunjukkan daya serap minyak pada
tepung sorghum adalah 0.98%. Artinya setiap 1 g bahan dapat menyerap minyak
sebanyak 0.0098 g. Nilai ini lebih rendah dari pada nilai daya serap minyak pada
tepung terigu. Daya serap minyak yang rendah pada tepung sorghum menunjukkan
sulitnya minyak diserap oleh tepung sorghum, sehingga diperlukan waktu yang lama
untuk proses penggorengan. Nilai daya serap minyak yang tinggi menunjukkan
bahwa bahan tersebut lebih mudah dicampur dengan minyak (Purwani et al, 1996).
Data hasil sifat fungsional tepung sorghum dapat dilihat pada Lampiran 5.
Kadar Air. Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan, karena
air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa pangan. Kandungan
air dalam bahan pangan juga menentukan acceptability, kesegaran dan daya tahan
bahan tersebut (Winarno 2008). Kadar air pada tepung sorghum adalah 11.20%,
kadar air tepung sorghum lebih rendah dibandingkan kadar air tepung terigu.
Kadar Abu. Abu merupakan residu dari proses pembakaran bahan-bahan
organik, umumnya merupakan pertikel halus dan berwarna putih (Winarno 2008).
Kadar abu pada tepung sorghum adalah 1.98%. Nilai tersebut lebih tinggi
dibandingkan kadar abu tepung terigu sebesar 0.5 %. Kadar abu yang lebih tinggi
pada sorghum dapat menggambarkan kandungan mineral sorghum lebih tinggi dari
pada kandungan mineral tepung terigu. Kadar abu merupakan parameter kemurnian
produk, yang dipengaruhi oleh unsur-unsur mineral dalam bahan pangan tersebut
(Winarno 2008). Kadar abu tepung sorghum yang lebih tinggi dari pada tepung
terigu dapat menggambarkan kandungan mineral tepung sorghum yang lebih tinggi
dari pada kandungan mineral tepung terigu.
Kadar Lemak. Lemak dalam biji sorghum rata-rata 3.6%, pada sekam 4.9%,
endosperm 0.63% dan lembaga 18,9% dari berat biji. Distribusi asam-asam lemak
dalam biji sorghum meliputi asam lemak utama seperti palmitat 11-13%, asam oleat
30-45% dan asam linoleat 33-49% (Suprapto dan Mudjisihono 1987). Kandungan
lemak pada tepung sorghum sebanyak 1.41% nilai ini lebih kecil dari jumlah lemak
biji sorghum, karena tepung sorghum sudah mengalami proses penggilingan
sehingga banyak lemak-lemak utama (palmitat, asam oleat dan asam linoleat) hilang
selama penggilingan. Lemak dalam biji sorghum sangat berguna bagi hewan dan
manusia, tetapi dapat menyebabkan bau yang tidak enak dan ketengikan dalam
31
produk bahan pangan (Suprapto dan Mudjisihono 1987). Kandungan lemak pada
tepung sorghum juga relatif sama dengan kadar lemak pada tepung terigu.
Kadar Protein. Protein dalam biji sorghum dapat dibagi menjadi dua
golongan, yaitu protein yang berada dalam lembaga dan protein yang tersimpan
dalam endosperm. Senyawa protein pada sorghum banyak terdapat pada lapisan
atas endosperm atau di bawah kulit biji. Kandungan asam-asam amino tertentu
seperti lisin, triptofan dan treonin dalam protein sorghum rendah (Suprapto dan
Mudjisihono 1987). Kandungan protein tepung sorghum adalah 11.41% nilai protein
tepung sorghum lebih tinggi dibandingkan protein tepung terigu menurut USDA
(2009) yaitu sebanyak 10.31%. Protein berkaitan dengan proses pengembangan roti
(Winarno 2007), protein sekitar 10% pada tepung terigu hanya dapat digunakan
untuk produk bakery yang tidak perlu mengembang volumenya. Tepung terigu dan
tepung sorghum yang memiliki kadar protein sekitar 10%, dapat digunakan pada
produk bakery yang tidak perlu mengembang volumenya.
Kadar Karbohidrat. Karbohidrat dalam serealia merupakan bagian terbesar
yang merupakan sumber energi bagi tubuh kita. Kandungan karbohidrat pada
tepung sorghum lebih tinggi, jika dibandingkan kandungan karbohidrat tepung terigu
menurut USDA (2009), yaitu 76.3%. Karbohidrat kompleks adalah pati (starch),
glikogen (simpanan energi di dalam tubuh), selulosa, serat (fiber) atau dalam
konsumsi sehari-hari karbohidrat kompleks dapat ditemui terkandung di dalam
produk pangan seperti, nasi, kentang, jagung dan bahan pangan lainnya (Irawan
2006).
Serat Pangan. Serat pangan yang tidak larut dalam air adalah komponen
struktural tanaman, sedangkan yang larut adalah non komponen struktural
(Koeswara 2010). Kandungan serat pangan total pada tepung sorghum sebanyak
20.66% yang terdiri dari serat pangan tidak larut air sebanyak 15.13% dan serat
pangan larut air sebanyak 5.54%. Kadar serat pangan tepung sorghum jauh lebih
tinggi dibandingkan tepung terigu. Tingginya serat pangan dapat dijadikan acuan
dalam pembuatan snack bar dengan klaim tinggi serat pangan. Klaim high fiber,
hanya boleh digunakan untuk produk yang paling tidak mengandung serat pangan 5
g per 100 g (padat) (Hariyadi 2005).
Kadar Fe. Pada hewan, manusia dan tanaman, Fe termasuk logam esensial,
bersifat kurang stabil dan secara perlahan berubah menjadi ferro (Fe II) atau ferri
32
(Fe III) (Arifin 2008). Kadar zat besi dalam tepung sorghum sebanyak 11.68%. Kadar
Fe tepung sorghum lebih tinggi dari kadar Fe tepung terigu. Kadar mineral pada
bahan pangan berkaitan dengan kadar abu. Kadar abu merupakan parameter
kemurnian produk, yang dipengaruhi oleh unsur-unsur mineral dalam bahan pangan
tersebut (Winarno 2008). Tinggi rendahnya kandungan mineral pada sorghum dapat
juga dipengaruhi curah hujan, kondisi tanah dan pupuk (Deman 1997).
Penetapan Formula Snack bar dengan Berbagai Proporsi Tepung Terigu dan
Tepung Sorghum (Tahap I)
Pembuatan produk snack bar ini menggunakan bahan baku yang biasa
digunakan untuk snack bar seperti tepung, bahan pengisi dan bahan pengikat.
Formula snack bar diberi satu perlakuan, yaitu proporsi tepung terigu dan tepung
sorghum sehingga diharapkan menghasilkan produk yang disukai oleh konsumen.
Penggunaan tepung sorghum pada produk snack bar, berdasarkan perbandingan
antara tepung sorghum dan tepung terigu yang memiliki sifat kimia yang hampir
sama. Tepung terigu yang digunakan adalah tepung terigu yang memiliki kadar
protein yang rendah, yang biasanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan
produk bakery yang tidak perlu mengembang volumenya. Proporsi (%) penggunaan
tepung sorghum dan tepung terigu adalah 0:100; 25:75; 50:50; 75:25; dan 100:0 dari
basis total tepung yang digunakan. Oleh karena itu, diperoleh lima formula yang
dibuat menjadi lima produk snack bar. Formula snack bar sorghum dapat dilihat
pada Tabel 6.
Tabel 6. Formula snack bar sorghum tahap I
Proporsi
0:100 25:75 50:50 75:25 100:0
sorghum : terigu
Bahan Berat (g)
Bahan Utama
Tepung sorghum 0 50 100 150 200
Tepung terigu 200 150 100 50 0
Bahan Tambahan
Kacang koro 20 20 20 20 20
Cherry (merah dan hitam) 20 20 20 20 20
Kismis 20 20 20 20 20
Gula pasir 80 80 80 80 80
Telur 100 100 100 100 100
Mentega 75 75 75 75 75
Bubuk kayu manis 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5
Total adonan 515.5 515.5 515.5 515.5 515.5
merata dan tidak lengket. Selanjutnya ditambahkan isi dari snack bar seperti kacang
koro, cherry dan kismis.
Kacang koro yang digunakan adalah jenis koro (Canavadia gladiata), kacang
koro ini direbus pada suhu 100 oC, dicuci sebanyak lima kali agar asam sianidanya
hilang, kemudian dipotong-potong. Kacang koro yang sudah dipotong, kemudian
dicampurkan pada adonan snack bar. Kacang koro yang direbus kemungkinan
mempengaruhi penerimaan tekstur formula karena kacang menjadi sedikit hancur.
Penambahan isi tersebut dilakukan pada akhir pencampuran agar isi yang
ditambahkan tidak hancur. Adonan dituang ke dalam loyang yang sudah dilapisi
mentega dan tepung terigu. Adonan yang telah siap tersebut dipanggang dengan
oven pada suhu 160oC selama 40 menit. Setelah matang, snack bar didinginkan
selama 30 menit.
Kelima formula memiliki karakteristik yang masih jauh dari karakteristik snack
bar. Formula ini lebih menyerupai cookies karena penambahan mentega yang cukup
banyak. Mentega yang ditambahkan pada formula snack bar membuat tekstur snack
bar lebih beremah, dan belum sesuai seperti tekstur snack bar yang agak lengket.
Selain itu terdapat after taste yang kurang disukai pada kelima formula. Rasa manis
yang dimiliki oleh kelima formula ini sudah cukup disukai, sehingga untuk ukuran
gula pasir sudah tepat. Hasil pengamatan uji organoleptik secara terbatas dapat
dilihat pada Gambar 8.
Keterangan :
1. Amat sangat tidak suka
2. Sangat tidak suka
3. Agak tidak suka
4. Tidak suka
5. Biasa
6. Agak suka
7. Suka
8. Sangat suka
9. Amat sangat suka
penerimaan sensori produk snack bar tersebut. Selain itu, dengan penambahan
tepung terigu pada snack bar memberikan hasil yang rasanya kurang disukai
sehingga diputuskan hanya menggunakan tepung sorghum saja. Formula dengan
persentase 100% sorghum lebih diterima dari pada dengan penambahan tepung
terigu. Penambahan kacang koro pada adonan menghasilkan rasa dan tekstur yang
kurang disukai, sehingga kacang koro tidak digunakan lagi pada formula
selanjutnya. Kelima formula ini dinilai kurang disukai oleh panelis secara terbatas.
Kelima formula kemudian diperbaiki lagi dengan menambahkan bahan
perekat. Bahan perekat yang digunakan seperti karamel atau selai nanas yang biasa
digunakan pada snack bar komersial. Penambahan bahan perekat pada snack bar,
juga dapat memberikan flavor yang lebih disukai. Selain itu dengan pemberian selai
nanas dapat mengurangi after taste (rasa ikutan) dan aroma yang tidak disukai.
Bahan pembuatan snack bar dengan bahan perekat mengacu pada Chandra (2010).
Selai nanas yang diberikan juga diharapkan bisa memperbaiki tekstur snack bar
menjadi lebih padat, tidak hancur dan memberikan kesan tekstur agak lengket.
Penetapan Formula Adonan, Jenis dan Jumlah Isi (tahap II)
Formula snack bar yang dibuat pada tahap II berbeda dengan sebelumnya
yaitu terdapat penambahan selai nanas sebagai bahan perekat. Penambahan air
pada adonan, untuk membantu adonan lebih kalis. Variasi isi snack bar yaitu pada
formula 1 dan formula 2 memiliki bahan pengisi yang terdiri dari kismis, cherry
merah dan cherry hijau. Pada formula 3 dan formula 4 bahan pengisi terdiri dari
manisan kismis, mangga kering dan kacang tanah. Perbedaan isi ini diharapkan
dapat meningkatkan kesukaan panelis terhadap rasa, tekstur dan warna produk,
serta dapat menutupi aroma sorghum yang kurang disukai. Mentega pada formula
awal digantikan dengan minyak goreng sehingga dapat dihasilkan produk yang
matangnya lebih merata, teksturnya lebih empuk dan tidak beremah. Agar rasa pada
snack bar lebih disukai maka pada adonan ditambahkan garam sedikit. Snack bar
yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 9.
35
Snack bar
Pada snack bar dianalisis sifat kimia dan uji organoleptik. Kemudian dari
hasil analisis tersebut ditetapkan produk terpilih dari keempat formula, berdasarkan
kriteria paling disukai oleh panelis secara keseluruhan dan memiliki serat yang
tinggi.
37
ditambahkan pada formula. Mangga kering yang ditambahkan memiliki pektin yang
lebih tinggi dari pada buah cherry.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar (p=0.000)
berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar serat pangan larut air snack bar, artinya
formula snack bar yang dihasilkan mempengaruhi kadar serat pangan larut air. Uji
lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada kadar serat
pangan larut air keempat formula snack bar. Urutan kadar serat pangan larut air
formula snack bar yang terrendah sampai ke tinggi yaitu formula 1, formula 2,
formula 3 dan formula 4. Serat yang larut air bermanfaat untuk menurunkan kadar
kolesterol, penurunan penyerapan glukosa, mengurangi penyakit jantung dan
diabetes. Serat tidak larut berfungsi menjaga keseimbangan flora usus, mencegah
konstipasi dan kanker usus besar (Jahari dan Sumarno 2002)
Tingginya serat pangan total pada formula disebabkan tingginya serat
pangan tidak larut air pada formula, karena serat pangan total merupakan gabungan
antara serat pangan tidak larut air dengan serat pangan larut air. Dapat diketahui
dari hasil analisis bahwa formula snack bar sorghum memiliki kadar serat pangan
tidak larut air lebih tinggi dari pada serat pangan larut air. Kadar serat pangan total
yang terendah adalah 10.42% (formula 2) dan yang tertinggi adalah 13.92% (formula
4).
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar (p=0.000)
berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar serat pangan total snack bar, artinya
formula snack bar yang dihasilkan mempengaruhi kadar serat pangan total. Uji lanjut
Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada kadar serat
pangan total formula 1 dengan formula 2, terdapat perbedaan antara formula 1 dan
2 dengan formula 3 dan formula 4, tidak terdapat perbedaan antara formula 3
dengan formula 4. Lebih tingginya serat total pada formula 3 dan formula 4 dari pada
formula 1 dan formula 2 karena kontribusi serat yang berasal dari mangga dan
kacang. Lebih tingginya serat total formula 1 dari pada formula 2 karena jumlah
tepung sorghum yang digunakan pada formula 1 lebih banyak dari pada yang
digunakan pada adonan formula 2, kadar serat total dari tepung sorghum sekitar
20.66% per 100 g tepung sorghum. Ketiga formula snack bar (formula 1, 3 dan 4)
memiliki kadar serat yang lebih tinggi dibandingkan dengan kadar serat pada snack
bar komersil.
42
Menurut Hariyadi (2005), klaim high fiber, hanya boleh digunakan untuk
produk yang paling tidak mengandung serat pangan 5 g per 100 g (padat).
Berdasarkan kategori tersebut keempat formula snack bar dapat dikategorikan tinggi
serat pangan karena terbukti total serat pangan yang terdapat dalam keempat snack
bar sebanyak 10.42% sampai 13.92%. Kebutuhan serat pangan pada masyarakat
Indonesia menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004), adalah sebanyak
19-30 gr/kap/hari. Potensial efek serat pangan dalam pencegahan penyakit
diantaranya : penyakit jantung koroner, resiko kanker, osteoporosis, diabetes
melitus, divertikulosis, dan mencegah konstipasi (Hartoyo 2008).
Kadar Fe. Hasil analisis kadar Fe berkisar antara 3.71 (formula 2) sampai
4.87 mg (formula 3). Kadar Fe pada keempat formula tergolong rendah, oleh karena
itu penetapan produk terpilih untuk pengujian Bioavailabilitas Fe tidak berdasarkan
mineral Fe namun berdasarkan uji organoleptik. Kadar Fe produk komersil hampir
sama dengan kadar Fe snack bar sorghum.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar (p=0.008)
berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar Fe snack bar, artinya formula snack bar
yang dihasilkan mempengaruhi kadar Fe. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan yang nyata pada kadar Fe formula 3 dengan ketiga formula
snack bar yang lainnya. Perbedaan kadar Fe pada formula berisi kacang (formula 3
dan formula 4) yang lebih tinggi dari pada formula berisi cherry (formula 1 dan
formula 2) karena adanya kontribusi isi kacang tanah dan tepung sorghum yang
berdasarkan Persagi (2009) kadar Fe kacang tanah sebesar 5,7%, sedangkan pada
formula 3 lebih tinggi dibandingkan formula 4 karena kontribusi kadar Fe tepung
sorghum yang lebih banyak pada formula 3 dari pada formula 4.
Sifat Organoleptik Snack bar
Menurut Soekarto (1985) penilaian dengan indera disebut juga penilaian
organoleptik atau penilaian sensorik merupakan suatu cara penilaian primitif. Uji
hedonik disebut juga uji kesukaan. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut skala
hedonik (Rahayu 1998). Menurut Setyaningsih et al (2010), skor penerimaan relatif
juga dapat menunjukkan kesukaan, contoh dengan skor tertinggi berarti lebih
disukai. Kesan mutu hedonik dapat bersifat umum yaitu baik-buruk dan bersifat
spesifik seperti empuk-keras untuk daging (Soekarto 1985). Data rata-rata uji
43
hedonik snack bar dapat dilihat pada Tabel 10. Data hasil sidik ragam dapat dilihat
pada Lampiran 9.
1 dan 2. Hal ini kemungkinan karena persentase isi snack bar yang lebih banyak
memberikan respon lebih disukai warnanya.
Perbedaan warna yang terjadi juga karena proses pemanggangan. Secara
alamiah pigmen atau warna dirusak oleh adanya pemanasan. Secara kimia,
perubahan warna dapat disebabkan oleh perubahan pH atau oksidasi selama
penyimpanan. Hasilnya, pangan olahan kehilangan warna dan dapat menurunkan
nilai sensorik. Reaksi Maillard juga menyebabkan perubahan warna (pada
pemanggangan dan penggorengan) dan dapat menyebabkan off-colours (Fellows
2000). Warna yang dihasilkan pada formula diduga juga berasal dari reaksi Maillard
dan karamelisasi karena adanya pemanasan dengan oven. Reaksi tersebut terjadi
karena peran tepung sorghum, gula pasir serta bahan lain yang banyak
mengandung karbohidrat. Menurut Deman (1997), warna karamel dapat dihasilkan
dari berbagai sumber karbohidrat. Karamel dan melanoidin terdapat dalam sirop dan
produk serealia, terutama jika produk itu mengalami pemanasan.
Skor mutu warna tertinggi adalah formula 4 yaitu warna coklat kekuningan
sampai kuning kecoklatan (skor 5 sampai 6). Skor terendah terdapat pada formula 2
yaitu warna coklat muda sampai coklat kekuningan (skor 4 sampai 5). Warna
kecoklatan pada snack bar karena adanya reaksi mailard dan karamelisasi yang
juga menghasilkan aroma dan rasa karamel, yang membuat tekstur agak lengket.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar (p=0.000)
berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap mutu warna snack bar (Lampiran 9), artinya
formula snack bar mempengaruhi mutu warna snack bar yang dihasilkan. Uji lanjut
Duncan menunjukkan tidak terdapat perbedaan antara formula 2 dengan formula 1,
tidak terdapat perbedaan antara formula 4 dengan formula 3, tidak terdapat
perbedaan antara formula 3 dengan formula 1, namun terdapat perbedaan antara
formula 2 dengan formula 4. Data rata-rata skor mutu hedonik warna dapat dilihat
pada Gambar 10.
Keterangan :
1. Coklat kehitaman
2.Coklat tua
3.Coklat
4.Coklat muda
5.Coklat kekuningan
6.Kuning kecoklatan
7.Kuning emas
8.Kuning keputihan
9.Putih gading
45
Keterangan :
1. Sangat padat sangat keras
2.Padat sangat keras
3.Padat keras
4.Padat agak keras
5.Padat
6.Agak padat agak empuk
7.Empuk
8.Empuk renyah
9.Renyah
Golongan senyawa lain yang ada kaitannya dengan aroma pangan yang dipanaskan
ialah furanon. Senyawa 4-hidroksi-2.5-dimetil-3-dihidrofuranon (1) berbau karamel
atau nenas terbakar (Deman 1997).
Hasil uji mutu hedonik aroma didapatkan skor rata-rata 5.40 sampai 5.78
(netral sampai agak harum). Skor mutu warna terbanyak pada semua formula 1, 2,
formula 3 dan formula 4 adalah 6 (agak harum). Hasil sidik ragam menunjukkan
bahwa formula snack bar (p=0.672) tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap mutu
aroma snack bar (Lampiran 9), artinya formula snack bar tidak mempengaruhi mutu
aroma snack bar yang dihasilkan. Data rata-rata skor mutu hedonik aroma dapat
dilihat pada Gambar 12.
Keterangan :
1. Amat sangat apek
2.Sangat apek
3.Apek
4.Agak apek
5.Netral
6.Agak harum
7.Harum
8.Sangat harum
9.Amat sangat harum
manis. Persyaratan pertama agar senyawa menghasilkan rasa ialah senyawa itu
harus dapat larut dalam air. Hubungan antara struktur kimia suatu senyawa dengan
rasanya lebih mudah ditentukan dari pada hubungan antara struktur kimia dan
baunya (Deman 1997).
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar (p=0.055) tidak
berpengaruh nyata (p>0.05) pada tingkat kesukaan panelis terhadap rasa snack bar
(Lampiran 9), artinya formula snack bar tidak mempengaruhi kesukaan rasa snack
bar oleh panelis. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa formula 4 berbeda nyata
dengan ketiga formula snack bar lainnya. Rasa formula mangga yang paling disukai
dideskripsikan memiliki rasa agak manis sampai manis. Formula 4 paling disukai
karena adanya penambahan kacang, kismis dan manisan mangga yang lebih
banyak sehingga memberikan sensasi rasa yang manis, asam dan gurih yang lebih
kuat dibandingkan dengan formula 3, begitu pula dengan formula 1 dan 2 yang
hanya memberikan kesan rasa manis saja.
Hasil uji mutu hedonik rasa didapatkan skor rata-rata pada kisaran 6.31
sampai 6.94. Rata-rata tertinggi adalah formula 2 dan terendah formula 3 yaitu 6.94
sampai 6.31. Nilai ini berada pada kisaran agak manis sampai manis. Banyak
panelis mendefinisikan rasa manis asam pada snack bar, rasa asam ini berasal dari
kismis dan manisan mangga, sedangkan rasa manisnya dari gula dan manisan buah
cherry.
Kemanisan adalah sifat gula dan senyawa sejenisnya, kemanisan nisbi pada
glukosa adalah 0.5-0.7. Rasa asam merupakan sifat ion hidrogen, namun tidak ada
hubungan yang sederhana antara kemasaman dan konsentrasi asam. Asam
rasanya berbeda-beda dan kemasaman yang dirasakan dalam mulut dapat
bergantung pada sifat gugus asam, pH, keasaman yang tertitrasi dan adanya
senyawa lain terutama gula (Deman 1997). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa
formula snack bar (p=0.220) tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap mutu rasa
snack bar, artinya formula snack bar tidak mempengaruhi mutu rasa snack bar yang
dihasilkan. Data rata-rata skor mutu hedonik rasa dapat dilihat pada Gambar 13.
49
Keterangan :
1. Pahit
2.Pahit asam
3.Pahit manis
4.Agak pahit
5.Hambar
6.Agak manis
7.Manis
8.Agak manis
9.Asam manis
Kontribusi zat gizi, Fe dan serat pangan snack bar formula terpilih terhadap
angka Acuan Label Gizi (ALG) kelompok konsumen umum
Berdasarkan uji hedonik, produk snack bar yang terpilih adalah formula 4,
karena formula 4 merupakan produk yang paling disukai secara keseluruhan
menurut 30 orang panelis. Klaim tinggi serat, hanya boleh digunakan untuk produk
yang paling tidak mengandung serat 5 gam per 100 gam (padat) (Hariyadi 2005).
Klaim high vitamin dan mineral adalah sebanyak 30% dari Nutrient Reference Value
(NRV) per 100 g bahan dan 15% dari NRV per 100 g dapat diklaim sebagai source
vitamin (Blanchfield 2000). Di Indonesia tidak menggunakan NRV maka untuk
menetapkan klaim gizi digunakan ALG (Acuan Label Gizi), yaitu angka kecukupan
gizi untuk pelabelan. Berdasarkan keputusan Badan Pengawasan Obat dan
Makanan (BPPOM) tentang Acuan Label Gizi, acuan label gizi untuk serat pangan
sebesar 25 g dan zat Fe 26 mg bagi kategori umum.
Produk snack bar pada penelitian ini hanya menekankan kontribusi serat
pangan dan zat besi yang diberikan terhadap pemenuhan untuk kelompok
konsumen umum. Serat pangan yang harus dipenuhi pertakaran saji untuk
kelompok konsumen umum sehingga pangan dapat dikatakan sebagai tinggi serat
pangan adalah 5 g serat pangan dari 100 g bahan (padat), sedangkan zat Fe
sebesar 15% dari 26 mg yaitu sebesar 3.9 mg. Berdasarkan Food Drug and
52
Administration (FDA 2009), bahwa klaim Tinggi, Kaya, atau Sumber terbaik,
komponen bahan pangan tersebut harus mengandung 20% dari Daily Value atau
AKG. Nutrition facts dapat dilihat pada Tabel 11.
Kandungan serat pangan dan zat besi pada produk snack bar terpilih
berturut-turut adalah sebesar 13.92 g (55% ALG) dan 4.12 mg (15.84% ALG),
sehingga produk snack bar formula terpilih dapat diklaim sebagai produk pangan
yang tinggi serat pangan dan sumber zat Fe.
Tabel 11. Nutrition facts snack bar sorghum formula 4
Nutrition Facts / Informasi Nilai Gizi
Per 1 bar (28g)
Jumlah per sajian 28g % AKG
Amount per serving 28g % Daily value
Energi /Calories 133.33 kal 6.67%
Abu / Ash 0.57 g
Lemak / fat 4.13 g 7.08
Protein / Protein 3.99 g 7.05
Karbohidrat / 20.04 g 7.09
Carbohidrat
Serat / fiber 3.93 g 15.74
Fe / Fe 1.17 mg 4.48
*Persen AKG berdasarkan kebutuhan energi 2000
kkal. Kebutuhan energi anda mungkin lebih tinggi
atau lebih rendah
Berdasarkan uji hedonik diperoleh formula snack bar terpilih, yakni snack
bar formula 4. Berdasarkan ALG umum kebutuhan energi per hari adalah 2000 kkal,
proporsi pangan selingan adalah 10% untuk satu kali selingan dari total kebutuhan
energi harian. Hal ini berarti dibutuhkan energi sebesar 400 kkal, jika frekuensi
selingan dua kali dalam sehari. Berat satu buah snack bar adalah 28 g, sehingga
untuk memenuhi kebutuhan pangan tinggi serat pangan dan sumber zat besi snack
bar yang dapat dikonsumsi sebagai camilan bagi kelompok konsumen remaja puteri
cukup dua bar, karena dengan dua bar snack bar sudah dapat memenuhi kebutuhan
serat pangan dan zat besi. Setelah diketahui kandungan energi dan zat gizi per
takaran penyajian, maka dapat dibuat penentuan ALG per takaran penyajian.
perhitungan diketahui harga bahan per kg produk snack bar sorghum sebesar Rp
210.535, dengan biaya produksi per kg sebesar Rp 10.900, sehingga harga
pabrik/kg atau harga pokok produk (HPP) sekitar Rp 50.677. Jika jumlah loyang per
kg sebesar 1000 g/28 g maka dihasilkan sebanyak 35.71 loyang snack bar,
sehingga harga snack bar per takaran saji (28g) yaitu sebesar Rp 1.347,00 Jika
dibandingkan snack bar komersil dengan takaran saji 30 g harga jualnya sekitar Rp
5.000,00. Hal ini menunjukkan snack bar mampu memberikan keuntungan secara
ekonomi bagi masyarakat dan dapat bersaing.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Tepung sorghum mempunyai nilai densitas kamba 0.79 g/ml, pH 6.14 dan
derajat putih 55.35%. Nilai daya serap air tepung sorghum sebesar 1.51 g/g dan
daya serap minyak sebesar 0.98%. Kadar air tepung sorghum adalah 11.20% (b/k).
Kadar abu tepung sorghum sebesar 1.98% (b/k), kadar lemak sebesar 1.41% (b/k),
kadar protein sebesar 11.41% (b/k), kadar karbohidrat 86.47% (b/k), kadar serat
pangan larut 5.54% (b/k), kadar serat pangan tidak larut 15.13% (b/k), serat pangan
total 20.66% (b/k), kadar zat Fe tepung soghum adalah 11.68% dan Bioavailabilitas
zat besinya sebesar 2.15%. Tahap-tahap pembuatan snack bar sorghum meliputi
proses pencampuran dan pemanggangan. Snack bar yang dihasilkan terdiri dari
empat formula yaitu formula 1, 2, formula 3 dan formula 4.
Hasil analisis sifat kimia snack bar, menunjukkan kadar air berkisar 11.29%
(b/k) sampai 15.85% (b/k). Kadar abu berkisar 1.47% (b/k) sampai 2.17% (b/k).
Kadar protein pada formula snack bar berkisar 7.03% (b/k) sampai 14.10% (b/k).
Kadar lemak pada keempat formula snack bar berkisar 3.77% (b/k) sampai 14.63%
(b/k). Kadar karbohidrat berkisar 70.92% (b/k) sampai 91.10% (b/k). Kadar serat
pangan tidak larut air berkisar 8.12% (b/k) sampai 11.54% (b/k). Kadar serat pangan
larut air berkisar 1.57% sampai 4.09%. Kadar serat pangan total berkisar 10.42%
sampai 13.92%, sedangkan kadar zat besi pada produk snack bar berkisar 3.71%
sampai 4.87%. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar
berpengaruh nyata (p<0.05) pada semua hasil analisis kimia produk snack bar. Nilai
Bioavailabilitas zat besi pada snack bar terpilih sebesar 8.61%. Hasil sidik ragam
menunjukkan bahwa formula snack bar berpengaruh nyata (p<0.05) pada semua
hasil analisis kimia produk snack bar.
Hasil analisis sifat organoleptik yang menggunakan uji hedonik menunjukkan
nilai tingkat kesukaan terhadap warna keempat snack bar dinilai biasa sampai agak
suka, kesukaan terhadap tekstur berada antara biasa sampai agak suka, nilai tingkat
kesukaan terhadap aroma snack bar berkisar antara biasa sampai suka. Nilai rata-
rata kesukaan terhadap rasa berkisar agak suka, rata-rata kesukaan secara
keseluruhan adalah agak suka sampai suka. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa
formula snack bar tidak berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap tingkat kesukaan
55
warna, dan aroma snack bar. Formula snack bar tidak berpengaruh (p>0.05) pada
tekstur, rasa dan keseluruhan snack bar. Formula snack bar yang disukai
berdasarkan warna, tekstur, aroma dan rasa adalah formula 4. Hasil uji mutu
hedonik menunjukkan nilai rataan warna 4.10 sampai 5.64 (coklat muda sampai
kuing kecoklatan). Nilai rataan tekstur berkisar 4.46 sampai 6.07 (agak keras sampai
agak padat empuk), nilai rataan aroma 5.40 sampai 5.78 (netral sampai agak
harum), sedangkan nilai rataan rasa berkisar 6.31 sampai 6.94 (agak manis sampai
manis). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar berpengaruh nyata
(p<0.05) pada mutu warna dan mutu tekstur snack bar, dan tidak berpengaruh
(p>0.05) nyata terhadap mutu aroma dan mutu rasa pada snack bar yag dihasilkan.
Berdasarkan analisis kontribusi zat gizinya, snack bar terpilih (formula 4)
memberi kontribusi serat dan Fe sebesar 13.92 g (55.68% dari ALG) dan 4.12 mg
(15.84% dari ALG), sehingga produk snack bar formula terpilih dapat diklaim
sebagai produk pangan yang tinggi serat pangan dan sumber zat Fe. Harga bahan
per kg produk snack bar sorghum sebesar Rp 210.535, dengan biaya produksi per
kg sebesar Rp 10.900,22 , sehingga Harga pabrik/kg Atau Harga Pokok Produk
(HPP) sekitar Rp 50.676,55. Jika jumlah loyang per kg sebesar 1000 g/28 g maka
dihasilkan sebanyak 35.71 loyang snack bar, sehingga harga produk per loyang
yaitu Rp1.347,00 per takaran saji (28g) lebih murah dibandingkan snack bar
komersil dengan harga Rp 5.000,00 per takaran saji (30g), sehingga produk ini
dapat bersaing, karena produk ini disukai secara organoleptik, memiliki serat pangan
yang tinggi dan sebagai sumber Fe yang tepat dikonsumsi oleh remaja puteri.
Saran
Snack bar yang dihasilkan pada penelitian masih perlu diperbaikan pada
teksturnya dan bisa ditambahkan sedikit flavor agar lebih disukai. Untuk
meningkatkan pemanfaatan tepung sorghum sebagai bahan pangan, maka perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mencoba tepung sorghum dimanfaatkan
pada produk jenis lainnya dan selain itu disarankan juga meneliti pengaruh
penyimpanan terhadap kandungan gizi dan aspek keamanan pangan. Snack bar
yang mulai diperkenalkan pada tahun 1980-an sebagai makanan atlet, meskipun
belum terlalu banyak produk sejenis yang beredar di Indonesia namun diharapkan
produk ini bisa menjadi alternatif makanan selingan yang disukai dan mengandung
gizi yang menyehatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Dewi NS. 2000. Pengaruh substitusi tepung sorghum pada tepung terigu terhadap
mutu wafel [tesis]. Bogor : Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Fardiaz D, Andarwulan N, Wijaya H, Puspitasari NL. 1992. Teknik analisa sifat kimia
dan fungsional komponen pangan. Bogor : PAU Pangan dan Gizi, Institut
Pertanian Bogor.
Fellows 2000. Food Processing Technology. Boca Raton: CRC Press.
[FDA] Food and Drugs Administration. 2009. Guidance for industry: A
food labeling guide. http://www.hhs.gov [26 Mei 2011].
Garwati A dan Wijayati I. 2010. Goodbye Lemak 3 Langkah Mudah membentuk
Tubuh Ideal. Jakarta: Gelanggang press.
Hariyadi P. 2005. Mencermati label dan iklan pangan. http://web.ipb.ac.id. [4 Juni
2010]
Hartoyo A. 2008. Serat pangan. http://duniapangankita.wordpress.com [4 Mei 2010].
Hubeis M. 1984. Pengantar pengolahan tepung serealia dan biji-bijian. Bogor :
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Irawan MA. 2007. Karbohidrat. http://www.pssplab.com [ 8 Juni 2011].
Jahari A, Sumarno I. 2002. Epidemiologi konsumsi serat di Indonesia. Symposium
Seminar hasil Monika Jakarta III tahun 2000, Rumah Sakit Jantung Nasional
Harapan Kita, 29 Oktober 2002.
Khumaidi. 1989. Gizi Masyarakat. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Bogor: Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.
Koeswara S. 2010. Manfaat serat makanan tidak larut.
http://www.Ebookpangan.com [28 April 2010].
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1593 Tahun 2005 Tentang
Angka Kecukupan Gizi Bagi Orang Indonesia.
Laimeheriwa J. 1990. Teknologi budidaya sorghum. http://www.pustaka-
deptan.go.id/agritek/ppua0162.pdf [28 April 2010].
Latunde D, Neale JR. 1986. Availability of iron from foods. Journal of Food
Technology (1986) 21, Hlm 255-268. http://www.ifst.org. [18 juli 2010].
Leder I. 2004. Sorghum and millet. Hungary: Encyclopedia of Life Support Systems
http://www.eolss.net [ 28 April 2010].
58
Lubis Z. 2009. Hidup Sehat dengan Makanan Kaya Serat. Bogor : IPB Press.
Matz SA. 1977. Snack food technology, Third edition. Texas : Pan-Tech Intern.
Muchtadi TR, Purwiyatno, Basuki A. 1988. Teknologi pemasakan ekstrusi. Bogor :
Pusat Antar Universitas Pangan Dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
__________, Sugiyono. 1989. Ilmu pengetahuan bahan pangan. Bogor : Pusat Antar
Universitas Pangan Dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
_________, Palupi NS, Astawan M. 1992. Metoda kimia biokimia dan biologi dalam
evaluasi nilai gizi pangan olahan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan
Gizi, Institut Pertanian Bogor.
__________, 2010. Teknik evaluasi nilai gizi protein. Bandung : Penerbit Alfabeta
Bandung.
Marahastuti. 1993. Karakteristik tepung dan pati ubi jalar (Ipomea batatas L) serta
pemanfataannya untuk pembuatan biskuit dalam upaya diversifikasi pangan
[skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, IPB.
Mar’at S. 2009. Desmita Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Meiri ED. 2005. Mempelajari kandungan mineral dan ketersediaan biologis
(bioavailabilitas) Fe secara in vitro pada sayuran lokal daerah Palangkaraya
dan sekitarnya [skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.
Mudjisihono R. 1990. Zat Tanin dalam biji sorghum dan usaha untuk mengurangi
kandungannya. Media Teknologi Pangan Vol 4 (1) Hal 59-66.
Novita N. 2010. Energi bar bukan makanan ajaib. http://www.femina-
online.com/issue/issue_detail.asp?id=582&cid=2&views=54 [19 Mei 2010].
Parker. 2003. Introduction to Food Science. New York: Delmar.
Palupi NS, Zakaria FR, Prangdimurti E. Evaluasi nilai biologis vitamin dan mineral.
http://xa.yimg.com/kq/groups/20875559/1523764269. [20 Juli 2010].
Persagi [Persatuan Ahli Gizi Indonesia]. 2009. Tabel komposisi pangan Indonesia.
Jakarta : Elex Media Komputindo.
Purwani EY, Santosa BAS, Meihira KD dan Damardjati DS. 1996. Beberapa sifat
biskuit dari campuran tepung beras kaya protein dan tepung kacang hijau
untuk makanan tambahan bayi usia dibawah dua tahun. Agritech Vol.16 no.
2, Hal 1-5.
59
3. Analisis pH Tepung
Alat pH meter dikalibrasi dahulu dengan menggunakan larutan standar
ber pH netral (pH 7). Elektoda kemudian dimasukkan ke dalam sampel tepung
yang akan diukur pH nya sehingga dapat terbaca nilai pH tepung.
63
1. Daya Serap Air (Sathe dan Salunka. 1981 dalam Fardiaz et al 1992)
Sebanyak 1 gram contoh ditimbang. kemudian dimasukkan ke dalam
tabung reaksi (tabung sentrifuse). Selanjutnya ditambahkan 10 gr air dan dikocok
dengan vortex mixer. Kemudian disentrifuse dengan kecepatan 3500 rpm selama
30 menit. Selanjutnya diukur volume supernatant dengan menggunakan gelas
ukur 10 ml.
saring. Letakkan timbel atau kertas saring yang berisi sampel tersebut dalam alat
ekstrasi Soxhlet. kemudian pasang alat kondenser diatasnya dan labu lemak di
bawahnya.
Tuangkan pelarut dietil eter atau petroleum eter ke dalam labu lemak
secukupnya. sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan. Lakukan refluks
selam minimum 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna
jernih. Distilasi pelarut yang ada di dalam labu lemak. tampung pelarutnya.
Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipananskan dalam
oven pada suhu 105oC. Setelah dikeringkan sampai berat tetap dan didinginkan
dalam desikator. timbang labu beserta lemaknya tersebut. Kemudian berat lemak
dapat dihitung.
Keterangan :
D = berat setelah pengeringan
I = berat setelah pengabuan
B = berat blanko bebas abu
68
b. Persiapan sampel
Timbang sampel sedemikian rupa sehingga kandungan proteinnya
sekitar 2 gr. Selanjutnya tambahkan air bebas ion hingga volumenya mencapi
75 ml. kemudian blender sampai halus. Siapkan sampel tersebut duplo.
Suspensi pepsin. Masukkan 1 gr pepsin ( sigma P7000) ke dalam labu takar
25 ml. Kemudian tepatkan volumenya dengan HCL 0.1 N. Digunakan dalam
bentuk segar atau siapkan segera sebelum digunakan.
Pankreatin bile. Campurkan 2 gr pankreatin (Sigma P1750) dan 12.5 gr
ekstrak bile (Sigma B8631). kemudian larutkan dalam NaHCO3 0.1 M dan buat
volumenya menjadi 1 liter dengan NaHCO3 0.1 M.
Larutan protein presipitan. Larutkan 100 gr asam triklor asetat (TCA. Sigma
T4885) dan 50 gram hidroksil amonium klorida (Sigma H9876) dalam air.
Kemudian tambahkan 100 ml HCL pekat dan tepatkan volume larutan menjadi
1 liter menggunakan air bebas ion.
Larutan standar Fe. Buat larutan dengan konsentrasi 0. 0.25. 0.5. 1.0. 2.0. dan
4.0 ug/ml Fe sebagai FeCl3 dalam HCl 0.1 N.
Katong dialisis. Potong kantong dialisis (Spectrapor 1. 6000-8000 MWCO.
Fisher 3 8700) sepanjang 15 cm dan rendam dalam air bebas ion. sekurang-
kurangnya 1 jam.
Vial. Siapkan vial (tabung dialisis) (Fisher 3-335-10D) lengkap dengan
penutupnya. Buat lubang kecil pada tutup untuk mengeluarkan gas.
70
Pengisian dilakukan dengan cara membuat garis vertikal pada setiap mistar
sesuai dengan ketentuan dan kode produk. Cantumkan kode sesuai dengan label
pada setiap garis vertikal yang diberikan. Diharapkan Saudara berkumur terlebih
dahulu dengan air mineral sebelum mencoba ke formula lainnya.
Warna : I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I
Amat Sangat Biasa Amat Sangat suka
tidak suka
Tekstur : I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I
Amat Sangat Biasa Amat Sangat suka
tidak suka
Aroma : I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I
Amat Sangat Biasa Amat Sangat suka
tidak suka
Rasa : I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I
Amat Sangat Biasa Amat Sangat suka
tidak suka
Keseluruhan : I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I
Amat Sangat Biasa Amat Sangat suka
tidak suka
Komentar:..................................................................................................................
..................................................................................................................................
..................................................................................................................................
71
Pengisian dilakukan dengan cara membuat garis vertikal pada setiap mistar
sesuai dengan ketentuan dan kode produk. Cantumkan kode sesuai dengan label
pada setiap garis vertikal yang diberikan. Diharapkan Saudara berkumur terlebih
dahulu dengan air mineral sebelum mencoba ke formula lainnya.
Warna : I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I
Coklat Coklat Putih
Kehitaman Kekuningan Gading
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tekstur : I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I
Sangat padat keras Padat Renyah
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Aroma : I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I
Amat Netral Amat
Sangat Sangat
Apek Harum
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Rasa : I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I---------I
Pahit Hambar Asam Manis
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Komentar:......................................................................................................................
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
......................................................................................................................................
73
Kurva Standard Fe
Konsentrasi (ppm) Puncak (mm)
0 0
0.5 3.7
1 8
2 14.5
3 21
4 28
Berat
Berat kadar
kadar setara 2 Kadar Fe Total Fe Berat Fe Bioavai
Sampel protein %
sampel
sampel sampel Dialisat
Peak Aliquot
a b
Fe
Dialisat labilitas
Bio (mm) ml dialisat
(%) protein (ppm) (mg) (g) (mg) (%)
(g) (ppm)
(g)
Tp.Sorg
hum 10.15 19.690 3.947 1043.84 4.120 29.94 1.8 50 0.347 0.0100 2.1508
Tp.Sorg
hum 10.15 19.690 3.946 1021.63 4.031 37.61 1.9 50 0.286 0.0107 2.3568
Formula
6.926 0.412
4 12.23 16.162 3.238 320.56 1.038 33.52 2.0 50 0.342 0.0115 8.2074
Formula
4 12.52 16.162 3.232 308.72 0.998 32.53 2.0 50 0.352 0.0115 9.0141
76
Contoh perhitungan :
Berat setara 2 gram protein = (2 g/kadar protein sampel g) X 100g
= (2 g/10.15g) X 100 g = 19.70 g
= 0.200 mg x 50 ml
1000 ml X 1000
29.9355 g
= 0.334 mg/1000 g = 0.334 ppm
Jika dalam 1000 g terdapat 0.3340 ppm. maka dalam 29.94 g dialisat terdapat mg
Fe dialisat = (berat dialisat/1000) x kadar Fe dialisat (ppm)
= (29.9355 g/1000) x 0.334 ppm = 0.0099 mg =0.010
Bioavailabilitas Fe (%) = Fe dialisat / total Fe sampel bio x 100%
= 0.010 mg x 100% = 2.146 % =2.15 %
0.4659 mg
78
Total 129.132 15
Lemak Formula 351.957 3 117.319 4647.453 .000
Error .303 12 .025
Total 352.260 15
Kadar Abu Formula 1.394 3 .465 23.008 .000
Error .242 12 .020
Total 1.637 15
Karbohidrat Formula 1123.956 3 374.652 1727.818 .000
Error 2.602 12 .217
Total 1126.558 15
Kadar Air Wet Formula 50.257 3 16.752 166.071 .000
Error 1.211 12 .101
Total 51.468 15
SMTL Formula 23.581 3 7.860 167.251 .000
Error .564 12 .047
Total 24.145 15
SML Formula 16.627 3 5.542 210.558 .000
Error .316 12 .026
Total 16.943 15
SMTOT Formula 32.227 3 10.742 283.515 .000
Error .455 12 .038
Total 32.681 15
Fe Formula 3.086 3 1.029 6.287 .008
Error 1.964 12 .164
Total 5.050 15
79
ANOVA
JK db KT F Sig.