I17 LNJ

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 51

FORMULASI TORSANG SNACK BAR: TEPUNG PISANG DAN

KACANG HIJAU DENGAN PENAMBAHAN TORBANGUN (Coleus


amboinicus Lour) SEBAGAI UPAYA MERINGANKAN KELUHAN
SINDROM PRAMENSTRUASI

LISTI NUR JANAH

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
ii
1

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN


SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Formulasi Torsang
Snack Bar: Tepung Pisang dan Kacang Hijau dengan Penambahan Torbangun
(Coleus amboinicus Lour) Sebagai Upaya Meringankan Keluhan Sindrom
Pramenstruasi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2017

Listi Nur Janah


NIM I14120044
2
3

ABSTRAK

LISTI NUR JANAH. Formulasi Torsang Snack Bar: Tepung Pisang dan Kacang
Hijau dengan Penambahan Torbangun (Coleus amboinicus Lour) Sebagai Upaya
Meringankan Keluhan Sindrom Pramenstruasi. Dibimbing oleh MUHAMMAD
RIZAL MARTUA DAMANIK dan REISI NURDIANI.

Prevalensi sindrom pramenstruasi di Indonesia diperkirakan mencapai 85%


wanita pada usia produktif. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan suatu
produk camilan berbasis tepung pisang dan tepung kacang hijau dengan
penambahan serbuk torbangun sebagai alternatif makanan selingan sebagai upaya
untuk meringankan keluhan sindrom pramenstruasi pada remaja. Rancangan
percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan tiga formula
yang memiliki jumlah penambahan serbuk torbangun berbeda dalam satu takaran
saji tiap formulanya, yaitu F1 (1 gram), F2 (2 gram), dan F3 (3 gram). Formula
terbaik dipilih berdasarkan uji organoleptik hedonik dan mutu hedonik. Uji
Kruskal-Wallis dan Duncan menunjukkan bahwa formula terpilih adalah F1,
dengan kandungan air 25.93% (bb), abu 1.85% (bk), lemak 5.60% (bk), protein
7.61% (bk), karbohidrat 59.01% (bk), kalsium 109 mg/100 gram, zat besi 4.54
mg/100 gram, dan magnesium 39.38 mg/100 gram dan memberikan kontribusi
energi sebanyak 317 kkal per 100 gram. Tingkat kekerasan snack bar sebesar
1445.9 g force. Snack bar memberikan kontribusi energi sebesar 5.96%, protein
5.16%, lemak 3.15%, karbohidrat 8.08%, kalsium 3.66%, zat besi 6.99%, dan
magnesium 7.16% terhadap angka kecukupan gizi pada kelompok perempuan usia
16-18 tahun.

Kata kunci: PMS, remaja putri, snack bar, Torbangun

ABSTRACT

LISTI NUR JANAH. The Formulation of Torsang Snack Bar: Banana and Mung
Bean Flour Added with Torbangun Powder (Coleus amboinicus Lour) as an Effort
to Reduce Pre-menstruation Syndrome. Supervised by MUHAMMAD RIZAL
MARTUA DAMANIK dan REISI NURDIANI.

Indonesia’s prevalence of pre-menstruation syndrome (PMS) was 85% in


women with productive age. The purpose of this study was to develop a snack bar
made from banana and mung bean flour added with of Torbangun powder to reduce
pre menstruation syndrome in adolescent. The research design was experimental
design consisted of three different formulas, namely F1 (1 gram of torbangun
powder), F2 (2 grams of torbangun powder) and F3 (3 grams of torbangun
powder). Hedonic and hedonic quality test were done to determine the selected
formula. The result of Kruskal-Wallis and Duncan test showed that the selected
formula was F1. The F1 formula contained 317 kkal/100gram of energy
contribution and contained 25.93% (wb) of water, 1.85% (db) of ash, 5.60% (db)
of fat, 7.61% (db) of protein, 59.01% (db) of carbohydrate, 109mg/100gram of
calcium, 4.54mg/100gram of iron, and 39.38mg/100gram of magnesium. The
4

texture level of F1 formula was 1445.9 g force. This product contributed 5.96% for
energy, 5.16% for protein, 3.15% for fat, 8.08% for carbohydrate, 3.66% for
calcium, 6.99% for iron, 7.16% for magnesium from RDA of 16-18 years old
women.

Keywords: adolescent, PMS, snack bar, Torbangun


5

FORMULASI TORSANG SNACK BAR: TEPUNG PISANG DAN


KACANG HIJAU DENGAN PENAMBAHAN TORBANGUN
(Coleus amboinicus Lour) SEBAGAI UPAYA MERINGANKAN
KELUHAN SINDROM PRAMENSTRUASI

LISTI NUR JANAH

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
Dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
6
7

Judul Skripsi : Formulasi Torsang Snack Bar: Tepung Pisang dan Kacang
Hijau dengan Penambahan Torbangun (Coleus amboinicus
Lour) Sebagai Upaya Meringankan Keluhan Sindrom
Pramenstruasi
Nama : Listi Nur Janah
NIM : I14120044

Disetujui oleh

Prof. drh. Muhammad Rizal Martua Damanik, MRepSc, PhD Reisi Nurdiani, SP, MSi
Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Rimbawan
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :
8
9

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah berupa skripsi ini dapat diselesaikan. Judul yang dipilih
dalam penelitian adalah “Formulasi Torsang Snack Bar: Tepung Pisang dan
Kacang Hijau dengan Penambahan Torbangun (Coleus amboinicus Lour) Sebagai
Upaya Meringankan Keluhan Sindrom Pramenstruasi”, yang berlangsung sejak
bulan Oktober hingga Desember 2016. Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Prof. drh. Muhammad Rizal Martua Damanik, MRepSc, PhD dan Reisi
Nurdiani, SP, MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak
memberi ilmu, arahan, bimbingan, saran, dan motivasi.
2. Dr. agr. Eny Palupi, STP, MSc selaku dosen penguji atas waktunya dan
memberi masukan dalam penyempurnaan skripsi ini.
3. Bapak H. Muchlis (Ayah), Ibu Hj. Bintarti Achmad (Ibu), Kakak Muchti
Syafarudin, dan Kakak Lista Husnul Chotimah, SMB yang banyak
memberikan doa, dukungan, kasih sayang, dan semangat.
4. Pihak Laboratorium SEAFAST Center, IPB; Laboratorium Analisis Kimia
Pusat Antar Universitas; Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan, FATETA; serta Laboratorium Departemen Gizi Masyarakat atas
bantuan dan bimbingan kepada penulis selama penelitian berlangsung.
5. Sahabat-sahabat tercinta: Trian A. Putera, Lendy Hakim, Fajria Saliha P.P.,
Dyana Safira A., Syifa Fauziah, Muti’ah M. S., Seila P. Sativa, Levita Sari D.,
Ajeng K. Sugianto, Amida Nuryaumah, Rily Hanundyah D., Fahrul Rozi,
Imam Safii atas segala dukungan, perjuangan, bantuan, suka dan duka, serta
kebersamaan semangat yang diberikan.
6. Teman-teman pejuang serbuk torbangun, Great Students 49, dan pejuang
penelitian di laboratorium: Rifani, Enggar, Lutfi, Rafika, Aisyah, Sonia, Faisal
Pratama atas kebersamaan, perjuangan, bantuan, serta semangat selama
penelitian dan penyusunan skripsi, serta teman-teman Gizi Masyarakat 49 yang
telah semangat bersama melalui dunia perkuliahan.
7. Teman-teman UKM LISES Gentra Kaheman 49 atas semangat, doa dan
dukungan yang diberikan.
Demikian prakata yang penulis buat. Penulis mohon maaf atas segala
kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Semoga hasil penelitian dan skripsi ini
dapat memberikan manfaat untuk banyak pihak.

Bogor, Januari 2017

Listi Nur Janah


10
11

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN x
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 3
METODE PENELITIAN 3
Waktu dan Tempat 3
Bahan dan Alat 3
Prosedur 4
Rancangan Percobaan 9
Pengolahan dan Analisis Data 9
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Pembuatan Serbuk Torbangun 9
Kandungan Zat Gizi Serbuk Daun Torbangun 11
Formulasi Snack Bar 13
Karakteristik Sifat Organoleptik Snack Bar 15
Penentuan Produk Snack Bar Terpilih 19
Kandungan Zat Gizi Snack Bar Formula Terpilih 20
Sifat Fisik Snack bar 23
Kontribusi Zat Gizi Snack Bar 23
SIMPULAN DAN SARAN 24
Simpulan 24
Saran 25
DAFTAR PUSTAKA 26
LAMPIRAN 30
12

DAFTAR TABEL

1 Formulasi snack bar tepung pisang dan tepung kacang hijau 5


2 Kandungan zat gizi serbuk daun torbangun (Coleus amboinicus Lour) 11
3 Formulasi snack bar dengan penambahan serbuk torbangun 15
4 Nilai modus hasil uji hedonik pada snack bar 15
5 Nilai modus hasil uji mutu hedonik pada snack bar 16
6 Kandungan zat gizi snack bar formula terpilih 20
7 Kontribusi energi dan zat gizi snack bar terhadap AKG dan ALG 24
8 Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov hasil uji hedonik 34
9 Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov hasil uji mutu hedonik 34
10 Tes statistika,b hasil uji hedonik 35
11 Tes statistika,b hasil uji mutu hedonik 35
12 Hasil uji lanjut Duncan uji hedonik 35
13 Hasil uji lanjut Duncan uji mutu hedonik 36

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir tahapan penelitian yang dilakukan 5


2 Diagram alir pembuatan snack bar 6
3 Diagram alir pembuatan serbuk daun torbangun 7
4 Serbuk daun torbangun 11
5 Persentase penerimaan panelis terhadap snack bar 19
6 Snack bar formula terpilih 19

DAFTAR LAMPIRAN

1 Lembar uji organoleptik snack bar 30


2 Prosedur analisis kandungan zat gizi 32
3 Prosedur analisis uji kekerasan 33
4 Hasil uji statistik 34
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Masa remaja merupakan masa yang penting karena masa ini adalah masa
peralihan ke masa dewasa. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan yang
dinamis dalam kehidupan seseorang terutama wanita. Pada masa remaja, terjadi
proses transisi dari masa anak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan
perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial serta berlangsung pada sekitar
usia di atas 10 tahun (Pardede 2002). Setiap bulannya, wanita usia subur akan
mengalami menstruasi. Premenstrual Syndrome (PMS) atau sindrom sebelum
menstruasi merupakan kumpulan berbagai keluhan yang muncul sebelum
menstruasi, biasanya muncul pada 7 sampai 10 hari menjelang menstruasi. Gejala
yang timbul dari PMS berupa gangguan fisik dan psikis. Penyebab pasti belum
diketahui, tetapi diduga akibat adanya ketidakseimbangan hormonal terutama
estrogen, progesteron, prolaktin, dan aldosteron yang berperan dalam terjadinya
PMS. Pada perempuan yang peka terhadap faktor psikologis, perubahan hormonal
sering menyebabkan PMS (Anwar 2011).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tabassum et al. (2005), sekitar 53%
remaja putri di Peshawar, India mengalami sindrom pramenstruasi. Sedangkan
menurut penelitian Faustino et al. (2009), prevalensi sindrom pramenstruasi di
Indonesia diperkirakan mencapai 85% wanita pada usia produktif. Prevalensi
tersebut menggambarkan cukup banyak wanita yang mengalami sindrom
pramenstruasi di Indonesia, sehingga perlu dilakukan upaya untuk mencegah dan
mengatasi masalah sindrom pramenstruasi tersebut. Remaja putri dengan status
defisiensi mineral magnesium dan zink kerap berisiko mengalami kejadian sindrom
pramenstruasi. Selain magnesium dan zink, defisiensi kalsium juga mengakibatkan
berisiko mengalami sindrom pramenstruasi (Devi et al. 2010).
Pisang (Musa paradisiaca) adalah salah satu komoditas hortikultura yang
berpeluang sangat tinggi sebagai bahan diversifikasi pangan dan agribisnis di
Indonesia. Pisang dikenal dengan buah yang kaya akan mineral, seperti kalium,
magnesium, fosfor, kalsium, dan zat besi (Cahyono 2009). Mineral yang
terkandung dalam pisang, dapat terserap oleh tubuh hingga 100% dibandingkan
dengan pangan nabati lainnya (Suyanti dan Supriyadi 2008). Pisang banyak
dimanfaatkan untuk berbagai macam olahan, salah satunya adalah diolah menjadi
tepung. Pemanfaatan tepung pisang cukup luas, yaitu dapat dimanfaatkan sebagai
bahan makanan balita yang dibuat menjadi bubur, serta sebagai bahan baku produk
roti.
Kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) yang juga biasa disebut mungbean
merupakan tanaman yang dapat tumbuh hampir di semua daerah di wilayah
Indonesia. Tanaman kacang hijau merupakan salah satu tanaman Leguminosae
yang cukup penting di Indonesia posisinya menduduki tempat ketiga setelah kedelai
dan kacang tanah (Aggarwal et al. 2008). Hingga saat ini, produksi tanaman kacang
hijau di Indonesia cukup besar namun belum banyak dioptimalkan pemanfaatannya
sebagai makanan sumber protein nabati. Kacang hijau adalah salah satu pangan
lokal yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan dalam rangka program
2

penganekaragaman pangan. Jika kacang hijau diolah dengan baik, hasilnya tidak
kalah dengan bahan pangan lainnya.
Daun Torbangun (Coleus amboinicus Lour) banyak mengandung zat gizi
mikro dan zat bioaktif. Phytochemical database melaporkan bahwa dalam daun
torbangun terkandung vitamin C, vitamin B1, vitamin B12, beta-karoten, niasin,
karvakrol, kalsium, asam-asam lemak, asam oksalat, dan serat (Devi et al. 2010).
Menurut Batubara et al. (2004), daun torbangun banyak mengandung zat gizi mikro
seperti magnesium, zat besi, zink, kalsium, α-tokoferol, dan β-karoten, minyak
atsiri antara lain fenol, karvakrol, isopropil okresol dan sineol serta zat bioaktif,
seperti flavonoid dan glikosida. Daun torbangun memiliki manfaat yang cukup
banyak, salah satunya adalah mengurangi keluhan PMS pada remaja putri (Devi et
al. 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Devi et al. (2010) dapat terlihat bahwa
pemberian satu kapsul berisi 750 mg daun torbangun kering atau setara dengan 10
gram daun torbangun segar dapat menurunkan keluhan PMS, seperti nyeri pada
payudara, sakit kepala, nyeri pada perut bagian bawah, dan emosi yang lebih besar
pada remaja putri yang mengalami PMS. Daun torbangun biasa dikonsumsi oleh
masyarakat Batak, Sumatera Utara dalam bentuk sayur. Selain itu, penelitian-
penelitian sebelumnya telah melakukan pemanfaatan daun torbangun yang
ditambahkan dalam produk cookies (Dewi 2011), Risoles (Dewi 2014), simpling
(Halida 2015) sebagai sumber zat gizi mikro; susu kedelai torbangun sebagai
minuman kesehatan (Nursasanti 2011), minuman fungsional bagi remaja yang
mengalami sindrom pramenstruasi (Surbakti 2015), siomay sebagai makanan
fungsional (Nurmalasari 2015), sereal instan untuk wanita post-partum (Nabila
2016), surabi instan untuk anak yang mengalami ADHD (Muninggar 2016), serta
pasta (Kurniasih 2016).
Snack bar merupakan salah satu makanan cemilan atau kudapan yang
digemari oleh remaja. Selain itu, bentuk snack bar mudah dan praktis untuk dibawa
tanpa membutuhkan kondisi khusus. Pengembangan produk camilan berupa snack
bar dapat dibuat dengan menggunakan bahan dasar lokal seperti tepung pisang dan
tepung kacang hijau sebagai pengganti tepung terigu atau gandum. Bahan dasar
lokal digunakan sebagai salah satu upaya mengembangkan bahan lokal dan
mengurangi penggunaan bahan impor tepung terigu dan gandum di Indonesia.
Pembuatan snack bar menggunakan tepung pisang dan tepung kacang hijau dengan
penambahan serbuk torbangun dapat menjadi makanan camilan alternatif untuk
mengurangi keluhan PMS. Oleh karena itu, diperlukan penelitian formulasi snack
bar dengan penambahan daun torbangun untuk membuat produk makanan camilan
yang dapat mengurangi keluhan PMS.

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan formula Torsang snack bar
menggunakan tepung pisang dan tepung kacang hijau dengan penambahan serbuk
torbangun sebagai upaya untuk meringankan sindrom pramenstruasi.
3

Tujuan Khusus
1. Mempelajari proses pembuatan serbuk torbangun (Coleus amboinicus Lour)
dan menganalisis sifat kimianya
2. Mempelajari formulasi Torsang snack bar tepung pisang dan tepung kacang
hijau yang ditambahkan tepung daun torbangun
3. Menganalisis sifat organoleptik dari Torsang snack bar untuk memperoleh
formula terbaik
4. Menganalisis sifat kimia (kadar air, kadar abu, protein, lemak, karbohidrat,
kalsium, zat besi, dan magnesium) dari formula Torsang snack bar terpilih
5. Menganalisis sifat fisik (tekstur) dari formula Torsang snack bar terpilih
6. Menghitung kontribusi zat gizi formula Torsang snack bar terpilih terhadap
angka kecukupan gizi (AKG) tahun 2013 kelompok remaja putri usia 16-18
tahun

Manfaat Penelitian

Produk dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi makanan ringan (snack)
yang disenangi oleh remaja putri, alternatif sebagai upaya untuk meringankan
sindrom pramenstruasi. Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan
kontribusi positif terhadap masyarakat, pemerintah, dan perusahaan dalam bidang
industri pangan yang dapat menghasilkan produk makanan ringan yang
memberikan kontribusi positif bagi sindrom pramenstruasi yang terjadi.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember


2016. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan dan Percobaan
Makanan dan Laboratorium Uji Organoleptik Departemen Gizi Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia. Pembuatan serbuk torbangun dilakukan di
Laboratorium SEAFAST Center, Institut Pertanian Bogor. Analisis sifat kimia
produk dilakukan di Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Analisis sifat
fisik (tekstur) dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah terdiri dari bahan utama
dan bahan pendukung. Bahan utama yang digunakan adalah tepung pisang, tepung
kacang hijau, kacang tanah, buah kering (manisan mangga), margarin, selai nanas,
madu, garam, air, serta serbuk torbangun. Bahan selain daun torbangun dan tepung
pisang didapatkan dari pasar tradisional dan pasar swalayan terdekat. Daun
4

torbangun didapatkan dari pasar tradisional di daerah Bekasi, Jawa Barat, serta
tepung pisang didapatkan dari pemesanan pada website
www.panganlokalindonesia.co.id. Bahan kimia sebagai bahan pendukung yang
digunakan untuk menganalisis sifat kimia dari snack bar tersebut adalah akuades,
HCl, H2SO4, selenium mix, NaOH, H3BO3, indikator metal merah biru, pelarut
heksan, etanol, HNO3 untuk analisis proksimat dan analisis mineral.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas alat pembuatan serbuk
daun torbangun, alat pembuatan snack bar, alat untuk uji organoleptik, serta alat
untuk analisis sifat kimia dan fisik. Alat untuk pembuatan serbuk daun torbangun
adalah blancher, double drum drier, disc mill, blender kering, serta pengayak 40
mesh. Alat yang digunakan untuk pembuatan snack bar adalah timbangan, baskom,
pisau, talenan, loyang kue, wajan, sarung tangan plastik, serta oven. Alat untuk uji
organoleptik adalah cup kertas, pulpen, dan lembar uji organoleptik. Alat yang
digunakan untuk analisis sifat kimia adalah cawan porselen, penagas, tanur, oven,
desikator, timbangan analitik, labu Soxhlet, erlenmeyer, labu Kjeldahl, pipet, kertas
saring, corong buchner, gelas ukur, labu takar, dan AAS. Alat untuk menguji
analisis sifat fisik adalah textur analyzer.

Prosedur

Penelitian yang dilakukan dibagi menjadi dua tahap, yaitu penelitian


pendahuluan dan penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan merupakan tahap
untuk dari penentuan formula terbaik snack bar berbasis tepung pisang dan tepung
kacang hijau, serta pembuatan sebuk torbangun dan analisis kandungan zat gizi
serbuk torbangun. Penelitian lanjutan terdiri dari beberapa tahap, yaitu 1) membuat
formulasi snack bar dengan penambahan serbuk torbangun, 2) melakukan uji sifat
organoleptik snack bar, 4) menganalisis sifat kimia (uji kandungan gizi) formula
snack bar terpilih, 5) menganalisis sifat fisik (uji kekerasan) snack bar formula
terpilih, dan 6) menghitung kontribusi zat gizi formula terpilih terhadap AKG pada
kelompok remaja putri usia 16-18 tahun. Gambar 1 adalah tahapan penelitian yang
akan dilakukan.

Tepung pisang, tepung kacang hijau

Formulasi snack bar tepung pisang dan tepung


kacang hijau terbaik

Menentukan formula terbaik komposisi snack bar

Penentuan formula pembuatan snack bar dengan


penambahan serbuk torbangun (F1, F2, F3)

X
5

Pembuatan snack bar dengan formulasi yang telah


ditetapkan

Uji organoleptik produk (uji mutu hedonik dan uji


hedonik)

Penentuan formula terpilih

Analisis sifat kimia dan fisik Perhitungan kontribusi zat gizi

Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian yang dilakukan

Penelitian Pendahuluan
Tahap pendahuluan ini terdiri dari pembuatan snack bar berbasis tepung
pisang dan tepung kacang hijau, serta pembuatan serbuk torbangun. Berikut adalah
rincian tahap pendahuluan tersebut.

1. Penentuan formula snack bar


Tahap ini bertujuan untuk mendapatkan formula snack bar berbasis tepung
pisang dan tepung kacang hijau terbaik. Formulasi dibuat dengan tiga formula, yaitu
dengan perbedaan setiap formula adalah terletak pada rasio tepung pisang dan
tepung kacang hijau. Rasio perbandingan tepung pisang dan tepung kacang hijau
untuk masing-masing formula sebagai berikut, F1 memiliki rasio perbandingan
90:10, F2 memiliki rasio perbandingan 80:20, dan F3 memiliki rasio perbandingan
70:30. Variasi formula snack bar untuk satu adonan menghasilkan satu loyang
snack bar atau sama dengan 10 takaran saji disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Formulasi snack bar tepung pisang dan tepung kacang hijau
Berat Bahan (gram)
Bahan
F1 F2 F3
Tepung pisang 135 120 105
Tepung kacang hijau 15 30 45
Margarin 25 25 25
Garam 4 4 4
Gula 25 25 25
Madu 30 30 30
Selai 60 60 60
Kacang tanah 40 40 40
Buah kering 15 15 15
Air 81 81 81
Penggunaan jumlah bahan dan proses pembuatan snack bar pada penelitian
ini mengacu kepada penelitian yang dilakukan oleh Laila (2015) yang telah
6

dimodifikasi, yaitu pembuatan makanan siap santap tinggi kalsium. Tahap


pembuatan snack bar ini diawali dengan penimbangan bahan, selanjutnya proses
homogenisasi bahan kering dan bahan basah secara terpisah terlebih dahulu. Bahan
kering yang dihomogenisasi adalah tepung pisang, tepung kacang hijau, serbuk
torbangun, madu, selai, kacang tanah, dan buah kering yang telah dipotong kecil-
kecil. Bahan basah yang dihomogenisasi adalah minyak, garam, dan gula.
Berikutnya adalah pencampuran bahan kering dan bahan basah, kemudian
ditambahkan air. Selanjutnya dilakukan pencetakan adonan berbentuk persegi
panjang dalam loyang berukuran 22 x 10 x 2 cm3. Satu loyang adonan dapat
menghasilkan 10 buah snack bar. Tahap terakhir adalah pemanggangan adonan
dengan menggunakan oven pada suhu 1000C selama 40 menit, kemudian dinaikkan
menjadi 1200C selama 20 menit. Setelah matang, snack bar dikeluarkan dari loyang
dan didinginkan pada suhu ruang selama 20 menit. Tahapan pembuatan snack bar
tersebut disajikan pada Gambar 2.
Penimbangan bahan baku

Tepung pisang, tepung kacang Margarin, garam,


hijau, serbuk torbangun, madu,
selai, kacang tanah, buah kering
gula

Pencampuran bahan kering Pencampuran bahan basah

Air Pencampuran adonan snack bar

Pencetakkan dalam loyang persegi panjang

Pemanggangan pada suhu 1000C (40 menit)

Pemanggangan lanjut dengan suhu 1200C (20 menit)

Pendinginan pada suhu ruang (20 menit)

Snack bar

Gambar 2 Diagram alir pembuatan snack bar


7

Formula standar snack bar dipilih melalui tahap trial and error dengan
mempertimbangkan tekstur terbaik dan kandungan zat gizi yang diestimasi melalui
perhitungan. Berdasarkan hasil trial and error formulasi, tekstur snack bar terbaik
adalah pada F2. Formula ini yang digunakan untuk penelitian lanjutan.

2. Pembuatan Serbuk Daun Torbangun dan Analisis Kandungan Zat Gizi


Pembuatan serbuk daun torbangun ini mengacu pada metode yang dilakukan
Halida (2015) yang telah dimodifikasi pada pembuatan serbuk torbangun.
Pembuatan serbuk daun torbangun dapat dilihat pada gambar berikut.

Daun Torbangun

Pencucian

Blanching (t= 1 menit, T= 80-900C)

Pengeringan double drum drier (t=1 menit, T= 600C)

Penghalusan dengan disc mill

Penghalusan lanjutan dengan blender

Pengayakan dengan saringan 40 mesh

Serbuk Torbangun

Gambar 3 Diagram alir pembuatan serbuk daun torbangun

Analisis kandungan zat gizi serbuk torbangun yang dilakukan terdiri atas
kadar air (AOAC 2005), kadar abu (AOAC 2005), kadar protein (AOAC 2005),
kadar lemak (AOAC 2005), kadar karbohidrat total dengan metode by difference
(AOAC 2005), kadar kalsium, kadar zat besi, dan kadar magnesium metode AAS
(Apriyantono et al. 1989). Prosedur analisis kandungan zat gizi serbuk torbangun
disajikan pada Lampiran 2.

Penelitian Lanjutan
Penelitian lanjutan terdiri dari beberapa tahap, yaitu membuat formulasi
snack bar dengan penambahan serbuk torbangun, melakukan uji organoleptik snack
bar, menganalisis sifat kimia (uji kandungan gizi) formula snack bar terpilih,
menganalisis sifat fisik (uji kekerasan) snack bar formula terpilih, dan menghitung
8

kontribusi zat gizi formula terpilih terhadap AKG pada kelompok remaja putri usia
16-18 tahun.

1. Formulasi Snack bar dengan Penambahan Serbuk Torbangun


Formulasi snack bar dibuat dengan tiga formula, yaitu dengan penambahan
serbuk torbangun yang berbeda pada setiap formula. Penambahan serbuk torbangun
dilakukan dengan tiga taraf, yaitu F1 sebesar 1 gram per takaran saji, F2 sebesar 2
gram per takaran saji, dan F3 sebesar 3 gram per takaran saji. Penambahan tepung
daun torbangun merujuk pada penelitian Surbakti (2015) yang melakukan
intervensi minuman fungsional daun torbangun dan lemon kepada remaja. Surbakti
(2015) memberikan sebanyak 10 gram daun torbangun yang diolah menjadi
minuman fungsional.

2. Uji Organoleptik Produk Snack Bar


Uji organoleptik produk dilakukan menggunakan 35 orang panelis semi
terlatih untuk mendapatkan satu formula terpilih dari 3 formulasi yang dilakukan.
Pengujian formula meliputi uji hedonik dan mutu hedonik. Uji hedonik
menggunakan tujuh skala penilaian, yaitu 1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3=
agak tidak suka, 4= biasa, 5= agak suka, 6= suka, dan 7= sangat suka. Uji mutu
hedonik juga menggunakan tujuh skala penilaian. Atribut yang digunakan pada uji
mutu hedonik adalah warna (putih kecoklatan hingga coklat kehijauan), tekstur
(sangat keras hingga sangat empuk), aroma pisang dan aroma torbangun (sangat
kuat hingga sangat lemah), rasa (sangat pahit hingga sangat manis), dan aftertaste
(sangat kuat hingga sangat lemah). Formulir uji organoleptik disajikan pada
Lampiran 1.

3. Analisis Sifat Kimia (Uji Kandungan Zat Gizi) Snack bar


Uji kandungan gizi yang dilakukan terdiri atas kadar air (AOAC 2005), kadar
abu (AOAC 2005), kadar protein (AOAC 2005), kadar lemak (AOAC 2005), kadar
karbohidrat total dengan metode by difference (AOAC 2005), kadar kalsium, kadar
zat besi, dan kadar magnesium metode AAS (Apriyantono et al. 1989). Metode
analisis kandungan zat gizi secara rinci disajikan pada Lampiran 2.

4. Analisis Sifat Fisik (Uji Kekerasan) Snack bar


Analisis tekstur atau uji kekerasan pada snack bar formula terpilih
menggunakan alat texture analyzer. Prosedur uji kekerasan disajikan pada
Lampiran 3.

5. Perhitungan Kontribusi Zat Gizi terhadap Angka Kecukupan Gizi Kelompok


Remaja Putri Usia 16-18 Tahun
Penentuan takaran saji dilakukan untuk mengetahui kontribusi zat gizi snack
bar bagi kelompok perempuan usia 16-18 tahun. Perhitungan kontribusi zat gizi
dilakukan dengan membagi jumlah zat gizi yang disediakan oleh satu takaran saji
snack bar dengan angka kecukupan gizi (untuk kelompok remaja putri usia 16-18
tahun) kemudian dikali 100%. Angka kecukupan gizi tersebut mengacu pada AKG
2013.
9

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua kali
ulangan. Unit percobaan pada penelitian yang dilakukan ini adalah snack bar
dengan 3 unit percobaan dengan perlakuan yang dibedakan berdasarkan proporsi
penambahan serbuk daun torbangun. Model linier yang digunakan pada rancangan
tersebut adalah sebagai berikut.
Yij = μ + τi + εij
Keterangan:
Yij = Nilai pengamatan respon snack bar karena pengaruh formula taraf
perlakuan ke-i, ulangan ke-j
µ = Nilai rataan umum
τi = Pengaruh formula snack bar pada taraf ke-i terhadap peubah respon
i = Taraf (i = formula 1, formula 2, formula 3, formula 4)
j = Ulangan (j = 1, 2)
εij = Kesalahan penelitian karena pengaruh taraf ke-i peubah respon, ulangan
ke-j

Pengolahan dan Analisis Data

Data hasil uji organoleptik meliputi uji hedonik dan uji mutu hedonik
ditabulasikan dan dianalisis secara deskriptif. Pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan Microsoft Excel 2013 dan SPSS versi 16.0 for Windows. Data hasil
uji organoleptik dianalisis menggunakan Kolmogorov-Smirnov (p<0.05) untuk
mengetahui normalitas data, dan didapatkan hasil data tidak menyebar secara
normal. Data hasil uji organoleptik dianalisis menggunakan uji Mann-Whitney
untuk melihat perbedaan data antar ulangan dari masing-masing formula. Uji beda
antar formula untuk masing-masing atribut dilakukan menggunakan uji non-
parametrik Kruskal Wallis (p<0.05). Atribut yang memiliki perbedaan nyata, maka
dilakukan uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test untuk melihat perbedaan dari
setiap perlakuan yang ada dan menentukan formula terpilih. Data analisis kimia dan
analisis tekstur formula terpilih, serta kontribusi gizi dari formula terpilih dianalisis
secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Serbuk Daun Torbangun

Tanaman torbangun (Coleus amboinicus Lour) merupakan tanaman yang


biasa dikenal dengan nama daun bangun-bangun. Tanaman ini merupakan salah
satu jenis tanaman yang biasa dikonsumsi oleh ibu yang baru melahirkan di daerah
Sumatera Utara, terutama oleh suku Batak. Daun Torbangun ini telah teruji dapat
meningkatkan produksi air susu ibu (ASI) (Damanik 2005). Daun Torbangun
mengandung tiga komponen utama yang berkhasiat. Ketiga komponen tersebut
10

adalah senyawa-senyawa yang bersifat laktagogum, komponen gizi, dan komponen


farmaseutika (Rumetor 2008). Bagian dari tanaman torbangun yang biasanya
dimanfaatkan untuk dikonsumsi adalah bagian daunnya (Damanik 2009). Menurut
Damanik (2005), konsumsi daun torbangun berpengaruh nyata terhadap
peningkatan konsentrasi beberapa mineral dalam ASI, seperti zat besi, kalium,
seng, dan magnesium. Sindrom pramenstruasi yang kerap dialami remaja putri juga
dapat menurun gejalanya setelah mengonsumsi daun torbangun (Devi et al. 2010).
Tanaman torbangun juga mengandung kalium yang berfungsi sebagai pembersih
darah, melawan infeksi, mengurangi rasa nyeri, menimbulkan rasa tenang dan
mengurangi selaput lendir yang berguna saat terjadi pramenstruasi sindrom serta
memiliki antiseptika. Daun torbangun juga kaya akan zat gizi yang berguna untuk
menurunkan keluhan sindrom pramenstruasi selain zat aktif yang terkadung dalam
daun torbangun tersebut (Damanik 2005).
Dalam penelitian ini, daun torbangun yang digunakan berbentuk serbuk
sebagai bahan tambahan dari formula snack bar yang dibuat. Penggunaan bentuk
serbuk ditujukan untuk membentuk tekstur yang diinginkan, yaitu tidak terlalu
basah dan tidak terlalu lunak. Penambahan serbuk torbangun juga bertujuan untuk
meningkatkan kandungan zat gizi mikro pada snack bar. Penelitian yang dilakukan
Dewi (2014) menunjukkan bahwa penambahan serbuk torbangun meningkatkan
kandungan zat gizi mikro pada produk yang dibuat, yaitu kulit risoles. Pembuatan
serbuk torbangun pada penelitian ini dilakukan dengan metode pengeringan
menggunakan double drum drier. Pemilihan metode drum drier disebabkan waktu
pengerjaan yang singkat, sehingga meminimalisir daun torbangun terpapar panas
dalam waktu yang lama pada proses pembuatan. Selain itu metode ini memberi efek
positif pada kualitas torbangun yang dihasilkan, misalnya penampakan. Sebuk
torbangun yang dibuat dengan drum drier dapat mempertahankan warna tetap
cerah.
Pembuatan serbuk torbangun ini diawali dengan melakukan pembersihan
daun yang telah dipisahkan dari tangkainya dan kemudian dicuci di bawah air
mengalir. Daun torbangun diblansir uap (steam blanching) selama 1 menit dan
ditiriskan. Proses blansir (blanching) dalam pembuatan serbuk ini berfungsi untuk
mencegah pencoklatan saat penepungan. Selain itu, blansir juga dapat
menginaktivasi enzim-enzim oksidatif yang dapat mengakibatkan perubahan
karakteristik, seperti warna, bau, rasa, dan tekstur (Ayu dan Yuwono 2014). Daun
torbangun kemudian dimasukkan ke dalam double drum drier dengan suhu 600C
selama 1 menit untuk dikeringkan dan didapatkan simplisia daun. Kemudian
simplisia daun torbangun dihaluskan mengunakan disc mill dan blender, lalu diayak
menggunakan ayakan berukuran 40 mesh. Proses pembuatan serbuk torbangun ini
mengacu pada proses pembuatan serbuk torbangun yang dilakukan oleh Halida
(2015) dengan modifikasi. Gambar 4 adalah hasil dari pembuatan serbuk daun
torbangun.
11

Gambar 4 Serbuk daun torbangun


Daun torbangun segar yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 16 120
gram dan menghasilkan 1 457 gram serbuk daun torbangun. Rendemen serbuk daun
torbangun dihitung berdasarkan perbandingan berat serbuk daun torbangun dengan
berat daun torbangun segar, sehingga didapatkan rendemen sebesar 9.04%.
Menurut Mahmud et al. (2009), nilai rendemen serbuk daun torbangun yang rendah
disebabkan tingginya kadar air dalam daun torbangun, yaitu sebesar 92.5%.

Kandungan Zat Gizi Serbuk Daun Torbangun

Analisis sifat kimia atau kandungan gizi sebuk torbangun yang dilakukan
meliputi kadar air, abu, lemak, protein, karbohidrat, kalsium, zat besi, dan
magnesium. Hasil analisis kandungan gizi dibandingkan dengan penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Dewi (2014). Berikut adalah tabel hasil analisis
kandungan zat gizi serbuk torbangun.
Tabel 2 Kandungan zat gizi serbuk daun torbangun (Coleus amboinicus Lour)
Kandungan Zat Gizi
Parameter Uji Kandungan Zat Gizi
menurut Dewi (2014)
Air (%bb) 9.40 9.08
Abu (%bk) 14.46 13.97
Lemak (%bk) 5.90 4.85
Protein (%bk) 22.72 22.55
Karbohidrat (%bk) 47.53 58.63
Kalsium (mg/100g) 892.11 1384.32
Zat Besi (mg/100g) 22.42 24.31
Magnesium (mg/100g) 164 -
Kadar air. Kadar air pada serbuk torbangun dipengaruhi oleh beberapa
faktor selama proses pengeringan, yaitu di antaranya suhu, lama waktu proses, dan
kadar air dari bahan segar. Kadar air serbuk torbangun pada penelitian ini adalah
sebesar 9.40%. Menurut BSN (2009), kadar air pada tepung terigu adalah maksimal
14.5%, sehingga kadar air pada serbuk torbangun ini sesuai dengan syarat kadar air
pada tepung terigu yang ditentukan BSN. Kadar air serbuk torbangun pada
penelitian ini mendekati hasil penelitian Dewi (2014) yang menyatakan bahwa
kadar air serbuk torbangun sebesar 9.08%.
Kadar abu. Hasil analisis kadar abu serbuk torbangun adalah sebesar
14.46%. Kadar abu maksimal untuk tepung terigu adalah sebesar 0.7% (BSN 2009).
Hal ini tidak sesuai, karena kadar abu serbuk torbangun melebihi syarat kadar abu
12

untuk tepung terigu. Kadar abu dalam bahan pangan menunjukkan kandungan
mineralnya. Hal ini menyebabkan kadar abu serbuk torbangun yang cukup tinggi
karena torbangun memiliki kandungan mineral yang tinggi, seperti kalsium, zat
besi, fosfor, magnesium, dan zink (Damanik 2005). Kadar abu serbuk torbangun
dalam penelitian ini juga mendekati hasil penelitian Dewi (2014), yaitu sebesar
13.97%.
Kadar lemak. Kadar lemak yang terkandung dalam serbuk torbangun
berdasarkan hasil analisis adalah sebesar 5.90%. Kadar lemak juga menentukan
mutu suatu produk pangan. Kadar lemak serbuk torbangun penelitian ini melebihi
hasil dari analisis kadar lemak yang dilakukan Dewi (2014), yaitu sebesar 4.85%.
Tingginya kadar lemak serbuk torbangun dapat disebabkan oleh kandungan asam
lemak yang tinggi pada daun torbangun, sehingga mengonsumsi sup daun
torbangun dapat meningkatkan status asam lemak terkonjugasi dan tidak
terkonjugasi pada ibu menyusui (Damanik 2005).
Kadar protein. Hasil analisis kadar protein serbuk torbangun adalah sebesar
22.72%. Hasil ini sesuai dengan syarat kadar tepung terigu yang telah ditentukan,
yaitu minimal sebesar 7.0% (BSN 2009). Hasil analisis pada penelitian ini tidak
berbeda jauh dengan hasil analisis yang dilakukan Dewi (2014), yaitu sebesar
22.5%.
Kadar karbohidrat. Kadar karbohidrat serbuk torbangun dihitung
menggunakan metode by difference. Hasil yang didapatkan adalah kadar
karbohidrat sebesar 47.53%. Jika dibandingkan dengan hasil analisis yang
dilakukan Dewi (2014), yaitu sebesar 58.53% hasil analisis penelitian ini terbilang
rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh kadar air, abu, dan lemak yang lebih tinggi
dibandingkan hasil penelitian Dewi (2014).
Kadar kalsium. Kalsium merupakan unsur penting dalam tubuh sebagai
mineral makro. Analisis kadar kalsium pada serbuk torbangun dalam penelitian ini
menunjukkan hasil sebesar 892.11 mg/100g. Hasil ini merupakan tergolong rendah
jika dibandingkan dengan hasil analisis penelitian Dewi (2014), yang menunjukkan
kadar kalsium serbuk torbangun sebesar 1384.32 mg/100g. Serbuk torbangun pada
penelitian ini dapat dikatakan tinggi kalsium. Menurut BPOM (2016), syarat untuk
klaim tinggi kandungan mineral adalah dua kali jumlah sumber atau sama dengan
30% dari angka yang ditentukan pada ALG kelompok umum, yaitu minimal sebesar
330 mg untuk kadar kalsium.
Kadar zat besi. Hasil analisis kadar zat besi pada serbuk torbangun dalam
penelitian ini adalah sebesar 22.42 mg/100g. BSN (2009) menentukan kadar zat
besi pada tepung terigu adalah minimal 5 mg/100g, sehingga kadar zat besi serbuk
torbangun telah memenuhi syarat yang ditentukan. Hasil ini juga tidak jauh berbeda
jika dibandingkan dengan hasil analisis kadar zat besi pada penelitian Dewi (2014),
yaitu sebesar 24.31 mg/100g. Serbuk torbangun ini juga tergolong tinggi zat besi,
dengan kadar zar besi melebihi batas minimal dari klaim tinggi kandungan mineral,
yaitu sebesar 6.6 mg untuk zat besi pada kelompok umum (BPOM 2016).
Kadar magnesium. Defisiensi magnesium dapat menyebabkan beberapa
masalah, salah satunya adalah keluhan sindrom pramenstruasi (Devi et al. 2010).
Kadar magnesium serbuk torbangun pada penelitian ini adalah sebesar 164
mg/100g, sehingga dapat dikatakan serbuk torbangun adalah bahan pangan tinggi
magnesium. Kadar minimal magnesium untuk mencapai klaim tinggi magnesium
13

adalah sebesar 2 kali lipat dari 15% nilai ALG kelompok umum, yaitu 105 mg
(BPOM 2016).

Formulasi Snack Bar

Makanan yang biasa dikonsumsi adalah makan utama dan selingan. Selingan
biasanya dapat berupa makanan ringan seperti kudapan dan camilan (snack).
Camilan bisa berupa makanan tradisional yang dapat dibuat sendiri, dan juga
berupa modern, yaitu makanan ringan kemasan yang diproduksi industri (Rufaizah
2011). Camilan sehat adalah camilan yang mengandung kaya energi, protein,
vitamin, mineral, dan komponen bioaktif. Camilan sehat juga tidak mengandung
bahan tambahan pangan seperti pemanis, pewarna, dan pengawet yang tidak sesuai
untuk makanan (Astawan 2010).
Snack bar pada penelitian ini dibuat menggunakan bahan utama tepung
pisang dan tepung kacang hijau. Penggunaan bahan utama ini sebagai pengganti
bahan tepung terigu atau gandum yang biasanya digunakan sebagai bahan utama
snack bar. Pemanfaatan tepung pisang dan kacang hijau pada penelitian ini untuk
mengangkat produk lokal Indonesia yang kaya akan bahan pangan, namun kurang
dimanfaatkan secara luas di pasaran, sehingga pembuatan dapat mengurangi
penggunaan produk impor seperti tepung terigu dan gandum. Pisang mengandung
mineral yang cukup banyak, seperti kalium, magnesium, fosfor, kalsium, dan zat
besi (Cahyono 2009). Mineral yang terkandung dalam pisang, dapat terserap oleh
tubuh hingga 100% dibandingkan dengan pangan nabati lainnya (Suyanti dan
Supriyadi 2008). Berdasarkan DKBM (2004), kacang hijau memiliki kandungan
protein yang cukup tinggi, yaitu sebesar 22.2 g/100g kacang hijau, sehingga
penggunaan tepung kacang hijau pada penelitian ini diharapkan menjadi sumber
protein pada produk yang dihasilkan. Selain itu, gluten dari protein pada tepung
kacang hijau dapat membantu tekstur snack bar bersifat elastis dan kenyal, seperti
sifat tepung terigu tinggi protein yang biasanya digunakan sebagai bahan dasar roti,
pasta, atau mi (Laila 2015).
Formulasi snack bar dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap penentuan
formula terbaik tanpa penambahan serbuk torbangun, serta tahap formulasi snack
bar dengan penambahan serbuk torbangun. Formula snack bar yang digunakan
pada penelitian ini mengacu kepada formula snack bar pada penelitian Laila (2015)
yang dimodifikasi berdasarkan trial and error. Tahap formulasi snack bar tanpa
penambahan serbuk torbangun menggunakan tiga rasio perbandingan tepung
pisang dan kacang hijau, yaitu untuk F1 adalah sebesar 90:10; F2 sebesar 80:20;
dan F3 sebesar 70:30. Modifikasi yang dilakukan pada formula penelitian
sebelumnya adalah mengganti bahan utama, bahan tambahan, buah kering yang
digunakan, serta menghilangkan bahan telur pada formula.
Penggunaan telur pada formula snack bar untuk memperoleh tekstur yang
empuk dan menyerupai roti. Kemampuan daya busa dari telur dapat dianggap
sebagai faktor utama penyebab menurunnya tingkat kekerasan snack bar (Sarifudin
et al. 2015). Margarin yang digunakan adalah sebagai sumber lemak pada snack
bar serta membuat produk yang dihasilkan matang secara merata dan membentuk
tekstur yang liat pada produk (Laila 2015). Penggunaan garam adalah sebagai
penambah cita rasa produk dan membantu dalam pelarutan gluten untuk
14

menciptakan struktur adonan yang baik. Gula berperan sebagai penambah cita rasa
pada produk, pembentuk tekstur, dan pengontrol penyebaran adonan. Penggunaan
selai dan madu sebagai penambah cita rasa dan juga sebagai binder, yaitu bahan
yang dapat mengikat dan menyatu bahan-bahan utama dari snack bar, seperti sirup,
nougat, karamel, cokelat, madu, dan lain-lain (Ferawati 2009).
Kacang tanah dan buah kering berperan sebagai bahan isi dari snack bar.
Kacang tanah sebagai sumber energi, protein, dan lemak, yang sebelum
ditambahkan ke dalam adonan, kacang disangrai terlebih dahulu. Buah kering yang
digunakan adalah manisan kering buah mangga yang biasa dijadikan produk oleh-
oleh kota Bogor. Manisan kering buah mangga berperan sebagai pengganti buah
kismis yang pada umumnya digunakan dalam pembuatan snack bar. Penggunaan
manisan kering buah mangga adalah dalam upaya menggunakan produk lokal
Indonesia yang kurang dimanfaatkan dalam produk olahan di pasaran, karena
manisan kering buah mangga biasa langsung dikonsumsi tanpa ada pengembangan
olahan produk. Manisan kering buah mangga juga dapat berperan sebagai sumber
karbohidrat khususnya gula. Air berperan sebagai bahan pelarut total adonan.
Pemanggangan adonan dilakukan menjadi dua tahap, yaitu pada tahap
pertama menggunakan suhu 1000C selama 40 menit dan tahap kedua menggunakan
suhu 1200C selama 20 menit. Pemanasan menggunakan suhu rendah dengan waktu
yang lama bertujuan untuk mematangkan produk hingga bagian dalam tanpa
menyebabkan gosong di bagian luar. Selain itu, pemanasan dengan suhu tinggi
dalam waktu yang tidak lama bertujuan untuk mematangkan produk secara
keseluruhan (Ferawati 2009).
Penentuan formula snack bar tanpa penambahan serbuk torbangun yang
terbaik dilakukan secara mandiri oleh peneliti. Berdasarkan trial and error yang
dilakukan, F2 adalah formula yang terbaik. Penentuan ini diawali dengan trial and
error menggunakan formula asli hanya mengganti bahan utama dan buah kering.
Produk yang dihasilkan memiliki tekstur yang sangat lunak dan tidak seperti snack
bar komersil pada umumnya yang memiliki tekstur padat dan agak keras.
Kemudian dilakukan trial and error dengan menghilangkan bahan telur pada
formula dan menghasilkan tekstur yang jauh lebih baik jika dibandingkan dengan
formula yang menggunakan telur. Penentuan rasio perbandingan yang digunakan
dengan melihat tekstur dan rasa produk. F3 memiliki rasa kacang hijau yang cukup
dominan dan dikhawatirkan aroma langu muncul dan mengganggu konsumen. F1
memiliki kombinasi rasa yang kurang pas dan tekstur agak alot. Sehingga dipilih
F2 sebagai formula dasar snack bar.
Penambahan serbuk torbangun berdasarkan jumlah minimal yang perlu
dikonsumsi sehingga menimbulkan efek dapat mengurangi keluhan sindrom
pramenstruasi. Penambahan serbuk torbangun tersebut mengacu kepada penelitian
Devi et al. (2010) yang memberikan 3 buah kapsul serbuk daun torbangun, yaitu
sama dengan 750 mg dari 10 gram daun torbangun segar, dan Surbakti (2015) yang
memberikan 10 gram daun segar dalam bentuk minuman fungsional. Tabel 3 adalah
formulasi snack bar dengan penambahan serbuk torbangun.
15

Tabel 3 Formulasi snack bar dengan penambahan serbuk torbangun


Berat Bahan (gram)
Bahan
F1 F2 F3
Tepung pisang 120 120 120
Tepung kacang hijau 30 30 30
Margarin 25 25 25
Garam 4 4 4
Gula 25 25 25
Madu 30 30 30
Selai 60 60 60
Kacang tanah 40 40 40
Buah kering 15 15 15
Air (ml) 81 81 81
Tepung daun torbangun 10 20 30
Formulasi snack bar yang dibuat pada Tabel 3 adalah formula untuk
menghasilkan 10 takaran saji snack bar. Jumlah tersebut menghasilkan efek bahwa
dapat mengurangi keluhan sindrom pramenstruasi pada remaja putri menurut
penelitian Devi et al. (2010). Sehingga ditentukan penambahan serbuk torbangun
pada penelitian ini terdiri atas 3 taraf, yaitu 1 gram serbuk torbangun tiap takaran
saji (F1), 2 gram serbuk torbangun tiap takaran saji (F2), dan 3 gram serbuk
torbangun tiap takaran saji (F3).

Karakteristik Sifat Organoleptik Snack bar

Uji organoleptik merupakan suatu metode yang dilakukan untuk menguji sifat
organoleptik atau sensori dengan menggunakan alat berupa indera manusia. Uji
organoleptik dilakukan pada empat atribut, yaitu warna, aroma, rasa, dan tekstur
(Sari et al. 2014). Uji organoleptik yang dilakukan pada penelitian ini ada uji
hedonik dan uji mutu hedonik, dengan menggunakan panelis semi-terlatih sebanyak
35 panelis. Uji hedonik atau uji kesukaan dilakukan untuk melihat kesukaan panelis
terhadap produk yang disajikan. Suatu produk pangan dapat dikatakan diterima oleh
konsumen jika persentase konsumen yang tidak menyukai produk tersebut kurang
dari 50% (Setiyaningsih et al. 2010). Atribut yang digunakan pada uji hedonik
penelitian ini meliputi warna, aroma, rasa, tekstur, dan keseluruhan. Semakin tinggi
nilai yang diberikan oleh panelis, maka panelis semakin suka terhadap produk
snack bar pada penelitian ini. Berikut adalah nilai modus dari hasil penilaian uji
hedonik pada snack bar.
Tabel 4 Nilai modus hasil uji hedonik pada snack bar
Atribut
Formula
Warna Aroma Rasa Tekstur Keseluruhan
a a a a
F1 4.0 4.0 5.0 4.0 4.0a
F2 4.0a,b 4.0b 4.0b 4.0a 4.0b
b b c a
F3 3.0 3.0 2.0 4.0 3.0c
Keterangan:
a,b,c = Hasil uji beda berdasarkan uji Duncan
Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05)
16

Uji mutu hedonik yang dilakukan bertujuan untuk melihat asumsi deskripsi
panelis terhadap produk yang disajikan. Panelis diminta untuk menilai produk
snack bar secara rinci dengan klasifikasi yang telah ditentukan pada setiap atribut
uji. Uji mutu hedonik menggunakan atribut warna, aroma pisang, aroma torbangun,
rasa, tekstur, dan aftertaste. Tabel 5 merupakan nilai modus hasil uji mutu hedonik
pada snack bar.
Tabel 5 Nilai modus hasil uji mutu hedonik pada snack bar
Atribut
Formula Aroma Aroma
Warna Rasa Tekstur Aftertaste
Pisang Torbangun
F1 6.0a 6.0a 6.0a 5.0a 6.0a 6.0a
F2 7.0a,b 6.0a,b 3.0b 3.0b 6.0b 3.0b
b b c c b
F3 7.0 6.0 3.0 3.0 6.0 3.0c
Keterangan:
a,b,c = Hasil uji beda berdasarkan uji Duncan
Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05)
Warna. Warna merupakan alat sensori pertama yamg dapat dilihat langsung
oleh panelis (Winarno 2008). Penilaian warna suatu produk makanan perlu
dilakukan karena warna merupakan daya tarik utama suatu produk sebelum
konsumen mengenal produk makanan dan atribut lainnya (Asmaraningtyas 2014).
Bahan utama pembuatan snack bar pada penelitian ini adalah tepung pisang, tepung
kacang hijau, dan serbuk daun torbangun. Bahan-bahan tersebut mempengaruhi
warna snack bar yang dihasilkan.
Berdasarkan nilai hasil uji hedonik pada Tabel 4, sebagian besar panelis
memilih angka 4.0 untuk atribut warna pada produk F1 dan F2 yang termasuk
kategori biasa, dan sebagian besar panelis memilih angka 3.0 untuk atribut warna
produk F3 yang termasuk kategori agak tidak suka. Tabel 5 menunjukkan hasil uji
mutu hedonik pada snack bar. Sebagian besar panelis memilih angka 6.0 untuk
atribut warna pada produk F1, yaitu termasuk kategori cokelat agak kehijauan,
sedangkan sebagian besar panelis memilih angka 7.0 pada produk F2 dan F3, yaitu
termasuk kategori cokelat kehijauan.
Hasil uji organoleptik juga diuji secara statistik untuk mengetahui
perbedaan signifikan antar formula. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa
variasi antar formula tidak berbeda nyata pada uji hedonik (p=0.079) serta uji mutu
hedonik (p=0.113) untuk atribut warna snack bar. Berdasarkan hasil uji lanjut
Duncan pada uji hedonik dan uji mutu hedonik, F1 berbeda nyata dengan F3, namun
F2 tidak berbeda nyata dengan F1 dan F3. Persentase tingkat kesukaan pada warna
dari masing-masing produk adalah F1 sebesar 61.43%, F2 sebesar 58.57%, dan F3
sebesar 45.71%. Berdasarkan hasil uji organoleptik hedonik dan mutu hedonik,
warna yang paling disukai panelis adalah produk F1 dengan mutu hedonik cokelat
agak kehijauan.
Aroma. Aroma merupakan sifat sensori yang paling sulit diklasifikasikan
dan dijelaskan karena banyaknya keragaman aroma (Setiyaningsih et al. 2010).
Tabel 4 menunjukkan bahwa pada uji hedonik untuk atribut aroma, sebagian besar
panelis memilih angka 4.0 pada produk F1 dan F2, yang termasuk kategori biasa,
sedangkan sebagian besar panelis memilih angka 3.0 pada produk F3, yang
termasuk kategori agak tidak suka. Uji mutu hedonik untuk atribut aroma
17

dispesifikasikan menjadi dua aroma, yaitu aroma pisang dan aroma torbangun.
Berdasarkan Tabel 5, sebagian besar panelis memilih angka 6.0 untuk atribut aroma
pisang dan aroma torbangun pada produk F1, yang berarti aroma tersebut lemah.
Sedangkan sebagian besar panelis memilih angka 6.0 untuk atribut aroma pisang,
dan 3.0 untuk atribut aroma torbangun, yang termasuk kategori masing-masing
adalah lemah dan agak kuat pada produk F2 dan F3. Daun torbangun memiliki bau
yang khas, dan bau tersebut akan semakin keluar jika daun diremas (Devi et al.
2010).
Hasil uji statistik dengan uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa variasi
antar formula berbeda nyata (p=0.000) untuk atribut aroma pada uji hedonik, serta
pada uji mutu hedonik untuk atribut aroma pisang (p=0.005) dan aroma torbangun
(p=0.000). Berdasarkan uji lanjut Duncan pada uji hedonik, atribut aroma pada F1
dan F2 berbeda nyata dengan F3, namun F1 tidak berbeda nyata dengan F2.
Sedangkan pada uji mutu hedonik atribut aroma pisang F1 berbeda nyata dengan
F3, namun F2 tidak berbeda nyata dengan F1 dan F3.
Hasil uji Duncan pada uji mutu hedonik atribut aroma torbangun
menunjukkan bahwa F1 berbeda nyata dengan F2 dan F3, serta F2 berbeda nyata
dengan F3. Persentase tingkat kesukaan masing-masing produk untuk atribut aroma
adalah F1 sebesar 75.71%, F2 sebesar 64.29%, dan F3 sebesar 42.86%.
Berdasarkan hasil uji organoleptik, atribut warna yang paling disukai adalah F1
dengan mutu hedonik aroma pisang dan aroma torbangun lemah.
Rasa. Menurut Asmaraningtyas (2014), rasa adalah salah satu penentu lezat
atau tidaknya suatu bahan pangan maupun produk makanan. Terdapat 5 rasa dasar,
yaitu manis, pahit, asin, asam, dan umami. Selain itu, terdapat sensasi rasa yang
dihasilkan oleh syaraf trigeminal yang terletak di rongga mulut dan hidung, seperti
rasa pedas, rasa terbakar, rasa sepat, dan rasa minuman bersoda (Setyaningsih et al.
2010). Rasa suatu bahan pangan berasal dari bahan pangan itu sendiri, namun rasa
suatu bahan tersebut dapat dipengaruhi jika mengalami perlakuan dan proses,
seperti pemberian bahan tambahan dan proses pengolahannya (Ladamay dan
Yuwono 2014).
Berdasarkan hasil uji hedonik untuk atribut rasa pada Tabel 4, sebagian besar
panelis memilih angka 5.0 pada produk F1, yang termasuk kategori agak suka,
sedangkan sebagian besar panelis memilih angka 4.0 pada produk F2, yaitu biasa.
Produk F3 dinilai oleh sebagian besar panelis dengan angka 2.0, yaitu termasuk
dalam kategori tidak suka. Uji mutu hedonik untuk atribut rasa dapat dilihat pada
Tabel 5. Sebagian besar panelis memilih angka 5.0 pada produk F1, yang termasuk
dalam kategori agak manis, sedangkan sebagian besar panelis memilih angka 3.0
pada produk F2 dan F3, yang termasuk dalam kategori agak pahit. Menurut
Damanik (2009), efek farmakologis torbangun adalah berbau harum, memiliki rasa
getir dan tebal di lidah sehingga menimbulkan rasa pahit. Semakin banyak jumlah
serbuk daun torbangun yang ditambahkan, maka rasa snack bar cenderung pahit
dan getir.
Hasil uji statistik dengan uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa variasi antar
formula berbeda nyata (p=0.000) untuk atribut rasa pada uji hedonik dan uji mutu
hedonik. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, atribut rasa pada uji hedonik dan
mutu hedonik produk F1 berbeda nyata dengan F2 dan F3, serta F2 berbeda nyata
dengan F3. Persentase tingkat kesukaan panelis terhadap masing-masing produk
untuk atribut rasa adalah F1 sebesar 80.00%, F2 sebesar 62.86%, dan F3 sebesar
18

28.57%. Berdasarkan hasil uji organoleptik, atribut rasa yang paling disukai adalah
produk F1 dengan mutu hedonik agak manis.
Tekstur. Tekstur merupakan salah satu sifat fisik dari bahan pangan atau
produk makanan. Selain itu, tekstur juga dapat mempengaruhi mutu suatu bahan
pangan atau produk makanan. Tekstur produk makanan yang dihasilkan sangat
dipengaruhi oleh bahan komposisi yang digunakan saat proses pengolahan
(Asmaraningtyas 2014). Tekstur memiliki sifat yang kompleks dan terkait dengan
struktur bahan yang terdiri dari tiga elemen yaitu mekanik (kekerasan, kekenyalan),
geometrik (berpasir, beremah), dan mouthfeel (berminyak, berair) (Setyaningsih et
al. 2010).
Tabel 4 menunjukkan bahwa tingkat kesukaan pada uji hedonik untuk atribut
tekstur, sebagian besar panelis memilih angka 4.0 pada seluruh produk snack bar,
yaitu tergolong kategori biasa. Uji mutu hedonik untuk atribut tekstur dinilai oleh
sebagian besar panelis dengan angka 6.0, yaitu empuk pada seluruh produk snack
bar. Tekstur snack bar pada umumnya bersifat lengket dan renyah (Bower 1999).
Tekstur snack bar pada penelitian ini bersifat empuk. Sifat empuk tersebut dapat
dipengaruhi oleh penggunaan madu (Kusumastuty et al. 2015). Selain itu tekstur
juga dipengaruhi oleh kandungan air yang akan membuat tekstur menjadi lunak
(Avianty 2013).
Hasil uji statistik dengan uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa variasi antar
formula tidak berbeda nyata (p=0.672) untuk atribut tekstur pada uji hedonik,
sedangkan pada uji mutu hedonik variasi antar formula berbeda nyata (p=0.043)
untuk atribut tekstur. Perbedaan yang nyata dapat disebabkan oleh penggunaan
jumlah tepung pada masing-masing formula. Jumlah tepung yang digunakan
berbeda-beda berdasarkan serbuk daun torbangun yang ditambahkan, namun
jumlah air tiap formula sama, sehingga tekstur masing-masing formula berbeda.
Berdasarkan uji lanjut Duncan pada uji hedonik, atribut tekstur pada F1 tidak
berbeda nyata dengan F2 dan F3, serta F2 tidak berbeda nyata dengan F3. Hasil uji
lanjut Duncan pada uji mutu hedonik, atribut tekstur pada F1 berbeda nyata dengan
F3, namun F2 tidak berbeda nyata dengan F1 dan F3. Persentase tingkat kesukaan
panelis terhadap masing-masing produk untuk atribut rasa adalah F1 sebesar
64.29%, F2 sebesar 70.00%, dan F3 sebesar 64.29%. Berdasarkan hasil uji
organoleptik, atribut tekstur yang paling disukai adalah produk F2 dengan mutu
hedonik empuk.
Aftertaste. Aftertaste adalah sensasi makanan berupa kesan yang muncul
setelah penginderaan terhadap makanan selesai setelah makanan selesai dikonsumsi
(Widiantoko dan Yunianta 2014). Aftertaste pada suatu produk makanan biasanya
berasal dari bahan utama produk makanan tersebut yang pada dasarnya memiliki
aftertaste. Tabel 5 menunjukkan hasil penilaian pada atribut aftertaste. Sebagian
besar panelis memilih angka 6.0 pada produk F1, yang termasuk kategori lemah.
Sedangkan pada produk F2 dan F3, sebagian besar panelis memilih angka 3.0, yaitu
agak kuat. Aftertaste pada snack bar ini disebabkan oleh tepung kacang hijau dan
serbuk daun torbangun yang ditambahkan.
Hasil uji statistik dengan uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa variasi antar
formula berbeda nyata (p=0.000) pada atribut aftertaste. Perbedaan yang nyata ini
diduga karena jumlah serbuk daun torbangun yang ditambahkan berbeda pada
masing-masing formula. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, atribut aftertaste pada
F1 berbeda nyata dengan F2 dan F3, serta F2 berbeda nyata dengan F3.
19

Penentuan Produk Snack Bar Terpilih

Penentuan produk terpilih berdasarkan hasil uji organoleptik hedonik pada


ketiga formula produk snack bar. Hal ini dilakukan karena ketiga formulasi snack
bar yang dibuat, sudah mencakup jumlah minimal konsumsi daun torbangun hingga
menimbulkan efek tingkat sindrom pramenstruasi berkurang. Tingkat kesukaan dan
persentase penerimaan produk menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan
formula terpilih. Selain itu penentuan formula terpilih juga mempertimbangkan
hasil uji beda Kruskal Wallis dan uji lanjut Duncan dari masing-masing atribut.
Berdasarkan hasil uji beda dan uji lanjut Duncan, hampir seluruh atribut pada uji
hedonik pada F1 berbeda nyata dengan F3, namun F2 tidak berbeda nyata dengan
F1 dan F3. Menurut Setyaningsih et al. (2010) nilai rata-rata terendah yang
menentukan tingkat kesukaan panelis terhadap suatu produk yaitu lebih dari sama
dengan skala 4 (biasa), hal inilah yang menjadikan dasar pemilihan produk terbaik.
Panelis yang memberikan skor penilaian 4 sampai 7 (biasa hingga sangat suka)
ditotal kemudian dipersentasekan. Berikut adalah nilai persentase tingkat kesukaan
masing-masing formula snack bar.
80 71,14 % 64,29 %
Penerimaan Panelis (%)

60
43,71 %
40

20

0
F1 F2 F3

F1 F2 F3

Gambar 5 Persentase penerimaan panelis terhadap snack bar


Berdasarkan Gambar 5 diketahui bahwa formula snack bar F1 memiliki
tingkat persentase penerimaan panelis yang paling tinggi, yaitu sebesar 71.14%
dibandingkan dengan F2 dan F3. Formula snack bar F1 adalah formula yang jumlah
penambahan serbuk daun torbangun sebesar 1 gram per takaran saji. Berdasarkan
hasil uji beda Kruskal Wallis dan Duncan serta nilai persentase penerimaan, maka
F1 ditetapkan sebagai formula terpilih. Gambar 6 adalah gambar formula snack bar
terpilih.

Gambar 6 Snack bar formula terpilih


20

Kandungan Zat Gizi Snack Bar Formula Terpilih

Produk snack bar formula terpilih dianalisis kandungan zat gizinya melalui
beberapa analisis uji, yaitu analisis prosimat dan analisis zat gizi mikro. Analisis
prosimat dilakukan untuk menganalisis kadar air, abu, lemak, protein, dan
karbohidrat. Sedangkan analisis zat gizi mikro yang dilakukan adalah menganalisis
kadar kalsium, zat besi, dan magnesium. Hasil analisis kandungan zat gizi snack
bar formula terpilih disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Kandungan zat gizi snack bar formula terpilih
Jumlah Kadar
Zat gizi
Snack Bar Formula Terpilih Snack Bar Pasaran*
Air (%bb) 25.93 8.7-11.4
Abu (%bk) 1.85 2.2-2.5
Lemak (%bk) 5.60 12.1-16.7
Protein (%bk) 7.61 15.5-15.8
Karbohidrat (%bk) 59.01 36.4-38.5
Kalsium (mg/100 gram) 109.75 297-301
Zat besi (mg/100 gram) 4.54 8-9
Magnesium (mg/100 gram) 39.38 -
Keterangan:
*
Hasil berdasarkan penelitian Natalia (2010) pada produk snack bar pasaran
Kadar air. Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat
dinyatakan berdasarkan berat basah (%bb) atau berat kering (%bk). Kandungan air
yang terdapat dalam suatu bahan pangan dapat mempengaruhi penerimaan, tingkat
kesegaran, serta daya simpan pangan tersebut (Winarno 2008). Selain itu,
kandungan air dalam suatu bahan pangan maupun produk makanan dapat
menentukan tekstur bahan pangan atau produk makanan tersebut, sehingga akan
mempengaruhi tingkat penerimaan panelis terhadap tekstur produk (Laila 2015).
Berdasarkan hasil analisis, kadar air produk snack bar formula terpilih adalah
sebesar 25.93% (bb). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Natalia (2010),
produk snack bar yang terdapat di pasaran memiliki kadar air sebesar 8.7-11.4%
(bb) sesuai dengan variannya.
Kadar air snack bar pada penelitian ini lebih tinggi dari pada kadar air snack
bar yang terdapat di pasaran. Hal ini disebabkan karena penggunaan air dalam
formula snack bar cukup tinggi, yaitu sebanyak 81 gram untuk jumlah tepung
sebesar 160 gram. Hasil dari analisis kadar air snack bar, menunjukkan bahwa
produk snack bar pada penelitian ini rentan terhadap kerusakan makanan, serta
memili daya simpan yang singkat. Penggunaan air yang cukup banyak ini
dibutuhkan untuk membuat adonan snack bar menjadi padat dan kompak (Laila
2015). Penurunan kadar air dapat dilakukan dengan pengeringan atau dengan
penambahan senyawa larut air, seperti gula dan selai (Rufaizah 2011).
Kadar abu. Kadar abu biasa diasumsikan sebagai kandungan zat anorganik
dalam bahan pangan sehingga digunakan sebagai gambaran kandungan mineral
yang terdapat dalam bahan pangan (Winarno 2008). Hasil dari analisis kadar abu
produk snack bar pada penelitian ini adalah sebesar 1.85% (bk). Berdasarkan hasil
analisis penelitian yang dilakukan oleh Natalia (2010), kadar abu pada produk
snack bar yang terdapat di pasaran sebesar 2.2-2.5% (bb). Kadar abu snack bar
pada penelitian ini lebih rendah dari pada kadar abu snack bar pasaran. Hal ini
21

diduga karena sumber mineral yang ditambahkan pada snack bar dalam jumlah
yang sangat kecil.
Kadar lemak. Lemak merupakan salah satu sumber energi bagi tubuh yang
terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda
(Winarno 2008). Sumber lemak yang digunakan dalam pembuatan snack bar pada
penelitian ini adalah margarin. Menurut Laila (2015), penambahan lemak dalam
adonan berfungsi sebagai pengemulsi dan sebagai penambahan cita rasa dan juga
pemberi tekstur pada produk. Hasil analisis kadar lemak pada snack bar penelitian
ini sebesar 5.60% (bk). Snack bar yang terdapat di pasaran memiliki kadar lemak
sebesar 12.1-16.7% (bk) (Natalia 2010), sehingga kadar lemak snack bar pada
penelitian ini lebih rendah dibandingkan kadar lemak snack bar pasaran.
Rendahnya kadar lemak snack bar disebabkan karena penggunaan margarin
sebagai sumber lemak pada snack bar memiliki kadar lemak sebesar 80 gram per
100 gram yang berarti lebih rendah dibandingkan dengan kadar lemak pada minyak
kelapa sawit, yaitu sebesar 100 gram per 100 gram bahan (DKBM 2004). Selain
itu, penggunaan kacang tanah sebagai isian snack bar dapat menyumbang kadar
lemak. Kacang tanah memiliki kadar lemak sebesar 42.8 gram per 100 gram
(DKBM 2004). Penggunaan bahan sumber lemak ini hanya sebanyak 25 gram
margarin dan 40 gram kacang tanah, sehingga sumbangan kadar lemak pada produk
snack bar tidak terlalu tinggi.
Kadar protein. Protein adalah komponen utama dalam setiap sel hidup.
Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino yang terikat satu sama lain
dalam rantai peptida. Asam amino terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen,
oksigen, dan nitrogen. Unsur nitrogen merupakan unsur utama protein karena
terdapat di dalam semua protein tetapi tidak terdapat di dalam karbohidrat dan
lemak (Almatsier 2004). Hasil analisis kadar protein snack bar pada penelitian ini
adalah sebesar 7.61% (bk). Kadar protein ini lebih rendah dari pada kadar protein
snack bar yang terdapat di pasaran, yaitu sebesar 15.5-15.8% (Natalia 2010).
Rendahnya kadar protein snack bar pada penelitian ini dapat disebabkan
karena komposisi sumber protein berbeda jenis dan jumlahnya. Snack bar pada
penelitian ini menggunakan tepung kacang hijau serta kacang tanah sebagai sumber
protein. Tepung kacang hijau mengandung 21.1 gram protein per 100 gram bahan
(Ladamay dan Yuwono 2014). Kacang tanah mengandung 25.3 gram protein tiap
100 gram (DKBM 2004). Sumbangan dari kedua bahan ini tidak tinggi dikarenakan
jumlah penggunaan tepung kacang hijau sebesar 30 gram, serta kacang tanah
sebesar 40 gram. Penambahan bahan sumber protein lainnya dapat meningkatkan
kadar protein snack bar, seperti telur dan tambahan isian kacang mete. Peningkatan
jumlah penggunaan tepung kacang hijau juga dapat dilakukan untuk meningkatkan
kadar protein dalam snack bar.
Kadar karbohidrat. Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi
tubuh manusia sehingga persentase pemenuhan kebutuhan energi yang berasal dari
karbohidrat berada pada kisaran 55-65% dari total kalori untuk orang tanpa
gangguan metabolisme (Almatsier 2004). Karbohidrat berperan dalam menentukan
karakteristik bahan pangan seperti rasa, warna, dan tekstur (Winarno 2008). Kadar
karbohidrat snack bar pada penelitian ini menggunakan metode by difference, yaitu
sebesar 59.01% (bk). Hasil analisis kadar karbohidrat pada penelitian ini lebih
tinggi dari pada kadar karbohidrat snack bar yang terdapat di pasaran, yaitu sebesar
36.4-38.5% (bk).
22

Kadar karbohidrat snack bar yang lebih tinggi pada penelitian ini dapat
disebabkan oleh sumbangan bahan sumber karbohidrat yang digunakan cukup
banyak, yaitu tepung pisang, gula, dan madu. Tepung pisang yang digunakan
terbuat dari buah pisang raja. Jumlah karbohidrat dalam pisang raja sebesar 31.8
gram karbohidrat tiap 100 gram, gula sebesar 94 gram tiap 100 gram, dan madu
sebesar 79.5 gram tiap 100 gram (DKBM 2004). Kandungan karbohidrat dalam
bahan-bahan tersebut cukup tinggi, sehingga menyumbang kadar karbohidrat yang
tinggi dalam snack bar pada penelitian ini. Selain itu, kadar lemak, abu, dan protein
pada snack bar penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan snack bar yang
terdapat di pasaran, sehingga kadar karbohidrat snack bar penelitian ini lebih tinggi.
Kadar kalsium. Kalsium merupakan zat gizi mikro yang dibutuhkan oleh
tubuh dalam jumlah yang sedikit, namun kalsium memili banyak fungsi yang vital
bagi tubuh. Kalsium berfungsi sebagai aktivator faktor pembekuan darah dan enzim
lainnya, aktivator pembentukkan hormon, serta berperan dalam kontraksi otot
(Laila 2015). Salah satu peran penting kalsium adalah meringankan sindrom
pramenstruasi. Defisiensi kalsium dalam darah dapat mengakibatkan kekejangan
dan kontraksi otot yang tak terkendali, dan dapat menyebabkan peningkatan
keluhan sindrom pramenstruasi (Linder 1992). Hasil analisis kadar kalsium snack
bar pada penelitian ini adalah sebesar 109.75 mg/100 gram. Kadar kalsium pada
snack bar ini lebih rendah dibandingkan dengan kadar kalsium pada snack bar yang
terdapat di pasaran, namun snack bar ini memiliki kadar kalsium yang cukup tinggi,
karena penambahan serbuk torbangun pada snack bar.
Menurut Damanik (2005) konsumsi daun torbangun berpengaruh nyata
terhadap peningkatan kadar beberapa mineral, seperti zat besi, kalium, zink, dan
magnesium dalam ASI. Berdasarkan hasil tersebut, kontribusi kadar kalsium belum
mencapai 15% dari ALG (2016). Hal ini disebabkan karena penggunaan serbuk
torbangun belum optimal, yaitu hanya 10 gram pada total adonan. Jumlah kalsium
pada snack bar sudah tinggi, meskipun serbuk torbangun yang ditambahkan dalam
jumlah yang sangat rendah.
Kadar zat besi. Zat besi merupakan zat gizi mikro yang banyak terdapat di
dalam tubuh, yaitu sekitar 3-5 gram. Zat besi berfungsi sebagai alat angkut oksigen
(O2) dari paru-paru ke jaringan lain di dalam tubuh, alat angkut elektron di dalam
sel, dan ikut serta dalam reaksi enzim serta memiliki peran penting dalam
pembentukan sel darah merah (Almatsier 2004). Sumber zat besi yang paling baik
adalah daging sapi, ikan, daging unggas, hati dan organ tubuh hewan lainnya. Selain
itu, zat besi juga dapat ditemukan pada kacang-kacangan, sayuran daun hijau tua,
dan buah-buahan yang sudah dikeringkan (Winarno 2008).
Zat besi dalam snack bar berasal dari serbuk torbangun. Hasil analisis kadar
zat besi snack bar pada penelitian ini adalah sebesar 4.54 mg/100 gram. Hasil
tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan kadar zat besi pada snack bar yang
terdapat di pasaran. Kadar zat besi snack bar termasuk dalam kategori klaim sumber
zat besi sesuai dengan BPOM (2016) yang menyatakan bahwa pangan dengan
klaim sumber mineral adalah pangan yang mengandung mineral minimal 15% dari
ALG kelompok umum. Batas minimal kadar zat besi pada suatu pangan dikatakan
sumber zat besi adalah sebesar 3.9 mg.
Kadar magnesium. Mineral magnesium dan zink penting dalam produksi
serotonin dan dopamine. Hormon-hormon ini dapat membantu meringankan gejala
sindrom pramenstruasi seperti sakit kepala, sakit pinggul dan ketegangan.
23

Magnesium dapat diperoleh dari gandum utuh (whole grain), kacang-kacangan,


alpukat, dan sayuran hijau, atau minum suplemen (Abraham et al. 1981). Kadar
magnesium snack bar berasal dari serbuk torbangun. Hasil analisis kadar
magnesium snack bar pada penelitian ini adalah sebesar 39.38 mg/100 gram. Hasil
ini tidak mencapai kategori klaim sumber maupun tinggi magnesium. Kadar
minimal magnesium dalam suatu pangan untuk mencapai klaim sumber mineral
adalah sebesar 15% dari nilai ALG atau setara dengan 52.5 mg (BPOM 2016).
Kandungan zat gizi mineral pada snack bar tiap takaran saji adalah sebesar
43.90 mg kalsium, 1.82 mg zat besi, dan 15.75 mg magnesium. Sedangkan
kandungan mineral pada kapsul yang berisi 750 mg serbuk torbangun pada
penelitian Devi et al. (2010) adalah sebesar 1.73 mg kalsium, 0.1 mg zat besi, dan
0.47 mg magnesium. Jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Devi et al. (2010), kandungan mineral pada snack bar ini lebih tinggi, sehingga
snack bar pada penelitian ini diduga dapat berdampak pada keluhan sindrom
pramenstruasi yang menurun. Hal ini disebabkan karena jumlah serbuk torbangun
yang digunakan pada penelitian ini sudah mencapai jumlah serbuk torbangun yang
digunakan oleh Devi et al. (2010), yaitu pada suplementasi daun torbangun untuk
menurunkan keluhan sindrom premenstruasi pada remaja.

Sifat Fisik Snack Bar

Sifat fisik snack bar yang dianalisis dalam penelitian ini adalah tekstur
dengan parameter tingkat kekerasan produk. Kekerasan menunjukkan besaran daya
yang dibutuhkan suatu produk untuk dapat patah atau pecah akibat gaya tekan yang
diberikan (Andarwulan et al. 2011). Menurut Laila (2015), snack bar memiliki
tekstur yang padat dan kompak, namun mudah dipatahkan dan tidak beremah.
Tingkat kekerasan produk snack bar tergantung pada bahan baku dan suhu
pemanggangan yang digunakan. Semakin besar nilai tingkat kekerasan, maka
semakin keras pula tekstur produk tersebut (Natalia 2010).
Analisis tingkat kekerasan snack bar penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan alat texture analyzer TA-xt 2i. Hasil dari analisis uji kekerasan snack
bar adalah sebesar 1445.9 gram force. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Natalia (2010), yang mengatakan bahwa snack bar yang terdapat di
pasaran memiliki tingkat kekerasan sekitar 667-1292 gram force. Laila (2015)
melakukan penelitian pada tingkat kekerasan produk snack bar yang dibuat
olehnya, dengan hasil sebesar 678.7 gram force. Hasil snack bar pada penelitian ini
lebih tinggi dibandingkan dengan hasil dari penelitian Laila (2015). Hal ini
disebabkan karena bahan yang digunakan berbeda, yaitu pada penelitian ini tidak
menggunakan telur dan jumlah tepung lebih banyak dari penelitian sebelumnya.

Kontribusi Zat Gizi Snack Bar

Formulasi snack bar yang dilakukan pada penelitian ini adalah formulasi
pembuatan produk berbasis adonan untuk satu buah loyang persegi panjang
berukuran 22 x 10 x 2 cm3. Satu buah loyang snack bar menghasilkan sebanyak 10
takaran saji snack bar dengan kisaran berat sebesar 40 gram setiap batangnya.
24

Kecukupan energi dan zat gizi untuk kontribusi makanan selingan adalah sebesar
10% dari angka kecukupan sehari. Kecukupan energi untuk golongon perempuan
usia 16-18 tahun adalah sebesar 2125 kkal (AKG 2013), sehingga kebutuhan energi
dari makanan selingan adalah sebesar 212.5 kkal untuk satu kali selingan.
Kontribusi energi dan zat gizi snack bar terhadap AKG remaja putri usia 16-
18 tahun dihitung dengan membandingkan kandungan energi dan zat gizi snack bar
setiap takaran saji dengan AKG kelompok perempuan usia 16-18 tahun. Energi dan
zat gizi snack bar juga dihitung kontribusinya terhadap ALG kelompok umum tiap
takaran saji dengan kecukupan energi sebesar 2150 kkal (BPOM 2016). Kontribusi
energi dan zat gizi snak bar dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Kontribusi energi dan zat gizi snack bar terhadap AKG dan ALG
Kandungan Kandungan per
Zat Gizi % AKG* % ALG**
per 100 gram Takaran Saji (40 gram)
Energi (kkal) 317 127 5.96 5.90
Protein (g) 7.61 3.05 5.16 5.08
Lemak (g) 5.60 2.24 3.15 3.34
Karbohidrat (g) 59.01 23.60 8.08 7.26
Kalsium (mg) 109.75 43.90 3.66 3.99
Zat Besi (mg) 4.54 1.82 6.99 8.26
Magnesium (mg) 39.38 15.75 7.16 4.50
Keterangan:
*
Kontribusi tiap takaran saji terhadap AKG (2013) kelompok perempuan usia 16-18 tahun
**
Kontribusi tiap takaran saji terhadap ALG (BPOM 2016) kelompok umum
Berdasarkan hasil perhitungan kontribusi energi dan zat gizi snack bar
terhadap AKG, tiap takaran saji snack bar belum memenuhi kebutuhan energi dan
zat gizi untuk makanan selingan. Oleh karena itu, anjuran untuk konsumsi snack
bar sebanyak 2 batang (80 gram) dalam satu kali kali makan selingan. Berdasarkan
peraturan BPOM (2016) mengenai pengawasan klaim pada label dan iklan pangan
olahan, snack bar ini termasuk klaim sumber zat besi. BPOM (2016) menyatakan
bahwa pangan dapat diklaim sumber vitamin dan mineral apabila kandungan
vitamin dan mineral pangan tidak kurang dari 15% ALG kelompok umum tiap 100
gram produk pangan tersebut. Batas minimal kandungan zat besi dalam suatu
produk untuk dapat diklaim sumber zat besi adalah sebesar 3.3 mg per 100 gram
produk.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pembuatan serbuk torbangun menggunakan metode pengeringan


menggunakan drum drier. Rendemen daun torbangun sebesar 9.04%. Tiap 100
gram serbuk torbangun mengandung 9.40% (bb) air, 14.46% (bb) abu, 5.90% (bk)
lemak, 22.72% (bk) protein, 47.53% (bb) karbohidrat, 22.42 mg zat besi, 897.11
mg kalsium, dan 164 mg magnesium. Penambahan serbuk torbangun untuk 3
formula snack bar tahap selanjutnya adalah masing-masing 1 gram (F1), 2 gram
25

(F2), dan 3 gram (F3) tiap takaran saji. Penentuan formula terpilih berdasarkan hasil
uji organoleptik dan uji beda. Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis dan Duncan,
serta nilai persentase penerimaan, F1 ditetapkan sebagai formula terpilih.
Hasil analisis kandungan gizi menunjukkan bahwa tiap 100 gram snack bar
memiliki kandungan air sebesar 25.93% (bb), abu sebesar 1.85% (bk), lemak
sebesar 5.60% (bk), protein sebesar 7.61% (bk), karbohidrat sebesar 59.01% (bk),
kalsium sebesar 109.75 mg, zat besi sebesar 4.54 mg, dan magnesium sebesar 39.38
mg. Nilai tingkat kekerasan snack bar sebesar 1445.9 gram force. Satu takaran saji
snack bar sebanyak 1 batang (40 gram) menyumbang kontribusi energi sebesar
5.96%, protein sebesar 5.16%, lemak sebesar 3.15%, karbohidrat sebesar 8.08%,
kalsium sebesar 3.66%, zat besi sebesar 6.99%, dan magnesium sebesar 7.16%
terhadap AKG kelompok perempuan usia 16-18 tahun.

Saran

Modifikasi formula snack bar perlu dilakukan agar dapat meningkatkan


penerimaan panelis terhadap produk dan meningkatkan tekstur hingga menyerupai
tekstur snack bar pada umumnya, yaitu yang memiliki tekstur lengket dan renyah.
Selain itu bahan utama yang digunakan perlu dimodifikasi, untuk membuat warna
snack bar menjadi lebih menarik. Maka, sangat disarankan untuk membuat formula
snack bar standar untuk dimodifikasi dengan penambahan serbuk torbangun. Selain
itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap daya terima snack bar pada remaja
putri usia 16-18 tahun. Penelitian lanjutan sebaiknya juga meneliti mengenai daya
simpan produk agar dapat diketahui jangka waktu snack bar yang baik dikonsumsi.
26

DAFTAR PUSTAKA

Abraham GE, Lubran MM. 1981. Serum and red cell magnesium levels in patients
with premenstrual tension. AJCN. 34:2364-2366.
Aggarwal V, Singh N, Kamboj SS. 2008. Some properties of seeds and starches
separated from mung (Phaseolus mungo) cultivars. Journal of Food Science
and Technology. 41:341-343.
Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka
Utama.
Andarwulan N, Kusnandar F, Herawati D. 2011. Analisis Pangan. Jakarta (ID): Dian
Rakyat
Anwar M. 2011. Ilmu Kandungan. Jakarta (ID): PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Method of
Analysis. Washington DC (US): AOAC Inc.
Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarwati, Budijanto S. 1989. Analisis
Pangan. Bogor (ID): IPB Press.
Asmaraningtyas D. 2014. Kekerasan, warna dan daya terima biskuit yang
disubstitusi tepung labu kuning [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Astawan M. 2010. Snack kedelai hambat penuaan [Internet]. [diunduh 2016 Jan 9].
Tersedia pada : http://cyberman.cbn.net.id/cbprtl/cybermed/detail.aspx?x=
Nutrition&y=cybermed%7C0%7C0%7C6%7C539
Avianty S. 2013. Kandungan zat gizi dan tingkat kesukaan snack bar ubi jakar
kedelai hitam sebagai alternatif makanan selingan penderita diabetes
melitus tipe 2 [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
Ayu DC, Yuwono SS. 2014. Pengaruh suhu blansing dan lama perendaman
terhadap sifat fisik kimia tepung kimpul (Xanthosoma sagittifolium). Jurnal
Pangan dan Agroindustri. 2(2): 110-120.
Batubara I, Mirtaningtyas V, Setyawan A, Haryati A, Nurmala I. 2004. Profil
Unsur-unsur Penting (P, K, Ca, Mg dan Fe) Flavonoid Daun Torbangun
(Coleus amboinicus Lour) sebagai Gambaran Daun Torbangun dalam
Kesehatan Masyarakat. Bogor (ID): Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB.
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2016. Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Nomor 09 Tahun 2016 Tentang Acuan Label
Gizi. Jakarta (ID): BPOM RI.
_______________________________________. 2016. Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Pengawasan
Klaim pada Label dan Iklan Pangan Olahan. Jakarta (ID): BPOM RI.
27

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2009. Standar Nasional Indonesia. SNI 3751:
2009 tentang Tepung Terigu sebagai Bahan Makanan. BSN [Internet].
[Diunduh 2016 Nov 17]. Tersedia pada http://sisni.bsn.go.id/
Bower JA. 1999. Sensory characteristics and consumer liking for cereal bars snack
foods. Journal of Sensory Studies. 15(3): 327-345.
Cahyono B. 2009. Pisang: Usaha Tani dan Penanganan Pascapanen. Yogyakarta
(ID): Penerbit Kanisius.
Damanik R. 2005. Effect of consumption of torbangun soup (Coleus amboinicus
Lour) on Micronutrient intake of the Bataknese Lactating women. Media
Gizi dan Keluarga. 29(1).
Damanik R. 2009. Torbangun (Coleus amboinicus Lour): a bataknese traditional
cuisine perceived as lactogague by bataknese lactating women in
Simalungun, North Sumatera, Indonesia. J Hum Lact. 25(1): 64-72
Devi M, Syarief H, Damanik R, Sulaeman A, Setiawan B, Dewi R. 2010.
Suplementasi daun torbangun (Coleus amboinicus Lour) untuk menurunkan
keluhan sindrom pramenstruasi pada remaja putri. PGM. 33(2):180-194.
Dewi A. 2011. Formulasi cookies berbasis pati garut (Maranta arundinaceae Linn.)
dengan penambahan tepung torbangun (Coleus amboinicius Lour) sebagai
sumber zat gizi mikro [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Dewi HN. 2014. Formulasi kudapan PMT-AS ‘Rilgut’ risoles berbasis pati garut
dengan penambahan tepung torbangun (Coleus ambonicius Lour) sebagai
sumber zat gizi mikro [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Faustino R, Perez L, Peter C, Gonzalo P, Maria T, Lopez B, Jose L, Cuadroz L.
2009. Pramenstrual syndrome and pramenstrual dsyphoric disorder:
symptoms and cluster influences. The Open Psychiatry Journal (3): 39-49.
Ferawati. 2009. Formulasi dan pembuatan banana bars berbahan dasar tepung
kedelai, terigu, singkong, dan pisang sebagai alternatif pangan darurat.
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Halida I. 2015. Formulasi simpling dengan penambahan bubuk torbangun (Coleus
amboinicius Lour) untuk meningkatkan kandungan kalsium dan zat besi
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Kurniasih R. 2016. Formulasi, daya terima, kandungan gizi dan kapasitas
antioksidan pasta jali dengan penambahan ekstrak torbangun [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Kusumatustuty I, Ningsih LF, Julia AR. 2015. Formulasi food bar tepung bekatul
dan tepung jagung sebagai pangan darurat. Indonesian Journal of Human
Nutrition. 2(2): 68-75.
Ladamay NA, Yuwono SS. 2014. Pemanfaatan bahan lokal dalam pembuatan food
bars (kajian rasio tapioka: tepung kacang hijau dan proporsi CMC). Jurnal
Pangan dan Gizi. 2(1):67-68.
28

Laila N. 2015. Makanan siap santap tinggi kalsium berbahan dasar tepung jagung
dengan penambahan tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus sp.) bagi
pekerja full-time [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Linder M. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Jakarta (ID): Penerbit UI.
Mahmud M, Zulfianto NA. 2009. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Jakarta (ID):
Elex Media Komputindo.
Muninggar DHR. 2016. Formulasi surabi instan berbahan tepung komposit beras
dan kedelai dengan penambahan tepung torbangun untuk anak ADHD
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Nabila RR. 2016. Formulasi sereal instan berbasis tepung sorgum dan kacang hijau
dengan penambahan tepung daun torbangun untuk wanita post-partum
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Natalia D. 2010. Sifat fisikokimia dan indeks glikemik berbagai produk snack
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Nurmalasari D. 2015. Formulasi siomay dengan penambahan daun torbangun
(Coleus amboinicius Lour) sebagai makanan fungsional [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Nursasanti. 2011. Penambahan bubuk ekstrak torbangun (Coleus amboinicius
Lour) pada susu kedelai sebagai pengambangan muniman kesehatan
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Pardede N. 2002. Masa Remaja dalam Tumbuh Kembang Anak dan Remaja.
Jakarta (ID): Sagung Seto.
Rufaizah U. 2011. Pemanfaatan tepung sorgum (Sorgum bicolor L. Moench) pada
pembuatan snack bar tinggi serat pangan dan sumber zat besi untuk remaja
puteri [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rumetor SD. 2008. Suplementasi daun bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour)
dan zinc-vitamin E dalam ransum untuk memperbaiki metabolisme dan
produksi susu kambing peranakan etawah [disertasi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Sari DK, Marliyati SA, Kustiyah L, Khomsan A, Gantohe TM. 2014. Uji organoleptik
formulasi biskuit fungsional berbasis tepung ikan gabus (Ophiocephalus
striatus). Agritech. 34(2): 120-125.
Sarifudin A, Ekafitri R, Surahman DN, Putri SKDFA. 2015. Pengaruh penambahan
telur pada kandungan proksimat, karakteristik aktivitas air bebas (aw) dan
tekstural snack bar berbasis pisang (Musa paradisiaca). Agritech. 35(1):1-8.
Sediaoetama AD. 1996. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Jilid I. Jakarta
(ID): Dian Rakyat.
Setyaningsih D, Apriyantono A, Sari MP. 2010. Analisis Sensori untuk Industri
Pangan dan Agro. Bogor (ID): IPB Press.
Sundari D, Almasyhuri, Lamid A. 2015. Pengaruh proses pemasakan terhadap
komposisi zat gizi bahan pangan sumber protein. Media Litbangkes. 25(4):
235-242.
29

Surbakti FH. 2015. Efek minuman fungsional torbangun (Coleus amboinicius


Lour) dan lemon (Citrus medica var Lemon) pada sindrom pramenstruasi
remaja [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Suyanti, Supriyadi A. 2008. Pisang: Budi daya, Pengolahan, dan Prospek Pasar.
Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Tabassum S, Afrii B, Aman Z, Tabassum W, Durrani R. 2005. Pramenstrual
syndrome: frequency and severity in young college girls. JPMA 55(12).
Widiantoko RK, Yunianta. 2014. Pembuatan es krim tempe-jahe (kajian proporsi
bahan dan penstabil terhadap sifat fisik, kimia, dan organoleptik). Jurnal
Pangan dan Agroindustri. 2(1): 54-66.
[WNPG] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. 2004. Daftar Komposisi Bahan
Makanan. Jakarta (ID): WNPG.
Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): M Brio Press.
30

Lampiran 1 Lembar uji organoleptik snack bar

Formulir Uji Hedonik

Nama Panelis : ................................................... Nama Produk : Snack bar


No. Hp : ................................................... Tanggal Pengujian : ..........................

Di hadapan Saudara/i disajikan 6 sampel snackbar. Anda diminta untuk menilai sampel
tersebut dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Beri tanda garis vertikal ( I ) pada titik antara skala 1-7 di bawah ini yang tepat
menggambarkan persepsi Saudara/i dan berikan kode sampelnya
2. Silahkan untuk berkumur atau minum terlebih dahulu sebelum Anda menilai sampel
berikutnya
3. Mohon tidak membandingkan antar sampel saat Anda melakukan penilaian

Kode Sampel: ..............

Warna

1 2 3 4 5 6 7
Sangat tidak suka Biasa Sangat suka

Aroma

1 2 3 4 5 6 7
Sangat tidak suka Biasa Sangat suka

Rasa

1 2 3 4 5 6 7
Sangat tidak suka Biasa Sangat suka

Tekstur

1 2 3 4 5 6 7
Sangat tidak suka Biasa Sangat suka

Keseluruhan

1 2 3 4 5 6 7
Sangat tidak suka Biasa Sangat suka

Komentar
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................

TERIMA KASIH
31

Uji Mutu Hedonik

Nama Panelis : ................................................... Nama Produk : Snack bar


No. Hp : ................................................... Tanggal Pengujian : ..........................

Di hadapan saudara disajikan 6 sampel snack bar, berikan penilaian terhadap warna,
aroma, rasa dan tekstur snack bar tersebut. Anda diminta untuk menilai sampel tersebut
dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Beri tanda garis vertikal ( I ) pada titik antara skala 1-7 di bawah ini yang tepat
menggambarkan persepsi Saudara/i dan berikan kode sampelnya
2. Silahkan untuk berkumur atau minum terlebih dahulu sebelum Anda menilai sampel
berikutnya
3. Mohon tidak membandingkan antar sampel saat Anda melakukan penilaian.

Kode Sampel : ..............

Warna

1 2 3 4 5 6 7
Putih Coklat muda Coklat Coklat tua Coklat sangat Coklat agak Coklat
kecoklatan gelap kehijauan kehijauan

Aroma Pisang

1 2 3 4 5 6 7
Sangat kuat Kuat Agak kuat Biasa Agak lemah Lemah Sangat lemah

Aroma Torbangun

1 2 3 4 5 6 7
Sangat kuat Kuat Agak kuat Biasa Agak lemah Lemah Sangat lemah

Rasa

1 2 3 4 5 6 7
Sangat pahit Pahit Agak pahit Tawar Agak manis Manis Sangat manis

Tekstur

1 2 3 4 5 6 7
Sangat keras Keras Agak keras Biasa Agak empuk Empuk Sangat empuk

Aftertaste

1 2 3 4 5 6 7
Sangat kuat Kuat Agak kuat Biasa Agak lemah Lemah Sangat lemah

TERIMA KASIH
32

Lampiran 2 Prosedur analisis kandungan zat gizi

a. Kadar Air (AOAC 2005)


Cawan kosong yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu dalam oven
selama 15 menit atau sampai berat tetap, kemudian didinginkan dalam desikator
selama 30 menit dan ditimbang. Sebanyak 2 gram sampel ditimbang dan diletakkan
dalam cawan kemudian dipanaskan dalam oven selama 3-4 jam pada suhu 1050C.
Cawan kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang kembali. Kadar air
(berat basah/bb) ditentukan menurut perhitungan berikut.
berat setelah dikeringkan (g) − berat awal cawan kosong (g)
Kadar air (%) = x 100%
berat awal cawan kosong (g)

b. Kadar Abu (AOAC 2005)


Sampel basah sebanyak 1 gram ditempatkan dalam wadah porselin kemudian
dimasukkan dalam oven dengan suhu 60-1050C selama 8 jam. Contoh yang sudah
kering dibakar menggunakan hot plate sampai tidak berasap dengan waktu selama
±20 menit, diabukan dalam tanur bersuhu 6000C selama 3 jam lalu ditimbang.
Kadar abu ditentukan menurut perhitungan berikut.
berat abu (g)
Kadar abu (%) = x 100%
berat sampel (g)

c. Kadar Lemak (AOAC 2005)


Contoh sebanyak 0.5 gram ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring dan
diletakkan pada alat ekstraksi Soxhlet yang dipasang di atas kondensor serta labu
lemak di bawahnya. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya
sesuai dengan ukuran Soxhlet yang digunakan dan dilakukan refluks selama
minimal 16 jam sampai pelarut turun kembali ke dalam labu lemak. Pelarut di dalam
labu lemak didestilasi dan ditampung. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi
kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C selama 5 jam. Labu lemak
kemudian didinginkan dalam desikator selama 20-30 menit dan ditimbang. Kadar
lemak ditentukan menurut perhitungan berikut.
berat lemak (g)
Kadar lemak (%) = x 100%
berat sampel (g)

d. Kadar Protein (AOAC 2005)


Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode mikro Kjeldahl yang
terdiri dari tahap destruksi, destilasi, dan titrasi. Contoh ditimbang sebanyak 0.25
gram, dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 mL, lalu ditambahkan 0.25 gram
selenium dan 3 mL H2SO4 pekat. Contoh didestruksi pada suhu 4100C selama
kurang lebih 1 jam sampai larutan jernih lalu didinginkan. Setelah dingin, ke dalam
labu Kjeldahl ditambahkan 50 mL akuades dan 20 mL NaOH 40%, kemudian
dilakukan proses destilasi dengan suhu destikator 1000C. Hasil destilasi ditampung
dalam labu erlenmeyer 125 mL yang berisi campuran 10 mL asam borat (H3BO3)
2% dan 2 tetes indikator methyl red yang berwarna merah muda. Setelah volume
destilat mencapai 40 mL dan berwarna hijau kebiruan, proses destilasi dihentikan.
Destilat dititrasi dengan HCl 0.1 N sampai terjadi perubahan warna merah muda.
Volume titran dibaca dan dicatat. Larutan blanko diuji seperti contoh.
33

Kadar protein ditentukan menurut perhitungan berikut.


(volume HCl (ml) − volume blanko (ml)x N HCl x 14
% Nitrogen = x 100%
w x 1000 x 2.5
Kadar protein (%) = % Nitrogen x faktor koreksi (6.25)

e. Kadar Karbohidrat (AOAC 2005)


Kadar karbohidrat ditetapkan secara by difference, yaitu
Kadar karbohidrat (%) = 100% - (% Air + % Abu + % Lemak + % Protein)

f. Kadar Ca, Fe, dan Mg (Apriyantono et al. 1989)


Preparasi sampel untuk kadar lemak dilakukan dengan menggunakan
pengabuan basah. Sampel yang mengandung 5-10 gram padatan ditimbang dan
dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer. Lalu ditambahkan larutan 10 mL H2SO4
dan 10 ml HNO3. Larutan kemudian dipanaskan sampai tidak berwarna gelap dan
ditambahkan 10 ml aquades sampai larutan tidak berwarna atau berwarna kuning,
lalu panaskan kembali sampai berasap. Larutan dibiarkan sampai dingin kemudian
diencerkan dalam labu takar 100 ml sampai tanda tera. Larutan disaring dengan
kertas whatman 42.
Setelah preparasi selesai, kemudian dilakukan pembuatan larutan standar.
Larutan standar untuk analisis Ca adalah 0, 2, 4, 8, 12, dan 16 ppm; untuk analisis
Fe adalah 0, 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1.2 ppm; serta untuk analisis Mg adalah 0, 0.08,
0.2, 0.4, 0.6, dan 0.8 ppm. Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi
sebanyak 0.25 ml dan ditambahkan 0.05 ml Cl3La·7H2O. Lalu ditambahkan
akuades sampai volume menjadi 5 ml. Lalu di-vortex menggunakan sentrifuge
3000rpm selama 10 menit. Lalu konstrasi dibaca menggunakan AAS (Atomic
Absorption Spectrocopy).
absorban sampel−a
x FP
b
Kadar mineral (ppm) =
bobot sampel (g)
Keterangan:
a = konsentrasi larutan blanko
b = konsentrasi larutan sampel
FP = Faktor pengenceran

Lampiran 3 Prosedur analisis uji kekerasan

Alat teksture analyzer disiapkan. Probe dengan model compression plate P/6 dengan
diameter 75 mm dipasang untuk metode tusuk (puncture). Sampel diletakkan di atas
penopang texture analyzer. Pengaturan dilakukan sesuai sampel yang akan diuji, yaitu
distance 10 mm, test speed 2 mm/s dan triger 5 g. Kemudian diukur profil tekstur pada
sampel.
34

Lampiran 4 Hasil uji statistik

a. Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov

Tabel 8 Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov hasil uji hedonik


Atribut Formula Statistik df Sig.
F1 0.144 70 0.001
Warna F2 0.174 70 0.000
F3 0.147 70 0.001
F1 0.180 70 0.000
Aroma F2 0.207 70 0.000
F3 0.155 70 0.000
F1 0.152 70 0.000
Rasa F2 0.171 70 0.000
F3 0.155 70 0.000
F1 0.118 70 0.016
Tekstur F2 0.176 70 0.000
F3 0.150 70 0.000
F1 0.134 70 0.003
Keseluruhan F2 0.189 70 0.000
F3 0.136 70 0.003
Keterangan: Data menyebar normal jika p>0.05

Tabel 9 Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov hasil uji mutu hedonik


Atribut Formula Statistik df Sig.
F1 0.286 70 0.000
Warna F2 0.225 70 0.000
F3 0.305 70 0.000
F1 0.244 70 0.000
Aroma Pisang F2 0.260 70 0.000
F3 0.232 70 0.000
F1 0.228 70 0.000
Aroma
F2 0.190 70 0.000
Torbangun
F3 0.242 70 0.000
F1 0.275 70 0.000
Rasa F2 0.206 70 0.000
F3 0.255 70 0.000
F1 0.254 70 0.000
Tekstur F2 0.246 70 0.000
F3 0.239 70 0.000
F1 0.163 70 0.000
Aftertaste F2 0.127 70 0.007
F3 0.242 70 0.000
Keterangan: Data menyebar normal jika p>0.05
35

b. Hasil uji beda Kruskal Wallis

Tabel 10 Tes statistika,b hasil uji hedonik


Warna Aroma Rasa Tekstur Keseluruhan
Chi-square 5.077 15.366 37.648 0.796 28.941
df 2 2 2 2 2
Asymp. Sig 0.079 0.000 0.000 0.672 0.000
Keterangan:
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping variable: Formula

Tabel 11 Tes statistika,b hasil uji mutu hedonik


Aroma Aroma
Warna Rasa Tekstur Aftertaste
Pisang Torbangun
Chi-square 4.360 10.495 52.767 45.845 6.310 60.814
df 2 2 2 2 2 2
Asymp. Sig 0.113 0.005 0.000 0.000 0.043 0.000
Keterangan:
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping variable: Formula

c. Hasil uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test

Tabel 12 Hasil uji lanjut Duncan uji hedonik


Subset for alpha = 0.05
Atribut Formula N
1 2 3
F1 70 3.4079
F2 70 3.7336 3.7336
Warna
F3 70 3.9036
Sig. 0.119 0.415
F1 70 3.4296
F2 70 3.9357
Aroma
F3 70 4.2216
Sig. 1.000 0.131
F1 70 3.0786
F2 70 3.8537
Rasa
F3 70 4.5396
Sig. 1.000 1.000 1.000
F1 70 3.9806
F2 70 4.0767
Tekstur
F3 70 4.1390
Sig. 0.460
F1 70 3.2739
F2 70 3.9057
Keseluruhan
F3 70 4.3287
Sig. 1.000 1.000 1.000
36

Tabel 13 Hasil uji lanjut Duncan uji mutu hedonik


Subset for alpha = 0.05
Atribut Formula N
1 2 3
F1 70 5.8534
F2 70 6.1127 6.1127
Warna
F3 70 6.3277
Sig. 0.152 0.234
F1 70 5.1079
Aroma F2 70 5.5066 5.5066
Pisang F3 70 5.8217
Sig. 0.059 0.135
F1 70 2.9527
Aroma F2 70 3.8410
Torbangun F3 70 4.8097
Sig. 1.000 1.000 1.000
F1 70 3.3853
F2 70 4.1854
Rasa
F3 70 4.9911
Sig. 1.000 1.000 1.000
F1 70 5.6789
F2 70 5.9776
Tekstur
F3 70 5.9924
Sig. 1.000 0.919
F1 70 2.7249
F2 70 3.9764
Aftertaste
F3 70 4.8051
Sig. 1.000 1.000 1.000
37

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 09 Januari 1995 dari ayahanda H.


Muchlis dan ibunda Hj. Bintarti Achmad. Penulis menempuh pendidikan di TK
Aisyiah 23 Jakarta Timur pada tahun 1998-2000. Kemudian penulis melanjutkan
pendidikan sekolah dasar di Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan UIN Jakarta pada
tahun 2000-2006 dan melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertama di
Madrasah Tsanawiyah Pembangunan UIN Jakarta pada tahun 2006-2009.
Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri
29 Jakarta pada tahun 2009-2012. Penulis melanjutkan pendidikan di Institut
Pertanian Bogor pada tahun 2012 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan
Tinggi Negeri (SNMPTN Undangan) dengan memilih Program Studi Ilmu Gizi,
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
sebagai pilihan pertama.
Selama perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota UKM Lises Gentra
Kaheman IPB sejak tahun 2013 dengan menjadi seorang penari tradisional. Penulis
juga pernah menjadi sekretaris Divisi Profesi pada kepengurusan UKM Lises
Gentra Kaheman IPB tahun 2014. Penulis juga berpartisipasi dalam kepanitiaan
Seminar Nasional Nutrition Fair 2014 dan menjadi Penanggungjawab Divisi
Wardobe dan Tata Rias pada kepanitiaan Pagelaran Ki Sunda Midang 2014 yang
diadakan oleh UKM Lises Gentra Kaheman. Penulis juga berpartisipasi sebagai
atlet cabang olahraga aerobik mewakili kontingen Tingkat Persiapan Bersama
(TPB) pada tahun 2013 dan mewakili kontingen Fakultas Ekologi Manusia (Fema)
pada tahun 2014 dalam acara Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI).
Penulis melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Nyata berbasis Profesi (KKN-
P) di Desa Leuwikaret, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor pada bulan
Juni hingga Agustus 2015. Penulis juga melaksanakan Praktik Kerja Lapang dalam
bidang Manajemen Sistem Pelayanan Makanan dan Gizi Klinis di RS Islam Pondok
Kopi Jakarta pada bulan November hingga Desember 2015. Penulis menjadi asisten
praktikum mata kuliah Percobaan Makanan tahun ajaran 2015-2016.

Anda mungkin juga menyukai