Ai - HK Kontrak

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 20

MENGATASI KONFLIK WANPRESTASI DENGAN TANGGUNG GUGAT

TERHADAP PERJANJIAN SEWA MENYEWA


ADDRESSING CONFLICTS OF DEFAULTS WITH ACCOUNT OF RENTAL
AGREEMENTS
Theanindhita Nucleamadey
Fakultas Hukum Universitas HangTuah Surabaya
Email: [email protected]

Fakultas Hukum Universitas HangTuah Surabaya


Email: [email protected]

Nadya Oktavia Rahmadhany


Fakultas Hukum Universitas HangTuah Surabaya
Email: [email protected]

Abstrak – Artikel ini membahas penyelesaian konflik dalam resiko tanggung gugat terhadap
Perjanjian sewa menyewa. Perjanjian sewa menyewa merupakan perjanjian yang umum dalam dunia
bisnis dan properti. Resiko tanggung gugat dalam Perjanjian sewa menyewa dapat timbul dari berbagai
aspek, termasuk aspek hukum, finansial, dan operasional. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif dengan data diperoleh melalui studi pustaka dan analisis dokumen terkait aperjanjian sewa
menyewa serta hukum yang mengatur tanggung gugat dalam konteks tersebut. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penyelesaian konflik dalam resiko tanggung gugat dapat dilakukan melalui
penyusunan Perjanjian yang jelas, pemantauan pelaksanaan Perjanjian, dan penyelesaian sengketa
melalui mekanisme alternatif. Dengan demikian, pemahaman mendalam terhadap resiko tanggung
gugat dan implementasi langkah-langkah pengelolaannya dapat membantu para pemangku kepentingan
meminimalkan potensi konflik tanggung gugat dalam Perjanjian sewa menyewa dan memastikan
kelancaran pelaksanaan perjanjian tersebut.
Kata Kunci: resiko, tanggung gugat, perjanjian sewa menyewa, hukum, wanprestasi

Abstract – This article discusses conflict resolution in the risk of liability for rental contracts. A rental
contract is a common agreement in the world of business and property. Liability risks in rental
contracts can arise from various aspects, including legal, financial and operational aspects. This
research uses a qualitative approach with data obtained through literature study and analysis of
documents related to rental contracts and the laws governing liability in that context. The research
results show that resolving conflicts regarding the risk of liability can be done through drafting clear
contracts, monitoring contract implementation, and resolving disputes through alternative
mechanisms. Thus, an in-depth understanding of liability risks and the implementation of management
measures can help stakeholders minimize potential liability conflicts in rental contracts and ensure the
smooth implementation of these agreements.
Keywords: risk, liability, rental contracts, law, default
PENDAHULUAN

Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang


lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.
Perjanjian harus memenuhi syarat sahnya perjanjian, sebagaimana yang tertuang
dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), yaitu
sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu
perikatan, suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal. Dengan terpenuhinya
empat syarat sahnya perjanjian, maka secara hukum adalah mengikat bagi para
pihak yang membuatnya. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang
melahirkan perikatan.
Eksistensi perjanjian sebagai salah satu sumber perikatan dapat kita temui
landasannya pada ketentuan Pasal 1233 KUH Perdata yang menyatakan bahwa
tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena perjanjian baik karena undang-undang.
Ketentuan tersebut dipertegas lagi dengan rumusan ketentuan Pasal 1313
KUHPerdata, yang menyatakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan di
mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
Bentuk-bentuk perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu secara
tertulis dan lisan. Perjanjian tertulis adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para
pihak dalam bentuk tulisan, sedangkan perjanjian lisan adalah suatu perjanjian
yang dibuat oleh para pihak dalam wujud lisan, cukup dengan kesepakatan para
pihak tanpa dituangkan di dalam tulisan.
Perjanjian yang dibuat secara lisan/tidak tertulis tetap mengikat dan tidak
menghilangkan, baik hak dan kewajiban dari pihak yang bersepakat.1

Dalam realitas kehidupan manusia – selain perjanjian jual beli, perjanjian


sewa menyewa juga merupakan bentuk perjanjian yang kerap dilakukan oleh
1
Marhainis Abdul Hay, 1984.
manusia di dalam memenuhi kebutuhan kehidupannya.
Perjanjian sewa menyewa merupakan perjanjian yang umum dalam dunia
bisnis dan properti. Namun, seperti halnya perjanjian bisnis lainnya, perjanjian
sewa menyewa juga memiliki resiko yang harus dikelola. Salah satu resiko yang
mungkin timbul adalah resiko tanggung gugat.
Perjanjian sewa menyewa diatur di Bab VII Buku III KUHPerdata. Mulai
dari Pasal 1548 sampai dengan Pasal 1600 KUH Perdata. Menurut Pasal 1548
KUH Perdata, “Sewa-menyewa adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang
satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya
kenikmatan dari suatu barang, selama waktu tertentu dengan pembayaran suatu
harga, yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya. 2
Sewa menyewa adalah suatu penyerahan barang oleh pemilik kepada orang
lain itu untuk memulai dan memungut hasil dari barang itu dan dengan syarat
pembayaran uang sewa menyewa oleh pemakai kepada pemilik aslinya. Selain itu,
perjanjian sewa menyewa juga dimaknai sebagai suatu perjanjian dimana pihak
yang satu mengikatkan kepada pihak lain kenikmatan dari suatu barang selama
suatu waktu tertentu dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak lain
disanggupi pembayarannya.
Perjanjian sewa menyewa bertujuan untuk memberikan hak pemakaian saja
kepada pihak penyewa. Pada perjanjian sewa menyewa yang dipentingkan adalah
hak perorangan dan bukan hak kebendaan. Pihak yang menyewakan menyerahkan
suatu ISSN 2338-4735 Wanprestasi dalam Perjanjian barang yang hend1ak
KUHPerdata tidak menyebutkan secara tegas mengenai bentuk perjanjian
sewa menyewa sehingga sewa menyewa dapat dibuat dalam bentuk lisan maupun
tertulis. Bentuk perjanjian sewa menyewa dalam praktek pada umumnya dibuat
2
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: PT. Pradnya Paramita,
2008, hlm. 381.
secara tertulis untuk mempermudah pembuktian hak dan kewajiban para pihak di
kemudian hari, terutama pada perjanjian sewa menyewa barang yang nilainya
besar dan dilakukan dalam jangka waktu yang lama.
Pada dasarnya suatu perjanjian baik sewa menyewa maupun yang lainnya
akan berlangsung dengan baik jika para pihak yang melakukan perjanjian tersebut
dilandasi oleh itikad baik (good faith), namun apabila salah satu pihak tidak
beritikad baik atau tidak melaksanakan kewajibannya maka akan timbul perbuatan
wanprestasi atau ingkar janji . Hal tersebut akan memicu suatu perbuatan yang
melanggar ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata yaitu tiap perbuatan melanggar
hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain mewajibkan orang yang
karena salahnya menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut.3
Prestasi buruk atau wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu
wanprestatie dengan pengertian tidak dipenuhinya prestasi atau kewajiban dalam
suatu perjanjian. Klausula prestasi mengandung makna sebagai suatu hal penting
agar dicantumkan dalam suatu perjanjian 4. Subekti, (1998) memberikan arti kata
wanprestasi apabila si berutang (debitur) tidak melakukan apa yang dijanjikan akan
dilakukannya, maka dikatakan bahwa ia melakukan wanprestasi. Apabila ia
melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh dilakukannya maka dapat
dikatakan bahwa ia adalah alpa atau lalai atau bercidera janji, atau juga melanggar
perjanjian.5
Tanggung gugat adalah kewajiban hukum seseorang untuk bertanggung
jawab atas kerugian atau kerusakan yang ditimbulkan pada pihak lain. Dalam
konteks hukum perdata, tanggung gugat dapat merujuk pada kewajiban seseorang
untuk membayar ganti rugi atas kerugian yang ditimbulkan pada pihak lain.
Dalam konteks hukum, tanggung gugat dalam perjanjian sewa menyewa
3
Ahmadi Miru,2007
4
Arini, 2020
5
Subekti et al., 1998.
dapat timbul jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya sesuai dengan
perjanjian yang telah disepakati. Hal ini dapat berdampak pada aspek hukum,
finansial, dan operasional. Dalam aspek hukum, tanggung gugat dapat
mengakibatkan sengketa hukum antara pihak-pihak yang terlibat. Dalam aspek
finansial, tanggung gugat dapat mengakibatkan kerugian finansial bagi salah satu
atau kedua belah pihak. Dalam aspek operasional, tanggung gugat dapat
mengganggu kelancaran pelaksanaan perjanjian sewa menyewa dan berdampak
pada keberlangsungan pihak untuk melaksanakan kepentingannya.
Agar terfokusnya penelitian ini, maka peneliti membuat rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Identifikasi Risiko Tanggung Gugat dalam Perjanjian Sewa

Menyewa?
2. Bagaimanakah Implikasi Tanggung Gugat Sewa Menyewa pada Aspek

Hukum?
3. Bagaimanakah Cara Mengatasi Konflik Wanprestasi Perjanjian Sewa-

Menyewa dengan Tanggung Gugat antara Pihak-Pihak?

METODE PENELITIAN
Metode yang dipakai untuk penelitian ini adalah metode yuridis empiris,
yaitu menelaah fakta yang ada di lapangan yang bertujuan untuk menemukan data
yang diperlukan. Setelah didapatkan data, kemudian merumuskan permasalahan
guna memperoleh suatu penyelesaian.6 Data yang diperoleh melalui studi pustaka
dan analisis dokumen terkait dengan perjanjian sewa menyewa serta hukum yang
mengatur tanggung gugat dalam konteks tersebut. Pendekatan ini memungkinkan
peneliti untuk memahami secara mendalam resiko-resiko yang mungkin timbul dan
implikasinya dalam aspek hukum, finansial, dan operasional.
6
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 2002, hlm. 126.
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa resiko tanggung gugat dalam
perjaanjian sewa menyewa dapat timbul dari berbagai aspek, termasuk
ketidakpatuhan terhadap kewajiban perjanjian, kerugian finansial, dan sengketa
hukum. Implikasi dari resiko ini dapat berdampak pada keberlangsungan bisnis
dan hubungan antarpihak yang terlibat dalam perjanjian sewa menyewa. Selain
itu, penelitian ini juga mengidentifikasi strategi yang dapat digunakan untuk
mengelola resiko tanggung gugat dalam perjanjian sewa menyewa, termasuk
penyusunan ketentuan-ketentuan yang jelas dalam perjanjian, pemantauan yang
cermat terhadap pelaksanaan perjanjian, dan penyelesaian sengketa melalui
mekanisme alternatif penyelesaian sengketa. Dengan pemahaman mendalam
terhadap resiko tanggung gugat dan strategi pengelolaannya, para pemangku
kepentingan dapat meminimalkan dampak negatif yang mungkin timbul dan
memastikan keberlangsungan perjanjian sewa menyewa secara optimal.

PEMBAHASAN

1. Identifikasi Risiko Tanggung Gugat dalam Perjanjian Sewa Menyewa


Pada umumnya Perjanjian sewa menyewa banyak dipergunakan oleh
banyak pihak, karena perjanjian ini dapat menguntungkan para pihak, baik itu
pihak yang menyewakan para pihak penyewa. Manfaat benda dari benda yang
disewakan dapat memberikan keuntungan bagi pihak penyewa untuk memenuhi
kebutuhan dan yang menyewakan dapat diuntungkan dengan memperoleh ongkos
sewa yang telah diberikan oleh pihak penyewa.7 Salah satu benda yang menjadi
objek perjanjian sewa menyewa ialah tanah dan bangunan.
Pada perjanjian sewa menyewa ini benda atau barang yang telah disepakati
tidak dapat dimiliki oleh si penyewa. Jadi bisa dikatakan, penyewa hanya

7
Mustaqim & Batavia, 2021.
memiliki hak pakai barang untuk kurun waktu tertentu, dan tidak memperoleh hak
milik atas barang tersebut. Sedangkan Perjanjian sewa menyewa ini pada
dasarnya sama seperti perjanjian jual beli, hanya saja perbedaannya adalah pada
perjanjian jual beli atau barang yang telah disepakati sudah dapat dimiliki oleh si
pembeli setelah si pembeli mneyerahkan uang kepada si penjual.8
Dalam perjanjian sewa menyewa tentu ada kewajiban bagi setiap pihak.
Pihak yang menyewakan berkewajiban:
a. Menyerahkan objek sewa kepada pihak penyewa;
b. Memelihara objek sewa sehingga bisa digunakan oleh si penyewa;
c. Memberikan rasa tenteram terhadap pihak penyewa untuk menikmati
objek sewa.
Sedangkan pihak penyewa mempunyai dua kewajiban pokok, yaitu:
a. Memakai objek sewa sesuai yang telah ditentukan;
b. Membayar uang sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan;
c. Memelihara objek sewa seperti barang kepunyaannya sendiri.
Namun pelaksanaannya di lapangan, masih ada pihak yang tidak
memahami kewajibannya, baik yang telah diatur dalam undang-undang ataupun
dalam isi perjanjian sehingga satu pihak dinyatakan telah berbuat wanprestasi dan
hal ini menimbulkan munculnya risiko tanggung gugat dalam Perjanjian Sewa
Menyewa. Mengenai wanprestasi sendiri tidak diatur secara eksplisit dalam
KUHPerdata. Akan tetapi secara implisit dapat dilihat dari Pasal 1238 KUH
Perdata yang berbunyi, “Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah
atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya
sendiri, ialah jika ia menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan
lewatnya waktu yang ditentukan”.
Bentuk-bentuk wanprestasi tersebut adalah sebagai berikut (Subekti, 2005):
8
Langi, 2016.
(a) Tidak melakukan apa yang disanggupi untuk dilakukan; (b) Melakukan apa
yang diperjanjikan tapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan; (c) Melakukan apa
yang sudah diperjanjikan tapi terlambat; dan (d) Melakukan sesuatu yang oleh
perjanjian tidak boleh dilakukan.
Wanprestasi dalam perjanjian sewa menyewa terjadi ketika pihak yang
menyewakan atau penyewa tidak melakukan perbuatan sesuai dengan undang-
undang atau isi perjanjian, atau melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan
perjanjian yang telah disepakati. Wanprestasi menyebabkan pihak-pihak yang
terlibat harus mempertanggungjawabkan kelalaiannya melalui tanggung gugat
karena tentu saja hal tersebut sangat merugikan pihak-pihak terkait, baik penyewa
maupun yang menyewakan.
Beberapa contoh dari perilaku wanprestasi dalam Perjanjian Sewa
Menyewa antara lain pembatalan perjanjian sewa menyewa tanpa memberikan
tuntutan ganti rugi atau sanksi hukum, ketidakmampuan penyewa untuk
membayar uang sewa, dan tidak mau mengembalikan objek yang telah disewa.
Oleh karena itu, penting bagi kedua belah pihak untuk memahami hak dan
kewajiban masing-masing serta menyelesaikan permasalahan dengan itikad baik
agar dapat menghindari resiko tanggung gugat dalam perjanjian sewa menyewa

2. Implikasi Tanggung Gugat Sewa Menyewa pada Aspek Hukum

Implikasi hukum terhadap pelaku wanprestasi dalam perjanjian sewa


menyewa menunjukkan bahwa pelaku wanprestasi harus bertanggung jawab atas
tindakannya. Tanggung gugat berada pada para pihak yang melakukan wanprestasi.
Selain itu, analisis akibat hukum wanprestasi dalam perjanjian sewa menyewa juga
menegaskan bahwa jika salah satu pihak melakukan wanprestasi maka pihak
tersebut harus melakukan tanggung gugat.
Tanggung Gugat dalam perkara Wanprestasi dalam perjanjian Sewa-
menyewa dapat bersifat eksekutorial maupun damai melalui medias. Tanggung
gugat eksekutorial dapat berupa eksekusi yang merupakan suatu kesatuan yang
tidak terpisah dari pelaksanaan tata tertib beracara yang terdapat dalam HIR/RBg.
Menurut terminologi hukum acara, eksekusi adalah tindakan yang dilakukan secara
paksa terhadap pihak yang kalah dalam perkara yang apabila dikaji dalam konteks
ini dijatuhkan kepada pelaku Wanprestasi dalam perjanjian sewa menyewa yang
telah disepakati sebelumnya .
Eksekusi pada hakikatnya tidak lain adalah realisasi dari pada kewajiban
pihak yang bersangkutan untuk memenuhi prestasi yang tercantum dalam putusan
yang telah berkekuatan hukum tetap, sehingga diperlukan gugatan untuk menuntut
Tanggung Gugat dari pelaku Wanprestasi dalam perjanjian Sewa-menyewa.9
Sedangkan, Tanggung Gugat melalui proses pedamaian dapat dilakukan
dengan mediasi. Pengertian Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui
proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang
tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri
utama proses mediasi adalah perundingan yang esensinya sama dengan proses
musyawarah atau konsensus. Sesuai dengan hakikat perundingan atau musyawarah
atau konsensus, maka tidak boleh ada paksaan untuk menerima atau menolak
sesuatu gagasan atau penyelesaian selama proses mediasi berlangsung. Segala
sesuatunya harus memperoleh persetujuan dari para pihak.
Mediasi dalam konteks Wanprestasi dalam perjanjian Sewa-menyewa
bertujuan untuk mencapai perdamaian antara pihak yang melakukan wanprestasi
terhadap pihak penyewa maupun yang menyewakan melalui perundingan dan
9
Tarsi, Eksekusi EKSEKUSI ANTARA TEORI DAN PRAKTIK DALAM HUKUM PERDATA, http://pa-
stabat.net/index.php?option=com_content&view=article&id=7852:eksekusi-eksekusi-antarateori-dan-praktik-
dalam-hukum-perdata-&catid=37:kumpulan-artikel&Itemid=685, diakses 19 Juni 2015.
mufakat. Hal ini tentu harus dilakukan berdasarkan kesepakatan dan persetujuan dari
dua belah pihak yang bersangkutan.
Dengan demikian, berdasarkan implikasi hukum, pelaku wanprestasi dalam
perjanjian sewa menyewa harus bertanggung jawab dan dapat dituntut untuk
melakukan tanggung gugat berupa eksekusi putusan maupun perdamaian atas
kerugian yang ditimbulkan akibat wanprestasi.

3. Cara Mengatasi Konflik Wanprestasi Perjanjian Sewa-Menyewa dengan


Tanggung Gugat antara Pihak-Pihak

A. Tanggung Gugat melalui Eksekusi


Eksekusi dalam perkara perdata merupakan proses yang melelahkan,
menyita energy, biaya dan pikiran. Putusan perdata belum memiliki makna apapun
ketika pihak yang dikalahkan tidak bersedia menjalankan putusan secara sukarela.
Kemenangan yang sesungguhnya baru dapat diraih setelah melalui proses yang
panjang dengan eksekusi untuk mewujudkan kemenangan tersebut. Proses
eksekusi menjadi lama dan rumit karena pihak yang dikalahkan sulit untuk
menerima putusan dan tidak mau menjalankan kewajiban yang dibebankan
kepadanya. Puncak dari suatu perkara perdata adalah ketika putusan hakim yang
telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) dapat dilaksanakan. Dalam
menuntut Tanggung Gugat dari Pelaku Wanprestasi dalam perjanjian Sewa-
Menyewa perlu memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut:

Dalam pelaksanaan eksekusi, terdapat asas-asas yang digunakan dalam


pelaksanaan eksekusi. Asas-asas tersebut antara lain:
A. Putusan yang dapat dijalankan adalah putusan yang telah berkekuatan hukum
tetap. Adapun keputusan yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut dapat
berupa:
- Putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak dimintakan
pemeriksaan ulang (banding) atau kasasi karena telah diterima oleh
para pihak yang berperkara.

- Putusan pengadilan tingkat banding yang telah tidak dimintakan


kasasi ke Mahkamah Agung.

- Putusan pengadilan tingkat kasasi dari Mahkamah Agung atau


putusan peninjauan kembali dari Mahkamah Agung.

- Putusan verstek dari pengadilan tingkat pertama yang tidak diajukan


upaya hukumnya.

- Putusan hasil perdamaian dari dua pihak yang berperkara.

Putusan yang dapat dilakukan eksekusi pada dasarnya hanya putusan yang
telah berkekuatan hukum tetap karena dalam putusan tersebut telah terkandung
wujud hubungan hukum yang tetap (res judicata) dan pasti antara pihak yang
berperkara. Akibat wujud hubungan hukum tersebut sudah tetap dan pasti
sehingga hubungan hukum tersebut harus ditaati dan harus dipenuhi oleh pihak
yang kalah.

B. Putusan tidak dijalankan secara sukarela


Dalam menjalankan isi putusan, terdapat 2 (dua) cara yaitu dengan jalan sukarela
dan dengan jalan eksekusi. Pada dasarnya eksekusi sebagai tindakan paksa
menjalankan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, akan
menjadi pilihan untuk dilakukan apabila pihak yang kalah tidak mau menjalankan
atau memenuhi isi putusan secara sukarela. Sedangkan menjalankan putusan secara
sukarela, pihak yang kalah memenuhi sendiri dengan sempurna isi putusan
pengadilan. Pihak yang kalah, tanpa paksaan dari pihak lain, menjalankan
pemenuhan hubungan hukum yang dijatuhkan kepadanya. Dengan sukarela pihak
yang kalah memenuhi secara sempurna segala kewajiban dan beban hukum yang
tercantum dalam amar putusan. Dengan dilaksanakannya ketentuan putusan oleh
pihak yang kalah, maka tindakan paksa tidak dapat lagi diberlakukan kepada pihak
yang kalah.
C. Putusan yang dapat dieksekusi bersifat condemnatoir
Putusan condemnatoir yaitu putusan yang amar atau diktumnya mengandung unsur
“penghukuman” dan dengan sendirinya melekat kekuatan hukum eksekutorial
sehingga putusan tersebut dapat dieksekusi apabila tergugat tidak mau
menjalankan putusan secara sukarela.

Tanggung Gugat pelaku Wanprestasi dapat dipenuhi melalui eksekusi yang


terdiri dari 3 (tiga) jenis eksekusi, yaitu:

(a) Eksekusi menghukum seseorang untuk membayar sejumlah uang.

(b) Eksekusi menghukum seseorang untuk melakukan suatu perbuatan;

(c) Eksekusi menghukum seseorang untuk pengosongan barang tidak


bergerak (eksekusi riil)

Pengadilan Negri yang bersangkutan akan melakukan Eksekusi terhadap


pelaku Wanprestasi yang nantinya akan dilaksanakan melalui beberapa tahap yang
dilakukan sebagai berikut:

A. Adanya permohonan eksekusi


Setelah adanya putuan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap maka pada
dasarnya pemenuhan amar putusan tersebut harus dilaksanakan oleh pihak yang
kalah secara sukarela. Eksekusi akan dapat dijalankan apabila pihak yang kalah
tidak menjalankan putuan dengan sukarela, dengan mengajukan permohonan
eksekusi oleh pihak yang menang kepada Ketua Pengadilan Negeri yang
berwenang.

B. Aanmaning
Permohonan eksekusi merupakan dasar bagi Ketua Pengadilan Negeri untuk
melakukan peringatan atau aanmaning. Aanmaning merupakan tindakan dan upaya
yang dilakukan Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara berupa “teguran”
kepada Tergugat (yang kalah) agar ia menjalankan isi putusan secara sukarela
dalam waktu yang ditentukan setelah Ketua Pengadilan menerima permohonan
eksekusi dari Penggugat. Pihak yang kalah diberikan jangka waktu 8 (delapan) hari
untuk melaksanakan isi putusan terhitung sejak debitur dipanggil untuk menghadap
guna diberikan peringatan.

C. Permohonan sita eksekusi


Setelah aanmaning dilakukan, ternyata pihak yang kalah tidak juga melakukan
amar dari putusan maka pengadilan melakukan sita eksekusi terhadap harta pihak
yang kalah berdasarkan permohonan dari pihak yang menang. Permohonan
tersebut menjadi dasar bagi Pengadilan untuk mengeluarkan Surat Penetapan yang
berisi perintah kepada Panitera atau Juru Sita untuk melakukan sita eksekusi
terhadap harta kekayaan tergugat, sesuai dengan syarat dan tata cara yang diatur
dalam Pasal 197 HIR. Penetapan sita eksekusi merupakan lanjutan dari
penetapan aanmaning. Secara garis besar terdapat 2 (dua) macam cara peletakan
sita yaitu sita jaminan dan sita eksekusi. Sita jaminan mengandung arti bahwa,
untuk menjamin pelaksanaan suatu putusan dikemudian hari, barang-barang yang
disita tidak dapat dialihkan, diperjualbelikan atau dengan jalan lain dipindah
tangankan kepada orang lain.
Sebagai upaya untuk menutup kerugian dari perilaku Wanprestasi dalam
perjanjian Sewa-menyewa, pihak yang dirugikan harus membuat gugatan yang
bersifat Condematoir kepada Pengadilan Negri yang bersangkutan untuk
memperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap, sehingga Pengadilan dapat
melakukan Eksekusi terhadap pelaku Wanprestasi.

B. Tanggung Gugat melalui Mediasi

Terdapat beberapa cara penyelesaian sengketa non-litugasi, salah satunya


ialah melalui Mediasi. Ketentuan mediasi diatur dalam Peraturan Mahkamah
Agung RI Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
(Selanjutnya disebut dengan PERMA No. 1/2016) yang merupakan pengganti
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008. Dalam penyelesaian
sengketa, proses mediasi wajib dilakukan terlebih dahulu. Apabila tidak
menempuh prosedur mediasi, penyelesaian sengketa tersebut melanggar ketentuan
pasal 130 HIR dan atau pasal 154 Rbg yang mengakibatkan putusan batal demi
hukum.

Menurut PERMA No. 1/2016, mediasi merupakan cara menyelesaian


sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak
dengan dibantu oleh Mediator. Sifat dari proses mediasi pada asasnya tertutup
kecuali para pihak menghendaki lain. Hal-hal yang perlu diketahui dalam mediasi
dijelaskan sebagai berikut:

A. Biaya-biaya dalam Mediasi

Terdapat beberapa biaya yang ada pada penyelesaian melalui jalur mediasi, antara
lain :

1. Biaya jasa mediator


Mediator Hakim dan pegawai pengadilan tidak dikenakan biaya. Namun
biaya jasa mediator non hakim dan bukan pegawai pengadilan ditanggung
bersama atau berdasarkan kesepakatan para pihak.

2. Biaya pemanggilan para pihak

Biaya pemanggilan para pihak untuk menghadiri proses mediasi terlebih


dahulu dibebankan kepada pihak penggugat melalui uang panjar biaya
perkara. Jika para pihak berhasil mencapai kesepakatan, biaya
pemanggilan ditanggung bersama atau sesuai kesepakatan, biaya
pemanggilan para pihak dalam proses mediasi dibebankan kepada pihak
yang oleh hakim dihukum membayar biaya perkara.

3. Biaya lain-lain

4. Biaya lain-lain dalam proses penyelesaian sengketa melalui jalur mediasi


dibebankan sesuai kesepakatan para pihak.

B. Tahap Pramediasi

Sebelum memasuki proses mediasi, terlebih dahulu dilakukan tahap pramediasi


dengan tahapan sebagai berikut:

1. Pada sidang pertama yang dihadiri oleh para pihak, hakim mewajibkan para
pihak untuk menempuh mediasi.

2. Ketidakhadiran pihak turut tergugat tidak menghalangi pelaksanaan


mediasi

3. Hakim, melalui kuasa hukum atau langsung kepada para pihak, mendorong
para pihak untuk berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi.

4. Kuasa hukum para pihak berkewajiban mendorong para pihak sendiri


berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi.
5. Hakim wajib menunda proses persidangan perkara untuk memberikan
kesempatan kepada para pihak menempuh proses mediasi.

6. Hakim wajib menjelaskan prosedur mediasi dalam PERMA ini kepada para
pihak yang bersengketa.

D. Tahap-tahap Proses Mediasi

Proses mediasi dilaksanakan dengan tahap-tahap sebagai berikut:

1. Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah para pihak menunjuk
mediator yang disepakati, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume
perkara kepada satu sama lain dan kepada mediator.

2. Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah para pihak gagal
memilih mediator, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume
perkara kepada hakim mediator yang ditunjuk.

3. Proses mediasi berlangsung paling lama 40 (empat puluh) hari kerja sejak
mediator dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh ketua majelis hakim dan
berdasarkan kesepakatan para pihak, jangka waktu mediasi dapat
diperpanjang paling lama 14 (empat belas) hari kerja.

4. Jangka waktu proses mediasi tidak termasuk jangka waktu pemeriksaan


perkara.

5. Jika diperlukan dan atas kesepakatan para pihak, mediasi dapat dilakukan
secara jarak jauh dengan menggunakan alat komunikasi.

Para pihak, atas dasar kesepakatan mereka, dapat menempuh upaya


perdamaian terhadap perkara yang sedang dalam proses banding, kasasi, atau
peninjauan kembali atau terhadap perkara yang sedang diperiksa pada tingkat
banding, kasasi, dan peninjauan kembali sepanjang perkara itu belum diputus.
Upaya perdamaian ini berlangsung paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak
penyampaian kehendak tertulis para pihak diterima Ketua Pengadilan Tingkat
Pertama.

Kesepakatan para pihak untuk menempuh perdamaian wajib disampaikan


secara tertulis kepada Ketua Pengadilan Tingkat Pertama yang mengadili.
Selanjutnya Ketua Pengadilan Tingkat Pertama yang mengadili segera
memberitahukan kepada Ketua Pengadilan Tingkat Banding yang berwenang atau
Ketua Mahkamah Agung tentang kehendak para pihak untuk menempuh
perdamaian.

Jika perkara yang bersangkutan sedang diperiksa di tingkat banding, kasasi


dan peninjauan kembali majelis hakim pemeriksa wajib menunda pemeriksaan
perkara yang bersangkutan selama 14 (empat belas) hari kerja sejak menerima
pemberitahuan tentang kehendak para pihak menempuh perdamaian. Jika berkas
atau memori banding, kasasi dan peninjauan kembali belum dikirimkan, Ketua
Pengadilan Tingkat Pertama yang bersangkutan wajib menunda pengiriman
berkas atau memori banding, kasasi dan peninjauan kembali untuk memberi
kesempatan para pihak mengupayakan perdamaian.

KESIMPULAN

Perjanjian sewa menyewa merupakan perjanjian yang umum dalam dunia


bisnis dan properti, namun memiliki resiko tanggung gugat yang harus dikelola
dengan baik. Resiko tanggung gugat dalam perjanjian sewa menyewa dapat
timbul dari berbagai aspek, termasuk aspek hukum, finansial, dan operasional.
Untuk mengelola resiko tanggung gugat, penyusunan perjanjian yang jelas,
pemantauan pelaksanaan perjanjian, dan penyelesaian sengketa melalui
mekanisme alternatif merupakan langkah-langkah yang dapat diambil.
Penting bagi para pemangku kepentingan yang terlibat dalam Perjanjian
sewa menyewa untuk memahami resiko tanggung gugat yang mungkin timbul dan
strategi yang dapat digunakan untuk mengelolanya. Dengan demikian,
pemahaman mendalam terhadap resiko tanggung gugat dan implementasi
langkah-langkah pengelolaannya dapat membantu para pemangku kepentingan
meminimalkan potensi konflik tanggung gugat dalam perjanjian sewa menyewa
dan memastikan kelancaran pelaksanaan perjanjian tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Buku

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 2002.

R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta:


PT. Pradnya Paramita, 2008, hlm. 381.

Bratawijaya, Johanes. 2002. EKSEKUTABILITAS PUTUSAN PERADILAN


PERDATA (Penelitian asas, Norma, dan Praktek Penerapannya). Jakarta:
Puslitbang hukum dan peradilan Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung
RI. Makarao, Mohammad Taufik. 2004.

POKOK-POKOK HUKUM ACARA PERDATA. Jakarta: Rineka Cipta.


Mulyadi, Lilik. 2002.

HUKUM ACARA PERDATA menurut TEORI dan PRAKTIK PERADILAN


INDONESIA. Jakarta: Djambatan.

Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Herziene Indonesisch Reglement (HIR)

Reglement Buitengewesten (RBg)

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2016

Website
Tarsi, Eksekusi EKSEKUSI ANTARA TEORI DAN PRAKTIK DALAM
HUKUMPERDATA,http://pastabat.net/index.php?
option=com_content&view=article&id=7852:eksekusi-eksekusi-antarateori-dan-
praktik-dalam-hukum-perdata-&catid=37:kumpulan-artikel&Itemid=685, diakses
19 Desember 2023
Pengadilan Negri Karanganyar, Proses Eksekusi,
https://pn-karanganyar.go.id/main/index.php/berita/artikel/993-eksekusi, diakses
19 Desember 2023
Mahkamah Agung, Mediasi, https://pn-jakartaselatan.go.id/prosedur-
mediasi.html, diakses 19 Desember 2023

Anda mungkin juga menyukai