Proposal Skripsi ACC Sempro Lengkap

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 88

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP KEJADIAN

STUNTING PADA BALITA USIA 1-5


TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
BAKI 1

PROPOSAL SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Derajat Sarjana


Keperawatan Pada Program Studi Sarjana Keperawatan Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Duta Bangsa Surakarta

OLEH :
SINTA DEWI ANGGRAINI
NIM. 200208084

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS DUTA BANGSA SURAKARTA
2024
PERSETUJUAN

Nama : Sinta Dewi Anggraini


NIM : 200208084
Program Studi : Sarjana Keperawatan
Judul : Hubungan Pola Asuh Orang Tua Terhadap
Kejadian Stunting pada Balita Usia 1-5 Tahun di
Wilayah Kerja Puskesmas Baki 1

Surakarta, 16 Januari 2024

Menyetujui untuk Dipertahankan di Hadapan Dewan Penguji Proposal Skripsi


Program Studi Sarjana Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Duta Bangsa Surakarta

Pembimbing 1 Pembimbing II

Dwi Lestari, SKM., M.Kes Ns. Agung Widiastuti, S.Kep., M.Kep


NIK. 110319105 NIK. 111003135

2
PENGESAHAN

Hubungan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kejadian Stunting Pada Balita Usia 1-
5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Baki 1

Oleh :
Sinta Dewi Anggraini
200208084

Telah Dipertankan di Hadapan Dewan Penguji Proposal Skripsi Program Studi


Sarjana Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Duta Bangsa Surakarta

Pada Tanggal : 16 Januari 2024

Dewan Penguji:

Pembimbing I : Dwi Lestari, SKM., M.Kes (.…..……….)


NIK. 110319105

Pembimbing II : Ns. Agung Widiastuti, S.Kep., M.Kep (……………)


NIK. 111003135

Mengesahkan,
Dekan
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Duta Bangsa Surakarta

Warsi Maryati, S.K.M., MPH


NIK. 1110411044

3
PERSEMBAHAN

AssalamualaikumWarahmatullahi Wabarakatuh

Alhamduliilah dengan mengucap syukur kepada Allah SWT. Yang telah

memberikan nikmat dan kekuatan kepada saya sehingga saya dapat

menyelasaikan perjuangan yang yang saya lalui dalam menyelesaikan proposal

skripsi saya untuk memperoleh gelar sarjana ini. Rasa syukur dan bahagia yang

saya rasakan ini akan saya persembahkan kepada orang-orang hebat yang saya

sayangi yang selalu menjadi penyemangat dan menjadi alasan saya kuat sampai

saat ini :

1. Allah SWT atas nikmat dan karunia pertolongan-Nya selama penulis

menyusun proposal skripsi.

2. Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi contoh sekaligus panutan bagi

penulis

3. Ibu Dwi Lestari, SKM., M.Kes selaku pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan dan pengarahan dalam menyelesaikan proposal

ini.

4. Ibu Ns. Agung Widiastuti, S.Kep., M.Kep selaku pembimbing II dalam

penulisan proposal ini yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan.

5. Keluarga saya terutama kedua orang tua saya yang telah memberikan do’a,

dukungan moral dan material dalam penyusunan skripsi ini serta selalu

memberikan semangat untuk pantang menyerah.

6. Teman-teman seperjuangan saya angkatan 20 terima kasih telah memberi

bantuan, semangat dan dukungan selama berjuang bersama.

4
MOTTO

“Ingatlah kehidupan kampus dengan terus mengasah. Jangan habiskan waktumu

untuk berkeluh kesah”

(Najwa Sihab)

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, Maka apabila engkau

telah selesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain).

Dan hanya kepada TUHAN mu lah engkau berharap’

(QS. Al-Insyirah, 6-8)

“Perbanyak bersyukur, kurangi mengeluh. Buka mata, jembarkan telinga, perluas

hati. Sadari kamu ada pada sekarang, bukan kemarin atau esok, nikmati setiap

momen dalma hidup, berpetualanglah.”

(Ayu Estiningtyas)

“Kamu tidak bisa kembali dan mengubah masa lalu, maka dari itulah tataplah

masa depan dan jangan buat kesalahan yang sama dua kali”

(Sinta)

5
KEASLIAN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan disini :

Nama : Sinta Dewi Anggraini

NIM : 200208084

Program Studi : Sarjana Keperawatan

Judul : Hubungan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kejadian

Stunting Pada Balita Usia 1-5 Tahun di Wilayah Kerja

Puskesmas Baki

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Proposal Skripsi yang saya tulis ini

benar benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilan tulisan ataua

pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri, kecuali

secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam

sumber acuan serta daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Proposal Skripsi ini

adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi dengan perundang-

undangan (Permendinkes NO.17 tahun 2010).

Surakarta, 14 Februari 2024


Yang membuat pernyataan

Sinta Dewi Anggraini


NIM. 200208084

6
KATA PENGANTAR

Puji Syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan

rahmat-Nya peneliti dapat menyusun skripsi dengan judul “Hubungan Pola Asuh

Orang Tua Terhadap Kejadian Stunting Pada Balita Usia 1-5 Tahun di Wilayah

Puskesmas Baki”

Skripsi ini ditulis dan disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi Sarjana Keperawatan Fakultas

Ilmu Kesehatan Universitas Duta Bangsa Surakarta.

Dalam proses penyusunan skripsi ini peneliti banyak mendapat bantuan

dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti

menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya

kepada yang terhormat :

1. Bapak Dr. Singgih Purnomo, MM selaku Rektor Universitas Duta

Bangsa Surakarta.

2. Ibu Warsi Maryati, S.K.M.,MPH selaku Dekan Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Duta Bangsa Surakarta.

3. Ibu Marni, S.Kep., Ns., M.Kes selaku Ketua Program Studi Sarjana

Keperawatan Universitas Duta Bangsa Surakarta.

4. Ibu Dwi Lestari, SKM., M.Kes selaku Pembimbing I.

5. Ibu Ns. Agung Widiastuti, S.Kep., M.Kep selaku Pembimbing II.

6. Kepada orang tua saya Bapak Purwono dan Ibu Sunarsi selaku orang

tua yang sudah memberikan doa dan motivasi untuk menyelesaikan

pendidikan dengan baik dan tepat waktu.

7
7. Teman – teman seperjuangan prodi keperawatan yang sudah

membantu baik secara langsung maupun secara tidak langsung yang

telah memberikan saran dan dorongan sehingga penelitian ini dapat

terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi masih jauh dari kata

sempurna, mengingat keterbatasan kemampuan penulis, namun penulis telah

berusaha sesuai dengan kemampuan, maka dengan kerendahan hari penulis

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan

penelitian ini.

Surakarta, 10 Januari 2024

Sinta Dewi Anggraini

8
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................II
HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................III
HALAMAN PERSEMBAHAN..........................................................................IV
MOTTO..................................................................................................................V
HALAMAN KEASLIAN PENELITIAN..........................................................VI
KATA PENGANTAR........................................................................................VII
DAFTAR ISI........................................................................................................IX
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................XI
DAFTAR TABEL..............................................................................................XII
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................XIII
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................5
C. Tujuan Penelitian..........................................................................................5
D. Manfaat Penelitian........................................................................................6
E. Keaslian Penelitian.......................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................10
A. Landasan Teori...............................................................................................10
1. Balita...........................................................................................................10
a. Definisi....................................................................................................10
b. Kebutuhan Gizi untuk Balita...................................................................10
c. Penilian Status Gizi.................................................................................13
2. Stunting.......................................................................................................15
a. Definisi....................................................................................................15
b. Klasifikasi Stunting.................................................................................16
c. Faktor Resiko Penyebab Stunting............................................................17
d. Tanda Stunting........................................................................................32
e. Dampak Stunting.....................................................................................33
f. Upaya Pencegahan Stunting....................................................................36
3. Pola Pengasuhan.........................................................................................38
a. Definisi....................................................................................................38
b. Tipe-Tipe Pola Asuh Orang Tua.............................................................39
c. Jenis Pola Asuh.......................................................................................42
d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh......................................45
e. Hubungan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kejadian Stunting...............47
B. Kerangka Teori...............................................................................................49
C. Kerangka Konsep............................................................................................50
D. Hipotesis Penelitian........................................................................................50
BAB III METODOLOGI PENELITIAN..........................................................51
A. Desain Penelitian............................................................................................51
B. Populasi, Sampel dan Sampling......................................................................51
1. Populasi.......................................................................................................51
2. Sampel.........................................................................................................52
3. Sampling.....................................................................................................53

9
C. Variabel Penelitian..........................................................................................53
1. Variabel independent (Variabel bebas).......................................................53
2. Variabel dependen (Variabel terikat)..........................................................53
D. Definisi operasional........................................................................................54
E. Tempat penelitian...........................................................................................54
F. Waktu penelitian.............................................................................................54
G. Instrumen Penelitian.......................................................................................54
H. Prosedur pengumpulan data............................................................................55
I. Analisa Data....................................................................................................57
J. Etik Penelitian.................................................................................................60
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................62

10
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Kerangka Teori..................................................................................49

Gambar 2. 2 Kerangka Konsep..............................................................................50

11
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Kebutuhan Energi Balita Berdasarkan AKG Rata-rata Perhari........................11

Tabel 2. 2 Kebutuhan Protein Balita Berdasarkan AKG Rata-rata Perhari.......................12

Tabel 2. 3 Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan PB/U........................................................16

Tabel 2. 4 Sikap atau Perlakuan Orang Tua dan Dampaknya............................................40

Tabel 3. 1 Definisi Operasional Penelitian........................................................................54

12
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Permohonan Menjadi Responden.........................................64

Lampiran 2 Lembar Persetujuan Menjadi Responden...........................................65

Lampiran 3 Kuisioner............................................................................................66

Lampiran 4 Surat Studi Pendahuluan.....................................................................71

Lampiran 5 Surat Izin Studi Pendahuluan.............................................................72

Lampiran 6 Lembar Konsul...................................................................................73

13
14
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Stunting merupakan permasalahan gizi yang disebabkan oleh banyak

faktor yang saling berinteraksi. Salah satu faktor yang dapat membatasi

tumbuh kembang anak berasal dari ibu. Sebab ibu memegang peranan

penting terhadap angka kejadian stunting pada anak. Peran tersebut dimulai

dari pengetahuan ibu, kunjungan ibu ke layanan kesehatan dan pembelajaran

dini yang berkualitas bagi ibu. Beberapa peran tersebut mungkin

mempengaruhi konsumsi suplemen zat besi ibu selama kehamilan, pemberian

ASI eksklusif, dan pemberian makanan pada balita (Nirmalasari, 2020).

Penyebab stunting dibagi menjadi dua yaitu penyebab langsung dan

tidak langsung. Penyebab langsung stunting antara lain yaitu antropometri,

anak dan ibu, usia, jenis kelamin, keragaman pola makan, vaksinasi, dan

penyakit yang diderita anak. Selain itu, ada penyebab tidak langsung dari

lambatnya pertumbuhan, seperti tinggi badan ibu, kurangnya pengetahuan

ibu, orang tua yang berpisah, jumlah anggota keluarga, jaminan kesehatan,

status sosial ekonomi, tingkat pendidikan orang tua, sumber air dan sanitasi

ruangan (Qodrina HA, 2021).

Menurut UNICEF tahun 2020, angka stunting di Indonesia berada

pada peringkat 115/151 negara di dunia. Menurut data yang dikumpulkan

WHO pada tahun 2020 sebanyak 22% atau sekitar 149,2 juta anak balita

mengalami stunting. Berdasarkan hal tersebut, Indonesia menduduki

peringkat kedua angka stunting balita tertinggi di Asia Tenggara pada tahun

1
2

2020. Di Indonesia, stunting yang tersebar di 12 kabupaten (Dinas Kesehatan

Sukoharjo, 2021).

Dampak jangka pendek terhadap anak-anak yang mengalami stunting

adalah meningkatnya angka kesakitan dan kematian, keterlambatan

perkembangan motorik dan intelektual, serta risiko kecacatan. Dampak

jangka panjang stunting pada anak kecil berdampak negatif terhadap

perkembangan kognitif, kesehatan, dan produktivitas ekonomi (Widyastuti et

al., 2022). Berbeda dengan anak lain yang pertumbuhannya dalam batas

normal, kemampuan anak tersebut berada di bawah standar dalam hal

kemampuan intelektual. Dalam jangka panjang akan mempengaruhi kualitas

umat manusia pada tahap produksi sehingga berkontribusi terhadap

peningkatan kejadian penyakit kronis degeneratif di masa depan (Dasman,

2019).

Stunting dapat dicegah dengan memastikan anak mempunyai akses

terhadap kebutuhan dasarnya. Tugas orang tua, terutama ibu adalah

memastikan anak mendapatkan apa yang mereka butuhkan untuk tumbuh

kembang. Tercukupinya kebutuhan dasar anak akan mempengaruhi proses

tumbuh kembang anak sehingga dapat mencapai tahap optimal dan mencegah

keterlambatan tumbuh kembang. Kebutuhan dasar tersebut berupa

pendidikan, kasih sayang, dan perhatian (Tri et al., 2019).

Anak dengan stunting sangat pendek mempunyai pola asuh orang tua

yang buruk atau tidak baik (69,4%). Sementara itu, stunting jangka pendek

selalu dinilai memiliki kebiasaan pengasuhan yang buruk atau tidak baik

sekitar (30,6%). Dari hasil uji statistik diperoleh p-value sebesar (0,01) yang

2
3

berarti ada hubungan antara pola asuh ibu dengan angka stunting. Dengan

demikian dapat dipahami bahwa jika pola asuh ibu baik maka angka kejadian

stunting akan semakin rendah, begitu pula jika pola asuh ibu buruk maka

angka kejadian stunting akan tinggi. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa

mayoritas ibu mempunyai pendidikan sekolah dasar. Tingkat pendidikan ibu

dapat mempengaruhi angka kejadian stunting, sehingga risiko terjadinya

stunting lebih tinggi pada orang tua yang tingkat pendidikannya rendah

dibandingkan dengan orang tua yang tingkat pendidikannya tinggi

(Mustamin, 2018).

Semakin baik pola asuh ibu maka anak yang mengalami stunting akan

berkurang, sedangkan semakin buruk pola asuh ibu maka akan semakin

banyak pula anak yang mengalami stunting pada orang tua. Pola asuh seorang

ibu yang baik akan mempengaruhi bagaimana ia bersikap, berperilaku, atau

mengasuh anaknya. Perilaku ibu yang diharapkan adalah bagaimana ibu

berperilaku dalam memberikan nutrisi, menjaga kebersihan atau higyenitas

anak, menjaga kebersihan lingkungan anak, dan bagaimana ibu

memanfaatkan sarana dan prasarana kesehatan yang berkaitan dengan

kebutuhan anak (Yudianti, 2016).

Pemberian nutrisi yang cukup juga perlu diperhatikan pada masa

tumbuh kembang anak. Kebanyakan ibu yang memberikan nutrisi yang tidak

mencukupi kepada anaknya, seperti memberi mereka nasi putih dengan tempe

atau hanya makan nasi dan sup sayur, berisiko mengalami keterlambatan

tumbuh kembang. Sedangkan ibu yang memberikan nutrisi yang cukup

seperti memberikan anaknya makanan yang tinggi protein seperti nasi, telur,

3
4

ikan, dan sayur mayur, maka anaknya tidak mengalami stunting (Oktavia

Ningtias and Solikhah, 2020).

Peran keluarga khususnya ibu dalam mengasuh dan merawat anak

dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak. Pola asuh adalah tindakan

seorang ibu yang mengasuh atau merawat anaknya. Perilaku ibu meliputi

peran memberikan ASI atau memberikan makanan pendamping ASI,

mengajarkan kebiasaan makan yang baik, memberikan makanan yang bernilai

gizi tinggi, mengontrol jumlah porsi yang dikonsumsi, menyiapkan makanan

secara higyenis, mengatur kebiasaan makan, dan lain-lain supaya asupan gizi

dapat diterima dengan baik oleh anak. Namun yang perlu diperhatikan

adalah menu makanannya harus beragam agar anak senang dan menikmati

banyak hidangan sehat dan bergizi. Kebiasaan pola asuh orang tua yang baik

dan dilaksanakan dengan benar lebih besar kemungkinannya terjadi pada

anak dengan tinggi badan normal atau tidak stunting dibandingkan dengan

anak bertubuh pendek dengan tingkat ekonomi keluarga yang sama (Febriani

Dwi B, 2020).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada tanggal 15 November 2023

di Puskesmas Baki didapatkan data balita sebanyak 4.277 balita. Dengan

jumlah kasus stunting sebanyak 92 balita. Dengan jumlah stunting tertinggi

yaitu di Desa Ngrombo sebanyak 25 balita, serta kasus stunting tertinggi

kedua yaitu di Desa Jetis sebanyak 17 balita. Hasil data stunting pada balita

di Kabupaten Sukoharjo tahun 2020-2021, jumlah kasus stunting tertinggi

terdapat di Kecamatan Gatak. Jumlah kasus stunting pada balita meningkat

4
5

sekitar 11,8%. Jumlah bayi baru lahir di Kecamatan Gatak pada tahun 2021

sebanyak 3. 083 jiwa (Dinas Kesehatan Sukoharjo, 2021).

Berdasarkan latar belakang yang terjadi peneliti tertarik untuk

melaksanakan penelitian yang berjudul “Hubungan Pola Asuh Orang Tua

Terhadap Kejadian stunting Pada Balita Usia 1-5 Tahun di wilayah

Puskesmas Baki.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalah

penelitian yaitu apakah ada hubungan pola asuh orang tua terhadap kejadian

stunting pada balita usia 1-5 tahun di wilayah Puskesmas Baki.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui hubungan pola

asuh orang tua terhadap kejadian stunting pada balita usia 1-5 tahun di

wilayah Puskesmas Baki.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran pola asuh orang tua yang diberikan kepada

balita usia 1-5 tahun di wilayah Puskesmas Baki.

b. Untuk mengetahui gambaran stunting pada balita di wilayah Puskesmas

Baki.

c. Untuk mengidentifikasi hubungan antara pola asuh orang tua dengan

kejadian stunting pada balita usia 1-5 tahun di wilayah Puskesmas Baki.

d. Untuk mengetahui gambaran karakteristik pada orang tua balita.

5
6

D. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, informasi

dan pengembangan di bidang kesehatan keluarga, masyarakat, dan anak.

2. Praktis

a. Bagi Instansi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan lebih

mengenai hubungan pola asuh orang tua dengan kejadian stunting pada

anak usia 1 hingga 5 tahun.

b. Bagi Responden

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai hal apa

yang dapat menyebabkan stunting, sehingga responden bisa melakukan

pencegahan stunting secara mandiri.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan dalam melakukan penelitian

selanjutnya yang berkaitan dengan masalah pola asuh orang tua

terhadap kejadian stunting.

E. Keaslian Penelitian

Jurnal pembanding ini diperoleh dengan menggunakan kata kunci pola

asuh, Stunting, dan balita. Berdasarkan pencarian dengan menggunakan kata

kunci tersebut, di peroleh beberapa jurnal sebagai berikut :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Nur Astri Amelia (2023) melakukan

penelitian yang berjudul “Hubungan Pola Asah, Asih, dan Asuh dengan

Kejadian stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Lontar Surabaya”.

6
7

Penelitian ini menggunakan desain kasus kontrol sehingga merupakan

penelitian observasional analitik. Penelitian ini diikuti oleh 52 anak dan

dibagi rata menjadi 2 kelompok, kelompok kasus (stunting) berjumlah 26

anak, sedangkan kelompok kontrol (tidak stunting) berjumlah 26 anak.

Setelah data terkumpul, dilakukan uji statistik dengan menggunakan

metode Chi-square untuk melakukan analisis. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

pengetahuan ibu dan pola asuh dengan kejadian stunting. Perbedaan dari

penelitian sebelumnya dengan penelitian sekarang yaitu pada penelitian ini

menggunakan desain metode deskriptif korelasi serta memilih responden

semua ibu yang memiliki balita usia 1-5 tahun baik yang terdiagnosa

stunting.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Evy Noorhasanah, Nor Isna Tauhidah

(2021) melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan Pola Asuh Ibu

Dengan Kejadian stunting Anak Usia 12-59 Bulan”. Penelitian ini

merupakan penelitian analitik korelasional dengan pendekatan cross

sectional. Sampel berjumlah 88 dengan teknik sampling yang digunakan

accidental sampling. Hasil penelitian menunjukan sebanyak 55,7%

responden dengan pola asuh buruk memiliki anak pendek dan sangat

pendek dan terdapat hubungan pola asuh ibu dengan kejadian stunting

anak usia 12-59 bulan. Perbedaan dari penelitian sebelumnya dengan

penelitian sekarang yaitu pada penelitian ini menggunakan desain metode

deskriptif korelasi serta mengumpulkan data melalui memberikan

pertanyaan kepada responden.

7
8

3. Penelitian yang dilakukan oleh “Syefira Ayudia Johar1, Iik Sartika (2023)

melakukan penelitian yang berjudul “Factors Associated With Stunting

Incident In Sukoharjo”. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif

dengan pendekatan cross-sectional. Pengambilan sampel penelitian

dilakukan dengan menggunakan kuota sampling dengan jumlah sampel

sebanyak 96 responden remaja di Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo

pada tahun 2021. Analisis yang digunakan peneliti untuk mengetahui

hubungan setiap variabel menggunakan analisis chi-square. Terdapat

hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu, status ASI eksklusif,

riwayat berat badan lahir rendah, dan teladan orang tua dengan angka

kejadian stunting. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan

ibu, eksklusif status menyusui, riwayat berat badan lahir rendah dan pola

asuh orang tua dengan stunting. Perbedaan dari penelitian sebelumnya

dengan penelitian sekarang yaitu penelitian ini hanya fokus kepada pola

asuh orang tua baik pola asuh makanan, dan perlakuan orang tua kepada

anak. Penelitian ini menggunakan teknik total sampling.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Hany Setyowati (2022) melakukan

penelitian yang berjudul “Hubungan Pola Asuh Ibu Dan Pengetahuan Ibu

Tentang Stunting Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 12-24 Bulan

Di Pandeglang, Banten Dan Tinjauan Menurut Pandangan Islam”. Dalam

penelitian ini dilakukan analisis terhadap ibu-ibu yang mempunyai anak

kecil sebagai responden yang mengisi kuesioner terkait model pengasuhan

dan pengetahuan ibu. Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh nilai P

value sebesar (0,00). Nilai tersebut kurang dari 0,05 sehingga dapat

8
9

dikatakan bahwa pengetahuan ibu mempunyai hubungan yang signifikan

dengan angka kejadian stunting. Berdasarkan pola asuh orang tua, terdapat

22 ibu yang memiliki anak kecil atau 32,4% responden memiliki pola asuh

yang buruk. Perbedaan penelitian seelumnya dengan penelitian saya yaitu

untuk responden tidak hanya untuk ibu yang memiliki balita stunting

melainkan semua ibu yang memiliki anak balita baik stunting.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Balita

a. Definisi

Balita didefinisikan sebagai anak yang berusia antara 12

dan 59 bulan. Usia pada balita dapat dibagi menjadi tiga kelompok

yaitu kelompok usia bayi (0–2 tahun), kelompok usia balita (2–3

tahun), dan kelompok usia prasekolah (>3–5 tahun). Dalam ilmu

gizi, anak sangat rentan mengalami gizi buruk yaitu antara usia 1-3

tahun (balita). Ketika anak sudah mencapai usia 4 tahun, mulailah

dimasukkan dalam kelompok aktif dimana seorang anak

ketergantungan pada orang tua dan pengasuhannya berkurang dan

berganti pada keinginannya untuk melakukan banyak hal secara

mandiri, seperti mandi dan makan meskipun masih ada

keterbatasan dalam melakukan hal tersebut (Pritasari dkk. , 2017).

b. Kebutuhan Gizi untuk Balita

Meski pertumbuhan pada balita tidak secepat masa bayi,

namun kebutuhan nutrisinya tetap menjadi prioritas utama. Pada

masa anak usia dini, gizi memegang peranan penting dalam

tumbuh kembang anak. Anak usia dini merupakan masa transisi

terutama antara usia 1-2 tahun, ketika anak mulai mengonsumsi

makanan padat dan menerima rasa dan tekstur baru pada makanan.

10
11

Memang kebutuhan gizi pada bayi juga dipengaruhi oleh usia,

ukuran tubuh, dan tingkat aktivitasnya (Pritasari et al. , 2017).

Adapun beberapa zat gizi untuk memenuhi kebutuhan gizi

pada balita yaitu :

1) Energi

Asupan energi secara langsung mempengaruhi status

gizi bayi Anda. Berkurangnya asupan energi merupakan

penyebab langsung terjadinya malnutrisi pada anak. Hal ini

disebabkan karena glukosa yang dapat dicerna dari makanan

tidak mencukupi, simpanan glikogen dalam tubuh juga habis,

sehingga lemak dan protein yang merupakan sumber energi

selain karbohidrat digunakan untuk energi, dan fungsi utama

metabolisme tidak dapat terpenuhi. Akibat asupan energi yang

tidak mencukupi, status gizi anak memburuk dan terjadi

kelainan (Fadilah dan Herdiani, 2020).

Tabel 2. 1
Kebutuhan Energi Balita Berdasarkan
Angka Kecukupan Gizi (AKG) Rata-rata Perhari
No Kelompok Umur Energi (kkal)
1. 0-6 bulan 550
2. 7-11 bulan 725
3. 1-3 tahun 1125
4. 4-6 tahun 1600
Sumber : Fadilah dan Herdiani (2020)

2) Protein

Asupan protein merupakan asupan gizi yang penting bagi

anak. Protein membantu bayi untuk menghasilkan antibodi.

Asupan protein yang rendah membuat anak kecil lebih rentan

terkena infeksi dan mempengaruhi status gizinya (Fadillah dan


12

Herdiani, 2020). Kuantitas dan kualitas asupan protein

mempengaruhi kadar faktor pertumbuhan insulin I (IGF-I)

plasma serta protein matriks tulang dan faktor pertumbuhan

yang berperan penting dalam pembentukan tulang (Sari et al. ,

2016).

Pemberian protein disarankan sebanyak 2-3 g/kg BB bagi

bayi dan 1,5-2g/kg BB bagi anak. Pemberian protein dianggap

adekuat apabila mengandung semua asam amino esensial

dalam jumlah cukup, mudah dicerna, dan diserap oleh tubuh.

Protein yang diberikan harus sebagian berupa protein

berkualitas tinggi seperti protein hewani (Andriani dan

Wirjatmadi, 2016).

Tabel 2. 2
Kebutuhan Protein Balita Berdasarkan
Angka Kecukupan Gizi (AKG) Rata-rata Perhari
No Kelompok Umur Energi (kkal)
1. 0-6 bulan 12
2. 7-11 bulan 18
3. 1-3 tahun 26
4. 4-6 tahun 35
Sumber : Andriani dan Wirjatmadi (2016)

3) Kalsium

Kalsium merupakan salah satu zat gizi mikro yang berperan

penting dalam tumbuh kembang anak. Pada fase pertumbuhan,

kebutuhan mineralisasi tulang sangat tinggi. Asupan kalsium

yang sangat rendah dapat menyebabkan hipokalsemia

meskipun sekresi kelenjar paratiroid sudah maksimal, yang

dapat menyebabkan matriks pengendapan tulang baru dan

disfungsi osteoblas. Ketika kandungan kalsium tulang kurang


13

dari 50% dari normal, pertumbuhan linier terhambat karena

kekurangan kalsium. Pada bayi, kekurangan kalsium pada

tulang dapat menyebabkan rakhitis, dan pada anak-anak

kekurangan kalsium dapat menyebabkan terhambatnya

pertumbuhan (Sari et al., 2016).

4) Zink

Zink merupakan mikronutrien penting yang dibutuhkan

oleh tubuh. Zink sangat erat kaitannya dengan metabolisme

tulang, sehingga kurangnya asupan mikronutrien zink dapat

menyebabkan terhambatnya pertumbuhan pada anak. Asupan

zink yang tidak mencukupi dapat menyebabkan penurunan

hormon pertumbuhan dan menghambat somatomedin C, yang

dapat menghambat reseptor lain dan dapat menyebabkan

keterlambatan pertumbuhan pada anak (Sumedi dan Sandaja,

2015).

c. Penilian Status Gizi

Menurut Supariasa (2016) penilaian status antara lain :

1) Antropometri

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh

manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri

gizi merupakan berhubungan dengan berbagai macam

pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai

tingkat umur dan pengukuran dimensi tubuh dan tingkat gizi.

Kegunaan antropometi sangat umum untuk mengukur status


14

gizi dari berbagai ketidak seimbangan antara asupan protein

dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola

pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak,

otot dan jumlah air dalam tubuh.

Dalam program gizi masyarakat, pemantauan status

gizi anak balita menggunakan metode antropometri sebagai

indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur

beberapa parameter antara lain: umur, berat badan, tinggi

badan, lingkar kepala, lingkar lengan, lingkar pinggul dan tebal

lemak di bawah kulit. Beberapa indeks antropometri yang

sering digunakan yaitu berat badan menurun umur (BB/U),

tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut

tinggi badan (BB/TB).

2) Indeks Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

Berat badan adalah salah satu parameter yang

memberikan gambaran masa tubuh. Masa tubuh sangat sensitif

terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya

karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan

atau menurunnya jumlah makan yang dikonsumsi, berat badan

adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam

keadaan normal, dimana keadaan kesehatan normal dan

keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi

terjamin, maka berat badan berkembang mengikutip

pertumbuhan umur. Sebaliknya dalam keadaan abnormal,


15

terdapat 2 kemungkinan perkembangan berat badan yaitu dapat

berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal.

3) Indeks Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan antropometri yang

menggunakan keadaan pertumbuhan skeletal. Pengaruh

defisiensi zat gizi tehadap tinggi badan akan nampak dalam

waktu yang relative lama berdasarkan karateristik, maka

indeks ini mengambarkan status gizi masa lalu. Indeks TB/U

disamping memberikan gambaran status gizi masa lampau,

juga lebih erat kaitannya dengan status sosial-ekonomi.

4) Indeks Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB).

Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan

tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat

badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan

kecepatan tertentu.

2. Stunting

a. Definisi

Stunting merupakan masalah gizi buruk kronis yang

disebabkan oleh kurangnya asupan makanan dalam jangka waktu

lama sehingga menyebabkan terhambatnya pertumbuhan pada anak

yaitu tinggi badan anak lebih rendah dari standar usianya (Izwari,

2020).

Menurut standar antropometri untuk menilai status gizi

anak, anak yang pendek didefinisikan sebagai status gizi


16

berdasarkan indeks tinggi badan per umur (PB/U) atau tinggi

badan menurut umur (TB/U) yang merupakan istilah kerdil

(pendek) dan sangat kerdil (sangat pendek) (MenKes, 2020).

Seorang anak dikatakan pendek atau stunting jika nilai Z-scorenya

antara -3 SD sampai dengan ≤ -2 SD, dan dikatakan stunting sangat

pendek jika nilai Z-scorenya < -3 SD berdasarkan indeks panjang

badan atau tinggi badan menurut umur (Kemenkes RI, 2020).

Dalam keadaan normal, tinggi badan bertambah seiring

bertambahnya usia. Pertumbuhan tinggi badan berbeda dengan

berat badan, bertambahnya tinggi badan dalam waktu singkat

membuat kemungkinan masalah malnutrisi lebih kecil. Karena

dampak kekurangan nutrisi terhadap tinggi badan muncul dalam

jangka waktu yang relatif lama, indikator ini dapat digunakan

untuk menggambarkan status gizi di masa lalu (Yuliati, 2019).

b. Klasifikasi Stunting

Status gizi pada balita dapat diketahui dengan

mengklasifikasikan status gizi berdasarkan indeks PB/U atau TB/U

dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2. 3
Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan PB/U atau TB/U Anak Umur 0-60 Bulan

Ambang Batas (Z-


Indeks Status Gizi
Score)
Sangat pendek
Panjang Badan atau Tinggi <-3 SD
(severely stunted)
Badan menurut Umur (PB/U
atau TB/U) anak usia 0 - 60
Pendek (stunted) - 3 SD sd <- 2 SD
bulan

Normal -2 SD sd +3 SD

Tinggi > +3 SD
Sumber : Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak Tahun 2020
17

c. Faktor Resiko Penyebab Stunting

1) Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

BBLR sebagai bayi yang lahir dengan berat ≤ 2500 gr.

WHO juga mengelompokkan BBLR menjadi 3 kategori, yaitu

Berat Badan Lahir Rendah atau BBLR (1500–2499 gram), Berat

Badan Lahir Sangat Rendah atau BBLSR (1000- 1499 gram),

dan Berat Badan Lahir Ekstrim Rendah atau BBLER (< 1000

gram). Berat badan lahir rendah menandakan janin mengalami

kekurangan asupan nutrisi di dalam kandungan sedangkan

underweight menandakan kondisi malnutrisi yang akut. Stunting

sendiri terutama disebabkan oleh malnutrisi yang kronik. Bayi

yang lahir dengan berat badan kurang dari normal (<2500 gr)

mungkin masih memiliki panjang badan normal pada waktu

dilahirkan (Candra, 2020).

Stunting baru akan terjadi beberapa bulan kemudian,

meskipun hal ini seringkali tidak disadari oleh orangtua. Orang

tua baru menyadari bahwa anaknya mengalami stunting

umumnya setelah anak mulai bermain dengan teman-temannya

sehingga terlihat bahwa anak lebih pendek dibandingkan

dengan teman- teman seusianya. Oleh karena itu, anak yang

lahir dengan berat badan kurang atau anak yang sejak lahir

berat badannya di bawah normal harus diwaspadai akan

menjadi stunting dan dipantau secara berkala. Semakin awal


18

dilakukan penanggulangan malnutrisi, maka semakin kecil

risiko anak tersebut menjadi stunting (Candra, 2020).

Sebuah hasil penelitian menyimpulkan bahwa ada

hubungan yang bermakna antara riwayat BBLR dengan

kejadian stunting pada anak berusia 1-2 tahun. Adanya riwayat

BBLR merupakan faktor risiko stunting pada anak berusia 1-2

tahun. Hasil analisis pada penelitian tersebut juga menunjukkan

bahwa anak yang mempunyai riwayat BBLR akan berisiko

menjadi stunting 11,88 kali lebih besar dibanding anak yang

tidak mempunyai riwayat BBLR. Pada analisis multivariat

diketahui anak yang mempunyai riwayat BBLR berisiko

menjadi stunting 3 kali dibanding anak yang tidak mempunyai

riwayat BBLR (Candra, 2020).

Ditinjau dari aspek ibu ada beberapa faktor yang

mempengaruhi BBLR, diantaranya adalah kehamilan dan

faktor janin. Faktor ibu juga meliputi kurangnya gizi pada saat

hamil, umur ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun,

jarak antar kehamilan yang terlalu dekat, dan penyakit bawaan

dari ibu itu sendiri. Faktor kehamilan yang mempengaruhi

BBLR seperti hidramnion dan kehamilan ganda. Faktor janin

misalnya cacat bawaan dan infeksi dalam lahir. Faktor-faktor

resiko lain yang turut mempengaruhi kejadian BBLR

diantaranya paritas, status ekonomi, pendidikan dan pekerjaan

ibu (Putri dkk., 2019).


19

2) Usia Ibu

Kehamilan merupakan waktu yang sangat penting untuk

dijaga kesehatannya karena kondisi bayi saat lahir sangat

menentukan baik atau tidaknya masa kehamilannya. Kehamilan

pada usia muda merupakan sebuah faktor risiko karena organ

reproduksi belum matang dan belum siap untuk dibuahi

sehingga dapat merugikan kesehatan ibu dan menghambat

perkembangan dan pertumbuhan janin yang berada dalam

kandungannya. Di sisi lain, kehamilan di usia tua juga sangat

berpengaruh terhadap kondisi ibu karena pada usia tua kondisi

kesehatan ibu sudah mulai menurun, dan jika kondisi ibu

menurun hal ini juga akan berpengaruh terhadap janinnya

(Susilo, 2017).

Wanita yang hamil di bawah usia 20 tahun belum mampu

memberikan suplai makanan dengan baik dari tubuhnya ke

janin di dalam rahimnya. Usia kurang dari 20 tahun juga bukan

usia yang baik untuk hamil karena organ-organ reproduksi

belum sempurna sehingga akan menyulitkan dalam proses

kehamilan dan persalinan. Pada usia kurang dari 20 tahun, alat-

alat reproduksi pada Ibu belum terbentuk sempurna, demikian

pula alat-alat yang melengkapi rahim. Otot-otot rahim dan

tulang panggul, fungsi hormon indung telur belum sempurna,

kondisi fisik dan psikis yang belum matang dapat


20

menyebabkan kontraksi tidak adekuat sehingga dapat

menyebabkan persalinan lebih bulan (Nappu dkk., 2021).

Kehamilan di usia tua ialah kehamilan yang terjadi pada

wanita berusia lebih dari atau sama dengan 35 tahun, baik

primi maupun multigravida. Usia yang lebih dari 35 tahun

berhubungan dengan mulainya terjadi regresi sel-sel tubuh

terutama dalam hal ini adalah endometrium. Dimana jika ibu

hamil pada usia lebih dari 35 tahun alat-alat reproduksinya

sudah mengalami kemunduran yang dapat menyebabkan

terjadinya komplikasi yang abnormal diantaranya adalah

kehamilan dan persalinan dengan serotinus bulan (Nappu dkk.,

2021).

3) Riwayat Paritas

Paritas adalah banyaknya persalinan yang dialami seorang

wanita yang melahirkan bayi yang dapat hidup. Kehamilan

lebih dari satu kali atau yang termasuk multiparitas memiliki

risiko lebih tinggi terjadi perdarahan postpartum dibandingkan

dengan ibu-ibu primigravida (Rifdiani, 2016).

Menurut Manuaba (2013), riwayat paritas dibagi menjadi:

a) Primipara, yaitu seorang wanita yang telah melahirkan janin

untuk pertama kali.

b) Multipara, yaitu seorang wanita yang telah melahirkan janin

lebih dari satu kali.

c) Grande multipara, yaitu seorang wanita yang telah


21

melahirkan janin lebih dari lima kali.

Ibu dengan paritas banyak cenderung akan memiliki anak

yang mengalami stunting. Hal ini disebabkan oleh keluarga

yang memiliki banyak anak terutama dengan kondisi ekonomi

kurang tidak akan dapat memberikan perhatian dan makanan

yang cukup pada seluruh anak-anaknya. Anak yang sedang

dalam masa pertumbuhan terutama masa pertumbuhan cepat

seperti pada usia 1-2 tahun sangat membutuhkan perhatian dan

stimulasi untuk perkembangan otaknya disamping

membutuhkan zat gizi yang lengkap untuk pertumbuhan

fisiknya. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan

cenderung akan dialami oleh anak yang dilahirkan belakangan,

karena beban yang ditangggung orang tua semakin besar

dengan semakin banyaknya jumlah anak yang dimiliki (Palino

dkk., 2017).

4) Asupan Gizi Tidak Mencukupi

Kekurangan energi pada seseorang merupakan indikasi

terjadinya kekurangan zat gizi lain. Apabila kondisi ini

dibiarkan dalam jangka waktu lama, maka akan mengakibatkan

penurunan berat badan. Penurunan berat badan selanjutnya

akan menyebabkan keadaan gizi kurang yang mengakibatkan

terhambatnya proses pertumbuhan tinggi badan. Kekurangan

protein menyebabkan retardasi pertumbuhan dan kematangan

tulang karena protein adalah zat gizi yang esensial dalam


22

pertumbuhan. Meskipun asupan energi cukup, apabila asupan

protein kurang maka akan menghambat pertumbuhan pada

balita. Pada defisiensi zinc, efek metabolit GH (Growth

Hormone) dihambat sehingga sintesis dan sekresi IGF-1

(Insulin Like Growth Factor 1) berkurang. Berkurangnya

sekresi IGF-1 menyebabkan stunting. Defisiensi zat besi dapat

menyebabkan gangguan pada sistem kekebalan tubuh.

Penurunan kekebalan tubuh akan mengakibatkan balita sering

mengalami sakit. Balita yang sering mengalami sakit akan

berpengaruh pada pertumbuhannya karena adanya sakit akan

diikuti nafsu makan menurun. Adapun pemberian ASI

eksklusif dapat menurunkan risiko kejadian stunting karena

ASI mengandung antibodi dan kandungan kalsium pada ASI

mempunyai bioavailabilitas yang tinggi sehingga dapat diserap

dengan optimal terutama dalam fungsi pembentukan tulang

(Damayanti dkk., 2016).

5) Status Ekonomi Keluarga

Status ekonomi kurang dapat diartikan sebagai daya beli

yang juga rendah sehingga kemampuan membeli bahan

makanan yang baik juga rendah. Kualitas dan kuantitas

makanan yang kurang baik menyebabkan kebutuhan zat gizi

anak tidak terpenuhi. Padahal anak, khususnya balita,

memerlukan zat gizi yang lengkap untuk mendukung

pertumbuhan dan perkembangannya (Candra, 2020).


23

Pada kelompok status ekonomi kurang masih banyak

ditemui ibu - ibu yang memiliki pengetahuan rendah di bidang

gizi. Walaupun mereka rutin ke posyandu untuk memantau

pertumbuhan anak mereka, namun di posyandu mereka jarang

mendapatkan informasi tentang gizi. Hal ini sangat

disayangkan mengingat status ekonomi kurang seharusnya

tidak menjadi alasan dalam pemenuhan kebutuhan gizi anak

karena harga bahan makanan di negara kita sebenarnya tidak

terlalu mahal dan cukup terjangkau. Jenis bahan makanan juga

sangat beragam dan hampir dapat diperoleh di mana saja.

Namun, karena pengetahuan mengenai gizi yang kurang baik

menyebabkan banyak orangtua yang berpikir bahwa zat gizi

yang baik hanya terdapat dalam makanan yang mahal. Padahal,

itu semua bisa dicegah dengan pengetahuan tentang gizi yang

mencukupi pada orang tua (Candra, 2020).

6) Riwayat Infeksi

Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam

bidang kesehatan yang dari waktu ke waktu terus berkembang.

Infeksi merupakan penyakit yang dapat ditularkan dari satu

orang ke orang lain atau dari hewan ke manusia. Penyakit

infeksi rentan terjadi dan sering dialami pada balita, yang mana

balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

penyakit. Beberapa masalah yang sering dialami pada balita

diantaranya adalah diare dan ISPA. Anak yang menderita


24

penyakit infeksi dalam jangka waktu yang lebih lama, maka

akan lebih besar kemungkinan mengalami kejadian stunting,

serta lebih cenderung mengalami gejala sisa akibat infeksi

umum yang akan melemahkan keadaan fisik anak tersebut

(Solin, Hasanah, & Nurchayati, 2019).

Riwayat infeksi erat kaitannya dengan personal hygiene

dan sanitasi lingkungan. Sebuah meta analisis yang dilakukan

pada 71 penelitian menyatakan bahwa faktor kebersihan

pribadi dan kesehatan lingkungan memiliki pengaruh terhadap

angka kejadian stunting. Studi yang disertakan menunjukkan

bahwa mikotoksin bawaan makanan, kurangnya sanitasi yang

memadai, lantai yang masih berupa tanah di rumah, bahan

bakar memasak yang berkualitas rendah, dan pembuangan

limbah lokal yang tidak memadai berkaitan erat dengan

peningkatan risiko stunting (Candra, 2020).

` Beberapa penyakit kronis yang kemungkinan

mempengaruhi pertumbuhan anak adalah:

a) Diare Kronis

Diare didefinisikan sebagai buang air besar yang

tidak berbentuk atau dalam konsistensi cair dengan

frekuensi yang meningkat, umumnya lebih dari 3 kali/hari,

atau dengan perkiraan volume tinja lebih dari 200 gram/hari

(Wiryani dan Wibawa, 2007). Diare menempati urutan

nomor dua penyebab kematian pada anak berusia di bawah


25

lima tahun. Diare merupakan penyakit endemis di

Indonesia dan berpotensi menyebabkan terjadinya Kejadian

Luar Biasa (KLB) yang sering disertai dengan kematian

(Wolayan dkk., 2020).

b) Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

Infeksi saluran pernapasan akut adalah penyebab

utama morbiditas dan mortalitas akibat penyakit menular di

dunia. Hampir 4 juta orang meninggal karena infeksi

saluran pernapasan akut setiap tahun. Tingkat kematian

sangat tinggi pada bayi, anak - anak dan orang tua, terutama

di negara berpendapatan rendah dan menengah. Infeksi

saluran pernapasan akut adalah salah satu penyebab paling

sering pasien mengunjungi fasilitas pelayanan kesehatan,

terutama dalam layanan anak (WHO, 2020).

Beberapa penyakit ISPA antara lain adalah

influenza, sinusitis, laryngitis, faringitis, tonsilitis,

epiglotitis dan pneumonia. Salah satu yang berisiko tinggi

terkena ISPA adalah anak-anak berusia di bawah dua tahun,

karena dapat terjadi penurunan daya tahan tubuh pada anak

tersebut. Komplikasi paling berat terjadi jika infeksi

mencapai paru - paru. Hal-hal yang dapat terjadi antara lain

perdarahan paru-paru, gagal napas akut, hingga bahkan

kematian. Pneumonia merupakan pembunuh utama balita di

Indonesia. Oleh karena itu upaya Pemberantasan dan


26

Pencegahan ISPA (P2ISPA), merupakan hal yang sangat

penting dilakukan baik oleh tenaga kesehatan maupun oleh

masyarakat sampai ketingkat keluarga yaitu orang tua

terutama yang mempunyai balita (Mardiah, Mediawati, &

Setyorini, 2017).

Bakteri adalah penyebab utama infeksi saluran

pernapasan bawah, dengan Streptococcus pneumoniae

menjadi penyebab paling umum di berbagai negara.

Namun, sebagian besar infeksi saluran pernapasan akut

disebabkan oleh virus atau campuran infeksi virus dan

bakteri. Infeksi pernapasan akut yang memiliki potensi

menimbulkan epidemi atau bahkan pandemi serta dapat

menimbulkan risiko kesehatan masyarakat memerlukan

tindakan kewaspadaan dan kesiapsiagaan khusus (WHO,

2020).

c) Pertusis (Batuk Rejan)

Batuk rejan merupakan suatu penyakit yang

menyerang seseorang yang disebabkan oleh bakteri akibat

dari lemahnya sistem imun. Umumnya, batuk rejan akan

mengganggu saluran pernapasan. Pada orang yang

terinfeksi, penyakit yang disebabkan oleh bakteri

Bordetella pertusis ini akan menimbulkan gejala seperti

kesulitan bernafas, muntah, dan flu. Di negara berkembang,

bakteri ini paling sering menyerang anak-anak dan menjadi


27

faktor kematian pada bayi. Meskipun mirip dengan batuk

biasa, penyaki ini dapat dibedakan dari intensitasnya

dimana batuk rejan lebih mudah menyerang orang yang

sebelumnya tidak pernah diberi vaksin dan orang yang

memiliki sistem pertahanan tubuh yang lemah (Ismah dkk.,

2021).

Bayi yang didiagnosis terkena penyakit ini akan

mengalami apnea (sulit bernapas) atau episodesianotik

(memar biru). Sedangkan, anak yang di diagnosis terkena

penyakit ini akan mengalami batuk melengking disertai

dengan muntah dan juga demam. Pada remaja dan dewasa,

tidak ada gejala yang timbul sehingga menyebabkan remaja

dan dewasa tidak pergi berobat. Akibatnya, mereka

mempunyai potensi untuk menularkan pada manusia yang

lebih rentan seperti anak-anak dan bayi di sekitar mereka.

Akan tetapi, penyakit ini masih bisa dicegah dengan

pemberian vaksinasi DPT, Difteri, dan Tetanus. Vaksin

yang diberikan juga dapat membangun sistem imunitas

terhadap penyakit lainnya, seperti hepatitis, meningitis, dan

pneumonia. Pemberian vaksin atau imunisasi ini biasanya

di lakukan dalam 3 tahap, yaitu saat bayi berusia 2, 3 dan 4

bulan (Ismah dkk., 2021).

d) Infeksi Kecacingan
28

Infeksi kecacingan adalah masuknya bibit penyakit

yang disebabkan oleh mikroorganisme (cacing) dalam

tubuh manusia dan berkembang biak sehingga

menimbulkan penyakit. Infeksi kecacingan dinyatakan

positif apabila ditemukan telur minimal satu jenis cacing

dalam spesimen yang diperiksa. Infeksi cacing Soil

Transmitted Helminth (STH) banyak terdapat pada anak

usia Sekolah Dasar (SD). Anak dengan infeksi kecacingan

ringan biasanya tidak menimbulkan gejala. Akan tetapi

infeksi berat dapat menimbulkan manifestasi usus (diare

dan sakit perut), malaise, perkembangan kognitif yang

lemah, terganggunya perkembangan fisik dan anemia.

Beberapa contoh spesies STH adalah seperti cacing gelang

(Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris

trichiura) dan cacing tambang (Necator americanus dan

Ancylostoma duodenale) karena jenis cacing ini yang

paling banyak menginfeksi manusia (Kartini, 2016).

Cacingan dapat berakibat pada menurunnya kondisi

kesehatan, gizi, kecerdasan dan produktivitas penderitanya

sehingga dapat mengakibatkan banyak kerugian dari segi

ekonomi. Cacingan juga menyebabkan penderitanya

kehilangan karbohidrat dan protein serta kehilangan darah,

sehingga menurunkan kualitas sumber daya manusia

(Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2017).


29

Faktor-faktor yang berhubungan dengan infeksi

cacing pada anak erat kaitannya dengan hygiene dan

sanitasi. Faktor-faktor tersebut diantaranya meliputi

ketersediaan air bersih, jamban, jenis lantai, tempat

sampah, kebersihan kuku, penggunaan alas kaki, kebiasaan

bermain di tanah, dan kebiasaan mencuci tangan. Selain itu

pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, jenis kelamin dan minum

obat cacing juga mempengaruhi kejadian infeksi cacing

pada anak-anak (Kartini, 2016).

Dalam mengatasi cacingan terdapat beberapa

program sebagai upaya penanggulangan cacingan dan

pemutusan rantai penularan cacingan, yaitu kelompok usia

balita dan anak usia sekolah. Adapun upaya tersebut seperti

pemberian obat massal pencegahan cacingan kepada

kelompok rentan guna menghentikan penyebaran telur

cacing dari penderita ke lingkungan sekitarnya,

peningkatan higiene sanitasi, dan pembudayaan perilaku

hidup bersih dan sehat melalui promosi kesehatan

(Kementerian Kesehatan, 2017).

7) Tingkat Pendidikan Ibu

Stunting erat kaitannya dengan tingkat pendidikan. Data

menunjukkan bahwa kejadian stunting banyak dipengaruhi oleh

pendapatan dan pendidikan orangtua yang rendah, khususnya

ibu. Ibu memegang peranan penting dalam pengasuhan anak,


30

mulai dari pembelian hingga penyajian makanan. Apabila

pendidikan dan pengetahuan ibu tentang gizi rendah, ia tidak

akan mampu untuk memilih hingga menyajikan makanan untuk

keluarga yang memenuhi syarat gizi seimbang (Husnaniyah

dkk., 2020). Ibu dengan pendidikan rendah lebih sulit

menerima informasi, sehingga anak yang hidup dalam keluarga

dengan tingkat pendidikan dasar cenderung terlambat

pertumbuhannya karena pola pengasuhan yang diberikan pada

anak kurang memadai. Ibu dengan tingkat pendidikan yang

rendah akan kurang dalam memberikan stimulasi dibandingkan

dengan ibu berpendidikan tinggi (Sutarto dkk., 2020).

Sebaliknya, ibu dengan pendidikan tinggi akan lebih mudah

menerima informasi kesehatan khususnya tentang cara

mendidik balita sehari-hari. Ibu dengan tingkat pendidikan

yang tinggi akan cenderung memilih makanan yang kualitasnya

lebih baik dari segi gizi dibandingkan dengan ibu yang tingkat

pendidikannya rendah. Ibu dengan pendidikan tinggi akan

cenderung lebih memilih makanan yang memiliki kandungan

gizi yang tinggi sesuai dengan pangan yang tersedia dan

kebiasaan makan anak sejak kecil, sehingga kebutuhan gizi

anak terpenuhi. Dilihat dari kualitas makanan yang

dikonsumsinya, ibu berpendidikan tinggi akan lebih kritis

dalam mempertimbangkan makan, keburukan, dan risiko dalam

konsumsi makanan (Sutarto dkk., 2020).


31

Tingkat pendidikan ibu yang lebih tinggi juga memiliki

hubungan terhadap pola pengasuhan yang lebih baik pada anak,

seperti penggunaan garam beryodium pada makanan anak,

pemberian kapsul vitamin A, imunisasi yang lengkap dan

sanitasi lingkungan yang baik (Sutarto dkk., 2020). Hal ini

sejalan dengan sebuah penelitian yang dilakukan di Indramayu

dimana 50% dari anak yang memiliki ibu dengan riwayat

pendidikan terakhir Sekolah Dasar (SD) mengalami stunting

(Husnaniyah dkk., 2020).

8) Tingkat Pengetahuan Gizi Ibu

Tingkat pengetahuan tentang gizi mempengaruhi

kemampuan keluarga untuk mencukupi gizi pada balita. Hal ini

sangat berpengaruh terhadap kejadian stunting pada balita.

Pemahaman masyarakat khususnya ibu tentang faktor risiko

pada penyebab balita stunting pada saat kehamilan dan

kelahiran belum sepenuhnya diketahui, salah satu faktor yang

menyebabkan kurangnya pemahaman ibu adalah pengetahuan

ibu sendiri dalam pemenuhan nutrisi yang baik selama

kehamilan. Namun, kejadian kekurangan gizi pada anak balita

ini dapat dihindari apabila ibu memiliki pengetahuan yang baik

tentang cara memelihara gizi dan mengatur asupan makanan

pada anak. Karena dengan memiliki pengetahuan yang baik

khususnya tentang kesehatan, seseorang dapat mengetahui

berbagai macam gangguan kesehatan yang mungkin akan


32

timbul. Disamping itu, dengan pengetahuan tentang gizi yang

cukup baik maka informasi yang diperoleh dapat diterapkan

dalam kehidupan sehari-hari untuk mengurangi terjadinya

gangguan gizi khususnya pada anak (Amalia dkk., 2021).

Pengetahuan tentang gizi balita menjadi dasar dari

kemampuan orang tua dalam menyiapkan asupan makanan

yang diperlukan anaknya. Kurangnya pengetahuan orang tua

balita menyebabkan tidak berkualitasnya asupan gizi anak yang

akan berdampak stunting. Masalah gizi pada anak dapat

disebabkan oleh berbagai penyebab, salah satu penyebabnya

adalah akibat konsumsi makanan yang tidak sesuai dengan

kebutuhan anak. Pengetahuan ibu tentang gizi balita sangat

penting bagi proses pertumbuhan dan perkembangan anaknya.

Ibu memiliki peran besar terhadap kemajuan tumbuh kembang

anak balitanya dari pemberian stimulasi dan pola pengasuhan

anak yang tepat, serta mengatur pola asupan gizi seimbang

untuk anak balitanya. Pengetahuan orang tua tentang gizi dapat

membantu memperbaiki status gizi pada anak untuk mencapai

kematangan pertumbuhan (Murti dkk., 2020).

d. Tanda Stunting

Stunting dapat didiagnosis melalui indeks antropometri

tinggi badan menurut umur yang mencerminkan pertumbuhan

linier yang dicapai pada pra dan pasca persalinan dengan indikasi

kekurangan gizi jangka panjang, akibat dari gizi yang tidak


33

memadai dan atau kesehatan. Stunting merupakan pertumbuhan

linier yang gagal untuk mencapai potensi genetik sebagai akibat

dari pola makan yang buruk dan penyakit. Stunting yang terjadi

pada masa anak merupakan faktor risiko meningkatnya angka

kematian, kemampuan kognitif dan perkembangan motorik yang

rendah serta fungsi tubuh yang tidak seimbang (Wijayanti, 2018).

Stunting bukan hanya terganggu pertumbuhan fisiknya

(bertubuh pendek/kerdil) saja, melainkan juga terganggu

perkembangan otaknya, yang tentunya sangat mempengaruhi

kemampuan dan prestasi di sekolah, produktivitas dan kreativitas

di usia-usia produktif. Beberapa tanda dan gejala lain yang terjadi

jika anak mengalami stunting (Kemenkes, 2017) :

1) Tanda pubertas terlambat

2) Performa buruk pada tes perhatian dan memori belajar

3) Pertumbuhan gigi terlambat

4) Usia 8-10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak

melakukan kontak mata

5) Pertumbuhan tulang tertunda

6) Wajah tampak lebih muda dari usianya

e. Dampak Stunting

UNICEF (2019) menyatakan beberapa fakta terkait stunting

dan pengaruhnya adalah sebagai berikut :

1) Anak-anak yang mengalami stunting lebih awal yaitu sebeelum

usia enam bulan, akan mengalami stunting lebih berat


34

menjelang usia dua tahun. Stunting yang parah pada anak-anak

akan terjadi defisit jangka panjang dalam perkembangan fisik

dan mental sehingga tidak mampu untuk belajar secara optimal

di sekolah, dibandingkan anak- anak dengan tinggi badan

normal. Anak-anak dengan stunting cenderung lebih lama

masuk sekolah dan lebih sering absen dari sekolah

dibandingkan anak-anak dengan status gizi baik. Hal ini

memberikan konsekuensi terhadap kesuksesan anak dalam

kehidupannya di masa yang akan datang.

2) Stunting akan sangat mempengaruhi kesehatan dan

perkembangan anak. Faktor dasar yang menyebabkan stunting

dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan

intelektual. Penyebab dari stunting adalah bayi berat lahir

rendah, ASI yang tidak memadai, makanan tambahan yang

tidak sesuai, diare berulang, dan infeksi pernapasan.

Berdasarkan penelitian sebagian besar anak-anak dengan

stunting mengkonsumsi makanan yang berada di bawah

ketentuan rekomendasi kadar gizi, berasal dari keluarga miskin

dengan jumlah keluarga banyak, bertempat tinggal di wilayah

pinggiran kota dan komunitas pedesaan.

3) Pengaruh gizi pada anak usia dini yang mengalami stunting

dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan kognitif

yang kurang. Anak yang mengalami stunting di bawah satu

tahun, 25% beresiko memiliki tingkat kecerdasan di bawah 70


35

dan 40% memiliki IQ antara 71-90.

4) Anak stunting pada usia lima tahun cenderung menetap

sepanjang hidup, kegagalan pertumbuhan anak usia dini

berlanjut pada masa remaja dan kemudian tumbuh menjadi

wanita dewasa yang stunting dan mempengaruhi secara

langsung pada kesehatan dan produktivitas, sehingga

meningkatkan peluang melahirkan anak dengan BBLR dan

berisiko lebih besar meninggal saat melahirkan.

Selain itu, menurut World Health Organization (2017)

dampak yang ditimbulkan Stunting dapat dibagi menjadi

dampak jangka pendek dan jangka panjang. Adapun dampak

yang dapat ditimbulkan dari stunting yaitu :

a) Dampak jangka pendek

i. Penurunan sistem kekebalan tubuh sehingga mudah

terkena penyakit

ii. Perkembangan kognitif, motorik, dan verbal pada

anak tidak optimal, dan

iii. Peningkatan biaya kesehatan

b) Dampak jangka panjang

i. Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih

pendek dibandingkan pada umumnya)

ii. Meningkatnya risiko obesitas dan penyakit lainnya

iii. Menurunnya kesehatan reproduksi


36

iv. Kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal

saat masa sekolah; dan

v. Produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal.

f. Upaya Pencegahan Stunting

Menurut Candra (2020) stunting dapat dicegah melalui

berbagai upaya diantaranya adalah :

1) Mempersiapkan Pernikahan yang Baik bagi Calon Orang Tua

Seorang yang ingin menikah butuh memikirkan baik-baik

calon anak yang akan dilahirkan. Hal tersebut berhubungan

dengan faktor genetik yang dapat menyebabkan stunting.

Wanita dengan tinggi badan kurang diupayakan menikahi pria

dengan tinggi badan normal. Selain faktor genetik juga perlu

memikirkan sosial dan ekonomi. Sebelum menikah, calon

pengantin perlu memiliki penghasilan cukup dan tetap agar

dapat memenuhi kebutuhan gizi terutama kebutuhan gizi anak.

2) Memperbaiki Kualitas Pendidikan Gizi

Pendidikan gizi terdiri dari pendidikan gizi formal dan

nonformal. Pendidikan gizi formal semestinya diberikan sejak

pendidikan dasar dan dituangkan dalam mata pelajaran di

sekolah serta diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Melihat pola makan masyarakat Indonesia yang belum tepat

maka contoh materi pelajaran yang dapat diberikan yaitu Pesan

Gizi Seimbang (PGS) yang digambarkan dalam Tumpeng Gizi

Seimbang. Materi tersebut berisi mengenai pola makan yang


37

benar yang merupakan pengganti dari Program Empat Sehat

Lima Sempurna.

Pendidikan non-formal gizi dapat diberikan di luar sekolah

dengan melakukan penyuluhan dan pemberian bimbingan oleh

ahli secara langsung kepada masyarakat melalui media cetak,

elektronik, dan media sosial. Penyuluhan dan konseling tersebut

dapat dilaksanakan di kelompok masyarakat seperti pada ibu-ibu

PKK, kumpulan remaja yaitu karang taruna, posyandu balita

maupun lansia dan sebagainya. Masyarakat dapat memahami

materi yang diberikan perlu diadakan penyuluhan berulang-

ulang.

3) Suplementasi Ibu Hamil

Janin yang berada di kandungan begitu dipengaruhi oleh

status gizi dan status kesehatan ibu, oleh karena itu seorang ibu

yang mengandung wajib terpenuhi kebutuhan gizinya supaya

janin mampu tumbuh dan berkembang secara normal. Ibu hamil

membutuhkan protein dan mikronutrien seperti asam folat, zat

besi, iodium dan kalsium. Pemerintah diharapkan mengadakan

program suplementasi mikronutrien lengkap untuk ibu hamil

dikarenakan selama ini ibu hamil diharuskan mengkonsumsi

asam folat dan zat besi saja.

4) Suplementasi Ibu Menyusui

ASI merupakan makanan pokok bayi. Asupan gizi ibu

sangat mempengaruhi kulitas dan kuantitas ASI. Oleh karena


38

itu, ibu yang sedang menyusui bayi sebaiknya mengkonsumsi

asam folat dan vitamin B12.

5) Suplementasi Mikronutrien Bagi Balita

Suplementasi mikronutrien mempengaruhi pertumbuhan

dan kejadian infeksi pada balita. Balita kekurangan zat gizi dan

seng mudah terkena infeksi karena berperan sebagai imunitas.

Penyakit infeksi tersebut dapat mengganggu tumbuh kembang

bayi sehingga dapat menyebabkan stunting. Bayi yang

memperoleh mikronutrien dapat terhindar dari kejadian diare.

6) Mendorong Peningkatan Aktivitas Anak di Luar Ruangan

Salah satu manfaat aktivitas di luar ruangan yaitu terkena

paparan vitamin D sehingga dapat mencegah anak menderita

defisiensi vitamin D. Vitamin D ini berperan dalam

pertumbuhan tulang. Kadar serum vitamin D yang tidak

mencukupi berhubungan dengan kejadian stunting pada anak.

3. Pola Pengasuhan

a. Definisi

Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola berarti corak, model, system,

cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap. Ketika pola diberi arti

sebuah bentuk (struktur) yang tetap, maka hal ini semakna dengan

istilah "kebiasaan". Asuh yang berarti mengasuh, satu bentuk kata

kerja yang bermakna menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil

dan membimbing (membantu, melatih dan sebagainya) supaya


39

dapat berdiri sendiri serta memimpin (mengepalai,

menyelenggarakan) suatu badan kelembagaan (Sulasmi & Ersta,

2014).

Pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi

dengan anak-anaknya. Pola asuh merupakan tata cara orang tua

dalam mendidik dan membesarkan anak. Setiap orang tua memiliki

cara sendiri dalam menerapkan pola asuh, misalnya saling

berinteraksi dalam mendidik, mengasuh dan membimbing anak-

anaknya. Seorang anak membutuhkan pola asuh yang baik berupa

perlakuan dan perhatian dari orang tua, terutama bagi anak yang

memiliki kebutuhan khusus. Sebagian anak yang memiliki

kebutuhan khusus tidak dapat hidup mandiri, mereka memerlukan

pengawasan serta perhatian yang lebih (Putri, 2018).

b. Tipe-Tipe Pola Asuh Orang Tua

Setiap keluarga biasanya memiliki pola asuh terhadap anak

yang berbeda- beda. Pendidikan dalam keluarga merupakan yang

pertama dan utama, karena seorang anak dimulai. Di dalam

keluarga inilah tingkah laku seorang anak mulai terbentuk.

Pendidikan keluarga tercermin dalam intensitas hubungan dalam

pola asuh orang tua dalam mendidik anaknya yang diwujudkan

dalam bentuk sikap dan perilaku orang tua kepada anak (Jojon, et

al. 2017).

Peran keluarga menjadi penting untuk mendidik anak baik

dalam sudut tinjauan agama, tinjauan sosial kemasyarakatan


40

maupun tinjauan individu. Jika pendidikan keluarga dapat

berlangsung dengan baik maka mampu menumbuhkan

perkembangan kepribadian anak menjadi manusia dewasa yang

memiliki sikap positif terhadap agama, kepribadian yang kuat dan

mandiri, potensi jasmani dan rohani serta intelektual yang

berkembang secara optimal. Kemandirian pada anak umumnya

dikaitkan dengan kemampuan anak untuk melakukan segala

sesuatunya sendiri. Anak yang mempunyai sikap mandiri akan

mampu menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan dan dapat

mengatasi kesulitan yang terjadi (Jojon, et al. 2017).

Hurlock, Schaneiders, dan Lore, sebagaimana dikutip oleh

Yusuf (2017) mengemukakan terdapat beberapa pola sikap atau

perlakuan orang tua terhadap anak yang masing-masing

mempunyai pengaruh tersendiri terhadap kepribadian anak . Pola-

pola tersebut dapat disimak pada tabel berikut :

Tabel 2. 4
Sikap atau Perlakuan Orang Tua dan Dampaknya Terhadap Kepribadian Anak
No Pola Perlakuan Perilaku Orang Tua Profil Tingkah Laku
Orang Tua Anak
1. Overprotection 1. Kontak yang 1. Perasaan tidak aman
(terlalu melindungi) berlebihan pada 2. Agresif dan dengki
dengan anak 3. Mudah merasa gugup
2. Perawatan atau
4. Melarikan diri dari
pemberian bantuan
kenyataan
kepada anak yang
terus-menerus, 5. Sangat tergantung
meskipun anak 6. Ingin menjadi pusat
sudah mampu perhatian
merawat dirinya 7. Bersikap apa adanya
sendiri 8. Lemah dalam “ego
3. Mengawasi strength” Aspiratif dan
kegiatan anak toleransi terhadap frustasi
secara berlebihan 9. Kurang mampu
4. Memecahkan mengendalikan emosi
masalah anak 10. Menolak tanggung
jawab
41

2. Permissiveness 1. Memberikan 1. Pandai mencari jalan


(pembolehan) kebebasan untuk keluar
berpikir atau 2. Dapat bekerjasama
berusaha 3. Percaya diri
2. Menerima gagasan
4. Penuntut dan tidak sabar
atau pendapat
3. Membuat anak
merasa diterima
dan merasa kuat
4. Toleran dan
memahami
kelemahan anak
5. Cenderung lebih
suka memberi
yang diminta anak
daripada menerima
3. Rejection 1. Bersikap masa 1. Agresif (mudah
(penolakan) bodoh marah, gelisah, tidak patuh
2. Bersikap kaku atau keras kepala, suka
bertengkar dan nakal)
3. Kurang 2. Submissive (kurang dapat
memperdulikan mengerjakan tugas,
kesejahteraan anak pemalu, suka
4. Menampilkan mengasingkan diri , mudah
sikap permusuhan tersinggung, dan penakut)
atau dominasi 3. Sulit bergaul
terhadap anak 4. Pendiam

No Pola Perlakuan Perilaku Orang Tua Profil Tingkah Laku


Orang Tua Anak
4. Acceptance 1. Memberikan 1. Mau bekerja sama
(penerimaan) perhatian dan cinta (kooperatif)
kasih yang tulus 2. Bersahabat (Friendly)
kepada anak 3. Emosinya stabil
2. Menempatkan 4. Ceria dan bersikap optimis
anak dalam posisi
yang penting di 5. Ceria dan bersikap optimis
dalam rumah 6. Mau menerima tanggung
3. Mengembangkan jawab
hubungan 7. Jujur
yang
hangat dengan
anak
4. Bersikap respek
terhadap anak
5. Mendorong anak
untuk menyatakan
perasaan atau
pendapatnya
6. Berkomunikasi
dengan anak secara
terbuka dan mau
mendengarkan
masalahnya
5. Domination Mendominasi anak 1. Bersikap sopan dan sangat
(dominasi) berhati-hati
2. Pemalu, penurut, inferior
dan mudah bingung
3. Tidak dapat bekerja
sama
42

6. Submtssion 1. Senantiasa 1. Tidak patuh


(penyerahan) memberikan sesuai 2. Tidak bertanggung
yang diminta anak jawab
2. Membiarkan 3. Agresif dan teledor
berperilaku yang 4. Bersikap otoriter
diminta anak
5. Terlalu percaya diri
3. Membiarkan
berperilaku
semaunya di
rumah

c. Jenis Pola Asuh

Dalam pola asuh sendiri ada beberapa jenis pola asuh yang

dipakai orang tua dalam penerapannya dikehidupan sehari-hari.

Model atau jenis pola asuh orang tua nantinya juga akan

berdampak pada sikap dan perilaku anak. Terdapat 3 macam pola

asuh orang tua (Lilis, 2017) yaitu:

1) Demokratis

Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang

memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu dalam

mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap

rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau

pemikiran- pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap

realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang

berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe

ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan

melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak

bersifat hangat (Putri, 2018). Secara kultural di Indonesia ibu

memegang peranan dalam mengatur tatalaksana rumah tangga

sehari-hari termasuk dalam hal pengaturan makanan keluarga


43

(Diana, 2016 dalam Putri, 2018).

Hasil penelitian di Puskesmas Bulang menunjukkan

terdapat 68 ibu balita memberikan pola asuh yang digunakan ibu

sebagain besar adalah pola asuh demokratis yaitu suatu bentuk

pola asuh yang memperhatikan dan menghargai kebebasan anak,

namun kebebasan itu tidak mutlak dan dengan bimbingan yang

penuh pengertian terhadap perkembangan anak dalam keluarga

(Putri, 2018). Anak yang terbiasa dengan pola asuh demokratis

akan membawa dampak menguntungkan. Diantaranya anak

merasa bahagia, mempunyai kontrol diri, rasa percaya dirinya

terpupuk, bisa mengatasi stres, punya keinginan untuk

berprestasi dan bisa berkomunikasi baik dengan teman-teman

dan orang dewasa. Dengan adanya dampak positif tersebut, pola

asuh pola asuh demokratis adalah pola asuh yang bisa dijadikan

pilihan bagi para ibu (Putri, 2018).

2) Otoriter

Pola asuh otoriter cenderung menetapkan standar yang

mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-

ancaman. Orang tua tipe ini cenderung memaksa, memerintah,

menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang

dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan

menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal

kompromi dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah.

Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya
44

untuk mengerti mengenai anaknya. Anak yang dibesarkan dalam

suasana semacam ini akan besar dengan sifat yang ragu-ragu,

lemah kepribadian dan tidak sanggup mengambil keputusan

tentang apa saja (Putri, 2018). Dalam penelitian Putri (2018)

tentang hubungan pola asuh orang tua dengan status gizi pada

balita di wilayah kerja Puskesmas Bulang Kota Batam

mendapatkan hasil ibu dengan pola asuh otoriter mempunyai

balita dengan ketegori status gizi tidak normal.

3) Permisif

Pola asuh permisif biasanya memberikan pengawasan

yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya

untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup

darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan

anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit

bimbingan yang diberikan oleh mereka (Irawan dkk., 2019).

Pola asuh permisif hanya akan memberikan dampak buruk pada

anak yaitu berdampak pada perkembangan sosial anak yang

abnormal. Sehingga akan menghasilkan karakteristik anak-anak

yang impulsive, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri,

kurang percaya diri, dan kurang matang secara sosial. Pada pola

asuh ini biasanya ibu akan merasa bersalah terhadap anak karena

telah meninggalkan seharian sehingga mereka akan menuruti

semua permintaan anak dan memanjakan mereka untuk

menebus kesalahannya tersebut (Irawan dkk., 2019). Pernyataan


45

tersebut juga diperkuat oleh Septiari (2012) menyatakan bahwa

pola asuh permisif orang tua cenderung hanya membiarkan anak

berbuat dan bertingkah sekehendak hati tanpa adanya

pengawasan daan bimbingan yang baik dengan tujuan asalkan

anak tersebut tidak rewel.

d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh

1) Lingkungan

Lingkungan banyak mempengaruhi perkembangan anak,

maka tidak mustahil jika lingkungan juga ikut mewarnai pola-

pola pengasuhan yang diberikan orang tua terhadap anak.

Intervensi lebih awal dari orang tua dapat meningkatkan masa

depan anak yang lebih baik (Yakhnich, 2016).

2) Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua serta

pengalamannya sangat berpengaruh dalam mengasuh anak.

Orang tua dengan pendidikan tinggi dapat menjadi orang yang

berwibawa dalam pola asuhnya, sedangkan orang tua yang

memanjakan anak lebih banyak memiliki pendidikan sekolah

menengah (Kashahu et al., 2014).

3) Budaya

Biasanya orang tua sering mengikuti cara-cara yang

dilakukan oleh masyarakat dalam mengasuh anak, kebiasaan-

kebiasaan masyarakat disekitarnya dalam mengasuh anak.

Karena pola-pola itu dianggap berhasil dalam mendidik atau


46

membina anak kearah kematangan. Orang tua mengharapkan

kelak anaknya dapat diterima di masyarakat dengan baik, oleh

sebab itu kebudayaan masyarakat dalam mengasuh anak

mempengaruhi setiap orang tua dalam memberikan pola asuh

kepada anak (Destrianty, 2018).

4) Sosial Ekonomi

Keluarga dengan tingkat ekonomi rendah tidak memiliki

fasilitas yang memadai untuk anak dan orang tua tidak bisa

memenuhi kebutuhan anak. Status ekonomi keluarga yang

rendah akan mempengaruhi pemilihan makanan yang

dikonsumsinya sehingga biasanya menjadi kurang bervariasi

dan sedikit jumlahnya terutama pada bahan pangan yang

berfungsi pada pertumbuhan anak (Khoirun dan Nadhiroh,

2015).

5) Pemberian Makan Anak

Pangan atau gizi adalah kebutuhan yang sangat penting.

Masa balita adalah masa yang rawan mengalami masalah kurang

gizi, dikarenakan balita tubuh mengalami pertumbuhan dan

perkembangan yang relatif cepat dan akan menentukan kualitas

pertumbuhan di masa yang akan datang (Ni’mah, dkk 2016).

Pemberian makanan bertujuan untuk mendapat zat gizi yang

diperlukan tubuh untuk pertumbuhan dan perkembangan. Dalam

pemberian makanan atau memperhatikan variasi makanan untuk

anak, maka orang tua perlu memperhatikan porsi makan yang


47

dapat diberikan kepada anak. Jadi pada masa anak balita orang

tua harus selalu memperhatikan kualitas dan kuantitas makanan

yang dikonsumsi oleh anak dan membiasakan pola makan

seimbang dan teratur setiap hari, serta sesuai dengan tingkat

kecukupan gizi (Hardianty, 2019).

e. Hubungan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kejadian Stunting

Pola asuh permisif ditunjukkan dengan sedikit membuat

aturan dan batasan tentang hal yang berpengaruh pada

pertumbuhan dan perkembangan anak, utamanya pada perilaku

pemberian makan, sehingga orang tua cenderung akan selalu

menuruti kemauan anak (Arsyad et al., 2020). Pola asuh permisif

tidak konsisten dalam hal kedisiplinan sehingga tidak baik

diterapkan dalam konteks pemberian makan dalam mencegah

stunting. Hal yang dikhawatirkan adalah anak-anak dengan pola

asuh permisif akan memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi

kepada orang tuanya (Beniko et al., 2016). Pola asuh permisif

tidak sepenuhnya berpengaruh terhadap kejadian stunting karena

tingkat pengasuhan yang tinggi, namun pengasuhan yang tinggi

juga dapat menyebabkan obesitas.

Pola asuh selanjutnya yang dapat menyebabkan stunting

adalah pola asuh otoriter. Orang tua yang otoriter mungkin lebih

menyukai kemampuan untuk memaksakan rutinitas yang lebih

ketat untuk diri mereka sendiri dibandingkan untuk memberi ASI

kepada bayi, dan dengan demikian mungkin kurang cenderung


48

untuk menyusui ataupun pemenuhan kebutuhan nutrisi anak-anak

mereka. Kurangnya kehangatan yang diciptakan pada pola asuh ini

akan kurang menjamin pemberian stimulus untuk perkembangan

kognitif. Ibu yang mendapat skor tinggi dalam pola asuh otoriter

dikategorikan ke dalam tipe pola asuh 'pengasuhan rendah', dan

juga merasa kurang positif tentang menyusui (Davis et al., 2021).

Pola asuh yang paling besar menyebabkan stunting adalah

pola asuh yang tidak terlibat/acuh. Orang tua yang tidak terlibat

menunjukkan sedikit minat pada praktik pemberian makan,

nutrisi, dan pengasuhan pada anak. Hal ini dikarenakan

kemungkinan orang tua ini kekurangan motivasi untuk menyusui

anak mereka karena alasan nutrisi dirinya sendiri atau

berkomitmen untuk menghabiskan waktu pada hal-hal lain

daripada harus menyusui (Davis et al., 2021).


49

B. Kerangka Teori

Berdasarkan uraian sebelumnya maka dapat dilihat kerangka teori

sebagai berikut :

Pola Asuh : Penilaian Z-Score : Faktor Stunting:


1. Lingkungan
2. Tingkat Pendidikan Tumbuh 1. Sangat pendek : < -3 1. Berat Badan Lahir
3. Budaya Kembang SD Rendah (BBLR)
4. Sosial Ekonomi Anak 2. Pendek : -3 SD sd < -2 2. Usia ibu
5. Pemberian Makan SD 3. Riwayat Paritas
Anak 3. Normal : -2 SD sd +3 4. Asupan Gizi
SD Tidak Mencukupi
5. Status Ekonomi
Keluarga
6. Riwayat Infeksi
7. Infeksi
Kecacingan
8. Tingkat
Pendidikan Ibu
Kejadian stunting 9. Tingkat
Pengetahuan Gizi
Ibu

Pola Asuh

: Diteliti

: Tidak diteliti

Gambar 2. 1 Kerangka Teori


50

Sumber : Dikombinasi Candra (2020) ; Nappu (2021) ; Rifdiana (2016) ;


Damayanti (2016) ; Kementerian Kesehatan (2017) ; Yakhnich
(2016) ; Hardianty (2019) ; Kashahu (2014).

C. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Pola Asuh Orang Tua Kejadian Stunting

Gambar 2. 2 Kerangka Konsep

D. Hipotesis Penelitian

Ha : Ada hubungan pola asuh orang tua terhadap kejadian stunting pada

balita usia 1-5 tahun di wilayah kerja Puskesmas Baki.

Ho : Tidak ada hubungan pola asuh orang tua terhadap kejadian stunting

pada balita usia 1-5 tahun di wilayah kerja Puskesmas Baki.


51

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

menggunakan metode kuantitatif dimana hipotesis disusun terlebih dahulu

dan kemudian pembuktian teori dilakukan dengan pemikiran deduktif

berdasarkan kesimpulan data. Penelitan ini menggunakan desain penelitian

deskriptif korelasi, yang menggunakan pendekatan cross-sectional yaitu

jenis penelitian yang mengukur variabel dalam satu waktu.

Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang berlandaskan pada

filsafat positifisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel

tertentu, pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis

data bersifat statistik dengan tujuan menggambarkan dan menguji

hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2019).

B. Populasi, Sampel dan Sampling

1. Populasi

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek

atau subjek yang mempunyai kualitas dan karateristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiyono, 2019). Berdasarkan data yang di

Puskesmas Baki didapatkan data balita sebanyak 4.277 balita. Dengan

jumlah kasus stunting sebanyak 92 balita. Dengan jumlah stunting


52

tertinggi yaitu di Desa Ngrombo sebanyak 25 balita, serta kasus

stunting tertinggi kedua yaitu di Desa Jetis sebanyak 17 balita.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi tersebut. Sampel penelitian merupakan

responden yang diambil berdasarkan kriteria inklusi dan populasi yang

telah menanda tangani informed concent (Sugiono, 2019). Sampel

yang digunakan pada penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki

balita stunting usia 1-5 tahun.

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi yaitu suatu populasi yang dapat

menyebabkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi namun tidak

dapat di sertakan menjadi subjek penelitian (Ridha, 2018). Peneliti

menetapkan kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

1) Ibu yang memiliki anak stunting usia 1-5 tahun.

2) Anak usia 1-5 tahun yang tercatat di Wilayah Kerja Puskesmas

Baki Sukoharjo dengan TB/U ≤ 2SD.

3) Ibu yang bersedia menjadi responden penelitian dan telah

menandatangani lembar informed consent.

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi yaitu suatu karakteriktik dari suatu

populasi yang dapat menyebabkan subjek yang memenuhi kriteria

inklusi namun tidak dapat di sertakan menjadi subjek penelitian


53

(Ridha, 2018). Peneliti menetapkan kriteria eksklusi dalam

penelitian ini adalah :

1) Ibu yang tidak memiliki anak usia 1-5 tahun.

2) Anak berusia lebih dari 5 tahun.

3) Tidak bersedia menjadi responden.

3. Sampling

Metode sampling merupakan metode untuk menentukan sampel

yang jumlahnya sesuai dengan ukuran sampel yang akan menjadi

sumber data sebenarnya, dengan memperhatikan sifat dan penyebaran

populasi agar memperoleh sampel yang representatif. Pengambilan

sampel pada penelitian ini menggunakan cara total sampling (Adiputra

et al., 2021).

C. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian adalah nilai yang berbeda dan bervariasi

antara satu objek/kategori dengan objek atau kategori lain, nilai tersebut

dapat dinyatakan dalam satu ukuran atau dapat diukur (Adiputra et al.,

2021).

1. Variabel independent (Variabel bebas)

Variabel independent adalah variabel yang mempengaruhi

atau nilainya menentukan variabel lain (Ridha, 2018). Variabel

independen dalam penelitian ini pola asuh orang tua.

2. Variabel dependen (Variabel terikat)

Variabel dependen yaitu variabel yang dipengaruhi

nilainya ditentukan oleh variabel lain (Ridha, 2018). Variabel


54

dependen dalam penelitian ini adalah kejadian stunting pada balita

usia 1-5 tahun.

D. Definisi operasional

Definisi operasional merupakan bagian dari keputusan (Ridha,

2018). Perumusan definisi operasional dalam penelitian ini akan diuraikan

dalam table sebagai berikut :

Tabel 3. 1 Definisi Operasional Penelitian

Variabel Definisi Alat ukur Skala data Skor

Variabel Pola asuh adalah Kuesioner Nominal Skor untuk


independent sikap orang tua jawaban
Pola asuh orang atau tata cara pertanyaan Pola
tua orang tua dalam Asuh yang
mendidik dan diberikan:
membesarkan Baik = jika
anaknya. pernyataan
“YA” dijawab
1-15 point
Tidak Baik =
jika pernyataan
“YA” dijawab
1-8 point
Variabel Stunting Tinggi badan Nominal Skor pada
dependen merupakan diukur dengan pengukuran
stunting kondisi anak menggunakan stunting:
yang microtoise Stunting = (<-3
kekurangan gizi SD s/d <- SD0
kronis sehingga Tidak Stunting
tinggi badan = (-2 s/d + 2
anak tidak SD)
sesuai dengan
standar usianya.

E. Tempat penelitian

Penelitian ini akan dilalukan pada ibu dengan balita stunting usia 1-5

tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Baki.

F. Waktu penelitian

Waktu penelitian dan pengumpulan data dilaksanakan pada bulan

Februari-Maret 2024.
55

G. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam membantu memudahkan

pengumpulan data adalah sebagai berikut :

1. Microtoise

Tinggi badan diukur dengan alat ukur tinggi badan atau

microtoise dengan keliatan ketelitian 0,1 cm. selanjutnya, data tinggi

badan diolah/ dikonveksikan ke dalam nilai terstandar (Zscore) dengan

menggunakan baku antropormetri anak balita. Selanjutnya, berdasarkan

nilai Zscore dari masing – masing indikator tersebut ditentukan status

gizi balita dengan batasan sebagai berikut (Tim Rikesdas, 2018).

Klasifikasi status gizi berdasarkan indikator TB/U :

a. Sangat pendek : Zscore < - 3,0

b. Pendek : Zscore -3,0 s/d Zscore <-2,0

2. Lembar kuesioner

Pengumpulan data untuk mengetahui hubungan antara kejadian

stunting dengan pola asuh orang tua dilakukan dengan cara responden

mengisi atau menjawab lembar kuesioner yang diberikan. Lembar

pertama berisi identitas data demografi subjek dan responden terdiri

serta pengukuran antropometri (TB dan BB), lembar kedua adalah

kuesioner tentang pola asuh oang tua.

H. Prosedur pengumpulan data

1. Tahap persiapan

a. Peneliti mengurus surat izin penelitian ke bagian akademik

program studi S1 keperawatan Universitas Duta Bangsa dengan


56

judul “Hubungan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kejadian

Stunting pada Balita Usia 1-5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas

Baki”.

b. Peneliti melakukan studi pendahuluan di Dinas Kesehatan

Kabupaten Sukoharjo untuk mengetahui jumlah balita stunting di

wilayah kerja Puskesmas Baki Sukoharjo.

c. Peneliti melakukan studi pendahuluan di Puskesmas Baki

Sukoharjo untuk mengetahui jumlah balita stunting di Desa

Ngrombo dan Desa Jetis.

d. Peneliti melakukan uji validasi di wilayah kerja Puskesmas Baki

Sukoharjo.

2. Tahap pelaksanaan

a. Setelah mendapatkan calon responden, peneliti melakukan

pendekatan kepada calon responden untuk memberikan penjelasan

mengenai tujuan, manfaat, dan prosedur penelitian.

b. Apabila responden bersedia mengikuti kegiatan penelitian, maka

responden dipersilahkan untuk menandatangani lembar pernyataan

persetujuan menjadi responden.

c. Sebelum kegiatan pengisian kuesioner, peneliti memberikan

penjelasan seputar penelitian yang akan dilakukan dan cara

pengisian kuesioner. Responden diberikan kesempatan untuk

bertanya apabila ada pertanyaan kuesioner yang belum jelas atau

tidak dipahami.
57

d. Setelah responden mengerti tentang cara pengisian kuesioner, maka

peneliti membagikan kuesioner penelitian kepada responden.

e. Selama kegiatan pengisian kuesioner, peneliti berada di dekat

responden agar jika ada kesulitan, responden dapat langsung

bertanya kepada peneliti. Setelah kuesioner dikumpulkan periksa

kembali kuesiner. Apabila ada yang belum lengkap maka, lengkapi

terlebih dahulu sampai benar-benar terjawab semua.

3. Tahap evaluasi

a. Setelah semua pertanyaan dalam kuesioner telah diisi oleh

responden, maka peneliti mengampulkan kembali kuesioner

penelitian tersebut dan melakukan terminasi dengan responden.

b. Lalu mengelola data dimulai dari editing, coding dan tabulasi

kemudian menganalisa secara univariat dan bivariate.

c. Memberikan ucapan terimakasih kepada responden dan pihak-

pihak yang ikut terlibat dalam penelitian.

I. Analisa Data

1. Analisa Univariat

Analisa Univariat dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik

seperti subjek, responden, dan variabel penelitian. Penyuntingan data

merupakan kegiatan memeriksa data yang sudah didapatkan.

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan untuk menghubungkan variabel inde-

penden ( Pola Asuh Orang Tua ) dan variabel dependen (kejadian

stunting) (pada balita usia 1-5 tahun) menggunakan uji statistik Chi
58

Square. Untuk membuktikan ada tidaknya hubungan tersebut dil-

akukan uji statistic Chi Square dengan derajat kepercayaan 95% (ά =

0.05). Dalam penelitian ini pengelolaan data statistik menggunakan

komputer untuk memperoleh nilai p. Nilai p akan dibandingkan dengan

nilai ά. Dasar penentu adanya hubungan penelitian berdasarkan pada

nilai signifikan (nilai p) yaitu :

a. Jika nilai p > 0,05, maka tidak terdapat hubungan yang

signifikan.

b. Jika nilai p < 0,05, maka terdapat hubungan yang signifikan.

3. Pengelolaan Data

Pengolahan data yang diperoleh dari menganalisa data yaitu bagian

yang sangat penting untuk mencapau tujuan pokok dari penelitian, yaitu

menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang mengungkap suatu

fenomena (Nursalam, 2017). Analisa data merupakan kegiatan yang

dilakukan setelah data dari responden sudah terkumpul. Setelah data

terkumpul, data diolah dengan langkah sebagi baerikut (Prakchasita,

2018)

a. Editting

Editting merupakan upaya untuk memeriksa kebenaran data

yang telah diperoleh peneliti melihat kelengkapan data yang

diperoleh terutama pengisian data penelitian pada lembar kuesioner

dari responden. Kuesioner dengan pengisian tidak lengkap dan ada

data yang salah, maka data tersebut tidak dipakai.

b. Coding
59

Coding merupakan klasifikasi jawaban yang diperoleh dari

responden menurut macamnya dengan memberi kode pada masing-

masing jawaban. Coding dilakukan pada data agar mudah saat

penyajian data. Peneliti hanya memberikan kode menurut item

yang ada pada kuesioner dengan jawaban kuesioner.

1) Untuk variabel pola asuh orang tua kategori jawaban ya

diberi kode 1, dan tidak diberi kode 2.

2) Untuk variabel pengukuran antropometri dengan kategori

jawaban tidak stunting diberi kode 2, dan jawaban ya diberi

kode 1.

c. Skoring

Skoring merupakan pengelompokan jawaban-jawaban yang

telah diperoleh dari responden diatur dengan teliti dan teratur,

dilanjutkan dengan menghitung dan menjumlahkan dan

dimasukkan ke dalam tabel. Setelah terkumpul data dari kuesioner

tersebut kemudian ditabulasi. Penelitian dari kuesioner dengan

memberikan skor lalu dikelompokkan sesuai dengan variabel yang

diteliti. Hasil dari jawaban kuesioner akan diobservasi dengan

ketentuan sebagai berikut:

1) Hasil observasi dari kuesioner pola asuh orang tua ada 23 soal

yang dibagi menjadi 2 bagian yaitu “ya’ atau ‘tidak’. Apabila

pernyataan dengan jawaban "ya" maka dinilai = 1, jika

pernyataan dengan jawaban "tidak" maka dinilai = 2. Lembar


60

kuesioner dari 23 pertanyaan akan memperoleh kesimpulan

bahwa apakah pola asuh orang tua baik atau tidak baik.

2) Hasil lembar observasi pengukuran antropometri ada 2 pilihan

yaitu stunting dan tidak stunting Penilaian untuk lembar

observasi diliat dari nilai Z-score menurut TB/U. Hasil

observasi dikatakan stunting apabila nilai Z-score=-3 SD s/d <-

2 SD dan dikatakan tidak suting apabila nilai Z-score -2 s/d +2

SD.

J. Etik Penelitian

Menurut Hidayat (2021), etika penelitian perlu untuk menghindari

apabila terjadi tindakan yang tidak etis saat melakukan penelitian, maka

dapat dilakukan prinsip-prinsip sebagai berikut (Hidayat, 2021):

1. Lembar Persetujuan atau Inform Consent

Inform Consent berisi penjelasan tentang penelitian yang

akan dilakukan, tujuan dari penelitian, manfaat yang didapatkan

responden, dan risiko yang dimungkinkan terjadi Pernyataan yang

terdapat dalam lembar persetujuan jelas dan mudah dipahami oleh

responden untuk mempermudah pemahaman penelitian yang akan

dilakukan Untuk responden yang telah bersedia maka mengisi dan

menandatangani lembar persetujuan tersebut.

2. Anonimitas

Kerahasiaan responden dijaga kerahasiaannya sehingga

tidak mencantumkan nama, dan peneliti menggunakan kode dalam

lembar yang diberikan


61

3. Confidentiality atau kerahasian

Confidentiality adalah tidak memberikan informasi yang

diperoleh dan hasil penelitian berdasarkan data individual, namun

data dilaporkan berdasarkan kelompok.

4. Sukarela

Peneliti dengan keing mannya sendir atata sukarela dan

tanpa paksaan dari manapun terutama dari peneliti kepada

responden atau sampel yang akan diteliti.


62

DAFTAR PUSTAKA

Adriani, M. dan Wirjatmadi, B. (2016). Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan.


Jakarta : Kencana.
Amalia, I.D., Lubis, D.P., dan Khoeriyah, S.M. 2021. Hubungan Pengetahuan Ibu
tentang Gizi dengan Kejadian Stunting pada Balita. Jurnal Kesehatan
Samodra Ilmu. 12(2): 146-154.
Candra, A. 2020. Epidemiologi Stunting. Semarang: Universitas Diponegoro.
Damayanti, R.A., Muniroh, L., dan Farapti. 2016. Perbedaan Tingkat Kecukupan
Zat Gizi dan Riwayat ASI Eksklusif pada Balita Stunting dan non Stunting.
Media Gizi Indonesia. 11(1): 61-69.
Dinas Kesehatan Sukoharjo. 2021. Data Stunting Balita Kab.Sukoharjo
Berdasarkan e-PPGBM Tahun 2020- 2021. Sukoharjo.
Fadlillah, A.P. dan Herdiani, N. 2020. Literature Review: Asupan Energi dan
Protein dengan Status Gizi pada Balita. National Conference for Ummah.
Febriani Dwi B, N. A. (2020). Hubungan antara Pola Asuh Keluarga dengan
Kejadian Balita Stunting pada Keluarga Miskin di Palembang. Jurnal
Epidemiologi Kesehatan Komunitas.
Husnaniyah, D., Yulyanti, D., dan Rudiansyah. 2020. Hubungan Tingkat
Pendidikan Ibu dengan Kejadian Stunting. 12(1): 57-64.
Ismah, Z., Harahap, N., Aurallia, N., dan Pratiwi, D.A. 2021. Buku Ajar
Epidemiologi Penyakit Menular Jilid I. Medan: Yayasan Markaz Khidmat
AlIslam.
Izwari, D. (2020). Studi Status Gizi Balta Terintegrasi SUSENAS 2019. Jakarta:
Kemenkes RI.
Kartini, S. 2016. Kejadian Kecacingan pada Siswa Sekolah Dasar Negeri
Kecamatan Rumbai Pesisir Pekanbaru. Jurnal Kesehatan Komunitas.
3(2): 53- 58.
Kementerian Kesehatan RI. 2020. Situasi Stunting di Indonesia. Jakarta: Pusat
Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.
Mardiah, W., Mediawati, A.S., dan Setyorini, D. 2017. Pencegahan Penularan
Infeksi Saluran Pernafasan Akut dan Perawatannya pada Balita dirumah
di Kabupaten Pangandaran. Dharmakarya: Jurnal Aplikasi Ipteks untuk
Masyarakat. 6(3): 258-261.
Murti, F.C., Suryati, dan Oktavianto, E. 2020. Hubungan Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) dengan Kejadian Stunting pada Balita usia 2-5 tahun di
Desa Umbulrejo, Ponjong, Gunung Kidul. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Keperawatan, 16(2): 52-60.
63

Mustamin, R. A. (2018). Tingkat Pendidikan Ibu dan Pemberian Asi Ekslusif


dengan Kejadian Stunting pada Balita di provinsi Sulawesi Selatan. Media
Gizi Pangan, 25-32.
Nappu, S., Akri, Y.J., dan Suhartik. 2021. Hubungan Paritas dan Usia Ibu
dengan Kejadian BBLR di RS Ben Mari Malang. Biomed Science. 7(2):
32-42.
Nirmalasari, N. O. (2020) ‘Stunting Pada Anak : Penyebab dan Faktor Risiko
Stunting di Indonesia’, Qawwam: Journal For Gender Mainstreming,
14(1), pp. 19–28. doi: 10.20414/Qawwam.v14i1.2372.
Oktavia Ningtias, L. and Solikhah, U. (2020) ‘Perbedaan Pola Pemberian Nutrisi
pada Balita dengan Stunting dan NonStunting di Desa Rempoah
Kecamatan Baturaden Jurnal Ilmu Keperawatan Anak, 3(1), pp. 1–8.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 15 Tahun 2017 tentang
Penanggulangan Cacingan.
Pritasari, Damayanti, D., dan Lestari, N.T. 2017. Bahan Ajar Gizi: Gizi dalam
Daur Kehidupan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Putri, A.W., Pratitis, A., Luthfiya, L., Wahyuni, S., dan Tarmali, A. 2019. Faktor
Ibu terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah. Higeia Journal of Public
Health Research and Development. 3(1): 55-62.
Sari, E.M., Juffrie, M., Nurani, N., dan Sitaresmi, M.N. 2016. Asupan Protein,
Kalsium dan Fosfor pada Anak Stunting dan Tidak Stunting Usia 24-59
Bulan. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. 12(4): 152-159.
Sumedi, E. dan Sandjaja. 2015. Asupan Zat Besi, Vitamin A dan Zink Anak
Indonesia Umur 6-23 Bulan. Penelitian Gizi dan Makanan. 38(2): 167–
175.
Supariasa, I. D. N. dkk. (2013). Penilaian Status Gizi (Edisi Revisi). Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Sutarto, Azqinar, T.A., Himayani, R., dan Wardoyo. 2020. Hubungan Tingkat
Pendidikan Ibu dan Pendapatan Keluarga dengan Kejadian Stunting pada
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Way Urang Kabupaten Lampung
Selatan. Jurnal Dunia Kesmas. 9(2): 256-263.
UNICEF. (2020). The Stase of The World’s Children.
Widyastuti, Y., Arenawati, A., & Prafitri, N. (2022). Implementasi Kebijakan
Konvergensi Pencegahan Stunting melalui Rumah Desa Sehat (RDS) di
Desa Sindangsari Kecamatan Pabuaran Kab. Serang. JIPAGS (Journal of
Indonesian Public Administration and Governance Studies), 6(2), 127–
136. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.31506/jipags.v6i2.12885
Wolayan, G.A., Ranuh, I.G., Budiono, dan Athiyyah, A.F. 2020. Diare Kronis
pada Anak Berusia di Bawah Lima Tahun. JIKA Jurnal Ilmiah Kesehatan.
2(3): 128- 134.
World Health Organization. 2020. Pusat Pengobatan Infeksi Saluran Pernapasan
Akut Berat. Jenewa: World Health Organization.
Yudianti, R. H. (2016). Pola Asuh Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Di
Kabupaten Polewali Mandar. Jurnal Kesehatan Manarang, 21-25.
64

Lampiran 1

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Dengan hormat,

Sehubungan dengan penyelesaian skripsi Program Studi Sarjana


Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Duta Bangsa Surakarta,
dengan ini saya :

Nama : Sinta Dewi Anggraini

NIM : 200208084

No Telp : 081338942529

Saya akan melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan Pola


Asuh Orang Tua Terhadap Kejadian Stunting Pada Balita Usia 1-5
Tahun di Wilayah Puskesmas Baki”.

Penelitian ini tidak menimbulkan akibat yang merugikan bagi


Bapak/Ibu sebagai responden. Kerahasiaan semua informasi yang
diberikan akan kami jaga dan hanya digunakan untuk kepentingan
penelitian. Jika Bapak/Ibu telah menjadi responden dan hal-hal yang
memungkinkan untuk mengundurkan diri maka Bapak/Ibu diperbolehkan
untuk mengundurkan diri tidak ikut dalam penelitian ini. Apabila
Bapak/Ibu menyetujui menjadi responden maka, saya mohon kesediaannya
untuk menandatangani surat persetujuan sebagai responden. Demikian,
atas perhatian dan partisipasinya saya ucapkan termakasih.
65

Sukoharjo, 2024

Hormat Saya

Sinta Dewi Anggraini


NIM.200208084
Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN


PENELITIAN (INFORMED CONSENT)
Dengan hormat,

Saya mahasiswa S1 Keperawatan Universitas Duta Bangsa


Surakarta ingin melaksanakan penelitian yang berjudul “Hubungan Pola
Asuh Orang Tua Terhadap Kejadian Stunting Pada Balita Usia 1-5 Tahun
di Wilayah Puskesmas Baki”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
hubungan antara pola asuh orang tua terhadap kejadian stunting di wilayah
Puskesmas Baki

Untuk keperluan tersebut saya mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu


untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Partisipasi Bapak/Ibu dalam
penelitian ini bersifat bebas untuk menjadi responden atau menolak tanpa
ada sanksi apapun. Apabila Bapak/Ibu berkenan menjadi responden,
mohon mengisi formulir di bawah ini.
Nama Responden :
Usia :
Jenis Kelamin :

Saya menyatakan bersedia untuk menjadi responden dalam


penelitian yang akan dilaksanaan oleh mahasiswa S1 Keperawatan
Universitas Duta Bangsa Surakarta. kerahasiaan informasi dan identitas
Bapak/Ibu dijamin oleh peniliti dan tidak akan disebarluaskan baik melalui
media masa maupun elektronik.
66

Sukoharjo, 2024

Responden
( )

Lampiran 3

KUISIONER

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP KEJADIAN


STUNTING PADA ANAK USIA 1-3 TAHUN

A. Petunjuk Pengisian

1. Bacalah baik-baik setiap pertanyaan di bawah ini.

2. Mohon bantuan dan kesediaan Bapak/Ibu/Saudara untuk menjawab


semua pertanyaan yang ada.
3. Berikan tanda (√) pada kotak yang sudah disediakan pada bagian
identitas responden dan kuisioner Pola Asuh Orang Tua sesuai dengan
kebiasaan anda.
4. Pada pengisian identitas responden hanya menuliskan inisial nama saja,
contoh: “Meilisa” menjadi “M”
5. Keterangan jawaban :

a) Ya

b) Tidak

6. Setiap pernyataan harus dijawab sendiri tanpa diwakili oleh orang lain
7. Jawaban yang anda berikan akan terjamin kerahasiannya
B. Data Demografi

8. Data Demografi Balita

a) Nama Balita :
67

b) Usia : tahun bulan

c) Jenis Kelamin :

d) Anak ke :

e) Tinggi Badan Balita :

f) Hasil Pengukuran TB/U :

1) Sangat Pendek : Zscore <-3,0

2) Pendek : Zscore -3,0 s/d Zscore <-2,0

9. Data Demografi Ibu

a) Nama :

b) Pekerjaan :

c) Usia :

d) Pendidikan Ibu :

e) Jumlah Anak :

10. Demografi Keluarga

a) Penghasilan Keluarga :

b) Jumlah Anggota Keluarga :


68

C. Kuisioner Pola Asuh Orang Tua

No Pernyataan Ya Tidak

1. Orang tua memberikan makanan


utama pada balita 3 x sehari secara
teratur
2. Orang tua memberikan makanan
sesuai jadwal makan yang sudah
ditentukan orang tua sendiri
3. Orang tua mengawasi anak saat
bermain dan jajan di luar
4. Orang tua membiasakan anak untuk
makan pagi
5. Orang tua mendampingi anak saat
mendapatkan vitamin A
6. Orangtua menyiapkan menu
makanan yang bervariasi setiap hari
7. Orang tua menyiapkan makanan
anak setiap hari dengan
menambahkan garam beryodium
8. Orang tua tidak membatasi makanan
apa saja yang dikonsumsi anak
9. Orang tua memberikan penghargaan
berupa pujian saat anak mau makan
dengan lahap
69

10. Orang tua melarang anak jajan


diluar
11. Orang tua memaksa anak jika tidak

mau makan
12. Orang tua menghukum anak jika

makanan tidak habis


13. Orang tua mengajarkan anak makan
tepat pada waktunya
14. Orang tua memaksa anak untuk
makan sayur-sayuran
15. Orang tua memarahi anak jika
mengkonsumsi snack yang banyak
mengandung penyedap secara terus
– menerus
16. Orang tua menghukum anak jika
anak tidak makan tepat pada
waktunya
17. Orang tua memarahi anaknya jika

makan sambil bermain


18. Orang tua membebaskan anak untuk

jajan diluar
19. Orang tua membiasakan anak untuk

makan makanan sehat


20. Orang tua membiarkan anak jika

tidak mau makan


21. Orang tua membebaskan waktu
makan sesuai keinginan anak
22. Orang tua tidak melarang anak

untuk makan makanan kurang sehat


70

23. Orang tua tidak membatasi anak


untuk meminum-minuman kurang
sehat
71

Lampiran 4 Surat Studi Pendahuluan


72

Lampiran 5 Surat Izin Studi Pendahuluan


73

Lampiran 6 Lembar Konsul


74

Anda mungkin juga menyukai