PKN File

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 6

Muhammadiyah juga menjadi salah satu organisasi dan gerakan Islam

Indonesia yang bidang bidang usahanya mencangkupi bidang-bidang


ekonomi, sosial, kesehatan, pendidikan dan dakwah.

Organisasi ini didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan dan kawan-kawannya


pada tanggal 8 Zulhijjah 1330 Hijriah/18 November 1912. Pada tanggal
20 Desember 1912, pembentukan Muhammadiyah secara resmi
diumumkan dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh tokoh masyarakat,
pejabat dan kerabat Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman.
Tujuan utama dari organisasian ini adalah menegakkan dakwah Islamiah
dalam arti seluas-luasnya.

Hingga saat ini, organisasi masyarakat tertua di Indonesia ini masih eksis
dan terus berupaya mengembangkan dakwah islam ke seluruh penjuru
dunia.

 Al Irsyad Al Islamiyah
Selisih dua tahun setelah organisasi Muhammadiyah dideklarasikan, pada
tanggal 6 September 1914 di Jakarta, bermula dari beberapa orang
berdarah Arab yang bersepekat untuk membuat satu pergumulan yang
fokus untuk memurnikan tauhid, ibadah, dan amaliyah Islam di mana
fokus pergerakannya di bidang pendidikan dan dakwah, mereka itu
adalah Ahmad Surkati, Syaikh Umar Mangqush, Said Mash’abi, Saleh
Ubayd Abat dan Salim bin Alwad Bawa’i.

6. Untuk merealisasikan tujuan ini, Al-Irsyad sudah mendirikan


ratusan sekolah formal dan lembaga pendidikan non-formal di
seluruh Indonesia. Dan dalam perkembangannya kemudian,
kegiatan Al-Irsyad juga merambah bidang kesehatan, dengan
mendirikan beberapa rumah sakit. Yang terbesar saat ini adalah
RSU Al-Irsyad di Surabaya dan RS Siti Khadijah di Pekalongan. Al
Jamiyah Al Washliyah
Organisasi Islam yang diresmikan pendirinya pada tanggal 30 November
1930 bertepatan di Aula Maktab Islamiyah Tapanuli Medan, yang
dipelopori oleh beberapa ulama terkemuka antara lain ada Ismail Banda,
Abdurrahman Syihab, Arsyad Thahir Lubis, Adnan Nur, H. Syamsuddin, H.
Yusuf Ahmad Lubis, H. A. Malik dan A. Aziz Efendi.

Organisasi ini mempunyai satu badan yang bernama “Sending Islam”


yang sangat besar jasanya dalam pengislamisasikan masyarakat di Tanah
Karo, Tapanuli Utara/Tengah dan Simelungun. Pemuda di organisasi ini
diberi mana Washliyah.
Demikian beberapa organisasi dan pergerakan Islam Indonesia pra
kemerdekaan. Organisasi tersebut ada yang masih eksis hingga saat ini
dan memberikan kontribusi kepada masyarakat.

Agama Islam telah masuk ke Indonesia sejak abad ke-7 M, yaitu tepat
pada masa kekuasaan kerajaan Sriwijaya. Hal ini dibuktikan oleh para
pengamat sejarah bahwa masa itu telah terdapat pedagang-pedagang
Arab yang melakukan aktivitas di Kerajaan Sriwijaya. Dalam satu
penelitian mengatakan bahwa mereka telah memiliki perkampungan
sementara yang dijadikan tempat tinggal di pusat Kerajaan Sriwijaya. Ini
menurut salah satu teori masuknya Islam ke tanah air.

Dalam perkembangannya, agama Islam di Indonesia telah mengalami


lika-liku perjalanan. Jika kita membaca perkembangan Islam di Indonesia
sebelum kemerdekaan secara garis besar dapat dibagi dalam dua masa,
yaitu pra-kolonialisme Barat dan Jepang, kemudian masa kolonialisme
Barat dan Jepang.

Pada periode pertama, perkembangan Islam di Indonesia mulai


berkembang pesat sejak awal abad ke-13 M, di mana para pendakwah
dan mubaligh mulai banting setir metode dakwah dengan
mengakulturasikan antara budaya Nusantara dan agama Islam, sehingga
Islam dapat diterima dengan baik karena bergandengan dengan budaya
lokal yang telah dimodifikasi.

Pada masa kolonialisme Barat, khususnya Belanda, Islam menghadapi


tantangan yang luar biasa. Mereka datang tidak hanya membawa misi
perdagangan, tetapi di sisi lain juga mengemban misi Kristenisasi. Ada
tiga semboyan mereka yang terkenal, gold, glory, dan gospel (harta,
kuasa, dan agama).

Sehingga pada masa inilah muncul berbagai gerakan-gerakan Islam di


Indonesia yang kemudian melahirkan banyak organisasi Islam yang
bahkan masih eksis hingga saat ini, salah satunya adalah Nahdatul
Ulama, yang tahun ini berlangsung peringatan 100 tahun berdirinya di
atas negeri pertiwi.

Namun, apa saja organisasi dan gerakan islam di Indonesia pra


kemerdekaan, berikut ulasannya:

Nuuu

NU didirikan pada tahun 1926 sebagai organisasi ulama Muslim Asy'ari yang berbeda
pandangan dengan kebijakan modernis Muhammadiyah dan Persatuan Islam (Persis), dan
munculnya gerakan Salafi dari organisasi Al-Irsyad Al-Islamiyyah di Indonesia yang sama sekali
menolak adat istiadat setempat yang dipengaruhi oleh tradisi Hindu dan Buddha Jawa pra-Islam.
Organisasi ini didirikan setelah Komite Hijaz telah memenuhi tugasnya dan akan dibubarkan.
Organisasi ini didirikan oleh Hasyim Asy'ari, kepala pesantren di Jawa Timur. Organisasi NU
berkembang, tetapi basis dukungannya tetap di Jawa Timur. Pada tahun 1928, NU
menggunakan bahasa Jawa dalam khotbahnya, di samping bahasa Arab.[12]:169[13]:168[14]:233–236
Pada tahun 1937, meskipun hubungan NU dengan organisasi-organisasi Islam Sunni lainnya di
Indonesia buruk, organisasi-organisasi tersebut membentuk Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI)
sebagai forum diskusi. Mereka bergabung dengan sebagian besar organisasi Islam lainnya yang
ada pada saat itu. Pada tahun 1942, Jepang menduduki Indonesia dan pada bulan September
diadakan konferensi para pemimpin Islam di Jakarta.[12]:191,194[14]:233–236
Jepang ingin menggantikan MIAI, tetapi konferensi tidak hanya memutuskan untuk
mempertahankan organisasi, tetapi juga memilih tokoh-tokoh politik yang tergabung dalam Partai
Syarikat Islam Indonesia (PSII) untuk kepemimpinan, daripada anggota non-politik NU atau
Muhammadiyah seperti yang diinginkan penjajah. Lebih dari setahun kemudian, MIAI dibubarkan
dan digantikan oleh Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) yang disponsori Jepang.
Hasjim Asjari adalah ketua nasional, tetapi dalam praktiknya organisasi baru itu dipimpin oleh
putranya, Wahid Hasyim. Tokoh NU dan Muhammadiyah lainnya memegang posisi
kepemimpinan.[12]:191,194[14]:233–236
Pada tahun 1945, Soekarno dan Hatta mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia.
Selama perang kemerdekaan Indonesia, NU menyatakan bahwa peran g melawan pasukan
kolonial Belanda adalah jihad/perang suci, wajib bagi semua umat Islam. Di antara kelompok
gerilya yang memperjuangkan kemerdekaan adalah Hizbullah dan Sabililah yang dipimpin oleh
NU.

Sikapnya yang berbeda, kalangan pesantren dikeluarkan dari anggota Kongres Al


Islam di Yogyakarta 1925, akibatnya kalangan pesantren juga tidak dilibatkan
sebagai delegasi dalam Mu'tamar 'Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di
Mekah yang akan mengesahkan keputusan tersebut. Didorong oleh minatnya
yang gigih untuk menciptakan kebebsan bermadzhab serta peduli terhadap
pelestarian warisan peradaban, maka kalangan pesantren terpaksa membuat
delegasi sendiri yang dinamai dengan Komite Hejaz, yang diketuai oleh KH.
Wahab Hasbullah. Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam
Komite Hejaz, dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia, Raja Ibnu
Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya hingga saat ini di Mekah bebas
dilaksanakan ibadah sesuai dengan madzhab mereka masing-masing. Itulah peran
internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan
kebebasan bermadzhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah serta
peradaban yang sangat berharga. Berangkat dari komite dan berbagai organisasi
yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk
membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk
mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai
kiai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama
Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926).
Organisasi ini dipimpin oleh KH. Hasyim Asy'ari sebagi Rais Akbar. Untuk
menegaskan prisip dasar orgasnisai ini, maka KH. Hasyim Asy'ari merumuskan
Kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad
Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam
Khittah NU , yang dijadikan dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan
bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.

Sumber: https://www.nu.or.id/page/sejarah

___
Download NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap!
https://nu.or.id/superapp (Android/iOS)

ADVERTISEMENT

Pengiriman tersebut bermula ketika Ibnu Said yang beraliran Wahabi


menaklukan tanah Hijaz yang saat itu dipimpin oleh Raja Syarif. Wilayah
Hijaz sekarang lebih dikenal masyarakat dunia sebagai Arab Saudi.
Zaki Mubarak dalam buku Kontekstualisasi Nilai-Nilai Aswaja dalam
Berbagai Sendi Kehidupan menjelaskan, kemenangan orang-orang
Wahabi di tanah Hijaz membawa dampak yang besar terhadap
perkembangan Islam di dunia. Setelah Ibnu Said berkuasa, muncul
larangan-larangan praktik ibadah di Mekkah dan Madinah serta penerapan
asas tunggal mazhab Wahabi.
Contoh larangan praktik ibadah pada saat itu yakni larangan berziarah ke
makam Pahlawan Islam dan larangan praktik ibadah haji sesuai mazhab
lain. Bahkan, tersebar kabar rencana penghapusan situs warisan peradaban
Islam termasuk makam Rasulullah.
Mendengar hal tersebut, para ulama dari berbagai belahan dunia
melancarkan protes keras termasuk di Indonesia. Para ulama Indonesia
dari berbagai daerah berkumpul di Surabaya untuk membahas perubahan
ajaran di dua kota suci tersebut.
ADVERTISEMENT

Dari pertemuan ini, lahirlah Komite Hijaz yang bertugas untuk menemui
raja Ibnu Saud guna menyampaikan masukan dari para ulama di Indonesia.

Pendiri Komite Hijaz


Perbesar

ilustrasi pendiri komite hijaz. Foto: KH. Hasyim Asyari. Wikimedia.

Mengutip buku Kiai haji Mas Mansur, 1896-1946 oleh Darul Aqsha,
pembentukan komite Hijaz diprakarsai oleh KH. Wahab Hasbullah atas
restu K.H Hasyim Asyari. Posisi Kiai Hasyim Asyari saat itu dikenal
sebagai Bapak Umat Islam Indonesia. Beliau juga menjadi tempat
meminta nasihat bagi para tokoh pergerakaan nasional.
Adapun ulama yang hadir dalam perumusan komite Hijaz antara lain:

1. KH. Muhammad Hasyim Ashari

2. KH. Abdul Wahab Hasbullah

3. KH. Bisri Syamsuri Denanyar

4. KH. Raden Haji Asnawi

5. KH. Maksum

6. KH. Ridwan

7. KH. Nawawi

8. KH. Nahrowi Thohir


9. KH. Alwi Abdul Aziz

10. KH. Abdullah Ubaid

11. KH. Abdul Halim

12. KH. Doro Munthaha

13. KH. Dahlan Abdulqahar, dan

14. KH. Abdul Chamid Faqih


ADVERTISEMENT

Akan tetapi, karena belum adanya organisasi induk yang menaungi


delegasi tersebut, pada 31 Januari 1962 para ulama kembali berkumpul
dan membentuk organisasi induk yang menaungi komite Hijaz. Oleh KH.
Hasyim Ashari, organisasi ini diberi nama Nahdhatul Ulama yang artinya
kebangkitan para ulama.
v

Anda mungkin juga menyukai